124 USU Law Journal, Vol.7. No.4, September 2019, 124-132
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Analisis Hukum Penolakan Aksesi Framework Convention On Tobacco Control (FCTC) Terhadap Industri Hasil Tembakau di Indonesia
Cahya Wijaya [email protected]
Ningrum Natasya Sirait, Mahmul Siregar, Sutiarnoto
Abstract. The tobacco industry becom es a controversial industry. In one side, it have very big role for the national economy, in other hand it has a negative impact on health and environm ent. To carry out tobacco control efforts WHO issued FCTC. Although Indonesia is one of the mem bers (drafting committee) in initiating FCTC. However, Indonesia is the only country in the Asia Pacific region that did not signed the FCTC agreement. Therefore, the problem arises, namely how the international m ovem ent anti-tobacco cam paign was carried out by the FCTC initiator, how is the rejection on the FCTC's accession by Indonesia gov ernment, how is the harm onization between legislation regarding tobacco control with the provisions of the FCTC although Indonesia not ratify the FCTC. Based on the results of the study it can be concluded that the anti -tobacco cam paign m ovement was initiated by the FCA, the Bloom berg Initiative, non -governmental organizations and civil society. The international regime approach is used to replace the nicotine consumption pattern with NRT. Rejection of FCTC accession by the Indonesian g ov ernment due to an interests. One of the interests are interests of state revenue. Although Indonesia did not ratify the FCTC, the Indonesian gov ernment adopted and harm onized laws and regulations with the provisions of the FCTC through various regulations including the regulation of advertising, prom otion and sponsorship through Law Number 32 of 2002 concerning Broadcasting, Labeling and pac kaging through m inister of health regulation Number 56 of 2017 concerning the pictorial health warning.
In addition, the gov ernment has formulated a tobacco control roadmap.
Keywords: accession, tobacco, industry, FCTC PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri hasil tem bakau (selanjutnya disebut IHT) melalui cukai telah mem berikan banyak kontribusi terutama dalam hal pendapatan masyarakat dan negara. Lahirnya Undang - Undang Nom or 39 Tahun 2007 tentang perubahan Undang -Undang Nom or 11 Tahun 1995 tentang Cukai, mem buktikan bahwa negara memiliki atensi terhadap pengaturan pendapatan negara dari cukai. Dengan ketentuan cukai, IHT telah m em berikan kontribusi yang sangat besar terhadap penerimaan negara.1
Guna melakukan upaya pengendalian terhadap IHT di dunia maka World Health Organization (selanjutnya disebut WHO) dan perusahaan farmasi asing2 merencanakan upaya pengendalian perdagangan terhadap IHT yang pada akhirnya memunculkan Framework Convention on Tobacco Control (selanjutnya disebut FCTC). Dalam artikel FCTC dikatakan bahwa konvensi tersebut bertujuan untuk melindungi generasi saat ini dan yang akan datang dari
1 Riyadi Santoso, Dilemma Kebijakan Pengendalian Tembakau di Indonesia, Pusat Pemantauan Pelaksanaan UU, Badan Keahlian DPR, 2017, hlm. 1.
2 Wanda Hamilton adalah seorang periset independen. Beliau menulis isu-isu ilmu pengetahuan dan kebijakan publik yang berhubungan dengan merokok dan hak-hak para perokok.
Wanda juga tampil sebagai seorang komentator “pro-smokers’ choice” di radio and televisi lokal, nasional, dan internasional. Dia adalah anggota senior Forces International, Liberty News Network.
Dalam Nicotine War 2008, Wanda Hamilton mengungkapkan relasi kepentingan antara gerakan anti tembakau dan industri farmasi khususnya dalam peningkatan penjualan produk terapi pengganti nikotin.
125 kehancuran kesehatan, konsekuensi sosial, lingkungan dan ekonom i yang diakibatkan oleh rokok dan paparan asapnya.3
Indonesia merupakan satu -satunya negara di kawasan Asia Pasifik yang tidak menandatangani perjanjian FCTC. Rancangan FCTC tidak berhasil untuk m embawa Indonesia ke dalam proses ratifikasi. Namun demikian, pem erintah sesungguhnya telah menunjukkan beberapa usaha.4 Melalui Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan5 dan ketentuan mengenai peraturan tentang pengamanan rokok banyak diatur oleh rezim -rezim sebelumnya melalui Peraturan Pem erintah.
Indonesia berkepentingan untuk m elindungi IHT nasional, tidak hanya dikarenakan ekonomi tembakau yang m emiliki kontribusi terhadap pendapatan negara. 6 Meskipun Indonesia merupakan salah satu negara yang m enjadi pencetus lahirnya FCTC. Namun, Indonesia tidak kunjung m eratifikasi konvensi tersebut karena situasi yang rumit dan rawan konflik. Dalam ha l ini, pem erintah dan DPR tidak sepakat terkait ratifikasi ataupun aksesi FCTC dengan berbagai pertim bangan dan alasan.7
Pada penelitian ini penulis akan berfokus pada pem bahasan rokok sebagai salah satu produk hasil tembakau sebagaimana yang diatur dalam article 1 (d) FCTC8. Dari rumusan defenisi dalam FCTC dapat diketahui bahwa FCTC m erupakan bentuk pengendalian tembakau yang mengatur rokok sebagai produk hasil tem bakau. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk m elakukan penelitian mengenai Analisis Hukum Penolakan Aksesi FCTC Terhadap Industri Hasil Tembakau di Indonesia.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang m enjadi permasalahan penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah gerakan kampanye anti tembakau internasional yang dilakukan oleh inisiator FCTC ?
2. Bagaimanakah penolakan aksesi FCTC oleh pem erintah Indonesia ?
3. Bagaimanakah harm onisasi antara perundang -undangan tentang pengendalian tembakau di Indonesia dengan ketentuan-ketentuan dalam FCTC walaupun Indonesia tidak m eratifikasi FCTC ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui gerakan kampanye anti tembakau internasional yang dilakukan oleh inisiator FCTC.
2. Untuk mengetahui penolakan aksesi FCTC oleh pemerintah Indonesia.
3. Untuk mengetahui harm onisasi antara perundang -undangan tentang pengendalian tembakau di Indonesia dengan ketentuan-ketentuan dalam FCTC walaupun Indonesia tidak meratifikasi FCTC.
3 WHO Framework Convention on Tobacco Control, Fifth Six World Health Assembly,2003.
4 Sugandi Atte, Situasi Politik Menghadapi Pemilu 2009 : Tantangan dan Peluang untuk Advokasi Pengendalian Tembakau. Presentation on the Workshop Tobacco Control Network in Bogor, Indonesia January 11-13, 2009.
5 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab VI Bagian 17, Pasal 113 ayat 1.
6 Alif Fadilah Oemry, Pengendalian Perdagangan Tembakau Internasional Ditinjau Dari FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) dan Dampaknya Terhadap Hukum Nasional (Skripsi, Fak.Hukum USU : Medan, 2013),hlm. 14.
7 Stephanie Apsari Putri dkk, “FCTC Sebagai Upaya Perlindungan Kesehatan Dalam Konteks GATT” Jurnal Universitas Diponegoro Law Review Volume 3 Nomor 2 Tahun 2014, hlm. 3.
8 Tobacco control means a range of supply, demand and harm reduction strategies that aim to improve the health of a population by eliminating or reducing their consumption of tobacco products and exposure to tobacco smoke.
Terjemahan bebasnya, Pengendalian tembakau berarti serangkaian strategi penawaran, permintaan, dan pengurangan dampak buruk yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan populasi dengan menghilangkan atau mengurangi konsumsi produk tembakau dan paparan asap rokok.
126 KERANGKA TEORI
Adapun kerangka teori-teori yang dipergunakan dalam penelitian ini yakni : a. Teori Monism e dengan Primat Hukum Nasional
Penelitian ini menggunakan paham m onisme dengan primat hukum nasional. Paham ini menganggap bahwa hukum nasional lebih utama kedudukannya daripada hukum nasional dan pada hakekatnya hukum nasional adalah sum ber dari hukum internasional. Alasan yang dikemukakan adalah tidak ada satu organisasi dunia yang berada di atas negara -negara dan mengatur kehidupan negara-negara tersebut.9
b. Teori Rezim Internasional (Theory of International Regimes)
Pertimbangan dari berbagai aspek dibutuhkan sebelum suatu negara m emutuskan keikutsertaannya pada sebuah rezim internasional. Norma -norma di dalam sebuah rezim internasional menjadi acuan bagi negara -negara anggotanya dalam mencapai hasil tertentu yang selaras dengan tujuan yang terkandung dalam prinsip-prinsip rezim tersebut.10
c. Teori Legislasi (Theory of Legislation)
Dalam proses berlangsungnya legislasi di level dom estik, Zartman dan Spector menggambarkan situasi ini lebih rumit dan rawan konflik. Hal ini m emungkinkan munculnya berbagai kepentingan yang berbeda sehingga jalannya negosiasi tidak akan mulus.11 Selain faktor kepentingan, situasi internal sebuah negara seperti dinamika politik, ekonom i dan sosial juga dapat menjadi hambatan dalam proses negosiasi rezim tersebut di level dom estik.12 Dalam konteks FCTC, terdapat sebuah proses negosiasi mulai dari tahap perencanaan sampai tahap penyusunan.
Hingga tahun 2015, FCTC tidak juga diimplementasikan oleh Indonesia secara formal karena tidak pernah terjadi proses ratifikasi terhadap FCTC oleh pemerintah Indonesia. Dalam penelitian ini, kom ponen dom estik dari keseluruhan proses negosiasi dari FCTC dapat dipahami sebagai faktor penolakan aksesi FCTC di Indonesia.13
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gerakan Kampanye Anti Tembakau Internasional yang Dilakukan Oleh Inisiator Framework Convention on Tobacco Control (FCTC)
Kepentingan m erupakan m otif utama dalam membangun rezim hukum internasional tentang pengendalian tembakau. UCLA m emiliki berbagai program riset nikotin. Tim peneliti UCLA dengan dukungan perusahaan farmasi Ciba-Geigy, berhasil m engembangkan suatu skin patch yang memindahkan dosis rendah nikotin ke dalam darah lewat kulit. Hal ini m enunjukkan bahwa UCLA m emiliki kepentingan yang kuat untuk m emprom osikan produk terapi nikotin atau Nicotine Replacement Therapy (NRT).14
FCTC sebagai suatu rezim internasional yang sengaja dibentuk dalam hal pengendalian tembakau. FCTC dalam penerapannya cenderung dipaksakan. Hal ini dikarenakan adanya kepentingan persaingan usaha dengan m enggantikan rokok dan m enggolongkannya sebagai bahan yang mengandung zat adiktif. Strategi perusahaan farmasi asing yakni dengan m engeluarkan produk terapi pengganti nikotin (NRT) yang dikatakan sebagai salah satu m etode penyembuhan kecanduan nikotin.
1. Kekuatan Mengikat FCTC
Secara hukum internasional Indonesia tidak dapat dikenakan sanksi karena tidak meratifikasi FCTC. Karena Indonesia m enganut paham m onism e dengan primat hukum nasional.
Dalam hal ini, Indonesia lebih mengutamakan kedudukan hukum nasional daripada hukum internasional, walaupun pada hakekatnya hukum nasional bersumber daripada hukum internasional. Keberlakuan hukum internasional tergantung daripada hukum nasional negara tersebut. Tidak adanya persetujuan atau penerimaan oleh pemerintah sehingga Indonesia tidak dapat terikat oleh ketentuan FCTC.
9 Damos Dumoli Agusman, Hukum Perjanjian Internasional Kajian Teori dan Praktik di Indonesia (Bandung : Refika Aditama,2010), hlm. 53.
10 Amirul Mahar Patitisan, Analisis Kegagalan Rezim Internasional : Studi Kasus Alasan Indonesia Tidak Meratifikasi Kerangka Konvensi Pengendalian Tembakau atau FCTC (Tesis, Yogyakarta : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2016), hlm. 18.
11 Ibid., hlm. 21.
12 Ibid., hlm. 21.
13 Ibid., hlm. 22.
14 Salamuddin Daeng dkk, Kriminalisasi Berujung Monopoli “Industri Tembakau Indonesia di Tengah Pusaran Kampanye Regulasi Anti Rokok Internasional” (Jakarta : Indonesia Berdikari ,2011), hlm. 60.
127 2. Substansi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC)
Adapun pasal-pasal pengendalian permintaan konsum si tem bakau (demand reduction) :15 1. Perlindungan terhadap paparan asap rokok (Pasal 8) FCTC
2. Iklan, prom osi dan sponsor rokok (Pasal 3) FCTC 3. Harga dan cukai (Pasal 6) FCTC
4. Kemasan dan pelabelan (Pasal 11) FCTC
5. Pencantuman kandungan rokok (Pasal 9 dan 10) FCTC
6. Edukasi, komunikasi, pelatihan dan kesadaran publik (Pasal 12) FCTC
Kelompok kedua tentang pasal-pasal pengendalian pasokan rokok (supply reduction) yakni :
1. Perdagangan ilegal rokok (Pasal 15) FCTC
2. Penjualan kepada dan oleh anak-anak di bawah umur (Pasal 16) FCTC
3. Pemberian dukungan terhadap alternatif kegiatan secara ekonomis (Pasal 17) FCTC Berdasarkan substansi-substansi FCTC yang diuraikan di atas, ketentuan tersebut tidak dapat serta merta diberlakukan di Indonesia karena Indonesia menganut paham m onism e dengan primat hukum nasional. Oleh karena itu, kedudukan hukum nasional lebih utama dibandingkan hukum internasional. Keberlakuan hukum internasional tergantung kepada hukum nasional yang mekanism enya diatur dalam UU No. 24 Tahun 2000 tentang perjanjian internasional dimana hukum internasional efektif berlaku jika diratifikasi dalam bentuk UU yang mengikat.
3. Gerakan Kampanye Anti Tembakau Internasional yang Dilakukan oleh Inisiator FCTC
Adapun inisiator-inisiator yang mendorong aksesi FCTC yakni : 1. Framework Convention Alliance
Merupakan payung LSM yang beranggotakan sekitar 180 LSM yang berasal dari berbagai negara. FCA merekrut berbagai ahli di bidang kesehatan dan perdagangan untuk m emperkuat posisi dan argumentasinya dalam mem perjuangkan FCTC.16
2. Bloomberg Initiative
Bloomberg Initiatives diprakarsai oleh mantan walikota New York, Michael Bloom berg yang mendonasikan uangnya sebesar 125 juta dolar AS untuk m endanai studi mengenai kebijakan pengendalian tembakau.
3. LSM dan Kampanye Anti Tembakau Internasional
Organisasi non-pem erintah dan masyarakat sipil (LSM) m erupakan aktor penting yang mem perjuangkan diadopsinya konvensi pengendalian tembakau WHO sebagai hukum internasional. Perundingan FCTC m elibatkan berbagai stakeholders, baik negara maju maupun emerging market dengan membawa agenda dan kepentingannya masing -masing.17 Keterlibatan LSM dalam putaran perundingan FCTC melalui jalur partisipasi formal maupun informal.
Penolakan Aksesi Framework Convention on Tobacco Conrol oleh Pemerintah Indonesia
1. Dilemma Kebijakan Pengendalian Tembakau Sehubungan dengan Penolakan Aksesi FCTC
Berbeda dengan produk-produk yang m engandung dam pak negatif dan berbahaya lainnya. Regulasi produk tem bakau (rokok) tetap m enimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.
Banyaknya dam pak negatif rokok bagi kesehatan, ekonom i masyarakat, sosial dan lingkungan tidak perlu diperdebatkan. Namun, IHT m emberikan kontribusi yang besar m elalui cukai dan sektor ketenagakerjaan juga diakui oleh pemerintah. Alasan ini yang dijadikan Pemerintah Republik Indonesia (RI) untuk melindungi IHT dari konvensi internasional FCTC.18
2. Penolakan Aksesi FCTC oleh Pemerintah Indonesia a. Kepentingan Penerimaan Negara
Peran kom oditas tembakau cukup nyata dalam perekonom ian nasional sebagai sum ber penerimaan negara dan cukai. Nilai penerimaan dari cukai dari tahun ke tahun m eningkat.
Penerimaan negara dari cukai rokok terbilang besar dibandingkan dengan penerimaan dari sektor
15 Draft WHO Framework Convention on Tobacco Control, Intergovernmental Negotiating Body, Sixth session, Geneva, 2003.
16 Salamuddin Daeng, Op.Cit., hlm. 64.
17Ibid., hlm. 62.
18 Jeane Neltje Saly, Laporan Akhir Penelitian Hukum Efektivitas Peraturan Terkait Pengendalian Produk Tembakau Terhadap Kesehatan (Jakarta : BPHN Kemenkumham, 2011), hlm. 57.
128 sumber daya alam non migas seperti pertambangan umum, kehutanan, perikanan dan pertambangan panas bumi. Nilai pendapatan cukai rokok tahun 2018 sebesar Rp. 153 triliun.19 Sedangkan pendapatan sum ber daya alam non migas sepanjang tahun 2018 hanya sebesar Rp. 46,6 triliun.20
b. Kepentingan Budaya dan Sejarah
Tem bakau merupakan salah satu warisan budaya sekaligus kom oditas primadona di Indonesia. Salah satunya tembakau dari tanah Deli yang memberikan keistim ewaan pada tanaman tembakau.21 Tem bakau Deli merupakan kom oditi ekspor unggulan Indonesia yang telah m em bawa harum nama bangsa pada perdagangan internasional.22Tidak hanya tem bakau Deli yang berkontribusi pada pendapatan negara. Dinam ika sosial, budaya, ekonomi masyarakat Indonesia tidak terlepas dari peran kretek. Tembakau dari kretek merupakan sejarah bagi rakyat sekaligus merupakan produk asli kebudayaan di Indonesia yang terancam hilang. Hal ini dikarenakan banyaknya aturan yang melarang produksi, konsum si dan peredaran rokok kretek di seluruh dunia.23
c. Kepentingan Kesempatan Kerja
Bisnis tem bakau m erupakan bisnis besar yang m elibatkan berbagai aktor di berbagai negara. Berdasarkan data ILO (International Labour Organization) di Indonesia terdapat 24 juta jiwa yang bergantung pada industri hasil tembakau.24 Petani m erupakan salah satu pihak yang paling penting dan dianggap pihak yang paling lemah di rantai makanan industri tem bakau.
Menurut studi ILO, industri rokok m erupakan penyedia kesem patan kerja serta penyumbang penerimaan negara.25 ILO m enyimpulkan bahwa pengangguran sebagai konsekuensi dari penurunan permintaan yang mungkin m enjadi sebuah permasalahan.26
d. Kepentingan Hubungan Internasional
Secara umum dengan tidak meratifikasi protokol FCTC Indonesia tidak terikat ke dalam perjanjian internasional ter sebut. Sehingga tidak ada keharusan bagi Indonesia untuk m enerapkan regulasi-regulasi yang terdapat dalam isi konvensi tersebut kedalam aturan perundang -undangan nasional.27
e. Kepentingan Kesehatan
Mengenai zat kimia nikotin yang terkandung dalam rokok, pela ku industri rokok mem iliki pernyataan pembelaan. Adapun pernyataan pembelaan dikut ip dari pendapat bapak kedokteran Paracelsus yang m engatakan bahwa di dunia ini tidak ada racun, yang ada hanyalah dosis yang tidak benar.28Cara melihat persoalan rokok dari sudut pandang kesehatan dengan meniadakan perspektif lainnya tidak tepat m elainkan m enyesatkan. Alasannya, rokok adalah barang legal dan kom oditi unggulan yang mem punyai peran vital dengan pertautan kepentingan ekonomi, sosial dan budaya.
19http://solo.tribunnews.com/2019/01/03/penerimaan-cukai-rokok-tahun-2018-sumbang- rp-153-triliun-ke-kas-negara (diakses pada tanggal 3 Maret 2019, pukul 16.24 WIB).
20https://finance.detik.com/energi/d-4391856/penerimaan-negara-dari-tambang-diklaim- tertinggi-berapa-sih (diakses pada tanggal 3 Maret 2019, pukul 16.25 WIB).
21 Erick Febrianto, Kajian Sifat Tanah Akibat Alih Fungsi Lahan Tembakau Deli Menjadi Lahan Perkebunan Tebu di PTPN II Kebun Tandem Hulu Kabupaten Deli Serdang (Skripsi, FP USU, 2006), hlm.
1.
22 T. Keizerina Devi Azwar, Poenale Sanctie : Studi tentang Globalisasi Ekonomi dan Perubahan Hukum di Sumatera Timur (1870-1950) (Disertasi, Medan : Program Pascasarjana USU, 2004), hlm.
279.
23 Aditia Bagus Santoso dkk, Analisis Hukum Dampak Belum Diratifikasi Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau (FCTC) bagi Indonesia, Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 8 No.
4, Oktober-Desember 2014, hlm. 15-16.
24 Wisnu Brata, Tembakau atau Mati, Kesaksian, Kegelisahan, dan Harapan Seorang Petani Tembakau (Jakarta : Indonesia Berdikari, 2012), hlm. 101.
25 International Labour Organization, Employment Trends in the Tobacco Sector : Challenges and Prospects, Geneva 2003, hlm. 67.
26 ILO The World Tobacco Industry Trends and Prospects and Making Ends Meet : Bidi Workers in India Today. Serta 6 studi kasus di Brazil, Bulgaria, Cambodia, China, Malawi dan USA.
27Nofri Yuska, Kepentingan Indonesia Tidak Meratifikasi Framework Convention On Tobacco Control (Pekanbaru : Universitas Riau) Jom Fisip Volume 1 No.2 Oktober 2014, hlm. 6.
28 Mamik Indaryani, Stigma Illegal Rokok dan Kompleksitas Relasi di Dalamnya (Disertasi Program Studi Pembangunan, Salatiga : Satya Wacana University Press, 2013), hlm. 144.
129 Kepentingan-kepentingan yang diuraikan di atas merupakan penyebab dari penolakan aksesi FCTC jika ditinjau dari teori legislasi karena kepentingan tersebut merupakan hambatan dalam proses negosiasi rezim tersebut di level dom estik. Situasi rumit dan rawan konflik antara DPR dengan pemerintah karena adanya berbagai kepentingan yang berbeda, sehingga jalan negosiasi tidak mulus. Dari ke-5 kepentingan di atas dapat diketahui bahwa kepentingan penerimaan negara yang menjadi alasan kuat bagi pemerintah untuk men olak mengaksesi FCTC karena dikhawatirkan akan mengganggu iklim usaha industri hasil tembakau di Indonesia.
3. Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 Sebagai Wujud Aksesi FCTC dan Persoalannya
Pelabelan tembakau sebagai zat adiktif, merupakan akal-akalan oleh rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk m engambil alih pasar nikotin.29 Peraturan Pem erintah No. 109 Tahun 2012 m erupakan wujud adopsi diam -diam FCTC karena banyak sekali ketentuan-ketentuan FCTC diatur dalam PP tersebut. Dengan teori rezim internasional dapat diketahui bahwa dengan adanya rezim internasional FCTC turut mem pengaruhi proses pem buatan keputusan dalam m engadopsi ketentuan -ketentuan pengendalian tembakau.
Harmonisasi antara Peraturan Perundang-Undangan Tentang Pengendalian Tembakau di Indonesia dengan Ketentuan-Ketentuan Dalam FCTC Walaupun Indonesia Tidak Meratifikasi FCTC.
1. Kebijakan Pengendalian Tembakau Sebelum Adanya Inisiasi FCTC
Meskipun Indonesia belum meratifikasi FCTC, namun kampanye pengendalian tembakau dan gerakan anti tembakau telah dilakukan oleh Indonesia. Hal ini dapat diketahui dengan dikeluarkannya kebijakan pengendalian tembakau di tingkat nasional pada tahun 1999.30 Cukai merupakan salah satu bentuk pengendalian tembakau yang efektif jauh sebelum adanya inisiasi FCTC. Kenaikan cukai akan berdam pak terhadap harga rokok sebagai produk hasil tem bakau.
Prevalensi merokok dapat ditekan karena harga rokok tidak terjangkau oleh anak-anak dan usia remaja. Namun, salah satu problematika yang muncul dengan naiknya cukai tembakau menyebabkan banyaknya peredaran rokok ilegal. Hal ini juga m erupakan salah satu tujuan FCTC yakni untuk m emberantas perdagangan rokok ilegal.
2. Regulasi Pengendalian Tembakau di Indonesia
1. PP No. 81 Tahun 1999 jo. PP No. 38 Tahun 2000 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan
Peraturan Pem erintah No. 81 Tahun 1999 dibentuk pada masa pem erintahan Presiden B.J. Habibie dan berlaku efektif mulai 5 Oktober 1999 sedangkan PP No. 38 Tahun 2000 dibentuk pada masa pem erintahan Presiden Abdurrahman Wahid dan berlaku efektif mulai 7 Juni 2000.
2. PP No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan
Peraturan Pem erintah No. 19 tahun 2003 dibentuk pada masa pem erintahan Presiden Megawati Soekarno Putri dan berlaku efektif sejak tanggal 10 Maret 2003.
3. PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan
Peraturan Pem erintah No. 109 tahun 2012 dibentuk pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoy ono dan berlaku efektif sejak tanggal 24 Desem ber 2018.
Dari ke-3 regulasi di atas dapat diketahui bahwa pengaturan pada PP No. 109 Tahun 2012 cenderung lemah dalam hal pengaturan terhadap kesehatan. Hal ini dikarenakan dalam PP No. 109 Tahun 2012 sama sekali tidak diatur m engenai batas kadar maksimum kandungan tar dan nikotin.
Fokus pada PP ini hanya pada pelabelan dan kemasan, pengendalian iklan, prom osi dan sponsorship dan perdagangan. Padahal PP No. 109 Tahun 2012 banyak mengadopsi ketentuan FCTC. Hal ini bertolak belakang dengan isu kesehatan yang sering digaungkan oleh WHO FCTC.
Dengan kata lain, FCTC hanya dibentuk sebagai rezim internasional untuk m empengaruhi pem buatan kebijakan tentang pengendalian tembakau di suatu negara.
29 Nuran Wibisono dan Marlutfi Yoandinas, Kretek Kemandirian dan Kedaulatan Bangsa Indonesia (Katalog dalam Terbitan : Koalisi Nasional Penyelamatan Kretek, 2014), hlm. 150.
30Cristi Antika Muliawati dan Sri Ana Handayani, Kebijakan Pengendalian Tembakau Terhadap Eksistensi Industri Tembakau di Jember (1999-2015) Jurnal Publika Budaya volume 5 (1) 2017 Univ. Jember, hlm, 14.
130 3. Harmonisasi antara Peraturan Perundang-Undangan tentang Pengendalian
Tembakau di Indonesia dengan Ketentuan-Ketentuan dalam FCTC Walaupun Indonesia Tidak Meratifikasi FCTC.
Adapun matriks harm onisasi peraturan perundang-undangan dengan ketentuan- ketentuan dalam FCTC :
No FCTC Perundang-Undangan Nasional Keterangan 1 Pajak dan penjualan
bebas bea (Pasal 6)
PMK Nom or 146/PMK.010/2017 jo.
PMK No.156/PMK.010/2018 tentang Tarif Cukai Hasil Tem bakau.
Pengendalian harga dan pajak dengan cukai hasil tembakau.
2 Asap rokok orang lain/secondhand smoke (Pasal 8)
PP No. 109 Tahun 2012 dalam Pasal 49 Pem erintah dan pemerintah daerah wajib mewujudkan kawasan tanpa rokok.
Lingkungan bebas asap rokok m elalui Perda masing-masing daerah.
3 Pengungkapan dan pengaturan kandungan produk (Pasal 9 dan 10)
PP No. 81 Tahun 1999 dalam Pasal 4 Batas kadar maksimum kandungan kadar nikotin 1,5 mg dan tar 20 mg.
Pengaturan pengujian dan kandungan isi produk berupa pengendalian kandungan tar-nik.
4 Pengemasan dan
pelabelan (Pasal 11) Permenkes No. 28 Tahun 2013 jo.
Permenkes No. 56 Tahun 2017 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kandungan Pada Kemasan Produk Tembakau
Kemasan dan pelabelan berupa pictorial health warning dan tobacco plain packaging.
5 Iklan, prom osi dan pem berian sponsor (Pasal 13)
UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
PP No. 109 Tahun 2012 dalam Pasal 25 mengenai pengendalian iklan, Pasal 3 5 mengenai prom osi, Pasal 37 mengenai sponsorship.
Larangan kom prehensif terhadap iklan, prom osi dan pemberian sponsor.
6 Pengawasan (Pasal 23) PP No. 109 Tahun 2012 dalam Pasal 59. Memberantas
perdagangan illegal produk tem bakau.
Alasan Indonesia tidak meratifikasi FCTC m elainkan hanya m ela kukan adopsi serta harm onisasi antara peraturan perundang -undangan dengan ketentuan-ketentuan dalam FCTC dikarenakan Indonesia m enganut paham m onism e dengan primat hukum nasional. Dalam hal ini Indonesia lebih mengutamakan kedudukan hukum nasional daripada hukum internasional walaupun pada hakekatnya hukum nasional bersumber dari hukum internasional. Pem erintah Indonesia tidak meratifikasi ataupun m engaksesi FCTC dikarenakan Indonesia ingin mem pertahankan kedaulatan hukumnya. Di sam ping itu ada pertim bangan serta kepentingan lain seperti kepentingan penerimaan negara, kepentingan sosial dan budaya, kepentingan kesempatan kerja, kepentingan hubungan internasional dan kepentingan kesehatan. Pem erintah dalam hal ini telah m engadopsi ketentuan FCTC ke dalam regulasi pengendalian tembakau.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal penting, yakni sebagai berikut :
1. Gerakan kampanye anti tembakau internasional m erupakan propaganda pihak asing. Hal ini dikarenakan adanya kepentingan bisnis di balik dorongan pengaksesian FCTC. Gerakan ini mendapat dukungan dana yang besar dari berbagai lembaga, salah satunya Bloomberg Initiative yang sangat serius m endanai berbagai studi mengenai kebijakan pengendalian tembakau. Adapun inisiator yang mendorong aksesi FCTC yakni FCA yang m erupakan payung LSM dari berbagai negara. FCA m erekrut berbagai ahli di bidang kesehatan untuk menyuarakan FCTC. Selain itu, organisasi non pem erintah dan masyarakat sipil juga berperan dalam m enyuarakan kegiatan kampanye anti tem bakau. Hal ini dikarenakan adanya dukungan dari lembaga-lembaga dunia seperti World Bank dan IMF. Dengan pendekatan rezim internasional kam panye ini bertujuan untuk mengganti pola konsumsi nikotin dengan produk NRT.
2. Industri hasil tembakau menimbulkan dilemma bagi pemerintah. Di satu sisi mem berikan kontribusi penerimaan negara namun, di sisi lain menimbulkan dampak kesehatan bagi
131 masyarakat. Keputusan terakhir untuk mengatasi dilemma berada di tangan pem erintah sebagai regulator. Penolakan aksesi oleh pem erintah Indonesia dilatarbelakangi berbagai faktor yakni karena adanya beberapa kepentingan yakni kepentingan penerimaan negara dari cukai yang meningkat tiap tahun, kepentingan budaya dan sejarah karena kretek merupakan rokok asli buatan Indonesia dan warisan budaya yang terancam hilang, kepentingan kesem patan kerja karena sekitar 18 juta orang dari hulu ke hilir menggantungkan hidupnya dari IHT, kepentingan hubungan internasional karena dengan tidak m engaksesi FCTC tidak ada keharusan Indonesia untuk menerapkan ketentuan -ketentuan tersebut ke dalam perundang-undangan nasional, kepentingan kesehatan karena awalnya rokok khas kretek dibuat sebagai obat herbal penyembuh asma yang mengandung rempah -rem pah. PP No. 109 Tahun 2012 m erupakan wujud aksesi FCTC, karena PP ini banyak m engadopsi ketentuan - ketentuan FCTC.
3. Cukai m erupakan salah satu bentuk pengendalian konsum si tembakau sebelum adanya ketentuan FCTC. Dasar pengenaan cukai rokok dikarenakan konsumsi rokok perlu dikendalikan. Regulasi pengendalian tembakau di Indonesia mulai dari PP No. 81 Tahun 1999 jo. PP No. 39 Tahun 2000 jo. PP No. 19 Tahun 2003 jis. PP No. 109 Tahun 2012 banyak menyerap ketentuan-ketentuan FCTC. Dapat dikatakan bahwa Indonesia tunduk diam -diam terhadap ketentuan FCTC dilihat dari norma dan jenis pengaturannya yang m embatasi kadar kandungan tar dan nikotin, pengaturan label dan kemasan, peringatan kesehatan, pengendalian iklan, prom osi dan sponsorship, kewajiban adanya kawasan rokok, serta pem batasan pada tahap penjualan. Meskipun PP No. 109 Tahun 2012 dikatakan banyak mengadopsi ketentuan FCTC, pemerintah juga telah melakukan harm onisasi peraturan perundang-undangan tentang pengendalian tem bakau dengan ketentuan -ketentuan dalam FCTC walaupun tidak m eratifikasi FCTC yakni dengan m engeluarkan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menjadi dasar dikeluarkannya PP No. 109 Tahun 2012. UU Kesehatan mengamanatkan adanya kawasan tanpa rokok. Dengan adanya PP No. 109 Tahun 2012 iklan, prom osi dan sponsorship tem bakau dibatasi. Salah satunya iklan di m edia elektronik dengan pem batasan jam tayang m elalui UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002. Pelabelan dan kemasan tembakau juga diatur secara khusus melalui Permenkes No. 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan Pada Kemasan Produk Tem bakau sebagaimana diubah dengan Perm enkes No. 56 Tahun 2017. Adanya perumusan roadmap pengendalian tembakau merupakan fitur jangka panjang dengan tujuan akhir mengaksesi FCTC.
Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan terkait penelitian di atas antara lain :
1. Pem erintah seharusnya menunjukkan ketegasan dalam penolakan aksesi FCTC terhadap segala bentuk gerakan kampanye anti tembakau internasional/nasional. Pemerintah juga sebaiknya mempertahankan paham m onism e dengan primat hukum nasional. Dengan adanya sikap yang tegas, pem erintah telah m enunjukkan bahwa Indonesia sangat menjunjung tinggi kedaulatan hukum nasional dibandingkan dengan hukum internasional/konvensi FCTC.
2. Pem erintah seharusnya m eninjau kem bali PP No. 109 Tahun 2012. Karena aturan pelabelan dan kemasan yang cenderung berubah signifikan menimbulkan biaya tambahan dalam produksi kemasan rokok. Penolakan aksesi FCTC sebaiknya ditegaskan pada forum internasional WHO FCTC dengan mengemukakan alasan bahwa Indonesia masih mem iliki banyak kepentingan terhadap IHT.
3. Dalam hal penetapan tarif cukai hasil tembakau, pem erintah seharusnya mem perhatikan IHT nasional. Kenaikan tarif cukai yang terlalu tinggi akan m enggerus IHT nasional skala kecil dan menengah. Dengan mengadopsi ketentuan FCTC, pemerintah hanya perlu m engeluarkan regulasi yang secara jelas mem fokuskan pada pengurangan sisi konsum si (demand reduction) yang selanjutnya akan diikuti pengaturan pada sisi pengurangan produksi (supply reduction).
Regulasi tersebut harus bersifat holistik, saling m elengkapi dan tidak bertentangan dengan satu sama lain. Dengan hanya penekanan pada permintaan pengurangan konsum si rokok.
Maka IHT hanya perlu m enyesuaikan dengan ketentuan yang ada.
132 DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Agusman, Dam os Dum oli. Hukum Perjanjian Internasional Kajian Teori dan Praktik di Indonesia. Bandung : Refika Aditama, 2010.
Azwar, T. Devi Keizerina. Poenale Sanctie : Studi tentang Globalisasi Ekonomi dan Perubahan Hukum di Sumatera Timur (1870-1950). Disertasi, Medan : Program Pascasarjana USU, 2004.
Brata, Wisnu. Tembakau atau Mati, Kesaksian, Kegelisahan, dan Harapan Seorang Petani Tembakau. Jakarta : Indonesia Berdikari, 2012.
Daeng, Salamuddin dkk. Kriminalisasi Berujung Monopoli “Industri Tembakau di Indonesia di Tengah Pusaran Kampanye Regulasi Anti Rokok Internasional”. Jakarta : Indonesia Berdikari, 2011.
Draft WHO Framework Convention on Tobacco Control, Intergovernmental Negotiating Body, Sixth session, Geneva, 2003.
Febrianto, Erick. Kajian Sifat Tanah Akibat Alih Fungsi Lahan Tembakau Deli Menjadi Lahan Perkebunan Tebu di PTPN II Kebun Tandem Hulu Kabupaten Deli Serdang. Skripsi FP USU, 2006.
Indaryani, Mamik. Stigma Illegal Rokok dan Kompleksitas Relasi di Dalamnya. Disertasi Program Studi Pem bangunan, Salatiga : Satya Wacana University Press, 2013.
International Labour Organization, Employment Trends in the Tobacco Secto r : Challenges and Prospects, Geneva 2003.
Oemry, Alif Fadilah. Pengendalian Perdagangan Tembakau Internasional Ditinjau Dari FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) dan Dampaknya Terhadap Hukum Nasional. Medan : FH USU, 2013.
Patitisan, Amirul Mahar. Analisis Kegagalan Rezim Internasional : Studi Kasus Alasan Indonesia Tidak Meratifikasi Kerangka Konvensi Pengendalian Tembakau atau FCTC. Yogyakarta : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2016.
Saly, Jeane Neltje. Laporan Akhir Penelitian Hukum Efektivitas Peraturan Terkait Pengendalian Produk Tembakau Terhadap Kesehatan. Jakarta : BPHN Kemenkumham, 2011.
Wibisono, Nuran dan Marlutfi Yoandinas. Kretek Kemandirian dan Kedaulatan Bangsa Indonesia.
Katalog dalam Terbitan : Koalisi Nasional Penyelamatan Kretek, 2014.
World Health OrganizationFramework Convention on Tobacco Control, Fifth Six World Health Assembly, 2003.
Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Jurnal
Atte, Sugandi. Situasi Politik Menghadapi Pem ilu 2009 : Tantangan dan Peluang untuk Advokasi Pengendalian Tem bakau. Presentation on the Workshop Tobacco Control Network in Bogor, Indonesia January 11-13, 2009.
Muliawati, Cristi Antika dan Sri Ana Handayani. Kebijakan Pengendalian Tembakau Terhadap Eksistensi Industri Tembakau di Jember (1999 -2015) Jurnal Publika Budaya volume 5 (1) 2017 Univ. Jember.
Putri, Stephanie Apsari dkk, “FCTC Sebagai Upaya Perlindungan Kesehatan Dalam Konteks GATT”
Jurnal Universitas Diponegoro Law Review Volume 3 Nomor 2 Tahun 2014.
Santoso, Riyadi. Dilemma Kebijakan Pengendalian Tembakau di Indonesia, Pusat Pemantauan Pelaksanaan UU. Badan Keahlian DPR, 2017.
Santoso, Aditia Bagus dkk. Analisis Hukum Dampak Belum Diratifikasi Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau (FCTC) bagi Indonesia, Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 8 No. 4, Oktober -Desem ber 2014.
Yuska, Nofri. Kepentingan Indonesia Tidak Meratifikasi Framework Convention Tobacco Control.
Pekanbaru : Universitas Riau Jom Fisip Volume 1 No. 2 Oktober 2014.
Internet
http://solo.tribunnews.com /2019/01/03/penerimaan -cukai-rokok-tahun-2018-sumbang-rp-153 - triliun-ke-kas-negara (diakses pada tanggal 3 Maret 2019, pukul 16.24 WIB).
https://finance.detik.com /energi/d-4391856/penerimaan-negara-dari-tambang-diklaim -tertinggi- berapa-sih (diakses pada tanggal 3 Maret 2019, pukul 16.25 WIB).