• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kapal Perikanan

Terdapat beberapa definisi mengenai kapal perikanan, menurut Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan,dan penelitian atau eksplorasi perikanan. Menurut Fyson (1985), kapal perikanan merupakan kapal yang dibuat untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan penangkapan ikan (fishing operation), menyimpan ikan dan lain sebagainya yang didesain dengan ukuran, rancangan bentuk dek, kapasitas muat, akomodasi, mesin serta berbagai perlengkapan yang secara keseluruhan disesuaikan dengan fungsi dan rencana operasi.

Kapal penangkap ikan berbeda dengan jenis kapal yang lain sehingga kapal penangkap ikan memiliki beberapa keistimewaaan yang membedakan dengan kapal-kapal jenis lain (Nomura dan Yamazaki 1977), yaitu:

1) Kecepatan kapal; umumnya kapal perikanan membutuhkan kecepatan yang tinggi untuk mengejar kelompok ikan, dan membawa hasil tangkapan ikan segar dalam waktu yang relatif singkat.

2) Kemampuan olah gerak kapal; kapal membutuhkan olah gerak khusus yang baik pada saat pengoperasiannya, seperti kemampuan steerability yang baik, radius putaran (turning cycle) yang kecil dan daya dorong mesin (propulsion engine) yang dapat dengan mudah bergerak maju dan mundur.

3) Kelaik-lautan; laik-laut untuk digunakan dalam pengoperasian penangkap ikan dan cukup tahan untuk melawan kekuatan angin, gelombang dan juga kapal.

4) Harus memiliki stabilitas yang tinggi dan daya apung yang cukup untuk menjamin keamanan dalam pelayaran.

5) Lingkup area pelayaran kapal perikanan luas karena pelayarannya

ditentukan oleh pergerakan kelompok ikan daerah musim ikan dan migrasi

ikan.

(2)

6) Konstruksi badan kapal yang kuat; konstruksi harus kuat karena dalam operasi penangkapan ikan akan menghadapi kondisi alam yang berubah- ubah. Disamping itu, konstruksi kapal perikanan juga harus dapat menahan beban getaran yang kecil pula.

7) Daya dorong mesin; kapal perikanan yang terutama menggunakan jaring untuk alat tangkapnya membutuhkan daya dorong mesin yang cukup besar agar cepat mengelilingi kelompok ikan yang menjadi target sasaran.

8) Fasilitas penyimpanan dan pengolahan ikan; umumnya kapal perikanan dilengkapi dengan fasilitas penyimpanan hasil tangkapan dalam ruang tertentu (palka) berpendingin, terutama untuk kapal-kapal yang memiliki trip yang cukup lama, terkadang dilengkapi pula dengan ruang pembekuan dan pengolahan.

9) Mesin-mesin bantu penangkapan; pada umumnya kapal perikanan dilengkapi dengan mesin-mesin bantu seperti: winch, power block, dan line hauler. Desain dan konstruksi kapal perikanan dengan ukuran tertentu harus dapat menyediakan tempat untuk hal tersebut.

Menurut Nomura dan Yamazaki (1977) aktivitas kapal perikanan antara lain mencari daerah penangkapan ikan, mengejar gerombolan ikan, mengoperasikan alat tangkap dan sebagai tempat untuk menampung dan membawa hasil tangkapan yang diperoleh. Aktivitas kapal perikanan tersebut tentunya tidak akan berjalan dengan lancar tanpa konstruksinya yang kuat. Salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan konstruksi pada sebuah kapal perikanan adalah pemilihan material yang tepat.

Material kapal kayu yang digunakan harus dalam keadaan baik dan baru.

Bahan utama konstruksi harus memiliki kelas yang kuat dan kelas awet dengan kekeringan atau kadar air tertentu sesuai dengan yang diisyaratkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Bagian utama kapal berdasarkan BKI, minimal memiliki kelas kuat II dengan kadar air 16% (BKI, 1996).

Selanjutnya Fyson (1988), menyatakan bahwa kelengkapan dari

perencanaan desain dan konstruksi kapal penangkapan ikan yaitu dengan adanya

gambar-gambar rencana garis (lines plan), table offset, gambar rencana

pengaturan ruang kapal serta instalasinya (general arrangement) dan gambar

(3)

konstruksi beserta spesifikasinya. Kelengkapan perencanaan desain tersebut sangat membantu dalam pembangunan kapal yang aman untuk dioperasikan.

Sebuah kapal bukan hanya harus dibangun dengan baik, tetapi juga harus mempunyai kekuatan dan stabilitas kapal yang baik. Kekuatan pada kapal sangat ditentukan oleh konstruksi-konstruksi yang berada pada kapal. Sistem konstruksi kapal yang tidak memiliki sambungan akan memberikan beban konstruksi merata, sehingga badan kapal menjadi lebih kuat dan tegar. Sistem konstruksi yang menggunakan kayu sambungan akan menimbulkan kelemahan akibat lubang baut dan mengurangi luas penampang (Pasaribu, 1987).

2.2 Bagian konstruksi kapal

Menurut Soegiono (2005), bagian-bagian konstruksi kapal terdiri dari:

1) Lunas

Lunas adalah bagian konstruksi utama pada alas kapal yang membentang sepanjang garis tengah kapal dari depan sampai belakang. Lunas merupakan tulang punggung kekuatan memanjang sebuah kapal. Lunas berfungsi sebagai penyangga, karena bagian ini berhubungan dengan bagian konstruksi lainnya.

Lunas terdiri dari lunas luar dan lunas dalam.

2) Linggi

Linggi adalah suatu kerangka konstruksi kapal yang membentuk bagian ujung haluan kapal dan ujung buritan kapal. Linggi terdiri dari linggi haluan dan linggi buritan.

3) Galar

Galar merupakan balok yang terletak memanjang atau membujur dari bagian haluan hingga buritan kapal. Galar berfungsi sebagai penguat, pengikat dan penghubung antar gading-gading dan juga menambah kekuatan memanjang kapal . Galar terdiri dari galar balok dan galar kim.

4) Gading-gading

Gading merupakan rangka atau tulang rusuk dari sebuah kapal. Gading-gading

harus kuat dan sambungannya harus minim atau tanpa sambungan agar

diperoleh kekuatan yang besar. Gading-gading memberikan kekuatan pada

(4)

kapal secara melintang. Gading-gading sebagai pembentuk kasko kapal juga sebagai tempat meletakkan kulit luar.

5) Balok Geladak

Balok geladak merupakan penguat melintang konstruksi kapal yang berfungsi menyangga lantai geladak dan sebagai palang pengikat yang menghubungkan kedua sisi kapal. Bagian ini dipasang dari sisi haluan hingga sisi buritan kapal.

6) Wrang

Wrang sering juga disebut sebagai gading dasar karena letaknya berada di dasar badan kapal yang menghubungkan gading kiri dan gading kanan.

7) Kulit Luar

Kulit luar adalah penentu kekuatan memanjang badan kapal. Kulit luar ini berfungsi untuk mencegah air masuk ke badan kapal, sehingga kapal mempunyai daya apung dan menambah kekuatan memanjang kapal.

8) Pondasi mesin

Pondasi mesin merupakan balok penyangga mesin yang letaknya membujur pada kapal. Bagian ini merupakan tempat meletakkan mesin kapal sebagai tenaga penggerak pada sebuah kapal.

9) Pagar

Pagar berfungsi untuk mencegah orang atau muatan geladak terlempar ke laut serta untuk mengurangi basahnya geladak akibat ombak. Pagar dapat juga berfungsi sebagai perpanjangan gading karena letaknya seolah-olah meneruskan gading.

10) Pisang-pisang

Pisang-pisang berfungsi sebagai penambah kekuatan bagi kulit kapal. Pisang pisang ini diletakkan di atas papan kulit.

11) Sekat

Sekat adalah media pembagi badan kapal. Sekat membantu pengaturan ruangan-ruangan di bawah geladak kapal seperti ruang bahan bakar, ruang mesin, palka dan ruang peralatan. Konstruksi sekat berupa papan yang berada di atas gading-gading dasar dan ukurannya sama dengan papan kulit.

Penyatuan papan sekat dengan gading adalah dengan menggunakan paku besi.

(5)

12) Palka

Palka adalah bagian yang penting dalam usaha penangkapan ikan. Palka ikan dibuat untuk menyimpan hasil tangkapan di atas kapal sebelum didaratkan di fishing base, sehingga konstruksi palka ikan harus benar-benar diperhatikan.

13) Bangunan di atas geladak

Bangunan di atas geladak dapat berfungsi sebagai ruang kemudi dan akomodasi. Ruangan ini tersusun dari balok-balok kayu.

2.3 Perencanaan Ukuran Konstruksi

Perencanaan pembangunan kapal memerlukan data antara lain permintaan jenis kapal, ukuran, dan daerah pelayaran. Muatan bersih yang dapat dimuat, kecepatan dan data lain yang diperlukan seperti panjang kapal (L), lebar kapal (B), dalam kapal (D), dan beberapa koefisien bagian badan kapal di bawah air (Soekamto et al, 1986).

Komponen yang perlu diperhatikan dalam membuat perencanaan adalah menentukan pembangunan, menentukan jadwal, menentukan anggaran, menentukan organisasi pelaksana, dan menentukan kebijakan dan prosedur.

Perencanaan pembangunan kapal perikanan dititik-beratkan pada pemikiran industri perkapalan yang efisien dan mudah dalam penyediaan faktor produksi.

Efesiensi dan kemudahan dalam pembangunan kapal juga dipengaruhi oleh mekanisme kerja di lingkungan galangan kapal (Soekarsono, 1990).

Pemilihan material kapal merupakan salah satu langkah penting dalam perencanaan ukuran konstruksi kapal. Apabila material kayu lebih kecil dari aturan yang teah ditetapkan oleh BKI, maka ukuran konstruksi masing-masing harus diperbesar. Material kayu yang dipergunakan untuk bagian konstruksi yang penting harus baik, tidak ada celah, tidak ada cacat-cacat yang membahayakan, dan harus mempunyai sifat mudah untuk dikerjakan (BKI, 1996).

Iskandar (1990) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perencanaan pembangunan kapal, yaitu :

1) Penentuan alat tangkap yang digunakan;

2) Penentuan kapasitas kapal berdasarkan kemampuan kapal membawa es;

3) Penentuan panjang lunas, lebar dan dalam kapal;

(6)

4) Penentuan pembagian ruang di atas dan di bawah geladak; dan

5) Penentuan kekuatan mesin dan perlengkapan lainnya yang diperlukan oleh sebuah kapal perikanan.

2.4 Kesesuaian dengan BKI

Kapal penangkap ikan harus memiliki konstruksi yang kuat sehingga dapat menghadapi peristiwa laut dan juga menahan getaran mesin kapal. Ketentuan konstruksi kapal di Indonesia ditetapkan oleh BKI. Badan ini berwenang dalam menetapkan hal-hal yang berhubungan dengan pembangunan suatu kapal, antara lain: kerangka kapal, cara-cara penyambungan dan jenis pengikat yang diperbolehkan untuk konstruksi kapal. Ketentuan BKI yang berhubungan dengan klasifikasi kapal kayu harus digunakan dalam rangka penentuan urutan konstruksi kapal. BKI menetapkan angka petunjuk yang digunakan dalam penentuan ukuran bagian-bagian konstruksi yang didapat dari persamaan:

L (B/3+D) dan persamaan B/3+D

dimana; L = panjang kapal, B = lebar kapal dan D = tinggi kapal (BKI, 1996).

Gading-gading kapal dapat dibuat dengan menggunakan kayu balok tunggal dan ganda. Gading-gading yang terputus pada lunas luar harus dihubungkan dengan wrang. Kelengkungan pada gading-gading dapat menggunakan kayu yang uratnya sejalan dengan bentuk gading dan bilamana ukuran kayu tersebut tidak panjang maka gading-gading dapat disambung.

Gading-gading yang terbuat dari bahan logam lainnya akan ditentukan secara

khusus oleh BKI (BKI, 1996). Ukuran luas penampang pada gading-gading yang

telah ditetapkan oleh BKI dapat di lihat pada Tabel 1.

(7)

Tabel 1 Ukuran penampang gading-gading kapal

B/3 + D

Modulus penampang untuk jarak gading sama dengan 100 mm yang dilengkung

Berlapis Dari baja Tunggal Berganda

W 100 W 100 W 100 W 100

m cm

2

cm

2

cm

2

cm

2

2,4 21,5 18,5 10,75 1,34

2,6 25,5 21,5 12,75 1,59

2,8 31,0 26,0 15,50 1,94

3,2 43,5 36,5 21,75 2,72

3,6 61,0 50,0 30,50 3,81

4,0 80,0 66,0 40,00 5,00

4,4 104,0 86,0 52,00 6,50

4,8 130,0 108,0 65,00 8,10

5,2 162,0 135,0 81,00 10,10

5,6 198,0 165,0 99,00 12,40

6,0 236,0 197,0 118,00 14,75

6,4 278,0 231,0 139,00 17,40

6,8 314,0 261,0 157,00 19,60

7,2 356,0 296,0 178,00 22,30

7,6 405, 0 336,0 203,00 25,40

8,0 450,0 373,0 250,00 28,12

Sumber: BKI (1996) Keterangan:

B = lebar kapal D = tinggi kapal

W 100 = Modulus penampang dari gading-gading dengan jarak dasar 100 mm Contoh perhitungan:

Jika suatu kapal mempunyai nilai scantling numeral B/3+D = 6,8 m, dapat dilihat pada tabel standar BKI untuk ukuran penampang gading-gading kapal bahwa;

kapal yang hanya memiliki gading-gading tunggal mempunyai nilai standar

ukuran luas penampang gading-gading sebesar 314 cm

2

. Selanjutnya nilai standar

ukuran luas penampang gading-gading kapal untuk gading-gading ganda adalah

sebesar 261 cm

2

. Kapal yang memiliki gading-gading berlapis, mempunyai nilai

standar ukuran luas penampang gading-gading sebesar 157 cm

2

. Terakhir, kapal

yang hanya memiliki gading-gading terbuat dari baja mempunyai nilai standar

ukuran luas penampang gading-gading sebesar 19,6 cm

2

(8)

Papan kulit luar sebaiknya menggunakan papan yang dipotong radial. Bila jarak gading-gading ditambah maka ketebalan dari papan kulit juga harus ditambah menurut perbandingan yang sama, jika jarak gading-gading lebih kecil dari jarak menurut tabel, maka pengurangan tebal papan hanya dapat dilakukan atas persetujuan BKI. Tabel papan kulit kapal berdasarkan ketetapan BKI dapat kita lihat pada Tabel 2 (BKI, 1996).

Tabel 2 Papan kulit luar kapal berdasarkan jarak gading-gading

L (B/3 + D)

Gading

Tebal kulit luar Tunggal Berganda

Jarak gading-gading

m² mm mm mm

20 265 295 24

25 275 305 26

30 285 315 28

35 300 330 30

40 315 350 32

45 330 370 34

50 350 390 36

Sumber: BKI (1996) Keterangan:

B = lebar kapal D = tinggi kapal L = panjang kapal Contoh perhitungan:

1) Jika suatu kapal mempunyai nilai scantling numeral L(B/3+D) = 25 m², dapat dilihat pada tabel standar BKI untuk ukuran jarak gading-gading kapal dan tebal kulit luar bahwa; kapal yang hanya memiliki gading-gading tunggal, mempunyai nilai standar ukuran jarak gading-gading sebesar 275 mm. Kapal yang memiliki gading-gading ganda, mempunyai nilai standar ukuran jarak gading-gading sebesar 305 mm. Nilai standar ukuran tebal kulit luar berdasarkan tabel adalah sebesar 26 mm.

2) Perhitungan luas penampang pada gading-gading kapal dapat menggunakan

metode perhitungan sebagai berikut; jika suatu kapal mempunyai nilai

scantling numeral B/3+D = 4,0 m dan L(B/3+D) = 50 m², maka berdasarkan

(9)

Tabel 1 didapatkan nilai W100 = 80 dan berdasarkan pada Tabel 2 didapatkan nilai jarak gading-gading sebesar 350 mm, sehingga :

W 100 = 80 cm² W 350 = 80 (350/100) W 350 = 280 cm

3

Hasil yang didapatkan pada rumusan di atas pada W 350 adalah 280 cm

3

. Nilai standar tebal dan tinggi gading-gading didapatkan berdasarkan nilai penampang (W) pada Tabel 3 dengan cara interpolasi.

Tabel 3 Penampang gading-gading tunggal yang dilengkung

Sumber: BKI (1996)

Berdasarkan pada Tabel 3 untuk W = 280 cm

3

didapatkan nilai : Tinggi gading-gading = 137,53 mm

Lebar gading-gading = 88,63 mm.

Tabel 3 pada rumusan di atas dalam menghitung tebal dan tinggi gading-gading yang dilengkung. Data pada Tabel 3 merupakan nilai standar dari ukuran luas penampang gading-gading yang telah ditetapkan oleh BKI.

Gading-gading yang terputus pada lunas luar harus dihubungkan satu dengan yang lain dengan wrang. Wrang dipasang melewati sisi atas lunas luar dengan ketebalan sama dengan ketebalan gading-gading. Ukuran tinggi wrang yang ditetapkan BKI dapat dilihat pada Tabel 4.

W Tebal Tinggi

cm³ mm mm mm

59 53 82 62

72 56 88 66

87 60 93 70

110 65 101 76

136 70 108 81

168 75 116 87

202 80 123 97

243 85 131 99

294 90 140 105

342 95 147 110

400 100 155 116

(10)

Tabel 4 Tinggi wrang berdasarkan jenis lunas

B/3 + D Tinggi wrang

Hanya lunas luar Lunas luar dan lunas dalam

m mm mm

2,4 150 140

2,6 160 145

2,8 170 150

3,0 180 160

3,4 200 175

3,8 220 195

4,2 240 210

4,6 260 230

5,0 250

Sumber: BKI (1996) Contoh perhitungan:

Jika suatu kapal mempunyai nilai scantling numeral B/3+D = 2,4 m, dapat dilihat pada tabel standar BKI untuk ukuran tinggi wrang berdasarkan jenis lunas bahwa;

kapal yang hanya memiliki lunas luar, mempunyai nilai standar ukuran tinggi wrang sebesar 150 mm; dan kapal yang memiliki lunas luar dan lunas dalam, mempunyai nilai standar ukuran tinggi wrang sebesar 140 mm.

Tinggi dan lebar lunas dalam lunas tergantung dari besarnya angka

petunjuk L(B/3+D). Kapal yang memiliki nilai petunjuk yang kurang dari 140 m

tidak memerlukan lunas dalam, sedangkan yang lebih besar dari 140 m harus

dipasang lunas dalam dan lunas luar. Jika lunas dalam dan lunas luar masing-

masing terbuat dari satu blok utuh tanpa sambungan maka nilai dari tabel dapat

dikurangi 10%. BKI juga telah menetapkan ukuran luas penampang pada linggi

buritan yaitu tinggi buritan harus sekurang-kurangnya 5% lebih besar dari linggi

haluan sedangkan untuk lebar linggi buritan boleh sama. Luas penampang lunas

dan linggi menurut ketetapan BKI dapat dilihat dari Tabel 5.

(11)

Tabel 5 Ukuran penampang lunas

L(B/3 + D) Lunas

Linggi haluan (LxT) Penampang Hanya lunas luar (LxT)

m² cm² Mm Mm

20 290 140 x 200 115 x 180

25 340 150 x 230 125 x 190

30 390 160 x 245 140 x 200

35 440 170 x 260 145 x 210

40 490 180 270 155 x 220

50 585 200 x 295 170 x 245

60 675 210 x 320 180 x 265

70 765 225 x 340 190 x 285

80 860 235 x 365 205 x 300

90 955 250 x 380 220 x 315

100 1045 260 x 400 225 x 335

120 1235 285 x 435 240 x 370

140 1410 260 x 390

160 1600 280 x 415

180 1785 295 x 440

200 1970 305 x 465

220 2160 325 x 485

240 2340 335 x 510

260 2520 350 x 530

Sumber: BKI (1996)

Contoh perhitungan:

Jika suatu kapal mempunyai nilai scantling numeral L(B/3+D) = 20 m², dapat dilihat pada tabel standar BKI untuk ukuran luas penampang lunas bahwa; nilai standar untuk penampang adalah sebesar 290 cm². Kapal yang hanya memiliki lunas luar mempunyai nilai standar ukuran penampang lunas dengan lebar sebesar 140 mm dan tinggi sebesar 200 mm. Nilai standar untuk ukuran penampang linggi haluan berdasarkan tabel adalah lebar 115 mm dan tinggi 180 mm.

Biro Klasifikasi Indonesia memberikan peraturan bahwa galar kim harus

sedapat mungkin dipasang mengikuti arah papan kulit luar dari haluan hingga

buritan secara tidak terputus. Khusus untuk kapal yang mempunyai palka, galar

kim dapat terputus pada sekat ruang ikan dengan syarat galar tersebut disambung

(12)

pada sekat ruang ikan dengan lutut yang kuat. Ukuran galar kim dan galar balok menurut angka petunjuk ketetapan BKI (1996) dapat dilihat dari Tabel 6.

Tabel 6 Ukuran galar balok dan galar kim

L(B/3 + D) Penampang galar balok Galar balok kim (T x Te)

m² cm² Mm

20 50 185 x 43

25 75 190 x 46

30 100 195 x 48

35 125 200 x 50

40 150 205 x 51

45 175 210 x 52

50 60 70 80 90 100

200 248 297 345 385 429

220 x 53 230 x 55 245 x 56 255 x 56 260 x 57 265 x 58 Sumber: BKI (1996)

Contoh perhitungan:

Jika suatu kapal mempunyai nilai scantling numeral L(B/3+D) = 20 m², dapat

dilihat pada tabel standar BKI untuk ukuran galar balok dan kim bahwa; nilai

standar untuk luas penampang galar balok adalah sebesar 50 cm²; dan nilai standar

untuk ukuran galar balok kim dengan lebar sebesar 185 mm dan tebal 43 mm.

Gambar

Tabel 1 Ukuran penampang gading-gading kapal
Tabel 2 Papan kulit luar kapal berdasarkan jarak gading-gading
Tabel 4 Tinggi wrang berdasarkan jenis lunas
Tabel 5 Ukuran penampang lunas
+2

Referensi

Dokumen terkait

Seorang perempuan 42 tahun, datang dengan keluhan benjolan di kelopak mata kanan sejak 6 bulan yang lalu tanpa disertai

Saliman Riyanto Raharjo Unit Mitra Citra Cemerlang melalui perputaran kas, piutang, hutang, dan persediaan agar dapat membagi dananya untuk hutang jangka pendek dan pembukaan

Karena pentingnya konsumen bagi perusahaan maka perusahaaan harus selalu menjaga agar konsumen jangan berpindah ke tangan pesaing. Memuaskan konsumen merupakan suatu

dalam penelitiannya menghitung besar iuran normal dengan metode Entry Age Normal dengan menggunakan asumsi tingkat suku bunga konstan sebesar Sedangkan [6] membahas

Pada kursus Electric Guitar ini sebaiknya dimulai pada usia 11 dan 12 tahun, dimana pada awalnya disesuaikan dengan kemampuan jari pada siswa tersebut dan

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konsentrasi muatan padatan tersuspensi di Muara Sungai Banjir Kanal Barat Semarang tanggal 26 Mei 2014 saat

Penanaman modal, baik modal dalam negeri dan utamanya modal asing sangat diharapkan oleh suatu negara agar dapat mengolah kekayaaan alamnya yang masih

Hasil Pengujian Penulisan Data ke Ear Tag RFID oleh Modul RFID Reader ……….. Hasil Pengukuran