6
2.1. Tinjauan tentang Sistem Informasi Akuntansi 2.1.1. Pengertian Sistem dan Sistem Informasi Akuntansi
Sistem adalah: “dua atau lebih komponen yang saling berinteraksi atau merupakan sekelompok elemen yang berinteraksi satu dengan lainnya guna mencapai tujuan tertentu yang ingin dicapai” (Romney 2000:2). Tujuan dari subsistem dirancang adalah untuk mencapai satu atau lebih tujuan organisasi. Karena semua subsistem yang ada dalam suatu sistem saling berhubungan antara satu dengan yang lain, maka perubahan salah satu subsistem akan memberikan dampak atau efek pada subsistem lainnya.
Data merupakan bentuk mentah yang dimasukkan, disimpan, dan diproses. Sedangkan informasi merupakan data yang diproses menjadi output yang berguna (Romney 2000:13). Informasi yang dihasilkan mempunyai nilai yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan data. Informasi digunakan untuk membantu pengambilan keputusan yang lebih baik.
Sedangkan sistem informasi akuntansi adalah: “organisasi formulir, catatan, dan laporan yang dikoordinasi sedemikian rupa untuk menyediakan informasi keuangan yang dibutuhkan oleh manajemen guna mempermudah pengelolaan perusahaan” (Romney 1997:16).
2.1.2. Siklus Transaksi
Untuk lebih mempermudah akuntan dalam mencatat dan melaporkan kegiatan atau kejadian ekonomi, maka seluruh kegiatan atau kejadian yang ada dalam perusahaan tersebut distrukturkan dalam siklus transaksi akuntansi. Siklus ini mempermudah akuntan dalam memahami dan menyusun sistem informasi akuntansi karena menyediakan kinerja bagi akuntan untuk mempelajari metode pemrosesan data dengan penekanan keseragaman yang terjadi dalam tiap siklus.
2.1.3. Siklus Transaksi Konversi
Konversi yang dimaksud adalah pengubahan atau konsumsi tenaga kerja, bahan baku, dan overhead untuk memproduksi produk atau jasa yang dapat dijual untuk perusahaan manufaktur. Proses konversinya terdiri dari pembelian bahan baku dan bahan pembantu, menggaji karyawan dan mengeluarkan biaya overhead lain untuk kemudian mengubah bahan baku yang dibelinya menjadi barang jadi.
Dalam siklus ini ada beberapa tipe transaksi yang terjadi dan masing-masing memiliki bukti transaksi/dokumen yaitu:
a. Pembelian persediaan
b. Transfer bahan baku, tenaga kerja, dan overhead ke proses produksi c. Penggajian
2.2. Sistem Biaya 2.2.1. Pengertian Biaya
Dalam arti luas “biaya” adalah “pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.” Biaya tidaklah sama dengan beban. Telah disebutkan di atas bahwa
‘biaya” adalah pengorbanan sumber daya. Sedangkan “beban” adalah “biaya yang dibebankan terhadap pendapatan dalam suatu periode akuntansi“ (Maher dan Deakin 1996:33).
Fokus akuntansi adalah pada “biaya”, bukan pada “beban”. Salah satu tujuan akuntansi biaya adalah menentukan harga pokok produk. Dalam menghitung biaya produksi, akuntansi biaya harus mengikuti proses pengolahan bahan baku menjadi produk jadi. Setiap tahap pengolahan bahan baku memerlukan pengorbanan sumber ekonomi, sehingga akuntansi biaya digunakan untuk mencatat setiap sumber ekonomi yang dikorbankan dalam setiap tahap pengolahan tersebut, untuk menghasilkan informasi biaya produksi yang dikonsumsi untuk menghasilkan produk.
2.2.2. Pengelompokkan Biaya
Menurut Mulyadi (1993:17), dalam pembuatan produk terdapat 2 kelompok biaya:
a. Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan bahan baku menjadi produk. Biaya produksi ini membentuk harga pokok produksi yang digunakan untuk menghitung harga pokok produk jadi dan harga pokok produk yang pada akhir periode akuntansi masih dalam proses.
b. Biaya non-produksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan non-produksi, seperti kegiatan pemasaran dan kegiatan administrasi dan umum.
Biaya non-produksi ini ditambahkan pada harga pokok produksi untuk menghitung total harga pokok produk.
Maher dan Deakin (1996:36, terjemahan) berpendapat bahwa biaya produksi meliputi beberapa komponen yaitu:
a. Biaya bahan baku adalah harga perolehan atau biaya yang telah dikorbankan untuk mendapatkan bahan yang dapat secara nyata diidentifikasikan secara langsung dengan produk.
b. Biaya tenaga kerja langsung adalah biaya pekerja yang benar-benar mengubah bahan baku menjadi barang jadi selama proses produksi. Yang dimaksud disini adalah jasa karyawan karena telah melaksanakan aktifitas produksi sebagaimana yang telah ditentukan oleh perusahaan.
c. Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung, termasuk di dalamnya biaya bahan baku tidak langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung.
Jumlah biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung disebut biaya utama (prime cost), sedangkan total biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik disebut biaya konversi (conversion cost).
2.2.3. Kalkulasi Biaya
Pengumpulan harga pokok produksi sangat ditentukan oleh cara produksi.
Secara garis besar, ada 2 macam cara memproduksi produk yaitu:
a. Produksi atas dasar pesanan
Produksi ini melaksanakan pengolahan produknya atas dasar pesanan yang diterima dari pihak luar. Perusahaan yang berproduksi berdasar pesanan, mengumpulkan harga pokok produksinya dengan menggunakan metode harga pokok pesanan (job order costing). Satuan biayanya adalah dikumpulkan menurut pekerjaan. Detil dari produksi atas dasar pesanan ini dicatat dalam kertaas kerja berdasar pesanan (job order cost sheet) atau cost sheet. Contoh:
perusahaan percetakan, mebel, tempat fotokopi.
b. Produksi atas dasar produksi massal
Produksi ini melaksanakan pengolahan produksinya untuk memenuhi persediaan di gudang. Perusahaan yang berproduksi massal, mengumpulkan harga pokok produksinya dengan menggunakan metode harga pokok proses (process costing). Satuan biayanya adalah biaya rata-rata untuk seluruh satuan (unit) yang dihasilkan selama jangka waktu tertentu. Contoh: perusahaan tekstil, semen, plastik.
2.3. Sistem Biaya Proses
Sistem biaya proses adalah: “suatu sistem untuk membebankan biaya ke produk sejenis yang diproduksi secara massal dan berkesinambungan melalui serangkaian langkah produksi yang disebut proses” (Horngren 1994:598).
Tujuannya adalah untuk membebankan biaya produksi ke unit-unit yang diproduksi pada suatu departemen. Jika departemen tidak mempunyai persediaan awal akhir pada suatu periode, maka semua biaya dicatat dalam departemen untuk periode yang dibebankan ke unit-unit yang ditransfer keluar dari departemen.
Adapun karakteristik metode ini adalah:
a. Produk yang dihasilkan merupakan produk standar
b. Biaya dibebankan ke perkiraan barang dalam proses pada setiap departemen, pusat biaya atau proses
c. Biaya per unit diperoleh dengan membagi jumlah biaya yang dibebankan ke suatu departemen dengan jumlah produksi departemen tersebut pada periode tertentu
Dalam kasus ini yang dibahas adalah ketika perusahaan mempunyai persediaan dalam akun Persediaan Barang dalam Proses pada awal dan atau akhir
periode. Persediaan dalam akun Persediaan Barang dalam proses pada awal atau akhir periode umumnya belum selesai, maka dari itu yang sudah selesai sebagian diubah ke dalam unit-unit ekuivalen dari produk yang selesai.
Konsep unit ekuivalen adalah: “jumlah pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan pada produk dengan berbagai tingkat penyelesaian, dan dijabarkan pada pekerjaan yang diperlukan untuk menyelesaikan jumlah yang sama dari unit utuh” ( Maher dan Deakin 1996:116, terjemahan).
2.4. Pembebanan Biaya dalam Harga Pokok Produksi dengan Kalkulasi Sistem Harga Pokok Proses Metode Rata-rata Tertimbang (Weighted Average)
2.4.1. Alternatif Metode Pembebanan Biaya Per Satuan ke Persediaan dalam Kalkulasi Biaya Proses
Ada 2 alternatif metode yang dapat digunakan, yaitu:
a. Masuk pertama, keluar pertama (FIFO)
Metode ini mengasumsikan unit yang pertama dikerjakan adalah unit pertama yang ditransfer keluar dari departemen produksi. Biaya periode berjalan dipertanggungjawabkan secara terpisah dari biaya dalam persediaan awal.
(Maher dan Deakin 1996:123, terjemahan) b. Rata-rata tertimbang (Weighted Average)
Metode ini menggabungkan biaya dalam persediaan awal dengan biaya yang terjadi selama periode guna menghitung berapa banyak biaya yang dibebankan ke unit yang ditransfer keluar dan berapa banyak yang ditransfer ke persediaan akhir. (Maher dan Deakin 1996:116, terjemahan)
Perbedaan mendasar antar kedua metode di atas terutama berkaitan dengan perlakuan terhadap persediaan awal barang dalam proses. Pemilihan penggunaan salah satu metode itu akan tergantung seluruhnya pada sikap manajemen mengenai prosedur penentuan biaya mana yang dapat memberikan angka-angka yang dapat diandalkan bagi pedoman manajerial. Dalam kasus ini alternatif metode yang dibahas lebih lanjut adalah metode rata-rata tertimbang. Dalam kalkulasi biaya rata-rata tertimbang, biaya dalam persediaan awal ditambahkan pada biaya dari departemen sebelumnya dan pada biaya bahan, buruh, dan overhead pabrik yang dikeluarkan
selama periode tersebut. Biaya per unit akan ditentukan dengan membagi biaya-biaya ini dengan angka produksi ekuivalen.
2.4.2. Langkah-Langkah Pembebanan Biaya
Ada 5 langkah dalam membebankan biaya ke persediaan akhir dan ke unit yang ditransfer (Horngren 1994:601-605), yaitu:
a. Summarize the Flow of Physical Units
Langkah ini mempunyai 2 bagian yaitu: unit-unit yang harus dipertanggungjawabkan dan unit yang dipertanggungjawabkan. Adapun unit yang harus dipertanggungjawabkan dapat meliputi: unit persediaan awal barang dan unit yang dimulai periode ini. Sedangkan unit yang dipertanggungjawabkan meliputi: unit yang ditransfer keluar dan unit persediaan akhir.
b. Compute Output in Terms of Equivalent Units
Cara penentuan unit ekuivalen yang diproduksi dapat menggunakan rumus:
Total equivalent units = Equivalent units transferred out + Equivalent units in ending inventory
c. Summarize Total Costs to Account For
Biaya-biaya yang dimaksud adalah jumlah biaya dalam persediaan awal dan biaya yang terjadi dalam departemen selama suatu periode
d. Compute Equivalent Unit Costs
Untuk menghitung biaya per unit ekuivalen digunakan rumus:
Equivalent unit costs = Total costs to account for / Equivalent units
e. Assign Total Costs to Units Completed and to Units in Ending Work in Process. Untuk membebankan biaya ke barang yang ditransfer keluar dan ke persediaan akhir menggunakan rumus:
Total costs to units completed = Equivalent units completed x Unit cost charged to the department
Total cost to units in ending work in process = Equivalent units completed x Unit costs of each equivalent units
2.4.3. Journal Entries
Adapun ayat jurnal yang berkaitan dengan proses produksi ini adalah:
a. Work in Process – A xxx
Material Inventory xxx
b. Work in Process – A xxx
Labor Cost xxx
c. Work in Process – A xxx
Factory Overhead xxx
d. Work in Process – B xxx
Work in Process – A xxx
2.4.4. Laporan Biaya Produksi
Laporan biaya produksi meringkas hasil produksi dan biaya selama satu periode. Laporan ini penting untuk memantau arus produksi dan biaya. Dengan menggunakan laporan ini, manajer dapat menentukan apakah tingkat persediaan terlalu tinggi, biaya tidak cukup rendah, atau jumlah unit yang diproduksi terlalu rendah.
Laporan biaya produksi untuk sebuah departemen akan memperlihatkan:
a. Biaya total dan biaya per unit yang ditransfer dari departemen sebelumnya.
b. Biaya bahan baku, tenaga kerja, dan overhead pabrik yang ditambahkan di departemen tersebut.
c. Biaya per unit yang ditambahkan di departemen tersebut.
d. Biaya total dan biaya per unit yang diakumulasikan pada akhir operasi departemen tersebut.
e. Nilai (harga pokok) persediaan awal dan akhir dalam proses yang berada dalam salah satu tahap penyelesaian kerja.
f. Biaya yang ditransfer ke departemen berikutnya atau ke gudang barang jadi.
Gambar 2.1. Model Laporan Biaya Produksi PT “X”
Department A Cost of Production Report
For ………….
Quantity Schedule Materials Labor Overhead Quantity
Beginning inventory xx
Started in process this period xx
xx Transferred to B Department x % y % z % xx
Ending inventory xx
Cost Charged to Department Total Equivalent Unit Cost Units Cost Beginning inventory:
Materials xxx
Labor xxx
Factory overhead xxx
Total cost in beginning inventory xxx Cost added during the current period:
Materials xxx xx xxx
Labor xxx xx xxx
Factory overhead xxx xx xxx
Total cost added during the
current period xxx
Total cost charged to the department xxx xxx
Cost Accounted for as Follows Percent Equivalent Unit Total Units Complete Units Cost Cost Transferred to B Department xx 100 % xx xxx xxxx Work in Process, ending inventory:
Materials xx x % xx xxx xxxx Labor xx y % xx xxx xxxx Factory overhead xx z % xx xxx xxxx xxxx
Total cost accounted for xxxx
(Sumber: Hammer 1994:128)
2.5. Laporan Harga Pokok Produksi (Cost of Good Manufactured Statement) Laporan ini merupakan bagian dari laporan harga pokok penjualan. Laporan ini meringkas semua biaya yang digunakan untuk produksi keseluruhan departemen produksi yang ada. Adapun bentuk laporan ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2. Model Laporan Harga Pokok Produksi (Cost of Good Manufactured Statement)
PT “X”
Costof Good Manufactured Statement For………..
Direct Material ……… xxx
Direct Labor ……… xxx
Applied Factory Overhead ………... xxx
Total Manufacturing Cost xxx
Add: Beginning Work In Process ……….. xxx xxx Less: Ending Work In Process ……… xxx
Cost of Good Manufactured xxx
(Sumber: Hammer 1994: 317)
2.6. System Development Life Cycle (SDLC)
Untuk merancang suatu sistem baru sampai dengan mengoperasikan sistem tersebut terdapat beberapa tahap yang dikenal sebagai Systems Development Life Cycle (SDLC). Dalam SDLC terdapat 5 tahap proses, yaitu: systems analysis, conceptual design, physical design, implementation and conversion, operation and maintenance. Tahap SDLC yang menjadi dasar pembahasan penulis adalah tahap analisa system, desain konseptual, dan desain fisik sebatas desain input dan output.
2.6.1. Tahap Analisa Sistem (Systems Analysis)
Tahap pertama yang harus dilakukan dalam suatu perancangan sistem adalah tahap analisa sistem ini. Tahapan analisa sistem yang digunakan oleh penulis terdiri atas 4 aktivitas, yaitu:
a. Investigasi awal, bertujuan untuk mendefinisikan permasalahan yang sedang terjadi serta membangun komunikasi dengan pihak-pihak yang terlibat dalam sistem.
b. Survei sistem, bertujuan mempelajari sistem yang ada dalam rangka menunjang pemahaman terhadap aktivitas operasional suatu sistem, yaitu:
• Mengevaluasi kebijakan dan prosedur.
• Mengevaluasi penyebab terjadinya masalah yang dihadapi oleh system.
• Mengumpulkan data yang dapat mendukung proses pengembangan system.
c. Identifikasi kebutuhan informasi
Menurut Bodnar (1998:609), pemahaman terhadap kebutuhan informasi yang diperlukan dan pengambilan keputusan adalah berdasarkan pertimbangan berikut:
• Jenis informasi yang menjadi dasar evaluasi dan pengambilan keputusan.
• Tugas dan wewenang yang dimiliki oleh bagian yang bersangkutan.
• Masalah utama yang sedang dihadapi.
d. Identifikasi kebutuhan sistem
Proses identifikasi kebutuhan system dilakukan dengan menetapkan tujuan pengembangan sistem, meliputi aktivitas pengendalian terhadap input dan output.
Tanpa adanya tahap ini, seorang sistem analis tidak dapat mengetahui permasalahan sistem yang ada dan mengapa suatu sistem tersebut diperlukan (Romney 2000:617).
2.6.2. Tahap Perancangan Konsep (Conceptual Design)
Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap analisa sistem. Dalam tahap ini, skema tingkat eksternal diselesaikan dan persyaratan data dari para pemakai yang berbeda diubah dan program aplikasi diubah menjadi skema tingkat konseptual.
3 langkah kerja yang ada dalam tahap ini, yaitu:
a. Mengevaluasi beberapa alternatif desain sistem.
Ada beberapa standar yang harus diperhatikan dalam mengevaluasi alternatif sistem, yaitu: sistem yang dirancang harus sesuai dengan tujuan organisasi dan
kebutuhan pemakai, harus mempunyai manfaat ekonomi, dan harus memperhatikan keuntungan serta kerugian dari sistem tersebut.
b. Menyusun spesifikasi desain sistem.
Elemen-elemen yang harus dirancang adalah:
• Output. Oleh karena suatu sistem dirancang untuk memenuhi kebutuhan informasi pemakai, maka spesifikasi dari output harus dipersiapkan terlebih dahulu.
• Tempat penyimpanan (Data storage).
• Input. Input dirancang setelah output yang diinginkan telah diidentifikasikan.
• Operasi dan prosedur pemrosesan.
c. Menyiapkan laporan rancangan konseptual sistem.
Komponen utamanya adalah: deskripsi dari satu atau beberapa rancangan sistem.
2.6.3. Tahap Perancangan Fisik (Physical Design)
Desain konseptual diwujudkan dalam bentuk desain fisik, dalam pembahasan skripsi ini hanya dibatasi sampai perancangan input dan output serta pengendalian yang berkaitan dengan input dan output tersebut.
2.7. Model
Model adalah: “ sebuah penggambaran dari beberapa obyek atau aktivitas yang sering disebut entitas” (McLeod 1998:140). Adapun jenis model menurut Whitten (2000: 172-173) yang digunakan oleh penulis dalam pembahasan skripsi ini adalah:
Data modeling, yaitu sebuah teknik untuk mengorganisasi dan mendokumentasikan sistem data. Data modeling yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: REA Data Model. REA system merespon baik terhadap fenomena ekonomi maupun non- ekonomi, yang dapat mendukung kebutuhan informasi dari seluruh users dalam organisasi. Menurut Hall (2000:35), REA adalah conceptual model.
Menurut Hall (2000:33-34), elemen-elemen dari REA model, yaitu:
a. Resources, didefinisikan sebagai obyek yang langka dan dibawah kendali perusahaan. Economic resources adalah assets dari perusahaan.
b. Events, dapat berasal dari aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam perusahaan.
Economic events adalah fenomena yang berdampak pada perubahan resources dan merupakan elemen informasi dari sistem akuntansi yang sangat penting dan harus di-capture secara detil untuk menghasilkan database yang kaya.
c. Agents adalah sekumpulan orang, baik dari dalam maupun luar organisasi yang memiliki kebijakan untuk menggunakan economic resources.
Menurut Romney (2000:186), pengembangan REA Diagram meliputi 3 langkah, yaitu:
a. Mengidentifikasi sepasang events yang merefleksikan perubahan ekonomi dasar.
b. Mengidentifikasi resource yang dipengaruhi oleh tiap event dan agent yang berpartisipasi dalam event tersebut.
c. Menentukan cardinality dari tiap relationship. Cardinality relationship menunjukkan jumlah baris suatu entity dalam relationship yang dapat dihubungkan dengan sebuah baris dari entity lain. Cardinality sering dinyatakan sebagai pasangan bilangan (X:Y). X menyatakan minimum cardinality dan Y menyatakan maximum cardinality relationship.
• Minimum cardinality relationship menunjukkan jumlah baris yang paling sedikit dalam relationship. Minimum cardinality bisa 0 atau 1. Minimum cardinality 0 maksudnya setiap baris entity pada relationship tidak perlu dihubungkan ke beberapa baris entity pada relationship lain. Minimum cardinality 1 menunjukkan bahwa setiap baris dari entity tersebut harus dihubungkan dengan paling sedikit satu baris dari entity lain.
• Maximum cardinality relationship menunjukkan jumlah baris terbanyak dalam relationship. Maximum cardinality bisa 1 atau N, simbol tersebut menunjukkan setiap baris dalam tabel dapat dihubungkan dengan beberapa baris pada tabel lain. Maximum cardinality 1 menunjukkan bahwa satu baris dari entity dapat dihubungkan ke paling banyak satu baris dari entity lain.
Maximum cardinality N menunjukkan bahwa satu baris dari entity dapat dihubungkan dengan lebih dari satu baris dari entity lain.
Tipe relationship tergantung pada maximum cardinality yang menghubungkan setiap entity. Ada tiga tipe relationship, yaitu:
• Relationship one-to-one (1:1) pada saat maximum cardinality setiap entity adalah 1.
• Relationship one-to-many (1:N) pada saat maximum cardinality dari suatu entity adalah 1 dan maximum cardinality dari entity lain adalah N.
• Relationship many-to-many (N:M) pada saat maximum cardinality kedua entity adalah N.
2.8. Proses Pemodelan ( Process Modeling )
Proses pemodelan adalah: “sebuah teknik mengorganisasi dan mendokumentasikan struktur dan aliran data melalui logika, aturan, dan prosedur sistem” (Whitten 2000:308).
2.8.1. Data Flow Diagram (DFD)
Menurut Romney (2000:58), DFD menggambarkan aliran data dalam organisasi dan kinerja atau proses yang dihasilkan oleh sistem yang ada. DFD terdiri atas 4 elemen dasar, yang dilambangkan oleh simbol-simbol yang ada dalam table 2.1.
Tabel 2.1. Data Flow Diagrams
Simbol Nama Keterangan Sumber dan tujuan data Orang dan organisasi yang
mengirim data dan menerima data dari sistem.
Aliran data Aliran data yang masuk dan keluar dari proses.
Proses transformasi Proses mengubah data dari input menjadi output.
Penyimpanan data Tempat penyimpanan data
Sumber: Romney 2000, hal.59
Dalam DFD terdapat proses dekomposisi, yaitu: tindakan membagi-bagi sistem sampai menjadi komponen sistem terkecil. Level paling tinggi adalah: context diagram yang merupakan rangkuman dari tampilan level suatu sistem. Level DFD yang lebih rendah dari context diagram biasanya disebut dengan Level 0. Level 0 berisi penjabaran dari context diagram sehingga dapat menyediakan gambaran sistem yang lebih lengkap daripada gambaran sistem yang tergambar dalam context diagram. Level DFD yang lebih rendah dari Level 0 adalah Level 1. Level 1 berisi penjabaran dari Level 0 sehingga dapat menyediakan gambaran sistem yang lebih mendetail lagi daripada gambaran sistem yang tergambar dalam Level 0. Apabila dirasa perlu maka level 1 tersebut dapat dibagi menjadi level DFD yang lebih rendah lagi dan seterusnya.
2.9. Internal Controls
“Internal control is the plan of organization and the methods a business uses to safeguard assets, provide accurate and reliable information, promote and improve operational efficiency, and encourage adherence to prescribed managerial policies.”
(Romney 2000:253). Macam-macam internal control antara lain:
a. General controls
• Password
Ketika user memasuki sistem, user mengidentifikasi dirinya dengan memasukkan kode pegawai atau nama. Kemudian user memasukkan password, yaitu serangkaian karakter yang secara unik mengidentifikasi user dan hanya diketahui oleh user dan sistem.
• Compatibility tests
Pengendalian ini digunakan untuk menentukan bahwa hanya user yang memiliki otorisasi yang boleh melakukan akses. Pengendalian ini menggunakan access control matrix, yang berisi daftar tiap ID dan password serta hak akses apa saja yang dimiliki oleh setiap user.
b. Application controls
• Field check, yaitu pemeriksaan untuk menentukan apakah karakter pada field telah sesuai dengan tipe datanya.
• Sign check, yaitu pemeriksaan untuk menentukan apakah data pada field telah memiliki tanda aritmatika yang sesuai.
• Validity check, yaitu pemeriksaan yang membandingkan nomor ID dengan data yang telah terotorisasi. Misalnya, bila user memasukkan data barang selesai dari departemen potong sesuai dengan production order 1, maka data production order 1 harus terdapat pada data master dalam database. Hal ini memastikan bahwa penyerahan barang dilakukan terhadap production order yang valid.
• Range check adalah untuk menentukan apakah data yang dimasukkan tidak melebihi batas maksimal dan kurang dari batas minimal.
• Financial total, yaitu penjumlahan terhadap field-field yang perlu dijumlahkan.
• Completeness check, yaitu pengendalian untuk memastikan bahwa semua data yang diperlukan telah di-entry-kan.
• Automatic, yaitu pengendalian untuk memastikan bahwa sistem secara otomatis memasukkan data transaksi yang dapat membantu menghemat waktu pengetikan dan mengurangi error.
• Error messages, yaitu pengendalian yang menunjukkan error yang terjadi sehingga operator dapat melakukan perbaikan.