• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUMBER INOKULUM PENYAKIT BULAI Peronosclerospora philippinensis PADA TANAMAN JAGUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SUMBER INOKULUM PENYAKIT BULAI Peronosclerospora philippinensis PADA TANAMAN JAGUNG"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

SUMBER INOKULUM PENYAKIT BULAI Peronosclerospora philippinensis

PADA TANAMAN JAGUNG

Burhanuddin

Balai Penelitian Tanaman Serealia

ABSTRAK

Penyakit bulai adalah salah satu jenis penyakit utama tanaman jagung, disebabkan oleh cendawan Peronosclerospora spp. Kehilangan hasil akibat serangan penyakit ini dapat mencapai hingga 90-100%. Upaya pengendalian penyakit dianjurkan menanam varietas jagung tahan atau penggunaan bahan kimia (fungisida b.a. metalaksil). Untuk memperoleh suatu varietas jagung tahan bulai dan jenis fungisida yang efektif mengendalikan bulai melalui suatu rangkaian kegiatan penelitian yang mutlak membutuhkan sumber inokulum penyakit bulai. Tujuan penelitian ini untuk mempertahankan sumber inokulum penyakit bulai agar setiap saat tetap tersedia di Balitsereal. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kawat (screen house) Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) Maros, Propinsi Sulawesi Selatan sejak tahun 2005-2013. Menggunakan varietas Anoman dan Pulut Uri (sangat peka bulai) sebagai tanaman sumber inokulum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan ini dapat dilaksanakan secara berkesinambungan sepanjang tahun, sehingga kegiatan-kegiatan penelitian yang terkait dengan penyakit bulai yang memerlukan sumber inokulum penyakit bulai dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana yang dijadwalkan baik oleh Peneliti-peneliti di lingkup Balitsereal maupun kepada mahasiswa-mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi khususnya yang ada di Sulawesi Selatan yang kadang-kadang membutuhkan sumber inokulum untuk penelitian tesisnya.

Kata kunci: Penyakit bulai, P. philippinensis, sumber inokulum, tanaman jagung

PENDAHULUAN

Penyakit bulai (Downy meldew) adalah salah satu jenis penyakit utama tanaman jagung, disebabkan oleh 10 spesies dari tiga genera cendawan yaitu genus Peronosclerospora, scleropthora dan Sclerospora (Wakman dan Djatmiko 2002). Dilaporkan tiga spesies dari genus Peronosclerospora yang menyerang tanaman jagung di Indonesia yaitu P. maydis, P. sorghi dan P. philippinensis, spesies yang disebut terakhir dominan di Pulau Sulawesi (Wakman et al., 2006), termasuk patogen obligat parasit (Wakman dan Burhanuddin 2007).

Di Indonesia, penyakit bulai tergolong penyakit paling berbahaya dibandingkan dengan penyakit utama jagung lainnya (Semangun 1993). Kehilangan hasil akibat penyakit bulai mencapai 90% (Surtleff 1980), bahkan dapat menyebabkan gagal panen (puso) terutama pada varietas jagung yang peka (Sudjadi 1979). Upaya pengendalian penyakit bulai dianjurkan menanam varietas jagung tahan bulai atau penggunaan bahan kimia (seed treatment dengan fungisida berbahan aktif metalaksil) sebagai

(2)

alternatif terakhir jika komponen pengendalian lainnya kurang efektif. Menanam varietas jagung tahan bulai merupakan salah satu cara pengendalian penyakit yang mudah diterapkan oleh petani, relatif murah, dan ramah terhadap lingkungan. Saat ini, pelepasan suatu varietas jagung unggul baik jagung hibrida maupun komposit (bersari bebas), sifat ketahanan terhadap penyakit bulai menjadi salah satu persyaratan utama yang harus dimiliki oleh calon varietas tersebut.

Varietas jagung tahan bulai diperoleh melalui suatu rangkaian kegiatan penelitian. Salah satu tahapan dalam proses tersebut adalah skrining ketahanan galur-galur jagung terhadap penyakit bulai. Kegiatan seperti ini mutlak membutuhkan sumber inokulum penyakit bulai. Demikian pula halnya dalam kegiatan uji efektivitas fungisida terhadap penyakit bulai. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mempertahankan sumber inokulum penyakit bulai, agar setiap saat tersedia di Balitsereal untuk mendukung pelaksanaan kegiatan penelitian yang berkaitan dengan penyakit bulai.

BAHAN DAN METODE

Kegiatan ini dilaksanakan di rumah kawat (screen house) Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) Maros, Propinsi Sulawesi Selatan sejak tahun 2005-2013.

Bahan dan alat yang digunakan adalah benih jagung yang peka penyakit bulai seperti varietas Anoman dan varietas Pulut Uri, daun tanaman jagung terinfeksi bulai, kantong plasik klip, cutter, kapas, kertas tisu, air, botol air mineral, tugal, tali jarak tanam, pupuk urea, SP36 dan KCl.

Metode Pelaksanaan

Rumah kawat (Screen house) yang digunakan sebagai lahan percobaan terlebih dahulu dibersihkan gulmanya kemudian digemburkan tanahnya. Varietas Anoman atau Pulut Uri ditanam dengan jarak tanam 40 cm x 10 cm sebanyak 6 baris tanaman (20 rumpun/baris). Pada umur 10 hari setelah tanam dinokulasi dengan cara meneteskan suspensi konidia P. philippinensis melalui pucuk daun tanaman pada pukul 4.00-5.00 wita. Pemupukan dilakukan sebanyak dua kali dengan dosis 400 kg urea, 200 kg SP-36, dan 100 kg KCl per hektar. Pemupukan pertama pada umur 10 hari setelah tanam (hst) dengan dosis 200 kg urea + 200 SP-36 + 100 kg KCl/ha, kemudian disusul dengan pemupukan kedua pada umur 30 hst dengan dosis 200 kg urea/ha. Pengairan diberikan pada saat sebelum tanam dan selanjutnya diberikan

(3)

sesuai kondisi pertanaman. Pertanaman kedua, dilakukan seperti dengan prosedur pertanaman pertama dengan interval waktu tanam dua minggu. Kemudian pertanaman ketiga, dilakukan seperti dengan prosedur pertanaman pertama dan kedua, bedanya tanpa diinokulasi lagi dengan suspensi konidia P. philippinensis, karena sumber inokulum sudah tersedia pada pertanaman sebelumnya. Demikian seterusnya, pertanaman dilakukan sepanjang tahun dengan interval waktu tanam dua minggu.

Persiapan Suspensi Konidia Bulai Sebagai Bahan Inokulan

Daun tanaman jagung stadia vegetatif yang terinfeksi penyakit bulai diambil dari lapangan pada sore hari, dimasukkan ke dalam kantong plastik klip. Untuk menghilangkan tangkai-tangkai konidia yang ada di permukaan daun dicuci dengan air bersih dengan cara mengusap daun dengan dua jari sambil dibilas dengan air. Daun yang telah dicuci ditiriskan dengan meletakkan pada gelas yang berisi larutan air gula pasir setinggi 2 cm dengan posisi pangkal daun berada di bawah dan dibiarkan sampai pukul 20.00 wita.

Antara pukul 20.00-21.00 wita, pangkal daun yang basah dilap dengan kertas tisu, lalu dimasukkan kembali ke dalam kantong plastik klip, kemudian diletakkan di luar rumah dengan posisi permukaan daun atas menghadap ke atas dan dibiarkan sampai pukul 04.00 wita. Setelah pukul 04.00 wita daun tersebut dibilas dengan air bersih dan ditadah pada wadah baskom plastik. Air bilasan tersebut adalah suspensi konidia P. philippinensis, dimasukkan ke dalam botol air mineral yang telah dilubangi penutupnya, kemudian diinokulasikan/ditiriskan ke pucuk tanaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan ini mulai dilaksanakan secara intensif dari tahun 2005-2013, tepatnya sejak balai ini berubah nama dari Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain (Balitjas) menjadi Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal). Kegiatan serupa juga pernah dilakukan pada awal peralihan mandat dari Balai Penelitian Tanaman Pangan (Balittan) menjadi Balitjas pada tahun 1995, namun tidak seintensif saat ini karena pada saat itu kegiatan penelitian yang membutuhkan sumber inokulum penyakit bulai masih terbatas. Berbeda halnya sekarang ini, hampir setiap saat sumber inokulum penyakit bulai dibutuhkan untuk berbagai kegiatan penelitian yang berkaitan dengan penyakit bulai. Penelitian-penelitian yang perlakuannya membutuhkan sumber inokulum penyakit bulai seperti skrining galur/varietas terhadap penyakit bulai dan pengujian efektivitas berbagai fungisida terhadap penyakit bulai, dan lainnya. Dengan

(4)

tersedianya sumber inokulum bulai setiap saat di Balitsereal maka kegiatan penelitian bulai dapat dilaksanakan kapan saja dijadwalkan baik di Kebun Percobaan Maros maupun di kebun-kebun percobaan lainnya di Sulawesi Selatan. Selain itu, juga sering melayani kebutuhan mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di daerah ini yang membutuhkan sumber inokulum penyakit bulai untuk penelitian tesisnya.

Kendala yang sering muncul selama kegiatan ini berlangsung adalah kadang-kadang muncul serangan penyakit hawar daun Helminthosporium maydis, terutama pada musim hujan yang menyebabkan tanaman lebih cepat mati dibandingkan dengan apabila hanya terserang penyakit bulai saja. Gejala serangan hawar daun yaitu terjadinya bercak coklat kelabu atau berwana seperti jerami, yang kemudian meluas ke seluruh permukaan daun. Pada tingkat serangan berat bercaknya menyatu, menyebabkan bagian daun yang mati semakin luas, dan bahkan dapat mematikan daun-daun bawah. Munculnya penyakit hawar daun ini pada waktu-waktu tertentu saja dan tidak dilakukan pengendalian karena akan mempengaruhi penyakit bulainya, karena kedua penyakit ini disebabkan oleh cendawan. Untuk mengatasi agar sumber inokulum tetap tersedia maka pada waktu-waktu tersebut dilakukan inokulasi ulang dengan suspensi konidia bulai pada tanaman yang masih muda. Tanaman jagung yang terinfeksi dua jenis cendawan yaitu P. philippinensis dan Helminthosporium maydis secara bersamaan tidak digunakan sebagai bahan inokulan pada penelitian yang terkait dengan penyakit bulai, karena suspensinya mengandung dua jenis cendawan.

Gejala penyakit bulai pada tanaman jagung yang terinfeksi di lapangan mulai nampak rata-rata pada umur 10-15 hst. dan selanjutnya intensitas serangannya meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Hal tersebut ditandai dengan adanya individu dalam populasi tanaman yang kerdil dan tidak tumbuh normal. Ini akibat dari patogen bulai yang masuk ke dalam jaringan tanaman dan mengeluarkan fytotoxin, selanjutnya berkembang dan merusak sel tumbuh tanaman yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman kerdil. Berbeda halnya pada tanaman yang tahan, mengeluarkan fytoalexin yang mampu membatasi laju infeksi sehingga tanaman tetap tumbuh normal (Abadi 2003). Gejala awal penyakit bulai tampak pada daun yang baru membuka adalah bercak klorosis kecil-kecil. Selanjutnya, seiring dengan bertambahnya umur tanaman bercak tersebut berkembang menyerupai garis-garis kuning pucat (klorosis) sejajar dengan tulang induk daun. Setelah jamur mencapai titik tumbuh maka gejala meluas ke seluruh daun tanaman disebut gejala sistemik. Semangun (1993) mengemukakan bahwa gejala sistemik hanya terjadi bila jamur mencapai titik tumbuh. Gejala lain yang tampak dengan jelas terutama pada pagi hari

(5)

adalah adanya lapisan warna putih seperti tepung di sisi bawah daun. Lapisan warna putih tersebut terdiri dari konidiofor dan konidia cendawan penyebab penyakit bulai (Semangun 1993).

KESIMPULAN

Sumber inokulum penyakit bulai mutlak dibutuhkan dalam setiap kegiatan penelitian tentang penyakit bulai, oleh karena itu ketersediaannya setiap saat di Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros sebagai lembaga penelitian dengan mandat nasional dalam melaksanakan kegiatan penelitian tanaman serealia termasuk jagung merupakan suatu keharusan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan penyakit bulai baik di lingkup Balitsereal, maupun kepada pihak lain yang membutuhkannya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kepada Bapak Patabai, Nuru, Lawa dan Ir. Syamsuddin Mas kami sampaikan ucapan terima kasih atas bantuan yang diberikan selama penelitian ini berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Abadi Latief. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan II. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang dan Bayu Media Publishing, Surabaya-Malang.

Semangun, H. 1993. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. (Food crop diseases in Indonesia). Gadjah Mada University Press. 449 p.

Shurtleff, M.C. 1980. Compendium of Corn Diseases. Second Edition. The American Phytopathological Society. P.105.

Sudjadi, M. 1979. Kemungkinan pemberantasan cendawan penyakit bulai (S. maydis) dengan fungisida Ridomil. Laporan Kemajuan Penelitian Seri Hama Penyakit. No.18. LP3 Bogor: 102-111.

Wakman, W. dan H. A. Djatmiko. 2002. Sepuluh spesies cendawan penyebab penyakit bulai pada tanaman jagung. Makalah disajikan pada Seminar PFI di Universitas Negeri Jenderal Sudirman Purwokerto. 7 September 2002.

---, S. Asikin, A. Bustan, dan M. Thamrin 2006. Identifikasi spesies cendawan penyebab penyakit bulai pada tanaman jagung di Kabupaten Tanah Laut Propinsi Kalimantan Selatan. Seminar Mingguan, Balitsereal. Jumat, 30 Juni 2006.

(6)

Wakman, W. dan Burhanuddin. 2007. Pengelolaan penyakit prapanen jagung Dalam Buku Jagung. Teknik produksi dan pengambanga. Badan Penelitian dan Pengambangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hlm. 305-335.

Referensi

Dokumen terkait

Penentuan struktur ukuran ikan dilakukan berdasarkan data ukuran panjang dan berat ikan, maka diperoleh 7 kelas berdasarkan ukuran panjang ikan dari keseluruhan sampel

Madu organic ini sangat terjaga kualitasnya, kami mengimport madu orgaik dari negara Inggris karena negara tersebut memiliki standar terbaik dalam memproduksi madu

Tujuan dari penulisan ini adalah agar perusahaan memiliki sistem e-CRM melalui tersedianya Website perusahaan; membantu perusahaan dalam memberikan pelayanan informasi yang

Instansi pemberi izin, dalam pemberian izin pembangunan, instansi yang berwenang menerbitkan izin harus mengacu pada rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan

Lembar penilaian kinerja merupakan lembar yang digunakan untuk menilai kemampuan mengendalikan impulsivitas siswa dalam memecahkan masalah selama proses pembelajaran dengan

lalui beberapa orang guru (jumlahnya sesuai dengan ke - butuhan dan tujuan penelitian) tersebut, diperoleh pula keterangan atau informasi yang berhubungan dengan peri laku mengajar

Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah adalah salah satu entitas akuntansi di bawah Badan Pusat Statistik Republik Indonesia yang berkewajiban

Dengan adanya beberapa sifat yang harus dimiliki dari seorang pendidik ataupun dari seorang peserta didik yang sudah dijelas- kan oleh Imam Al-Ghazali maka akan tercipta