• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL

Penelitian ini dilakukan di Kota Soe kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) terhadap dua orang remaja yatim. Dalam penelitian ini, penulis berusaha melakukan eksplorasi yang mendalam agar dapat menjawab pertanyaan peneliti yaitu “Bagaimanakah gambaran kebahagiaan pada remaja yatim dalam budaya Timor di kabupaten Timor Tengah Selatan?”. Hasil penelitian berfokus pada penjelasan yang rinci mengenai gambaran kebahagiaan remaja yatim dalam budaya Timor di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Data yang didapatkan diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan pengajuan pertanyaan terbuka berdasarkan panduan wawancara. Dengan demikian, gambaran kebahagiaan pada remaja yatim dalam budaya Timor di kabupaten Timor Tengah Selatan di pereoleh dari peryataan-pernyaan atau jawaban-jawaban penting yang dikemukakan oleh setiap subjek.

Penelitian ini melibatkan dua orang subjek remaja yatim berjenis kelamin laki-laki dan berusia 20 tahun. Tujuan peneliti memilih subjek remaja yatim berjenis kelamin laki- laki adalah karena adanya kebiasaan pada kebudayaan timor dimana ketika sebuah keluarga kehilangan sosok ayah, secara langsung anak laki-laki akan menjalankan peran sebagai pelindung dan sebagai pengganti dari sosok ayah. Selain itu bahkan tanpa kehilangan sosok ayah seorang anak laki-laki memiliki peran penting didalam keluarga yaitu berhak untuk menjadi penerus marga dalam sebuah keluarga ketika sudah menikah dan memiliki keturunan. Pernyataan tersebut didapatkan dari hasil wawancara awal terhadap seorang Atoinamaf pada tanggal 11 juni 2021.

Kedua subjek sama-sama sudah tinggal wafat oleh ayahnya sejak mereka masih kecil. Subjek pertama ditinggal ayahnya saat bersusia 2 tahun sedangkan subjek dua ditinggal wafat oleh ayahnya saat berusia 1 tahun. Wawancara terhadap subjek pertama dilakukan pada tanggal 06 agustus 2021 dan wawancara berlangsung dalam 1 kali pertemuan sedangkan wawancara terhadap subjek kedua berlangsung dalam 2 kali pertemuan karena pada saat wawancara pertama subjek harus melanjutkan dengan kegiatan

(2)

latihan sepak bola. Wawancara dengan subjek kedua berlagsung pada tanggal 13 agustus 2021 dan 03 september 2021.

Hasil wawancara kedua subjek dibuat dalam bentuk transkip, kemudian melakukan kategorisasi data, melakukan penjabaran kedalam unit-unit serta menarik kesimpulan.

Berikut ini peneliti akan memaparkan analisa data dan hasil penelitian mengenai gambaran kebahagiaan remja yatim dalam budaya timor di kabupaten TTS, yang terdiri dari;

a. Data deskripsi subjek penelitian I dan II b. Data observasi wawancara

c. Data wawancara dengan tema besar sebagai berikut;

1. Latar belakang subjek sebagai anak yatim dan pandangan subjek mengenai sosok ayah

2. Perubahan/perbedaan setelah ditinggal sosok ayah 3. Faktor internal, sebagai berikut;

- Penyesuaian diri - Penerimaan masa lalu - Kasih sayang

- Kebahagiaan masa kini

- Perasaan optimis terhadap masa depan - Tanggung jawab

4. Faktor eksternal, sebagai berikut;

- Peranan keluarga

- Presepsi tentang kehidupan sosial budaya timor

1. Hasil Penelitian dan Kategorisasi Data Penelitian a. Subjek 1 (RF)

1). Latar belakang subjek sebagai anak yatim dan pandangan mengenai sosok ayah Subjek merupakan anak pertama dari dua bersaudara dan sudah di tinggal wafat oleh ayahnya semenjak subjek berusia 2 tahun. Berdasarkan cerita yang didapatkan diri ibunya, ayah subjek meninggal karena pendaharan pada otak akibat kecelakan. Menurut subjek, seorang ayah memiliki peran yang sangat penting karena keberadaan ayah sebagai sebuah kehormatan didalam keluarga. Subjek

(3)

mengaku sering mendengarkan cerita dari ibunya mengenai sosok ayahnya yang adalah seorang humoris tetapi juga tegas. Karena itu, meski ayahnya sudah meninggal sejak ia kecil, subjek mengaku selalu belajar menjadi orang yang tegas seperti ayahnya. Sebagai seorang anak yatim, subjek selalu berusaha untuk menjadi kehormatan bagi ibu dan adiknya lewat sikap dan perbuatannya. Berikut akan diuraikan kutipan wawancara dengan subjek dengan diberikan kode tertentu.

Contoh kode yang digunakan adalah WwS1RF-14 dengan arti, kutipan tersebut berasal dari hasil wawancara dengan subjek 1 yaitu RF pada kolom ke 14.

“……..Kalau dari pengalaman saya, yang saya ingat waktu kecil itu, kalau misalnya saya nakal atau buat salah ayah suka cubit saya di telinga. Tapi kalau berdasarkan cerita mama, ayah itu sangat humoris tapi juga tegas.”

(WwS1RF-23).

“…….Kalau pertanyaan seperti itu, saya bisa menjawab kalau ayah memiliki peran yang sangat penting. Karena seperti yang orang bilang seorang ayah itu merupakan suatu kehormatan bagi keluarga sehingga waktu kehilangan sosok ayah mau tidak mau saya harus menjadi kehormatan bagi mama dan adik saya” (WwS1RF-27).

“……..Peran ayah yang paling spesifik yang pertama yang sudah saya katakan tadi ayah itu kehormatan dan teladan yang baik. Meskipun ayah sudah meninggal tapi berdasarkan cerita mama kita bisa meneladani ayah sebagai seorang yang tegas”. (WwS1RF-29).

“……..Kalau saya, ini menurut saya ya. Karena namanya kita masih kecil sudah ditinggalkan jadi saya merasa terbiasa karena kami tidak sendiri karena ada kehadiran suaudara laki-laki dari ibu saya yang bersama kami.

Kami memiliki hubungan yang baik”. (WwS1RF-39).

Berdasarkan penjelasan subjek di atas, dapat disimpulkan bahawa subjek menjalani keberadaan dirinya sebagai seorang anak yatim dan juga menyadari peran ayah yang sangat penting yaitu sebagai kehormatan didalam keluarga. Untuk itu subjek berusaha untuk menjalani kehidupan yang baik agar dapat menjadi kehormatan bagi ibu dan adiknya.

(4)

2). Perubahan/perbedaan setelah ditinggal sosok ayah

Dalam menjalani kehidupannya sebagai anak yatim subjek menjelaskan tidak begitu menemukan perubahan atau perbedaan tertentu karena sudah terbiasa hidup tanpa sosok ayah dari usia yang masih sangat belia. Menurut subjek ibunyalah yang mendapatkan pengaruh yang lebih besar karena kehilangan sosok yang menopang hidupnya. Disisi lain subjek merasakan perbedaan yang signifikan yaitu tanggung jawabnya sebagai teladan bagi adiknya dan menjadi tempat bercerita yang baik untuk ibunya. Meskipun tidak begitu menemui perbedaan, subjek merasa banyak menemui kesulitan seperti penolakan di lingkungan sosial seperti banyak yang mengatakan bahwa anak yatim tidak mempunyai sesuatu yang untuk dibanggakan. Selain kesulitan tersebut subjek juga menemui kesulitan lainnya seperti melakukan penyesuain diri dan pembawaan diri ke lingkungan luar. Subjek berusaha untuk tidak terpengaruhi oleh lingkungan yang melakukan kebiasaan- kebiasaan lain diluar kebiasaannya. Tidak merokok, tidak miras,serta tidak menggunakan narkoba.

”…… Jujur saya bersyukur karena tidak meninggalkan pengaruh yang begitu dalam karena ayah meninggalkan saya dan adik dari kecil jadi kami terbiasa dengan hidup bersama mama. Tapi menurut saya pengaruh yang besar justru mama yang paling rasakan”. (WwS1RF-35)

“……. Menurut saya mama kehilangan teman dan seorang yang menopang hidup istilahnya mama tidak punya tempat pelarian dan orang yang bisa diajak berkomunikasi. Tapi kalau adik saya, kan waktu itu saya 2 tahun dan kurang lebih dia masih 1 tahun itu juga pasti berat buat dia karena bisanya anak perempuan lebih dekat dengan ayah”. (WwS1RF-37)

”…… Namanya kita hidup dilingkungan sosial belum tentu semua orang dapat menerima keberadaan kita sebagai anak yatim, banyak pendapat dan judge yang mengatakan kalau karena kita anak yatim berarti tidak ada sesuatu yang dapat dibanggakan. Hal-hal seperti itu kalau misalnya ditanggapi dengan tidak baik bisa juga menjadi kacau tapi kalau saya sendiri berani mengambil sikap untuk menerima karena secara fakta

(5)

memang saya tidak punya ayah lagi, saya yakin kalau dengan keberadaan om-om saya itu bisa menjadi pengganti bapak juga buat kami. Mungkin kesulitannya dalam menyikapi hal-hal tersebut” (WwS1RF-43).

3). Faktor Internal Penyesuaian diri

Wawancara berlanjut pada penyesuaian diri yang dilakukan oleh subjek yaitu menerima keberadaan diri sebagai seorang anak yatim. Meski sebelumnya telah menerima banyak penolakan namun subjek tetap berusaha melakukan penyesuian diri dengan lingkungannya. Berusaha patuh pada orang tua seperti mendengarkan perintah dan arahan dari orang tua, sekolah yang baik dan selesai sekolah langsung berpikir untuk bekerja serta menjaga kehormatan keluarga dengan menjaga sikap dan tingkah laku di luar rumah adalah langkah yang subjek lakukan untuk melakukan penyesuaian diri.

Subjek juga beranggapan bahwa jika ia tidak berahasil dalam hidupnya (putus sekolah) maka mereka akan mendapatkan penilaian yang buruk. Karena itu ia berusaha menjalani kehidupan yang baik dan bermanfaat sebagai langkah penyesuaian diri sebagai seorang yang berperan sebagai sosok pengganti ayah.

“…… Jujur biasa saja. Kalau dulu memang ada penolakan-penolakan yang sudah saya ceritakan tadi tapi kalau sekarang, karena dalam lingkungan kami tidak ada diskriminasi, tidak ada ejekan bahwa kami tidak punya ayah.

Menurut saya ini tergantung pembawaan diri. Kalau pembawaan dirinya baik pasti akan diterima.” (WwS1RF-57)

“……. Ada. Jadi dari TK sampai SMA itu saya tinggal dengan orang tua.

Tentunya saya melakukan banyak penyesuaian diri dengan cara dengar- dengaran kepada orang tua, sekolah yang baik, selesai sekolah langsung berpikir untuk kerja. Itu langkah saya untuk membanggakan orang tua dan adik saya”. (WwS1RF-59)

“…… Iya karena kalau kita sampai putus sekolah atau berbuat masalah yang sudah tidak bisa di terima pasti akhirnya penilaian buruk bukan tertuju

(6)

pada kita, tetapi sudah langsung ke mama. Berarti kehormatan sudah tidak terjaga lagi. Tapi kalau kita buat yang baik jadi kebanggaan dan jaga kehormatan pasti kita bisa menjadi orang yang bermanfaat baik untuk pelayanan atau bisa saja bagi bangsa dan negara. Itu menjadi salah satu penyesuaian diri menjadi seseorang yang berperan menggantikan ayah. Itu menurut saya”. (WwS1RF-61)

Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan di atas adalah perilaku- perilaku positif yang subjek lakukan dapat membentu subjek dalam melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan sebagai seorang anak yatim.

Penerimaan Masalalu

Pada aspek penerimaan masa lalu, subjek menjelaskan tentang bagaiaman ia dapat menerima keberadaannya sebagai anak yatim. Subjek menerima banyak pengertian dari ibu serta kerabatnya agar tidak perlu berkecil hati jika ingin menjadi kebanggan keluarga. Dengan jelas subjek menjelaskan bahwa ia sudah menerima keberadaan dirinya sebagai anak yatim serta percaya bahwa setiap orang memiliki jalan hidup dan tujuan masing-masing.

“…….. Iya. Saya sudah menerima dengan besar hati. Tidak apa tidak punya ayah karena setiap manusia punya jalan masing-masing dimana saya pasti punya hidup dengan tujuan menjadi kebanggaan dan kehormatan untuk keluarga”. (WwS1RF-63)

“……… Saya banyak mendaptakan pengertian dari mama dan juga dari om dan tante saya. Jika saya ingin menjadi kebanggan orang tua maka saya tidak boleh berkecil hati dan tetap harus menjadi kebanggaan meskipun saya anak yatim”. (WwS1RF-65)

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa subjek menerima keberadaan dirinya sebagai anak yatim karena menerima banyak pengertian dan keyakinan subjek sendiri dalam menjalani kehidupannya.

Kasih sayang

(7)

Sejak ditinggal wafat oleh ayahnya, subjek merasa bahagia ketika mendapatkan banyak perhatian dan kasih sayang tidak hanya dari ibunya tetapi juga dari kerabatnya yang lain karena itu subjek merasa dimiliki dan bisa menjalani hidup tanpa rasa takut. Kasih sayang yang subjek rasakan dianggap menjadi sesuatu yang penting karena dengan begitu ia dapat menjalani hidup dengan penuh perasaan tidak hanya menggunakan logika.

”…….. Wah saya mendapatkan kasih sayang dari mama tentunya. Dari om dan juga tante saya dan juga banyak dari saudara-saudara saya”. (WwS1RF- 67)

“…….. Ketika mendapatkan kasih sayang, saya merasa bahagia karena saya merasa dimiliki”. (WwS1RF-69)

“…….. Iya karena tanpa kasih sayang saya mungkin menjalani hidup tanpa perasaan. Saya sadar hidup bukan saja menggunakan logika tetapi juga perasaan”. (WwS1RF-71)

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa subjek mendapatkan kasih sayang dari ibu dan kerabatnya dan kasih sayang yang disapatkan menjadi hal yang penting baginya.

Kebahagiaan masa kini

Kebahagiaan yang dapat subjek gambarkan dalam dirinya sebagai seorang anak yatim adalah dengan berkumpul bersama dengan keluarganya dan juga ketika ia dapat melakukan tanggung jawabnya dengan baik dan dapat menjadi kebahagiaan bagi anggota keluarganya. Subjek yakin bahwa dengan menjalani kehidupannya tanpa berpikir bahwa ia sudah kehilangan ayah dan percaya bahwa ayahnya sudah berada di sisi yang terbaik maka mereka dapat menjalani hidup dengan bahagia. Subjek juga menjadikan kebahagiaan menjadi tujuan hidupnya.

(8)

“…… bahagia ketika dapat berkumpul dengan keluarga, kami semua dapat menjalakan segala tanggung jawab kami juga mungkin jadi kebahagiaan buat mereka. Itu kebahagiaan buat saya”. (WwS1RF-75)

“……. Kami berusaha untuk selalu menjalani hidup tanpa berpikir kalau kami sudah tidak punya ayah karena kembali lagi harta yang paling berharga pasti keluarga”. (WwS1RF-77)

“……. Iya, kebahagiaan sangat penting karena kami yakin bahwa saat ayah meninggal ayah sudah berada di sisi terbaik yaitu dengan Tuhan. Selain itu, ketika kita menjalani hidup tanpa kebahagiaan sebagai tujuannya lalu bagaimana kita hidup? Mungkin itu akan menjadi sangat berat tanpa suatu kebahagiaan”. (WwS1RF-79)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan diri dan keluarganya menjadi hal yang penting bagi kehidupan subjek dan kebahagiaan menjadi tujuan hidupnya. Meyakini bahwa ayahnya sudah berada di sisi yang terbaik juga dapat membantu subjek menjalani hidup dengan baik.

Perasaan optimis terhadap masa depan

Meskipun menjalani kehidupan sebagai seorang anak yatim, namun subjek juga merencanakan masa depannya. Subjek mempersiapkan dirinya untuk menjadi kebanggaan bagi keluarganya dengan menjadi tulang punggung keluarga di masa yang akan datang. Dalam mencapai itu semua, subjek terus belajar dengan giat dan melakukan tugasnya sebagai seorang pelajar, bekerja keras dan juga berdoa. Subjek merasa yakin dengan masa depan yang ia rancangkan karena dia sudah bekerja keras meskipun ia tau pasti ada resikonya.

“…….. Saya ingin menjadi kebanggaan bagi mama dan adik saya dan keluarga saya. Saya ingin jadi tulang punggung keluarga”. (WwS1RF-96)

(9)

“…….. Langkah yang saya ambil adalah tekad saya untuk menjadi kebanggan dalam keluarga jadi saya belajar,berdoa dan bekerja keras untuk sukses”. (WwS1RF-98)

“…….. Ya saya yakin. saya tau itu punya resiko yang tinggi tapi saya akan berusaha keras dalam mencapai itu semua”. (WwS1RF-100)

Tanggung jawab

Setelah kepergian ayahnya, subjek memiliki tanggung jawab yang besar dengan berperan sebagai pengganti ayahnya. Subjek berusaha untuk menjadi teladan bagi adiknya dalam perilaku dan perkataannya setiap hari. Subjek menjalani tanggung jawabnya dengan penuh dedikasi dan dorongan dari ibu dan keluarganya. Meski demikian, dalam menjalani tanggung jawab tersebut, subjek juga merasakan kesulitan dimana kadang-kadang ia masih merasa kekanak-kanakan dan mendapatkan pengaruh dari ingkungan luar seperti banyak teman-temannya yang merokok,miras dan lain-lain.

Cara yang subjek lakukan untuk mengatasi kesulitan tersebut adalah subjek berusaha untuk mengintropeksi diri dan menjaga perilaku ketika berada di luar atau di dalam rumah. Meskipun demikian, subjek merasa bahagia ketika menjalankan tanggung jawabnya meski terkadang ia mengeluh. Pengeluhan yang sering subjek lakukan adalah ketika ia harus melakukan aktivitasnya tetapi di saat yang bersamaan ia harub membantu ibu atau adiknya.

“……… Sebagai laki-laki, tanggung jawab yang saya emban adalah menjadi teladan dan sikap, perkataan dan perbuatan bagi adik saya, serta saya berusaha menjaga komunikasi dengan ibu saya”. (WwS1RF-82)

“……… Iya. Kadang-kadang saya masih bersikap kekanak-kanakan dan juga pengaruh dari lingkungan luar”. (WwS1RF-86)

“……… Saya lebih banyak intropeksi diri dan menjaga keseimbangan antara di dalam ataupun di luar rumah. Jadi sama-sama harus bersikap yang baik”. (WwS1RF-88)

(10)

“…….. Ya kadang saya harus mendahulukan tanggung jawab saya dari pada apa yang saya inginkan itu membuat saya mengeluh”. (WwS1RF-92) 4) Faktor Eksternal

Peranan keluarga

Peranan keluarga juga menjadi faktor yang penting bagi subjek dimana subjek menerima perhatian dan peran pengganti sosok ayah bagi dirinya lewat perhatian,didikan dan arahan yang ia dapatkan dari saudara laki-laki ibunya. Subjek mengaku dapat menerima peranan dari saudara ibunya dengan menuruti semua didikan dan arahan yang ia dapatkan.

“…….. Mungkin yang jelas saya rasakan adalah peran dari keluarga dari mama. Mereka mengambil peran sebagai sosok ayah dan juga mama yang menjadi panutan dan pendidik. Menurut saya keluarga adalah lingkungan sosial yang paling kecil tetapi keluarga juga yang utama”. (WwS1RF-103)

“……. saya sangat menerima. Saya menunjukan dengan cara menuruti segala hal yang sudah diajarkan kepada saya dan mungkin saat berjalannya waktu saya bisa lebih menilai mana yang bisa saya lakukan dan mana yang tidak perlu. Tapi sejauh ini saya bisa menerima”.

(WwS1RF-107)

Presepsi tentang kehidupan sosial budaya timor

Tentunya lingkungan sosial juga mengambil bagian dalam perjalanan kehidupan subjek sebagai seorang anak yatim. Dalam hal ini, pandangan subjek berkaitan lingkungan sosial tempat ia tinggal juga sangat penting. Subjek menjelaskan pandangannya tentang kehidupan sosial budaya timor dimana menurut subjek orang-orang dalam budaya timor saling menghargai dan menjunjung tinggi kekeluargaan. Subjek mengaku lingkungan sekitarnya menerima keberadaan dirinya sebagai anak yatim dimana tidak ada diskriminasi dan lain sebagainya. Karena sejak kecil dididik oleh ibunya yang adalah orang timor asli maka subjek tumbuh sebagai orang yang suka menghargai. Karena itu subjek ingin berada dalam

(11)

lingkungan sosial dimana subjek ingin di hargai dan juga memiliki empati yang tinggi.

“……… Orang timor sangat menghargai orang apa lagi pada orang yang tidak di kenal dan juga punya rasa kekeluargaan yang tinggi.

Tapi kalau diusik pasti langsung ada tindakan tegas”. (WwS1RF-109)

“………. Budaya timor memiliki pengaruh yang sangat besar bagi saya karena sejak kecil saya didik oleh mama yang adalah orang timor jadi budaya timor begitu kental. Karena itu saya tumbuh menjadi orang yang sangat menghargai orang lain”. (WwS1RF-111)

“…….. Mereka menerima karena karena pengalaman saya orang- orang sekitar saya baik dengan saya. Mereka menghargai saya”.

(WwS1RF-113)

“……… Saya ingin selalu di hargai, saling percaya dan punya rasa simpati yang tinggi terhadap orang lain”. (WwS1RF-118)

b. Subjek 2 (MH)

1). Latar belakang subjek sebagai anak yatim dan pandangan mengenai sosok ayah Sama halnya seperti subjek pertama, subjek ke dua juga ditinggalkan oleh ayah saat usianya masih sangat belia. MH menjalani kehidupannya sebagai anak yatim bersama ibu dan kedua saudaranya. Berdasarkan cerita yang MH dengarkan ayahnya merupakan sosok yang baik dan sangat rajin bekerja di rumah ataupun di kantor. Selain sosok yang rajin menurut MH ayahnya juga suka sekali membantu orang dan ketika berada di dalam rumah ayahnya suka menunjukkan sikap yang melindungi keluarga. Meskipun sudah meninggal MH meneladani sikap ayahnya yang rajin tegas dan juga peduli kepada orang sekitar. Selain hal-hal diatas, menurut MH kepergian ayahnya meninggalkan pengaruh yang sangat besar bagi dirinya seperti ia harus berusaha dan bekerja keras dalam berbagai hal sendiri.

“……. Yang pernah saya dengar, ayah orang yang rajin, baik juga ayah orang yang tegas. Rajinya di rumah, di kantor juga”. “…… Yang saya tau dari cerita ayah itu baik dan punya sikap yang melindungi keluarga”.

(WwS2MH-26&34)

(12)

“…….. Dari ayah, saya belajar untuk rajin, tegas baik juga ke orang sama peduli juga”. (WwS2MH-40)

“……… Dulu pernah, masih SMP waktu acara kelulusan saya dan teman-teman buat masalah kami datangi orang-orang terus kami pukulin terus kami diangkut ke kantor pos polisi dan harus panggil orang tua. waktu itu mama ada di tempat kerja dan tidak bisa datang jadi teman-teman lain tiba-tiba orang tuannya datang ayah mereka datang juga, kalau saya benar-benar sendiri. Akhirnya saya sendiri yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah itu”. (WwS2MH-46)

Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan di atas adalah subjek menganggap sosok ayahnya sebagai sosok yang baik, rajin, suka menolong dan sosok yang melindungi keluarga serta meneladani itu meskipun ayahnya sudah meninggal. Subjek menerima pengaruh yang besar setelah kepergian ayahnya seperti harus berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri.

2). Perubahan/perbedaan setelah ditinggal sosok ayah

Perubahan dan perbedaan yang dialami MH setelah kepergian ayahnya adalah HM selalu merasa dipandang sebelah mata dan merasa tidak dihargai. Selain itu MH juga merasa kehilangan kasih sayang dari ayah, kekurangan ekonomi dan juga harus banyak bersabar. HM menegaskan bahwa ia harus banyak bersabar karena keadaanya sebagai anak yatim yang tidak punya orang tua yang lengkap.

Hal tersebut menjadi suatu kesulitan yang besar bagi MH tetapi ia harus tetap berusaha melewatinya.

“……. Ada. Saya merasa kehilangan kehormatan, selalu dipandang sebelah mata dan seperti tidak di hargai. Kehilangan kasih sayang dari ayah juga, kurang dalam ekonomi jadi harus banyak bersabar juga”. (WwS2MH-48&50)

“……. Mengerti, harus mengerti. Sabar, karena kami beda dengan orang lain yang punya kedua orang tuanya. Mereka punya orang tua yang lengkap kalau saya cuman ada mama. Jadi harus belajar sabar dan mengerti. Pernah, saat mau

(13)

main bola saya minta mama membelikan sepatu baru. Tapi saat itu mama bilang belum ada uang pakai dulu yang ada. …. Masih ada hal yang lebih penting. Ada lagi dulu saat-saat mau natal semua anak kan dibelikan baju baru,celana baru, sepatu baru, tapi saat saya dan kakak-kakak minta ke mama, mama bilang pakai dulu yang kemarin itu kan belum robek atau rusak jadi kita pakai baju yang lama.

Jadi saya sabar karena saya tahu mama juga pasti susah cari uang”. (WwS2MH- 52&54)

Penjelasan diatas menggambarkan tentang perubahan dan kesulitan yang subjek temui setelah kepergian ayahnya. Subjek harus banyak bersabar dan mengeri tentang keberadaan dirinya dan juga keadaan ibunya yang adalah orang tua tunggal. Tidak semua hal yang subjek inginkan bisa langsung ia dapatkan.

3). Faktor Internal Penyesuaian diri

Penyesuaian diri tentunya dilakukan oleh MH dimana ia harus berusaha mandiri, bertanggung jawab, menjaga kehormatan keluarga, dan berusaha untuk membeli sendiri sesuatu yang ia inginkan. Hal itu MH lakukan dengan cara membantu orang untuk mendapatkan uang kemudian ditabung, ketika sudah cukup baru bisa ia membelinya. Meskipun menjalani kehidupan seperti itu, MH mengaku tidak merasa kesulitan karena sudah terbiasa ditinggal ayahnya saat masih kecil jadi yang dapat ia lakukan hanya berusaha untuk melewati itu. Kesulitan yang MH temukan justru terdapat dalam lingkungan sosial seperti menerima penolakan ketika ia mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh seorang ayah.

“……. Berusaha mandiri, tanggung jawab, berusaha seperti kalau menginginkan sesuatu harus bisa usaha untuk membelinya sendiri tidak harus minta uang dari mama lagi untuk membeli itu. Banyak usaha seperti cari kerja atau bantu orang. Kalau dapat uang saya simpan baru saya pakai untuk membeli barang yang saya mau”. (WwS2MH-62)

(14)

“……. Tidak ada kesulitan, karena ayah meninggal saat saya masih kecil jadi saya sudah terbiasa hidup tanpa seorang ayah. Semua hal yang saya lakukan saya harus berusaha untuk bisa. Mungkin kesulitannya saya harus bisa melawan segala sesuatu supaya bisa saya lakukan”. (WwS2MH-64)

“…….. Saya mendapat banyak penolakan dari orang-orang terus hal-hal yang seharusnya dilakukan seorang ayah, saya harus melakukannya. …….

Contohnya kalau ada kerja bakti di lingkungan rumah saya bantu-bantu, bantu buat kerja bangun rumah juga”. (WwS2MH-68&70)

Penyesuaian diri yang dilakukan subjek merupakan suatu langkah yang subjek lakukan karena ia mengerti keadaan ibunya yang berusaha memenuhi kebutuhan keluarga, agar bisa diterima serta dapat memenuhi keinginannya sendiri. Hal tersebut juga ia lakukan karena sadar akan keberadaan dirinya sebagai seorang anak yatim.

Penerimaan Masalalu

Penerimaan diri sebagai seorang anak yatim merupakan suatu hal besar yang sudah MH lakukan. MH mengaku dapat menerima keberadaan dirinya sebagai seorang anak yatim karena proses yang ia lewati serta dukungan dari keluarganya Dukungan yang MH terima berupa pengertian dan arahan dari orang tuanya.

“…… Iya sudah. Karena saya tidak punya pilihan lain selain menerima keadaan saya. …… Saya melewati bnyak proses serta mendapatkan banyak dukungan dari ibu saya”. (Ww2S2MH-4&6)

“……Saya mendapat banyak pengertian saat tidak mengerti sesuatu dan juga menerima arahan”. (Ww2S2MH-8)

Pernyataan subjek diatas dapat mengantarkan penulis pada sebuah kesimpulan dimana subjek menerima arahan dan dukungan dari ibunya sebagai suatu proses yang ia lakukan dalam menerima keberadaan dirinya sebaga seorang anak yatim

(15)

Kasih sayang

Dalam menerima kasih sayang, MH mengaku tidak kekurangan kasih sayang meski ia kehilangan kasih sayang dari ayahnya. MH merasakan banyak kasih sayang dan perhatian dari ibu dan juga sanak saudaranya. MH merasa bahagia ketika mendapatkan kasih sayang karena merasa dimiliki dan mendapatkan motivasi hidup. Yang di maksudkan MH terkait dengan motivasi hidup adalah ketika MH melakukan sesuatu ia merasa hasilnya selalu ditunggu maka MH akan terus berusaha. MH merasa bahagia ketika mendapatkan kasih sayang meskipun sudah ditinggal ayahnya.

“…….. Jujur saya tidak merasa kurang dalam mendapatkan kasih sayang karena mama, saudara dan keluarga banyak member perhatian kepada saya”.

(Ww2S2MH- 24)

“……… Penting karena saya merasa dimiliki serta mendapatkan motivasi hidup. Iya seperti kalau ingin melakukan sesuatu merasa pasti ada yang tunggu hasilnya jadi saya terus berusaha”. (Ww2S2MH- 26&28)

“……… Bahagia. Karena meskipun ayah sudah meninggal saya tetap mendapatkan perhatian dari mama dan keluarga”. (Ww2S2MH- 30)

Subjek mendapatkan kasih sayang dari ibu dan keluarganya dan hal tersebut dijadikan motivasi dalam melakukan sesuatu. Meskipun kehilangan sosok ayah, subjek tidak merasa kurang mendapatkan kasih sayang karena dikelilingi ibu dan keluarga besarnya.

Kebahagiaan masa kini

Berbicara tentang kebahagiaan MH saat ini, ia mengaku bahagia ketika dapat berkumpul dan menghabiskan waktu bersama keluarganya. MH juga ingin hidup sukses dengan berusaha mencapai pendidikan yang tinggi dan membuktikan pada semua orang yang memandangnya sebelah mata bahwa ia bisa dan mampu. MH juga menambahkan bahwa kebahagiaan merupakan hal

(16)

yang penting baginya kerana kehidupan masih panjang jadi ia harus melakukan hal-hal yang membuat dirinya bahagia.

“……. Seperti tadi, berkumpul dengan keluarga tapi juga berusaha mencapai pendidikan yang tinggi”. (WwS2MH-98)

“……. Supaya bisa saya tunjukkan pada orang-orang yang menganggap bahwa kami tidak bisa apa-apa karena ayah tidak ada. Saya harus sukses dan mendapat pekerjaan supaya keluarga juga bahagia. Saya harus tunjukkan kalau saya bisa mereka salah kalau menganggap saya tidak bisa”.

(WwS2MH-100)

“……. Penting. Karena kehidupan itu masih berlanjut, kehidupan masih panjang jadi kita harus melakukan hal-hal yang membuat kita bahagia”.

(WwS2MH-102)

Perasaan optimis terhadap masa depan

Dalam merencanakan masa depannya sebagai seorang anak yatim, MH berusaha lewat bertekun dalam pendidikannya dan juga berdoa agar membuktikan kepada orang-orang yang memandang ia dengan sebelah mata bahwa dapat berhasil meskipun ia adalah anak yatim. MH yakin dengan masa depan yang sudah ia rencanakan karena ia akan menjalaninya dengan sungguh-sungguh.

“…… Saya ingin hidup sukses. Saya ingin orang-orang yang memandang saya sebelah mata karena saya anak yatim tau dan lihat kalau saya bisa. Saya harus berusaha untuk tidak dipandang sebelah mata”. (Ww2S2MH-32)

“……. Saya akan belajar dan tekun dalam pendidikan dan tidak lupa berdoa”. (Ww2S2MH-34)

“….... Yakin karena saya akan menjalani semua ini dengan sungguh-sungguh”. (Ww2S2MH-36)

(17)

Dari penjelasan di atas, meskipun tidak secara langsung, namun subjek dengan tegas dan optimis membicarankan tentang masa depan yang ia rencanakan demi membanggakan keluarganya. dalam menjalani tanggung jawab tersebut MH menemui kesulitan-kesulitan seperti harus bekerja namun tidak sesuai dengan usianya. Meskipun demikian, MH merasa bahagia menjali tanggung jawab tersebut karena merasa ia dapat diandalkan didalam keluarga.

Tanggung jawab

Tanggung jawab yang di emban oleh MH sebagai anak yatim adalah untuk menjadi kehormatan keluarga dan tanggung jawabnya bagi diri sendiri.

“…… Ada. Saya harus berusaha menjadi kehormatan keluarga dan bertanggung jawab atas diri sendiri “. (Ww2S2MH-10)

“…… Ada. Saya harus melakukan sesuatu yang belum sesuai dengan usia dan pengalaman saya. Saya banyak bekerja keras…… Pernah saya membantu tetangga saya yang sedang membangun rumah biar dapat uang. Saya disuruh angkat kayu atau batu dan itu sangat berat”.

(Ww2S2MH-18&20)

“…… Saya bahagia karena merasa bisa diandalakan oleh orang tua”.

(WwS2MH-22) 4). Faktor Eksternal

Peranan keluarga

Peranan keluarga tentunya menjadi suatu faktor yang penting bagi kehidupan MH dimana semua kerabatnya selalu hadir saat mereka butuhkan. Seperti membantu dalam kebutuhan ekonomi dan juga kebutuhan lainnya. MH merasa bahagia karena mendapatkan perhatian dari keluarganya.

(18)

“……. Ada. Mereka selalu membantu seperti memberikan uang untuk membeli baju atau sepatu, kadang dikasih makan. Kalau kami susah mereka selalu ada dan saling bantu”. (WwS2MH-88)

“…… Senang, karena ada perhatian dari keluarga”. (Ww2S2MH- 90)

Presepsi tentang kehidupan sosial budaya timor

Kehadiran lingkungan sosial dalam hal ini lingkungan sosial dalam budaya timor juga mempengaruhi kehidupan MH sebagai anak yatim. MH memandang orang timor sebagai orang-orang yang sopan dan juga menjunjung tinggi kekeluargaan. Keberadaan MH sebagai seorang anak yatim juga dapat diterima dalam kehidupan sosialnya. MH juga menggangap karena kebudayaan timor yang menjunjung tinggi budaya patriaki dimana laki-laki harus bekerja keras dalam hidup akhirnya membuat MH terbiasa dan belajar untuk menjadi sosok ayah juga karena kebudayaannya itu. MH juga mengaku selalu berusaha membangun hubungan sosial yang baik dengan sesamanya agar dapat saling membantu.

“…….. Menurut saya orang timor itu sopan, banyak yang baik dan juga sangat menjunjung tinggi kekeluargaan”. (Ww2S2MH-38)

“……. Menurut saya mereka menerima karena banyak sekali orang yang baik dan punya rasa empati yang tinggi”. (Ww2S2MH-40)

“…… Nah kan budaya timor sangat menjunjung tinggi budaya patriaki jadi saya belajar menjadi sosok ayah karena sudah ayah meninggal. (Ww2S2MH-44)

“……. Saya berusaha menunjukan sikap yang baik. Ada yang susah saya bantu supaya saat saya susah saya juga dibantu. (Ww2S2MH- 52)

2. Data Observasi a) Subjek I (RF)

(19)

Dalam mengumpulkan data, penulis tidak hanya melakukan teknik wawancara tetapi juga melakukan obeservasi. Observasi dilakukan pada saat wawancara berlangsung yaitu pada tanggal 06 agustus 2021. Pada saat wawancara di rumah subjek, subjek baru saja selesai mengikuti perkuliahan via online karena itu subjek masih mengenakan pakaian yang rapih yaitu setelan kain berwarna coklat muda. Saat wawancara berlangsung, subjek menjawab pertanyaan dengan baik.

Ketika menjawab pertanyaan kadang kala subjek menggerakkan tangannya saat bercerita, intonasi suara subjek menjadi pelan saat menceritakan perbedaan-perbedaan yang subjek alami saat menjalani kehidupannya sebagai anak yatim. Intonasi suara subjek cukup keras dan bersemangat saat subjek menceritakan tanggung jawab yang subjek lakukan serta masa depan yang subjek rancangkan. Selain itu, saat wawancara berlangsung, subjek terlihat sangat fokus dan selalu melakukan eye contact ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukkan oleh penulis.

b) Subjek II (MH)

Observasi terhadap subjek dilakukan pada saat wawacara pertama dan kedua dilakukan yaitu pada tanggal 13 agustus 2021 & 03 september 2021. Kedua wawancara dilakukan di rumah subjek. Saat wawancara pertama kali, subjek menggunakan setelan bola AC Milan berwarna merah hitam. Di banding dengan wawancara subjek 1, wawancara dengan subjek 2 pertama kali cukup singkat karena subjek sedang bersiap untuk mengikuti latihan sepak bola.

Ketika wawancara pertama dan kedua berlangsung, subjek menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti dengan cukup baik dan singkat sehingga peneliti harus memberikan pertanyaan-pertanyaan tambahan agar dapat memperjelas jawaban subjek. Berbeda dengan subjek 1, subjek ke 2 tidak selalu melakukan eye contac saat menjawab pertanyaan peneliti. Subjek juga terlihat menunduk dan memcubit-cubit kain celananya sat bercerita pengalamannya yang harus bertanggung jawab dan menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri tanpa kehadiran sosok ayah. Meskipun tidak terliat dari raut wajahnya, namun saat bercerita tentang kebahagiaannya saat berkumpul dengan keluarganya subjek menggunakan suara yang keras dan melakukan eye contac dengan penulis.

B. PEMBAHASAN

(20)

Dalam menjalani kehidupan, tentunya setiap individu memiliki konsep kebahagiaan yang berbeda-beda. Meskipun berbeda, konsep kebahagiaan setiap individu mengacu pada tujuan yang sama. Seligman (2002) menyatakan kebahagiaan sebagai perasaan positif yang mendorong timbulnya tindakan positif.

Hasil penelitian mengnai gambaran kebahagiaan pada remaja yatim yang hidup dalam budaya timor di kabupaten timor tengah selatan mengacu pada konsep kebahagiaan yang dikemukakan oleh Seligman (2002) yang terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti penyesuaian diri, penerimaan masa lalu, mendapatkan kasih sayang, kebahagiaan masa kini, perasaan optimis terhadap masa depan serta tanggung jawab. Faktor eksternal seperti memiliki kehidupan sosial yang baik.

1). Faktor internal

a. Penyesuaian diri

Penyesuaian diri adalah sebuah langkah yang dilakukan oleh kedua subjek dalam menjalani kehidupannya sebagai anak yatim.

Imania (2018) menyatakan penyesuaian diri yang baik akan meningkatkan kebahagiaan. Kedua sebjek mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik dimana S1 mengambil langkah penyesuaian diri dengan berusaha selalu mendengar perintah dan arahan dari orang tuanya, pada orang tuanya sedangkan S2 berusaha untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai langkah penyesuaian diri yang ia ambil.

b. Penerimaan masa lalu

Dalam faktor internal, aspek penerimaan masa lalu menjadi salah satu faktor utama bagi subjek dalam merasakan kebahagiaan.

Kebahagiaan dapat di rasakan ketika subjek mampu menerima keberadaan dirinya sebagai seorang anak yatim. Menurut Hurlock (1994) kebahagiaan tergantung pada sikap menerima dan menikmati apa yang sudah dimiliki, serta mempertahankan prestasi dan harapan. Kedua subjek sepenuhnya telah mampu menerima

(21)

keberadaan diri mereka sebagai anak yatim melalui proses dan dukungan ibu dan juga keluarganya. Hal tersebut ditunjukkan oleh kedua subjek dengan selalu berusaha bersikap positif.

c. Kasih sayang

Mendapatkan kasih sayang juga menjadi suatu faktor timbulnya perasaan bahagia. Pratiwi & Ahmad (2020) menyatakan semakin bayak kasih sayang yang didapatkan maka semakin banyak pula kebahagiaan yang dirasakan individu. Rasa kasih sayang, tentunya bisa didapatkan dari orang terdekat seperti orang tua.

Kedua subjek mengaku, setelah kepergian sang ayah, mereka menggantungkan kasih sayang pada ibu dan juga keluarganya.

Mendapatkan kasih sayang menjadi hal yang penting bagi kedua subjek karena dengan mendapatkan kasih sayang kedua subjek merasa dimiliki.

d. Kebahagiaan masa kini

Hal lain yang ditemukan dalam penelitian ini adalah adanya rasa bahagia yang muncul ketika berkumpul dan menghabiskan waktu bersama keluarga. Kedua subjek sama-sama merasakan kebahagiaan jika berkumpul dan menghabiskan waktu bersama keluarga mereka. Herbyati (2009) menyatakan suatu keluarga yang utuh, penuh dengan kasih sayang, berada dalam lingkungan yang tentram dan harmonis, memiliki fasilitas yang mencukupi, serta memiliki harapan yang sehat dapat menciptakan kebahagiaan bagi remaja. Kebahagiaan jugab menjadi hal yang penting bagi kedua subjek karena masing-masing dari mereka menjadikan kebahagiaan sebagai tujuan hidup dan juga menganggap bahwa dalam menjalani kehidupan kita harus melakukan hal-hal yang membuat kita bahagia.

e. Perasaan optimis terhadap masa depan

Adapun perasaan optimis terhadap masa depan yang juga ikut berperan dalam suatu kebahagiaan. Setiap individu tentunya

(22)

memiliki kesiapan tersendiri pada masa depannya. Kedua subjek meyakini masa depan mereka dengan berusaha mencapai pendidikan yang tinggi dan berupaya menjadi kebanggan bagi orang tua dan keluarganya serta membuktikan pada semua orang yang menganggap bahwa anak yatim tidak mampu dan tidak punya sesuatu untuk di banggakan. Tampak jelas bahwa kebahagiaan yang mereka tunjukan adalah melalui sikap optimis terhadap masa depan yang telah mereka tentukan. Seligman (2002) sikap optimisme dan harapan yang tinggi akan memberikan daya tahan yang baik dalam menghadapi depresi, serta kinerja dan kekuatan fisik yang lebih tinggi.

f. Tanggung jawab

Rasa tanggung jawab yang timbul pada remaja yatim di kabupaten TTS ini muncul karena kebiasaan dalam budaya timor dimana anak laki-laki akan bertanggung jawab menggantikan sosok ayah sebagai pelindung dan menjalankan berbagai tugas lainnya.

Meski tidak semua remaja yatim menjalankan tanggung jawabnya sebagai pengganti sosok ayah dengan membantu mencari nafkah atau tugas ayah lainnya tetapi, masing-masing dari mereka menjalankan tanggung jawab tertentu berdasarkan kebutuhan didalam keluarga. Sebagai contoh, hasil penelitian ini pada aspek tanggung jawab poin pertama, kedua subjek sama-sama menjalankan tanggung jawab sebagai sosok yang menjaga kehormatan keluarga dengan menunjukkan sikap dan tingkah laku yang baik namun, pada poin kedua S1 menjalankan tanggung jawab sebagai pemberi teladan dalam sikap dan tingkah laku yang baik bagi adiknya sedangkan S2 menjalankan tanggung jawab membantu ibunya dengan bekerja keras untuk memenuhi keinginannya sendiri.

2). Faktor Eksternal

a) Peranan keluarga

(23)

Kebahagiaa juga dapat dirasakan oleh remaja yatim dalam budaya timor di kabupaten TTS dengan membangun hubungan sosial dengan keluarga. Elfida (2014) menyatakan kebahagiaan remaja juga bisa didapatkan melalui orang terdekat. Berdasarkan hasil penelitian, setelah ditinggal sosok ayah kedua subjek tidak saja mendapat perhatian dari ibu dan saudaranya tetapi juga perhatian dari keluarga besar. S1 mengaku mendapatkan perhatian dan sosok pengganti ayah dari saudara laki-lakinya berupa didikan dan arahan, sedangkan, S2 merasa keluarganya selalu ada saat dibutuhkan seperti menerima bantuan ekonomi (uang,sepatu,baju dan lain-lain).

b) Presepsi tentang kehidupan sosial budaya timor

Selain hubungan sosial dengan keluarga, hubungan sosial dengan masyarakat juga menjadi salah satu faktor kebahagiaan bagi remaja yatim di kabupaten TTS. Kedua subjek merasa relasi yang di bangun dalam kebudayaan timor di kabupaten TTS ini sangat menjunjung tinggi kekeluargaan dan tidak mendapat perlakukan diskriminasi. Kedua subjek berusaha untuk membangun relasi sosial yang baik pada lingkungan sosial masing-masing dengan saling menghargai dan tidak merugikan orang lain.Menurut Angela (2020) relasi sosial yang positif, menikmati waktu yang ada, serta mendapatkan penghargaan dapat menjadi faktor utama bagi kebahagiaan remaja.

Hal lain yang didapatkan melalui hasil penelitian adalah S1 merasa kebudayaan timor mengajarkannya untuk tumbuh sebagai seorang yang sangat menghargai orang lain, sedangkan S2 merasa kebudayaan timor yang menjunjung tinggi budaya patriaki mengajarakn dia untuk bertanggung jawab sebagai seorang anak yatim.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran Example Non-Example terhadap tingkat keaktifan siswa serta hasil belajar

f. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 62 tahun 2015 tentang Pedoman Pengelolaan dan Penyaluran Batuan Pemerintah Lingkup Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2016, Bab IV

Dengan demikian, tenaga kerja terdidik akan lebih sesuai dengan proses karir yang berorientasi eksternal karena individu tersebut akan semakin terpenuhi kebutuhan

Buku ini kami susun berdasarkan laporan tahunan, laporan triwulan, laporan bulanan dan sumber-sumber lainnya (updating data potensi dan permasalahan kawasan TNGHS,

Hasil uji statistik t untuk kondisi pertama (EratingA) yaitu pengambilan keputusan etis bila dilema etis dihadapi oleh orang lain pada kelompok Mahasiswa S1 Akuntansi

Dengan banyaknya permintaan dari kecamatan tersebut sehingga Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang kesulitan dalam memutuskan kecamatan mana yang lebih

Kebijakan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Bapak Eko Putro Sandjojo yaitu ada 4 Program Prioritas salah satunya adalah Badan Usaha Milik

Pada bagian belakang kemasan terdapat lambang/ikon yang menjelaskan keunggulan produk kepada konsumen, diantaranya yaitu logo Chocodot yang menunjukan nama merek