DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN KEMENTERIAN KEUANGAN
2015
KAJIAN KEPENDUDUKAN
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pembangunan berwawasan kependudukan adalah pembangunan yang menempatkan isu perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sebagai titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Pembangunan berkelanjutan dimaknai sebagai pembangunan terencana di segala bidang untuk menciptakan perbandingan ideal antara perkembangan kependudukan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengurangi kemampuan dan kebutuhan generasi mendatang, sehingga menunjang kehidupan bangsa.
Kesadaran pembangunan berwawasan kependudukan dilandasi oleh permasalahan kependudukan (demografi) yang mendasar di Indonesia. Permasalahan kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar dan laju pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. Masalah kependudukan ini berdampak kepada bidang sosial, ekonomi, poltik dan pertahanan serta keamanan. Masalah kependudukan juga dilihat dari segi kuantitas dan kualitas. Dari segi kuantitas, jumlah penduduk yang besar berarti permasalahan dalam kemampuan menyediakan sandang, pangan, dan papan. Sedangkan dari segi kualitas melihat dari kemampuan daya saing Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Untuk mengatasi permasalahan kependudukan di Indonesia, sejak tahun 1970, pemerintah telah melaksanakan program Keluarga Berencana (KB) yang bertujuan untuk menekan laju pertambahan penduduk. Program KB sampai dengan akhir tahun 1990 telah berhasil menekan laju pertambahan penduduk dari semula sekitar 4, 6 pada tahun 1970 menjadi sekitar 2,6 pada akhir tahun 1990. Keberhasilan program KB di Indonesia telah diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan pada sidang majelis umum PBB menganugrahkan penghargaan kepada pemerintah Indonesia sebagai negara yang berhasil mengatasi laju pertambahan penduduk.
2
Namun sayang pelaksanaan program KB meredup, seiring dengan pergantian rezim orde baru dan pelaksanaan otonomi daerah. Dalam UU nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menetapkan bahwa urusan pengendalian penduduk dan Keluarga Berencana merupakan urusan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar dan merupakan urusan bersama antara pemerintah pusat dan daerah atau urusan konkuren.
Program KB, seolah terlupakan karena tidak menghasilkan keuntungan. Fokus anggaran untuk pembangunan dan sektor lain yang dianggap menguntungkan. Beberapa tahun kemudian semua pemangku kepentingan terkaget-kaget ketika data kependudukan diumumkan, laju pertumbuhan penduduk Indonesia meningkat dibandingkan sebelum era reformasi. Pelan tapi pasti perhatian pemerintah pusat dan daerah kepada program KB mulai tumbuh kembali. Kesadaran terhadap pentingnya program KB mulai nampak setelah situasi dan kondisi memungkinkan serta ancaman lendakan jumlah penduduk mulai membayangi Indonesia.
Berdasarkan laman Biro Pusat Statistik Indonesia jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta jiwa. Sedangkan berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012 menyebutkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 257 juta jiwa. Jumlah ini menempatkan Indonesia sebagai negara berpenduduk terbesar keempat di dunia, setelah Tiongkok, India dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk tersebut, apabila diproyeksikan apa adanya tanpa intervensi pemerintah akan meningkat menjadi sekitar 280 juta jiwa atau naik sebesar 30 juta jiwa atau tambah rata-rata 4 juta jiwa pertahun.
Untuk mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk, pemerintah melalui BKKBN mendorong kembali program KB agar berjalan sesuai dengan harapan. Upaya pemerintah untuk mensukseskan program KB dengan mengalokasikan anggaran yang terus meningkat setiap tahun melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Bahkan pada tahun anggaran 2011 pernah terjadi kenaikan anggaran sebesar 100% jika dibandingkan dengan tahun anggaran sebelumnya yakni sebesar Rp1.234 triliun pada TA 2010 menjadi Rp2.413 triliun pada TA 2011.
Komitmen pemerintah untuk terus meningkatkan alokasi anggaran program KB ternyata tidak serta merta membuahkan hasil. Hal ini terlihat dari capaian hasil kinerja program KB dalam beberapa tahun belakangan ini belum menunjukan hasil yang
3
menggembirakan.
Setidaknya ada beberapa faktor penyebab meningkatnya laju pertambahan penduduk. Faktor-faktor tersebut adalah natalitas, mortalitas, dan migrasi. Kunci utama dari ketiga faktor tersebut adalah natalitas atau kelahiran. Faktor natalitas mempengaruhi tingkat pertumbuhan penduduk dan sangat berguna untuk memprediksi jumlah penduduk di suatu wilayah atau negara di masa yang akan datang. Dengan mengetahui jumlah penduduk yang akan datang, dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung jumlah kebutuhan dasar penduduk ini. Sebagai contoh proyek listrik 35 ribu megawatt, perhitungannya berdasarkan atas asumsi kebutuhan rumah tangga yang notabene disebabkan oleh pertambahan laju pertumbuhan penduduk Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut di atas, faktor penduduk merupakan penggerak (cost driver) terjadinya berbagai kebutuhan yang timbul dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
1.2. Perumusan Masalah
Peningkatan alokasi anggaran program KB di pusat melalui Bagian Anggaran BKKBN dan Dana Alokasi Khusus serta dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah mempunyai variasi kinerja program KB berupa Total Fertility Rate (TFR) dan Laju Pertambahan Penduduk (LPP). Berdasarkan hal tersebut maka perumusan masalah atas kajian ini adalah : “Apakah alokasi anggaran program KB berpengaruh terhadap TFR dan LPP di Indonesia”?
1.3. Tujuan Penelitian 1). Tujuan Umum
Tujuan Umum penulisan penelitian ini adalah memberikan deskripsi sebagai penelitian awal atas fenomena yang terjadi dalam antara Program KB dengan alokasi anggaran program KB.
2). Tujuan Khusus
a. Menguji pengaruh anggaran program KB (APBN) pada angka LPP.
b. Menguji pengaruh anggaran program KB (APBD) pada angka LPP.
c. Menguji pengaruh anggaran program KB (APBN) pada angka TFR.
d. Menguji pengaruh anggaran program KB (APBD) pada angka TFR.
4
e. Menguji pengaruh TFR pada angka LPP.
f. Menguji pengaruh anggaran program KB (APBN) pada angka LPP yang dimediasi oleh TFR.
g. Menguji pengaruh anggaran program KB (APBD) pada angka LPP yang dimediasi oleh TFR.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat digunakan dalam rangka menunjang tugas dan fungsi penganggaran di lingkup Direktorat Jenderal Anggaran dalam memahami substansi dan performa penganggaran Kementerian/Lembaga sehingga pengalokasian penganggaran dapat dilakukan secara efisien dan efektif di tahap perencanaan.
1.5. Sistematika Penulisan Judul
Kata Pengantar Daftar Isi
Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Manfaat Penelitian 1.5. Sistematika Penulisan Bab II Landasan Teori
2.1 Kependudukan
2.1.1 Masalah Kependudukan 2.1.2 Demografi
2.1.3 Pengertian Ilmu Penduduk dan Kependudukan 2.1.4 Ruang lingkup Ilmu Kependudukan
2.1.5 Teori Teori Kependudukan 2.1.6 Komposisi Penduduk 2.1.7 Tempat Tinggal 2.1.8 Kepadatan Penduduk
5
2.2 Forecasting
2.2.1 Pengertian Forecasting 2.2.2 Metode Forecasting 2.3 Data
2.3.1 Data Deret Waktu
2.3.2 Pengelompokan data dan jenis data deret waktu 2.4 Program Keluarga Berencana
2.4.1 Program KB
2.4.2 Tujuan Program KB 2.4.3 Sasaran Program KB
2.4.4 Sasaran Starategis Program KB 2.5 Alokasi Anggaran Program KB
2.5.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2.5.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD Bab III Metodologi Penelitian
3.1 Desain Penelitian
3.2 Definisi Operasional dan Pengkuruan Variabel 3.3 Jenis dan Sumber Data
3.5 Teknik Analisa Data Bab IV Analisa dan Pembahasan Bab V Kesimpulan dan Saran Daftar Pustaka
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kependudukan
Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia (UUD 1945 Pasal 26 ayat 2). Kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, umur, jenis kelamin, agama, kelahiran, perkawinan, kehamilan, kematian, persebaran, mobilitas dan kualitas serta ketahanannya yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Pengelolaan kependudukan dan pembangunan keluarga adalah upaya terencana untuk mengarahkan perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk pada seluruh dimensi penduduk. Perkembangan kependudukan adalah kondisi yang berhubungan dengan perubahan keadaan kependudukan yang dapat berpengaruh dan dipengaruhi oleh keberhasilan pembangunan berkelanjutan.
Kualitas penduduk adalah kondisi penduduk dalam aspek fisik dan nonfisik yang meliputi derajat kesehatan, pendidikan, pekerjaan, produktivitas, tingkat sosial, ketahanan, kemandirian, kecerdasan, sebagai ukuran dasar untuk mengembangkan kemampuan dan menikmati kehidupan sebagai manusia yang bertaqwa, berbudaya, berkepribadian, berkebangsaan dan hidup layak.
2.1.1. Masalah Kependudukan
Masalah Kependudukan bisa disebut juga sebagai masalah sosial, karena masalah itu terjadi di lingkungan sosial atau masyakarat. Masalah tersebut bisa terjadi kapan saja dan dimana saja, baik di negara maju maupun negara Indonesia yang sedang berkembang ini. Masalah kependudukan terjadi karena perkembangan penduduk yang tidak seimbang. Macam-macam Masalah Kependudukan, yaitu: Pertumbuhan Penduduk, Kepadatan Penduduk dan Tingkat pendidikan.
Dari ketiga masalah kependudukan tersebut, Pertumbuhan penduduk merupakan masalah yang menarik untuk dikaji. Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam
7
sebuah populasi menggunakan “per waktu unit” untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk pada semua spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan sering digunakan secara informal untuk sebutan demografi nilai pertumbuhan penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan penduduk dunia. Pertumbuhan penduduk di negara Indonesia ini sudah sangat pesat karena diliat dari sensus penduduk yang berdasarkan informasi dari BPS ( Badan Pusat Statistik) jumlah penduduk di negara Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 200.241.999 jiwa sedangkan pada tahun 2010 sudah mencapai 237.641.326 jiwa. Perkembangan penduduk yang pesat itu terjadi karena beberapa faktor, yaitu : tingkat angka kelahiran, tingkat angka kematian, dan tingkat perpindahan perpindahan penduduk (migrasi).
2.1.2. Demografi
Demografi merupakan suatu alat untuk mempelajari perubahan-perubahan kependudukan dengan memanfaatkan data dan statistik kependudukan serta perhitungan-perhitungan secara matematis dan statistik kependudukan serta mengenai perubahan jumlah, persebaran, dan komposisi/strukturnya (Adioetomo, 2013:3).
2.1.3. Pengertian Ilmu Penduduk dan Kependudukan
Ilmu Penduduk adalah ilmu yang mempelajari hal ihwal tentang penduduk.
Sedangkan Ilmu Kependudukan adalah studi tentang penduduk di dalam kerangka sosiologi dan ada jalinannya dengan ekonomi, biologi dan ilmu sosial yang lain.
2.1.4. Ruang Lingkup Ilmu Kependudukan
Ruang lingkup Ilmu kependudukan ada dua yaitu:
a. Penduduk
Penduduk adalah semua orang yang biasanya tinggal di suatu tempat atau rumah tangga 6 bulan dan lebih atau yang belum 6 bulan namun berniat untuk menetap.
b. Masyarakat
Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut adat istiadat tertentu secara kontinu dan terikat dengan identitas.
8
2.1.5. Teori-teori Penduduk
Teori-teori penduduk dibagi menjadi beberapa teori yaitu:
A. Teori Pertumbuhan Penduduk 1). Teori Natural
Teori ini mengemukakan bahwa hewan dan tumbuhan dipengaruhi oleh temperatur, curah hujan, kesuburan tanah (Prawiro, 1983: 27)
2). William Gadwin
Mengemukakan bahwa kemelaratan adalah orang atau struktur masyarakat yang salah dan dapat diperbaiki dengan prinsip sama rata sama rasa (Prawiro, 1983:
27)
3). Thomas Robert Malthus
Kemelaratan adalah tidak imbangnya pertambahan penduduk dengan pertambahan bahan makanan (Prawiro, 1983: 25).
B. Teori Fisiologi 1). Teori Pearl
Teori ini mengemukakan bahwa pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh keadaan biologi dan geografi (Prawiro, 1983: 28).
2). Teori Cassado Gini
Teori ini mengemukakan tentang statistik biologi (Prawiro, 1983: 28) C. Teori Sosial Ekonomi
1). Teori Carr Saunders Mengatakan bahwa negara dalam keadaan optimum bila jumlah penduduk dan bahan pangan seimbang (Riningsih, 1990: 31) 2). Teori Dumont Mengemukakan tentang teori kapilaritas sosial. Kapilaritas
sosial mudah berlaku di dalam masyarakat yang memungkinkan perpindahan dengan mudah dari klas ke klas yang lebih tinggi (Prawiro, 1983: 32)
2.1.6. Komposisi Penduduk
a. Biologi: umur, jenis kelamin b. Sosial: pendidikan, status
c. Ekonomi: jenis pekerjaan, lapangan pekerjaan, tingkat pendapatan
9
d. Geografi: tempat tinggal
e. Budaya: agama, adat istiadat, dan lain sebagainya 2.1.7. Tempat Tinggal
1). Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat dan termasuk dalam satu kesatuan hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan yang terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangga sendiri di dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
2). Kelurahan adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat, yang tidak berhak menyelenggarakan rumah tangga sendiri.
2.1.8. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk merupakan indikator dari pada tekanan penduduk di suatu daerah. Kepadatan di suatu daerah dibandingkan dengan luas tanah yang ditempati dinyatakan dengan dengan banyaknya penduduk perkilometer persegi. Kepadatan penduduk dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Jumlah penduduk yang digunakan sebagai pembilang dapat berupa jumlah seluruh penduduk diwilayah tersebut, atau bagian-bagian penduduk tertentu seperti: penduduk daerah perdesaan atau penduduk yang bekerja di sektor pertanian, sedangkan sebagai penyebut dapat berupa luas seluruh wilayah, luas daerah pertanian, atau luas daerah perdesaan. Kepadatan penduduk di suatu wilayah dapat dibagi menjadi empat bagian :
1). Kepadatan penduduk kasar (crude density of population) atau sering pula disebut dengan kepadatan penduduk aritmatika.
2). Kepadatan penduduk fisiologis (physiological density) 3). Kepadatan penduduk agraris (agricultural density)
4). Kepadatan penduduk ekonomi (economical density of population) 2.2. Forecasting
Peramalan adalah suatu kegiatan atau usaha untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang akan terjadi pada waktu yang akan datang mengenai objek tertentu dengan
10
menggunakan pertimbangan, pengalaman-pengalaman ataupun data historis. Dari defenisi tersebut terdapat beberapa istilah yang perlu dijelaskan pengertiannya, antara lain:
1). Peristiwa.
Peristiwa adalah kejadian tentang suatu objek yang merupakan hasil suatu proses atau kegiatan; misalnya baik/buruk, turun/naik, atau mendatar dan lain sebagainya.
2). Waktu yang akan datang.
Maksudnya peristiwa yang diramal itu adalah kejadian masa datang.
3). Pertimbangan ataupun data historis.
Adalah merupakan variabel-variabel yang dilakukan untuk melakukan peramalan.
Dengan memperhatikan uraian diatas, maka peramalan merupakan proses atau metode dalam meramal suatu peristiwa yang akan terjadi pada masa yang akan datang dengan berdasarkan pada variabel-variabel tertentu.
2.2.1 Metode-metode Forecasting
Forecasting/estimasi atau perkiraaan dapat dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Melakukan forecasting secara kuantitatif, artinya menggunakan data angka, sebab variabel yang diramal itu hanya terbatas pada variabel-variabel yang dapat diukur secara kuantitatif. Jelas bahwa variabel-variabel yang digunakan untuk melakukan forecasting itu adalah benar-benar secara teoritis. Pada umumnya, forecasting kuantitatif dapat dikelompokkan dalam 2 model, yaitu:
1). Model Deret Berkala (time-series)
Pendugaan masa depan dilakukan berdasarkan nilai masa lalu dari suatu variabel dan/atau kesalahan masa lalu. Tujuan utama metode peramalan deret berkala seperti itu adalah menemukan pola dalam deret historis mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa depan.
2). Model Regresi (causal)
Mengasumsikan bahwa faktor yang diramalkan menunjukkan suatu hubungan sebab akibat dengan satu atau lebih variabel bebas. Misalnya, penjualan = f (pendapatan, harga, iklan, persaingan, dan lain-lain).
Kedua model tersebut hanya dapat diterapkan apabila terpenuhi beberapa kondisi,
11
antara lain:
a. Tersedianya informasi tentang masa lalu.
b. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik.
c. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pada masa lalu akan terus berlanjut di masa mendatang.
Metode peramalan kualitatif atau teknologis, di lain pihak, tidak memerlukan data yang serupa seperti metode kuantitatif. Input yang dibutuhkan tergantung pada metode tertentu dan biasanya merupakan hasil dari pemikiran intuitif, pertimbangan dan pengetahuan yang telah di dapat.
2.3. Data Deret Waktu 2.3.1. Pengertian
Deret waktu merupakan serangkaian pengamatan/observasi yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu, biasanya dengan interval-interval yang sama (Murray R. Spiecel;
1972: 301). Deret waktu adalah waktu sekumpulan hasil observasi yang diatur dan didapat menurut urutan kronologis, biasanya dalam interval waktu yang sama (Sudjana, 1981:240). Dari pengalamn dengan banyak contoh deret berkala ternyata terdapat gerakan-gerakan khas tertentu atau variasi-variasi (variations) yang beberapa diantaranya atau seluruhnya terdapat dalam berbaga tingkat yang berbeda. Analisis dari gerakan-gerakan ini sangat penting dalam berbagai hal, salah satu diantaranya adalah meramalkan (forecasting) gerakan-gerakan yang akan datang. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa banyak industri dan badan-badan pemerintah sangat berkepentingan dalam subjek ini.
2.3.2. Pengelompokan dan Jenis Deret Waktu
Dengan memperhatikan olah atau gerak dari munculnya atau terjadinya peristiwa tersebut ditinjau dari segi waktu maka kita mengenal gerak beraturan dan gerak tidak beraturan.
1). Gerak Beraturan
Gerak Beraturan adalah gerak yang berhubungan dengan berubahnya waktu, menunjukkan ordinat yang berubah besarnya secar teratur. Gerak ini dibagi menjadi
12
dua bagian Trend:
a. Trend Linear
Trend Linear adalah ukuran kecenderungan data deret waktu apabila menunjukkan menaik atau menurun melalui suatu peningkatan atau penurunan yang konstan.
b. Trend Non Linear.
Trend Non Linear adalah ukuran kecenderungan yang mempunyai model dengan persamaan pangkat dua, pangkat tiga dan seterusnya. Metode-metode trend non linear yang banyak dikenal diantaranya adalah:
− Logistik
− Eksponensial
− Gompertz
− Geometrik
− Polinom 2). Gerak tak beraturan
Gerak tak beraturan adalah gerak yang tiada berketentuan bentuk gambarnya bila variabel bebas kita ambil satuan waktu.
2.4. Program Keluarga Berencana (KB) 2.4.1. Program KB
Pengertian Program Keluarga Berencana menurut UU No 10 tahun 1992 (tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
Program KB adalah bagian yang terpadu (integral) dalam program pembangunan nasional dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual dan sosial budaya penduduk Indonesia agar dapat dicapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan produksi nasional (Depkes,1999).
Sejak pelita V, program KB nasional berubah menjadi gerakan KB nasional yaitu gerakan masyarakat yang menghimpun dan mengajak segenap potensi masyarakat
13
untuk berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan membudayakan NKKBS dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia (Sarwono,1999).
2.4.2. Tujuan Program KB
Tujuan umum untuk lima tahun kedepan mewujudkan visi dan misi program KB yaitu membangun kembali dan melestarikan pondasi yang kokoh bagi pelaksana program KB di masa mendatang untuk mencapai keluarga berkualitas tahun 2015.
Sedangkan tujuan program KB secara filosofis adalah :
1. Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia.
2. Terciptanya penduduk yang berkualitas, sumber daya manusia yang bermutu dan meningkatkan kesejahteraan keluarga.
2.4.3. Sasaran Program KB
Sasaran program KB dibagi menjadi 2 yaitu sasaran langsung dan sasaran tidak langsung, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Sasaran langsungnya adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi secara berkelanjutan. Sedangkan sasaran tidak langsungnya adalah pelaksana dan pengelola KB, dengan tujuan menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang berkualitas, keluarga sejahtera.
Sasaran program keluarga berencana (KB) nasional yang terkait dengan TFR dan LPP sebagaimana yang tercantum di dalam RPJMN adalah sebagai berikut:
Indikator RPJMN
2004 - 2009 2010 - 2014
TFR 2,2 2,36
LPP 1,14 % 1,1%
14
2.4.4. Sasaran Strategis Program KB
Sasaran strategis BKKBN tahun 2016 adalah menurunkan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) dari 1,38 persen tahun 2015 menjadi 1,27 persen pada tahun 2016, menurunkan angka kelahiran total (total fertility rate/TFR) per Wanita Usia Subur (WUS) 15-49 tahun dari 2,37 anak pada tahun 2015 menjadi 2,36 pada tahun 2016.
2.4.5. Alokasi Anggaran Program KB 2.4.5.1 Anggaran APBN
Tabel 1
PAGU BKKBN TAHUN 2007 – 2015 PROGRAM KEPENDUDUKAN DAN KB
TAHUN ANGGARAN PAGU (Rp)
2007 356.651.221.000
2008 361.827.520.000
2009 502.535.221.000
2010 677.642.100.000
2011 2.331.834.116.000
2012 1.927.191.375.000
2013 2.475.520.563.000
2014 2.372.866.402.000
2015 3.048.746.908.000
(sumber : Business Intelegence DJA)
Anggaran Program KB dalam kajian ini adalah alokasi anggaran Bagian Anggaran BKKBN. Dalam RKA-K/L BKKBN memiliki 4 Program yakni:
Tabel 2
Program dan Kegiatan BKKBN TA 2015 (sumber : Business Intelegence DJA)
No. Nama Program Nama Kegiatan
1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BKKBN
Pengelolaan Hukum. Organisasi dan Humas Perencanaan Program dan Anggaran
Pengelolaan Administrasi Pegawai Pengelolaan Administrasi Umum 2. Pengawasan dan
Peningkatan Akuntabilitas Aparatur BKKBN
Peningkatan Pengawasan Ketenagaan dan Administrasi Umum
Peningkatan pengawasan Keuangan dan Perbekalan Peningkatan Pengawasan Program
3. Pelatihan dan Pengembangan
Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
15
BKKBN Penelitian dan pengembangan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
Penelitian dan pengembangan Kependudukan Pengembangan Kerja Sama Internasional Kependudukan dan Keluarga Berencana 4. Kependudukan dan
KB
Peningkatan Advokasi dan KIE Program Kependudukan dan KB
Penyediaan data dan informasi program kependudukan dan KB
Peningkatan kemitraan dengan lintas sektor pemerintah dan swasta serta pemerintah daerah Peningkatan pembinaan kesertaan ber-KB jalur pemerintah
Pembinaan Keluarga Balita dan Anak Peningkatan Pembinaan Lini Lapangan Pembinaan Ketahanan Remaja
Peningkatan Kualitas Kesehatan Reproduksi
Peningkatan Kesertaan KB Galciltas. wilayah khusus.
dan Sasaran Khusus
Pemberdayaan Ekonomi Keluarga
Pembinaan Ketahanan Keluarga Lansia dan Rentan Kerjasama Pendidikan kependudukan
Pemaduan Kebijakan Pengendalian Penduduk Peningkatan Kemandirian dan pembinaan kesertaan ber-KB jalur swasta
Analisis Dampak Kependudukan Perencanaan Pengendalian Penduduk
Penyediaan Teknologi. Informasi dan Dokumentasi program Kependudukan dan KB
Pengelolaan Pembangunan Kependudukan dan KB Provinsi
Program dan kegiatan BKKBN tersebut menunjang pencapaian target kinerja sesuai dengan Rencana Strategis BKKBN. Sedangkan pagu Program Kependudukan.
dan Keluarga Berencana pada pagu BKKBN Tahun Anggaran 2016 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3
Pagu BKKBN TA 2016
Program Kependudukan. dan Keluarga Berencana
TA 2016 Pagu
Pagu Indikatif 3.106.304.040.000 Pagu Anggaran 2.459.192.264.000 Pagu Alokasi 2.883.192.264.000 sumber : Business Intelegence DJA
16
2.4.5.1 Anggaran APBD
Tabel 4
APBD Urusan KB dan KS Tahun 2007. 2010. dan 2012 Pemerintah Daerah (dalam juta rupiah)
Nama Daerah 2007 2010 2012 Nama Daerah 2007 2010 2012 Prop. Nanggroe
Aceh Darussalam 22.499 33.367 47.523 Prop. NTB 19.459 32.482 37.273 Prop. Sumatera
Utara 61.853 86.034 125.395 Prop. NTT 17.991 29.314 45.800 Prop. Sumatera
Barat 17.108 35.743 47.214
Prop.
Kalimantan
Barat 6.082 20.397 21.527
Prop. Riau 10.693 16.076 24.948
Prop.
Kalimantan
Tengah 10.929 16.548 19.766
Prop. Jambi 12.587 13.328 13.597
Prop.
Kalimantan
Selatan 17.269 40.549 42.472 Prop. Sumatera
Selatan 56.363 81.550 118.069
Prop.
Kalimantan
Timur 4.862 26.773 44.133 Prop. Bengkulu 25.092 12.130 16.435
Prop. Sulawesi
Utara 16.026 36.895 45.436 Prop. Lampung 21.595 37.461 51.464
Prop. Sulawesi
Tengah 14.246 19.605 24.947 Prop. Bangka
Belitung 7.521 14.163 12.327
Prop. Sulawesi
Selatan 46.818 88.548 108.515 Prop. Kepulauan
Riau 2.782 4.362 10.936
Prop. Sulawesi
Tenggara 15.418 29.281 36.620 Prop. DKI Jakarta - 31.243 39.191 Prop. Gorontalo 2.646 10.244 15.236 Prop. Jawa Barat 82.351 149.231 213.690
Prop. Sulawesi
Barat 7.216 4.606 7.693
Prop. Jawa
Tengah 86.808 104.966 120.862 Prop. Maluku 5.354 14.581 15.734 Prop. DI
Jogjakarta 5.269 15.780 21.515
Prop. Maluku
Utara 3.111 12.683 19.989 Prop. Jawa Timur 127.825 156.946 196.962
Prop. Papua
Barat 2.312 7.835 8.398
Prop. Banten 9.908 26.969 45.220 Prop. Papua 7.720 13.503 16.256 Prop. Bali 11.213 25.412 36.845
17
2.5. Total Fertility Rate
Salah satu indikator yang mempengaruhi Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) adalah Total Fertility Rate (TFR). Total Fertility Rate/TFR didefinisikan sebagai jumlah kelahiran hidup laki-laki dan perempuan per-1000 penduduk yang hidup hingga akhir masa reproduksinya, dengan asumsi :
1. Tidak ada seorang perempuan yang meninggal sebelum mengakhiri masa reproduksinya.
2. Tingkat fertilitas menurut umur tidak berubah pada periode waktu tertentu.
Menurut John Bongaarts (2015), bahwa Total Fertility Rate (TFR) dipengaruh oleh faktor-faktor :
1. Marriage/union/sexual exposure 2. Contraception
3. Postpartum infecundability 4. Abortion
5. Model
Nilai TFR = 1,9 dapat diartikan bahwa rata-rata setiap perempuan yang mampu menyelesaikan masa reproduksinya (15-49 tahun) akan mempunyai anak antara 1 dan 2 orang. Keunggulan angka fertilitas total (TFR) adalah angka ini dapat dijadikan ukuran kelahiran untuk seorang perempuan selama usia reproduksinya (15-49 tahun) dan telah memperhitungkan tingkat kesuburan perempuan pada masing-masing kelompok umur.
2.6. Laju Pertumbuhan Penduduk
Laju pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu setiap tahunnya. Kegunaannya adalah memprediksi jumlah penduduk suatu wilayah di masa yang akan datang.
Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan permasalahan krusial yang dihadapi oleh negara-negara berkembang di dunia, khususnya negara-negara berpenduduk besar dan padat. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan data dasar yang diperoleh mengenai jumlah kelahiran, sehingga diperlukan berbagai upaya yang berkesinambungan untuk menurunkan laju pertumbuhan penduduk. Indonesia sebagai suatu negara yang sedang berkembang dengan penduduk terbesar nomor empat di dunia, juga menghadapi persoalan yang serupa.
18
Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia senantiasa mengalami peningkatan. Hal ini tercermin dari hasil sensus penduduk 2010, Indonesia menunjukkan gejala ledakan penduduk. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 tercatat 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,49 persen pertahun, sementara pada tahun 2008 masih tercatat 288,53 juta jiwa. Laju pertumbuhan penduduk ini jika tetap pada angka itu, pada 2045 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 450 juta jiwa. Peningkatan penduduk yang tinggi ini akan mengakibatkan permasalahan jika tidak dikendalikan (BKKBN, 2010).
Grafik 1
Laju Pertambahan Penduduk Dunia
Sumber : Grafik Pertumbuhan Penduduk Dunia. www.bbc.co Grafik 2
Laju Pertambahan Penduduk Indonesia
Sumber : Data Jumlah Penduduk Indonesia Terbaru (www.techoupadate27.blogspot.com) Definisi dari laju pertumbuhan penduduk itu sendiri adalah Angka yang menunjukan tingkat pertambahan penduduk pertahun dalam jangka waktu tertentu.
Angka ini dinyatakan sebagai persentase dari penduduk dasar. Laju pertumbuhan penduduk dapat dihitung menggunakan tiga metode, yaitu aritmatik, geometrik, dan eksponesial. Metode yang paling sering digunakan di BPS adalah metode geometrik.
19
Rumus Laju Pertumbuhan Penduduk Eksponensial adalah sebagai berikut : Pt = Poert
Keterangan:
Pt = Jumlah penduduk pada tahun t Po = Jumlah penduduk pada tahun dasar t = jangka waktu
r = laju pertumbuhan penduduk
e = bilangan eksponensial yang besarnya 2.718281828
Jika nilai r > 0, artinya terjadi pertumbuhan penduduk yang positif atau terjadi penambahan jumlah penduduk dari tahun sebelumnya. Jika r < 0, artinya pertumbuhan penduduk negatif atau terjadi pengurangan jumlah penduduk dari tahun sebelumnya. Jika r = 0, artinya tidak terjadi perubahan jumlah penduduk dari tahun sebelumnya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk indonesia adalah sebagai berikut:
1). Kelahiran (Natalitas)
Kelahiran bersifat menambah jumlah penduduk. Ada beberapa faktor yang menghambat kelahiran (anti natalitas) dan yang mendukung kelahiran (pro natalitas).
Glowaki dan Richmond (2007), menyatakan anti natalitas adalah sebesarapa besar angka partisipasi angkatan kerja wanita dan serta biaya-biaya anak sementara yang pro natalitas adalah lamanya cuti setelah melahirkan, kompensasi, serta akses yang lebih baik pada anak. Sebagai contoh bahwa Fungsi APBN maupun APBD dapat dijadikan instrumen untuk menstimulus sektor riil maupun finansial guna menyerap angkatan kerja yang luas dengan membuka angka partisipasi wanita dalam segala lapangan pekerjaan.
2). Kematian (Mortalitas)
Kematian merupakan salah satu diantara tiga komponen demografi yang dapat mempengaruhi perubahan penduduk. Informasi tentang kematian penting, tidak saja bagi Pemerintah melainkan juga baik pihak swasta, yang terutama berkecimpung dalam bidang ekonomi dan kesehatan. Data kematian sangat diperlukan antara lain untuk proyeksi penduduk guna perancangan pembangunan. misalnya, perencanaan fasilitas perumahan, fasilitas pendidikan, dan jasa-jasa lainnya untuk kepentingan
20
masyarakat. data kematian juga diperlukan untuk kepentingan evaluasi terhadap program-program kebijakan kependudukan.
3). Perpindahan penduduk (migrasi)
Migrasi ada dua,migrasi yang dapat menambah jumlah penduduk disebut migrasi masuk(imigrasi),dan yang dapat mengurangi jumlah penduduk disebut imigrasi keluar(emigrasi).
Rumus Laju Pertumbuhan Penduduk : r = {(Pt/P0)(1/t)- 1}x100
dimana :
r = Laju pertumbuhan penduduk Pt = Jumlah penduduk pada tahun ke –t P0 = Jumlah penduduk pada tahun dasar t = Selisih tahun Pt dengan P0
21
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan metode penelitian meliputi desain penelitian, definisi operasional dan pengukuran variabel, jenis dan sumber data, serta teknik analisis data yang meliputi uji asumsi klasik dan analisis regresi.
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan atas peristiwa yang telah terjadi untuk mengungkap data-data yang telah ada atau menggambarkan variabel penelitian tanpa melakukan manipulasi. Berdasarkan data yang diperoleh, maka penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif, karena penelitian ini mengacu pada perhitungan data yang berupa angka-angka.
Penelitian ini menggunakan pendekatan ex post facto, yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi dan kemudian merunut ke belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut (Sugiyono, 2005: 7).
Penelitian ini mengidentifikasi fakta atau peristiwa sebagai variabel yang dipengaruhi (variabel dependen) dan melakukan penyelidikan terhadap variabel-variabel yang memengaruhi (variabel independen) (Indriantoro dan Supomo, 2002).
Tujuan penelitian adalah pengujian hipotesis. Jenis data yang digunakan adalah data cross-sectional, yaitu studi dengan mengumpulkan data dalam satu titik waktu (Cooper dan Schindler, 2011). Teknik pengambilan sampel ditentukan dengan menggunakan purposive sampling, yaitu pengambilan sampel bertujuan dan memenuhi kriteria tertentu (Cooper dan Schindler, 2011) dan dengan metode judgment sampling atau pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Sekaran, 2004 : 137).
3.2 Model dan Hipotesis Penelitian 3.2.1 Landasan Teori
Pengelompokan atas TFR dilakukan melalui pendekatan angka TFR pada penelitian yang dilakukan oleh Gauthier dan Bortnik dari University of Calgary pada tahun 2001 dalam Tari Glowaki and Amy K. Richmond Department of Geography and Environmental Engineering United States Military Academy West Point, New York 10996. Tingkat fertilitas total adalah jumlah rata-rata seorang wanita akan
22
melahirkan dalam hidupnya. Kriteria sampel penelitian ini adalah Provinsi yang memiliki angka Alokasi Anggaran KB (APBN dan APBD), TFR, dan LPP tahun 2007-2012.
3.2.2 Penelitian Terdahulu
Listyorini (2009), melakukan penelitian yang berjudul studi kausalitas antara anggaran program KB Nasional dengan total fertility rate (TFR) di Indonesia Tahun 1992-2008. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan dalam anggaran program KB dan pencapaian TFR sebelum dan sesudah desentralisasi. Selain itu, untuk mengetahui kausalitas (hubungan timbal balik) antara anggaran program KB nasional dan total fertility rate (TFR) di Indonesia selama periode waktu 1992-2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anggaran program KB dan pencapaian TFR sebelum desentralisasi tidak sama dengan setelah diterapkan desentralisasi di Indonesia. Artinya, penerapan desentralisasi berpengaruh signifikan pada penganggaran program KB dan pencapaian TFR di Indonesia. Lebih lanjut, terjadi kausalitas yang berjalan searah (unidirectional causality) dimana TFR mempengaruhi anggaran program KB, sedangkan anggaran program KB tidak berpengaruh pada TFR. Angka TFR beberapa tahun terakhir yang stagnan menjadi salah satu penyebab pemerintah mempertimbangkan alokasi anggaran KB yang diberikan, dan anggaran ini cenderung turun karena pencapaian TFR tidak sesuai target
3.2.3 Model penelitian adalah sebagai berikut :
Anggaran Program KB (APBN)
TFR LPP
H1
H2
H5
H4
H3
Anggaran Program KB
(APBD)
23
Hipotesis (H) penelitian:
1. H1: anggaran program KB (APBN) berpengaruh negatif pada angka LPP 2. H2: anggaran program KB (APBD) berpengaruh negatif pada angka LPP 3. H3: anggaran program KB (APBN) berpengaruh negatif pada angka TFR 4. H4: anggaran program KB (APBD) berpengaruh negatif pada angka TFR 5. H5: angka TFR berpengaruh positif pada angka LPP
6. H6: TFR memediasi pengaruh anggaran prog KB (APBN) pada LPP 7. H7: TFR memediasi pengaruh anggaran prog KB (APBD) pada LPP 3.2.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional dan pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1). Alokasi Anggaran KB (APBN)
Alokasi anggaran KB (APBN) adalah alokasi anggaran pada Bagian Anggaran Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang bersumber dari dana APBN.
2). Alokasi Anggaran KB (APBD)
Alokasi anggaran KB (APBD) adalah alokasi anggaran Urusan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera (KB dan KS) pada APBD Pemerintah Provinsi.
3). Total fertility rate (TFR)
Total fertility rate (TFR) adalah jumlah rata-rata kelahiran anak dari wanita usia subur selama masa reproduksinya. Atas dasar pengertian tersebut maka yang dimaksud dengan tingkat kelahiran total adalah kemampuan rata-rata kelahiran dari seorang wanita umur 15-49 tahun menurut masa reproduksinya. Di Indonesia TFR merupakan salah satu indikator utama untuk mengetahui keberhasilan program KB dalam menurunkan tingkat kelahiran.
4). Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP)
Laju pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu setiap tahunnya. Kegunaannya adalah memprediksi jumlah penduduk suatu wilayah di masa yang akan datang. Laju pertumbuhan penduduk juga dapat didefinisikan sebagai angka yang menunjukan tingkat pertambahan penduduk pertahun dalam jangka waktu tertentu. Angka ini dinyatakan sebagai
24
persentase dari penduduk dasar. Laju pertumbuhan penduduk dapat dihitung menggunakan tiga metode, yaitu aritmatik, geometrik, dan eksponesial. Metode yang paling sering digunakan di BPS adalah metode geometrik.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari data Alokasi Anggaran KB (APBN) yang diambil dari data Business Intelligence Anggaran, Alokasi Anggaran KB (APBD) dari alokasi anggaran urusan KB & KS Pemerintah Provinsi, TFR dari data SDKI BPS, dan LPP dari Publikasi Statistik Indonesia BPS.
3.4 Teknik Analisis Data
Penelitian ini melibatkan dua variabel independen, untuk itu digunakan model linier regresi berganda sebagai teknik analisis datanya. Hasil yang valid dan tidak bias dari teknik analisis regresi berganda akan terpenuhi jika asumsi klasik terpenuhi. Pengujian-pengujian yang akan dilakukan dalam penelitian ini antara lain:
1) Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas atau dengan menggunakan angka dengan menetapkan α = 5%.
Uji normalitas dalam penelitian ini akan menggunakan uji Kolmogorov – Smirnov dengan menggunakan taraf signifikansi 5% atau 0,05. Data dikatakan berdistribusi normal jika signifikansi lebih besar dari 5% atau 0,05, namun bila signifikansi lebih kecil dari 5% atau 0,05 maka data dikatakan tidak berdistribusi normal (Priyatno, 2008: 28).
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heterosedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan
25
lainnya. Jika varians residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2006: 125). Dengan melihat grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Dasar analisis yang digunakan ialah (Ghozali, 2006:
125-126):
a) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-tiik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
c) Uji Multikolinieritas
Asumsi multikolinieritas menyatakan bahwa variabel independen harus terbebas dari gejala multikolinieritas. Gejala multikolinieritas yakni gejala korelasi antar variabel independen yang ditunjukkan dengan korelasi yang signifikan antar variabel independen. Nilai korelasi tersebut dapat dilihat dari Colliniearity Statistics, apabila nilai VIF (Variance Inflation Factor) memperlihatkan hasil yang lebih besar dari 10 maka menunjukkan adanya gejala multikolinieritas, sedangkan apabila nilai VIF kurang dari 10 maka gejala multikolinieritas tidak ada (Santoso dan Ashari, 2005 : 242).
2) Analisis Regresi
Analisis regresi pada penelitian ini menggunakan tiga tahap pengujian dengan program SPSS 17. Regresi tahap I, yaitu uji regresi berganda variabel Alokasi Program KB (APBN) dan Alokasi Program KB (APBD) terhadap LPP. Kemudian Regresi tahap II, yaitu uji regresi berganda variabel Alokasi Program KB (APBN) dan Alokasi Program KB (APBD) terhadap TFR. Regresi tahap III, uji regresi berganda variabel Alokasi Program KB (APBN), Alokasi Program KB (APBD), dan TFR terhadap LPP.
Selanjutnya, dari dua tahap uji regresi berganda tersebut dilakukan
26
penghitungan pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung, dan pengaruh total sebagai efek adanya mediasi. Menurut Baron dan Kenny (1986), metode ini tepat digunakan untuk mengidentifikasi pengaruh variabel independen pada variabel dependen, terutama ketika terdapat variabel mediasi.
Dalam penelitian ini juga menggunakan uji statistik untuk menguji apakah variabel independen berpengaruh signifikan pada variabel dependent, begitu juga untuk variabel mediasi. Uji statistik yang digunakan antara lain uji t, uji F, dan adjusted R2 (koefisien determinasi) untuk mengetahui seberapa besar peran varians variabel independen berpengaruh pada variabel dependen. Uji t (signifikansi individual) adalah pengujian yang digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen pada variabel dependen secara parsial. Uji F-statistik adalah pengujian untuk menguji pengaruh variabel independen pada variabel dependen secara simultan dan melihat apakah model regresi yang diajukan dapat diterima.
Selanjutnya, uji adjusted R2 (koefisien determinasi) digunakan untuk menguji seberapa besar persentase variasi variabel independen yang digunakan dalam model mampu menjelaskan variasi variabel dependen.
Pengujian tersebut menggunakan taraf signifikasi 5%. Hipotesis penelitian didukung apabila memiliki signifikansi ≤ 5%, namun bila signifikansinya >
5% maka hipotesis tidak didukung. Pengujian tersebut dilakukan pada setiap hipotesis pada penelitian ini.
Untuk melakukan uji mediasi, penelitian ini menggunakan prosedur yang ditawarkan oleh Baron dan Kenny (1986) dengan melakukan tiga tahap pengujian statistik sebagai berikut:
a. Uji Regresi Tahap I, regresi X1 dan X2 ke Y:
Y = α + β1X1+ β2X2
b. Uji Regresi Tahap II, regresi X1 dan X2 ke M:
M = α + β3X1+ β4X2
c. Uji Regresi Tahap III, regresi X1, X2, dan M ke Y:
Y = α + β5X1 + β5X2+ β7M
27
Hasil penghitungan pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung dari uji mediasi pada uji regresi tahap II dan tahap III adalah sebagai berikut:
a. Pengaruh total X1 ke Y melalui M:
1) Pengaruh langsung = β3
2) Pengaruh tidak langsung dari X1 ke Y melalui M = β1 x β5
3) Pengaruh total = β3 + (β1x β5) b. Pengaruh total X2 ke Y melalui M:
1) Pengaruh langsung = β4
2) Pengaruh tidak langsung dari X2 ke Y melalui M = β2 x β5 3) Pengaruh total = β4 + (β2x β5)
Selanjutnya, untuk mengetahui apakah TFR memediasi secara penuh atau mediasi secara parsial, maka perlu membandingkan antara hasi uji tahap I dan tahap II serta III. Menurut Baron dan Kenny (1986), sebuah variabel berfungsi sebagai variabel mediasi penuh apabila memenuhi kondisi sebagai berikut:
a. Variabel independen mempengaruhi variabel mediasi (Tahap II);
b. Variabel mediasi berpengaruh ke variabel dependen (Tahap III);
c. Tetapi pengaruh variabel independen menjadi tidak berpengaruh terhadap variabel dependen setelah memasukkan variabel mediasi (Tahap III).
Namun, ketika pengaruh variabel independen pada variabel dependen lebih besar dari pengaruh variabel mediasi pada variabel dependen, maka yang terjadi adalah mediasi secara parsial (Baron dan Kenny, 1986).
Keterangan:
X1 : Alokasi Anggaran KB (APBN) X2 : Alokasi Anggaran KB (APBD) M : TFR
Y : LPP
LPP = α1 + β1 APBN KB+ β2 APBD TFR = α2 + β3 APBN KB+ β4 APBD
LPP = α3 + β5 APBN KB+ β6 APBD + + β7 TFR
28
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Data
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh alokasi APBN dan APBD terhadap TFR dan LPP. Populasi dalam penelitian ini adalah alokasi program KP pada APBN dan APBN tahun 2007, 2010, dan 2012. Sebelum membahas pembuktian hipotesis, secara deskriptif akan dijelaskan mengenai kondisi masing-masing variable yang digunakan dalam penelitian ini.
Deskripsi variabel dalam statisktik deskriptif yang digunakan pada penelitian ini meliputi nilai minimum, maksimum, mean, dan standar deviasi dari satu variabel dependen yaitu Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) dan dua variabel independen yaitu Alokasi Anggaran Pemerintah Pusat (APBN) dan Alokasi Anggaran Pemerintah Daerah (APBD).
Statistik deskriptif berkaitan dengan pengumpulan dan peringkat data. Statistik deskriptif menggambarkan karakter sampel yang digunakan dalam penelitian ini. Distribusi statistik deskriptif untuk masing-masing variabel terdapat pada tabel 3 berikut ini:
Tabel 5
Deskripsi Variabel Penelitian
Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation APBN 97 1226,22 87.751,83 12.991,57 15.719,29 APBD 97 2.312,24 196.961,67 36.644,45 39.815,78
TFR 97 1.80 4.20 2.7803 0.47497
LPP 97 0.37 5.39 2.0489 1.00985
Valid N (listwise) 97 Sumber: Hasil Output SPSS
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa selama periode pengamatan, variabel APBN menunjukkan nilai rata-rata sebesar Rp.12.991.565.600,-, nilai minimum sebesar Rp.1.226.220.000,-, nilai maksimum sebesar Rp.87.751.830.000,-, dan standar deviasi sebesar Rp.15.719.288.110,-. Standar deviasi lebih besar dari rata-rata berarti sebaran nilainya baik, artinya simpangan nilai APBN antara nilai minimum dengan nilai maksimum besar.
29
Nilai alokasi anggaran Program KB (APBN) terkecil sebesar Rp.1.226.215.000,- yaitu alokasi Program KB (APBN) pada Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2010, sedangkan alokasi anggaran Program KB (APBN) terbesar sebesar Rp.87.751.826.000,- yaitu alokasi Program KB (APBN) pada Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2012.
Variabel APBD menunjukkan nilai rata-rata sebesar Rp.36.644.453.700,- nilai minimum sebesar Rp2.312.240.000,-, nilai maksimum sebesar Rp.196.961.670.000,-, dan standar deviasi sebesar Rp.39.815.779.700,-. Standar deviasi lebih besar dari rata-rata berarti sebaran nilainya baik, artinya simpangan nilai APBD antara nilai minimum dengan nilai maksimum besar. Nilai alokasi anggaran Program KB (APBD) terkecil sebesar Rp.2.312.240.000,- yaitu alokasi Program KB (APBN) pada Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2007, sedangkan alokasi anggaran Program KB (APBD) terbesar sebesar 196.961.670.000,- yaitu alokasi Program KB (APBD) pada Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2012.
Selanjutnya, untuk nilai TFR dari tiga tahun pengamatan, nilai terkecil adalah sebesar 1,80 yang berasal dari provinsi D.I. yogyakarta pada tahun 2007, dan nilai TFR terbesar berasal dari provinsi Nusa Tenggara Timur di tahun 2007 yaitu sebesar 4,20. Standar deviasi yang dimiliki oleh nilai TFR dari tiga tahun pengamatan sebesar 0,47497, artinya sebaran nilai dari variabel TFR adalah baik (nilai TFR antar tahun dan antar provinsi memiliki selisih yang kecil). Variabel keempat yaitu variabel LPP, nilai LPP terkecil berasal dari provinsi Jawa Tengah di tahun 2010 yaitu sebesar 0,37, dan nilai LPP tertinggi dari provinsi Papua di tahun 2010 yaitu sebesar 5,39. Besarnya standar deviasi dari LPP adalah sebesar 1,00985, nilai ini cukup rendah yang artinya nilai sebaran LPP pada periode pengamatan memiliki sebaran yang merata/baik.
4.2. Hasil Penelitian
1. Hasil Uji Prasyarat Analisis a. Hasil Uji Normalitas
Salah satu uji persyaratan yang harus dipenuhi dalam analisis parametrik yaitu uji normalitas sampel. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.
Hal ini dapat ditegaskan, bahwa suatu penelitian yang melakukan pengujian
30
hipotesis dengan menggunakan uji-t atau uji-F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal, bila asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali, 2006: 147). Uji statistik yang digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji Kolmogorov-Smirnov (K-S). Hasil uji normalitas dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6 Hasil Uji Normalitas
Residual model
N Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp.
Sig (2-tailed)
Kesimpulan
97 1,275 0,078 Normal
Sumber: Data diolah (2015)
Dari tabel di atas terlihat bahwa angka signifikansi (Asymp. Sig (2-tailed)) lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,078, sehingga dapat disimpulkan bahwa data sudah berdistribusi normal. Dengan demikian, analisis tahap selanjutnya pada penelitian ini dapat dilakukan, yaitu uji regresi.
b. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Uji heterosedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya.
Jika varians residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Dalam penelitian ini untuk menguji heteroskedastisitas dengan melihat grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
31
Gambar 1.
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Data diolah (2015)
Dari grafik scatterplot di atas terlihat semua titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, serta tidak ada pola yang jelas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. Dengan demikian, analisis tahap selanjutnya pada penelitian ini dapat dilakukan, yaitu uji regresi.
c. Hasil Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi maka terjadi masalah multikolinieritas. Uji ini dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) serta dapat dilihat dari korelasi antar variabel independen dan nilai tolerance. Analisis data dapat dilanjutkan jika nilai VIF untuk tiap-tiap variabel lebih kecil dari 10, nilai tolerance variabel independen lebih besar dari 0,10. Uji multikolinieritas dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
32
Tabel 7
Hasil Uji Multikolinieritas
Variabel Tolerance VIF Kesimpulan
APBN 0,644 1,553 Tidak Terjadi
Multikolinieritas
APBD 0,595 1,681 Tidak Terjadi
Multikolinieritas
TFR 0,906 1,103 Tidak Terjadi
Multikolinieritas Sumber: Data diolah (2015)
Berdasarkan hasil uji multikolinieritas pada tabel di atas menunjukkan bahwa semua variabel tidak terjadi multikolinieritas. Besarnya VIF tidak ada yang lebih besar dari 10, serta nilai tolerance tidak ada yang kurang dari 0,10. Dengan demikian, analisis tahap selanjutnya pada penelitian ini dapat dilakukan, yaitu pengujian hipotesis dengan analisis regresi.
2. Hasil Analisis Regresi
Pelaporan hasil pengujian hipotesis menunjukkan keberadaan pengaruh yang telah diduga dalam hipotesis. Tabel 8 di bawah ini menyajikan hasil analisis regresi untuk pengujian hipotesis 1 sampai 7, dan selanjutnya akan dijelaskan pula pengaruh langsung, tidak langsung, dan total dari variabel independen pada variabel dependen melalui variabel mediasi.
33
Tabel 8
Hasil Analisis Regresi dalam Pengujian Hipotesis
Variabel β t p ∆ R2 F
Tahap 1 (X1 dan X2 ke Y) Anggaran Program KB-APBN
(X1) -0,164 -1,446 0,152*
0,195 12,617*
Anggaran Program KB-APBD
(X2) -0,343 -3,017 0,003*
Model: LPP = 2,505 – 0,164 APBN – 0,343 APBD Tahap 2 (X1 dan X2 ke M)
Anggaran Program KB-APBN
(X1) 0,099 0,814 0,417*
0,074 4,856*
Anggaran Program KB-APBD
(X2) -0,354 -2,905 -0,005*
Model: TFR = 2,896 – 0,099 APBN – 0,354 APBD Tahap 3 (X1, X2, M ke Y)
Anggaran Program KB-APBN
(X1) -0,180 -1,587 0,116*
0,208 9,415*
Anggaran Program KB-APBD
(X2) -0,289 -2,452 0,016*
Total Fertility Rate (M) 0,153 1,608 0,111*
Model: LPP = 1,587–0,180 APBN–0,289
APBD+0,153 TFR
Tahap 4 (M ke Y)
Total Fertility Rate (M) 0,259 2,609 0,011* 0,057 6,808*
Model: TFR = 0,520 + 0,259 TFR
Sumber: Data primer yang diolah (2014)
*) signifikan pada α ≤ 0,05 Keterangan:
X1 : Anggaran Program KB-APBN X2 : Anggaran Program KB-APBD M : Total Fertility Rate
Y : Laju Pertumbuhan Penduduk
Tabel 8 menunjukkan nilai adjusted R2 tahap 1 bernilai 0,195. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel Anggaran Program KB-APBN dan APBD dapat menjelaskan varians Laju Pertumbuhan Penduduk sebesar 19,5 %, sedangkan 80,5 % Laju Pertumbuhan Penduduk dipengaruhi oleh variabel lain di luar model penelitian.
Hasil uji F menyatakan bahwa model didukung dengan signifikan pada p < 0,05. Tahap 2
34
menunjukkan nilai adjusted R2 sebesar 0,074, yang artinya bahwa variabel Anggaran Program KB-APBN dan APBD hanya dapat menjelaskan varians Laju Pertumbuhan Penduduk sebesar 7,4 %, sedangkan 92,6 % Laju Pertumbuhan Penduduk dipengaruhi variabel lain di luar model penelitian. Hasil uji F menyatakan bahwa model didukung dengan signifikan pada p < 0,05.
Lebih lanjut, Tahap 3 menunjukkan nilai adjusted R2 sebesar 0,208, yang artinya bahwa variabel Anggaran Program KB-APBN, APBD, dan TFR dapat menjelaskan varians Laju Pertumbuhan Penduduk sebesar 20,8 %, sedangkan 79,2 % Laju Pertumbuhan Penduduk dipengaruhi variabel lain di luar model penelitian. Hasil uji F menyatakan bahwa model didukung dengan signifikan pada p < 0,05. Tahap 4 menunjukkan nilai adjusted R2 sebesar 0,057, yang artinya bahwa variabel TFR hanya dapat menjelaskan varians Laju Pertumbuhan Penduduk sebesar 5,7 %, sedangkan 94,3 % Laju Pertumbuhan Penduduk dipengaruhi variabel lain di luar model penelitian. Hasil uji F menyatakan bahwa model didukung dengan signifikan pada p < 0,05.
Hasil analisis regresi untuk menguji hipotesis 1 sampai dengan 7 dilaporkan sebagai berikut. Pertama, analisis regresi untuk menguji hipotesis 1 dan 2 berdasarkan pengujian tahap 1. Hasil regresi menunjukkan bahwa Anggaran Program KB-APBN berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan pada Laju Pertumbuhan Penduduk (β = -0,164;
t = -1,446; p > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis 1 tidak dukung, hal ini berarti naiknya anggaran program KB (APBN) tidak secara langsung menurunkan angka laju pertumbuhan penduduk di Indonesia. Selanjutnya, hipotesis 2 menunjukkan bahwa Anggaran Program KB-APBD berpengaruh negatif dan signifikan pada Laju Pertumbuhan Penduduk (β = -0,343; t = -3,017; p < 0,05). Hasil ini menggambarkan bahwa hipotesis 2 didukung yang artinya bahwa ketika anggaran program KB yang berasal dari APBD dinaikkan, maka akan membantu kelancaran program KB pemerintah yang bertujuan menekan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia.
Hasil analisis regresi tahap 2 untuk menguji hipotesis 3 dan 4. Hasil regresi menunjukkan bahwa Anggaran Program KB-APBN berpengaruh positif tetapi tidak signifikan pada TFR (β = 0,099; t = 0,814; p > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis 3 tidak dukung, artinya bahwa ketika pemerintah meningkatkan anggaran
35
program KB yang berasal dari APBN justru akan meningkatkan angka TFR, padahal harapan pemerintah meningkatkan anggaran program KB adalah untuk menekan angka TFR sesuai target yang telah ditentukan. Namun, hasil tersebut tidak signifikan, hal ini diduga karena angka TFR akan turun tidak semata-mata hanya dipengaruhi oleh anggaran program KB-APBN pada satu atau dua tahun saja tetapi dipengaruhi oleh anggaran program KB-APBN yang berkesinambungan dari tahun ke tahun. Selanjutnya, hipotesis 4 menunjukkan bahwa Anggaran Program KB-APBD berpengaruh negatif dan signifikan pada TFR (β = -0,354; t = -2,905; p < 0,05). Hasil ini menggambarkan bahwa hipotesis 4 didukung, artinya bahwa ketika anggaran program KB yang berasal dari APBD dinaikkan, maka akan membantu kelancaran program KB pemerintah untuk menekan angka TFR di daerah yang akhirnya juga dapat menekan angka TFR nasional.
Hasil analisis regresi untuk menguji hipotesis 5 dapat dilihat dari analisis regresi pengujian tahap 4. Hasil regresi menunjukkan bahwa TFR berpengaruh positif dan signifikan pada Laju Pertumbuhan Penduduk (β = 0,259; t = 2,609; p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis 5 didukung. Hal ini memberikan arti bahwa angka TFR yang tinggi juga akan menujukkan laju pertumbuhan yang tinggi pula, dan sebaliknya ketika angka TFR rendah/turun maka laju pertumbuhan penduduk juga akan rendah/turun. Angka TFR dan laju pertumbuhan penduduk memiliki sifat yang searah, hal ini dapat kita lihat ketika pemerintah berhasil dengan program KB yang dicanangkan dan angka TFR dapat dikendalikan maka itu juga berarti bahwa pemerintah berhasil mengendalikan laju pertumbuhan penduduk sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
Lebih lanjut, untuk menjawab hipotesis 6 dan 7 dapat dilihat dari membandingkan hasil dari keempat tahap analisis regresi yang telah dilakukan (tahap 1 sampai dengan 4). Hasil analisis regresi menujukkan hipotesis 6 tidak didukung.
Pengaruh variabel anggaran program KB-APBN pada LPP adalah negatif tidak signifikan (penjelasan pada hipotesis 1) dan juga pengaruh variabel anggaran program KB-APBN pada TFR adalah positif tidak signifikan (penjelasan pada hipotesis 3). Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa anggaran program KB-APBN tidak berpengaruh langsung maupun tidak langsung pada LPP.
Namun, dari hasil tersebut masih dapat diketahui hasil uji regresi yang melibatkan
36
variabel TFR sebagai variabel mediasi. Tabel 8 menampilkan nilai pengaruh langsung anggaran program KB-APBN pada LPP sebesar -0,180, besarnya pengaruh tidak langsung adalah (-0,099) x 0,153 = -0,015, dan pengaruh total sebesar {-0,180+ [(-0,099) x 0,153]} = -0,195. Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa nilai pengaruh langsung maupun tidak langsung, tidak ada yang memenuh kondisi yang disyaratkan oleh Baron dan Kenny (1986). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa TFR tidak memediasi pengaruh anggaran program KB-APBN pada LPP baik secara parsial maupun secara penuh.
Selanjutnya, hasil analisis regresi menujukkan hipotesis 7 didukung. Pengaruh variabel anggaran program KB-APBD pada LPP maupun TFR adalah negatif dan signifikan (penjelasan pada hipotesis 2 dan 4). Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa anggaran program KB-APBD berpengaruh langsung maupun tidak langsung pada LPP.
Hipotesis 7 didukung jika TFR memediasi pengaruh anggaran program KB-APBD pada LPP baik itu secara penuh maupun parsial. Besarnya pengaruh tidak langsung dihitung dengan mengalikan koefisien tidak langsungnya. Tabel 8 menampilkan nilai pengaruh langsung anggaran program KB-APBD pada LPP sebesar -0,289, besarnya pengaruh tidak langsung adalah (-0,354) x 0,153 = -0,054, dan pengaruh total sebesar {-0,289 + [(-0, 354) x 0,153]} = -0,343. Dari hasil analisis regresi dan perhitungan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa TFR memediasi pengaruh anggaran program KB-APBD pada LPP secara parsial. Tabel 9 di bawah ini menyajikan ringkasan pengujian hipotesis. Tabel 9
Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis
Hipotesis Hubungan antarvariabel Keterangan 1 Anggaran program KB (APBN) berpengaruh
negatif pada angka LPP
Tidak Didukung 2 Anggaran program KB (APBD) berpengaruh
negatif pada angka LPP
Didukung 3 Anggaran program KB (APBN) berpengaruh
negatif pada angka TFR
Tidak Didukung 4 Anggaran program KB (APBD) berpengaruh
negatif pada angka TFR
Didukung 5 TFR berpengaruh positif pada angka LPP Didukung 6 TFR memediasi pengaruh anggaran program
KB (APBN) pada LPP
Tidak Didukung 7 TFR memediasi pengaruh anggaran program Didukung
37
KB (APBD) pada LPP Sumber: Data primer yang diolah (2015)
Secara ringkas, Tabel 10 menyajikan besarnya hasil pengujian jalur efek langsung, tidak langsung, dan total pengaruh anggaran program KB-APBN dan anggaran program KB-APBD pada laju pertumbuhan penduduk melalui total fertility rate yang berperan sebagai variabel mediasi.
Tabel 10
Ringkasan Hasil Pengujian Jalur Efek
Jalur Efek Koefisien Hasil
Pengaruh anggaran program KB-APBN pada LPP melalui TFR
Langsung β5 -0,180
Tidak Langsung β3 x β7 (-0,099) x 0,153 = -0,015
Total β5 + (β3 x β7) -0,180 + (-0,099) x 0,153 = -0,195 Pengaruh anggaran program KB-APBD pada LPP melalui TFR
Langsung β6 -0,289
Tidak Langsung β4 x β7 (-0,354) x 0,153 = -0,054
Total β6 + (β4 x β7) -0,289 + (-0,354) x 0,153 = -0,343 Sumber: Data primer yang diolah (2015)
38
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Bab V berisi simpulan dari hasil kajian ini dan saran/masukan bagi kajian selanjutnya untuk menambah literatur tentang peran anggaran dalam menjaga laju tertumbuhan penduduk Indonesia.
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dari 2 (dua) variabel independen yang digunakan (Anggaran program KB (APBN) dan Anggaran program KB (APBD)), hanya variabel Anggaran program KB (APBD) yang berpengaruh terhadap total fertility rate dan laju pertumbuhan penduduk. Hal ini dimungkinkan karena peran daerah (kotamadya/kabupaten) sebagai pelaksana regulator kependudukan dalam melaksanakan kebijakan keluarga berencana berhubungan langsung dengan pelayanan KB terhadap masyarakat. Selain itu, juga disebabkan oleh tujuan program KB adalah untuk menjaga tingkat kelahiran yang nantinya diharapkan dapat menjaga laju pertumbuhan penduduk.
Lebih lanjut, total fertility rate tidak memediasi pengaruh anggaran program KB (APBN) pada laju pertumbuhan penduduk. Namun, total fertility rate memediasi pengaruh anggaran program KB (APBD) pada laju pertumbuhan penduduk secara parsial. Artinya, anggaran program KB (APBD) dapat berpengaruh langsung dan tidak langsung pada laju pertumbuhan penduduk, namun pengaruh tersebut akan lebih besar ketika melibatkan variabel total fertility rate sebagai variabel mediator. Dengan demikian, disimpulkan bahwa peran anggaran dalam menjaga pertumbuhan penduduk Indonesia cukup besar, namun pemerintah sebaiknya memetakan alokasi anggaran dan target program menjadi lebih terstruktur dan terfokus agar dapat diketahui dampak langsung dan tidak langsungnya sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
39
5.2 Saran
1. Restrukturisasi Program KB dengan menggunakan alokasi anggaran yang dianggarkan difokuskan pada pencapaian indikator kinerja program.
2. Perlu adanya keberlanjutan (sustainaibility) komitmen Pemerintah Pusat dan Daerah (provinsi, kabupaten/kota) program KB melalui APBN dan APBD, penyediaan tenaga yang terlatih serta sarana prasarana yang memadai guna membangkitkan kembali program ini.
3. Perlunya “Revitalisasi dalam Pelaksanaan Program KB” agar dapat meminimalisasi hambatan atau halangan dari segi regulasi terkait dengan adanya otonomi daerah.
4. Perlu adanya kajian lebih lanjut atas permasalahan laju pertambahan penduduk Indonesia melalui instrumen Total Fertility Rate (TFR) dengan konsep alokasi dana APBN maupun APBD sebagai salah satu alat pemicu pergerakan Program Keluarga Berencana.
5. Konsep lanjutan kajian melalui path analisys (analisa jalur) dengan mengurai unsur-unsur kegiatan berikut alokasi anggarannya dalam Bagian Anggaran BKKBN termasuk DAK maupun APBD .
6. Kajian lanjutan dimaksud sebagai pendalaman atas seberapa kuat hubungan antara alokasi anggaran dengan struktur kegiatan yang ada pada Kementerian/Lembaga yang merupakan inti relevansi penilaian penelaahan.