4 II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Standar Nasional Indonesia
Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional (Pemerintah RI 2000). Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar- besarnya (Pemerintah RI, 2000).
B. Standar Codex
Codex Alimentarius adalah kumpulan dari berbagai standar, kode praktis, pedoman, dan rekomendasi lainnya. Penyusunan Codex Alimentarius antara lain ditujukan untuk membantu dan mendorong proses elaborasi dalam penetapan definisi dan persyaratan produk pangan dalam rangka harmonisasi dan memfasilitasi perdagangan internasional (Codex Alimentarius 2002).
Standar Codex telah digunakan dalam berbagai perjanjian perdagangan, diantaranya perjanjian TBT (Technical Barriers to Trade), SPS (Application of Sanitary Phytosanitary Measures), negara-negara ASEAN, dan perjanjian bilateral serta multilateral lainnya (Codex Alimentarius 2002).
Standar Codex umumnya berhubungan dengan karakteristik produk, dapat berupa berbagai karakteristik untuk suatu produk atau suatu karakteristik untuk berbagai produk (Codex Alimentarius 2002).
C. Formula Bayi
Menurut Menteri Kesehatan (1985), pengganti ASI adalah makanan bayi yang secara tunggal dapat memenuhi kebutuhan gizi serta pertumbuhan dan perkembangan bayi normal sampai berumur antara empat dan enam bulan. Bayi adalah anak yang berumur tidak lebih dari 12 (dua belas) bulan (Codex Alimentarius 2007).
5 Berdasarkan Dirjen POM (1991) nama lain dari pengganti ASI adalah susu bayi, infant formula, dan infant milk. Formula bayi adalah formula sebagai pengganti ASI untuk bayi (sampai umur 6 bulan) yang secara khusus diformulasikan untuk menjadi satu-satunya sumber zat gizi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sampai bayi diperkenalkan dengan makanan pendamping yang sesuai. Penggunaannya dapat diteruskan hingga bayi berumur 12 (dua belas) bulan (Badan POM 2006).
Formula untuk keperluan medis khusus bagi bayi adalah pengganti air susu ibu atau formula bayi yang dibuat khusus untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi yang menderita kelainan, penyakit, atau kondisi medis khusus selama bulan-bulan pertama kehidupannya, hingga dapat dikenalkan makanan pendamping (Codex Alimentarius 2007). Menurut Badan POM (2006), formula kedelai untuk bayi, formula untuk bayi prematur, formula untuk bayi berat badan lahir rendah, formula untuk bayi dengan masalah pencernaan, dan formula untuk bayi dengan masalah metabolisme merupakan formula bayi untuk keperluan medis khusus.
Formula dapat dibuat dari susu sapi atau susu hewan lain dan atau bagian yang dapat dimakan dari hewan termasuk ikan, dan atau berasal dari tanaman yang semuanya telah dibuktikan cocok untuk digunakan sebagai makanan bayi berumur hingga 6 (enam) bulan; dengan penambahan vitamin, mineral dan zat gizi lain yang lazim terdapat dalam air susu ibu (Badan POM, 2006). Produk ini berbentuk cair, baik dalam bentuk siap santap maupun bubuk yang direkonstitusi (Badan POM 2006). Sejak awal abad ke-20 sudah jelas bahwa susu sapi memiliki kecenderungan besar sebagai bahan dasar susu dari hewan untuk dibuat menjadi formula bayi, namun perlu dilakukan beberapa modifikasi untuk membuatnya menjadi aman dan cocok untuk bayi manusia (Institute of Medicine of the National Academies 2004). Keamanan dan kecukupan zat gizi dari formula bayi harus dapat dibuktikan secara ilmiah bahwa mampu mendukung tumbuh – kembang bayi (Codex Alimentarius 2007).
C. 1. Zat Gizi Makro
Formula bayi berisi zat gizi makro (protein, karbohidrat, dan lemak), air, dan vitamin dan mineral yang sesuai (International Formula Council 2008). Zat gizi makro merupakan sumber energi. Energi
6 penting untuk memelihara fungsi tubuh, mendukung aktifitas dan membantu pertumbuhan bayi. Menurut SNI dan Standar Codex formula bayi harus mengandung total energi tidak kurang dari 60 kkal/100 ml dan tidak lebih dari 70 kkal/100 ml produk siap konsumsi (BSN 1995 dan Codex Alimentarius 2007).
Pada Tabel 1 terlihat perbandingan zat gizi makro yang harus terdapat pada formula bayi, menurut SNI dan Codex. Protein menyediakan bahan yang diperlukan untuk membentuk dan memperbaiki jaringan tubuh (International Formula Council 2008).
Jika Codex memiliki batas kandungan protein yang berbeda berdasarkan basis jenis protein dari formula bayi, maka SNI hanya mengatur 1 (satu) batasan untuk seluruh jenis formula bayi.
Tabel 1. Persyaratan Zat Gizi Makro Formula Bayi menurut SNI dan Standar Codex (BSN 1995 dan Codex Alimentarius 2007)
Zat gizi makro Satuan
Jumlah yang dipersyaratkan(per 100 kkal produk siap konsumsi)
SNI 01-3955-
1995 Standar Codex 72-2007
Semua jenis formula
Formula bahan dasar protein susu
sapi
Formula bahan dasar isolat protein
kedelai
Protein g 1,8 – 4 1,8 – 3,0 2,25 – 3,0
Lemak g 3,3 – 6 4,4 – 6 4,4 – 6
Asam linoleat (dalam bentuk gliserida)
mg min. 300 min. 300 min. 300
Asam α-
linoleat mg - min. 50 min. 50
Rasio asam linoleat : α- linoleat
- - 5 : 1 – 15 : 1 5 : 1 –
15 : 1 Karbohidrat
g - 9 – 14,0 9 – 14,0
Menurut Codex Alimentarius (2007), jika kadar protein formula bayi bahan dasar protein non hidrolisa kurang dari 2 g/100kkal dan kadar protein formula bayi bahan dasar protein terhidrolisa kurang dari 2,25 g/100kkal maka harus dilakukan uji klinis terhadap produk.
Menurut Koletzko et al. (2005), batasan nilai kadar protein yang lebih tinggi bagi formula bahan dasar selain protein susu sapi diperlukan untuk mengkoreksi kemungkinan lebih rendahnya daya
7 cerna dan nilai biologis dari kadar nitrogen. Menurut BSN (1995), kadar protein untuk formula bayi tidak kurang dari 1,8 g tiap 100 kkal jika mutunya setara dengan kasein atau jumlah lebih banyak jika mutunya kurang dari mutu kasein.
C.2. Vitamin dan Mineral
Mineral memegang peranan penting dalam membentuk jaringan tulang, mengatur suatu bagian fungsi tubuh, dan bersama dengan air membantu menjaga keseimbangan air didalam tubuh (International Formula Council 2008).
Berdasarkan persyaratan US-FDA (2002), formula bayi harus mengandung protein, lemak, asam linoleat, vitamin A, vitamin D, vitamin E, vitamin K, tiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), vitamin B6, vitamin B12, niasin, asam folat, asam pantotenat, vitamin C, kalsium, fosfor, magnesium, besi, seng, mangan, tembaga, iodium, natrium, kalium, dan klorida. Untuk formula yang tidak dibuat dari susu sapi harus menambahkan biotin, kolin, dan inositol.
Berdasarkan BSN (1995), seperti terlihat pada Tabel 2, pengganti air susu ibu harus zat gizi mikro vitamin dan mineral.
Vitamin terdiri dari vitamin A, vitamin D, vitamin C, vitamin B1, vitamin B2, nikotinamid, vitamin B6, asam folat, asam pantotenat, vitamin B12, vitamin K, dan biotin. Mineral terdiri dari natrium, kalium, klorida, kalsium, fosfor, magnesium, besi, iodium, seng, tembaga.
Tabel 2. Persyaratan Vitamin dan Mineral Formula Bayi menurut SNI dan Standar Codex (BSN 1995 dan Codex Alimentarius 2007)
No Vitamin dan Mineral Satuan
Persyaratan (per 100 kkal produk siap
konsumsi) SNI 01-3955-
1995
Standar Codex 72-2007 A Vitamin
1 Vitamin A (sbg retinal) UI 250 - 500 199,8 – 599,4
mg 75 - 150 60 – 180
2 Vitamin D UI 40 – 80 40 – 100
3 Vitamin E UI min. 0,7 min. 0,75
4 Vitamin K µg min. 4 min.4
5 Vitamin B1 µg min. 40 min. 60
6 Vitamin B2 µg min. 60 min. 80
8 Tabel 2. Persyaratan Vitamin dan Mineral Formula Bayi menurut SNI dan Standar Codex (BSN 1995 dan Codex Alimentarius 2007) (lanjutan)
No Vitamin dan Mineral Satuan
Persyaratan (per 100 kkal produk siap
konsumsi)
7 Vitamin B3 µg min. 250 min. 300
8 Vitamin B6 µg min. 35 min. 35
9 Asam folat µg min. 4 min. 10
10 Asam pantotenat µg min. 300 min. 400
11 Vitamin B12 µg min. 0,15 min. 0,1
12 Biotin (Vitamin H) µg min. 1,5 min. 1,5
13 Vitamin C mg min. 8
min. 10 (asam askorbat) B Mineral
1 Natrium (Na) mg 20 – 60 20 – 60
2 Kalium (K) mg 80 -200 60 – 180
3 Klorida (Cl) mg 55 -150 50 – 160
4 Kalsium (Ca) mg min. 50 min. 50
5 Fosfor (P) mg min. 25 min. 25
6 Rasio Ca : P - 1,2 – 2,0 1 : 1 – 2 : 1
7 Magnesium (Mg) mg min. 6 min. 5
8 Besi (Fe) mg min. 0,15 min. 0,45
9 Iodium (I) µg min. 5 min. 10
10 Seng (Zn) mg min. 0,5 min. 0,5
11 Tembaga (Cu) µg min. 45 min. 35
12 Mangan (Mn) µg min. 5 min. 1
13 Selenium (Se) µg td min. 1
14 Kromium (Cr) *) µg td min. 1,5
15 Molibdenum *) µg td min. 1,5
Keterangan : td) tidak disyaratkan
*) formula untuk keperluan medis khusus bagi bayi
C.3 Ingredien Lainnya
Berdasarkan Codex Alimentarius (2007) pada formula bayi juga harus mengandung kolin, mio-inositol, dan l-karnitin. Penambahan kolin adalah sejumlah tidak kurang dari 7 mg/100kkal produk siap konsumsi. Penambahan mio inositol adalah sejumlah tidak kurang dari 4 mg/100kkal produk siap konsumsi. Penambahan l-karnitin adalah sejumlah tidak kurang dari 1,2 mg/100kkal produk siap konsumsi.
Kolin yang terdapat dalam ASI rata-rata sebesar 1,3 – 1,5 mmol/liter (Zeisel 2006). Kolin dapat membantu fungsi normal otak melalui pembentukan neurotransmitter asetilkolin, yaitu bentuk senyawa yang sangat berperan pada fungsi otak (Gunawan 2009)
9 Mio-inositol merupakan karboksilik poliol, dulu digolongkan sebagai vitamin B8 tetapi kemudian ditemukan kalau bisa disintesis oleh tubuh (Anonim1 2009). Fungsi mio-inositol adalah basis penyusun pengirim pesan pada sel, termasuk inositol fosfat, fosfatidilkolin dan fosfatidilinositol fosfat (Anonim 2009). Menurut Koletzko et al. (2005), ESPGHAN (The European Society for Pedriatic Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition) menyarankan kadar mio- inositol pada formula bayi adalah sejumlah 4 - 40 mg/100kkal.
L-karnitin adalah asam amino yang disintesis dari asam amino esensial l-lisin dan l-metionin (Rebouche 2006). L-karnitin diperlukan untuk transpor asam lemak dari sitosol ke mitokondria (Anonim2 2009). US FDA mensyaratkan kadar L-karnitin pada formula bayi setelah menemukan laporan terdapat perbedaan biokimia antara bayi yang diberi diet tanpa dan dengan karnitin, meskipun masih kekurangan data mengenai pentingnya karnitin bagi bayi (Rebouche 2006).
Selain itu formula bayi dapat ditambahkan ingredien lain yang lazim terdapat pada ASI agar formula dapat dijadikan sumber tunggal pangan dan bayi memperoleh hasil yang sama dengan bayi yang diberi ASI (Codex Alimentarius 2007). Menurut SNI 01-3955-1995, pada formula bayi dapat ditambahkan zat gizi lain yang lazim terdapat dalam air susu ibu, dimana kegunaannya harus dibuktikan secara ilmiah dan dalam jumlah yang disesuaikan dengan kadar dalam air susu ibu.
Zat lain yang dapat ditambahkan ke formula bayi adalah taurin (maksimum 12 mg/100 kkal), nukleotida (jumlah tidak ditentukan), dan asam dokosaheksaenoat (DHA) (acuan batas atas 0,5% asam lemak/100 kkal) (Codex Alimentarius 2007). Pada formula bayi tidak boleh ditambahkan fluorida, namun jika tidak memungkinkan jumlahnya tidak boleh melebihi 100 µg/100 kkal produk siap konsumsi (Codex Alimentarius 2007).
Taurin merupakan asam amino non protein, yang merupakan bahan penyusun utama cairan empedu dan dapat ditemukan di usus kecil (Anonim3 2009). Total kandungan nukleotida bebas dalam ASI ditemukan sekitar 2 – 6 mg/100 kkal, konsentrasi nukleotida berkurang
10 sesuai dengan usia laktasi (Puryatni 2007). Kandungan riboanukleotida dalam ASI terdiri dari adenosin (5’-AMP), cytidin (5’- CMP), guanosin (5’-GMP), uridin (5’-UMP), masing-masing sebanyak 20, 19, 3 dan 13 µmol/l (Schlimme et al 2000).
Menurut Koletzko et al. (2005), tidak ada bukti manfaat untuk penambahan DHA sebanyak lebih dari 0,5% total lemak. Menurut FDA/CFSAN (2002) belum ada bukti ilmiah dari studi klinis yang menunjukkan dapat menunjukkan terdapat manfaat dari asupan DHA dalam jangka panjang.
C.4. Bahan Tambahan Pangan
Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan (Pemerintah RI 2004). Menurut BSN (1995), BTP yang dapat ditambahkan pada formula bayi terdiri dari golongan pengental, pengemulsi, pengatur pH, dan antioksidan. Batas maksimum penggunaannya diatur berdasarkan produk yang siap diminum (BSN, 1995). Formula bayi tidak boleh menggunakan bahan tambahan makanan lain termasuk bahan tambahan yang berasal dari bahan baku atau bahan lainnya (Dirjen POM 1991). Pada Tabel 3 terlihat batas maksimum penggunaan BTP menurut SNI dan Standar Codex.
Tabel 3. Batas maksimum penggunaan BTP pada formula bayi menurut SNI dan Standar Codex (BSN 1995 dan Codex
Alimentarius 2007)
No Jenis BTP Standar Batas Maksimum
(g/100 ml produk siap
konsumsi)
Jenis Formula Bayi
A Pengental
1 Gum guar SNI 01-
3955- 1995
0,1 seluruh jenis
formula Standar
Codex 72-2007
0,1 Formula bahan
dasar protein terhidrolisa dan atau asam amino 2 Gum kacang lokus SNI 01-
3955- 1995
0,1 seluruh jenis
formula
11 Tabel 3. Batas maksimum penggunaan BTP pada formula bayi menurut SNI dan Standar Codex (BSN 1995 dan Codex
Alimentarius 2007 (lanjutan)
No Jenis BTP Standar Batas Maksimum
(g/100 ml produk siap
konsumsi)
Jenis Formula Bayi
Standar Codex 72-2007
0,1 seluruh jenis
formula 3 Dipati fosfat,
tunggal atau campuran
SNI 01- 3955- 1995
0,5 Formula bahan
dasar kedele Standar
Codex 72-2007
0,5 Formula bahan
dasar kedele 4 Dipati fosfat yang
diasetilkan, tunggal atau campuran
SNI 01- 3955- 1995
2,5 Formula bahan
dasar protein terhidrolisa dan atau asam amino Standar
Codex 72-2007
0,5 Formula bahan
dasar kedele 5 Dipati fosfat yang
difosfatkan, tunggal atau campuran
SNI 01- 3955- 1995
2,5 Formula bahan
dasar protein terhidrolisa dan atau asam amino Standar
Codex 72-2007
2,5 Formula bahan
dasar protein terhidrolisa dan atau asam amino 6 Pati hidroksipropil SNI 01-
3955- 1995
2,5 Formula bahan
dasar protein terhidrolisa dan atau asam amino Standar
Codex 72-2007
0,5 Formula bahan
dasar protein terhidrolisa dan atau asam amino
7 Karagenan SNI 01-
3955- 1995
0,3 Formula bahan
dasar susu dan Formula bahan dasar kedele SNI 01-
3955- 1995
0,1 Formula bahan
dasar protein terhidrolisa dan atau asam amino Standar
Codex 72-2007
0,3 Formula bahan
dasar susu dan Formula bahan dasar kedele Standar
Codex 72-2007
0,1 Formula bahan
dasar protein terhidrolisa dan atau asam amino
12 Tabel 3. Batas maksimum penggunaan BTP pada formula bayi menurut SNI dan Standar Codex (BSN 1995 dan Codex Alimentarius 2007) (lanjutan)
No Jenis BTP Standar Batas Maksimum
(g/100 ml produk siap
konsumsi)
Jenis Formula Bayi
B Pengemulsi
1 Lesitin SNI 01-
3955- 1995
0,5 seluruh jenis
formula Standar
Codex 72-2007
0,5 seluruh jenis
formula
2 Mono dan
digliserida
SNI 01- 3955- 1995
0,4 seluruh jenis
formula Standar
Codex 72-2007
0,4 seluruh jenis
formula C Pengatur pH
1 Natrium bikarbonat SNI 01- 3955- 1995
Secukupnya, dengan batas Na dan K yang sesuai
seluruh jenis formula
2 Natrium karbonat SNI 01- 3955- 1995
Secukupnya, dengan batas Na dan K yang sesuai
Secukupnya,
seluruh jenis formula
Standar Codex 72-2007
0,2 dan dengan batas Na dan K yang sesuai
seluruh jenis formula
3 Natrium hidroksida SNI 01- 3955- 1995
Secukupnya, dengan batas Na dan K yang sesuai
seluruh jenis formula
Standar Codex 72-2007
0,2 dan dengan batas Na dan K yang sesuai
seluruh jenis formula
4 Natrium hidrogen karbonat
Standar Codex 72-2007
0,2 dan dengan batas Na dan K yang sesuai
seluruh jenis formula
5 Kalium bikarbonat SNI 01- 3955- 1995
Secukupnya, dengan batas Na dan K yang sesuai
seluruh jenis formula
6 Kalium karbonat SNI 01- 3955- 1995
Secukupnya, dengan batas Na dan K yang sesuai
seluruh jenis formula
13 Tabel 3. Batas maksimum penggunaan BTP pada formula bayi menurut SNI dan Standar Codex (BSN 1995 dan Codex Alimentarius 2007) (lanjutan)
No Jenis BTP Standar Batas Maksimum
(g/100 ml produk siap
konsumsi)
Jenis Formula Bayi
Standar Codex 72-2007
0,2 dan dengan batas Na dan K yang sesuai
seluruh jenis formula
7 Kalium hidroksida SNI 01- 3955- 1995
Secukupnya, dengan batas Na dan K yang sesuai
seluruh jenis formula
Standar Codex 72-2007
0,2 dan dengan batas Na dan K yang sesuai
seluruh jenis formula
8 Kalium hidrogen karbonat
Standar Codex 72-2007
0,2 dan dengan batas Na dan K yang sesuai
seluruh jenis formula
9 Natrium sitrat SNI 01- 3955- 1995
Secukupnya, dengan batas Na dan K yang sesuai
seluruh jenis formula
10 Kalium sitrat SNI 01- 3955- 1995
Secukupnya, dengan batas Na dan K yang sesuai
seluruh jenis formula
Standar Codex 72-2007
CPPB seluruh jenis formula 11 Kalsium hidroksida SNI 01-
3955- 1995
Secukupnya, dengan batas Na dan K yang sesuai
seluruh jenis formula
Standar Codex 72-2007
0,2 dan dengan batas Na dan K yang sesuai
seluruh jenis formula
12 L (+) asam laktat SNI 01- 3955- 1995
Secukupnya seluruh jenis formula Standar
Codex 72-2007
CPPB seluruh jenis formula 13 Asam sitrat SNI 01-
3955- 1995
Secukupnya seluruh jenis formula Standar
Codex 72-2007
CPPB seluruh jenis formula
14 Tabel 3. Batas maksimum penggunaan BTP pada formula bayi menurut SNI dan Standar Codex (BSN 1995 dan Codex Alimentarius 2007) (lanjutan)
No Jenis BTP Standar Batas Maksimum
(g/100 ml produk siap
konsumsi)
Jenis Formula Bayi
14 Natrium dihidrogen sitrat
Standar Codex 72-2007
CPPB seluruh jenis formula 15 Trinatrium sitrat Standar
Codex 72-2007
CPPB seluruh jenis formula D Antioksidan
1 Vitamin E SNI 01-
3955- 1995
0,01 seluruh jenis formula Standar
Codex 72-2007
0,01 seluruh jenis formula 2 L-askorbil palmitat SNI 01-
3955- 1995
0,01 seluruh jenis formula Standar
Codex 72-2007
0,01 seluruh jenis formula E Gas kemasan
1 Karbon dioksida Standar Codex 72-2007
CPPB seluruh jenis formula
2 Nitrogen Standar
Codex 72-2007
CPPB seluruh jenis formula
Dari Tabel 3 terlihat bahwa SNI (BSN 1995) dan Standar Codex (Codex Alimentarius 2007) mengatur batas maksimum penambahan BTP golongan pengental berdasarkan jenis bahan dasar formula bayi. Menurut Codex Alimentarius (2001), definisi batasan penggunaan BTP CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik) adalah : (1) jumlah yang ditambahkan adalah paling sedikit untuk memperoleh pengaruh yang diinginkan; (2) bahan tambahan pangan yang menjadi ingredien pangan namun tidak ditujukan untuk menghasilkan suatu pengaruh fisik atau teknis lainnya, jumlahnya harus dikurangi sampai maksimun; (3) digunakan dengan cara yang sama dengan bahan pangan lainnya.
15 D. Mutu Pangan
Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman (Pemerintah RI 2004). Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (Pemerintah RI 1996). Gizi pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia (Pemerintah RI 2004).
D.1 Cemaran Biologi
Berdasarkan BSN (1995), persyaratan cemaran mikrobiologi untuk formula bayi diatur menurut rencana kelas 3. Batasannya diatur untuk angka lempeng total, APM koliform, Staphylococcus aureus, Salmonella, dan Shigella (BSN, 1995). Codex menetapkan batasan
cemaran mikrobiologi untuk produk formula bayi bentuk bubuk, yaitu Enterobacter sakazakii (Cronobacter species) dan Salmonella (Codex
Alimentarius 2008). Pada Tabel 4 terlihat batas cemaran mikrobiologi untuk produk formula bayi.
Tabel 4. Persyaratan Cemaran Mikrobiologi untuk Formula Bayi menurut SNI dan Standar Codex (BSN 1995 dan Codex Alimentarius 2008)
Jenis persyaratan
cemaran mikrobiologi
N C m M
SNI Codex SNI Codex SNI Codex SNI Codex
Angka Lempeng Total
5 td 2 td 103 td 104 td
APM Koliform
5 td 1 td 3 td 24 td
Staphyloco- ccus aureus
5 td 1 td 10 td 10 td
Salmonella dan
Shigella
60 td 0 td 0 td 2 td
Salmonella td 60 td 0 td 0/25 g
td td
16 Tabel 4. Persyaratan Cemaran Mikrobiologi untuk Formula Bayi menurut SNI dan Standar Codex (BSN 1995 dan Codex Alimentarius 2008) (lanjutan)
Jenis persyaratan
cemaran mikrobiologi
N C m M
SNI Codex SNI Codex SNI Codex SNI Codex
Enterobac- ter
sakazakii (Cronobact er species)
td 30 td 0 td 0/10
g
td td
Keterangan :
a. Dari sejumlah n contoh yang diperiksa hanya c contoh yang diperbolehkan melebihi angka batas m, tetapi tidak satupun boleh lebih dari angka batas M.
b. td = tidak disyaratkan
D.2. Cemaran Kimia
Jenis cemaran kimia yang diatur pada SNI 01-3955-1995 tentang Pengganti Air Susu Ibu adalah cemaran arsenik, timbal, dan residu pestisida (BSN 1995). Berdasarkan Standar Codex Nomor 72 tahun 2007 tentang formula bayi, jenis cemaran kimia yang diatur adalah residu pestisida, timbal, dan cemaran lainnya. Pada Tabel 5 dapat dilihat perbandingan persyaratan cemaran kimia pada SNI dan Standar Codex.
Tabel 5. Persyaratan cemaran kimia formula bayi menurut SNI dan Standar Codex (BSN 1995 dan Codex Alimentarius 2007) Cemaran Kimia SNI 01-3955-1995 Standar Codex 72 -
2007 Arsen 0,05 mg/kg produk siap
minum
td Timbal 0,1 mg/kg produk siap
minum
0,02 mg/kg produk siap konsumsi
Residu pestisida bebas atau jika secara teknis tidak dapat
dihindari, residu pestisida tidak melebihi batas yang diizinkan
bebas, atau jika secara teknis tidak dapat dihindari residu pestisida dikurangi sampai batas maksimum
Cemaran lain bebas dari residu hormon dan antibiotik serta harus bebas dari cemaran lain khususnya bahan aktif yang mempunyai efek farmakologi
tidak mengandung cemaran lain (misalnya bahan aktif secara biologi) dalam jumlah yang dapat menimbulkan bahaya bagi bayi
Keterangan : td = tidak disyaratkan
17 Timbal dalam tubuh diperlakukan seperti kalsium, yaitu setelah didistribusikan ke bagian tubuh tulang dan gigi. Sistem yang paling sensitif terhadap timbal adalah sistem sintesis jaringan darah (hematopoietik) (Andarwulan dkk 2005). Anemia merupakan gejala utama dari keracunan timbal (WHO 2000).
E. Penilaian Keamanan Pangan di Badan POM
Dalam rangka pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan, setiap pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebelum diedarkan wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran (Pemerintah RI 2004). Surat persetujuan pendaftaran diterbitkan oleh Kepala Badan POM RI berdasarkan hasil penilaian keamanan, mutu dan gizi pangan olahan (Pemerintah RI 2004).
Produsen, importir dan atau distributor wajib menjamin keamanan, mutu, dan gizi serta label pangan yang diedarkan sesuai dengan informasi yang diajukan dalam rangka pendaftaran yang telah disetujui oleh Kepala Badan (Badan POM RI 2004). Kelengkapan dokumen pendaftaran meliputi (a) formulir pendaftaran, (b) contoh produk pangan yang bersangkutan, (c) rancangan label berwarna dan brosur bila ada (Badan POM RI 2004).
Formulir pendaftaran terdiri dari (a) formulir A berisi keterangan umum mengenai makanan, nama atau alamat pemohon, serta pabrik atau perusahaan; (b) formulir B berisi keterangan mengenai komposisi, mutu bahan, wadah dan tutup; cara produksi, termasuk cara membersihkan wadah dan tutup; pengawasan mutu dan pengujian produk akhir; dan (c) formulir C berisi informasi tentang Cara Produksi Makanan yang Baik (Badan POM RI 2004).
Kepala Badan berwenang menetapkan jenis pangan olahan yang wajib diuji secara laboratoris sebelum diedarkan (Pemerintah RI 2004).
Pengujian secara laboratoris dilakukan di laboratorium pemerintah atau laboratorium lain yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional atau Lembaga Akreditasi lain yang diakui oleh Komite Akreditasi Nasional (Pemerintah RI 2004).
Surat Persetujuan Pendaftaran berlaku 5 (lima) tahun selama masih memenuhi ketentuan yang berlaku (Badan POM RI 2004). Surat
18 Persetujuan Pendaftaran yang telah habis masa berlakunya, wajib melakukan pendaftaran ulang (Badan POM RI 2004). Sejak tanggal 28 Januari 2008, produk yang melakukan daftar ulang wajib menyerahkan hasil analisa produk akhir (Badan POM RI 2008).
Proses penilaian karakteristik kadar zat gizi produk formula bayi di Badan POM mengacu pada Dirjen POM No. 02664 Tahun 1991 (Dirjen POM 1991). Proses penilaian karakteristik kadar cemaran logam produk formula bayi di Badan POM mengacu pada Keputusan Dirjen POM No. 03725 Tahun 1989 (Dirjen POM 2 1989). Proses penilaian karakteristik kadar cemaran mikroba produk formula bayi di Badan POM mengacu pada Keputusan Dirjen POM No. 03726 Tahun 1989 (Dirjen POM 1 1989).