• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Teknis dan Ekonomis Pemilihan Bilah Laminasi Bambu Berdasarkan Lokasi Potong Sebagai Alternatif Pengganti Kayu Dalam Pembuatan Lambung Kapal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Analisis Teknis dan Ekonomis Pemilihan Bilah Laminasi Bambu Berdasarkan Lokasi Potong Sebagai Alternatif Pengganti Kayu Dalam Pembuatan Lambung Kapal"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak— Dalam beberapa tahun terakhir ketersediaan kayu jati sebagai material dasar pembangunan kapal kayu mengalami penurunan. Hal tersebut menyebabkan harga kayu jati yang semakin tinggi. Sehingga diperlukan material alternatif dalam membangun kapal kayu. Bambu betung (Dendrocalamus asper) dapat dijadikan sebagai material alternatif karena mudah didapatkan, mudah dalam pembudidayaan, laju pertumbuhan yang cepat, dan memiliki sifat mekanis yang baik. Dalam mendapatkan sifat mekanis yang baik bambu betung dibuat menjadi bilah dan disusun sehingga menjadi bentuk laminasi bambu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan nilai kuat tarik dan kuat tekan maksimum bambu laminasi dengan tiga variasi antara lain variasi satu adalah bagian luar, variasi dua adalah bagian tengah , dan variasi tiga adalah bagian dalam bambu. Pengujian tarik (Tensile Test) dan pengujian tekan (Compressive Test) menggunakan standar pengujian ASTM D 3039/3039M dan ASTM D3410/3410M. Dari hasil dua pengujian didapatkan bahwa bambu variasi satu memiliki kekuatan tarik dan kekuatan tekan paling baik. Perbedaan kuat tarik antar variasi cukup signifikan sedangkan kuat tekan tidak berbeda cukup signifikan. Kekuatan tarik variasi satu sebesar 90.6657 N/mm2, variasi dua sebesar 56.4914 N/mm2, dan variasi tiga sebesar 41.1685 N/mm2. Kekuatan tekan variasi satu sebesar 32.0086 N/mm2, variasi dua sebesar 24.9012 N/mm2, dan variasi tiga sebesar 15.4251 N/mm2. Berdasarkan perhitungan beban tarik dan beban tekan didapatkan ukuran tebal laminasi bambu sebagai lambung kapal ikan 30 GT bagian sisi dan alas paling efektif yakni variasi satu dengan tebal 30.72 mm (dari perhitungan beban tarik) dan 67.42 mm (dari perhitungan beban tekan). Ukuran tebal laminasi bambu sebagai lambung kapal ikan 30 GT bagian lajur atas adalah 34.55 mm (dari perhitungan beban tarik) dan 75.85 mm (dari perhitungan beban tekan). Sementara perhitungan ekonomis menunjukkan bahwa laminasi bambu variasi satu merupakan variasi yang paling ekonomis dalam pembangunan lambung kapal ikan 30 GT dengan biaya produksi sebesar Rp 52.875.382,14.

Kata Kunci— Kapal kayu, bambu laminasi, lambung kapal, lokasi potong, kuat tarik, kuat tekan.

I. PENDAHULUAN

ETERSEDIAAN kayu konstruksi beberapa tahun terakhir ini mengalami penurunan. Hal ini juga berdampak pada pembuatan kapal kayu di Indonesia karena

akan sulit mendapatkan bahan baku utama

kapal yaitu kayu. Selain itu, dengan keterbatasan jumlah bahan baku kayu juga berpengaruh pada harga kapal kayu yang akan semakin tinggi. Penelitian Greenpeace mencatat tingkat kerusakan hutan di Indonesia mencapai angka 3,8 juta hektar pertahun, sebagian besar disebabkan oleh aktivitas illegal logging atau penebangan liar.

Sedangkan menurut data Badan Penelitian Departemen Kehutanan, kerugian finansial akibat penebangan liar menunjukan angka Rp. 83 milyar perhari [1]. Bahkan pada tahun 2008 Indonesia di anugerahi Certificate Guinnes World Record sebagai perusak hutan tercepat di dunia.

Berdasarkan data – data dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tahun 2000 hingga 2005 rata – rata perhari 51 km2 hutan Indonesia hilang (rusak). Sesuai perhitungan kerusakan hutan di Indonesia pada tahun 2002 PBB, diperkirakan hutan Sumatera dan hutan Kalimantan akan punah pada tahun 2032.

Dalam upaya mengatasi masalah tersebut diperlukan adanya penggantian bahan baku kayu dalam pembuatan kapal kayu. Sehingga dari hal tersebut diperlukan suatu teknologi untuk mengembangkan alternatif bahan pengganti kayu. Salah satu bahan yang dapat digunakan adalah bambu. Bambu merupakan produk hasil hutan non kayu yang telah dikenal bahkan sangat dekat dengan kehidupan masyarakat umum karena pertumbuhannya ada di sekeliling kehidupan masyarakat. Bahan bambu dikenal oleh masyarakat memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan, antara lain batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk, mudah dikerjakan serta ringan sehingga mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan. Bambu termasuk tanaman Bamboidae anggota sub familia rumput, memiliki keanekaragam jenis bambu di dunia sekitar 1250 – 1500 jenis sedangkan Indonesia memiliki hanya 10% sekitar 154 jenis bambu [2]. Bambu memiliki keunggulan yakni mudah ditanam, cepat tumbuh dengan usia produksi ± 4 - 5 tahun, tidak memerlukan pemeliharaan khusus. Budidaya Bambu juga dapat dilakukan dengan sederhana tanpa suatu teknologi yang tinggi. Hal ini membuat bambu dapat tumbuh terus menerus dan jumlahnya dapat lebih besar dari pohon.

Bambu juga mempunyai ketahanan yang luar biasa.

Tanaman ini dapat tumbuh dalam setiap kondisi cuaca dan keadaan. Ketahanan ini merupakan sesuatu yang menguntungkan terutama jika dibandingkan dengan kayu.

Hal ini menyebabkan bambu tersebut memiliki umur yang lama serta tidak mudah mati.

Bambu memiliki tebal bervariasi sesuai dengan ruasnya.

Bagian bambu yang paling tebal berada di bagian ruas

Analisis Teknis dan Ekonomis Pemilihan Bilah Laminasi Bambu Berdasarkan Lokasi Potong Sebagai Alternatif

Pengganti Kayu Dalam Pembuatan Lambung Kapal

M. Bagus Prima Setiawan, Heri Supomo

Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: hsupomo@na.its.ac.id

K

(2)

terbawah. Dalam penelitian ini bambu dipotong sesuai lokasi yang ditentukan (bagian luar, tengah, dan dalam tebal bambu) kemudian dibuat laminasi bambu yang nantinya akan dijadikan sebagai material lambung kapal. Sehingga saya mengambil judul “Analisis Teknis dan Ekonomis Pemilihan Bilah Laminasi Bambu Berdasarkan Lokasi Potong Sebagai Alternatif Pengganti Kayu Dalam Pembuatan Lambung Kapal ”.

II. METODOLOGIPENELITIAN

Pada penelitian ini, specimen didapatkan dengan membuat laminasi bambu dengan menggunakan metode batu bata. Dalam penelitian ini ada tiga variasi berdasarkan lokasi potong antara lain bambu dipotong bagian luar, tengah , dan dalam. Langkah awal pengerjaan penilitian ini adalah membelah bambu yang masih utuh menjadi 6-8 bagian secara memanjang. Kemudian dipotong kembali sesuai lokasi potong (luar, tengah, dan dalam) sehingga didapatkan bilah yang selanjutnya bilah tersebut di planner untuk mendapatkan ukuran tebal yang sama yakni 5 mm. kemudian bambu disesuaikan panjang 27 mm dan lebar 3 mm. Bilah laminasi bambu disusun sesuai gambar 1 kemudian direkatkan menggunakan lem epoxy dan dilakukan pengepresan.

Sehingga didapatkan ukuran balok laminasi bambu 270x90x25 mm.

Gambar 1. Penyusuan Bilah Laminasi Bambu Metode Batu Bata

Setelah menjadi papan laminasi bambu maka dibentuk spesimen untuk pengujian tekan dan pengujian tarik dengan memotong balok menjadi 3 bagian. Adapun standar yang digunakan dalam pengujian ini adalah ASTM 2004 [3].

Pengujian tekan menggunakan ASTM D3410/3410M.

Sedangkan pengujian tarik menggunakan ASTM D3039/3039M. Setiap variasi dibuat 3 spesimen untuk mendapatkan kecukupan data. Pengujian tekan dan pengujian tarik dilakukan sejajar serat bambu. Ukuran spesimen uji tekan dan uji tarik sesuai dengan gambar 2 dan gambar 3.

Spesimen uji tarik dibuat dengan ukuran 250x2x2.5 mm sedangkan spesimen uji tekan dibuat dengan ukuran 150x2.5x2.5 mm. Pada spesimen uji tarik dibuat tirus bagian tengah sehingga tebalnya menjadi 7 mm sedangkan pada spesimen uji tarik dibuat tirus bagian tengah dengan sudut 90°

dengan ukuran 5 mm dan panjang 10 mm tiap sisi.

Gambar 2. Ukuran Spesimen Uji Tarik

Gambar 3. Ukuran Spesimen Uji Tekan

III. HASILDANPEMBAHASAN A. Analisa Teknis dan Pembahasan

Setelah dilakukan pengujian tekan dan tarik didapatkan hasil pembebanan maksimum masing – masing variasi dan kemudian dibagi dengan luasan masing – masing variasi sehingga didapatkan kekuatan tarik dan keuatan tekan.

Dengan menggunakan formula hitung dibawah ini : P = σ x A (1)

Dimana σ = Kuat tarik atau kuat tekan (KN/mm2) P = Beban (KN)

A = Luas penampang spesimen (mm2)

Tegangan maksimum tiap spesimen dihitung menggunakan formula diatas kemudian dibuat tabel seperti pada tabel 1. Karena setiap pengujian tarik dan tekan terdapat 3 spesimen uji sehingga nilai kuat tekan dan kuat tarik diambil nilai rata – rata.

Setelah dilakukan perhitungan, maka hasilnya sebagai berikut:

Tabel 1. Kuat Tekan Rata-Rata Variasi 1

spesimen Tekan

1 2 (1/2)

Pmaks A σσσσmaks (N) (mm2) (N/mm2)

1 11300 368.16 30.6932

2 15500 397.4508 38.9985

3 9200 349.3578 26.334

kuat tekan rata – rata 32.0086 Tabel 1 menunjukkan perhitungan kuat tekan rata – rata variasi 1. Beban yang didapat dari pengujian dibagi dengan luas penampang masing - masing spesimen (persamaan 1).

Luas penampang spesimen uji satu sebesar 368.16 mm2, spesimen uji dua sebesar 397.4508 mm2, dan spesimen uji tiga sebesar 349.3578 mm2. Luas penampang antar spesimen berbeda dikarenakan kurang ketelitian dalam pembuatan spesimen. Pembagian antara beban tekan maksimum dengan luas penampang menghasilkan kuat tekan. Berdasarkan Tabel 1 didapatkan kuat tekan spesimen satu sebesar 30.6932 N/mm2, spesimen dua sebesar 38.9985 N/mm2, spesimn tiga sebesar 26.334 N/mm2.

(3)

Tabel 2. Kuat Tarik Rata-Rata Variasi 1

spesimen Tarik

1 2 (1/2)

Pmaks A σσσσmaks

(N) (mm2) (N/mm2)

1 14600 174.989 83.434

2 14400 177.872 80.9573

3 19000 176.571 107.606

kuat tarik rata - rata 90.6657 Dikarenakan adanya perbedaan beban tarik maksimum yang didapat dari ketiga spesimen uji tarik variasi 1 maka dapat dibuat rata - rata untuk mendapatkan kuat tarik rata- rata variasi 1. Kekuatan tarik dihitung dengan menggunakan persamaan 1 . Sebelum melakukan pengujian diukur terlebih dahulu luas penampang dengan cara mengalikan ukuran tebal dan lebar spesimen uji di bagian tengah. Berdasarkan Tabel 2 didapatkan kuat tarik spesimen satu sebesar 83.434 N/mm2, spesimen dua sebesar 80.9573 N/mm2, dan spesimen tiga sebesar 107.606 N/mm2.

Tabel 3. Kuat Tekan Rata-Rata Variasi 2

spesimen Tekan

1 2 (1/2)

Pmaks A σσσσmaks (N) (mm2) (N/mm2)

1 8950 381.1626 23.4808

2 10300 363.3826 28.3448

3 7800 340.9372 22.8781

kuat tekan rata – rata 24.9012 Kuat tekan masing - masing spesimen didapatkan dengan membagi beban tekan maksimum dengan luas penampang kemudian dibuat kuat tekan rata - rata seperti terlihat pada Tabel 3. Kuat tekan maksimum spesimen satu sebesar 23.4808 N/mm2, kuat tekan maksimum spesimen dua sebesar 28.3448 N/mm2, dan kuat tekan spesimen tiga sebesar 22.8781 N/mm2.

Tabel 4. Kuat Tarik Rata-Rata Variasi 2

spesimen Tarik

1 2 (1/2)

Pmaks A σ σ σ σmaks

(N) (mm2) (N/mm2)

1 11100 168.385 65.9205

2 9600 178.429 53.803

3 8900 178.892 49.7508

kuat tarik rata – rata 56.4914 Adanya perbedaan beban tarik maksimum yang dialami oleh masing - masing spesimen variasi 2 maka dibuat kuat tarik rata - rata. Kekuatan tarik dihitung berdasarkan persamaan 1 dengan membagi beban tarik maksimum masing - masing spesimen dengan luas penampangnya. Sesuai Tabel 4 didapatkan kuat tarik maksimum spesimen satu sebesar 65.9205 N/mm2, kuat tarik spesimen dua sebesar 53.803 N/mm2, dan kuat tarik spesimen tiga sebesar 49.7508.

Tabel 5. Kuat Tekan Rata-Rata Variasi 3

spesimen Tekan

1 2 (1/2)

Pmaks A σσσσmaks

(N) (mm2) (N/mm2)

1 5750 363.888 15.8016

2 5900 364.3455 16.1934

3 4400 308.115 14.2804

kuat tekan rata - rata 15.4251 Setelah didapatkan beban tekan maksimum tiap spesimen uji maka dapat dihitung kuat tekan maksimumnya dengan menggunakan persamaan 1. Seperti terlihat pada Tabel 5 kuat tekan maksimum diperoleh dengan membagi beban tekan maksimum dengan luas penampang masing - masing spsesimen. Kuat tekan maksimum spesimen satu sebesar 15.8016 N/mm2, kuat tekan maksimum spesimen dua sebesar 16.1934 N/mm2, dan kuat tekan maksimum spesimen tiga sebesar 14.4251 N/mm2.

Tabel 6. Kuat Tarik Rata-Rata Variasi 3

spesimen Tarik

1 2 (1/2)

Pmaks A σσσσmaks (N) (mm2) (N/mm2)

1 6400 178.069 35.9411

2 7350 167 44.012

3 7500 172.206 43.5524

kuat tarik rata - rata 41.1685

Kuat tarik rata - rata dihitung berdasarkan persamaan 1 dengan membagi beban tarik maksimum dengan luas penampang masing - masing spesimen seperti pada Tabel 6 Spesimen satu memiliki kuat tarik maksimum sebesar 35.9411 N/mm2, spesimen dua memiliki kuat tarik maksimum sebesar 44.012 N/mm2,dan spesimen tiga memiliki kuat tarik sebesar 43.5524 N/mm2.

Sesuai dengan Tabel 1 – Tabel 6 terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kekuatan tarik antara variasi satu dengan variasi dua dan variasi tiga. Variasi satu didapatkan kuat tarik rata – rata sebesar 90.6657 N/mm2. Sedangkan kekuatan tekan tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara variasi satu dengan variasi dua dan variasi tiga. Kuat tekan variasi satu rata – rata sebesar 32.0086 N/mm2.

Setelah memperoleh nilai kuat tekan dan kuat tarik masing – masing variasi dapat dihitung tebal kulit lambung kapal dengan cara membandingkan dengan nilai kuat tekan dan kuat tarik kayu jati sebagai referensi. Sedangkan ukuran yang lambung kapal didapatkan dari kapal pembanding yakni kapal ikan 30 GT Pangkal Pinang. Kuat tarik kayu jati adalah 69.9 N/mm2 kuat tekan kayu jati 60,86 N/mm2 [4]. Tebal kayu jati yang direncanakan adalah 40 mm. Sehingga dapat dihitung menggunakan beban tekan dan beban tarik bambu masing - masing variasi.

(4)

Tabel 7. Ukuran Tebal Dari Beban Tekan

Bagian Konstruksi

Varia si

1 Luas Penampang

Laminasi Bambu Dari Beban

Tekan (mm2)

2 Lebar

(mm)

1/2 Ketebala

n Kulit Laminasi

Bambu (mm)

Lambung (Sisi dan Alas)

1 266340.265 3950.5 67.42 2 342360.167 3950.5 86.66 3 552682.252 3950.5 139.9 Lambung

(Lajur Atas)

1 2999632.78 3950.5 75.85 2 385155.188 3950.5 97.50 3 621767.533 3950.5 157.39 Ukuran ketebalan kulit berdasarkan beban tekan disajikan pada Tabel 7. Ketebalan kulit bagian sisi dan alas variasi satu sebesar 67.42 mm, variasi dua sebesar 86.66 mm, dan variasi tiga sebesar 139.9 mm. Sedangkan ketebalan kulit bagian lajur atas variasi satu sebesar 75.85 mm, variasi dua sebesar 97.50 mm, dan variasi tiga sebesar 157.39 mm.

Tabel 8. Ukuran Tebal Dari Beban Tarik

Bagian

Konstruksi Variasi

1 Luas Penampang

Laminasi Bambu Dari Beban

Tarik (mm2)

2 Lebar

(mm)

1/2 Ketebalan

Kulit Laminasi

Bambu (mm)

Lambung (Sisi dan Alas)

1 121339.739 3950.5 30.72 2 194743.844 3950.5 49.30 3 267227.419 3950.5 67.64 Lambung

(Lajur Atas)

1 136507.207 3950.5 34.55 2 219086.825 3950.5 55.46 3 300630.857 3950.5 76.10

Hasil perhitungan ketebalan kulit dapat dilihat pada Tabel 8. Lambung kapal bagian sisi dan alas memiliki ketebalan berturut - turut berdasarkan variasi yakni 30.72 mm, 49.30 mm, dan 67.64 mm. Sedangkan lambung bagian lajur atas berturut - turut 34.55 mm, 55,46, dan 76.10 mm.

Dari Tabel 7 dan Tabel 8 terlihat bahwa variasi 1 memiliki tebal yang lebih kecil dibandingkan variasi satu dan variasi dua baik dari perhitungan beban tekan maupun beban tarik.

Variasi satu didapat ketebalan lambung kapal bagian sisi dan alas sebesar 67.42 mm (beban tekan) dan 30.72 mm (beban tarik). Sedangkan ketebalan lambung kapal bagian lajur atas sebesar 75.85 mm (beban tekan) dan 34.55 (beban tarik). Hal tersebut terjadi dikarenakan kekuatan tekan dan kekuatan tarik variasi satu lebih besar. Selain itu ketebalan kulit bambu laminasi variasi satu dari perhitungan beban tarik lebih kecil dibandingkan ketebalan kayu jati sebesar 40 mm. hal tersebut juga terjadi dikarenakan kuat tarik bambu variasi satu lebih besar dibandingkan kuat tarik kayu jati.

B. Analisa Ekonomis

Perhitungan nilai ekonomis dalam penelitian ini adalah perhitungan harga satu meter kubik bambu laminasi dengan 3 variasi bilah. Harga ini selanjutnya dibandingkan dengan harga satu meter kubik kayu jati sebagai material lambung kapal. Kebutuhan kayu dalam proses produksi lambung kapal

diasumsikan kebutuhan kayu yang terpasang. Jumlah kebutuhan kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kebutuhan kayu pada kapal ikan 30 GT Pangkal Pinang.

Jumlah ini didapatkan dengan cara menghitung luasan penampang konstruksi dikalikan dengan panjang konstruksi pada gambar construction profile dan midship section.

Tabel 9. Total Biaya Laminasi Bambu setiap 1 m3

Variasi

1 Biaya Tenaga

Kerja (Rupiah)

2 Biaya Material (Rupiah)

3 (1 + 2) Total Biaya

Produksi (Rupiah) 1 1.325.062,5 5.037.500 6.362.562,5 2 1.368.187,5 5.058.750 6.426.937,5 3 1.464.000 5.123.750 6.587.750

Ukuran tebal yang digunakan dalam perhitungan kebutuhan laminasi bambu adalah ukuran tebal variasi satu dari perhitungan beban tekan dikarenakan ukuran tebal dari perhitungan beban tekan lebih besar dibandingkan beban tarik. Kemudian dari tebal dapat dihitung volume kebutuhan laminasi bambu. Perhitungan volume kebutuhan bambu laminasi dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Kebutuhan Volume Laminasi Bambu untuk Lambung Kapal Ikan 30 GT Pangkal Pinang Berdasarkan

Perhitungan Beban Tekan

Variasi Luas (m2)

Jumlah Item

Tebal (m)

Volume (m3)

1 123.263 1 0.06742 8.310391

2 123.263 1 0.08666 10.68197

3 123.263 1 0.1399 17.24449

Pada Tabel 10 dihitung volume laminasi bambu sebagai material lambung kapal ikan 30 GT Pangkal Pinang dengan mengalikan luas dengan tebal masing – masing variasi. Pada variasi satu volume yang didapatkan sebesar 8.310391 m3, variasi dua sebesar 10.68197 m3, dan variasi tiga sebesar 17.24449 m3.

Tabel 11. Total Harga Kebutuhan Kayu dan Laminasi untuk Lambung Kapal Ikan 30 GT Pangkal Pinang Berdasarkan Perhitungan Luas

Penampang Beban Tekan

Dari perhitungan Tabel 11. Didapatkan bahwa biaya produksi bambu laminasi variasi satu sebesar Rp 52.875.382,14, variasi dua sebesar Rp 68.652.353,57, dan variasi tiga sebesar Rp 113.602.389.Sedangkan biaya produksi kapal bmenggunakan kayu jati sebesar Rp 118.332.480. Sehingga dapat dilihat bahwa biaya laminasi bambu dengan ukuran ketebalan yang lebih besar

Variasi Volume

Kayu (m3)

Harga Kayu (Rupiah)

Volume Laminasi

(m3)

Harga Laminasi

(Rupiah) Total Harga (Rupiah)

1 2 3 4 Kayu Laminasi

3x4 1

4.93052 24.000.000

8.310 6.362.562

118.332.480

52.875.382

2 10.682 6.426.938 68.652.353

3 17.244 6.587.750 113.602.389

(5)

dibandingkan kayu jati membutuhkan biaya produksi yang lebih murah.

IV. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Berdasarkan perhitungan nilai kuat tekan material laminasi bambu masih memenuhi klasifikasi kelas kuat III berdasarkan peraturan BKI Kapal Kayu 1996.

Sehingga sesuai kelas kuat III masih dapat digunakan sebagai konstruksi kulit lambung kapal. Laminasi bambu tetap dapat digunakan sebagai lambung kapal dengan memperbesar luas penampang untuk menghindari beban tekan yang lebih lemah dibandingkan kayu jati. Tebal lambung kapal dengan material bambu laminasi berdasarkan beban tekan lebih besar dibandingkan berdasarkan beban tarik.

Sedangkan, tebal material laminasi bambu bagian sisi dan alas serta bagian lajur atas variasi satu berdasarkan beban tarik lebih kecil dibandingkan kayu jati yakni sebesar 30.72 mm dan 34.55 mm. Sedangkan, material laminasi bambu variasi satu yang dapat digunakan sebagai lambung kapal bagian sisi dan alas serta bagian lajur atas dipilih berdasarkan beban tekan sebesar 67.42 mm dan 75.85 mm.

2. Pengaruh secara teknis dalam pemotongan bilah laminasi bambu berdasarkan lokasi potong yakni variasi satu (bagian luar) memiliki kekuatan tarik dan tekan yang lebih baik dibandingkan dengan variasi dua dan variasi tiga. Kekuatan tarik variasi satu dengan dua variasi lainnya menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan sedangkan kekuatan tekan antar variasi tidak menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan. Selain itu variasi satu memiliki nilai kuat tarik yang lebih besar dibandingkan dengan kuat tarik kayu jati yakni sebesar 90.6657 N/mm2. Namun, nilai kuat tekan variasi satu lebih kecil dibandingkan kayu jati sebesar 32.0086 N/mm2.

3. Keuntungan penggunaan bambu laminasi berdasarkan lokasi potongnya adalah bambu yang didapatkan dari bagian luar lebih baik dalam kekuatan tarik dan tekannya dibandingkan bagian tengah dan dalam. Selain itu lebar bilah yang didapatkan pada bagian bambu yang terluar lebih besar dibandingkan dengan tengah dan dalam. Sehingga bagian bambu yang didapatkan dari bagian luar bambu memiliki nilai ekonomis lebih tinggi.

Sedangkan kerugiannya adalah bambu laminasi yang diambil dari tiga lokasi tersebut memiliki kekuatan tekan yang lebih kecil dibandingkan kayu jati. Hal tersebut berdampak pada volume lambung kapal yang akan lebih besar dibandingkan dengan penggunaan kayu jati untuk menahan beban yang sama.

4. Biaya produksi bambu laminasi untuk pembangunan lambung kapal ikan 30 GT Pangkal Pinang adalah Rp 52.875.382,14 sementara jika menggunakan material kayu jati adalah Rp 118.332.480.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT dan kedua orang tua serta kakak yang telah memberikan dukungan, doa dan bantuan dalam pengerjaan penelitian ini.

DAFTARPUSTAKA

[1] http://www.antara.com/. (2004). Retrieved january 17, 2013

[2] Widjaja, E.A., Utami, N. W., dan Saefudin. (2004).

Panduan Membudidayakan Bambu. Bogor:

Puslitbang Biologi LIPI.

[3] ASTM Standards (Vols. 15.03-Space Simulation;

Aerospace and Aircraft; Composite Materials).

(2004).

[4] Haygreen, J. G. and Bowyer, J. L. (1982). Forest Product and Wood Science. Lowa State University Press.

Referensi

Dokumen terkait

(3) Perencanaan kebutuhan dan pemeliharaan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2), berpedoman pada Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja

Dalam dua bulan terakhir, APP dan para pemasok kayu HTInya telah menyelesaikan pembangunan lebih dari 400 sekat kanal yang terletak di perimeter area HTI di lahan gambut di Riau

Memorandum Jualan hendaklah disediakan oleh Pelelong dalam (4) salinan dan hendaklah ditandatangani oleh penawar yang berjaya atau wakil penawar yang berjaya, Plaintif

membimbing siswa untuk berdiskusi dalam kelompok kecil dan membawanya dalam diskusi secara on line. Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil kegiatan

(d) Pada kelompok siswa dengan kemampuan spasial tinggi, sedang atau rendah, siswa yang dikenai model pembelajaran PBL memberikan prestasi belajar yang lebih baik

Corbett 2013 juga mendukung hal tersebut dengan mengatakan bahwa seorang hero adalah karakter yang berfungsi sebagai fokus cerita untuk menyampaikan gagasan moral atau tema film

Pasien laki-laki umur 66 tahun datang ke RSGS dengan keluhan pusing yang Pasien laki-laki umur 66 tahun datang ke RSGS dengan keluhan pusing yang sekelilingnya

… nakita na ang mga BSU sa mga simpleng sitwasyunal na sentens na hindi imperatib ay maaaring samahan ng mga berbal na panlapi ng walang pagbabago sa gramatikal at istruktura