• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING. Aplikasi Adsorben Berbasis Biomassa Yang Dimodifikasi Untuk Penyerapan Limbah Cair Jenis Logam Berat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING. Aplikasi Adsorben Berbasis Biomassa Yang Dimodifikasi Untuk Penyerapan Limbah Cair Jenis Logam Berat"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN HIBAH BERSAING

Aplikasi Adsorben Berbasis Biomassa Yang Dimodifikasi Untuk Penyerapan Limbah Cair Jenis Logam Berat

Tahun ke-2 dari rencana 2 tahun

Ketua/Anggota Tim

Dr. Farid Mulana, ST., M.Eng/ NIDN 0008027203 Dr. Ir. Mariana, M.T/ NIDN 0015076703 Ir. Pocut Nurul Alam, M.T/NIDN 0022086602

Dibiayai oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan

Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi

sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Program Penelitian Nomor: 025/SP2H/LT/DRPM/II/2016, tanggal 17 Februari 2016

Universitas Syiah Kuala Nopember, 2016

(2)
(3)

ii

RINGKASAN

Limbah cair logam berat Zn(II) sebagai hasil samping dari aktivitas industri sering menimbulkan permasalahan bagi lingkungan. Untuk meminimalkan kadar logam Zn(II) tersebut maka dilakukan berbagai pengolahan, diantaranya adsorpsi dengan menggunakan adsorben. Pelepah kelapa sawit berpotensi digunakan sebagai bahan penyerap karena mengandung lignin, selulosa dan hemiselulosa. Penelitian ini bertujuan untuk menjadikan pelepah kelapa sawit sebagai adsorben, dengan cara diaktivasi menggunakan kalium oksida dan campuran asam sitrat/asam tartarat. Juga untuk mempelajari kemampuan mengadsorpsi ion logam Zn (II) oleh pelepah kelapa sawit terhadap kapasitas dan efisiensi penyerapan dengan memvariasikan konsentrasi sampel dan pengaruh aktivasi dengan asam sitrat. Pada penelitian ini untuk mengetahui jumlah adsorbat yang terserap pada adsorben dilakukan dengan metode Atomic Absorption Spectroscopy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas penyerapan optimum sebesar 5,7 mg/g pada konsentrasi adsorbat Zn(II) 80 ppm dan aktivasi dengan konsentrasi asam sitrat dan asam tartarat 1,6 M yang dikontakkan selama 120 menit.

Kata kunci: ion Zn (II), kapasitas adsorpsi, asam sitrat, asam tartarat dan pelepah kelapa sawit

(4)

iii PRAKATA Assalamualaikum wr. Wb.

Segala puji dan syukur kami ucapkan atas segala rahmat dan hidayah yang telah dilimpahkan Allah SWT sehingga kami dapat menyelesaikan penelitian ini dan dapat menyerahkan laporan akhir ini tepat waktu. Selawat dan salam juga kami sampaikan untuk Nabi Besar Muhammmad SAW yang telah membawa kita ke dunia yang penuh dengan ilmu pengetahuan ini. Kami menyadari bahwa riset ini dapat terlaksana dengan baik berkat adanya pembiayaan dari Universitas Syiah Kuala, Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan Program Penelitian Hibah Bersaing Tahun Anggaran 2016. Terima kasih kami kepada Fakultas Teknik melalui Jurusan Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala, yang mana sebagian besar aktifitas riset ini dilakukan di laboratorium-laboratorium yang ada di Jurusan Teknik Kimia. Akhirnya rasa terima kasih kami juga disampaikan kepada semua kawan-kawan dan rekan-rekan yang telah memberikan kontribusi langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan riset ini.

Kami menyadari hasil laporan ini belum memberikan hasil yang optimal, untuk itu saran yang membangun sangat kami nantikan. Kami berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang adsorpsi.

Penyusun

Dr. Farid Mulana, ST, M.Eng.

(5)

iv DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN . . . .. . . i

RINGKASAN . . . .. . . ii

PRAKATA . . . iii

DAFTAR ISI . . . iv

DAFTAR GAMBAR . . . .. . . v

BAB I PENDAHULUAN . . . 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA . . . .. . . 3

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN . . . .. . . 12

BAB IV METODE PENELITIAN . . . .. . . 13

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN . . . 16

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN . . . .. . . 24

DAFTAR PUSTAKA . . . .. . . 25 LAMPIRAN

(6)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pelepah kelapa sawit Gambar 2.2 Mekanisme proses adsorpsi

Gambar 5.1 Hubungan antara waktu kontak (menit) dengan konsentrasi akhir adsorbat (ppm) untuk penentuan waktu equilibrium

Gambar 5.2 Hubungan waktu kontak (menit) terhadap kapasitas penyerapan pada konsentrasi Zn(II) 20 ppm dan konsentrasi asam sitrat dan tartarat 0.4 M dengan menggunakan adsorben PKS

Gambar 5.3 Hubungan waktu kontak (menit) terhadap efisiensi penyerapan (%) pada konsentrasi Zn(II) 20 ppm dan konsentrasi asam sitrat dan tartarat 0.4 M dengan menggunakan adsorben PKS

Gambar 5.4 Pengaruh konsentrasi awal Zn(II) (ppm) dan konsentrasi aktivator (M) terhadap kapasitas penyerapan (mg/g) pada waktu equilibrium (120 menit)

Gambar 5.5 Pengaruh konsentrasi awal Zn(II) (ppm) dan konsentrasi aktivator (M) terhadap efisiensi penyerapan (%) dengan waktu 120 menit

Gambar 5.6 Pengaruh konsentrasi aktivator (M) dan konsentrasi awal adsorbat (ppm) terhadap kapasitas adsorpsi (mg/g) pada waktu kontak 120 menit Gambar 5.7 Pengaruh konsentrasi asam sitrat dan tartarat (M) dan konsentrasi awal

adsorbat (ppm) terhadap efisiensi adsorpsi (mg/g) pada waktu kontak 120 menit

(7)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah cair sebagai hasil samping dari aktivitas industri sering menimbulkan permasalahan bagi lingkungan. Pencemaran air oleh logam-logam berat dapat berasal dari proses-proses industri seperti industri metalurgi, industri penyamakan kulit, industri pembuatan fungisida, industri cat dan zat warna tekstil.

Zat pencemar yang berupa logam-logam berat merupakan masalah yang lebih serius dibandingkan dengan polutan organik karena ion-ion logam berat merupakan racun bagi organisme serta sangat sulit diuraikan secara biologi maupun kimia. Pencemaran logam berat merupakan masalah yang serius terhadap kondisi lingkungan saat ini. Logam berat banyak ditemukan pada hampir semua jenis limbah industri (Jaleel dkk., 2009). Semakin berkembangnya industri akan menyebabkan peningkatan pencemaran terhadap sumber-sumber air yang berasal dari limbah industri yang dibuang ke perairan tanpa pengolahan terlebih dahulu.

Kadar logam yang berlebihan dalam air minum khususnya logam berat Zn (II) sangat membahayakan penggunanya, sehingga untuk meminimalkan kadar logam tersebut maka dilakukan berbagai pengolahan (treatment), salah satunya adalah adsorpsi dengan menggunakan adsorben. Pemanfaatan sumber daya alam yang terbaharui dan terdegradasi dipilih sebagai bahan baku alternatif pada pembuatan adsorben. Pemilihan ini didasarkan pada pertimbangan yang ekonomis, jumlah bahan baku yang melimpah serta dampak terhadap lingkungan yang sangat diutamakan. Terdapatnya lignin, selulosa dan hemiselulosa menjadikan Pelepah kelapa sawit berpotensi untuk digunakan sebagai bahan penyerap (Nugraha dan Setyawati, 2001).

Selama ini, pemanfaatan pelepah kelapa sawit masih sangat terbatas, antara lain hanya sebagai umpan ternak (Ardiansyah, 2014). Pelepah kelapa sawit juga memiliki pori-pori yang berguna untuk terjadinya proses adsorpsi.

Pertimbangan yang paling penting adalah senyawa aromatik dengan gugus fungsional yang terkandung dalam lignin pelepah kelapa sawit. Sehingga gugus

(8)

tersebut akan disubstitusi oleh ion logam. Maka dari itu, diperlukan teknik pengolahan pelepah kelapa sawit yang tepat, yaitu untuk diolah menjadi adsorben.

pelepah kelapa sawit yang dijadikan adsorben adalah pelepah kelapa sawit yang sudah diaktifkan, baik dengan proses aktivasi fisika maupun aktivasi kimia sehingga pori-porinya terbuka dan dengan demikian daya adsorpsinya tinggi.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka akan dilakukan studi pada masing-masing konsentrasi aktivator asam sitrat untuk melihat pengaruh adsorpsi logam berat Zn(II) oleh pelepah kelapa sawit sebagai adsorben.

1.2 Perumusan Masalah

Limbah yang mengandung kontaminan logam berat Zn (II) merupakan salah satu sumber pencemaran yang sangat membahayakan, baik bagi kesehatan manusia maupun lingkungan. Limbah ini dapat berasal dari industri, maupun limbah rumah tangga (domestic water). Ketika tanah tidak mampu lagi (jenuh) untuk menyerap komponen limbah secara selektif, ion-ion logam akan mengkontaminasi air (air sumur dan air sungai).

Pencemaran kontaminan ini dapat diminimalkan dengan berbagai cara konvensional seperti resin penukar ion, elektrolisis, dan reverse osmosis. Namun penggunaan cara tersebut tidak ekonomis, sehingga adsorpsi dipilih sebagai proses yang lebih murah dengan memanfaatkan adsorben biomassa yang mampu mengikat ion logam berat Zn (II).

Pemilihan pelepah kelapa sawit sebagai adsorben disebabkan oleh kandungan gugus fungsional seperti hidroksil dalam substrat serat lignoselulosa seperti lignin. Gugus hidroksil dalam serat lignoselulosa memiliki kemampuan untuk mengikat ion-ion logam secara aktif. Namun, gugus hidroksil memiliki kemampuan yang lebih rendah dalam mengikat ion logam berat dibandingkan dengan gugus karboksil (Torresdey et al., 2003). Sehingga untuk meningkatkan aktivitas adsroben, maka dilakukan suatu modifikasi dengan menggunakan asam sitrat.

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelepah Kelapa Sawit

Pelepah kelapa sawit merupakan bagian dari tanaman kelapa sawit yang berupa tangkai daun. Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (Ramdja, 2008).

Gambar 2.1 Pelepah kelapa sawit

Kandungan nutrisi Bahan Kering (% BK) setara dengan rumput alam yang tumbuh di padang penggembalaan. Kandungan zat-zat nutrisi pelepah dan daun sawit adalah bahan kering 48,78%, protein kasar 5,3%, hemiselulosa 21,1%, selulosa 27,9%, serat kasar 31,09%, abu 4,48%, BETN 51,87%, lignin 16,9% dan silika 0,6%. Adanya kandungan lignoselulosa yang tinggi pada suatu bahan memungkinkannya dipreparasi menjadi adsorben (Imsya, 2007).

2.2 Berbagai Jenis Aktivator

Jenis bahan kimia yang dapat digunakan sebagai aktivator adalah hidroksida logam alkali garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan khususnya ZnCl2, asam-asam anorganik seperti H2SO4 dan H4PO4, dan uap air pada suhu tinggi. Unsur-unsur mineral dari persenyawaan kimia yang ditambahkan tersebut akan meresap ke dalam adsorben dan membuka

(10)

permukaan yang semula tertutup oleh komponen kimia sehingga volume dan diameter pori bertambah besar. Pemilihan jenis aktivator akan berpengaruh terhadap kualitas adsorben, dimana masing-masing jenis aktivator akan memberikan efek/pengaruh yang berbeda-beda terhadap luas permukaan maupun volume pori-pori adsorben yang dihasilkan (Roy dan Glenn, 1995). Berbagai jenis aktivator antara lain sebagai berikut:

1. Asam Sulfat (H2SO4)

Terikatnya molekul air yang ada pada arang aktif oleh H2SO4

menyebabkan pori-pori pada arang aktif semakin besar. Semakin besar pori-pori maka luas permukaan arang aktif semakin bertambah. Bertambahnya luas permukaan ini mengakibatkan semakin meningkatnya kemampuan adsorpsi dari arang aktif (Roy dan Glenn, 1995).

2. Asam Sitrat (C6H8O7)

Peneliti menggunakan asam sitrat sebagai aktivator adsorben dalam upaya perbaikan kualitas adsorben, mengingat asam sitrat adalah material organik yang aman dan bisa untuk dikonsumsi. Selain itu, asam sitrat memiliki keunggulan dalam proses meningkatkan luas permukaan adsorben sehingga dapat mengadsorpsi senyawa logam dengan disertai reaksi kimia membentuk senyawa kimia komplek yang tidak terlarut dalam adsorbat, sehingga proses pemisahan antara adsorben dan adsorbat dapat dilakukan dengan penyaringan (Anonimous, 2012a)

3. Asam Tartarat

Asam tartarat merupakan senyawa organik turunan asam askorbat seperti asam oksalat dan asam treonat. Asam tartarat merupakan salah satu asam primer yang dijumpai pada anggur selain asam malat dan asam sitrat.

2.3 Logam Berat

Logam berat sebagian besar tersebar di lingkungan melalui limbah industri, limbah organik, sampah pembakaran, transportasi dan pembangkit listrik.

Logam berat ini dapat terbawa lebih jauh karena angin, tergantung apakah mereka

(11)

dalam bentuk gas atau sebagai partikulat. Logam yang mengandung limbah industri merupakan sumber besar pencemaran logam dari hidrosfer. Cara lain penyebarannya adalah gerakan pada air drainase dari daerah resapan yang telah terkontaminasi oleh limbah dari pertambangan dan unit peleburan (Agarwal, 2009).

2.3.1 Zink (Zn)

Zink secara alami terdapat di udara, tanah, air dan hampir disemua makanan. Kegiatan pertambangan dan pengecoran, pemurnian kadmium dan timah, karbon hasil pembakaran pada produksi baja dan pembakaran limbah padat berkontribusi paling signifikan terhadap polusi seng di lingkungan. Zink umumnya digunakan untuk melapisi besi dan logam lainnya untuk mencegah oksidasi. Berbagai seng yang digunakan industri sebagai pengawet kayu, katalis, kertas fotografi, akselerator untuk vulkanisasi karet, keramik, tekstil, pupuk, pigmen dan baterai. Beberapa proses yang saat ini digunakan dalam industri untuk menghilangkan logam berat seng dari limbah cair. Pertukaran ion, adsorpsi, reverse osmosis, pengendapan kimia dan sedimentasi, filtrasi, elektrodialisis dan flotasi udara adalah beberapa metode-metode yang paling umum digunakan (Ramos, 2002).

2.3.2 Berbagai Macam Metode Pengolahan Limbah Cair 1. Penukar ion

Ion exchange merupakan proses reaksi kimia bersifat reversibel dimana suatu ion (atom atau molekul) yang telah hilang atau memperoleh suatu elektron dan dengan demikian memperoleh suatu muatan elektrik dalam larutan yang digantikan dengan ion yang bermuatan sama dari partikel butir padat immobile.

Partikel padat ion exchange ini bisa dalam bentuk anorganik zeolit (alami) dan juga sintetik dalam bentuk resin organik. Resin organik buatan merupakan jenis yang banyak digunakan saat ini, sebab memiliki karakteristik yang dapat dikhususkan pada aplikasi spesifik (Anonimous, 2009b)

2. Pengendapan kimia

(12)

Prinsip yang digunakan untuk mengolah limbah cair secara kimia adalah menambahkan bahan kimia (koagulan) yang dapat mengikat bahan pencemar yang dikandung air limbah, kemudian memisahkannya (mengendapkan atau mengapungkan). Kekeruhan dalam air limbah dapat dihilangkan melalui penambahan atau pembubuhan sejenis bahan kimia yang disebut flokulan. Pada umumnya bahan seperti aluminium sulfat (tawas), fero sulfat, poli amonium khlorida atau polielektrolit organik dapat digunakan sebagai flokulan. Dalam pengolahan limbah cara ini, hal yang penting harus diketahui adalah jenis dan jumlah polutan yang dihasilkan dari proses produksi. Umumnya zat pencemar industri kain terdiri dari tiga jenis yaitu padatan terlarut, padatan koloidal, dan padatan tersuspensi (Anonimous, 2012c).

3. Elektrokimia

Pengolahan limbah cair logam berat dengan menggunakan proses elektrokimia pada prinsipnya mengalirkan arus listrik kedalam air limbah, sehingga arus tersebut menyebabkan ketidakstabilan partikel tersuspensi dalam air limbah,termasuk logam, hidrokarbon dan organik. ketika partikel-partikel tersebut tidak stabil, terjadi gaya tarik menarik antara ion yang muatanya berlawanan membentuk partikel yang lebih besar sehingga mudah mngendap (Anonimous, 2007).

4. Penyaringan membran

Teknik pemisahan dengan membran umumnya berdasarkan ukuran partikel dan berat molekul dengan gaya dorong berupa beda tekan, medan listrik dan beda konsentrasi. Proses pemisahan dengan membran yang memakai gaya dorong berupa beda tekan umumnya dikelompokkan menjadi empat jenis diantaranya mikromembran, ultramembran, nanomembran dan reverse osmosis.

Membran berfungsi memisahkan material berdasarkan ukuran dan bentuk molekul, menahan komponen dari umpan yang mempunyai ukuran lebih besar dari pori-pori membran dan melewatkan komponen yang mempunyai ukuran yang lebih kecil. Larutan yang mengandung komponen yang tertahan disebut konsentrat dan larutan yang mengalir disebut permeat (Notodarmodjo dan Deniva, 2004).

(13)

5. Penggunaan bakteri

Pengolahan limbah secara anaerob dilakukan untuk menurunkan COD yang tinggi, sedangkan pengolahan secara aerob dilakukan setelah nilai COD kurang dari 1500 ppm untuk mempersingkat waktu pengolahan. Berbagai jenis mikroba dapat digunakan untuk mengefektifkan pengolahan limbah secara aerob maupun aerob sehingga keluaran limbah dapat memenuhi baku mutu lingkungan dan tentunya dalam waktu yang relatif lebih singkat (Franson dan Ann, 1989).

6. Metode adsorpsi

Berbagai metode yang telah disebutkan di atas memiliki beberapa kelemahan, yaitu penanganannya yang tidak bersifat ekonomis dan mahal. Oleh karena itu digunakan suatu metode yang sangat konvensional, yaitu adsorpsi.

Adsorpsi bersifat sangat ekonomis karena memanfaatkan limbah biomassa yang dapat digenerasi dan dapat terdegradasi (Bernasconi dkk., 1995).

2.4. Adsorpsi

2.4.1 Pengertian Adsorpsi

Adsorpsi adalah proses dimana molekul-molekul fluida menyentuh dan melekat pada permukaan padatan. Adsorpsi adalah fenomena fisik yang terjadi saat molekul-molekul gas atau cair dikontakkan dengan suatu permukaan padatan dan sebagian dari molekul-molekul tadi mengembun pada permukaan padatan tersebut. Walaupun adsorpsi biasanya dikaitkan dengan perpindahan dari suatu gas atau cairan kesuatu permukaan padatan, perpindahan dari suatu gas ke suatu permukaan cairan juga terjadi. Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan maupun gas) terikat kepada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu film (lapisan tipis) pada permukaan padatan tersebut. Berbeda dengan absorpsi, dimana fluida terserap oleh fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan.

Untuk mengetahui karakteristik yang terjadi dalam proses adsorpsi dapat diilustrasikan dengan Gambar 2.2 dibawah ini:

(14)

Tahap 1. Difusi Tahap 2. Migrasi Tahap 3. Pembentukan pada permukaan ke dalam pori monolayer adsorben adsorben adsorben

Gambar 2.2 Mekanisme proses adsorpsi

Padatan berpori yang menghisap (adsorption) dan melepaskan (desorption) suatu fluida disebut adsorben. Molekul fluida yang dihisap tetapi tidak terakumulasi/melekat kepermukaan adsorben disebut adsoptive, sedangkan yang terakumulasi/melekat disebut adsorbat.

Jika fenomena adsorpsi disebabkan terutama oleh gaya van der Waals, dan gaya hidrostatik antara molekul adsorbat, maka atom yang membentuk permukaan adsorben tanpa adanya ikatan kimia disebut adsorpsi fisika. Biasanya interaksi antara padatan dan molekul yang mengembun tadi relatif lemah. Dan jika terjadi interaksi secara kimia antara adsorbat dan adsorben, maka fenomenanya disebut adsorpsi kimia. Pada dasarnya adsorben dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Adsorben yang mengadsorpsi secara fisik (karbon aktif, silika gel, dan zeolit).

2. Adsorben yang mengadsorpsi secara kimia (calcium chloride, metal hydride, dan complex salts), dan

3. Composite adsorbent, adsorben yang mengadsorpsi secara kimia dan fisik.

2.4.2 Adsorpsi Secara Fisik

Pada adsorpsi jenis ini, adsorpsi terjadi tanpa adanya reaksi antara molekul-molekul adsorbat dengan permukaan adsorben. Molekul-molekul

(15)

adsorbat terikat secara lemah karena adanya gaya van der Waals. Adsorpsi ini relatif berlangsung cepat dan bersifat reversibel (dapat dikembalikan). Proses adsorpsi fisik terjadi tanpa memerlukan energi aktivasi, sehingga proses tersebut membentuk lapisan jamak (multilayer) pada permukaan adsorben. Ikatan yang terbentuk dalam adsorpsi fisika dapat diputuskan dengan mudah, yaitu dengan cara degassing (pemanasan) pada temperatur 150-200°C selama 2-3 jam (Alberty dan Daniels, 1983).

2.4.3 Adsorpsi Secara Kimia

Dalam adsorpsi kimia, proses adsorpsi terjadi dengan adanya pembentukan ikatan kimia dengan sifat yang spesifik karena tergantung pada jenis adsorben dan adsorbatnya. Yaitu reaksi yang terjadi antara zat padat dengan zat terlarut yang teradsorpsi. Adsorpsi ini bersifat spesifik dan melibatkan gaya yang jauh lebih besar daripada adsorpsi fisika. Panas yang dilibatkan adalah sama dengan panas reaksi kimia (Alberty dan Daniels, 1983). Tabel 2.6 memperlihatkan perbedaan antara adsorpsi fisika dan kimia.

Tabel 2.2 Perbedaan Adsorpsi Fisik dan Kimia

Adsorpsi Fisik Adsorpsi Kimia

Molekul terikat pada adsorben oleh gaya van der waals

Molekul terikat pada adsorben oleh ikatan kimia

Mempunyai entalpi reaksi 4 sampai 40 kJ/mol

Mempunyai entalpi reaksi 40 sampai 800 kJ/mol

Dapat membentuk lapisan multilayer Membentuk lapisan monolayer Adsorpsi hanya terjadi pada suhu di

bawah titik didih adsorbat

Adsorpsi dapat terjadi pada suhu tinggi

Tidak melibatkan energi aktifasi tertentu Melibatkan energi aktifasi tertentu Bersifat tidak spesifik Bersifat sangat spesifik

(Anonimous, 2011)

2.4.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi adalah sebagai berikut:

1. Pengadukan (Agitation)

(16)

Tingkat adsorpsi dikontrol baik oleh difusi film maupun difusi pori, tergantung pada tingkat pengadukan pada sistem.

2. Kelarutan Adsorbat

Senyawa terlarut memiliki gaya tarik-menarik yang kuat terhadap pelarutnya sehingga lebih sulit diadsorpsi dibandingkan senyawa tidak larut.

3. Ukuran Molekul Adsorbat

Tingkat adsorpsi pada alifatik, aldehid, dan alkohol biasanya naik diikuti dengan kenaikan ukuran molekul. Hal ini dapat dijelaskan dengan kenyataan bahwa gaya tarik antara adsorben dan molekul (adsorbat) akan semakin besar ketika ukuran molekul semakin mendekati ukuran pori adsorben. Tingkat adsorpsi tertinggi terjadi jika pori adsorben cukup besar untuk dilewati oleh molekul (adsorbat).

4. Karakteristik Adsorben

a. Kemurnian adsorben, sebagai zat untuk mengadsorpsi maka adsorben yang lebih murni lebih diinginkan karena kemampuan adsorpsi lebih baik.

b. Luas permukaan dan volume pori adsorben, jumlah molekul adsorbat yang teradsorp meningkat dengan bertambahnya luas permukaan dan volume pori adsorben.

5. pH

Asam organik lebih mudah teradsorpsi pada pH rendah, sedangkan adsorpsi basa organik efektif pada pH tinggi.

6. Temperatur

Tingkat adsorpsi naik diikuti dengan kenaikan temperatur dan turun dengan penurunan temperatur. Temperatur yang dimaksud adalah temperatur adsorbat. Pada saat molekul-molekul gas atau adsorbat melekat pada permukaan adsorben akan terjadi pembebasan sejumlah energi yang dinamakan peristiwa exothermic. Meningkatnya temperatur akan menambah jumlah adsorbat yang teradsorpsi demikian juga untuk peristiwa sebaliknya.

7. Waktu Kontak

Semakin lama waktu kontak antara adsorben dengan adsorbat, maka daya adsorpsinya akan semakin besar (Benefield, 1982).

(17)

2.5 Adsorben

Zat pengadsorpsi (adsorben) biasanya merupakan bahan-bahan yang sangat berpori, dan adsorpsi berlangsung pada dinding-dinding pori atau pada tempat tertentu dalam partikel tersebut. Pori-pori pada permukaan adsorben menyebabkan luas permukaan adsorben semakin besar hingga mencapai 2000 m2/g.

Karakteristik adsorben yang dibutuhkan untuk adsorpsi yang baik adalah sebagai berikut:

1. Luas permukaan adsorben. Semakin besar luas permukaan maka semakin besar pula daya adsorpsinya, karena proses adsorpsi terjadi pada permukaan adsorben.

2. Tidak ada perubahan volume yang berarti selama proses adsorpsi dan desorpsi.

3. Kemurnian adsorben. Adsorben yang memiliki tingkat kemurnian tinggi, daya adsorpsinya lebih baik.

Dibandingkan dengan adsorben dari sumber lain, adsorben yang berasal dari limbah pertanian memiliki karakteristik yang unik seperti kemudahan regenerasi dan desorpsi dengan larutan dasar (basic solutions) atau asam. Hal ini dapat disebabkan oleh fakta bahwa mereka memiliki kelompok permukaan fungsional seperti hidroksil dan karboksilat yang memiliki afinitas tinggi untuk kation logam (Kurniawan dkk., 2010).

(18)

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mempelajari kemampuan adsorpsi ion logam Zn2+ oleh pelepah kelapa sawit hasil modifikasi terhadap kapasitas dan efisiensi penyerapan

b. Mengetahui pengaruh konsentrasi awal logam berat Zn (II) dan pengaruh perendaman (aktivasi) dengan berbagai rasio konsentrasi aktivator asam sitrat dan asam tartarat terhadap kinerja dari adsorben teraktivasi.

3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk menjadikan pelepah kelapa sawit sebagai adsorben penyerap ion logam Zn (II), karena sebelumnya telah diaktivasi secara kimiawi sehingga penggunaannya dapat bermanfaat dalam menangani pencemaran kontaminan logam Zn (II). Selain itu juga untuk mengurangi limbah padat pertanian yang mencemari lingkungan dengan memanfaatkannya sebagai adsorben.

(19)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan adalah pelepah kelapa sawit yang diayak dengan ukuran 40-60 mesh, dan KOH/asam sitrat/asam tartarat sebagai aktivator kimia.

KOH/asam sitrat/asam tartarat dibeli secara komersial dari Sigma-Aldrich. Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya: Hot plate, gelas ukur, oven dryer, ball mill dan shaker, desikator, timbangan digital, buchner funnel, termometer, beker gelas, pH meter dan labu ukur 1 L, sedangkan alat analisa meliputi AAS AA 6300 Shimadzu.

4.2 Variabel Penelitian

Variabel percobaan yang dilakukan mencakup variabel tetap dan variabel berubah.

4.2.1 Variabel Tetap

a) Suhu Pengeringan Pelepah kelapa sawit : 120°C (Marshall dkk, 2000)

b) Massa Adsorben yang diadsorpsi : 1 gram (Marshall dkk, 1999) c) Volume KOH : 500 mL (0,5 M) (Min dkk, 2004)

d) Kecepatan Pengadukan : 80 rpm

f) Ukuran Partikel : 40-60 mesh

4.2.2 Variabel Berubah

a) Konsentrasi Asam Sitrat: Asam tartarat (50:50) : 0,5; 0,6; 0,7 dan 0,8 M b) Waktu Adsorpsi Zn(NO3)2 : 0 sampai 150 menit c) Konsentrasi Sampel Zn(NO3)2 : 20, 40, 60 dan 80 ppm

4.3 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam tiga (3) tahapan proses yaitu sebagai berikut:

(20)

- Tahap 1: Persiapan aktivasi - Tahap 2: Proses aktivasi

- Tahap 3: Proses adsorpsi (penyerapan)

4.3.1 Persiapan Aktivasi

Pelepah kelapa sawit dicuci bersih beberapa kali dengan aquades untuk menghilangkan debu dan kotoran. Pertama sekali pelepah kelapa sawit direndam dalam air bersih (100°C) selama 1 jam, selanjutnya dikeringkan dibawah sinar matahari selama 4 jam. Pelepah kelapa sawit yang telah kering ini selanjutnya dimasukkan ke dalam oven dryer dan dikeringkan lagi pada temperatur 120°C selama 1 jam. Hasil pengeringan ini kemudian digiling dengan menggunakan ball mill dan diayak menggunakan sieve shaker pada ukuran 40-60 mesh (15 menit).

Pelepah kelapa sawit yang telah halus selanjutnya dikeringkan lagi pada temperatur 120°C selama 3 jam dan kemudian disimpan di dalam desikator.

4.3.2 Proses Aktivasi

Beberapa gram pelepah kelapa sawit kering yang telah diayak dimasukkan ke dalam 500 mL KOH 0,5 M (Min dkk., 2004). Hal ini dilakukan untuk menghilangkan silikat dalam Pelepah kelapa sawit, sehingga memungkinkan proses adsorpsi berjalan lebih baik. KOH akan masuk ke dalam struktur selulosa dan bereaksi dengan silikat yang terdapat pada Pelepah kelapa sawit sehingga membentuk natrium silikat (Kurniawan dan Notodarmojo, 2010).

Menurut Sciban dkk (2006a), KOH meningkatkan proses adsorpsi dengan menyebabkan pembentukan lokasi baru adsorpsi pada permukaan adsorben.

Campuran tersebut kemudian diaduk dengan menggunakan shaker pada 80 rpm selama 60 menit pada suhu kamar. Pelepah kelapa sawit yang sudah dicampur dengan KOH kemudian dimasukkan ke dalam 500 mL aquades dan diaduk pada 80 rpm selama 30 menit, prosedur ini diulang sampai diperoleh pH ± 7. Kemudian dikeringkan pada temperatur 50°C selama 2 jam (Marshall dkk, 1999).

(21)

Pelepah kelapa sawit yang sudah netral dicampur dengan campuran asam sitrat/asam tartarat 0,5 M, dengan memasukkan 1 gram adsorben ke dalam beker gelas 250 mL yang mengandung 100 mL campuran tersebut. Rendaman diaduk selama 2 jam pada 80 rpm menggunakan shaker, kemudian dikeringkan selama 3 jam pada temperatur 50°C. Prosedur tersebut diulangi untuk konsentrasi asam sitrat 0,6; 0,7, dan 0,8 M. PKS yang telah dimodifikasi ditempatkan pada kertas saring, dan dicuci dengan aquades untuk menghilangkan kelebihan dari aktivator sampai pH ± 7, yang diikuti dengan pengeringan kembali selama 24 jam pada temperatur 50°C (Marshall dkk., 2000).

4.3.3 Proses Adsorpsi (Penyerapan)

Pelepah kelapa sawit yang telah diaktivasi dengan aktivator dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL yang mengandung larutan Zn(NO3)2 20 ppm sebanyak 1 gram dari 100 mL larutan Zn(NO3)2 tersebut, dan selanjutnya dilakukan proses pengadukan 80 rpm menggunakan shaker selama waktu tertentu (0 sampai 150 menit) pada temperatur kamar. Setelah proses penyerapan selesai, larutan sampel diambil untuk dianalisis kadar Zn dengan AAS. Perlakuan di atas diulangi untuk konsentrasi 40, 60, dan 80 ppm.

4.3.4 Prosedur Analisis dengan AAS Shimadzu AA 6300

Pengujian kadar timbal dalam sampel (SNI 06-2517-1991) secara langsung dilakukan pada panjang gelombang 283,3 nm. Sampel yang akan dianalisis dimasukkan ke dalam tabung reaksi masing-masing sebanyak 20 mL.

Kemudian dihubungkan dengan pipa kapiler pada alat AAS.

(22)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Penentuan Waktu Equilibrium Adsorpsi Zn(II) pada Uji Pendahuluan Uji pendahuluan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan adsorben pelepah kelapa sawit (PKS) yang sudah diaktivasi sebagai adsorben untuk penyerapan logam Zn(II) dan juga untuk menentukan waktu equilibrium. Untuk mengetahui pengaruh waktu equilibrium (waktu dimana tidak terjadi lagi penyerapan) dilakukan uji pendahuluan dengan memvariasikan waktu kontak yaitu 0, 30, 60, 90, 120, 140 dan 160 menit dengan konsentrasi Zn(II) 20 ppm terhadap adsorben yang diaktivasi dengan konsentrasi asam sitrat dan tartarat (50:50) 0,4 M dan kecepatan pengaduk 80 rpm. Untuk pengaruh waktu equilibrium terhadap penyerapan ion seng dengan adsorben PKS dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 5.1 Hubungan antara waktu kontak (menit) dengan konsentrasi akhir adsorbat (ppm) untuk penentuan waktu equilibrium

Pada Gambar 5.1 dapat dilihat bahwa waktu kontak optimum dengan adsorben PKS yang diperoleh pada konsentrasi 20 ppm adalah pada waktu 120 menit dengan konsentrasi akhir adsorbat sebesar 0,75 ppm. Hal ini disebabkan karena menit ke 120 cenderung tidak lagi terjadi peningkatan kapasitas

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

0 30 60 90 120 150 180

Konsentrasi akhir adsorbat (ppm)

Waktu kontak (menit)

(23)

penyerapan secara signifikan, bila dibandingkan dengan menit sebelum 120.

Lamanya waktu kontak antara adsorbat dengan adsorben mempengaruhi kapasitas penyerapan, hal ini dikarenakan semakin lama waktu kontak yang dilakukan, maka penyerapan akan mencapai kesetimbangan (equilibrium).

Berdasarkan Gambar 5.1 di atas dapat dilihat bahwa konsentrasi logam Zn (II) dalam larutan semakin menurun seiring pertambahan waktu adsorpsi. Hal tersebut membuktikan bahwa adsorben PKS memiliki kemampuan sebagai suatu adsorben. Okafor (2012) mengemukakan bahwa beberapa adsorben dari alam memiliki kandungan selulosa dan lignin yang merupakan material yang sangat potensial untuk dapat dijadikan bioadsorben. Lignin dan selulosa memiliki struktur pori yang merupakan syarat utama adsorben.

5.2 Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Kapasitas Penyerapan pada Uji Pendahululan

Untuk mengetahui pengaruh waktu pengontakan (adsorpsi) terhadap kapasitas penyerapan logam Zn(II) oleh adsorben PKS, percobaan dilakukan dengan memvariasikan waktu pengontakan.

Gambar 5.2 Hubungan waktu kontak (menit) terhadap kapasitas penyerapan pada konsentrasi Zn(II) 20 ppm dan konsentrasi asam sitrat dan tartarat 0.4 M dengan menggunakan adsorben PKS

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8

0 30 60 90 120 150 180

Kapasitas penyerapan (mg/g)

Waktu kontak (menit)

(24)

Semakin lama waktu kontak maka konsentrasi ion logam Zn (II) yang terserap akan semakin meningkat sampai terjadinya kesetimbangan. Pengaruh waktu kontak terhadap penyerapan ion logam Zn (II) menggunakan adsorben PKS dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh bahwa kapasitas penyerapan untuk konsentrasi adsorbat 20 ppm menggunakan adsorben PKS dengan waktu pengontakan 0, 30, 60, 90, 120, 140 dan 160 menit berturut-turut adalah 1,3877;

1,48; 1,48, 1,50; 1,49; 1,50 mg/g. Pratama (2015) dalam penelitiannya menggunakan adsorben kitin terikat silang glutaraldehid, mengatakan bahwa jumlah Zn(II) yang teradsorpsi pada 40 menit pertama terjadi peningkatan yang signifikan. Setelah proses adsorpsi berlangsung selama 60 menit tetap terjadi peningkatan jumlah Zn(II) yang teradsorpsi namun tidak terlalu signifikan hingga menit 120. Dapat disimpulkan bahwa waktu kontak optimum berada pada menit ke-100 karena setelah proses adsorpsi berlangsung selama 100 menit penambahan waktu adsorpsi tidak memberikan perubahan yang signifikan pada jumlah Zn(II) yang teradsorpsi.

Berdasarkan Gambar 5.2 di atas dapat dilihat bahwa pada awal proses, laju penyerapan adsorbat sangat sangat besar yaitu pada menit ke-30 dan mengalami peningkatan yang cenderung stabil pada menit ke-120 hingga mencapai menit ke-160 (titik kesetimbangan). Penghilangan ion logam yang cukup cepat pada menit-menit awal ini mungkin tejadi karena berkaitan dengan faktanya bahwa pada awalnya banyak sisi adsorben yang kosong sehingga kecenderungan larutan untuk terserap ke adsorben semakin tinggi dengan bertambahnya waktu kontak dan perlahan lajunya mulai menurun hingga tercapai waktu kesetimbangan (Wahyuni, 2010).

5.3 Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Efisiensi Penyerapan pada Uji Pendahululan

Untuk melihat efisiensi penyerapan logam Zn(II) juga dilakukan pengujian dengan memvariasikan waktu kontak. Pengujian dilakukan dengan konsentrasi adsorbat 20 ppm dengan konsentrasi aktivator asam sitrat dan tartarat masing-

(25)

masing adalah 0.4 M. Untuk efisiensi penyerapan dengan menggunakan adsorben PKS dapat dilihat dibawah ini.

Gambar 5.3 Hubungan waktu kontak (menit) terhadap efisiensi penyerapan (%) pada konsentrasi Zn(II) 20 ppm dan konsentrasi asam sitrat dan tartarat 0.4 M dengan menggunakan adsorben PKS.

Pada Gambar 5.3 dapat dilihat pada konsentrasi adsorbat 20 ppm dengan konsentrasi aktivator 0,4 M pada kecepatan pengaduk 80 rpm untuk adsorben PKS, diperoleh efisiensi penyerapan pada saat menit 0, 30, 60, 90, 120, 140 dan 160 berturut-turut adalah 87,54; 93,60; 93,88; 95,24; 94,08; 94,68 %. Waktu equilibrium diperoleh pada menit ke-120, dimana pada waktu tersebut persentase penyerapan logam Zn (II) mencapai 95,24 % untuk konsentrasi adsorbat 20 ppm.

Lamanya waktu kontak antara adsorbat dengan adsorben akan mempengaruhi efisiensi dan kapasitas penyerapan. Semakin lama waktu pengadukan, kemampuan untuk saling mengikat akan semakin besar. Hal ini karena adanya waktu kontak yang lama antara adsorben dengan adsorbat memungkinkan semakin banyak terbentuk ikatan antara partikel adsorben dengan ion logam berat (Faisal, 2015).

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 30 60 90 120 150 180

Efisiensi penyerapan (%)

Waktu kontak (menit)

(26)

5.4. Pengaruh Konsentrasi Awal Adsorbat terhadap Kapasitas Penyerapan Pengaruh konsentrasi awal adsorbat terhadap kapasitas penyerapan ion logam Zn (II), percobaan dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi adsorbat yaitu 20, 40, 60 dan 80 ppm dan proses adsorpsi dilakukan dengan waktu kontak 120 menit dan kecepatan pengaduk 80 rpm. Pengaruh konsentrasi awal adsorbat terhadap kapasitas penyerapan ditampilkan pada Gambar 5.4 berikut:

Gambar 5.4 Pengaruh konsentrasi awal Zn(II) (ppm) dan konsentrasi aktivator (M) terhadap kapasitas penyerapan (mg/g)pada waktu equilibrium (120 menit)

Dari Gambar 5.4 dapat dilihat pada konsentrasi asam sitrat dan tartarat 0.4 M, kapasitas adsorpsi pada konsentrasi awal adsorbat 20, 40, 60 dan 80 ppm adalah sebesar 1,51; 3,54; 4,07; 4,23 mg/g.

Jumlah adsorbat yang terserap pada adsorben meningkat secara linier dengan bertambahnya konsentrasi. Dapat dikatakan juga bahwa semakin bertambahnya konsentrasi, maka semakin banyak molekul adsorbat dan adsorben yang saling berinteraksi dalam proses adsorpsi. Hal tersebut menyebabkan adsorpsi cenderung semakin meningkat (Mulyana, 2014).

5.5. Pengaruh Konsentrasi Awal Adsorbat terhadap Efisiensi Penyerapan Sesuai dengan hasil percobaan yang diperoleh pada penelitian ini, dimana persentase penyisihan untuk konsentrasi awal adsorbat 20, 40, 60 dan 80 ppm dan

0 1 2 3 4 5 6 7

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Kapasitas adsorpsi (mg/g)

Konsentrasi awal adsorbat (ppm)

0,4 M 0,8 M 1,2 M 1,6 M

(27)

konsentrasi aktivator asam sitrat dan tartarat 0,4 M, menggunakan adsorben PKS berturut-turut adalah 95,64; 80,53; 74,60; 57,80 %. Penurunan efisiensi penyerapan disebabkan karena pada konsentrasi yang lebih tinggi, jumlah ion logam dalam larutan tidak sebanding dengan jumlah pertikel adsorben yang tersedia sehingga permukaan adsorben akan mencapai titik jenuh dan efisiensi penyerapan pun menjadi menurun.

Gambar 5.5 Pengaruh konsentrasi awal Zn(II) (ppm) dan konsentrasi aktivator (M) terhadap efisiensi penyerapan (%) dengan waktu 120 menit Kedua pendapat tersebut sesuai dengan teori Langmuir yang menjelaskan bahwa pada permukaan adsorben terdapat situs aktif yang jumlahnya sebanding terhadap luas permukaan adsorben, sehingga bila situs aktif pada permukaan dinding sel adsorben telah jenuh oleh ion logam, maka penambahan konsentrasi tidak lagi dapat meningkatkan kemampuan adsorpsi dari adsorben tersebut. Oleh sebab itu, pada konsentrasi lebih dari 20 ppm, adsorpsi ion logam mengalami penurunan (Sembiring dkk, 2008).

5.6 Pengaruh Konsentrasi Asam Sitrat dan Asam Tartarat terhadap Kapasitas Penyerapan

Pengaruh konsentrasi aktivator asam sitrat dan tartarat terhadap kapasitas penyerapan ion logam Zn (II), percobaan dilakukan dengan memvariasikan

0 25 50 75 100

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Efisiensi penyerapan (%)

Konsentrasi awal adsorbat (ppm)

0,4 M 0,8 M 1,2 M 1,6 M

(28)

konsentrasi asam sitrat dan tartarat (50:50) yaitu 0,4 ; 0,8 ; 1,2 ; 1,6 M. Variasi asam sitrat dan tartarat diberikan pada masing-masing konsentrasi Zn (II) 20, 40, 60 dan 80 ppm terhadap waktu kontak 120 menit. Untuk menentukan kapasitas penyerapan terhadap konsentrasi asam sitrat, maka ditampilkan grafik antara konsentrasi asam sitrat (M) terhadap kapasitas penyerapan (mg/g).

Gambar 5.6 Pengaruh konsentrasi aktivator (M) dan konsentrasi awal adsorbat (ppm) terhadap kapasitas adsorpsi (mg/g) pada waktu kontak 120 menit

Dari Gambar 5.6 dapat disimpulkan bahwa pada masing-masing konsentrasi Zn(II) terjadi peningkatan kapasitas penyerapan untuk setiap konsentrasi aktivator yang digunakan. Kapasitas penyerapan paling rendah diperoleh pada konsentrasi asam sitrat dan tartarat 0,4 M dan kapasitas penyerapan optimum diperoleh pada konsentrasi 1,6 M.

Asam sitrat dan tartarat sebagai larutan aktivator memainkan peran penting pada adsorben dalam proses adsorpsi. Kehadiran asam sitrat dan tartarat selama aktivasi menghasilkan degradasi material yang akan membentuk pori.

Hasil ini nantinya dapat dilihat dan digambarkan pada hasil analisa SEM.

Semakin bertambah konsentrasi aktivator tersebut, maka nilai kapasitas dan efisiensi adsorpsinya terhadap ion logam Zn(II) semakin tinggi. Bertambahnya konsentrasi asam sitrat dan tartarat sebanding dengan peningkatan distribusi pori

0 1 2 3 4 5 6 7

0 0,4 0,8 1,2 1,6

Kapasitas adsorpsi (mg/g)

Konsentrasi aktivator (M)

15 ppm 44 ppm 54 ppm 73 ppm

(29)

dan luas permukaan adsorben sehingga menyebabkan jumlah tempat mengikat ion logam Zn bertambah dan kemampuan adsorpsinya pun meningkat.

5.7. Pengaruh Konsentrasi Asam Sitrat dan Asam Tartarat terhadap Efisiensi Penyerapan

Konsentrasi asam sitrat dan tartarat juga mempengaruhi efisiensi penyerapan adsorben terhadap adsorbatnya. Hal tersebut dapat dilihat dari Gambar 5.7 yang menyatakan hubungan antara kenaikan konsentrasi aktivator terhadap efisiensi adsorpsi.

Gambar 5.7 Pengaruh konsentrasi asam sitrat dan tartarat (M) dan konsentrasi awal adsorbat (ppm) terhadap efisiensi adsorpsi (mg/g) pada waktu kontak 120 menit

Sama halnya seperti kenaikan kapasitas penyerapan, kenaikan konsentrasi asam sitrat dan tartarat pada perendaman juga mempengaruhi efisiensi adsorpsi dari adsorben PKS. Efisiensi paling tinggi yaitu pada konsentrasi asam sitrat dan tartarat 1,6 M dengan konsentrasi awal Zn(II) 20 ppm.

0 25 50 75 100

0 0,4 0,8 1,2 1,6

Efisiensi penyerapan (%)

Konsentrasi aktivator (M)

15 ppm 44 ppm 54 ppm 73 ppm

(30)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada proses penyerapan ion logam Zn (II) didapatkan kapasitas penyerapan optimum sebesar 5,7 mg/g yang terdapat pada konsentrasi 80 mg/L dan konsentrasi asam sitrat:asam tartarat 1,6 M dengan waktu kontak 120 menit.

2. Jumlah adsorbat yang terserap pada adsorben meningkat secara linier dengan bertambahnya konsentrasi. Dapat dikatakan juga bahwa semakin bertambahnya konsentrasi, maka semakin banyak molekul adsorbat dan adsorben yang saling berinteraksi dalam proses adsorpsi.

3. Aktivasi asam sitrat dan tartarat sangat berpengaruh dalam proses adsorpsi. Efisiensi penyerapan dengan adsorben PKS yang paling tinggi didapat pada konsentrasi awal adsorbat 20 ppm, dimana efisiensi paling tinggi tersebut diperoleh pada konsentrasi asam sitrat dan tartarat 0,4 M.

6.2 Saran

Untuk menyempurnakan penelitian ini, maka perlu disarankan beberapa hal untuk penelitian selanjutnya, yaitu:

1. Untuk mendapatkan hasil maksimal, dapat dikaji pengaruh pH dan temperatur.

2. Sebaiknya dilakukan pengujian awal adsorben dengan menggunakan SEM sebelum dan sesudah adsorpsi.

(31)

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terimakasih atas pendanaan penelitian ini kepada Universitas Syiah Kuala, Kemenristekdikti, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan Program Penelitian Terapan Tahun Anggaran 2016. Terima kasih disampaikan juga kepada mahasiwa Jurusan Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala atas segala dukungan dan bantuannya baik administrasi maupun dalam pelaksanaan riset.

DAFTAR PUSTAKA

Alberty dan Daniels, 1983, Physical Chemistry, John Willey, Singapore.

Anonimous, 2007, Pengolahan Limbah dengan Elektrokimia, http://118.97.104.179/perpusBBIA/detail_artikel_majalah.php?id=4739 Diunduh pada 14 Juni 2015, pukul 08.00 WIB

Anonimous, 2009, Pengolahan Limbah dengan Penukar Ion, http://environergy.wordpress.com/2009/07/27/pengolahan-

limbahradioaktif-dengan-penukar-ion-ion-exchanger/ diunduh pada 14 Juni 2015, pukul 02.00 WIB.

Anonimous, 2010, Timbal (Pb),

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17455/4/Chapter%20II.pdf diunduh pada 03 April 2015, pukul 13.30 WIB.

Anonimous,2011,Adsorpsi,http://www.slideshare.net/EvaMuslimahFarmasi/adsor psi diunduh pada 20 April 2015, pukul 14.00 WIB.

Anonimous, 2012, Asam Sitrat, http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_sitrat diunduh pada 20 April 2015, pukul 14.00 WIB.

Anonimous, 2012, Pengolahan Limbah Cair secara Kimia,

http://www.scribd.com/doc/94188903/Pengolahan-Limbah-Cair-Secara- Kimia diunduh pada 14 Juni 2015, pukul 02.00 WIB.

Benefield, 1982, Process Chemistry for Water dan Waste Water Treatment.

Prentice Hall Inc. New Jersey.

Bernasconi, G., Gerster, H dan Hauser, H., 1995. Teknologi Kimia Bagian 2. Edisi pertama. Terjemahan Lienda Handojo, Pradnya Paramita. Jakarta. hal:204.

(32)

Franson dan Ann, M., 1989, Standard Method for Water and Wastewater Examination, American Public Health Association.

Gupta, V.K., Jain, C.K., Ali, I., Sharma, M dan Saini, V. K., 2004, Removal of lead(II) and nickel from wastewater using bagasse fly ash – a sugar industry waste. Water Res. 37, 4038–4044.

Indrawati, V dan Widodo, A., 2005, Pengaruh aktivator asam klorida terhadap daya adsorpsi bentonit pada rhodaminB, Skripsi, Jurdik Kimia, FMIPA, UNY.

Jaleel, C. A., Riadh, K., Gopi, R., Manivannan, P., Ines, J., Al-Juburi, H., Chang- Xing, Z., Hong-Bo, S dan Panneerselvam, R., 2009, Antioxidant defense responses: physiological plasticity in higher plants under abiotic constraints. Acta Physiologiae Plantarum 31: 427-436.

Kadirvelu, K., Thamaraiselvi, K dan Namasivayam, C., 2001, Adsorption of Pb(II) from aqueous solution onto activated carbon prepared from coirpith.

Sep. Purif. Technol. 24, 497–505.

Kurniawan, H dan Notodarmojo, S., 2010, Penggunaan Jerami Padi untuk Menyisihkan Limbah Warna Industri Tekstil Color Index Reactiva Orange 84, Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB.

Li, Q., Zhai, J., Zhang, W., Wang, M dan Zhou, J., 2006. Kinetic studies of adsorption of Pb(II), Cr(III) and Cu(II) from aqueous solution by sawdust and modified peanut husk. J. Hazard. Mater. B 141, 163–167.

Low, K.S., Lee, C. K dan Liew, S.C., 2000. Sorption of cadmium and lead from aqueous solutions by spent grain. Process Biochem. 36, 59–64.

Makinde, W. O., Adetunji, G. J., Oladipo, A. A., Adekunle, A. S., 2007, Biomaterial Development for Industrial Waste Management, Electronic Journal of Environment Agricultural and Food Chemistry, ISSN: 1573- 4377, p.2120-2129

Marshall, W. E., Wartelle, L. H., Boler, D. E., Johns, M. Mdan Toles, C. A., 1999, Enhanced metal adsorption by soybean hulls modified with citric acid, Bioresource Technology, 69, pp.263-268.

Marshall, W. E., Wartelle, L. H., Boler, D. E dan Toles, C. A., 2000, Metal ion adsorption by soybean hulls modified with citric acid: a comparative study, Environmental Technology, 21, pp.601–607.

(33)

Min, S. H., Han, J. S., Shin, E. W dan Park, J. K., 2004. Improvement of Cadmium ion Removal by Base Treatment of Juniper Fiber. Water Res. 38, 1289- 1295.

Nada, A. M. A., Kassem, N. F., Mohamed, S. H., 2008, Ion exchangers from precipitated lignin, BioResources Journal, vol 3, no. 2, p.538-548

Notodarmodjo, S dan Deniva, A., 2004, Penurunan zat organik dan kekeruhan menggunakan teknologi membran ultrafiltrasi dengan sistem aliran Dead- end. Proceeding ITB Sains & Tek. Vol 36 A, No. 1,. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Departemen Teknik Lingkungan , ITB

Nieman D, A., Timothy, A., Skoog, F., Holler, J., 1998, Principles of Instrumental Analysis, National Library of Australia.

Noeline, B.F., Manohar, D. M dan Anirudhan, T.S., 2005. Kinetic and equilibrium modeling of lead(II) sorption from water and wastewater by polymerized banana stem in a batch reactor. Sep. Purif. Technol. 45, 131–140.

Nugraha, S dan Setyawati, J., 2001, Peluang Agrobisnis Abu Sekam, Balai Pertanian Pascapanen Pertanian, [email protected], hal. 1-2.

Qaiser, S., Saleemi, A. RdanAhmad, M. M., 2007, Heavy Metal Uptake by Agro Based Waste Materials, Journal of Biotechnology, vol.10, no.3, p. 409-416.

Roy, M dan Glenn., 1995, Activated Carbon Applications in the Food dan Pharmaceutical Industries, Lewis Publisher , United States of America.

Sciban, M., Klasˇnja, M dan Sˇkrbic´, B., 2006. Modified softwood sawdust as adsorbent of heavy metal ions from water. J. Hazard. Mater. B 136,266–

271.

Torresdey, G., Tiemann, K. J., Videa, J. R. P., Armendariz, V., Parsons, J. G., 2003, Binding of Silver(I) Ions by Alfalfa Biomass (Medicago sativa) Batch pH, Time,Temperature and Ionic Strength Studies, Journal of Hazardous Substance Research, vol.4, p.1-14.

Wakansi, D., Horsfall Jr., M dan Spiff, A.I., 2006. Sorption kinetics of Pb(II) and Cu(II) ions from aqueous solution by Nipah palm (Nypa fruticans Wurmb) shoot biomass. Elec. J. Biotechnol. 9, 587–592.

Wong, K.K., Lee, C.K., Low, K. S dan Haron, M.J., 2003. Removal of Cu and Pb by tartaric acid modified rice husk from aqueous solutions. Chemosphere 50, 23–28.

(34)

Gambar 1 Pelepah kelapa sawit sebelum dihaluskan

Gambar 2 Proses adsorpsi menggunakan shaker

(35)

Gambar 3 Proses filtrasi adsorben dan filtrat menggunakan corong buchner

Gambar 4 Sampel larutan ion logam Zn2+ setelah proses adsorpsi

(36)

A. Identitas Diri Ketua Peneliti

1 Nama Lengkap (dengan gelar) Dr. Farid Mulana, ST, M.Eng.

2 Jabatan Fungsional Lektor

3 Jabatan Struktural Ketua Career Development Centre (CDC) Unsyiah 4 NIP/NIK/No. Identitas lainnya 197202081997021001

5 NIDN 0008027203

6 Tempat dan Tanggal Lahir Dilip Lamtengah/08-02-1972

7 Alamat Rumah Jl. Prada 1 Lr. Seulanga No 20 Kp. Pineung Banda Aceh 8 Nomor Telepon/Faks/HP 08126989750

9 Alamat Kantor Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Unsyiah 10 Nomor Telepon/Faks 0651-7412301

11 Alamat e-mail [email protected]

12 Lulusan yang telah dihasilkan S1 = 74 Orang, S2 = 18 Orang, S3 = - Orang 13 Matakuliah yang diampu 1. Proses Industri Kimia 1

2. Proses Industri Kimia 2

3. Termodinamika Teknik Kimia 1 4. Termodinamika Teknik Kimia 2 5. Neraca massa dan energi

B. Riwayat Pendidikan

S1 S2 S3

Nama Perguruan Tinggi UNSYIAH Banda Aceh

Toyohashi University of Technology, Jepang

Toyohashi University of Technology, Jepang Bidang Ilmu Teknik Kimia Materials Science Functional Materials

Engineering Tahun Masuk - Lulus 1990 - 1996 2000 - 2002 2002 - 2005 Judul Skripsi/Tesis/

Disertasi

Pra-rencana Pabrik Asam Salisilat

Preparation And Characterization Of Hydrogen Absorbing Composites

Development Of Hydrogen Absorbing Composites Prepared By Mechanical Milling Of Transition Metals And Alanates With Carbonaceous Materials Nama Pembimbing/

Promotor

Ir. Faisal Daud.

M.Sc (Alm)

Prof. Dr. Nobuyuki Nishimiya

Prof. Dr. Nobuyuki Nishimiya

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir

No Tahun Judul Penelitian

Pendanaan

Sumber Jml (Juta Rp) 1 2015 Peningkatan Nilai Jual Mineral Magnesit Ore Kawasan

Aceh Besar Menjadi Pupuk Kiserit

Program Unggulan Unsyiah DIPA Unsyiah

Rp 85 Juta

2 2015 Aplikasi Adsorben Berbasis Biomassa Yang Dimodifikasi Untuk Penyerapan Limbah Cair Jenis Logam Berat (Tahun ke-1) – Sebagai Ketua

Hibah Bersaing, Program Desentralisasi, DIPA Unsyiah

Rp 56 Juta

3 2015 Production of Methane and Compost from Biomass Residue using Thermophilic Stirred Anaerobic Reactor (Tahun ke-3) – Sebagai Anggota

Penelitian KLN dan Publikasi Internasional, DIKTI

Rp 200 Juta

4 2014 Production of Methane and Compost from Biomass Residue using Thermophilic Stirred Anaerobic Reactor (Tahun ke-2) – Sebagai Anggota

Penelitian KLN dan Publikasi Internasional, DIKTI

Rp 200 Juta

5 2013 Studi Pembuatan Biokomposit Berbasis Sekam Padi dan Recycled Plastic dengan Penambahan Coupling Agent

Hibah Bersaing, Program

Rp 45 Juta

(37)

6 2013 Production of Methane and Compost from Biomass Residue using Thermophilic Stirred Anaerobic Reactor (Tahun ke-1) – Sebagai Anggota

Penelitian KLN dan Publikasi Internasional, DIKTI

Rp 200 Juta

7 2013 Pemisahan Cr(VI) menggunakan Daun Jambu Biji:

Percobaan dan Modeling (Tahun ke 2)

Hibah Bersaing, Program Desentralisasi, DIPA Unsyiah

Rp 35 Juta

8 2012 Studi Pembuatan Biokomposit Berbasis Sekam Padi dan Recycled Plastic dengan Penambahan Coupling Agent (Tahun ke-1)

Hibah Bersaing, Program Desentralisasi, DIPA Unsyiah

Rp 45 Juta

9 2012 Pemisahan Cr(VI) menggunakan Daun Jambu Biji:

Percobaan dan Modeling (Tahun ke 1)

Hibah Bersaing, Program Desentralisasi, DIPA Unsyiah

Rp 35 Juta

10 2011 Peningkatan Reaktivitas Absorbent Ca(OH)2 untuk Penyisihan SO2 Hasil Pembakaran Sampah Menggunakan Bag Filter Reaktor: Percobaan dan Modelling (Tahun-2)

Rusnas, DP2M DIKTI

Rp 100 juta

11 2010 Pembuatan Kayu Komposit dari Plastik Daur Ulang dengan Memanfaatkan Limbah Serbuk Kayu, Sekam Padi, Sabuk Kelapa dan Jerami sebagai Filler

Rusnas, DP2M DIKTI

Rp 50 juta

12 2010 Peningkatan Reaktivitas Absorbent Ca(OH)2 untuk Penyisihan SO2 Hasil Pembakaran Sampah Menggunakan Bag Filter Reaktor: Percobaan dan Modelling (Tahun-1)

Rusnas, DP2M

DIKTI Rp 100 juta 13 2010 Pengaruh Konsentrasi Ekstender Kalsium Oksida (CaO),

Binder Polyvenylacetate (PVAc) dan Bahan Aditif Sodium Tripolyphousphate (STTP) Terhadap Kualitas Cat Tembok Emulsi

Mandiri Rp 30 juta

14 2009 Studi Produksi Biodiesel Minyak Goreng Dengan Proses Heterogen Berbasis Katalis Zeolit Alam dan Kinerja Mesin

Rusnas, DP2M DIKTI

Rp 100 juta 15 2009 Studi Produksi Biodiesel dari Minyak Biji Kapas dan

Kinerja Mesin

Hibah Bersaing, DIPA Unsyiah

Rp 49,4 juta

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat Dalam 5 Tahun Terakhir No Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat

Pendanaan

Sumber Jml (Juta Rp) 1 2015 IBM Pengusaha Kecil Keripik Ubi Di Kawasan Saree

Dengan Adanya Alat Pengiris Ubi Otomatis dan Modernisasi Tungku Penggorengan

Program IbM, DP2M DIKTI

45 juta

2 2015 Sosialisasi dan Adopsi Inovasi Alat Pengepres Emping Melinjo untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat di desa Madika Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie.

Program Hibah KKN-PPM, DP2M DIKTI

100 juta

3 2014 Sosialisasi dan adopsi Inovasi Alat Pengering Ikan Kayu di Desa Nelayan Lampulo Banda Aceh

Program Hibah KKN-PPM, DP2M DIKTI

100 juta

4 2014 IbM Kelompok Petani Ubi Di Saree, Aceh Besar Dalam Upaya Peningkatan Usaha Pembuatan Tepung Ubi

Program IbM, DP2M DIKTI

35 juta

5 2013 IbM Kelompok Usaha Jamur Merang dan Pupuk Kompos di Gampong Leupung Mesjid, Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar

Program IbM, DP2M DIKTI

50 juta

6 2012 IbM Kelompok Usaha Keripik Aneka Rasa di Saree, Aceh Besar dalam Usaha Peningkatan Kapasitas Produksi dengan Alat Bantu Pemotong dan Tungku Hemat Energi

Program IbM, DP2M DIKTI

50 juta

7 2011 Pengelolaan dan pemantauan lingkungan jaringan transmisi T/L 275 kV Meulaboh – Sigli 2 CCT twin zebra (166,35 km), semester I

PLN Pikitring Sumut, Aceh dan Riau

93,3 Juta

8 2011 Pengelolaan dan pemantauan lingkungan jaringan transmisi PLN Pikitring 93,3 Juta

Gambar

Gambar 2.1 Pelepah kelapa sawit
Gambar 5.1  Hubungan  antara  waktu  kontak  (menit)  dengan  konsentrasi  akhir  adsorbat (ppm) untuk penentuan waktu equilibrium
Gambar 5.2  Hubungan  waktu  kontak  (menit)  terhadap  kapasitas  penyerapan  pada  konsentrasi  Zn(II)  20  ppm  dan  konsentrasi  asam  sitrat  dan  tartarat 0.4 M dengan menggunakan adsorben PKS
Gambar 5.3  Hubungan waktu kontak (menit) terhadap efisiensi penyerapan (%)  pada  konsentrasi  Zn(II)  20  ppm  dan  konsentrasi  asam  sitrat  dan  tartarat 0.4 M dengan menggunakan adsorben PKS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terdiri dari tenaga pendidik 4 orang ,2 orang Tenaga Honorer yang bekerja di kantor desa, tenaga medis 2 orang, tenaga yang bekerja di kantor pemerintahan 2 orang yang menjadi

Gloria Jaya Sejahtera Medan, maka beberapa kesimpulan yang diperoleh adalah: (1) budaya kaizen berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap komitmen organisasi;

Pada pihak yang lain, Allahlah yang menyucikan kita, Sebenarnya, jika kita menghakimi diri kita sendiri kita tidak akan dihukum oleh Tuhan.. Ini berarti bahwa jika

Prinsip dasar dari induksi elektromagnetik adalah pada saat arus bolak balik melewati suatu kumparan, maka dalam sekitar suatu kumparan tersebut akan menghasilkan suatu medan

)n'eksi suer'isial yang menular yang memunyai dua bentuk klinis, yaitu nonbulosa dan bolusa. )metigo disebabkan oleh Streptokokus dan S. +ani'estasinya berua lesi yang

Model partisipasi yang sifatnya masif (melibatkan masyarakat luas) lebih tepat diterapkan bagi perencanaan yang menyangkut kepentingan umum atau pembangunan yang berbasis

Pengaruh sosiologis penegakan hukum (law enforcement) dalam mengatasi kejahatan geng motor, tidak hanya harus mengandalkan aparat penegak hukum (polisi), akan tetapi