4 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit
Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah utama dari industri pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit. Persentase limbah TKKS adalah 23% dari tandan buah segar, sedangkan persentase serat dan cangkang biji masing-masing adalah 13% dan 5,5% dari tandan buah segar (Peni 1995).
Lebih sederhana, bahan organik yang terkandung dalam tandan kosong kelapa sawit yaitu senyawa 22,8 % lignin, 45,9% selulosa dan 16,5% hemiselulosa yang sukar terdekomposisi. Disamping tandan kosong kelapa sawit mempunyai kadar C/N yang tinggi yaitu 45–55. Hal ini dapat menurunkan ketersediaan N pada tanah karena N terimobilisasi dalam proses perombakan bahan organik oleh mikroba pada tanah. Usaha penurunan kadar C/N dapat dilakukan dengan proses pengomposan sampai kadar C/N mendekati C/N tanah (Darmosarkoro, 2012).
Tabel 2.1 Komposisi Tandan Kosong Kelapa Sawit
Komponen Dasar Kering (%)
Selulose 49,95
Hemiselulose 22,84
Lignin 16,49
Abu 1,23
Nitrogen 0,53
Minyak 2,41
Sumber : Aryafatta 2008.
Sebagai alternatif penanganan TKKS yang jumlahnya sangat besar maka TKKS tersebut dipergunakan sebagai mulsa dan sumber hara pada perkebunan kelapa sawit. Dosis aplikasi yang dipergunakan adalah sebanyak 40 ton/Ha/tahun. Cara pemanfaatan adalah dengan cara menebar atau menyusun disekeliling piringan tanaman kelapa sawit. Penyusunan di sekeliling piringan
5
dapat menimbulkan potensi berkembang biaknya hama kumbang tanduk (Orytes rhinoceros). Disamping itu cara pemanfaatan TKKS sebagai mulsa tidak selalu dapat dilakukan terutama pada areal berbukit atau lokasinya jauh dari pabrik kelapa sawit yang disebabkan karena biaya distribusinya menjadi mahal (Darmosarkoro, 2012).
Tandan kosong kelapa sawit merupakan sumber bahan organik yang kaya unsur hara N, P, K, dan Mg. jumlah tandan kosong kelapa sawit diperkirakan sebanyak 23% dari jumlah tandan buah segar yang di olah. Dalam setiap ton tandan kosong kelapa sawit mengandung hara N 1,5%, P 0,5%, K 7,3%, dan Mg 0,9% yang dapat digunakan sebagai substitusi pupuk pada tanaman kelapa sawit (Sarwono, 2008).
Salah satu potensi tandan kosong kelapa sawit yang cukup besar adalah sebagai bahan pembenah tanah dan sumber hara bagi tanaman. Potensi ini didasarkan pada kandungan tandan kosong kelapa sawit yang merupakan bahan organik dan memiliki kadar hara yang cukup tinggi. Pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan pembenah tanah an sumber hara ini dapat dilakukan dengan cara aplikasi langsung sebagai mulsa atau dibuat menjadi kompos (Darmosarkoro dan Rahutomo, 2007).
Tabel 2.2. Analisa Kandungan Hara Tandan Kosong Kelapa Sawit
C N P K Mg C/N B Cu Zn
42,8 0,80 0,22 2,90 0,30 9,4 10 23 51
Sumber : Darmosarkoro dan Rahutomo (2007).
2.2 Mucuna Bracteata
2.2.1 Botani dan Morfologi Mucuna Bracteata
Mucuna bracteata adalah jenis kacangan penutup tanah yang berasal daridataran tinggi Kerala India Selatan. Jenis kacangan ini sudah pernah dipelajari dan telah disusun klasifikasinya menurut Germplasm Resources
6
Imfornation-Network Amerika dalam harahap dkk, (2008). Nama latin dari kacangan ini adalah Mucuna bracteata dengan klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta Sub division : Angiospermae Class : Dicotyledoneae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae Sub famili : Faboideae
Genus : Mucuna
Species : Mucuna bracteata
Selain Mucuna bracteata, jenis kacangan ini juga memiliki spesies lain dalam genus yang sama seperti mucuna cochinchinensis yang sudah di kenal sebelumnya sebagai kacangan penutup tanah, mucuna pruriens, mucuna macrocarpa, mucuna hubery, mucuna killipian, mucuna gigantean, dan lain sebagainya yang sampai saat ini masih belum di eksplorasi. (Harahap dkk, 2008).
a) Daun
Helaian daun tanaman Mucuna bracteata berbentuk oval, satu tangkai daun terdiri dari 3 helain anak daun (trifoliat), berwarna hijau, muncul disetiap ruas batang. Ukuran daun dewasa dapat mencapai 15x10 cm.
Helaian daun akan menutup apabila suhu lingkungan tinggi (termonastik),sehingga sangat efisien dalam mengurangi penguapan di permukaan daun tanaman (Harahap dkk, 2008).
b) Batang
Tumbuhan menjalar, merambat/membelit/memanjat, berwama hijau muda sampai hijau kecoklatan. Batang ini memiliki diameter 0,4-1,5cm berbentuk bulat berbuku dengan panjang buku 25-34 cm, tidak berbulu,
7
teksturnya cukup lunak, lentur, mengandung banyak serat dan berair.
Berbeda dengan kacangan lainnya batang kacangan ini bila dipotong akan mengeluarkan banyak getah yang berwarna putih dan akan berubah menjadi cokelat setelah kering, dan noda getah ini sangat sukar untuk dibersihkan. Batang yang telah tua akan mengeluarkan bintil-bintil kecil berwarna putih yang bila bersinggungan dengan tanah akan berdiferensiasi menjadi akar baru (Harahap dkk, 2008).
c) Akar
Mucuna bracteata memiliki sistem perakaran tunggang sebagai mana kacangan lain, berwarna putih kecokelatan, tersebar di atas permukaan tanah dan dapat mencapai kedalaman 1 meter di bawah permukaan tanah.
Tanaman ini juga memiliki bintil akar yang menandakan adanya simbiosis mutualisme antara tanaman dengan bakteri Rhizobium sp sehingga dapat memfiksasi nitrogen bebas menjadi nitrogen yang tersedia bagi tanaman.
Bintil akar ini berwama merah muda segar dan relatif sangat banyak, berbentuk bulat dan berukuran diameter sangat bervariasi antara 0,2-2,0 cm. Pada nodul dewasa terdapat kandungan leghaemoglobin yang mengindikasikan terdapat sistem fiksasi N2 udara oleh bakteri Rhizobium sp. Laju pertumbuhan akar cukup tinggi, sehingga pada umur di atas 3 tahun akar utamanya dapat mencapai panjang 3 m (Harahap dkk, 2008).
d) Bunga
Bunga berbentuk tandan menyerupai rangkaian bunga anggur dengan panjang 20-35 cm, terdiri dari tangkai bunga 15-20 tangkai dengan 3 buah bunga setiap tangkainya. Bunga Monoceus ini berwarna biru terong,dengan bau yang sangat menyengat untuk menarik perhatian kumbang penyerbuk (Harahap dkk, 2008).
8 e) Buah dan biji
Dalam satu rangkain bunga yang berhasil menjadi polong sebanyak 4-15 polong, tergantung dari umur tanaman dan lingkungan setempat termasuk perubahan musim. Polong-polong ini di selimuti oleh bulu- bulu halus berwarna merah keemasan yang berubah warna menjadi hitam ketika matang, bulu-bulu ini juga dapat menimbulkan alergi dan iritasi ringan pada kulit Polong yang berbulu ini memiliki 2-4 biji untuk setiap polongnya. Biji berwarna coklat tua sampai hitam mengkilap, dari 1 kg polong basah dapat menghasilkan 250 g biji kering dengan berat 45 biji kering/100 gram. Dari mulai munculnya bunga sampai polong siap dipanen dibutuhkan waktu sekitar 50-60 hari (Harahap dkk, 2008).
2.2.2 Pemanfaatan Mucuna bracteata
Mucuna bracteata merupakan tanaman kacangan yang tumbuh cepat, pesaing gulma yang handal (menghasilkan senyawa alelopati yang berspektrum luas bagi jenis gulma perkebunan), kemampuan memfiksasi N yang tinggi sehingga tidak disukai oleh hama dan hewan-hewan ternak ruminansia (Harahap dkk,2008).
Mucuna bracteata dapat menambat N bebas dari udara melalui simbiosis dengan bakteri Rhizobium sp sehingga N dapat tersedia bagi tanaman. Ini terbukti dari hasil penelitian pembentukan bintil akar pada tumbuhan Mucuna braceata dapat menambat N bebas dari udara melalui simbiosis dengan
bakteri Rhizobium sp sehingga N dapat tersedia bagi tanaman. Ini terbukti dari hasil penelitian pembentukan bintil akar pada tumbuhan (Nugroho dkk 2006).
Harahap, dkk. (2008) menyatakan bahwa pada kultur teknis yang standar, penutupan areal oleh tanaman pada masa awal penanaman dapat mencapai 2-3 m per bulan. Penutupan areal secara sempurna dicapai saat memasuki tahun ke-2 dengan ketebalan vegetasi berkisar 40-100 cm dan biomassa berkisar antara 9-12 ton bobot kering per ha. Hara nitrogen pada tumbuhan kacang-
9
kacangan sebanyak 66% berasal dari gas N2 hasil simbiosis dengan bakteri Rhizobium. Fiksasi nitrogen yang dilakukan oleh tanaman kacang-kacangan sering mengalami hambatan. Fiksasi nitrogen dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti pH tanah, kandungan nutrisi yang minimum, suhu yang terlampau ekstrim, kelebihan atau kekurangan kandungan air dalam tanah.
Jenis LCC Mucuna breacteata dapat menghasilkan bahan organik yang tinggi dengan jumlah serasah yang dihasilkan pada tempat ternaung sebanyak 9 ton (setara dengan 263 kg N-P-K-Mg dengan 45-56% N) dan di daerah terbuka sebanyak 20 ton (setara dengan 531 kg N-P-K-Mg dengan 75-83% N).
Sedangkan jenis leguminosa lainnya seperti Pueraria javanica produksi daun tanaman berumur 5-6 bulan 200 kwintal/ha yang mengandung 200-300 kg N dan 20-30 kg P2O5 (Harahap dkk, 2008).
2.3 Jamur Trichoderma sp
Purwantisari (2009), mengatakan bahwa Trichoderma spmerupakan cendawan parasit yang dapat menyerang dan mengambil nutrisi dari cendawan lain.
Kemampuan dari Trichoderma sp ini yaitu mampu memarasit cendawan patogen tanaman dan bersifat antagonis, karena memiliki kemampuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan cendawan lain.
Mekanisme yang dilakukan oleh agen antagonis Trichoderma sp terhadap patogen adalah antibiosis, selain itu cendawan Trichoderma sp juga memiliki beberapa kelebihan seperti mudah diisolasi, daya adaptasi luas, dapat tumbuh dengan cepat pada berbagai substrat, cendawan ini juga memiliki kisaran mikroparasitisme yang luas dan tidak bersifat patogen pada tanaman (Arwiyanto, 2003).
Selain itu, mekanisme yang terjadi di dalam tanah oleh aktivitas Trichoderma sp yaitu kompetitor baik ruang maupun nutrisi, dan sebagai mikoparasit
10
sehingga mampu menekan aktivitas patogen tular tanah (Sudantha et al., 2011).
Jamur Trichoderma harzianum berperan sebagai dekomposer dalam proses pengomposan untuk mengurai bahan organik seperti selulosa menjadi senyawa glukosa. Keunggulan dalam penggunaan jamur Trichodermaharzianum adalah selain jamur ini bisa menghasilkan enzim yang dapat memecah selulosa menjadi glukosa, jamur ini juga dapat digunakan sebagai biofungisida yang ramah lingkungan karena tidak menimbulkan pencemaran atau berdampak negatif pada lingkungan melainkan dapat mengembalikan keseimbangan alamiah dan kesuburan tanah (Soesanto, 2004).
2.3.1 Taksonomi Trichoderma sp
Taksonomi jamur Trichoderma sp adalah sebagai berikut (Harman et al, 2004).
Kingdom : Fungi
Filum : Deutromycota
Klas : Deutromycetes (imperfek fungi) Subklas : Deuteromycetidae
Ordo : Moniliales Famili : Moniliaceae Genus : Trichoderma Spesies : Trichoderma sp
Suhu optimum untuk tumbuhnya Trichoderma berbeda-beda setiap spesiesnya. Ada beberapa spesies yang dapat tumbuh pada temperatur rendah ada pula yang tumbuh pada temperatur cukup tinggi, kisarannya sekitar 7°C–
41°C. Trichoderma yang dikultur dapat bertumbuh cepat pada suhu 25-30°C, namun pada suhu 35°C cendawan ini tidak dapat tumbuh. Perbedaan suhu mempengaruhi produksi seperti enzim xilanase.
11
Kemampuan merespon kondisi pH dan kandungan CO2 juga bervariasi.
Namun secara umum apabila kandungan CO2 meningkat maka kondisi pH untuk pertumbuhan akan bergeser menjadi semakin basa. Di udara, pH optimum bagi Trichoderma berkisar antara 3-7. Faktor lain yang memengaruhi pertumbuhan Trichoderma adalah kelembaban, sedangkan kandungan garam tidak terlalu mempengaruhi Trichoderma.
2.4 Kompos
Kompos merupakan bahan organik, seperti daun-daunan, jerami, alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung, sulur, carang-carang serta kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Kompos mengandung hara-hara mineral yang esensial bagi tanaman (Setyorini, dkk 2012).
Sisa tanaman, hewan, atau kotoran hewan, juga sisa jutaan makhluk kecil yang berupa bakteri jamur, ganggang, hewan satu sel, maupun banyak sel merupakan sumber bahan organik yang sangat potensial bagi tanah, karena perannya yang sangat penting terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah, namun bila sisa hasil tanaman tidak dikelola dengan baik maka akan berdampak negatif terhadap lingkungan, seperti mengakibatkan rendahnya keberhasilan pertumbuhan benih karena imobilisasi hara, allelopati, atau sebagai tempat berkembangbiaknya patogen tanaman. Bahan-bahan ini menjadi lapuk dan busuk bila berada dalam keadaan basah dan lembab, seperti halnya daun- daun menjadi lapuk bila jatuh ke tanah dan menyatu dengan tanah. Selama proses perubahan dan peruraian bahan organik, unsur hara akan bebas menjadi bentuk yang larut dan dapat diserap tanaman. Sebelum mengalami proses perubahan, sisa hewan dan tumbuhan ini tidak berguna bagi tanaman, karena unsur hara masih dalam bentuk terikat yang tidak dapat diserap olehtanaman (Setyorini, dkk 2012).
12
Di lingkungan alam terbuka, proses pengomposan bisa terjadi dengan sendirinya. Lewat proses alami, rumput, daun-daunan dan kotoran hewan serta sampah lainnya lama kelamaan membusuk karena adanya kerja sama antara mikroorganisme dengan cuaca. Proses tersebut bisa dipercepat oleh perlakuan manusia, yaitu dengan menambahkan mikroorganisme penguraisehingga dalam waktu singkat akan diperoleh kompos yang berkualitasbaik (Setyorini, dkk 2012).
2.4.1 Proses Pengomposan
Memahami dengan baik proses pengomposan sangat penting untuk dapat membuat kompos dengan kulitas baik.
Gambar 2.1 Proses pengomposan
Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan–bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama–tahap awal proses, oksigen dan senyawa–senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesifilik. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi (Rynk, 1992).
Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat tinggi. Mikroba–mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2 uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telas terurai, maka suhu akan berangsur – angsur
13
mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akanterjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 -40 % dari volume/bobot awal bahan (Rynk, 1992).
2.4.2 Faktor Yang Mempengaruhi Pengomposan Menurut Isroi (2008), yaitu:
a. Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar 30:1 hingga 40:1Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N sebagai sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi,mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.Untuk menurunkan rasio C/N tinggi diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan Mikroorganisme selulotik dan activator organik lainnya.
b. Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (Porositas).Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil bahan tersebut.
c. Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen.
Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk kedalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas pada kandungan air (kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi
14
bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara didalam tumpukan kompos.
d. Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel didalam tumpukan kompos.
Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga–rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplai oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
e. Kelembaban
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut didalam air. Kelembaban 40–60% adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban dibawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60% hara akan tercuci,volume udara akan berkurang akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
f. Temperatur
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba ada hubungan langsung antara penigkatan suhu dengan komsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos.Temperatur yang berkisar antara 30ºC–60ºC menunjukan aktivitas pengomposan. Suhu yang lebih tinggi 60ºC
15
akanmembunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup.
g. pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan bekisar antara 6,5 sampai 7,5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6,8 hingga 7,4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
h. Kandungan Hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan biasanya terdapat di dalam kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan mikroba selama proses pengomposan.
i. Kandungan Bahan Berbahaya
Beberapa bahan organik yang mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nikel adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam- logam berat akan mengalami imobiliasi selama proses pengomposan.
Tabel 2.3 Kondisi optimal untuk mempercepat pengomposan Kondisi Kondisi yang bisa
diterima Ideal
Rasio C/N 20:1 s/d 40:1 25-35:1
Kelembaban 40-65% 45 - 62% berat
Konsentrasi Oksigen tersedia >5% > 10%
Ukuran partikel 1 inchi Bervariasi
pH 5.5 - 9,0 6.4 – 8.0
Suhu 43 - 66ºC 54- 60ºC
Sumber : Rynk (1992)
16 2.4.3 Manfaat Kompos
Rachman Sutanto (2002) mengemukakan bahwa dengan pupuk organik sifat fisik, kimia, dan biologi tanah menjadi lebih baik. Selain itu kompos memiliki banyak manfaat yang dapat ditinjau dari beberapa aspek :
a. Aspek Ekonomi
1. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibanding bahan asalnya.
2. Biaya pemupukan dengan pupuk kimia dapat dikurangi karena adanya pupuk kompos.
b. Aspek Lingkungan
1. Mengurangi polusi udara akibat pembakaran limbah.
2. Mengurangi limbah yang ada pada sekitar pabrik kelapa sawit.
3.
c. Aspek Bagi Tanaman
1. Meningkatkan kesuburan tanah.
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah.
3. Meningkatkan ketersediaan hara . 4. Menyehatkan tanaman.
17 2.4.4 Standard Mutu Kompos
No Parameter Satuan Minimum Maksimum
1 Kadar Air % °C 50
2 Temperatur Suhu air
tanah
3 Warna Kehitaman
4 Bau Berbau tanah
5 Ukuran Partikel mm 0,55 25
6 Kemampuan Ikat
Air % 58
7 pH 6,80 7,49
8 Bahan Asing % 1,5
Unsur Makro %
9 Bahan Organik % 27 58
10 Nitrogen % 0,10
11 Karbon % 9,80 32
12 Phosfor % 0,10
13 C/N rasio 10 20
14 Kalium % 0,20
Unsur Mikro
15 Arsen mg/Kg 13
16 Cadmium (Cd) mg/Kg 3
17 Cobalt (Co) mg/Kg 34
18 Chromium (Cr) mg/Kg 210
19 Tembaga (Cu) mg/Kg 100
20 Merkuri (Hg) mg/Kg 0
21 Nikel (Ni) mg/Kg 62
22 Timbal (Pb) mg/Kg 150
23 Selenium (Se) mg/Kg 2
24 Seng (Zn) mg/Kg 500
Unsur Lain
25 Calsium (Ca) % 25,50
26 Magnesium (Mg) % 0,60
27 Besi (Fe) % 2,00
28 Alumunium (Al) % 2,20
29 Mangan (Mn) % 0,10
Bakteri
30 Fecal Coli MPN/gr 1000
31 Salmonella sp MPN/4gr 3