• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1

Pengembangan pemanfaatan energi nuklir dalam berbagai sektor saat ini kian pesat. Hal ini dikarenakan energi nuklir dapat menghasilkan daya dalam jumlah besar secara kontinu tanpa mengemisikan CO2 selama operasinya, meskipun energi nuklir tetap memiliki masalah dalam pengembangannya. Berbagai terobosan dalam pengembangan energi telah banyak dilakukan, salah satu konsep yang sedang dikembangkan saat ini adalah pembangkit listrik tenaga nuklir yang diletakkan pada sebuah kapal. Konsep penggunaan pembangkit listrik tenaga nuklir yang diletakkan pada sebuah kapal tidak sepenuhnya baru, mengingat pada tahun 1963 Departemen Pertahanan Amerika Serikat mengubah kapal Charles H. Cugl menjadi sebuah PLTN terapung berbasis reaktor jenis PWR berdaya 10 MW. Proyek ini selesai pada tahun 1967, kapal tersebut diubah namanya menjadi Sturgis kemudian dioperasikan di Virginia kemudian dipindahkan untuk dioperasikan di terusan Panama sebagai pembangkit listrik untuk militer dan sipil sampai tahun 1976 [1].

Rusia merupakan salah satu negara yang mengawali perkembangan PLTN terapung ini, Akademik Lomonosov merupakan kapal milik rusia yang kemudian direncanakan untuk dikembangkan menjadi PLTN terapung. Reaktor yang digunakan dalam Akademik Lomonosov adalah KLT-40s yang merupakan reaktor jenis PWR. [2]

Seperti reaktor jenis PWR pada umumnya, KLT 40s memiliki 2 jenis pendingin, yakni pendingin primer dan pendingin sekunder. Pendingin primer merupakan air bertekanan tinggi yang dijaga untuk tidak mendidih yang selanjutnya digunakan untuk mengambil panas dari dalam teras reaktor, kemudian mengalir menuju pembangkit uap yang berupa alat penukar kalor berbentuk helical coil, air pendingin primer akan mentransferkan kalor yang dibawanya ke pendingin sekunder. Tekanan air pendingin sekunder jauh lebih rendah daripada tekanan pendingin primer. Dengan demikian, setelah menerima kalor dari air pendingin primer, air pendingin sekunder

(2)

berubah menjadi uap. Uap ini selanjutnya digunakan untuk memutar turbin yang selanjutnya turbin memutar generator sehingga dihasilkan energi listrik. Setelah mentransfer kalor ke pendingin sekunder, air pendingin primer dialirkan kembali ke bejana reaktor sehingga kembali mengambil kalor yang dibangkitkan oleh reaksi fisi yang terjadi pada teras reaktor.

Secara umum, HCSG dibagi menjadi 3 bagian yaitu, economiser, evaporator dan superheater. Secara khusus, karakteristik yang membedakan HCSG dengan SG pada umumnya adalah geometri HCSG yang berbentuk helical, penempatan aliran air sekunder yang digunakan untuk mengambil panas dari air primer mengalir di dalam tube, sedangkan air primer dari reaktor dialirkan di luar tube.

Di samping melihat perbedaan yang ada, fakta bahwa keselamatan merupakan masalah yang sangat diperhatikan dalam proses perancangan dan pengoperasian seluruh komponen reaktor nuklir mengingat beberapa kejadian terkait seperti kecelakaan Chernobyl, Three Mile Island, Enrico Fermi Unit 1 serta Fukushima Daiichi. Chernobyl, kecelakaan yang terjadi pada 26 april 1986 ini disebabkan oleh terjadinya lonjakan daya secara tiba-tiba pada fasilitas reaktor saat dilakukan penurunan daya reaktor tanpa adanya koordinasi dan sistem keselamatan yang memadai[3].

Three Mile Island, yang terjadi pada rabu 28 maret 1979 ini diakibatkan karena kegagalan sistem sekunder, dimana kegagalan mekanik maupun kelistrikan yang mengakibatkan pompa air umpan tidak dapat mengalirkan air menuju steam generator untuk mengambil panas yang berasal dari teras reaktor sehingga reaktor mengalami shut down. Selanjutnya terjadi peningkatan tekanan pada sistem primer, yang mana mengharuskan operator untuk membuka katub yang terletak diatas pressurizer. Katub yang seharusnya akan secara otomatis tertutup apabila tekanan sistem telah mencapai keadan normal kemudian mengalami kerusakan sehingga tidak tertutup. namun instrument yang ada memberikan informasi bahwa katub telah tertutup sehingga mengakibatkan operator tidak menyadari bahwa air pendingin keluar melalui katub yang tidak tertutup sehingga mengakibatkan berkurangnya

(3)

jumlah pendingin pada teras karena instrumen tidak menyediakan informasi jumlah air pendingin yang ada pada teras reaktor. Hal ini juga mengakibatkan operator mengasumsikan bahwa selama level tekanan air tinggi, teras reaktor akan tetap terendam air. Sehingga operator tidak menyadari bahwa reaktor mengalami LOCA (loss of coolant accident), dan mengalami overheat [4].

Fukushima Daiichi, Kejadian yang terjadi pada tanggal 11 maret 2011 ini di awali dengan Gempa Besar yang terjadi di daerah Jepang Timur tempat berdirinya pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi, yang dioperasikan oleh Tokyo Electric Power Company (TEPCO), gempa tersebut menyebabkan kerusakan pada pasokan listrik ke lokasi tersebut, dan tsunami menyebabkan kerusakan substansial dari infrastruktur operasional dan keselamatan di lokasi tersebut. Efek gabungan menyebabkan hilangnya tenaga listrik off-site dan on-site. Hal ini mengakibatkan hilangnya fungsi pendinginan pada tiga unit reaktor dan juga pada kolam penampungan bahan bakar bekas. Keempat pembangkit listrik tenaga nuklir lainnya di sepanjang pantai juga terkena tingkat keparahan yang berbeda akibat gempa dan tsunami. Semua unit reaktor berhasil shutdown. Namun, reaktor unit 1-3 mengalami overheat sehingga mengakibatkan bahan bakar meleleh dan keluar menuju containment. Sedangkan cadangan listrik yang digunakan untuk mengambil panas dari teras reaktor mengalami kegagalan akibat terendam air. Selanjutnya terjadi ledakan hydrogen pada bejana bertekanan yang menyebabkan ledakan di dalam gedung reaktor di Unit 1, 3 dan 4 [5].

Melihat seluruh peristiwa yang terjadi, dirasa perlu dilakukannya kajian dengan metode analisis keselamatan yang handal dan mampu memprediksi berbagai kondisi pengoperasian reaktor maupun kondisi tidak normal seperti kehilangan pendingin (loss of coolant accident), kerusakan saluran pipa kecil (small steam line break), kehilangan air umpan (loss of feedwater), turbine trip dan berbagai kecelakaan lainnya untuk mencegah terjadinya fenomena yang berpotensi mengakibatkan kecelakaan menjadikan penelitian terkait aspek termohidraulik yang pada penelitian kali ini dikhususkan pada pengaruh perubahan parameter termohidraulik pada

(4)

performa HCSG pada reaktor KLT-40s berbasis PWR pada PLTN terapung saat keadaan transien ini dirasa perlu dilakukan.

I. 2. Perumusan Masalah

HCSG merupakan jenis steam generator yang memiliki geometri yang cukup berbeda dari steam generator pada umumnya, yakni berupa kumpulan pipa serupa gulungan yang dibentuk helical, selain itu perbedaan juga terletak pada penempatan aliran air sekunder yang digunakan untuk mengambil panas dari air primer mengalir di dalam tube, sedangkan air primer dari reaktor dialirkan di luar tube. Berdasarkan perbedaan yang ada, beberapa masalah yang muncul dari konsep HCSG antara lain,

1. Bagaimana pemodelan HCSG?

2. Bagaimana respon daya terhadap perubahan parameter termohidraulik berupa tekanan dan laju aliran massa kalang primer pada keadaan transien?

3. Bagaimana respon temperatur dan fraksi uap yang dibangkitkan terhadap perubahan parameter termohidraulik berupa laju aliran massa dan tekanan pada keadaan transien?

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Pemodelan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan sudut pandang aliran 1 dimensi.

2. Pemodelan yang dilakukan dalam penelitian ini dibatasi pada 1 dari 4 steam generator yang digunakan untuk membangkitkan uap pada reaktor KLT-40s.

3. Parameter yang divariasikan pada penelitian ini dibatasi pada tekanan dan laju aliran massa pendingin primer.

4. Parameter yang diuji pada penelitian ini mencakup respon daya dan fraksi uap yang dibangkitkan terhadap perubahan parameter termohidraulik berupa laju aliran massa dan temperatur kalang primer pada keadaan transien.

(5)

I. 3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perubahan parameter termohidraulik terhadap performa HCSG pada reaktor KLT-40s berbasis PWR pada PLTN terapung dari segi respon parameter termohidraulik yang dihasilkan. Dalam hal ini, faktor-faktor yang dicari adalah:

1. Perbandingan nilai parameter termohidraulik HCSG KLT-40s terhadap nilai acuan pada keadaan steady state.

2. Respon daya yang dibangkitkan pada HCSG terhadap perubahan parameter termohidraulik berupa tekanan dan laju aliran massa kalang primer pada keadaan transien.

3. Respon fraksi void yang dibangkitkan pada HCSG terhadap perubahan parameter termohidraulik berupa tekanan dan laju aliran massa kalang primer pada keadaan transien.

I. 4. Manfaat

Penelitian ini memberikan manfaat pada perancangan dan pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir terapung berbasis PWR, berupa:

1. Dapat menjadi acuan dalam pembelajaran mengenai HCSG

2. Dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut mengenai coupling HCSG dengan perangkat lain yang ada pada reaktor nuklir pada umumnya dan PLTN Terapung KLT-40s jenis PWR pada khususnya.

3. Dapat menjadi acuan pemodelan HCSG dengan geometri yang bergerak seperti pada kapal di lautan.

Referensi

Dokumen terkait

Selain variabel-variabel tersebut, untuk membentuk suatu model dinamis guna lahan permukiman dalam memproyeksikan besarnya kebutuhan permukiman pada masa mendatang,

Data mining secara luas telah digunakan dalam pemasaran langsung untuk mengidentifikasi calon pelanggan untuk produk baru, dengan menggunakan data histori beli,

Pantai Pulau Bengkalis bagian Barat yang mengalami laju abrasi dan akresi paling tinggi pada kurun waktu tahun 1988 – 2014 .... Laju perubahan garis pantai Pulau Bengkalis bagian

institusi pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat yang terkait dengan pelayanan kesehatan rujukan dan khusus.. RENSTRA-SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar Tahun

Kunci pas berfungsi untuk membuka/memasang baut/mur yang tidak terlalu kuat momen pengencangannya dan juga untuk melepas baut yang sudah dikendorkan dengan kunci

Untuk menentukan adanya perbedaan antar perlakuan digunakan uji F, selanjutnya beda nyata antar sampel ditentukan dengan Duncan’s Multiples Range Test (DMRT).

Struktur pasar monopolistik terjadi manakala jumlah produsen atau penjual banyak dengan produk yang serupa/sejenis, namun di mana konsumen produk tersebut

perangkat lunak ,dan yang terkait dengan proses perangkat lunak ,dan yang terkait dengan