• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMALISASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TENAGA KERJA INDUSTRI KULIT MELALUI PENDIDIKAN VOKASI INDUSTRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPTIMALISASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TENAGA KERJA INDUSTRI KULIT MELALUI PENDIDIKAN VOKASI INDUSTRI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMALISASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TENAGA KERJA INDUSTRI KULIT MELALUI PENDIDIKAN VOKASI INDUSTRI

Risang Pujiyanto 1)

1) Program Studi Teknologi Karet dan Plastik Politeknik ATK Yogyakarta

ABSTRACT

The National Industrial Development Master Plan 2015-2035 states that the availability of competent workforce is one of the most influential things in national industrial development. Vocational education is one of the solutions to create a workforce that suits the needs of the industry. The problems that occur are how the labour policy and industrial labor policy in Indonesia and how to optimize the policy development of industrial workers at Polytechnic of ATK Yogyakarta. This research is normative law research, with statute approach. The results show that both the Major Labour Law and the Industrial Law, regulate the increase of the competence of the workforce. In relation to the development of leather industry workers at Polytechnic of ATK Yogyakarta, various policies such as National Higher Education Standards, Indonesia National Qualification Framework, Indonesian National Working Competency Standards, Profession Certification, Student-Based Learning can support the creation of competent leather industry workforce. By optimizing the policy, it is expected that competent leather industry workers can be created to support the development of national industry.

Keyword: Optimization, Labor Industry, Vocational Education Industry

INTISARI

Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035 menyatakan bahwa ketersediaan tenaga kerja yang kompeten merupakan salah satu hal yang berpengaruh dalam pembangunan industri nasional. Pendidikan vokasi adalah salah satu solusi untuk menciptakan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan industri. Permasalahan yang terjadi adalah bagaimana kebijakan ketenagakerjaan dan kebijakan tenaga kerja industri di Indonesia serta bagaimana optimalisasi kebijakan pembangunan tenaga kerja industri pada Politeknik ATK Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik UU Ketenagakerjaan dan UU Perindustrian mengatur tentang peningkatan kompetensi tenaga kerja. Dalam kaitannya dengan pembangunan tenaga kerja industri kulit di Politeknik ATK Yogyakarta, berbagai kebijakan antara lain Standar Nasional Pendidikan Tinggi, Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, Sertifikasi Profesi, dan Pembelajaran berbasis Mahasiswa dapat mendukung terciptanya tenaga kerja industri kulit yang memiliki kompetensi. Dengan optimalisasi kebijakan, diharapkan tenaga kerja industri kulit yang memiliki kompetensi dapat tercipta sehingga dapat mendukung pembangunan industri nasional.

(2)

PENDAHULUAN

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian telah meletakkan industri sebagai salah satu motor penggerak ekonomi dan memberikan peran yang cukup besar kepada pemerintah untuk mendorong kemajuan industri nasional secara terencana. Industri kulit, produk kulit dan alas kaki merupakan salah satu industri strategis dan prioritas untuk dikembangkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035 (RIPIN 2015-2035), mengingat industri tersebut memiliki pangsa pasar yang luas dan bahan baku yang digunakan selalu berkelanjutan. Salah satu indikator kemajuan industri kulit, produk kulit dan alas kaki antara lain adalah tingginya peranan dan kontribusi industri terhadap ekonomi nasional. Namun dalam kenyataannya dari tahun 2014 sampai dengan 2017 yang terjadi adalah penurunan kontribusi sektor industri kulit, produk kulit dan alas kaki terhadap Sektor Industri Pengolahan sebagaimana tampak dalam Tabel 1.

Tabel 1

Peran Tiap Cabang Industri Terhadap PDB Sektor Industri Pengolahan Non-Migas, 2014-2017

No Lapangan Usaha 2014 2015* 2016** 2017 TW III***

1 Industri Makanan dan Minuman 29,73 30,84 32,84 34,95 2 Industri Pengolahan Tembakau 5,06 5,18 5,19 5,10 3 Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 7,35 6,64 6,35 6,03 4 Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki 1,51 1,50 1,56 1,43 5 Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan BarangAnyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya 4,02 3,72 3,55 3,27 6 Industri Kertas dan Barang dari Kertas; Percetakan danReproduksi Media Rekaman 4,46 4,18 3,95 3,94 7 Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional 9,52 10,00 9,86 9,73 8 Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik 4,25 4,10 3,51 3,31 9 Industri Barang Galian bukan Logam 4,07 3,97 3,94 3,63

10 Industri Logam Dasar 4,34 4,30 3,96 4,01

11 Industri Barang Logam; Komputer, Barang Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik 10,48 10,80 10,71 10,46 12 Industri Mesin dan Perlengkapan 1,75 1,78 1,78 1,79 13 Industri Alat Angkutan 10,97 10,51 10,47 10,11

14 Industri Furnitur 1,49 1,49 1,42 1,38

15 Industri Pengolahan Lainnya; Jasa Reparasi dan PemasanganMesin dan Peralatan 0,99 0,89 0,92 0,85

Kontribusi Total 100 100 100 100

Sumber: www.kemenperin.go.id

Kondisi tersebut akan semakin berat dengan melihat bahwa Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sudah mulai berlaku pada pada tanggal 31 Desember 2015 dimana

(3)

arus bebas barang dan tenaga kerja menjadi ancaman yang harus ditangani dengan baik. Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi, menyatakan :

“sektor yang paling rentan terpengaruh oleh MEA itu daya saing industrinya perlu ditingkatkan, beberapa sektor itu adalah industri tekstil, alas kaki, elektronik, baja, kulit dan beberapa produk pertanian” (https://bisnis.tempo.co).

Pasar bebas tenaga kerja yang diberlakukan di regional ASEAN akan menjadi tantangan bonus demografi yang dimiliki Indonesia. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Surya Chandra Surapaty, sebagaimana dimuat dalam https://news.detik.com (02/08/2017), menyatakan Indonesia mengalami bonus demografi pada 2012 hingga 2045 dan diprediksi akan mencapai puncak pada 2028-2031. Surapaty mengatakan:

“Bonus demografi ini bisa menjadi pedang bermata dua, bisa menjadi anugerah jika melahirkan tenaga kerja berkualitas. Jika tidak, akan menjadi bencana kependudukan. Akan menimbulkan pengangguran, kriminalitas dan kemiskinan.”

Lebih lanjut Surapaty menilai saat ini kompetensi masyarakat Indonesia masih rendah yang terlihat pada lama pendidikan rata-rata 7,8 tahun yang berarti mayoritas masyarakat Indonesia tidak lulus SMP. Kompentesi tenaga kerja merupakan hal mutlak yang harus dimiliki oleh tenaga kerja untuk dapat bersaing di kancah nasional ataupun internasional. Selain itu kurangnya kompentensi tenaga kerja akan mengakibatkan bonus demografi tidak bisa dimanfaatkan dengan baik, tenaga kerja di Indonesia hanya akan menjadi penonton di negerinya sendiri.

Sebagai salah satu industri prioritas maka pengembangan industri kulit, produk kulit dan alas kaki harus dilakukan secara terencana dan menyeluruh dari hulu sampai dengan hilir, untuk meminimalisir hambatan yang akan mempengaruhi kontribusi industri terhadap ekonomi nasional. Salah satu upaya yang perlu dilakukan yaitu dengan menyiapkan kebijakan nasional yang mengarah kepada pengembangan dan peningkatan kualitas tenaga kerja. Pemerintah melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Peningkatan Daya Saing Nasional dalam Rangka Menghadapi Masyarakat Ekonomi Association Of

(4)

Southeast Asian Nations telah menetapkan pedoman untuk peningkatan daya

saing nasional dan persiapan pelaksanaan MEA dalam 14 (empat belas) strategi, salah satunya adalah pengembangan Tenaga Kerja yang fokus pada peningkatan daya saing tenaga kerja serta peningkatan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja. Dalam kaitannya dengan industri kulit, produk kulit dan alas kaki, RIPIN 2015-2035 menentukan bahwa pembangunan tenaga kerja industri dilakukan melalui pendidikan vokasi, pendidikan dan pelatihan, pemagangan, serta didukung dengan pemberlakukan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Lebih lanjut menjadi penting untuk dibahas mengenai optimalisasi kebijakan tersebut untuk mendukung pembangunan tenaga kerja industri.

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana telah diuraikan di atas, maka yang menjadi pertanyaan penelitian adalah :

1. Bagaimana kebijakan ketenagakerjaan dan kebijakan tenaga kerja industri di Indonesia?

2. Bagaimana optimalisasi kebijakan pembangunan tenaga kerja industri dalam Pendidikan Vokasi bidang Kulit?

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui kebijakan ketenagakerjaan dan kebijakan tenaga kerja industri.

2. Mengetahui kebijakan pembangunan tenaga kerja industri yang dapat dioptimalkan dalam Pendidikan Vokasi bidang Kulit.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach). Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan isu hukum ketenagakerjaan, dan tenaga kerja industri untuk menyimpulkan mengenai ada atau tidaknya benturan filosofis antara peraturan perundang-undangan dengan isu yang dihadapi. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Data tersebut kemudian dianalisa dengan menggunakan cara deskriptif kualitatif.

(5)

PEMBAHASAN

Kebijakan Ketenagakerjaan dan Kebijakan Tenaga Kerja Industri di Indonesia

Tujuan Negara Indonesia dengan jelas dan tegas dinyatakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945),Alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut:

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial….”

UUD 1945 merupakan aturan dasar dan mandat bagi penyelenggara negara untuk mewujudkan tujuan bernegara, sementara Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai norma fundamental negara. Dalam menjalankan mandat konstitusional, penyelenggara negara juga harus menjamin terwujudnya pemenuhan hak asasi manusia dan hak warga negara, karena kewajiban dan hak merupakan hal yang saling berkaitan. Kewajiban negara berarti hak warga negara, demikian pula sebaliknya kewajiban warga negara adalah hak negara.

Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945 menentukan bahwa perlindungan, pemajuan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, khususnya pemerintah. Lebih lanjut dalam Pasal 28 I ayat (5) UUD 1945 ditegaskan bahwa : “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.”

Berdasarkan Pasal 28 I ayat (4) dan ayat (5) UUD 1945 dapat disimpulkan bahwa UUD 1945 telah memberikan rambu-rambu dalam setiap pembentukan perundang-undangan berupa upaya perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia yang tidak terbatas pada bidang hukum dan pemerintahan, sosial, politik, ekonomi, budaya, lingkungan hidup, serta pertahanan keamanan. Atas dasar tersebut maka peraturan perundang-undangan yang disusun seharusnya konsisten

(6)

mengacu dan tidak bertentangan dengan hak warga negara serta hak asasi manusia yang diatur Pancasila dan UUD 1945.

Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 merupakan pasal yang mengatur tentang hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), Pemerintah melaksanakan mandat Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 dengan cara menjamin hak hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. Dalam Pasal 2 dan Pasal 4 UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta bertujuan:

1. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;

2. mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;

3. memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan

4. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Dalam kaitannya dengan tenaga kerja industri, Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian (UU Perindustrian). Pasal 3 UU Perindustrian menyebutkan bahwa Perindustrian diselenggarakan dengan tujuan:

1. mewujudkan Industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional;

2. mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur Industri;

3. mewujudkan Industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta Industri Hijau;

4. mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan atau penguasaan Industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan masyarakat.

5. membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja;

6. mewujudkan pemerataan pembangunan Industri ke seluruh wilayah Indonesia guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; dan 7. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara

(7)

Perluasan kesempatan kerja menjadi salah satu tujuan dalam UU Ketenagakerjaan dan UU Perindustrian. Sebagaimana tercantum dalam pasal 39 UU Ketenagakerjaan, peran dan fungsi pemerintah dalam ketenagakerjaan adalah menciptakan kesempatan kerja seluas-luasnya, baik sendiri maupun bersama masyarakat. Badan Pusat Statistik (sirusa.bps.go.id) mendefinisikan kesempatan kerja sebagai peluang seseorang yang termasuk dalam angkatan kerja untuk bisa terserap dalam pasar kerja atau dapat bekerja. Kesempatan kerja berkaitan dengan tenaga kerja, yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Tenaga Kerja terdiri dari kelompok bukan angkatan kerja dan angkatan kerja. Kelompok bukan angkatan kerja adalah 1) Mereka yang masih bersekolah, 2) Golongan yang mengurus rumah tangga, dan 3) Golongan penerima pendapatan misalnya pensiun dan sejenisnya. Sementara itu angkatan kerja terdiri dari yang bekerja dan yang masih mencari pekerjaan (menganggur).

Gambar 1. Tenaga Kerja dan Angkatan Kerja Sumber : Asyhadie, (2007:2)

Kesempatan kerja seseorang tergantung pada kesesuaian antara pendidikan dan kompetensi dengan syarat yang dibutuhkan oleh pekerjaan. Uwiyono, dkk (2014 : 43-46) mengemukakan bahwa pasar kerja di Indonesia ditandai dengan sejumlah besar angkatan kerja yang belum berpendidikan atau tingkat pendidikannya masih rendah, dan tidak memiliki kompetensi sesuai dengan persyaratan pekerjaan. Disisi lain Husni (2000: 19) juga menyatakan angkatan kerja yang menganggur memiliki ciri antara lain jenis pendidikan tidak sesuai

(8)

dengan pekerjaan. Rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya kompentesi tenaga kerja menjadi permasalahan dalam perluasan kesempatan kerja, mengingat perusahaan akan mencari tenaga kerja yang sesuai dengan persyaratan pekerjaan. Hal ini sesuai dengan prinsip rekrutmen sebagaimana dikemukakan oleh Mondy, Noe dan Premaux (1999 : 174) sebagai berikut :

“recruitment is the process of attracting individuals on a timely basis, in sufficient

numbers, and with appropriate qualifications, and encouraging them to apply for jobs with an organization (Rekrutmen adalah proses menarik individu pada waktu

yang tepat, dalam jumlah yang cukup, dan dengan kualifikasi yang sesuai, dan mendorong mereka untuk melamar pekerjaan dengan organisasi).”

Badan Pusat Statistik (BPS) sebagaimana dilansir dalam http://setkab.go.id

(5/5/2017), menginformasikan, bahwa angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2017 sebanyak 131,55 juta orang dengan jumlah penduduk bekerja tercatat sebanyak 124,54 juta orang dan pengangguran sebanyak 7,01 juta orang. Pada tahun 2017, pengangguran terbuka lebih banyak berasal dari pendidikan SLTA Umum/ SMU sejumlah 1.552.894 orang, sementara lulusan akademi/diploma hanya sejumlah 249.705 orang. Sementara itu data BPS dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2017 juga menunjukkan bahwa jumlah pengangguran terbuka pada tingkat pendidikan SLTA Umum masih cukup tinggi.

Grafik 1. Penggangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan, 2007- 2017 Sumber : bps.go.id (diolah)

(9)

Data BPS tahun 2007 sampai dengan 2017 menunjukkan sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, dan perikanan masih menjadi penampung terbanyak tenaga kerja, mengingat sifat pekerjaan yang luwes yakni untuk bekerja di tidak diperlukan keahlian atau pendidikan khusus. Pada sektor industri, pekerja dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2017 rata-rata sejumlah 13,1 %.

Grafik 2. Angkatan kerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2007- 2017Sumber : bps.go.id (diolah)

Kesediaan tenaga kerja dapat digunakan oleh pemerintah untuk pembangunan nasional. Dengan peningkatan kompetensi diharapkan tenaga kerja kita dapat bersaing baik di Indonesia maupun dengan tenaga kerja terampil yang ada di kawasan ASEAN.

UU Ketenagakerjaan maupun UU Perindustrian telah mengakomodir upaya peningkatan kualitas tenaga kerja di Indonesia. Pasal 9 UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan. Kebijakan peningkatan kompetensi tenaga kerja dalam UU Ketenagakerjaan antara lain meliputi :

1. Pelatihan kerja, yaitu keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas,

(10)

disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.

2. Pemagangan, yaitu bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.

3. Sertifikasi kompetensi kerja, yaitu pengakuan kompetensi kerja melalui uji kompetensi setelah seseorang mengikuti pelatihan kerja dan/atau pemagangan.

Sementara itu Pasal 16 ayat (1) UU Perindustrian menyatakan bahwa pembangunan sumber daya manusia Industri dilakukan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang kompeten guna meningkatkan peran sumber daya manusia Indonesia di bidang Industri. Sesuai dengan Pasal 16 ayat (4) UU Perindustrian, sumber daya manusia industri meliputi :

1. wirausaha Industri, yaitu pelaku usaha Industri.

2. tenaga kerja Industri, yaitu tenaga kerja profesional di bidang Industri. 3. pembina Industri, yaitu aparatur yang memiliki kompetensi di bidang

Industri di pusat dan di daerah.

4. konsultan Industri, yaitu orang atau perusahaan yang memberikan layanan konsultasi, advokasi, pemecahan masalah bagi Industri.

Menjadi tenaga kerja industri merupakan salah satu pilihan dari tenaga kerja dan calon tenaga kerja sesuai dengan bakat dan kompetensinya. Untuk mendukung pembangunan tenaga kerja industri, dalam Pasal 18 ayat (2) UU Perindustrian ditentukan kegiatan yang bertujuan meningkatkan kompetensi tenaga kerja yaitu :

1. Pendidikan vokasi industri adalah pendidikan tinggi dan pendidikan menengah kejuruan yang diarahkan pada penguasaan keahlian terapan tertentu di bidang Industri.

(11)

2. Pelatihan berbasis Kompetensi adalah pelatihan kerja yang menitikberatkan pada penguasaan kemampuan kerja yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan standar kompetensi bidang industri.

3. Pemagangan industri, yaitu bagian dari sistem pelatihan kerja yang terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung dibawah bimbingan dan pengawasan pembimbing, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian di bidang Industri.

UU Ketenagakerjaan dan UU Perindustrian sama-sama mengatur tentang peningkatan kompetensi tenaga kerja. Mertokusumo (2010 : 122-123) mengemukakan bahwa apabila terjadi konflik antara peraturan yang sifatnya umum dengan yang sifatnya khusus, dan kedua-duanya mengatur materi yang sama, maka berlaku asas lex specialis derogat lex generalis. Sesuai dengan asas tersebut, apabila terjadi konflik dalam aturan tentang peningkatan kompetensi tenaga kerja industri maka yang akan menjadi acuan adalah ketentuan UU Perindustrian.

Optimalisasi Kebijakan Pembangunan Tenaga Kerja Industri dalam Pendidikan Vokasi Bidang Kulit.

Pasal 18 ayat (1) UU Perindustrian mengatur bahwa pembangunan tenaga kerja Industri dilakukan untuk menghasilkan tenaga kerja Industri yang mempunyai kompetensi kerja baik teknis dan/atau manajerial di bidang Industri sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Biro Perencanaan dalam buku Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia Industri dalam Rangka Pembangunan Industri Nasional 2015-2035 (2014 :100), telah memproyeksikan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) Industri untuk sektor manufaktur untuk tahun 2013 sampai dengan tahun 2035, dimana jumlah SDM Industri pada tahun 2035 diproyeksikan total sejumlah 29.290.000 orang dan sebanyak 7.580.864 orang bekerja pada sektor industri Tekstil, Barang Kulit & Alas Kaki. Dari data proyeksi Biro Perencanaan terlihat bahwa dalam kurun waktu tahun 2013 sampai dengan 2020 terjadi penambahan jumlah tenaga kerja

(12)

industri sektor industri Tekstil, Barang Kulit & Alas Kaki sebanyak 891.607 orang.

Grafik 3. Proyeksi Persentase SDM Industri Manufaktur, 2013-2035 Sumber : Biro Perencanaan diolah (2014 :100)

Menurut kajian Biro Perencanaan (2014 : 146-148), pemenuhan kebutuhan SDM bagi Industri manufaktur masih mengalami permasalahan sebagai berikut :

1. Masih rendahnya tingkat pendidikan SDM industri, yang didominasi oleh tenaga kerja berpendidikan SMP kebawah.

2. Kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris sangat rendah.

3. Tenaga kerja Indonesia kurang mempunyai etos kerja yang baik terutama dilihat dari attendant, safety dan productivity.

4. Kapasitas yang masih rendah, dan kondisi infrastruktur lembaga pelatihan yang masih kurang baik, baik dari segi fasilitas pelatihan, instruktur pelatihan dan tempat uji kompetensi maupun standar kompetensi yang dibutuhkan untuk menyusun kurikulum lembaga pelatihan.

5. Jumlah standar kompetensi yang telah disusun terutama untuk SDM industri masih jauh dari kebutuhan ketrampilan yang ada. Selain itu standar kompetensi yang disusun merupakan standar kompetensi nasional, dan bersifat statis.

(13)

Rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya kompentesi tenaga kerja menjadikan tenaga kerja tidak terserap dalam industri, mengingat perusahaan akan mencari tenaga kerja yang sesuai dengan persyaratan pekerjaan atau standar jabatan kerja. Untuk mengatasi permasalahan dimaksud, Biro Perencanaan (2014 :165-166) telah mengembangkan konsep peningkatan kompetensi SDM Industri dalam 4 (empat) jalur, 1) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dibawah Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar serta diploma atau sarjana yang berada dalam naungan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, 2) Balai Latihan Kerja dibawah Kementerian Tenaga Kerja, 3) SMK serta diploma atau sarjana dibawah Kementerian Perindustrian dan 4) Jalur pelatihan yang dikelola secara langsung oleh perusahaan pengguna.

Gambar 2. Kerangka Konsep Peningkatan SDM Sumber : Biro Perencanaan (2014 :165-166)

Jalur pendidikan vokasional yang berada di bawah Kementerian Perindustrian dipersiapkan untuk menghasilkan SDM Industri yang memenuhi standar jabatan kerja sesuai dengan kebutuhan dunia Industri. Politeknik ATK Yogyakarta (Politeknik) adalah lembaga pendidikan formal, pendidikan vokasi jenjang diploma 3 (tiga) bidang Kulit, Karet dan Plastik serta merupakan salah satu pihak yang melaksanakan pembangunan tenaga kerja industri kulit.

(14)

Politeknik terbagi dalam 3 (tiga) program studi (prodi), yaitu Prodi Teknologi Pengolahan Kulit, Prodi Teknologi Pengolahan Produk Kulit, dan Prodi Teknologi Pengolahan Karet dan Plastik. Dalam kaitannya dengan tenaga kerja industri kulit, optimalisasi kebijakan yang dapat dilakukan oleh Politeknik adalah dengan 1) kurikulum dan bahan ajar sesuai Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), dan 2) Assesmen berdasar Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang dilakukan oleh Dosen, Lembaga Sertifikasi Profesi dan/atau Tempat Uji Kompetensi.

Gambar 3. Konsep Optimalisasi Kebijakan Pendidikan Vokasi Industri Kulit Dimodifikasi dari Power dan Cohen (2005 : 2)

Dalam penyusunan kurikulum, Pasal 38 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pendidikan Tinggi antara lain menyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyusunan kurikulum merupakan kewenangan masing-masing perguruan tinggi, dalam hal ini Politeknik, dengan tetap mengacu kepada standar nasional. Standar Nasional Pendidikan untuk penyusunan kurikulum diatur dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (Permen SNPT). Pasal 1 angka (6) Permen SNPT mendefinisikan

(15)

kurikulum sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai capaian pembelajaran lulusan, bahan kajian, proses, dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan program studi. Dengan mengacu pada definisi kurikulum maka secara garis besar kurikulum terdiri dari empat unsur, yakni capaian pembelajaran, bahan kajian yang harus dikuasai, strategi atau proses pembelajaran untuk mencapai, dan sistem penilaian.

Sesuai Buku Panduan Akademik Tahun Ajaran 2016/2017, Kurikulum Politeknik disusun dengan perbandingan kurang lebih 40% teori dan 60% praktek serta terbagi dalam :

1. Kurikulum inti yang merupakan kelompok mata kuliah umum dan merupakan mata kuliah institusi.

2. Kurikulum kompetensi bidang studi yang merupakan kelompok mata kuliah kompetensi bidang studi.

Sesuai Pasal 5 Permen SNPT, rumusan capaian pembelajaran wajib merujuk kepada jenjang kualifikasi KKNI, khususnya yang berkaitan dengan ketrampilan khusus (kemampuan kerja). Lulusan Politeknik paling rendah memiliki level KKNI setara jenjang 5 (lima) dengan deskripsi umum kompetensi berupa :

1. Mampu menyelesaikan pekerjaan berlingkup luas, memilih metode yang sesuai dari beragam pilihan yang sudah maupun belum baku dengan menganalisis data, serta mampu menunjukkan kinerja dengan mutu dan kuantitas yang terukur.

2. Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural.

3. Mampu mengelola kelompok kerja dan menyusun laporan tertulis secara komprehensif.

4. Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja kelompok.

Sementara itu capaian pembelajaran yang mencakup rumusan sikap dan keterampilan umum dapat mengacu pada rumusan yang telah ditetapkan dalam Permen SNPT sebagai standar minimal lulusan Politeknik.

(16)

Gambar 4. Capaian Pembelajaran Pendidikan Vokasi Industri Kulit Sumber : Direktorat Pembelajaran (2016 :9)

Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran, Pasal 11 Ayat 1 Permen SNPT menyatakan bahwa karakteristik proses pembelajaran bersifat interaktif, holistik, integratif, saintifik, kontekstual, tematik, efektif, kolaboratif, dan berpusat pada mahasiswa. Pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa dikenal sebagai Student Centered Learning (SCL). Melalui SLC, Dosen Politeknik memiliki tugas mentransformasikan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi yang dikuasainya kepada mahasiswa, sementara mahasiswa secara aktif mengembangkan potensinya dengan melakukan pembelajaran. Nurwandani, dkk (2016 : 25) dalam buku Panduan Teknologi Pembelajaran Vokasi menyatakan ada 10 metode pembelajaran SCL. Dalam pelaksanaan pendidikan vokasi di Politeknik metode pembelajaran SCL yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut :

1. Small Group Discussion adalah suatu metode pembelajaran dengan melakukan diskusi kecil, yang dilakukan oleh suatu kelompok mahasiswa yang biasanya terdiri dari 5-10 anggota.

2. Case study adalah metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara memberikan deskripsi suatu masalah yang mengharuskan mahasiswa mengambil keputusan tertentu atas masalah tersebut.

(17)

3. Cooperative Learning adalah metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara berkelompok yang dirancang oleh dosen untuk memecahkan suatu masalah atau kasus atau mengerjakan suatu tugas.

4. Contextual Instruction adalah metode pembelajaran dengan cara membahas konsep (teori) yang ada kaitannya dengan realita dan melakukan studi lapangan untuk mempelajari kesesuaian teori dengan realitanya.

5. Project Based Learning adalah metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara melibatkan mahasiswa merancang suatu tugas (proyek) yang sistematik agar mahasiswa belajar pengetahuan dan ketrampilan melalui proses pencarian/ penggalian (inquiry) yang terstruktur dan kompleks.

Proses pembelajaran akan lebih baik lagi apabila terdapat pabrik dalam sekolah. Pabrik dalam sekolah akan meminimalisir ketidaksesuaian antara pendidikan di Politeknik dengan dunia industri.

SKKNI digunakan dalam assesmen yang dilakukan oleh Dosen, Lembaga Sertifikasi Profesi dan/atau Tempat Uji Kompetensi. SKKNI yaitu rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan. Sesuai dengan data Kementerian Perindustrian paling tidak terdapat 3 (tiga) SKKNI yang berhubungan dengan bidang kulit, yaitu :

1. SKKNI Industri Penyamakan Kulit Subbidang Proses Produksi 2. SKKNI Industri Alas Kaki

3. SKKNI Industri Kulit dan Kulit Buatan, termasuk Pencelupan Kulit Berbulu Kelompok Industri Pengawetan Kulit

SKKNI bidang kulit dan alas kaki menjadi acuan dalam penyusunan program pelatihan kerja berbasis kompetensi, penyusunan materi uji kompetensi dan skema sertifikasi untuk proses uji kompetensi pada Lembaga Sertifikasi Profesi. Uji kompetensi kepada mahasiswa maupun kepada peserta pelatihan dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak Pertama (LSP P-1) Politeknik, di tempat uji kompetensi dan sesuai dengan SKKNI. Tujuan dari sertifikasi kompetensi

(18)

kerja adalah untuk memberikan pengakuan secara formal terhadap kompetensi tenaga kerja. Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Sistem Standardisasi Kompetensi Kerja Nasional (Permen SKKNI), pengembangan SKKNI harus 1) mengacu pada model Regional Model

Competency Standar (RMCS) dan 2) memperhatikan perbandingan dan kesetaraan

dengan standar internasional serta kemampuan penerapan di dalam negeri. RMCS dalam Permen SKKNI didefinisikan sebagai suatu model standar kompetensi yang penyusunannya menggunakan pendekatan proses kerja untuk menghasilkan barang dan jasa di industri yang telah disepakati oleh negara-negara Asia Pasifik. International

Labour Organization (2016 : 7 – 10) menyatakan bahwa RMCS memiliki tiga komponen

utama sebagai berikut :

1. Industry Descriptor and Coverage, deskripsi cakupan standar dalam industri atau istilah dalam sektor industri.

2. Primary Functions, fungsi dasar dalam industri untuk menghasilkan produk atau jasa.

3. Units, terdiri dari 4 sub komponen, yaitu :

3.1. Performance Criteria, deskripsi hasil atau out come pekerjaan. 3.2. Evidence requirements, standar penilaian kompetensi.

3.3. Critical Skills and Essential Knowledge, keahlian dan pengetahuan yang

disyaratkan untuk memenuhi standar yang ditentukan.

3.4. Range Statement, pertimbangan peryaratan lingkungan yang ideal untuk

dapat melaksanakan pekerjaan sesuai persyaratan.

Dengan mengingat kebutuhan industri atau perusahaan yang senantiasa berkembang, maka penambahan ruang lingkup SKKNI merupakan hal yang mendesak dilakukan.

Kebijakan pembangunan tenaga kerja industri kulit melalui pendidikan vokasi harus dioptimalkan dalam pelaksanaannya. Optimalisasi kebijakan merupakan tanggungjawab bersama baik pemerintah maupun swasta. Politeknik berperan dalam pembentukan tenaga kerja industri kulit melalui pendidikan dan pelatihan, sementara perusahaan berperan sebagai mitra dalam pengembangan kurikulum, praktik kerja dan/atau penempatan lulusan. Dengan sinergi antara Politeknik, maka diharapkan tenaga kerja industri kulit yang memiliki kompetensi

(19)

KESIMPULAN

Perluasan kesempatan kerja merupakan salah satu tujuan dari UU Ketenagakerjaan dan UU Perindustrian, namun perluasan tersebut sangat tergantung dengan kompetensi tenaga kerja. RIPIN 2015-2035 menyatakan bahwa ketersediaan tenaga kerja yang kompeten merupakan salah satu hal yang berpengaruh dalam pembangunan industri nasional. Berdasarkan hal tersebut maka peningkatan kompetensi tenaga kerja industri melalui pendidikan vokasi industri, pelatihan berbasis kompetensi atau pemagangan industri menjadi hal yang wajib dilakukan.

UU Perindustrian menentukan bahwa pembangunan sumber daya manusia Industri yang meliputi wirausaha industri, tenaga kerja industri, pembina industri dan konsultan industri, dilakukan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang kompeten. Politeknik ATK sebagai salah satu pendidikan vokasi bidang industri memiliki tanggung jawab dalam pembangunan tenaga kerja industri melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan vokasi dilaksanakan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan Tinggi dan SKKNI yang didukung dengan LSP, TUK dan pabrik dalam sekolah. Kurikulum dan bahan ajar sesuai KKNI, penyesuaian metode pembelajaran serta penambahan ruang lingkup SKKNI merupakan hal yang harus segera ditindaklanjuti. Dengan optimalisasi kebijakan pembangunan tenaga kerja industri, diharapkan tenaga industri kulit yang memiliki kompetensi dapat terwujud.

DAFTAR PUSTAKA

Asyhadie, Zaeni. 2007. Hukum Kerja : Hukum Ketenagakerjaan Bidang

Hubungan Kerja. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Biro Perencanaan. 2014. Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia Industri

dalam Rangka Pembangunan Industri Nasional 2015-2035. Jakarta: Biro

Perencanaan Kementerian Perindustrian.

_____________. 2017. Bahan Presentasi Kinerja Sektor Industri Triwulan III

Tahun 2017. Jakarta: Biro Perencanaan Kementerian Perindustrian.

Direktorat Pembelajaran. 2016. Panduan Penyusunan Kurikulum Pendidikan

(20)

dan Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Diakses melalui http://www.upi.edu/main/file/akademik/63f58-panduan-penyusunan-kurikulum-pt.pdf

Husni, Lalu. 2010. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

International Labour Organization. 2006. Guidelines for Development of Regional

Model Competency Standards (RMCS). Bangkok : International Labour

Office, Diakses melalui

http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/documents/publication/wcms_bk_pb_234_en.pdf

Mertokusumo, Sudikno. 2010. Mengenal Hukum : Suatu Pengantar. Yogyakarta : Universitas Atma Jaya.

Mondy, R. Wayne, Robert M. Noe dan Shane R. Premeaux. 1999. Human

Resource Management. New Jersey : Prentice Hall.

Nurwandani, Paristiyanti, dkk. 2016. Buku Panduan Teknologi Pembelajaran

Vokasi. Jakarta : Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan

Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Diakses melalui http://www.kopertis12.or.id/wp-content/uploads/2017/09/3.-Panduan-Penyusunan-Teknologi-Pembelajaran-Vokasi.compressed.pdf

Power, Lorna dan Cohen, Joseph. 2005. Competency-Based Education and

Training Delivery: Status, Analysis and Recommendations. United States

Agency for International Development. Diakses melalui http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/Pnadp013.pdf

Uwiyono, Aloysius,dkk. 2014. Asas-Asas Hukum Perburuhan. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

http://setkab.go.id

http://www.kemenperin.go.id/kompetensi/ (https://bisnis.tempo.co)

Gambar

Gambar 1. Tenaga Kerja dan Angkatan Kerja  Sumber : Asyhadie, (2007:2)
Grafik 1. Penggangguran Terbuka menurut Tingkat Pendidikan, 2007- 2017  Sumber : bps.go.id (diolah)
Grafik 2. Angkatan kerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2007- 2017Sumber  : bps.go.id (diolah)
Grafik 3. Proyeksi Persentase SDM Industri Manufaktur, 2013-2035  Sumber : Biro Perencanaan diolah (2014 :100)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Karena melihat besarnya peran LSM dalam pembangunan pedesaan, maka peneliti merasa perlu untuk mengkaji bagaimana peran LSM dalam penguatan kelompok tani sehingga

Pengertian lama reaksi kimia dimana terjadi pengikatan dan pelepasan oksigen Definisi Redoks Pengertian lebih luas reaksi kimia dimana terjadi perubahan bilangan oksidasi...

Kendala-kendala tersebut diantaranya yakni, adanya karakter pekerja yang masih pilih- pilih pekerjaan serta kurangnya motivasi pencari kerja untuk bekerja di luar

[r]

Karena Penelitian ini mendapat dukungan dari pihak BBKKP dan bertujuan untuk meningkatkan nilai guna dan manfaat kulit ikan kakap, maka pada penelitian ini eksplorasi dibatasi

Perseroan meningkatkan modal ditempatkan dan disetor salah satu anak usahanya, PT Garuda Mataram Motor (GMM) menjadi sebesar Rp341 miliar atau terbagi atas 975.779 lembar

Menggunakan metode deskriptif analisis dengan teknik pengumpulan data berupa penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian di lapangan dengan melakukan

Observasi sikap remaja Kristen mempraktekkan hidup sebagai murid Kristus yang setia dalam persahaba-tan, mengem-bangkan solidaritas terhadap sesama serta menjaga kesucian