• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA AWAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4. PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA AWAL"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Kristen Petra 25

4. PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA AWAL

4.1. Data yang Diperlukan untuk Perancangan

Data-data yang perlu diambil untuk perancangan kualitas ini adalah : a. Jenis produk yang diproduksi oleh perusahaan

b. Data setiap mesin yang digunakan untuk produksi, terutama mesin dimana kecacatan produk terjadi

c. Proses produksi dari pembuatan produk ini d. Proses dan Aktivitas Kritis

e. Jenis kecacatan

4.1.1. Jenis produk yang diproduksi oleh perusahaan

Produk jadi yang dihasilkan oleh PT Moratex ada bermacam-macam jenisnya. Dalam skripsi ini, hanya dilakukan analisa pada produk kain katun.

Berdasarkan produksi sebelumnya, dapat diketahui jenis dan jumlah produksi dari masing-masing kain katun.

a. Produk jadi yang dihasilkan Mesin Flattprint:

No Jenis Produk Kode Jumlah produksi (potong)

1. Sarung Api F 545 4100

2. Sarung Blok Hitam

TB

F 548 3775

3. Sarung Blok Hitam

TB

F 549 3809

4. Sarung pesta F 571 3840

b. Produk jadi yang dihasilkan Handprint:

No Jenis Produk Kode Jumlah Produksi (potong)

1. Sarung Tanggung

TB

FR 724 1167

2. Sarung Anak

TB

FR 726 1127

3. Sarung Anak Panah Broms F 727 1100

4. Selendang Pasiran

TB

F 818 1006

5. Selendang Pasiran

TB

F 816 940

6. Selendang Pasiran

TB

F 817 1008

(2)

7. Sarung Pasiran

TB

F 819 2500

8. Sarung Pasiran

TB

F 815 2010

9. Sarung Pasiran

TB

F 813 1812

10. Sarung Anak

TB

FF 723 705

11. Sarung Pasiran

TB

F 814 1920

12. Sarung Pasiran

TB

F 811 1704

13. Sarung Pasiran

TB

F 812 1850

Keterangan:

Kode untuk tiap jenis produk ditentukan oleh konsumen TB = Tanpa Broms

4.1.2. Mesin yang digunakan untuk produksi

Mesin-mesin yang digunakan untuk melakukan proses produksi, adalah sebagai berikut:

a. Mesin Printing (Mesin Cetak)

− Buatan Taiwan (merk Keycheng)

− Kapasitas produksi: 3000-5000 potong

− Operator: 7 orang

− Fungsi: untuk mencetak kain sesuai dengan motif yang diinginkan b. Mesin Steamer

− Buatan Italia (merk Ariolini)

− Kapasitas produksi: 4500 potong

− Operator: 3-4 orang

− Sistem kerja: menggunakan sistem kerja uap dengan kelembaban dan suhu tertentu kira-kira 102°C

− Fungsi: untuk mematikan warna (fiksasi) c. Mesin Drying

− Buatan lokal

− Operator: 3-5 orang

− Kapasitas produksi: 5000 potong

− Fungsi: untuk proses pengeringan pada kain yang telah dicetak

(3)

d. Mesin Washing

− Buatan lokal

− Kapasitas produksi: 7000 potong

− Operator: 5-6 orang

− Fungsi: untuk proses pencucian kain dengan menggunakan deterjen e. Mesin Stenter

− Buatan Jerman (merk Babkock)

− Kapasitas produksi:8000 potong

− Operator: 5 orang

− Fungsi: untuk mengatur lebar dan tebal kain.

f. Mesin Kalender

− Buatan lokal

− Operator: 3-4 orang

− Kapasitas produksi: 5000 potong

− Sistem kerja: menggunakan tekanan angin untuk memperhalus permukaan kain

− Fungsi: untuk memperhalus permukaan kain

4.1.3. Proses Produksi

Proses produksi pada PT Moratex dibagi menjadi dua bagian, yaitu Mesin Flatprint dan Handprint. Handprint memiliki urut-urutan proses produksi yang sama dengan Mesin Flatprint, namun yang membedakan kedua mesin tersebut adalah:

a. Pada Handprint, proses printing dilakukan secara manual. Sedangkan pada mesin Flatprint, proses printing dilakukan dengan menggunakan mesin printing.

b. Pada Handprint, proses printing dan drying dilakukan secara terpisah.

Sedangkan pada mesin Flatprint, proses printing dan drying merupakan satu

kesatuan yang tergabung menjadi satu dalam mesin printing.

(4)

4.1.3.1. Mesin Flatprint

O-2 KAIN PUTIH

PRINTING

STEAMER

WASHING

DRYING

KALENDER

PACKING O-3

O-9 O-8 O-7 O-6 O-5 O-4

KAIN JADI O-1

PENERIMAAN BAHAN BAKU

CELUP

STENTER

Gambar 4.1. OPC Mesin Flatprint

(5)

Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing proses produksi pada Mesin Flatprint:

A. PENERIMAAN BAHAN BAKU/KAIN PUTIH

Bahan baku yang digunakan adalah kain putih. Kain putih tersebut dipesan oleh perusahaan dari beberapa supplier yang berasal dari Solo, Sragen, dan sekitarnya.

Prosedur Penerimaan Bahan Baku dapat dilihat pada Lampiran 1. Kain

putih yang datang pertama kali diterima oleh bagian PPIC, untuk dicek jenisnya

apakah sudah sesuai dengan pesanan yang diminta di nota. Jika jenis kain putih

yang dikirim tidak sesuai dengan jenis pesanan di nota, maka kain putih segera

dikembalikan ke supplier, lewat surat tertulis. Namun, jika jenis kain putih yang

dikirim sudah sesuai dengan jenis pesanan di nota, maka bagian PPIC segera

menghubungi Kepala Divisi Bahan Baku untuk menerima nota pengiriman bahan

baku. Kemudian, Kepala Divisi Bahan Baku mencocokkan jenis bahan baku yang

dikirim dengan order yang dibuat oleh PPIC. Jika jenis bahan baku yang dikirim

tidak sesuai dengan order, maka Kepala Divisi Bahan Baku segera melapor ke

PPIC dan mengembalikan barang ke supplier, lewat surat tertulis. Namun, jika

jenis bahan baku yang dikirim sudah sesuai dengan order, maka bahan baku

segera diturunkan ke gudang Setelah berada di gudang, dilakukan pengecekan

terhadap panjang kain putih dengan menggunakan mesin roll-foulding dan mark

pen. Prosesnya adalah dengan memasukkan kain putih ke rol-rol yang ada,

kemudian counter akan memeriksa panjang kain putih yang melewati rol-rol

tersebut dan bagian gudang akan memberi nomor kain tersebut pada bagian ujung

kain dalam satuan potong dengan menggunakan mark pen. Fungsi dari mark pen

adalah untuk memberi kode produksi pada tiap potongan kain dan mempermudah

proses potong. Jika panjang kain putih yang diterima tidak sesuai dengan nota,

maka bagian gudang segera melapor ke PPIC dan mengembalikan barang ke

supplier, lewat surat tertulis. Namun, jika panjang kain putih yang diterima sudah

sesuai dengan nota, maka bahan baku segera disimpan di gudang dan Kepala

Divisi Bahan Baku menandatangani nota pengiriman. Selanjutnya Kepala Divisi

Bahan Baku menghubungi bagian QC untuk melakukan inspeksi terhadap jenis

kecacatan pada kain putih di gudang, apakah terdapat bercak kotor, benang yang

(6)

keluar atau kain putih yang sobek? Jika terdapat kecacatan, maka bahan baku yang cacat dikelompokkan menjadi satu untuk dihitung jumlahnya dan dan segera dikembalikan ke supplier. Umumnya jumlah bahan baku yang cacat relatif sedikit, sehingga pihak perusahaan dapat mengembalikan ke supplier untuk segera diganti. Jika tidak terdapat kecacatan pada kain putih, maka bahan baku disimpan di gudang untuk menunggu proses berikutnya oleh bagian produksi.

Jumlah bahan baku yang dipesan oleh perusahaan tergantung dari banyaknya pesanan yang diminta oleh konsumen / bersifat job order.

B. CELUP

Proses pencelupan kain putih dilakukan melaui dua bagian, yaitu: padder dan dryer. Padder berfungsi untuk memberi warna dasar pada kain putih.

Prosesnya adalah dengan mencelupkan kain putih yang telah dijahit menjadi satu ke dalam obat/warna, kemudian dilakukan penekanan dengan 3 roll padder terhadap kain yang sudah dicelup tersebut. Setelah itu, kain yang telah dicelup masuk ke bagian dryer untuk dikeringkan.

C. PRINTING

Proses printing dan drying merupakan satu rangkaian kesatuan yang dilakukan dengan mesin Flatprint. Pertama-tama kain masuk ke blengket (meja printing) jalan melalui rol-rol yang yang sudah diberi lem , sehingga kain dapat melekat di blengket. Kemudian mesin turun dan rakel berjalan untuk meratakan obat yang ada di atas screen, lalu mesin naik dan blengket berjalan kembali.

Demikian seterusnya untuk potongan kain selanjutnya. Dari proses printing kain masuk ke drying melalui 3 rol yang berurutan. Pertama-tama kain masuk ke bagian rol yang paling atas, kemudian ke bagian tengah lalu turun ke bawah dan keluar melalui rol ayun yang berfungsi untuk menarik kain keluar dari drying dan mengangin-anginkan kain tersebut hingga benar-benar kering.

D. STEAMER

Setelah kering, kain dimasukkan dalam mesin steamer selama 7 menit untuk

dimatikan warnanya/fiksasi. Di dalam mesin steamer terdapat uap air dengan

suhu 102°C, dimana kain dimatikan warnanya dengan menggunakan

uap/fiksasi uap.

(7)

E. WASHING

Setelah dimatikan warnanya, kain dicuci melalui mesin washing. Pada mesin washing terdapat 6 bak berisi air dingin dan panas, dimana 2 bak pertama berisi air dingin, 3 bak berikutnya air panas, dan bak yang terakhir berisi air dingin. Pada 2 bak pertama, kain dicuci dengan menyemprotkan air dingin sehingga dapat membersihakan kotoran-kotoran yang ada di permukaan kain, kemudian kain dimasukkan dalam bak ke-3 yang berisi air panas, lalu kain dimasukkan dalam bak ke-4 yang berisi air panas dan direndam dengan sabun/detergen selama 10-15 menit. Dalam bak ini kain yang terendam dalam air panas akan bereaksi dengan sabun/detergen sehingga dapat melarutkan kotoran-kotoran yang masih berada dalam kain. Setelah itu, kain dimasukkan dalam bak ke-5 yang berisi air panas, fungsi dari bak ini adalah untuk membilas sabun/detergen dari bak ke-4. Berikutnya kain dipindahkan ke bak yang terakhir, dalam bak ke-6 kain disemprot dengan air dingin untuk membersihkan kotoran yang masih tertinggal. Untuk memindahkan kain dari satu bak ke bak yang berikutnya, dengan menggunakan 2 rol yang berada diantara masing-masing bak.

F. DRYING

Setelah dicuci, kain dikeringkan dalam mesin drying. Prosesnya yaitu: kain dimasukkan ke mesin drying melalui 3 rol, dalam mesin drying terdapat banyak rol yang berfungsi untuk memindahkan kain dari satu rol ke rol lainnya hingga bernar-benar kering. Dalam mesin drying, kain dikeringkan selama 15 menit dengan suhu 80-90°C.

G. STENTER

Dari mesin drying, kain dibawa ke mesin stenter. Prosesnya yaitu: kain dimasukkan ke rol padder yang berfungsi untuk mengatur ukuran tebal, tipis, kaku, licin, dan lemasnya kain. Setelah itu, kain disensor benang untuk meluruskan konstruksi benang, kemudian kain disetting lebarnya sesuai dengan permintaan konsumen dan langsung dipanasi melalui mesin stenter.

H. KALENDER

Setelah dari stenter, kain dibawa ke mesin kalender. Prosesnya yaitu: kain di

press dengan menggunakan rol untuk dihaluskan supaya rapi. Kekuatan tekan

(8)

yang digunakan tergantung pada ukuran tebal-tipisnya kain yang diinginkan konsumen. Mesin kalender ini berfungsi seperti seterika, yaitu untuk merapikan kain.

I. PACKING

Setelah kain rapi, maka kain dibawa ke bagian packing. Bagian packing ini

bertugas untuk melakukan proses potong, proses lipat, proses press, dan

proses pengemasan. Pada proses potong, kain dipotong sesuai permintaan

konsumen (biasanya dalam satuan potong). Kemudian kain dilipat dan di

press selama 12-24 jam dengan menggunakan mesin press. Setelah di press,

kain dibuka dan dikemas sesuai permintaan konsumen. Ada yang dalam

bentuk potongan (dikemas dalam plastik), dan ada yang dalam bentuk

gulungan.

(9)

4.1.3.2 Handprint

O-2 KAIN PUTIH

PRINTING

STEAMER

WASHING

DRYING

KALENDER

PACKING O-3

O-9 O-8 O-7 O-6 O-5

KAIN JADI O-1

PENERIMAAN BAHAN BAKU

CELUP

STENTER DRYING O-4

O-10

Gambar 4.2. OPC Handprint

Berikut ini adalah penjelasan untuk Proses Printing dan Drying pada Mesin

Handprint:

(10)

A. PRINTING

Proses printing dilakukan secara manual (handprint), dimana 3 orang berjalan mengangkat plankan screen. Dari 3 orang tersebut, 2 orang berjalan di depan dan 1 orang di belakang untuk menurunkan plankan screen ke meja printing dengan cara dimiringkan sebelumnya oleh 2 orang di depan. Kemudian 1 orang di belakang menotokkan baut dan T ke begel sehingga plankan turun penuh dan rakel dapat digerakkan di atas screen.

Proses printing ini dibagi menjadi 2 subgroup, dimana masing-masing subgroup terdiri dari 6 meja printing. Pembagian ini bertujuan untuk mengoptimalkan order bila terdapat pesanan kain dengan motif yang berbeda- beda.

B. DRYING

Setelah diprinting, kain dikeringkan dalam mesin drying. Prosesnya yaitu:

kain dimasukkan ke mesin drying melalui 3 rol, dalam mesin drying terdapat banyak rol yang berfungsi untuk memindahkan kain dari satu rol ke rol lainnya hingga bernar-benar kering. Dalam mesin drying, kain dikeringkan selama 15 menit dengan suhu 80-90°C.

4.1.4. Proses dan Aktivitas Kritis

Proses dan aktivitas kritis adalah proses dan aktivitas yang mempengaruhi hasil suatu proses. Pada proses dan aktivitas kritis diberikan perhatian lebih karena sangat berpengaruh terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Proses dan aktivitas kritis tersebut yaitu:

• Proses Printing

Pada proses printing dilakukan aktivitas pencetakan motif kain baik secara

manual (Handprint) maupun dengan menggunakan Mesin Flatprint. Kain

yang akan diprinting harus diletakkan pada posisi yang tepat pada meja

printing, sehingga proses printing dapat berjalan dengan baik. Di samping itu,

komposisi obat yang digunakan harus sesuai dan kondisi peralatan (plankan

dan screen) harus baik / plankan tidak tersumbat.

(11)

• Proses Washing

Pada proses washing dilakukan aktivitas pencucian kain hingga benar-benar bersih. Kain yang sudah dimatikan warnanya, kemudian dicuci dalam 6 bak dengan menggunakan sabun/deterjen. Waktu rendaman kain dan komposisi sabun/deterjen harus diperhatikan, sehingga dapat diperoleh kain dengan warna dan brightness yang sesuai dengan permintaan konsumen.

• Proses Stenter

Pada proses stenter dilakukan pengaturan/setting lebar kain dan dipanasi.

Input kain pertama kali pada mesin stenter harus tepat, sehingga kain tidak terlipat dan sobek.

4.1.5. Klasifikasi Tingkat Reject

Dalam melakukan proses poduksi, PT Moratex memiliki klasifikasi tingkat kecacatan/reject. Klasifikasi Tingkat Reject untuk masing-masing poses produksi yang ditetapkan adalah sebagai berikut:

- 0-5% = masih dalam ambang toleransi

- 5% ke atas = dilakukan tindakan perbaikan/batas tidak bisa ditoleransi.

Berdasarkan klasifikasi tingkat reject tersebut, maka perancangan sistem pengendalian kualitas dilakukan untuk proses produksi yang memiliki prosentase kecacatan ( u ) di atas 5%.

4.2. Perancangan Metode Pengukuran Tingkat Kecacatan 4.2.1. Penentuan karakteristik Mutu

Karakteristik mutu adalah hal-hal yang diperhatikan pada suatu produk.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, maka hal-hal yang menjadi karakteristik mutu pada kain, yaitu:

• Desain printing

• Hasil cetakan printing

• Kekuatan kain

• Warna kain

• Ketebalan kain

(12)

4.2.2. Penentuan Kriteria Kecacatan

Kriteria kecacatan perlu ditentukan untuk menghindari terjadinya kerancuan dalam mengklasifikasikan produk cacat ataupun tidak. Kriteria kecacatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

a. Jenis kecacatan dan kriteria kecacatan pada Mesin Flatprint

No Jenis Kecacatan Tipe Kriteria kecacatan 1. Madal sumbi Atribut Ada benang keluar

2. Bercak kotor Atribut Ada bercak kotor 3. Sobek Atribut Ada kain yang sobek 4. Belang Atribut Ada warna belang 5. Blobor Atribut Ada motif blobor 6. Bundas / Tidak rata Atribut Warna motif tidak rata 7. Bleset / Warna keluar

dari outline Atribut Ada warna bleset / keluar dari outline

8. Warna drop Atribut Tidak sesuai permintaan konsumen 9. Blobor Air Atribut Ada blobor air

10. Brightness Rendah Atribut Tidak sesuai permintaan konsumen 11. Sobek pinggir Atribut Ada sobek pinggir

12. Ukuran tebal-tipisnya tidak sesuai

Atribut Sesuai permintaan konsumen 13. Salah potong Atribut Ada kain yang salah potong 14. Kemasan tidak rapi Atribut Kemasan tidak rapi

b. Jenis kecacatan dan kriteria kecacatan pada Handprint:

No Jenis Kecacatan Tipe Kriteria kecacatan 1. Blobor Atribut Ada motif blobor

2. Bundas Atribut Warna motif tidak rata 3. Sobek Atribut Ada kain yang sobek 4. Bleset Atribut Ada warna bleset

5. Warna drop Atribut Tidak sesuai permintaan konsumen 6. Warna tidak rata Atribut Tidak sesuai permintaan konsumen

4.2.3. Membuat Check sheet

(13)

Check sheet yang dibuat berisi data awal, data monitoring, dan data implementasi dari sampel yang diambil dan jumlah kecacatan untuk tiap jenis kecacatan masing-masing proses pada Mesin Flatprint dan Handprint. Check sheet data awal untuk masing-masing proses dari Mesin Flatprint dan Handprint dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3, Check sheet data monitoring untuk masing- masing proses dari Mesin Flatprint dan Handprint dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5. Sedangkan Check sheet data implementasi untuk masing-masing proses dari Mesin Flatprint dan Handprint dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7. Melalui Check sheet kita dapat mendeteksi kecacatan dengan membuat peta kendali, diagram pareto, dan Cause & effect diagram.

4.2.4. Merancang Peta Kendali

Perancangan peta kendali dibuat untuk menentukan batas kontrol dari masing-masing proses, kemudian dilakukan monitoring terhadap proses tersebut.

Dalam merancang, perlu ditentukan jenis peta kendali yang sesuai untuk digunakan. Karena data bersifat atribut dan ukuran contoh yang diambil bersifat konstan, maka dipilih peta kendali u.

4.3. Pencatatan Kecacatan Secara Langsung dan Pembuatan Peta Kendali Awal, Diagram Pareto, dan Cauce & Effect diagram

Peta Kendali u Awal dibuat untuk mengendalikan proses secara statistik.

Jika terdapat titik yang keluar dari batas kontrol, maka dibuat peta kendali u revised. Setelah diketahui nilai dari batas kontrol, maka dilakukan pengambilan data kembali untuk melakukan monitoring. Pembuatan Peta Kendali Awal, Peta Kendali Awal u revised dan monitoring dengan menggunakan software Minitab 13. Pembuatan Peta kendali awal, revised, dan monitoring dilakukan untuk proses kritis saja.

Diagram Pareto dibuat berdasarkan data monitoring yang terdapat pada

Check sheet (Lampiran 4-5). Pembuatan Diagram Pareto dilakukan dengan

menggunakan software Minitab 13. Melalui diagram pareto dapat diketahui

penyebab kecacatan terbesar dalam suatu proses produksi. Diagram Pareto

dianalisa berdasarkan Prinsip Pareto 80-20: 80% masalah yang timbul terjadi

(14)

karena 20% faktor penyebab / sumber masalah, dengan demikian perhatian dapat dipusatkan pada sumber masalah yang sedikit tetapi vital yang justru menyebabkan sebagian besar masalah.

Masing-masing proses pada Mesin Flatprint dan Handprint memiliki jenis kecacatan yang berbeda. Kecacatan pada masing-masing proses tentunya disebabkan karena beberapa hal yang mempengaruhi. Untuk mempermudah upaya perbaikan kualitas produk, digunakan Cause & effect diagram untuk menelusuri lebih lanjut mengenai faktor-faktor penyebab kecacatan pada Diagram Pareto.

4.3.1. Mesin Flatprint

Untuk pengambilan data awal, dipilih produk yang memiliki jumlah produksi terbanyak. Pada Mesin Flatprint, dipilih Produk Sarung Api (F.545) dengan jumlah produksi terbanyak, sebesar 4100 potong.

Jumlah ukuran sample yang diambil, ditentukan dengan menggunakan Military Standard 105 E. Dari Table 9-11. Sample Size Code Letters diperoleh General Inspection Levels II, yaitu L. Kemudian dengan melihat pada Table 9-12.

Single Sampling Plans For Normal Inspection dapat diperoleh ukuran sample sebesar 200 potong. Pengambilan sample dilakukan selama satu hari untuk masing-masing proses.

Penentuan jumlah subgroup diperoleh dengan membagi jumlah sample dengan jumlah potongan kain tiap pis/gulungan (1 pis = 20 potong). Jadi, diperoleh jumlah subgroup = 200/20 = 10 subgroup.

Pengambilan data untuk monitoring, dipilih produk yang sama, yaitu Sarung Api (F.545) dengan jumlah produksi terbanyak = 4100 potong.

a. Penerimaan Bahan Baku/Kain Putih

Proses Penerimaan Bahan Baku/Kain Putih bukan merupakan proses kritis, sehingga tidak dibuat peta kendalinya. Perhitungan batas kontrol untuk proses Penerimaan Bahan Baku adalah sebagai berikut:

u = n

u

i

∑ = 200 10 , 88

= 0,05440

UCL = u + 3

n

u

(15)

= 0,05440 + 3 20 05440 ,

0

= 0,2109 LCL = u – 3

n u

= 0,05440 - 3 20 05440 ,

0

= - 0,1021 ∞ 0

Berdasarkan data monitoring, dilakukan pembuatan diagram pareto untuk mengetahui jenis kecacatan terbesar. Diagram Pareto untuk Proses Penerimaan Bahan Baku/Kain Putih dapat dilihat pada Gambar 4.3. berikut ini:

m adal sumbi

bercak kotor

sobek

100 77 71

40,3 31,0 28,6

40,3 71,4 100,0

0 50 100 150 200 250

0 20 40 60 80 100

Defect

Count Percent Cum %

Percent

Count

Pareto Chart for KAIN PUTIH

Gambar 4.3. Diagram Pareto Kain Putih

Jenis kecacatan terbesar pada kain putih adalah Madal sumbi sebesar 40,3%, Bercak kotor sebesar 31,0 %, dan Sobek sebesar 28,6%. Berdasarkan prinsip Pareto 80-20, perhatian difokuskan pada jenis kecacatan Madal sumbi dan Bercak kotor. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penyebab dari jenis kecacatan tersebut, dapat digunakan Cause & Effect diagram.

Cause & Effect diagram untuk jenis kecacatan madal sumbi pada kain

putih dapat dilihat pada Gambar 4.4. berikut:

(16)

Gambar 4.4.

Cause & Effect diagram Madal Sumbi pada Kain Putih

Faktor penyebab kecacatan berupa madal sumbi adalah mutu dari kain putih yang kurang bagus. Mutu kain kurang bagus disebabkan karena pihak supplier yang mengirimkan kain putih dengan kualitas buruk.

Cause & Effect diagram untuk jenis kecacatan bercak kotor pada kain putih dapat dilihat pada Gambar 4.5. berikut:

BERCAK KOTOR Mutu kurang bagus Penanganan material

kurang hati-hati

Terkena olie

Manusia Material

Lingkungan

Gambar 4.5.

Cause & Effect diagram Bercak Kotor pada Kain Putih

Faktor penyebab kecacatan berupa bercak kotor pada kain putih adalah mutu kain kurang bagus, penanganan material kurang hati-hati, dan terkena olie. Untuk mengetahui faktor penyebab kecacatan terbesar, dapat dilihat pada Diagram Pareto 4.6. berikut:

Material

Supplier mengirimkan kain putih dengan kualitas buruk

Mutu kurang bagus

Madal

Sumbi

(17)

Others

penanganan material kurang hati-hati m utu material kurang bagus

3 21

53

3.9 27.3

68.8

100.0 96.1

68.8 80

70 60 50 40 30 20 10 0

100

80

60

40

20

0

Defect

Count Percent Cum %

Percent

Count

Pareto Chart for BERCAK KOTOR

Gambar 4.6. Diagram Pareto Bercak kotor

Penyebab kecacatan terbesar pada Bercak Kotor adalah mutu kain kurang bagus sebesar 68,8%, penanganan material kurang hati-hati sebesar 27,3%, dan terkena olie sebesar 3,9%. Berdasarkan prinsip Pareto 80-20, perhatian difokuskan pada penyebab mutu kain yang kurang bagus. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penyebab dari kecacatan tersebut, dapat dilihat pada Cause & Effect diagram 4.7.

berikut:

Mutu kain kurang bagus Supplier mengirimkan kain putih

dengan kualitas buruk Manusia

Gambar 4.7.

Cause & Effect diagram Mutu kain kurang bagus

Berdasarkan Cause & Effect diagram di atas, diketahui penyebab dari mutu kain

yang kurang bagus adalah pihak supplier yang mengirimkan kain putih dengan

kualitas buruk.

(18)

b. Celup

Proses Celup bukan merupakan proses kritis, sehingga tidak dibuat peta kendalinya. Perhitungan batas kontrol untuk proses Celup adalah sebagai berikut:

u = n

u

i

∑ = 200 4 , 15

= 0,02075

UCL = u + 3 n u

= 0,02075 + 3 20 02075 ,

0

= 0,1174 LCL = u – 3

n u

= 0,02075 - 3 20 02075 ,

0

= - 0,07588 ∞ 0

Tingkat kecacatan Proses Celup adalah 0,02075 (di bawah 5%), maka tidak dilakukan analisa lebih lanjut untuk menurunkan tingkat kecacatannya.

c. Printing

Proses Printing (Flatprint) merupakan proses kritis, sehingga dibuat peta kendali untuk proses ini. Jenis dan jumlah kecacatan awal untuk proses Printing dapat dilihat pada Tabel 4.1. berikut ini:

Tabel 4.1. Jenis dan Jumlah Kecacatan Awal Proses Printing (Flatprint) Jenis kecacatan Jumlah Kecacatan

Bleset 139

Bundas 118 Blobor 93

Data awal untuk proses Printing dapat dilihat pada Lampiran 4. Peta

kendali proses Printing dapat dilihat pada Gambar 4.8.

(19)

0 100 200 0,0

0,1 0,2 0,3 0,4

Sample Number

Sample Count

U Chart for PRINTING

1

1 1

1 1 1

1

U=0,0875 UCL=0,2859

LCL=0

Gambar 4.8. Peta Kendali u Awal proses Printing

Batas kontrol untuk peta kendali awal proses Printing adalah sebagai berikut:

u = n

u

i

∑ = 200 17 , 5

= 0,0875

UCL = u + 3 n u

= 0,0875 + 3 20 0875 ,

0

= 0,2859 LCL = u – 3

n u

= 0,0875 - 3 20 0875 ,

0

= - 0,1109 ∞ 0

Pada Gambar 4.8, diketahui data ke 6, 24, 95, 121, 159, 171, dan 177 keluar dari

batas peta kendali. Kemudian data ke 6, 24, 95, 121, 159, 171, dan 177 dibuang

dan dibuat peta kendali revised dengan jumlah sample sebanyak 193 potong.

(20)

0 100 200 0,0

0,1 0,2 0,3

Sample Number

Sample Count

U Chart for PRINTING

U=0,07902 UCL=0,2676

LCL=0

Gambar 4.9. Peta Kendali Awal u revised proses Printing

Batas kontrol untuk peta kendali revised proses Printing adalah sebagai berikut:

u = n

u

i

∑ = 200 15 , 804

= 0,07902

UCL = u + 3 n u

= 0,07902 + 3 20 07902 ,

0

= 0,2676 LCL = u – 3

n u

= 0,07902 - 3 20 07902 ,

0

= - 0,1096 ∞ 0

Peta kendali awal revised pada Gambar 4.9. menunjukkan semua titik berada dalam batas kotrol, sehingga dapat disimpulkan bahwa proses Printing terkendali secara statistik.

Setelah diperoleh nilai batas kontrol, maka dilakukan monitoring

terhadap proses Printing. Data monitoring proses Printing dapat dilihat pada

(21)

Lampiran 13. Peta kendali monitoring untuk proses Printing dapat dilihat pada Gambar 4.10. berikut:

400 300

200 100

0 0,4

0,3

0,2

0,1

0,0

Sample Number

Sample Count

U Chart for PRINTING

1

U=0,08142 UCL=0,2676

LCL=0

Gambar 4.10. Peta Kendali Monitoring Proses Printing

Diagram Pareto untuk monitoring proses Printing dapat dilihat pada Gambar 4.11. berikut ini:

Bles et

Bundas

B lobor

130 113 92

38,8 33,7 27,5

38,8 72,5 100,0

0 50 100 150 200 250 300 350

0 20 40 60 80 100

Defect

Count Percent Cum %

Percent

Count

Pareto Chart for PRINTING

Gambar 4.11. Diagram Pareto Proses Printing

Jenis kecacatan terbesar pada Proses Printing adalah Bleset sebesar 38,8%,

Bundas sebesar 33,7%, dan Blobor sebesar 27,5%. Berdasarkan prinsip Pareto 80-

(22)
(23)

Penyebab kecacatan terbesar pada Bleset adalah setting screen kurang kencang sebesar 70,8%, screen tidak turun penuh sebesar 25,4%, dan mesin bergetar sebesar 3,8%. Berdasarkan prinsip Pareto 80-20, perhatian difokuskan pada penyebab setting screen kurang kencang. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penyebab dari kecacatan tersebut, dapat dilihat pada Cause & Effect diagram 4.14.

berikut:

Gambar 4.14.

Cause & Effect diagram setting screen kurang kencang

Berdasarkan Cause & Effect diagram di atas, diketahui penyebab dari setting scren kurang kencang adalah pengunci screen yang aus.

Cause & Effect diagram untuk jenis kecacatan bundas pada proses printing dapat dilihat pada Gambar 4.15. berikut:

Gambar 4.15.

Cause & Effect diagram Bundas pada Proses Printing

Faktor penyebab jenis kecacatan bundas pada proses printing adalah karena operator terlambat mengisi obat, operator memberikan obat yang terlalu kental, speed rakel terlalu cepat, rakel terlalu tajam, dan plankan tersumbat. Untuk

Peralatan

Pengunci screen aus

Setting screen kurang kencang

Mesin

Speed rakel terlalu cepat

manusia

Operator terlambat mengisi obat

Bundas

Plankan tersumbat

Peralatan rakel tajam

Operator memberikan obat

yang terlalu kental

(24)

mengetahui faktor penyebab kecacatan terbesar, dapat dilihat pada Diagram Pareto 4.16. berikut:

Others speed rakel terlalu c epat rakel tajam

terlambat mengisi obat plankan tersumbat

3 4

4 37

65

2.7 3.5

3.5 32.7

57.5

100.0 97.3

93.8 90.3

57.5 100

50

0

100

80

60

40

20

0

Defect

Count Percent Cum %

Percent

Count

Pareto Chart for BUNDAS

Gambar 4.16. Diagram Pareto Bundas

Penyebab kecacatan terbesar pada Bundas adalah plankan tersumbat sebesar 57,5%, operator terlambat mengisi obat sebesar 32,7%, rakel terlalu tajam sebesar 3,5%, speed rakel terlalu cepat sebesar 3,5%, dan operator memberikan obat terlalu kental sebesar 2,7%. Berdasarkan prinsip Pareto 80-20, perhatian difokuskan pada penyebab plankan tersumbat dan operator terlambat mengisi obat. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penyebab dari kecacatan tersebut, dapat dilihat pada Cause & Effect diagram 4.17. dan 4.18. berikut:

Gambar 4.17.

Cause & Effect diagram Plankan tersumbat

Berdasarkan Cause & Effect diagram di atas, diketahui penyebab dari plankan yang tersumbat adalah terlalu banyak endapan / kerak.

Peralatan

terlalu banyak endapan/kerak

plankan tersumbat

(25)
(26)

warna drop

blobor air

133 75

63,9 36,1

63,9 100,0

0 100 200

0 20 40 60 80 100

Defect

Count Percent Cum %

Percent

Count

Pareto Chart for STEAMER

Gambar 4.19. Diagram Pareto Proses Steamer

Jenis kecacatan terbesar pada Proses Steamer adalah Warna drop sebesar 63,9%

dan Blobor air sebesar 36,1%. Berdasarkan prinsip Pareto 80-20, perhatian difokuskan pada jenis kecacatan Warna drop. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penyebab dari jenis kecacatan tersebut, dapat digunakan Cause & Effect diagram.

Cause & Effect diagram untuk jenis kecacatan Warna drop pada proses Steamer dapat dilihat pada Gambar 4.20. berikut:

Gambar 4.20.

Cause & Effect diagram Warna Drop pada Proses Steamer

Faktor penyebab jenis kecacatan Warna drop pada proses Steamer adalah setting suhu tidak tepat, spruyer tersumbat, suhu terlalu tinggi, dan kain terlalu panas.

Material Manusia

Setting suhu tidak tepat

WARNA DROP

Spruyer tersumbat

Peralatan Lingkungan

Suhu terlalu tinggi

Kain terlalu panas

(27)

Untuk mengetahui faktor penyebab kecacatan terbesar, dapat dilihat pada Diagram Pareto 4.21. berikut:

suhu terlalu tinggi setting suhu tidak tepat

kain terlalu panas s pruyer tersumbat

15 17

28 73

11.3 12.8

21.1 54.9

100.0 88.7

75.9 54.9

100

50

0

100

80

60

40

20

0

Defect

Count Percent Cum %

Percent

Count

Pareto Chart for WARNA DROP

Gambar 4.21. Diagram Pareto Warna Drop

Penyebab kecacatan terbesar pada Warna Drop adalah spruyer tersumbat sebesar 54,9%, kain terlalu panas sebesar 21,1%, suhu terlalu tinggi sebesar 12,8%, dan setting suhu tidak tepat sebesar 11,3%. Berdasarkan prinsip Pareto 80-20, perhatian difokuskan pada penyebab spruyer tersumbat dan kain terlalu panas.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penyebab dari kecacatan tersebut, dapat dilihat pada Cause & Effect diagram 4.22. dan 4.23. berikut:

Gambar 4.22.

Cause & Effect diagram Spruyer tersumbat

Berdasarkan Cause & Effect diagram di atas, diketahui penyebab dari spruyer tersumbat adalah karena spruyer kotor.

Peralatan

Spruyer kotor

Spruyer tersumbat

(28)
(29)

0 100 200 0,0

0,1 0,2 0,3 0,4

Sample Number

Sample Count

U Chart for WASHING

1 1

1

1 1 1

U=0,0735 UCL=0,2554

LCL=0

Gambar 4.24. Peta Kendali u Awal proses Washing

Batas kontrol untuk peta kendali awal proses Washing adalah sebagai berikut:

u = n

u

i

∑ = 200 14 , 7

= 0,0735

UCL = u + 3 n u

= 0,0735 + 3 20 0735 ,

0

= 0,2554 LCL = u – 3

n u

= 0,0735 - 3 20 0735 ,

0

= - 0,1084 ∞ 0

Pada Gambar 4.24, diketahui data ke 6, 41, 95, 121, 159, dan 171 keluar dari batas

peta kendali. Kemudian data ke 6, 41, 95, 121, 159, dan 171 dibuang dan dibuat

peta kendali revised dengan jumlah sample sebanyak 194 potong.

(30)

0 100 200 0,0

0,1 0,2

Sample Number

Sample Count

U Chart for WASHING

U=0,06624 UCL=0,2389

LCL=0

Gambar 4.25. Peta Kendali Awal u revised proses Washing

Batas kontrol untuk peta kendali revised proses Washing adalah sebagai berikut:

u = n

u

i

∑ = 200 13 , 248

= 0,06624

UCL = u + 3 n u

= 0,06624 + 3 20 06624 ,

0

= 0,2389 LCL = u – 3

n u

= 0,06624 - 3 20 06624 ,

0

= - 0,1064 ∞ 0

Peta kendali awal revised pada Gambar 4.25. menunjukkan semua titik berada dalam batas kotrol, sehingga dapat disimpulkan bahwa Proses Washing terkendali secara statistik.

Setelah diperoleh nilai batas kontrol, maka dilakukan monitoring

terhadap proses Washing. Data monitoring proses Washing dapat dilihat pada

(31)

Lampiran 15. Peta kendali monitoring untuk proses Washing dapat dilihat pada Gambar 4.26. berikut:

0 100 200 300 400

0,0 0,1 0,2

Sample Number

Sample Count

U Chart for WASHING

U=0,06688 UCL=0,2389

LCL=0

Gambar 4.26. Peta Kendali Monitoring Proses Washing

Diagram Pareto untuk monitoring proses Washing dapat dilihat pada Gambar 4.27. berikut ini:

sobek

warna drop

brightness rendah

108 93 69

40,0 34,4 25,6

40,0 74,4 100,0

0 100 200

0 20 40 60 80 100

Defect

Count Percent Cum %

Percent

Count

Pareto Chart for WASHING

Gambar 4.27. Diagram Pareto Proses Washing

Jenis kecacatan terbesar pada Proses Washing adalah Sobek sebesar 40%, Warna

drop sebesar 34,4%, dan Brightness rendah sebesar 25,6%. Berdasarkan prinsip

Pareto 80-20, perhatian difokuskan pada jenis kecacatan Sobek dan Warna drop.

(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)

Data awal untuk proses Stenter dapat dilihat pada Lampiran 8. Peta kendali proses Stenter dapat dilihat pada Gambar 4.41.

0 100 200

0,0 0,1 0,2 0,3

Sample Number

Sample Count

U Chart for STENTER

11 1 1 11

U=0,066 UCL=0,2383

LCL=0

Gambar 4.41. Peta Kendali u Awal proses Stenter

Batas kontrol untuk peta kendali awal proses Stenter adalah sebagai berikut:

u = n

u

i

∑ = 200 13 , 2

= 0,066

UCL = u + 3 n u

= 0,066 + 3 20 066 ,

0

= 0,2383 LCL = u – 3

n u

= 0,066 - 3 20 066 ,

0

= - 0,1063 ∞ 0

Pada Gambar 4.41, diketahui data ke 19, 21, 27, 90, 113, dan 117 keluar dari batas

peta kendali. Kemudian data ke 19, 21, 27, 90, 113, dan 117 dibuang dan dibuat

peta kendali revised dengan jumlah sample sebanyak 194 potong.

(40)

200 100

0 0,2

0,1

0,0

Sample Number

Sample Count

U Chart for STENTER

U=0,06031 UCL=0,2250

LCL=0

Gambar 4.42. Peta Kendali Awal u revised Proses Stenter Batas kontrol untuk peta kendali revised Stenter adalah sebagai berikut:

u = n

u

i

∑ = 200 12 , 062

= 0,06031

UCL = u + 3 n u

= 0,06031 + 3 20 06031 ,

0

= 0,2250 LCL = u – 3

n u

= 0,06031 - 3 20 06031 ,

0

= - 0,1044 ∞

Peta kendali awal revised pada Gambar 4.42. menunjukkan semua titik berada dalam batas kotrol, sehingga dapat disimpulkan bahwa Proses Stenter terkendali secara statistik.

Setelah diperoleh nilai batas kontrol, maka dilakukan monitoring

terhadap proses Stenter. Data monitoring proses Stenter dapat dilihat pada

Lampiran 17. Peta kendali monitoring untuk proses Stenter dapat dilihat pada

Gambar 4.43. berikut:

(41)

0 100 200 300 400 0,0

0,1 0,2

Sample Number

Sample Count

U Chart for STENTER

U=0,06193 UCL=0,225

LCL=0

Gambar 4.43. Peta Kendali Monitoring Proses Stenter

Diagram Pareto untuk monitoring proses Stenter dapat dilihat pada Gambar 4.44. berikut ini:

sobek pinggir

ukuran tebal tipis tidak sesuai

203 51

79,9 20,1

79,9 100,0

0 50 100 150 200 250

0 20 40 60 80 100

Defect Count Percent Cum %

Percent

Count

Pareto Chart for STENTER

Gambar 4.44. Diagram Pareto Proses Stenter

Jenis kecacatan terbesar pada Proses Stenter adalah Sobek Pinggir sebesar 79,9%

dan Ukuran tebal-tipisnya tidak sesuai sebesar 20,1%. Berdasarkan prinsip Pareto 80-20, perhatian difokuskan pada jenis kecacatan Sobek Pinggir. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penyebab dari jenis kecacatan tersebut, dapat digunakan Cause & Effect diagram.

Cause & Effect diagram untuk jenis kecacatan Sobek pinggir pada proses

Stenter dapat dilihat pada Gambar 4.45. berikut:

(42)
(43)
(44)

i. Packing

Proses Packing bukan merupakan proses kritis, sehingga tidak dibuat peta kendalinya. Perhitungan batas kontrol untuk proses Packing adalah sebagai berikut:

u = n

u

i

=

200 324 ,

2 = 0,01162

UCL = u + 3 n u

= 0,01162 + 3

20 01162 ,

0

= 0,08392 LCL = u – 3

n u

= 0,01162 - 3

20 01162 ,

0

= - 0,0607 ∞ 0

Tingkat kecacatan Proses Packing adalah 0,01162 (di bawah 5%), maka tidak dilakukan analisa lebih lanjut untuk menurunkan tingkat kecacatannya.

4.3.2. Handprint

Untuk pengambilan data awal, dipilih produk yang memiliki jumlah produksi terbanyak. Pada Handprint, dipilih Produk Sarung Pasiran

TB

(F.819) dengan jumlah produksi terbanyak sebesar 2500 potong.

Jumlah ukuran sample yang diambil, ditentukan dengan menggunakan Military Standard 105 E. Dari Table 9-11. Sample Size Code Letters diperoleh General Inspection Levels II, yaitu K. Kemudian dengan melihat pada Table 9-12.

Single Sampling Plans For Normal Inspection dapat diperoleh ukuran sample sebesar 125 potong.

Penentuan jumlah subgroup diperoleh dengan membagi jumlah sample

dengan jumlah potongan kain tiap pis/gulungan (1 pis = 25 potong). Jadi,

diperoleh jumlah subgroup = 125/25 = 5 subgroup.

(45)

Pengambilan sample untuk Handprint hanya dilakukan pada Proses Printing, karena untuk proses lainnya (Kain Putih, Proses Celup, Steamer, Washing, Drying, Stenter, Kalender, dan Packing) menggunakan mesin yang sama dengan Mesin Flatprint.

Pengambilan sample untuk untuk Proses Printing dilakukan selama dua hari karena Proses Handprint membutuhkan waktu dua hari. Hari yang pertama dapat memproduksi sebanyak 1500 potong, kemudian hari yang kedua dilanjutkan hingga 2500 potong.

Pengambilan data untuk monitoring, dipilih produk yang sama, yaitu Produk Sarung Pasiran

TB

(F.819) dengan jumlah produksi terbanyak sebesar 2500 potong.

a. Printing

Proses Printing (Handprint) merupakan proses kritis, sehingga dibuat peta kendali untuk proses ini. Jenis dan jumlah kecacatan awal untuk proses Printing dapat dilihat pada Tabel 4.4. berikut ini:

Tabel 4.4. Jenis dan Jumlah Kecacatan Awal Proses Printing (Handprint) Jenis kecacatan Jumlah Kecacatan

Blobor 107 Bundas 50 Sobek 46 Bleset 41

Data awal untuk proses Printing dapat dilihat pada Lampiran 11. Peta

kendali Awal proses Printing dapat dilihat pada Gambar 4.48.

(46)

0 50 100 0,0

0,1 0,2

Sample Number

Sample Count

U Chart for HANDPRIN

U=0,07808 UCL=0,2457

LCL=0

Gambar 4.48. Peta Kendali u Awal proses Printing (Handprint) Batas kontrol untuk peta kendali awal proses Printing adalah sebagai berikut:

u = n

u

i

=

125 76 ,

9 = 0,07808

UCL = u + 3 n u

= 0,07808 + 3

25 07808 ,

0

= 0,2457 LCL = u – 3

n u

= 0,07808 - 3

25 07808 ,

0

= - 0,0896 ∞ 0

Peta kendali awal pada Gambar 4.48. menunjukkan semua titik berada dalam batas kotrol, sehingga dapat disimpulkan bahwa proses Printing terkendali secara statistik.

Setelah diperoleh nilai batas kontrol, maka dilakukan monitoring

terhadap proses Printing. Data monitoring proses Printing dapat dilihat pada

Lampiran 18. Peta kendali monitoring untuk proses Printing dapat dilihat pada

Gambar 4.49. berikut:

(47)

0 50 100 150 200 250 0,0

0,1 0,2

Sample Number

Sample Count

U Chart for HANDPRIN

U=0,07872 UCL=0,2457

LCL=0

Gambar 4.49. Peta Kendali Monitoring Proses Printing (Handprint)

Diagram Pareto untuk monitoring proses Printing dapat dilihat pada Gambar 4.50. berikut ini:

blobor

bundas

s obek

bleset

99 54 48 47

39,9 21,8 19,4 19,0

39,9 61,7 81,0 100,0

0 50 100 150 200 250

0 20 40 60 80 100

Defect

Count Percent Cum %

Percent

Count

Pareto Chart for HANDPRINT

Gambar 4.50. Diagram Pareto Proses Printing (Handprint)

Jenis kecacatan terbesar pada Proses Printing adalah Blobor sebesar 39,9%, Bundas sebesar 21,8%, Sobek sebesar 19,4%, dan Bleset sebesar 19%.

Berdasarkan prinsip Pareto 80-20, perhatian difokuskan pada jenis kecacatan

Blobor, Bundas, dan Sobek. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penyebab

dari jenis kecacatan tersebut, dapat digunakan Cause & Effect diagram.

(48)
(49)
(50)

Faktor penyebab jenis kecacatan bundas pada proses Printing (Handprint) adalah karena tekanan rakel berbeda antar operator, pengaturan partner operator tidak tepat, dan plankan screen yang digunakan tersumbat. Untuk mengetahui faktor penyebab kecacatan terbesar, dapat dilihat pada Diagram Pareto 4.55. berikut:

pengaturan operator tidak tepat plankan ters um bat

tekanan rakel berbeda

9 18

27

16.7 33.3

50.0

100.0 83.3

50.0 50

40

30

20

10

0

100

80

60

40

20

0

Defect

Count Percent Cum %

Percent

Count

Pareto Chart for BUNDAS

Gambar 4.55. Diagram Pareto Bundas pada Proses Printing (Handprint) Penyebab kecacatan terbesar untuk jenis kecacatan Bundas pada proses Printing (Handprint) adalah karena tekanan rakel berbeda antar operator sebesar 50%, plangkan screen yang digunakan tersumbat sebesar 33,3%, dan pengaturan partner operator tidak tepat sebesar 16,7%. Berdasarkan prinsip Pareto 80-20, perhatian difokuskan pada penyebab tekanan rakel berbeda antar operator dan plankan screen yang digunakan tersumbat. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penyebab dari kecacatan tersebut, dapat dilihat pada Cause & Effect diagram 4.56. dan 4.57. berikut:

Gambar 4.56.

Cause & Effect diagram Tekanan rakel berbeda antar operator

Manusia

Kondisi fisik operator cepat lelah

Tekanan rakel berbeda

(51)

Berdasarkan Cause & Effect diagram di atas, diketahui penyebab dari tekanan rakel yang berbeda antar operator adalah karena kondisi fisik operator yang cepat lelah.

Plankan tesumbat Terlalu banyak

endapan / kerak Peralatan

Gambar 4.57.

Cause & Effect diagram Plankan screen tersumbat

Berdasarkan Cause & Effect diagram di atas, diketahui penyebab dari plankan screen tersumbat adalah karena terlalu banyak endapan/kerak.

Cause & Effect diagram untuk jenis kecacatan Sobek pada proses Printing (Handprint) dapat dilihat pada Gambar 4.58. berikut:

SOBEK Operator mengangkat kain terlalu kencang Pemberian lem terlalu

lengket pada meja printing

Metode Manusia

Gambar 4.58.

Cause & Effect diagram Sobek pada Proses Printing (Handprint)

Faktor penyebab jenis kecacatan Sobek pada proses Printing (Handprint) adalah

karena operator mengangkat kain terlalu kencang dan pemberian lem terlalu

lengket pada meja printing. Untuk mengetahui faktor penyebab kecacatan

terbesar, dapat dilihat pada Diagram Pareto 4.59. berikut:

(52)

Pemberian lem terlalu lengket Mengangkat kain terlalu kenc ang

24 24

50.0 50.0

100.0 50.0

50

40

30

20

10

0

100

80

60

40

20

0

Defect

Count Percent Cum %

Percent

Count

Pareto Chart for SOBEK

Gambar 4.59. Diagram Pareto Sobek pada Proses Printing (Handprint) Penyebab kecacatan terbesar untuk jenis kecacatan Sobek pada proses Printing (Handprint) adalah karena pemberian lem terlalu lengket pada meja printing sebesar 50%, dan operator mengangkat kain terlalu kencang sebesar 50%.

Berdasarkan prinsip Pareto 80-20, perhatian difokuskan pada penyebab pemberian lem terlalu lengket pada meja printing dan operator mengangkat kain terlalu kencang. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penyebab dari kecacatan tersebut, dapat dilihat pada Cause & Effect diagram 4.60. dan 4.61. berikut:

Gambar 4.60.

Cause & Effect diagram Lem terlalu lengket

Berdasarkan Cause & Effect diagram di atas, diketahui penyebab dari lem terlalu lengket pada meja printing adalah karena operator salah memberi takaran lem.

Manusia

Operator salah memberi takaran lem

Lem terlalu lengket

(53)

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1 Terdapat pengaruh signifikan kepemimpinan transformasional terhadap motivasi dengan p-value sebesar 0,015 < 0,05; 2 Terdapat

Ayam leher gundul merupakan salah satu sumberdaya genetik ayam lokal Indonesia dengan jumlah populasi terbatas, karena memiliki gen Na yang menyebabkan tingginya

• Jarum ini akan langsung bergerak apabila bagian-bagian sentuh tertekan oleh benda kerja, adapun nilai pergerakan dari jarum tersebut tergantung dari beberapa nilai skala dari

Dalam rangka membantu para calon bupati dan wakil bupati dan Caleg untuk maju dalam pemilihan kepala daerah dan legislative harus membangun kompetensi dan

Dengan adanya model pembelajaran kooperatif tipe Conceptual Understanding Procedures (CUPs) pada pembelajaran siswa menjadi lebih kreatif dalam menemukan

Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam; Volume 10, Nomor 2, Agustus 2017 | 217 dapat mengubah generasi bangsa dari keterpurukan serta kemunduran ke arah yang lebih baik, proses

Pariwisata adalah salah satu sektor industri yang diharapkan dapat menghasilkan devisa dan mempunyai ciri khas tersendiri dalam penanganan maupun pengelolaannya, sehingga

Yang perlu kita ketahui dalam negosiasi tidak akan pernah tercapai kesepakatan kalau sejak awal masing-masing atau salah satu pihak tidak memiliki niat untuk