• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PEMBUATAN KAIN TRADISIONAL SEKOMANDI DESA BATUI- SI KECAMATAN KALUMPANG KABUPATEN MAMUJU SULAWESI BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROSES PEMBUATAN KAIN TRADISIONAL SEKOMANDI DESA BATUI- SI KECAMATAN KALUMPANG KABUPATEN MAMUJU SULAWESI BARAT"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES PEMBUATAN KAIN TRADISIONAL SEKOMANDI DESA BATUI- SI KECAMATAN KALUMPANG KABUPATEN MAMUJU SULAWESI

BARAT

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana (SI) Pada Program Studi Pendidikan Seni Rupa Fakultas Keguruan Dan Ilmu

Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

OLEH : IKHSAN HIDAYAT

10541078914

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Tidak ada yang berani mengalahkanmu kecuali dirimu dan menyerah hanya milik orang yang tidak mempunyai mimpi”

Kupersembahkan tulisan ini untuk:

kedua orang tuaku, keluargaku, dan sahabatku, atas keikhlasan hati dan doanya dalam mendukung penulis mewujudkan harapan yang dinantikan menjadi kenyataan.

(7)

ABSTRAK

Ikhsan Hidayat. 2014. Proses Pembuatan Kain Tenun Tradisional Sekomandi Menggunakan Konsep Tradisional di Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat. Skripsi. Prodi Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Uni- versitas Muhammadiyah Makassar.Dosen Pembimbing Pertama:Drs. Yabu M, M.Sn. Dosen Pembimbing Kedua: Nurul Inayah Anis Kamah., S.Pd., M.Sn.

Desa Batuisi merupakan salah satu Desa yang mempunyai suatu kerajinan kain tenun tradi- sional di Kecamatan Kalumpang Kabupaten Mamuju yang masih mempertahankan kerajinan kain tenun tradisional tersebut yang diwariskan secara turun temurun, yaitu kerajinan tenun tradisional Sekomandi. Hasil kerajinan kain tenun tradisional Sekomandi tersebut bukan han- ya di pasarkan di Sulawesi saja, akan tetapi sudah merambah ke berbagai daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pembuatan seni kerajinan tenun tradisional Sekomandi, mulai dari pengolahan bahan, pemintalan, pewarnaan dasar benang, pembuatan motif, pewarnaan motif, dan penenunan. bagaiamana pengembangan fungsi kain tenun tradisional Seomandi. Dalam pengambilan data penulis menggunakan teknik observasi, wa- wancara, dan dokumentasi, setelah data terkumpul maka sebelum dianalisis, penulis melakukan teknik pengolahan data yang meliputi editing, kategorisasi, dan interpretasi.

Kemudian untuk mendapatkan kesimpulan akhir, data tersebut dianalisis secara kualitatif berdasarkan teori yang berkaitan dengan objek penelitian.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur hanya milik Allah SWT. yang telah memberi kekuatan dan kesehatan kepada peneliti sehingga Skripsi yang berjudul “Proses Pembuatan Kain Tenun Tradisional Sekomandi Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang Kabupaten Mamuju sulawesi barat”, dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah menyinari dunia ini dengan cahaya Islam.

Peneliti menyadari bahwa sejak penyusunan proposal sampai skripsi ini selesai, banyak hambatan, rintangan dan halangan. Namun berkat bantuan, motivasi dan doa dari berbagai pihak semua ini dapat teratasi dengan baik. Peneliti juga menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan sehingga peneliti mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Peneliti berharap dengan selesainya skripsi ini, bukanlah akhir dari sebuah karya, melainkan awal dari semuanya, awal dari sebuah perjuangan hidup.

Teristimewa sekali peneliti sampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Sumadi.S.Pd.M.MPd. dan Ibunda Karliah atas segala pengorbanan, pengertian, kepercayaan, dan segala doanya sehingga peneliti dapat sampai pada titik ini. Dan juga semua keluarga atas segala dukungan, bantuan, serta nasihatnya selama ini.

(9)

Semoga apa yang telah mereka berikan kepada peneliti, menjadi kebaikan dan cahaya penerang kehidupan di dunia dan di akhirat.

Selanjutnya ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya peneliti sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Abd.Rahman Rahim, MM., Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Erwin Akib, M.Pd., Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Dr. Andi Baetal Mukaddas, S.Pd., M.Sn., dan Bapak Makmun,S.Pd., M.Pd., sebagai Ketua dan Sekretaris Prodi Pendidikan Seni Rupa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Bapak Drs. Yabu M, M.Sn., sebagai pembimbng I, dengan segala kerendahan hatinya telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada peneliti dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibunda Nurul Inayah Anis Kamah, S.Pd., M.Sn., sebagai Pembimbing II, dengan segala kerendahan hatinya telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada peneliti dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan banyak ilmu dan berbagi pengalaman selama peneliti menuntut ilmu di Program Studi Pendidikan Seni Rupa.

(10)

7. Ibunda Dra.Bungalia dan Ibunda Nurhayati Sitayani, sebagai Perajin kain tenun tradisional sekomandi yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian di tempat tersebut.

8. Teman seperjuangan seluruh angkatan 2014, Dactyl Studio, teman P2K, Magang 3, dan teman-teman di rumah yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas kerjasama dan kekompakan yang diberikan selama menjalani kegiatan perkuliahan. Kebersamaan ini akan menjadi sebuah kenangan yang indah dan tidak akan bisa terlupakan sampai akhir hayat.

9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan yang tidak sempat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi peneliti. Dan semoga apa yang kita lakukan ini dapat bernilai ibadah di sisi-Nya, dan kita semua selalu dalam lindungan-Nya. Aamiin.

Makassar, 20 Desember 2019

Peneliti

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

SURAT PERJANJIAN ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ...vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Rumusan Masala ... 5

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR Tinjauan Pustaka ... 7

Kerangka Pikir ... 20

BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian ... 21

(12)

Lokasi Penelitian ... 22

Variabel dan Langkah-langkah Penelitian ... 22

Definisi Operasional Variabel ... 25

Objek Penelitian ... 25

Subjek Penelitian ... 25

Teknik Pengumpulan Data ... 26

Teknik analisis Data ... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian ... 31

Pembahasan ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 55

Saran ... 56 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN – LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1.Kain tenun Sutra Bugis ... 12

Gambar 2.2 Kain tenun Dayak ... 12

Gambar 2.3.Kain tenun Besurek ... 13

Gambar 2.4. Kain tenun Tapis ... 13

Gambar 2.5. Kain tenun Sasirangan ... 14

Gambar 2.6. Kain tenun Songket ... 14

Gambar 2.7. Kain tenun Gringsing ... 15

Gambar 2.8. Kain tenun Ulos ... 15

Gambar 2.9. Kain tenun Sekomandi ... 16

Gambar 2.10. Kerangka pikir ... 20

Gambar 3.1. Lokasi penelitian ... 22

Gambar 3.2. Skema langkah-langkah penelitian... 24

Gambar 3.3. Format observasi,wawancara dan dokumentasi ... 27

Gambar 4.1. Kapas ... 34

Gambar 4.2. Pemintal ... 35

Gambar 4.3. Pembersihan kapas ... 35

Gambar 4.4. Pemintalan ... 36

Gambar 4.5. Benang dari hasil Pemintalan ... 37

Gambar 4.6. Bahan-bahan warna dasar... 38

Gambar 4.7. Cobekan dan ulekan ... 38

Gambar 4.8. Pemasakan bumbu pewarna dasar ... 39

Gambar 4.9. Pengikat benang di lepas ... 39

Gambar 4.10. Pewarnaan dasar benang ... 40

Gambar 4.11. Penjemuran benang ... 41

(14)

Gambar 4.12. Benang yang sudah berwarna dasar ... 41

Gambar 4.13. Membuat warna motif ... 42

Gambar 4.14. Perendaman benang ke air... 43

Gambar 4.15. Bahan pewarna motif ... 43

Gambar 4.16. Bahan pewarna motif yang ditumbuk dan dihaluskan ... 44

Gambar 4.17. Pengadukan benang dengan warna motif ... 44

Gambar 4.18. Merebus benang dengan pewarna ... 45

Gambar 4.19. Benang-benang disisihkan sesui dengan pola atau motif ... 46

Gambar 4.20. Alat tenunn Tradisional (Gedogan) ... 47

Gambar 4.21. Proses penenunan ... 48

Gambar 4.22. Kain tenun Sekomandi ... 48

Gambar 4.23. Kain tenun Sekomandi berusia 198 tanun ... 49

Gambar 4.24. Tenun Sekomandi untuk gorden dan hiasan dinding ... 50

Gambar 4.25. Tenun Sekomandi untuk selendang dan taplak meja ... 50

Gambar 4.26. Kain tenun Sekomandi untuk baju ... 51

Gambar 4.27. Dompet kain tenun Sekomandi ... 52

Gambar 4.28. Kopiah dan sarung kain tenun Sekomandi ... 52

Gambar 4.29. Skema Proses Pembuatan kain tenun Sekomandi ... 53

Gambar 4.30. Proses penenunan ... 48

(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bangsa Indonesia kaya akan warisan budaya yang menjadi salah satu kebangsaan bangsa dan masyarakat. Salah satu dari warisan budaya yang dimaksudkan ialah keragaman kain dan tenunan tradisional. Beberapa kain dan

tenunan tradisional tersebut antara lain: kain ulos dari Sumatera Utara, kain limar dari Sumatera Selatan, kain batik dan lirik dari Yogyakarta, kain Gringsing dan Endek dari Bali, kain hingga dari Sumba, kain Sarung Ende dari Flores, kain Buna dari Timor, kain tenun Kisar dari Maluku, kain Ulap Doyo dari Kalimantan Timur, kain

tenun Sekomadi dari Mamuju dan kain Sasirangan dari Sulawesi Selatan.

(Ensiklopedi, 1990: 243)

Melalui kain tenun tradisional tersebut dapat kita lihat kekayaan warisan budaya yang tidak saja terlihat dari teknik pembuatan, aneka ragam corak dan jenis kain yang dibuat. Akan tetapi dapat juga dikenal berbagai fungsi dan arti kain dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang mencerminkan adat istiadat, kebudayaan, dan kebiasaan budaya, yang bermuara pada jati diri masyarakat Indonesia. (Budiwanti, 2000: 11).

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini ialah penelitian yang dilakukan oleh Amri pada tahun 2017 yang berjudul “Makna Simbolik Bentuk Ragam Hias Sarung Tenun Sutera Mandar di Polewali Mandar” tentang makna yang terkandung pada bentuk ragam hias kain tenun sutra Mandar dan mengetahui

(16)

nilai-nilai filosofi budaya yang terkandung dalam bentuk ragam hias sarung Tenun Sutera Mandar.

Penelitian yang dilakukan oleh Mardiyanti pada tahun 2016 dengan judul

“Kain Tenun Tradisional Dusun Sade, Rembitan, Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, tentang makna simbolis kain tenun tradisional di Dusun Sade, fungsi kain tenun tradisional di Dusun Sade.

Kedua jenis penelitian tersebut relevan dengan penelitian ini yang berjudul

“Proses Pembuatan Kain Tradisional Sekomandi Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat” sebagai gambaran dalam langkah-

langkah pengkajian selanjutnya.

Melalui produk kain tenun di Indonesia dapat kita lihat hasil warisan budaya yang mencerminkan adat istiadat yang dimiliki pada setiap daerah. Salah satu kelompok masyarakat yang mewariskan budaya kain tenun di Indonesia ialah kelompok pengrajin tenun di Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat.

Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang memang sengaja diberdayakan dan didorong oleh pemerintah setempat untuk terus menjaga warisan tradisi leluhur mereka salah satunya hasil kain tenun Sekomandi.

Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang memiliki ciri khas dalam kain tenunannya baik dari bahan yang digunakan yaitu bersumber dari alam, serta memiliki makna pada masing-masing ragam hias tenunnya, namun disayangkan tidak sepenuhnya masyarakat Kabupaten Mamuju khususnya Desa Batuisi Kecamatan

(17)

Kalumpang yang mengetahui secara rinci tentang cara pembuatan dan fungsi kain tenun Sekomadi tersebut.

Dengan bahan alami yang terbatas dan proses penenunan yang rumit, sehingga untuk memproduksi sehelai kain tenun ikat Sekomandi, dibutuhkan waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan-bulan. Hal ini juga yang menyebabkan kain tenun Sekomandi tidak bisa diproduksi dalam jumlah massal sekaligus. Jadi, kain tenun ini memiliki harga tinggi dan bisa mencapai puluhan juta rupiah, karena proses pembuatan kain tenun Sekomandi yang begitu rumit, pengrajin tenun soekamandi harus memiliki keahlian khusus. Keahlian ini didapatkan masyarakat Kalumpang secara turun-temurun selama ratusan tahun.

Karena bahan dasarnya dari rempah-rempah sehingga jika digunakan akan terasa perih di badan. Jadi, kain tenun Sekomandi lebih banyak digunakan untuk membuat taplak meja, gorden dan perlengkapan lainnya. Namun seiring perkembangan zaman kain tenun Sekomandi yang sangat artistik dan bernilai unik ini telah dapat dibuat dalam berbagai macam produk baru, diantaranya untuk pakaian, selendang, taplak, dan berbagai produk lainnya dengan harga yang bervariasi. Kain tenun Sekomandi juga bisa dijadikan cindera mata yang tak ternilai dengan uang. Saat ini, tenun Sekomandi telah dikenal luas bahkan menjadi salah satu ikon Mamuju.

Permintaan akan tenun ikat tradisional ini juga kian meningkat.

Namun, hal yang sangat disayangkan adalah saat ini jumlah penenun Sekomandi semakin lama semakin sedikit, bahkan di Kalumpang sendiri, tempat dimana kain ini berasal. Penenun Sekomandi hanya tersisa dua orang, sementara

(18)

secara keseluruhan, di tiga daerah, penenun Sekomandi hanya sekitar 30 orang saja.

Perajin kain tenun Sekomandi memang tidak banyak. Selain karena dalam proses pembuatannya membutuhkan waktu yang cukup lama, serta minat generasi muda untuk menekuni dunia kerajinan sangat kecil. Inilah yang akan kami kembangkan dengan mendorong generasi muda agar dapat mencintai kearifal lokal melalui kerajinan khas daerah.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diperlukan penelitian mengetahui proses pembuatan dan perkembangan fungsi atau kegunaan kain tenun tradisional sekomandi khususnya di Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat agar dapat menambah pengetahuan terhadap budaya tenunan yang ada di Indonesia kepada masyarakat, khususnya para mahasiswa Fakultas FKIP program studi Seni Rupa Universitas Muhammadiyah Makassar.

(19)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dijelaskan di atas, rumusan masalah pada pembahasan ini adalah:

1. Bagaimana proses pembuatan kain tradisional Sekomandi di Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang Kabupaten Mamuju?

2. Bagaimana pengembangan fungsi/kegunaan kain tradisional Sekomandi di Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang Kabupaten Mamuju?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan untuk mendeskripsikan:

1. Mendeskripsikan proses pembuatan kain tradisional Sekomandi Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang.

2. Mendeskripsikan pengembangan fungsi kain tradisional Sekomandi Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang.

D. Manfaat penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian tentang kain tenun Sekomandi di Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang diharapkan dapat memberi manfaat dari berbagai pihak. Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Manfaat bagi masyarakat

a. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai proses pembuatan kain tradisional sekomandi Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang sehingga

(20)

mereka akan lebih memahami nilai-nilai budaya yang terkandung dalam kain tenun tradisional sekomandi tersebut.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi penting bagi masyarakat sehingga masyarakat lebih tau tentang fungsi atau kegunaan

kain tenun tradisional Sekomandi dan dimana harus digunakan kain tenun Tradisional sekomandi tersebut.

2. Manfaat bagi pendidikan

a. Dapat menambah pengetahuan terhadap budaya kain tenun yang ada di Indonesia kepada masyarakat khususnya mahasiswa Fakultas keguruan

dan Ilmu pendidikan program studi Seni Rupa Universitas Muhammadiyah Makassar.

b. Bagi para praktisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang “Proses Pembuatan Kain Tradisional Sekomandi di Desa Batuisi, Kecamatan Kalumpang, Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat”.

(21)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjaun Pustaka

Pada bagian ini akan diuraikan beberapa pengertian untuk menemukan pemecahan masalah yang dikemukakan di atas, dibutuhkan teori untuk dikaji sehubungan dengan judul permasalahan yang akan diteliti.

1. Pengertian Tenun

Menurut Ali dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998: 104) tenun merupakan hasil kerajinan yang berupa bahan atau kain yang dibuat dari benang (kapas, serat, sutera) dengan menggunakan pakan secara melintang pada lungsi. Penjelasan ini di pertegas dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia (1991: 242) yaitu:

Tenun adalah bahan kerajinan berupa bahan kain yang dibuat dari benang serat, kapas, sutera. Dengan cara memasukkan pakan secara melintang pada lungsi dua kelompok benang yang membujur disebut lungsi, sedangkan benang yang melintang disebutpakan.

Menurut Suwati (1986: 2), sejak zaman prasejarah Indonesia telah mengenal tenunan dengan corak desain yang dibuat dengan cara ikat lungsi. Daerah penghasilan tenunan ini seperti antara lain di daerah pendalaman Kalimantan, Sumatra, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Menurut para ahli daerah-daerah tersebut telah memiliki corak tenun yang rumit yang paling awal. Mereka mempunyai kemampuan membuat alat-alat tenun, menciptakan desain dengan mengikat bagian-bagian tertentu dari benang dan mereka mengenal pencelupan 20 warna. Aspek-aspek kebudayaan

7

(22)

tersebut oleh para ahli diperkirakan dimiliki oleh masyarakat yang hidup dalam jaman sejarah.

Wiyoso Yudoseputro (1995: 19) mengatakan tenun adalah:

Cara pembuatan kain dan pada prinsipnya kain tenun terjadi karena adanya persilangan antara dua benang yang terjalin saling tegak lurus satu sama yang lain. Benang-benang tersebut terbagi dalam dua arah, yaitu vertikal dan horizontal. Benang yang arahnya vertikal atau mengikuti panjang kain dinamakan benang lungsi, sedangkan benang yang arahnya horizontal atau mengikuti lebar kain tersebut benang pakan yang dalamprateknya benang lungsi disusun secara sejajar atau pararel dan dipasangdi atas alat tenun, sedangkan pakan adalah benang yang bergerak kekanandan kekiri dimasukkan kesela-sela benang lungsi dan dipasang padateropong dalam bentuk gulungan di atas palet.

2. Tenun Tradisional (Kain Tenun Sekomandi)

Sekomandi berasal dari dua kata, yaitu "Seko" yang berarti persaudaraan atau kekeluargaan atau rumpun keluarga, dan "Mandi'" yang berarti kuat atau erat.

Sehingga Sekomandi dapat dimaknai sebagai "Ikatan persaudaraan atau kekeluargaan yang kuat dan erat". Pada jaman dahulu, selain dibuat untuk kepentingan sendiri, kain tenun Sekomandi merupakan alat tukar yang bernilai tinggi.

Biasanya kain tenun dalam rupa pakaian adat ini di tukar dengan beberapa hewan peliharaan seperti kerbau, sapi atau babi. Tidak seperti kain lainnya di Indonesia yang sudah memiliki brand atau nama, tenun Sekomandi yang merupakan warisan leluhur masyarakat Kalumpang yang bernilai sejarah dan kaya akan nilai budaya lokal, mungkin masih belum dikenal luas. Di sinilah, kain tenun Sekomandi lahir yang secara turun-temurun menjadi warisan budaya masyarakat Kalumpang, juga sebagai salah satu kebanggan masyarakat Kabupaten Mamuju.

(23)

Pelaku utama kerajinan kain tenun sekomadi ini adalah para wanita, Salah seorang penenun yang masih aktif sampai hari ini,“Bungalia” mengatakan, jika proses pembuatan kain tenun Sekomadi di Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang dilakukan beberapa tahapan. Tenun Sekomandi ditenun secara tradisional dan menggunakan bahan pewarna dari berbagai jenis tanaman, seperti jahe, lengkuas, cabai, kapur sirih, laos, kemiri, juga beragam dedaunan, akar pohon, serta kulit kayu, kemudian ditumbuk halus dan dimasak. Untuk mendapatkan warna yang benar-benar bagus, benang direndam berulang-ulang dalam larutan pewarna selama satu bulan sehingga memperkuat warna dan agar warna tidak mudah luntur. Proses pembuatan kain tenun Sekomandi memang membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga pengrajin harus memiliki keahlian dan itu didapatkan masyarakat Kalumpang secara turun-temurun selama ratusan tahun. Dengan bahan alami yang terbatas dan proses penenunan yang rumit, tenun Sekomandi tidak bisa diproduksi dalam jumlah massal sekaligus.

3. Tenun Tradisional Sebagai Produk Kriya/Kerajinan

a. Dalam konteks kriya, tenun merupakan salah satu produk kriya/kerajinan tangan

Dalam buku Dharsono (2003: 87) kriya atau kerajinan adalah kegiatan seni yang menitik-beratkan kepada keterampilan tangan dan fungsi untuk mengolah bahan baku yang sering ditemukan di lingkungan menjadi benda-benda yang tidak hanya bernilai pakai, tetapi juga bernilai estetis.

(24)

Adapun keberadaan karya seni kriya atau kerajinan secara teoritis mempunyai tiga macam fungsi

1). Fungsi personal

Karya seni sebagai perwujudan perasaan dan emosi mereka adalah salah satu dari pengertian bahasa dan media. Sebagai instrumen ekspresi personal, seni semata-mata tidak dibatasi untuk dirinya sendiri.

Maksudnya ialah secara tidak secara eksklusif dikerjakan berdasarkan emosi pribadi, namun bertolak pada pandangan personal menuju persoalan-persoalan umum dimana seniman itu hidup (Dharsono, 2003: 26).

2). Fungsi Sosial

Manusia sebagai makhluk sosial, seperti yang telah disinggung di depan, semua karya seni yang berkaitan dengannya juga akan berfungsi sosial karena karya seni diciptakan untuk penghayat. Para seniman juga dapat berkata bahwa karya seni mereka buat semata-mata untuk dirinya sendiri (Dharsono, 2004: 33).

3). Fungsi Fisik

Fungsi fisik yang dimaksud dalah kreasi yang secara fisik dapat digunakan untuk kebutuhan praktis sehari-hari. Karya seni yang dibuat benar-benar merupakan kesenian yang berorientasi pada kebutuhan fisik selain keindahan barang itu sendiri (Dharsono, 2003: 28).

(25)

Dalam penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi pada

setiap karya seni memiliki fungsi kriya atau kerajinan yang bermacam-macam dimana maksud dari fungsi kriya yaitu kegiatan seni yang

menitik beratkan kepada keterampilan tangan dan fungsi untuk mengolah sebuah benda yang dapat difungsikan sebagaimana mestinya. Dalam fungsi kriya tersebut memiliki tiga macam yaitu seperti fungsi personal, fungsi sosial dan fungsi fisik.

Adapun contoh dari nilai fungsi kriya atau kerajinan yaitu sebuah kain tenun. Kain tenun juga memiliki sebuah fungsi, dimana fungsi kain tenun tersebut dapat dikreasikan menurut daerah masing-masing yang biasa mengfungsikan kain tenun tersebut. Seperti halnya yang ada di Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang, sebuah kain tenun yang digunakan dalam upacara adat masyarakat Kalumpang yang sebagai salah satu dijadikan sebagai pakaian yang digunakan dalam upacara adat.

b. Beberapa jenis kain tenun tradisional dari berbagai daerah di Indonesia Setiap daerah di Indonesia memiliki kebudayaan dan adat istiadat yang berbeda-beda dan memiliki ciri khas tertentu, salah satunya adalah kain tenun tradisional. Berikut ini adalah contoh kain tenun tradisional dari berbagai daerah yang ada di Indonesia antara lain:

(26)

1). Kain Tenun Sutra Bugis

Gambar 2.1

Kain tenun sutra Bugis (Sarung Bugis/sutra Suku Bugis)

Sumber : https://www.gotravelly.com/blog/kain-tradisional-indonesia/

(diakses 2/11/2019) 2). Kain Tenun Dayak

Gambar 2.2

Kain tenun Dayak (kain tenun Suku Dayak Iban)

Sumber : https://www.gotravelly.com/blog/kain-tradisional-indonesia/

(diakses 2/11/2019)

(27)

3). Kain Tenun Besurek

Gambar 2.3

Kain tenun Busurek (Kain tenun khas Bengkulu)

Sumber : https://www.gotravelly.com/blog/kain-tradisional-indonesia/

(diakses 2/11/2019) 4). Kain Tenun Tapis

Gambar 2.4

Kain tenun Tapis (Kain tradisional Lampung)

Sumber : https://www.gotravelly.com/blog/kain-tradisional-indonesia/

(diakses 2/11/2019)

(28)

5). Kain Tenun Sasirangan

Gambar 2.5

Kain tenun Sasirangan (Tenun Sirang/kain tenun suku Banjar) Sumber : https://www.gotravelly.com/blog/kain-tradisional-indonesia/

(diakses 2/11/2019) 6). Kain Tenun Songket

Gambar 2.6

Kain tenun Songket (Tenun tradisional Minangkabau dan Melayu/Tenun Brokat) Sumber : https://www.gotravelly.com/blog/kain-tradisional-indonesia/

(diakses 2/11/2019)

(29)

7). Kain Tenun Gringsing

Gambar 2.7

Kain tenun Gringsing (Kain tenun khas masyarakat Tengana,Bali) Sumber : https://www.gotravelly.com/blog/kain-tradisional-indonesia/

(diakses 2/11/2019) 8). Kain Tenun Ulos

Gambar 2.8

Kain tenun Ulos (Kain tenun khas masyarakat Batak)

Sumber : https://www.gotravelly.com/blog/kain-tradisional-indonesia/

(diakses 2/11/2019)

(30)

9). Kain Tenun Sekomandi

Gambar 2.9

Kain tenun Sekomandi ( Kain tradisional Masyarakat Kalumpang, Mamuju) Sumber : https://pesona.travel/keajaiban/105/tenun-sekomandi-kain-warisan-leluhur-

kalumpang (diakses 2/11/2019) 4. Proses pengerjaan kain tenun tradisional

a. Proses

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian proses adalah salah satu urutan perubahan peristiwa dalam perkembangan sesuatu Meoliono (dalam Mirnawati 2013:17). Masih dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Proses adalah suatu rangkaian kegiatan, tindakan, pembuatan atau pengolahan yang menghasilkan produk, Poerwadarminta, (dalam Mirnawati 2013:17). Definisinya proses adalah serangkaian langkah sistematis atau tahapan yang jelas dan dapat ditempuh berulang kali untuk mencapai hasil yang diinginkan. Jika ditempuh setiap tahapan itu secara konsisten, maka

(31)

hasilnya akan mengarah pada apa yang diinginkan. Sedangkan menurut JS Badudu dan Sutan M Zain dalam Kamus Bahasa Indonesia, “Proses adalah jalannya suatu peristiwa dari awal sampai akhir atau masih berjalan tentang suatu perbuatan, pekerjaan dan tindakan.

b. Pembuatan

Pembuatan adalah cara yang dilakukan dalam menghasilkan sesuatu benda Poerwadarminta (dalam Mirnawati, 2013:18), maksud pendapat tersebut adalah kegiatan yang sengaja dilakukan unrtuk menghasilkan sesuatu barang yang menjadi tujuan dari kegiatan itu. Pendapat tersebut ditambahkan lagi pada Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh penyusun terbitan Balai Pustaka Meoliono (dalam Mirnawati, 2013:18), menyebutkan pengertian yakni “proses, pembuatan, cara membuat, biaya pembuatan”.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa pembuatan adalah kegiatan yang dilakukan untuk membuat sesuatu benda atau barang.

Adapun cara pengerjaan kain tenun tradisional antara lain:

1). Alat dan bahan pembuatan tenun

a). Bahan-bahan pembuatan kain tenun secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu benang/serat dan zat warna. Selanjutnya, bahan dasar pembuatan kain tenun secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Benang yang digunakan dalam proses pembuatan kain tenun adalah benang pakan dan benang lungsi/lusi.

(32)

 Zat warna dalam proses pembuatan kain tenun biasa juga disebut

dengan zat celup.

b). Alat di Indonesi terdapat beberapa teknik pembuatan kain tenun yang berbeda namun umumnya menggunakan alat tenunan yang sama. Alat tenun tersebut berupa rangkaian bilah bambu yang diikat dengan menggunakan tali.

Adapun alat tenun yang digunakan yaitu gedongan. Alat tenun gedongan yaitu alat tenun yang dibuat dari susunan kayu dan bambu yang dihubungkan dengan tali penghubung. Penenun yang akan menggunakan alat tenun ini akan meletakkan alat tenun yang berupa rangkaian kayu tersebut di atas pangkuan, dan penenun akan duduk dilantai. Menenun dengan alat tenun ini akan membutuhkan waktu yang sangat lama karena hanya menggunakan tangan sebagai tenaga penggerak alat tenun.Benang pakan menembus mulut lusi sehingga benang lusi dengan pakan sal- ing menyilang membentuk anyaman.

c). Pengetekan yaitu merapatkan benang pakan yang baru diluncurkan kepada benang sebelumnya yang telah menganyam dengan benang lusi.

d). Penggulungan kain yaitu menggulung kain sedikit demi sedikit sesuai dengan anyaman yang telah terjadi.

(33)

e). Penguluran lusi yaitu mengulur benang lusi dari gulungannya sedikit demi sedikit sesuai dengan kebutuhan proses pembentukan mulut lusi dan penyilangan benang berikutnya.

2). Pengerjaan kain tenun tradisional antara lain:

a). Tenun pakan tambahan merupakan cara menenun untuk mendapatkan hiasan yang direncanakan, ialah dengan cara memasukkan benang yang lebih besar ukurannya, yang berbeda warnanya kearah pakan.

Sehingga terbentuklah motif ragam hias, seperti yang kitalihat antara lain kain tenun songket.

b). Tenun Ikat merupakan cara menenun dan diberi hiasan yang menjadi sebutan istilahseluruh dunia, yaitu sebelum ditenun benang lungsi atau pakan atau kedua-duanya terlebih dahulu diikat dengan tali yang tidak tembus warna celupan. Kain ikat dikenal terutama dari daerah Nusa Tenggara seperti di pulau-pulau Sumba, Sumbawa, Flores, Timor, dan Lombok.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada penjelasan tentang tenun yang merupakan kain tenun yang dibuat dengan cara yang rumit. Sebelum menjadi sebuah kain membutuhkan pengerjaan proses yang cukup panjang dan rumit.

Dari memasukkan benang ke dalam lungsi yang bentuknya horizontal dan vertikal.

Kain tenun juga memiliki fungsi dan motif yang menjadikannya menarik. Dalam pengerjaan membuat tenun juga tidak mudah, membutuhkan beberapa hari untuk menjadikannya sebuah kain seperti pada halnya pada tenun yang ada di Desa Batuisi,

(34)

Kecamatan Kalumpang, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Yang dalam pengerjaannya sangat sederhana akan tetapi dapat menghasilkan sebuah kain tenun yang tidak kalah menariknya dibandingkan tenun yang dibuat dengan mesin.

B. Kerangka Pikir

Pada awalnya, kain tenun Sekomandi memiliki keterbatasan fungsi atau kegunaannya, yaitu dengan hanya dapat dijadikan sebagai taplak meja, gorden dan perlengkapan lain. Berdasarkan fenomena tersebut, maka penelitian ini selain untuk mengamati proses pembuatan kain tenun Sekomandi, juga akan mengamati potensi atau peluang pengembangan fungsi atau kegunaan kain tenun Sekomandi secara lebih luas. Agar penelitian ini dapat terarah sesuai yang diharapkan, maka peneliti bisa merumuskan bagian kerangka pikir sebagai berikut.

Gambar: 2.10 Kerangka Pikir Kain Tenun Sekomandi

Proses Pembuatan

Pengembagan fungsi

Hasil

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini, menerapkan jenis penelitian survei. Penelitian survei salah satu jenis penelitian yang sering digunakan dalam metode penelitian ialah metode penelitian survei. Menurut Masri Singarimbun dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian Survai, pengertian survei pada umumnya dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel atau populasi untuk mewakili seluruh populasi.

Dengan demikian, penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun, 2006).

Sedangkan menurut Mohammad Musa dalam bukunya yang berjudul Metodologi Penelitian, survei memiliki arti pengamatan/penyelidikan yang kritis untuk mendapatkan keterangan yang jelas dan baik terhadap suatu persoalan di dalam suatu daerah tertentu. Tujuan dari survei adalah untuk mendapatkan gambaran yang mewakili suatu daerah dengan benar. Suatu survei tidak akan meneliti semua individu dalam sebuah populasi, namun hasil yang diharapkan harus dapat menggambakan sifat dari populasi yang bersangkutan. Karena itu, metode pengambilan contoh (sampling method) di dalam suatu survei memegang peranan yang sangat penting.

Metode pengambilan contoh (sampling method) yang tidak benar akan merusak hasil survei (Musa, 1998).

(36)

B. Lokasi Penelitian

Tempat yang dijadikan sebagai lokasi penelitian ini adalah salah satu daerah yang ada di Provinsi Sulawesi Barat, Kabupaten Mamuju, yaitu Desa Batuisi.

Gambar 3.1. Peta lokasi

C. Variabel dan Langkah-Langkah Penelitian 1. Variabel Penelitian

Variabel adalah masalah yang diamati dalam satu penelitian karena penelitian ini akan membahas kain tenun sekomandi dengan demikian variabel penelitian adalah sebagai berikut:

a. Proses pembuatan kain tradisional Sekomandi di Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang Kabupaten Mamuju

(37)

b. Fungsi/kegunaan kain tradisional Sekomandi di Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang Kabupaten Mamuju

2. Langkah-langkah Penelitian

Langkah-langkah yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

a. Melakukan survei

Survei akan dilakukan di Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang. Survei ini

bertujuan untuk mengumpulkan informasi dari suatu sampel dengan salah satu kelompok pengrajin tenun tradisional, agar nantinya menggambarkan

berbagai aspek dari populasi b. Melakukan wawancara

Wawancara akan dilakukan terhadap kelompok pengrajin tenun tradisional, bertujuan untuk memperoleh informasi yang tepat. Agar penelittian ini lebih akurat dan dapat dipertanggung jawabkan.

c. Melakukan dokumentasi

Dokumentasi akan dilakukan di Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang.

Bertujuan untuk memperoleh data, dengan memanfaatkan bahan tertulis dan hasil wawancara dan juga data dalam bentuk dari objek penelitian.

(38)

Untuk lebih jelasnya mengenai Langkah-langkah penelitian ini maka bentuk pelaksanaannya dibuat skema sebagai berikut:

Gambar 3.2 Skema langkah-langkah Penelitian Kain Tenun Sekomandi Desa Kalumpang

Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat

Pengumpulan Data tentang Proses Pembuatan Kain Tenu

Tradisional Sekomandi Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat

Pengumpulan Data tentang Fungsi/Kegunaan Kain

Tenun Tradisional Sekomandi Desa Batuisi

Kecamatan Kalumpang Kabupaten Mamuju Sulawesi

Barat

Deskripsi data

Pengolahan dan Analisis data

Kesimpulan

(39)

D. Definisi Operasional Variabel

Untuk memperjelas sasaran penelitian dan untuk menghindari timbulnya penafsiran yang keliru terhadap setiap variabel penelitian, maka perlu di definisikan setiap variabel tersebut secara operasional sebagai berikut:

1. Proses pembuatan kain tradisional Sekomandi Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat yang dimaksud adalah Langkah-langkah dalam pembuatan kain tenun tradisional Sekomandi.

2. Pengembangan fungsi kain tradisional Sekomandi Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat yang dimaksud adalah bagaimana kegunaann kain tenun tradisional Sekomandi.

E. Objek Penelitian

Objek sasaran penelitian merupakan sasaran atau permasalahan yang akan diteliti.

Objek dari penelitian ini adalah pembuatan kain tenun Sekomandi Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat.

F. Subjek Penelitian

Pihak-pihak yang dijadikan sebagai sampel dalam sebuah penelitian, Subjek penelitian juga membahas karakteristik subjek yang digunakan dalam penelitian, termasuk penjelasan mengenai populasi, sampel dan teknik sampling (acak/non-acak) yang digunakan.

(40)

G. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, data yang dikumpulkan adalah data tentang proses pembuatan dan pengembagan fungsi kain tenun Sekomandi Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi.

1. Teknik Observasi

Teknik observasi dilakukan dengan menggunakan format pengamatan.

Penelitian mengamati langsung fenomena yang ada di lapangan secara rinci kemudian akan diketahui beberapa fakta di lapangan dan didapat data yang nant- inya akan dikumpulkan untuk dianalisis lebih lanjut.

2. Teknik Wawancara

Wawancara adalah suatu teknik yang digunakan untuk memperoleh informasi yang tepat dari narasumber yang terpercaya. Agar penelitian ini lebih akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. Pada bagian ini penulis mengadakan dialog langsung dengan narasumber dalam hal ini pengerajin kain tenun

tradisional sekomandi. Agar penelitian ini lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, maka penulis menggunakan format wawancara secara

tertulis kepada narasumber yang berhubungan langsung dengan penelitian ini.

3. Teknik Dokumentasi

Teknik atau metode dokumentasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan memanfaatkan bahan tertulis dari hasil wawancara dan juga data dalam

(41)

bentuk gambar dari objek penelitian. Jadi dokumen yang telah didapatkan penulis tersebut selanjutnya dikumpulkan kemudian disesuaikan dengan kebutuhan dan kenyataan yang ada di lapangan.

Berikut adalah format Observasi, wawancara dan dokumentasi

No

Aspek yang di

amati

Sub objek Indikator Teknik

1 Sumber Utama

Sejarah Mendeskripsikan sejarah betdirinya tenun khas Kalumpang

Wawancara

2 Ornamen Tujuan Mendeskripsikan tujuan berdirinya tenun Sekomandi khas Kalumpang

Wawancara

Proses pembuatan dan pengembagan fungsi kain tenun Sekomandi

Mendeskripsikan dan menganalisi Proses pembuatan dan pengembagan fungsi kain tenun Sekomandi

Observasi, wawancara, dan

dokumntasi

Bentuk Memperoleh gambaran tentang pembuatan kain tenun Sekomandi

Observasi, wawancara, dan

dokumntasi Pengembagan

Fungsi

Mendeskripsikan tentang pengembagan fungsi kain tenun Sekomandi

Observasi, wawancara, dan

dokumntasi

Gambar 3.3 Format observasi, wawancara dan dokumentasi

(42)

H. Teknik Analisis Data

Analisis data bertujuan untuk menyusun data dalam cara yang bermakna sehingga dapat dipahami. Menurut Miles & Huberman (1992: 16) “analisis terdiri atas tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi”. Mengenai ketiga alur tersebut secara lebih lengkapnya adalah sebagai berikut:

1. Reduksi data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus selama proyek yang berorientasi penelitian kualitatif berlangsung. Antisipasi akan adanya reduksi data sudah tampak waktu penelitiannya memutuskan (seringkal tanpa disadari sepenuhnya) kerangka konseptual wilayah penelitian, permasalahan penelitian, dan pendekatan pengumpulan data mana yang dipilihnya. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi selanjutnya (membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, membuat memo). Reduksi data/transformasi ini berlanjut terus sesudah penelian lapangan, sampai laporan akhir lengkap ter- susun. Reduksi data merupakan bagian dari analisis. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.

(43)

2. Penyajian data

Miles & Huberman membatasi suatu penyajian sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Mereka meyakini bahwa penyajian-penyajian yang lebih baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid, yang meliputi: berbagai jenis matrik, grafik, jaringan dan bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu yang padu dan mudah diraih. Dengan demikian seorang penganalisis dapat melihat apa yang sedang terjadi, dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar ataukah terus melangkah melakukan analisis yang menurut saran yang dikisahkan oleh penyajian sebagai sesuatu yang mungkin berguna.

3. Menarik kesimpulan

Penarikan kesimpulan menurut Miles & Huberman hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis (peneliti) selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, atau mungkin menjadi begitu seksama dan menghabiskan tenaga dengan peninjauan kembali serta tukar pikiran di antara teman sejawat untuk mengembangkan kesepakatan intersubjektif atau juga upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain. Singkatnya, makna-makna yang

(44)

muncul dari data yang lain harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya, yakni yang merupakan validitasnya. Kesimpulan akhir tidak hanya terjadi pada waktu proses pengumpulan data saja, akan tetapi perlu diverifikasi agar benar-benar dapat dipertanggung jawabkan.

(45)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada bagian ini akan dibahas hasil-hasil penelitian mengenai “Proses Pembuatan Kain Tradisional Sekomandi Desa Batuisi Kecamatann Kalumpang Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat” yang diuraikan dengan analisis deksritif, penulis memperoleh data sebagai berikut:

Proses pembuatan kain tenun tradisional pada dasarnya memiliki tahapan yang hampir sama untuk setiap pengrajin. Demikian juga halnya dengan proses pembuatan kain tradisional Sekomandi khas Kalumpang, yang membedakan adalah perbedaan alat yang dipakai dalam proses pengolahan bahan dan proses pembentukan /perwujudan dan waktu yang dibutuhkan. Perbedaan alat dan bahan merupakan salah satu faktor penyebab perbedaan kualitas akhir yang dicapai oleh masing masing pengrajin kain tenun tradisional.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Dra. Bungalia dan Nurhayati Sitayani, pa- da tanggal 30 Desember 2019 selaku perajin kain tenun Sekomandi yang membuat kain tenun Sekomandi telah memiliki hak ciptanya sendiri, proses pembuatan tenun Sekomandi dibuat dengan alat-alat tradisional tidak disentuh oleh mesin melainkan dibuat dengan tangan perajin itu sendiri. Proses pembuatan kain tenun sekomadi di Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang dilakukan beberapa tahapan. Tenun sekomandi ditenun secara tradisional dan menggunakan bahan pewarna dari berbagai jenis tana-

(46)

man, seperti jahe, lengkuas, cabai, kapur sirih, laos, kemiri, juga beragam dedaunan, akar pohon, serta kulit kayu, kemudian ditumbuk halus dan dimasak.

Untuk mendapatkan warna yang benar-benar bagus, benang direndam berulang-ulang dalam larutan pewarna selama sampau dua bulan sehingga memperkuat warna dan agar warna tidak mudah luntur. Proses pembuatan kain tenun Sekomandi memang membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga pengrajin harus memiliki keahlian dan itu didapatkan masyarakat Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang secara turun-temurun selama ratusan tahun. Dengan bahan alami yang terbatas dan proses penenunan yang rumit, tenun Sekomandi tidak bisa diproduksi dalam jumlah massal sekaligus. Karna untuk menyelesaikan sehelai kain tenun dibutuhkan waktu berminggu-minggu.

Untuk fungsi kain tenun Sekomandi hasil wawancara dilakukan dengan Dorce Bori, perajin tenun Sekomandi tertua, mengatakan bahwa pada zaman dahulu, selain untuk kepentingan sendiri, kain tenun Sekomandi merupakan alat tukar yang bernilai tinggi, biasanya kain tenun Sekomandi ini ditukar dengan beberapa hewan peliharaan seperti kerbau atau babi. Karena bahan dasarnya dari rempah-rempah sehingga jika digunakan akan terasa perih dibadan. Jadi, kain tenun Sekomandi lebih banyak digunakan untuk membuat taplak meja, gorden, tas, Selendang, dan perlengkapan lainnya. Untuk menciptakan motif tertentu, sang penenun sebelumnya tidak membuatkan pola atau sketsa pada benang yang diikat pada katadan (sebuah alat yang digunakan untuk menahan benang pada saat diikat agar rapi). Pembuatan pola motif dan sketsa kain ini terjadi dalam pikiran dan imajinasi penenun.

(47)

Bentuk motif yang dibuat juga bukan sembarang motif. Motif - motif yang dibuat oleh penenun ini memiliki jenis dan makna tersendiri. Diantaranya ada motif Ba'ba Diata, Lele Sepu Ulu Karua Lepo, Ulu Karua Barinni Pori Dappu, Tosso' Balekoan, Tonoling, dan motif Toboalang. Biasanya, motif-motif ini ditampilkan dengan warna yang cenderung tegas sekaligus kalem dengan memadukan warna jingga, merah, coklat, hijau, krem, dan kuning.

(48)

1. Proses pembuatan kain tenun tradisional Sekomandi

Tahap pembuatan kain tenun Sekomandi pada dasarnya terbagi menjadi tiga, yakni pemintalan, pewarnaan, dan penenunan, sehingga proses dari awal hingga menjadi sebuah kain tenun biasanya akan memakan waktu yang cukup lama.

a. Pemintalan

Pertama dilakukan proses pemintalan benang dari kapas yang diambil dari tanaman kapas, yang secara khusus ditanam oleh penduduk desa di wilayah Kalumpang. Adapun bahan dan alatnya antara lain sebagai berikut:

Gambar 4.1 Kapas

Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Bahan baku kapas yang dipakai dalam pembuatan kain tenun Sekomandi ini diperoleh dari daerah Kalumpang. Kapas di panen sekitar 6-7 bulan setelah di tanam. Bahan baku kapas dari Kalumpang ini lebih halus dan lembut. Kualitas bahan baku dirasakan lebih baik dari kapas daerah lain.

(49)

Gambar 4.2 Alat Pemintal

Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Mesin pemintal adalah mesin untuk memintal benang dari serat alami ataupun buatan. Dan warga Kalumpang mengunakan alat pemintal ini untuk membuat benang dari serat alami kapas.

Gambar 4.3 Pembrsihan kapas Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

(50)

Mulai dari memetik buah kapas, memisahkan buah dari kulitnya, memisahkan biji dari kapas, dan proses ini adalah memisahkan sisa kotoran yang menempel pada kapas sekaligus melembutkan kapas agar mudah dipintal.

Gambar 4.4 Pemintalan

Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Salah satu bagian penting dalam proses tenun tradisional Sekomandi di Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang adalah Mangngunu’ (Pemintalan).

Proses ini adalah proses pemintalan kapas menjadi benang dengan cara amat tradisional. Buntelan kapas sebesar kepalan tangan orang dewasa, dijepit diantara jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri, sementara jempol, jari kelingking dan jari manis bertugas menghaluskan benang sehingga tidak bergelombang. Tangan yang lain, bertugas memutar secara konstan alat pintalnya sembari menarik kapas dibagian atasnya sedikit-demi sedikit untuk menghasilkan benang.

(51)

Gambar 4.5 Benang dari hasil Pemintalan Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Setelah proses pemintalan selesai benang diikat lalu dikumpulkan dan benang siap untuk proses pewarnaan, biasanya warga kalumpang membuat stok benang yang tidak terlalu banyak karna proses pewarnaa cukup lama, pewarnaan bisa memakan waktu satu sampai dua bulan.

b. Pewarnaan Benang

Tenun sekomandi ditenun secara tradisional dan menggunakan bahan pewarna dari berbagai jenis tanaman, Untuk warna dasar membutuhkan waktu 14 hari sampai warna matang, dan untuk mendapatkan warna motif yang benar-benar bagus, benang direndam berulang-ulang dalam larutan pewarna selama satu sampai dua bulan sehingga memperkuat warna dan agar warna tidak mudah luntur. Bahan-bahan dan alat yang digunakan dalam proses pewarnaan sebagai berikut:

(52)

Gambar 4.6 Bahan-bahan warna dasar: Jahe, kemiri cabai Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Berbagai jenin tanaman seperti jahe, lengkuas, cabai, kapur sirih, laos, kemiri. Bahan-bahan ini yang digunakan masyarakat Kalumpang untuk pewarna dasar benang Sekomandi, bahan-bahan ini nantinya akan ditumbuk sampai halus kemudian dimasak.

Gambar 4.7 Cobekan dan ulekan Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Cobek dan ulekan adalah sepasang alat yang digunakan untuk mencampur berbagai jenis tanaman kemudian ditumbuk atau mengulek samapi halus, untuk pewarna dasar benang.

(53)

Gambar 4.8 Pemasakan bumbu pewarna dasar Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Pemasakan beberapa jenis tanaman pewarna dasar yang yang telah ditumbuk secara halus dan ditambah air secukupnya, proses ini biasanya memakan waktu 10 sampai 15 menit, hingga pewarna dasar benang siap digunakan.

Gambar 4.9 Pengikat benang di lepas Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Sebelum di celupkan kedalam pewarna dasar, pengikat benang dilepas dan dicelupkan ke dalam pewarna dasar, agar pewarna bisa merekat dengan kuat dan tidak mudah luntur.

(54)

Gambar 4.10 Pewarnaan dasar benang Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Dalam proses pewarnaan dasar, benang dicelupkan ke dalam bumbu pewarna dasar yang telah direbus, bumbu yang telah direbus akan encer sperti air hingga mudaah meresap kedalam benang, lalu benang diaduk hingga merata mengunakan tangan, untuk mendapatkan warna dasar yang benar-benar bagus, benang direndam berulang-ulang dalam larutan pewarna selama 14 hari sampai warna benar-benar matang sehingga memperkuat warna dan agar warna dasar kuat dan tidak mudah luntur.

(55)

Gambar 4.11 Penjemuran benang setelah proses pewarnaan dasar Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Setelah proses perendaman selesai, benang dijemur selama 14 hari sampai warna benang berubah sesuai warna yang diingnkan (matang), warna dasar benang ditentukan dari bumbu yang direbus, masyarakat Ka- lumpang biasanya lebih banyak mengunakan warna dasar hitam, warna kuning dan coklat.

Gambar 4.12 Benang yang sudah berwarna dasar Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Setelah 14 hari dijemur dan direndam dengan bumbu yang sudah dimasak, benang akan berubah warna, dan ini adalah warna dasar dari benang Sekomandi.

(56)

Gambar 4.13 Pengikatan tali ke benang untuk membuat warna motif menggunakan alat (katadan)

Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Setelah benang sudah berwarna dasar, langkah selanjutnya adalah pembentukan motif. Pembentukan motif dilakukan dengan cara mengikat

benang yang sudah dipintal dengan tali rapiah untuk mebentuk motif. Untuk menciptakan motif tertentu, sang penenun sebelumnya tidak membuat pola atau sketsa pada benang yang diikat pada katadan (sebuah alat yang digunakan untuk menahan benang pada saat diikat agar rapi). Pembentukan pola motif dan sketsa kain ini terjadi dalam pikiran dan imajinasi penenun.

Bentuk motif yang dibuat juga bukan sembarang motif. Motif-motif yang dibuat oleh penenun memiliki jenis dan makna tersendiri. Proses ini biasanya memakan waktu sampai 14 sampai 20 hari.

(57)

Gambar 4.14 Perendeman benang ke air biasa Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Setelah benang diikat tali rapiah untuk pembentUkan motif langkah selanjutnya adalah merendam benang tersebut dengan air biasa selama 12 jam, agar dalam proses pewarnaan motif dapat merekat dengan kuat dan tidak luntur.

Gambar 4.15 Bahan pewarna motif: kuit kayu, daun tarun Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Beberapa bahan rendaman warna motif kain yang dipakai terbuat dari pohon palli, sejenis kulit kayu, daun tarun dan masih banyak lagi.

(58)

Gambar 4.16 Bahan pewarna motif yang ditumbuk dan dihaluskan Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Setelah bahan pewarna motif selesai ditumbuk dan dihaluskan, dicampur dengan air dan diaduk beberapa kali. Proses pengadukan dengan air memakan waktu 5 sampai 10 menit. Dan bahan pewarna motif siap untuk digunakan.

Gambar 4.17 Pengadukan benang dengan warna motif Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Proses ini adalah pemberian warna motif dengan cara benang dicelupkan dan diaduk kedalam warna yang diiinginkan. Pencelupan warna bias dilakukan beruang kali terganung jumlah warna yang ada didalam pola.

(59)

Gambar 4.18 Merebus Benang dengan bahan warna motif Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Proses selanjutnya adalah merebus benang untuk membentuk motif dengan bahan warna motif. Untuk mendapatkan warna yang benar-benar bagus, benang direndam berulang-ulang dalam larutan pewarna selama satu sampai dua bulan, lama waktu tergantung motif yang dibuat, proses merendam berulang-ulang ini untuk memperkuat warna motif dan agar warna tidak mudah luntur. Setelah perebusan benang selesai benang dikeringkan. Dan akan direbus dengan bahan pewarna motif lagi jika masih ada warna motif lain yang diinginkan. Proses ini membutuhkan waktu yang cukuplama, karna setiap warna motif yang diiinginkan harus dilakukan tahap demi tahap tidak bisa dilakukan sekaligus.

(60)

Gambar 4.19 Benang-benang disisihkan sesui dengan pola atau motif Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Setelah kering, benang-benang tersebut disisihkan satu persatu, diatur sesuai denga pola atau motif. Ini adalah proses penting yang membutuhkan konsentrasi tinggi, sebab jika ada satu benang yang tidak diatur sesuai pola,

maka keseluruhan pola atau motif akan berantakan. Jika semua benang-benang tersebut sudah diatur setu persatu sesuia dengan pola atau

motif, benang tersebut sudah siap untuk ditenun.

c. Proses penenunan

Langkah terakhir adalah proses penenunan benang untuk dijadikan kain tenun sesui dengan motif yang sudah diterapkan. Proses penenunan ini menggunakan alat tenu tradisional bukan alat tenun bukan mesin atau yang biasa disebut (ATBM). Adapun alat dan prosesnya adalah sebagai berikut:

(61)

Gambar 4.20 Alat tenunn Tradisional (Gedogan) Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Alat tenun tradisional (gedogan) terbuat dari bambu dan kayu, yang fungsinya hanya untuk mengaitkan benang lungsi saja. Terdapat dua ujung bilah kayu dan bambu pada alat ini. Ujung pertama dikaitkan pada tiang atau pondasi rumah, sedangkan ujung satunya diikat pada badan penenun. Pada saat menenun, posisi penenun duduk dilantai kemudian mulailah penenun menenun dengan meletakan benang lungsi dan pakan secara bergantian.

Menenun dengan menggunakan alat tenun tradisional atau gedogan tidak hanya menghasilkan sehelai kain tenun yang indah tetapi juga menghasilkan kain tenun yang berkualitas tinggi karena dikerjakan dengan sangat cermat dan teliti sehingga memakan waktu yang lama.

(62)

Gambar 4.21 Proses penenunan Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Proses penenunan merupakan tahap akhir dalam pembuatan kain tenun Sekomandi, proses penenunan ini tidak hanya menghasilkan sehelai kain tenun yang indah tetapi juga menghasilkan kain tenun yang berkualitas tinggi karena dikerjakan dengan sangat cermat dan teliti sehingga memakan waktu yang lama.

Gambar 4.22 Kain tenun Sekomandi Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Dan ini adalah kain tenun Sekomandi. Setelah melewati beberapa tahap hingga menjadi kain tenun tradisional yang indah.

(63)

2. Pengembangan Fungsi kain tenun Sekomandi

Pada jaman dahulu, selain untuk kepentingan sendiri , kain tenun Sekomandi merupakan alat tukar yang bernilai tinggi. Biasanya kain tenun Sekomandi ini ditukar dengan beberapa hewan peliharaan seperti kerbau atau babi. Karena bahan dasarnya dari rempah-rempah sehingga kain tenun Sekomandi ini jika digunakan akan terasa perih dibadan. Jadi, kain tenun Sekomandi lebih banyak digunakan untuk membuat taplak meja, gorden, tas, Selendang. Namun sekarang kain tenun Sekomandi sudah banyak diproduksi dalam bentuk yang beranekaragam karena seperti baju kemeja, Gamis, Rok, Sracft, jilbab dan masih banyak lagi.

a. Fungsi kain tenun Sekomandi pada jaman dahulu

Gambar 4.23 Kain tenun Sekomandi berusia 198 tanun Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Kain tenun Sekomandi pada jaman dahulu sering digunakan untuk kepentingan sendiri dan sebagai alat tukar menukar, kain tenun Sekomandi biasa ditukar dengan kerbau atau babi.

(64)

Gambar 4.24 Kain tenun Sekomandi sebagai gorden dan hiasan dinding Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Kain Sekomandi dahulu juga sering digunakan sebagai goreden dan hiasan dinding karna motif dan warnanya yang indah, sehingga kain tenun tradisional Sekomandi juga akan nampak indah untuk interior rumah.

Gambar 4.25 Kain tenun Sekomandi sebagai selendang dan taplak meja Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Selai untuk alat tukar menukar kain tenun Sekomandi dulu juga sering digunakan untuk selendang dan taplak meja, selendang kain tenun

(65)

sekomandi biasa digunakan bersamaan dengan baju adat khas kalumpang dalam acara adat tari Sayo, dan untuk tapalak meja hanya sebagai penghias interior rumah.

b. Fungsi kain tenun Seomandi saat ini

Gambar 4.26 Kain tenun Sekomandi sebagai baju Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Saat ini kain tenun Sekomandi sudah banyak diproduksi dalam bentuk baju wanita maupun baju pria, dan baju-baju berbahan dasar kain tenun tradisional Sekomandi ini juga sering mengikuti pameran baju kain tenun tradisional diberbagai daerah.

(66)

Gambar 4.27 Dompet kain tenun Sekomandi wanita mapun pria Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Kain tenun tradisional Sekomandi saat ini juga sudah diproduksi dalam bentuk dombet yang lebeih moderen, sehingga pemasaran kain tenun Sekomandi sudah tidak kalah saing dengan produk-produk luar maupun da- lam negeri yang memiliki merek atau “brand” yang lebih terkenal

Gambar 4.28 Kain tenun Sekomandi sebagai kopiah dan sarung Dokumentasi foto:Ikhsan Hidayat (2019)

Semakin banyak peminat dari kain tenun Sekomandi ini membuat pengrajin kain tenun tradisional ini mengembangkan produk-produk mereka jadi berbagai jenis, salah satunya paci dan sarung ini.

(67)

B. Pembahasan

Aktivitas yang dilakukan oleh pengrajin kain tenun dalam proses pembuatan kain tenun tradisional Sekomandi diantaranya membuat kerajinan kain tenun dengan berbagai bentuk dan variasi dengan nuansa yang berbeda. Mulai dari pengolah bahan baku, pewarnaan dasar benang, pembentukan motif, pewarnaan motif, dan penenunan hingga kain tenun Sekomandi siap dipasarkan.

Adapun proses pembuatan kain tenun tradisional Sekomadi melalui beberapa tahap:

Gambar 4.29. Skema Proses Pembuatan kain tenun Sekomandi

Pada gambar 4.28. dapat dilihat bahwa proses pembuatan kain tenun Sekomandi melalui beberapa tahap, dimana pengrajin menyiapkan alat dan bahan terlebih dahulu sebelum membuat kain tenun Sekomandi, alat dan bahan yang dipakai masih tradisional.

Proses pembuatan tenun Sekomandi dibuat dengan alat-alat tradisional tidak disentuh oleh mesin melainkan dibuat dengan tangan pengrajin itu sendiri. Proses pembuatan kain tenun sekomadi di Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang dil-

Pengumpulan bahan baku

Pembuatan Motif

Pewarnaan dasar benang

Pewarnaan Motif

Pemintalan

Penenunan

(68)

akukan beberapa tahapan. Tenun sekomandi ditenun secara tradisional dan menggunakan bahan pewarna dari berbagai jenis tanaman, seperti jahe, lengkuas, cabai, kapur sirih, laos, kemiri, juga beragam dedaunan, akar pohon, serta kulit kayu, kemudian ditumbuk halus dan dimasak. Untuk mendapatkan warna yang benar-benar bagus, benang direndam berulang-ulang dalam larutan pewarna selama satu bulan sehingga memperkuat warna dan agar warna tidak mudah luntur. Proses pembuatan kain tenun Sekomandi memang membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga pengrajin harus memiliki keahlian dan itu didapatkan masyarakat Kalumpang secara turun-temurun selama ratusan tahun. Untuk menciptakan motif tertentu, sang penenun sebelumnya tidak membuatkan pola atau sketsa pada benang yang diikat pada katadan (sebuah alat yang digunakan untuk menahan benang pada saat diikat agar rapi).

Pembuatan pola motif dan sketsa kain ini terjadi dalam pikiran dan imajinasi penenun.

Dan untuk fungsinya zaman dahulu, selain untuk kepentingan sendiri, kain tenun

Sekomandi merupakan alat tukar yang bernilai tinggi. Biasanya kain tenun Sekomandi ini ditukar dengan beberapa hewan peliharaan seperti kerbau atau babi.

Karena bahan dasarnya dari rempah-rempah sehingga jika digunakan akan terasa perih di badan. Jadi, kain tenun Sekomandi lebih banyak digunakan untuk membuat taplak meja, gorden, tas, Selendang, dan perlengkapan lainnya. Namun saaat ini kain tenun Sekomandi sudah diproduksi dengan bentuk yang beraneka ragam seperi baju kemeja, gamis, pace, selendang, sarung, dan lain sebagainya.

(69)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan mengenai proses pembautan kain tradisional Sekomandi Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang sebagai berikut:

1. Proses pembuatan kain tenun Sekomandi pada dasarnya terbagi menjadi tiga, yakni pemintalan, pewarnaan benang, dan penenunan.

Bahan baku kapas yang dipakai dalam pembuatan kain tenun Sekomandi ini diperoleh dari daerah Kalumpang. Kapas di panen sekitar 6-7 bulan setelah di tanam. Salah satu bagian penting dalam proses tenun tradisional Sekomandi di Desa Batuisi Kecamatan Kalumpang adalah Mangngunu’ (Pemintalan). Proses ini adalah proses pemintalan kapas

menjadi benang dengan cara amat tradisional.

Bahan perwarnaan kain tenun Sekomandi menggunakan pewarna alami dari berbagai jenis tanaman. Teknik pewarnaannya juga melalui beberapa tahap yaitu, pewarnaan dasar pada benang selama 14 hari, dan pewarnaan motif yang dilakukan tahap demi tahap tidak bisa sekaligus.

Penenunan kain tenun Sekomandi dilakukan dengan menggunkan alat tenun tradisional (gedogan).

(70)

2.

Pada jaman dahulu, selain untuk kepentingan sendiri, kain tenun Sekomandi merupakan alat tukar yang bernilai tinggi. Biasanya kain tenun Sekomandi ini ditukar dengan beberapa hewan peliharaan seperti kerbau atau babi. Karena bahan dasarnya dari rempah-rempah sehingga kain tenun Sekomandi ini jika digunakan akan terasa perih dibadan. Jadi, kain tenun Sekomandi lebih banyak digunakan untuk membuat taplak meja, gorden, tas, Selendang. Namun sekarang kain tenun Sekomandi sudah banyak diproduksi dalam bentuk yang beranekaragam karena seperti baju kemeja, Gamis, Rok, Sracf, jilbab dan masih banyak lagi.

B. Saran

Berdasarkan penelitian dan kesimpulan di atas, maka perlu diberikan beberapa saran dalam upaya sebagai bahan pertimbangan yaitu sebagai berikut:

1. Tetap mempertahankan kearifan lokal dengan meningkatkan kualitas karya yang dihasilkan agar menjadi sebuah ciri khas.

2. Meningkatkan proses produksi dengan cepat dan tepat sesuai dengan ide dan kreativitas.

3. Tetap mengembangkan ide dan kreativitas dalam membuat kain tenun tradisional Sekomandi

Gambar

Gambar 3.1. Peta lokasi
Gambar 3.2 Skema langkah-langkah Penelitian Kain Tenun Sekomandi Desa Kalumpang
Gambar 3.3 Format observasi, wawancara dan dokumentasi
Gambar 4.1 Kapas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini berisi tentang keberadaan industri tenun tradisional di wilayah Majalaya. Latar belakang skripsi yaitu, masih adanya pelaku industri tenun yang masih mempertahankan

2013.. Latar Belakang ... Identifikasi Masalah ... Batasan Masalah ... Rumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Kegunaan Penelitian ... Ruang Lingkup Penelitian ...

Kelangsungan usaha industri tenun ikat diukur dengan perkembangan produksi, tenaga kerja, dan bahan baku yang digunakan pada industri tenun ikat tradisional tersebut..

dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi penulis sendiri.. Latar Belakang Masalah ... Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus... Kajian Pustaka ... Tujuan dan Kegunaan

Berdasarkan latar belakang maka akan dilakukan penelitian untuk mengetahui upaya nelayan tradisional pancing ulur dalam meningkatkan ekonomi keluarga saat normal baru di Desa

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mengadakan pelatihan teknik pembuatan kain nusantara kepada masyarakat, karena dalam pembuatannya diperlukan pengetahuan teknik

Adapun Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Kain Tenun Cepuk Sebagai EBT Di Desa Tanglad Kabupaten Klungkung dapat dilakukan dengan perlindungan hukum preventif dengan melakukan pendataan,

Ringkasan kajian etnokimia dalam kain tenun songke pada proses pewarnaan benang Hubungan dengan ilmu kimia Hubungan dengan mata pelajaran kimia Laju Reaksi Faktor-faktor yang