• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan yang Melayani (The Servant Leadership) di Sekolah Menengah Tingkat Atas Swasta Kota Salatiga T2 942014705 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan yang Melayani (The Servant Leadership) di Sekolah Menengah Tingkat Atas Swasta Kota Salatiga T2 942014705 BAB II"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

9

2.1. Kepemimpinan

2.1.1. Definisi Kepemimpinan

Hal kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulainya sejarah manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok untuk mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan seseorang atau beberapa orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan daripada yang lain, terlepas dalam bentuk apa kelompok manusia tersebut dibentuk. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena manusia selalu mempunyai keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu (Astohar, 2012).

(2)

kepemimpinan adalah kegiatan untuk memepengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi prilaku manusia baik perorangan maupun kelompok.”

Senada dengan pernyataan diatas Garry Yukl (2010) juga menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju tentang apa yang perlu dikerjakan dan bagaimana tugas itu dapat dilakukan secara efektif, dan proses memfasilitasi usaha individu dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Demikian halnya dengan Harold Koontz dan Cyrill O’Donnellc dalam Soekarso (2010) yang menyatakan bahwa kepemimpinan adalah seni membujuk bawahan untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan mereka dengan semangat keyakinan (Leadership is the art of including subordinates to accomplish their assignment

with zeal and confidence).

(3)

Karena itu kepemimpinan dapat dipahami oleh peneliti sebagai kemampuan mempengaruhi bawahan agar terbentuk kerjasama didalam kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Sehingga ketika orang-orang yang menjadi pengikut atau bawahan dapat dipengaruhi oleh kekuatan kepemimpinan yang dimiliki oleh atasan maka mereka akan mau mengikuti kehendak pimpinannya dengan sadar, rela, dan sepenuh hati.

2.1.2. Teori Kepemimpinan

Dalam salah satu pernyataan yang ada di https://teorionline.wordpress.com dinyatakan bahwa dalam perkembangannya, studi tentang kepemimpinan berkembang sejalan dengan kemajuan zaman yang dikategorikan Yukl (2005) menjadi lima pendekatan yaitu : (1) pendekatan ciri, (2) pendekatan perilaku; (3) pendekatan kekuatan – pengaruh; (4) pendekaan situasional; dan (5) pendekatan integratif.

(4)

Pemahaman-pemahaman dalam teori ini sebagian besar bersandar pada pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh Thomas Charly di abad 19 yang pernah menyatakan bahwa sejarah dunia sesungguhnya tidak ada melainkan sejarah hidup orang-orang besar. Menurutnya, seorang-orang pemimpin besar akan lahir saat dibutuhkan sehingga para pemimpin ini tidak bisa diciptakan.

Selanjutnya menurut Henry dalam tulisannya di https://teorionline.wordpress.com menyatakan bahwa dalam perkembangan studi kepemimpinan muncul Teori Sifat (Trait Theory), sesuai dengan namanya maka teori ini mengemukakan bahwa efektivitas kepemimpinan sangat tergantung pada kehebatan karakter pemimpin. “Trait” atau sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian, keunggulan fisik dan kemampuan sosial. Penganut teori ini yakin dengan memiliki keunggulan karakter di atas, maka seseorang akan memiliki kualitas kepemimpinan yang baik dan dapat menjadi pemimpin yang efektif. Karakter yang harus dimiliki oleh seseorang menurut Judith R. Gordon mencakup kemampuan yang istimewa dalam (1) Kemampuan Intelektual (2) Kematangan Pribadi (3) Pendidikan (4) Status Sosial dan Ekonomi (5) “Human Relations” (6) Motivasi Intrinsik dan (7) Dorongan untuk maju (achievement drive).

(5)

perilaku seorang pemimpin sebagai cara untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan sehingga muncullah Teori Perilaku (The Behavioral Theory). Fokus pembahasan teori kepemimpinan pada periode ini beralih dari siapa yang memiliki kemampuan memimpin ke bagaimana perilaku seseorang untuk memimpin secara efektif (https://teorionline.wordpress.com).

Dalam rangka penyempurnaan dan kekurangan teori-teori sebelumnya dalam meramalkan kepemimpinan yang paling efektif maka studi kepemimpinan terus dilanjutkan sehingga muncul teori situasional. Dalam “situational theory” pemimpin yang efektif akan melakukan diagnose situasi, memilih gaya kepemimpinan yang efektif dan menerapkannya secara tepat. Seorang pemimpin yang efektif dalam teori ini harus bisa memahami dinamika situasi dan menyesuaikan kemampuannya dengan dinamika situasi yang ada. Empat dimensi situasi yakni kemampuan manajerial, karakter organisasi, karakter pekerjaan dan karakter pekerja. Keempatnya secara dinamis akan memberikan pengaruh terhadap efektivitas kepemimpinan seseorang(https://teorionline.wordpress.com).

(6)

kepemimpinan dengan menyarankan bahwa kepemimpinan yang efektif mempergunakan dominasi, memiliki keyakinan diri, mempengaruhi dan menampilkan moralitas yang tinggi untuk meningkatkan kadar kharismatiknya (Ivancevich, dkk, 2008). Dengan mengandalkan kharisma, seorang pemimpin yang “transformational” selalu menantang bawahannya untuk melahirkan karya-karya yang istimewa. Langkah yang dilaksanakan pada umumnya adalah dengan membicarakan dengan pengikutnya, bagaimana sangat pentingnya kinerja mereka, bagaimana bangga dan yakinnya mereka sebagai anggota kelompok dan bagaimana istimewanya kelompok sehingga dapat menghasilkan karya yang inovatif serta luar biasa.

(7)

Kepemimpinan transaksional dan transformasional pada awalnya dikembangkan oleh Bass (1985) bertolak dari pendapat Maslow tentang tingkatan kebutuhan manusia. Menurut teori hierarki kebutuhan tersebut, kebutuhan bawahan lebih rendah seperti kebutuhan fisik, rasa aman dan pengharapan dapat terpenuhi dengan baik melalui penerapan kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transformasional ini dianggap sebagai model yang terbaik dalam menjelaskan karakteristik pemimpin. Konsep kepemimpinan transformasional mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan watak, gaya dan kontingensi.

2.2. Derajat Kepemimpinan yang melayani

Konsep kepemimpinan yang melayani adalah mengubah pendekatan kepemimpinan secara evolusioner dan pribadi. Konsep ini bukanlah suatu perbaikan serba cepat atas persoalan-persoalan yang dihadapi pemimpin. Kepemimpinan pelayan menggunakan pendekatan mendasar dan bersifat jangka panjang, yang pada akhirnya akan memberikan perubahan secara menyeluruh pada kehidupan personal dan profesional pegawai (Astohar, 2012).

(8)

menyebutkan bahwa kepemimpinan yang melayani adalah suatu kepemimpinan yang berawal dari perasaan tulus yang timbul dari dalam hati yang berkehendak untuk melayani, yaitu untuk menjadi pihak pertama yang melayani. Pilihan yang berasal dari suara hati itu kemudian menghadirkan hasrat untuk menjadi pemimpin. Perbedaan manifestasi dalam hal melayani yang diberikan, pertama adalah memastikan bahwa kebutuhan pihak lain dapat dipenuhi, yaitu menjadikan mereka sebagai orang-orang yang lebih dewasa, sehat, bebas, dan otonom, yang pada akhirnya dapat menjadi pemimpin yang melayani berikutnya.

Sejalan dengan hal itu Neuschel dalam Aorora (2009) menyatakan pemimpin yang melayani adalah orang dengan rasa kemanusiaan yang tinggi. Bukan nasib pemimpin untuk dilayani, tetapi adalah hak istimewanya untuk melayani. Harus ada sejumlah elemen atau pemahaman tentang hidup dalam kepemimpinan berkualitas tinggi karena tanpa karakter pemimpin yang melayani ini, kepemimpinan dapat tampak menjadi-dan sebenarnya menjadi-termotivasi untuk melayani diri sendiri dan mementingkan kepentingannya sendiri.

Banyak pakar membandingkan servant leadership

dengan bentuk gaya kepemimpinan yang lain. Diantaranya adalah Bass (2000) dalam diskusinya tentang

(9)

yang lain menyatakan bahwa terdapat banyak kesamaan

servant leadership dengan transformational leadership. Kesamaan tersebut terkait dengan karakteristik vision, influence, credibility, trust, dan service. Polly (2002) juga membuat perbandingan servant leadership dengan tiga paradigma kepemimpinan yang sebelumnya, yaitu pendekatan trait, behavioral, dan contingency. Polley menyatakan bahwa servant leadership sangat dekat kesamaannya dengan transformational leadership. Karakteristik utama yang membedakan antara kepemimpinan yang melayani dengan model kepemimpinan lainnya adalah keinginan untuk melayani hadir sebelum adanya keinginan untuk memimpin. Selanjutnya mereka yang memiliki kualitas kepemimpinan akan menjadi pemimpin, sebab itulah cara yang paling efektif untuk melayani (Spears dalam Lantu, 2007).

(10)

memberikan yang terbaik dan bekerja keras. Panggilan hidup adalah alasan mengapa seseorang dilahirkan (Lantu, Pesiwarissa, & Rumahorbo, 2007).

Para peneliti mengindikasikan bahwa sebenarnya pemimpin yang melayani dapat dibentuk atau diciptakan (nurture) lewat berbagi pelatihan dan pengalaman dalam kurun waktu tertentu di masa hidupnya. Lantu, Pesiwarissa, & Rumahorbo (2007), mengatakan: “seorang pemimpin yang bukanlah seorang yang telah dilahirkan untuk itu, tetapi diperlukan kerja keras dan lingkungan yang tepat untuk dapat belajar serta bertumbuh menjadi pemimpin yang efektif”. Artinya perilaku kepribadian itu dapat dipelajari dan terus dikembangkan dengan tekad yang kuat.

Uraian-uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa

(11)

merupakan hal utama dan mendorong hubungan yang baik dengan mengembangkan atmosfer dignity dan respect, membangun komunitas dan kerja tim, dan mendengarkan rekan dan karyawan.

Dr. Jim Laub (1999) telah meneliti karakteristik mengenai kepemimpinan yang melayani dengan tujuan menghasilkan alat pengukuran yang valid dalam menilai kepemimpinan yang melayani di setiap organisasi. Ada enam hal penting yang merupakan konstruksi utama dalam menggambarkan perilaku kepemimpinan yang melayani.

(12)

Value people dapat diterapkan melalui kemampuan untuk memahami, mengalami perasaan anggota, dari mana anggota itu berasal (George, 2002), dan kemampuan untuk melepaskan rasa bersalah anggota terhadap kesalahan yang dibuat di dalam pekerjaannya serta tidak trauma dengan kesalahan yang sama (McCullough, Hight, & Rachal, 1998). Value people mencakup unsur perspektif yang diadopsi dari ilmu psikologis, yakni: membuat semua anggota merasa diterima, adanya kasih, dan rasa memaafkan atas kepedulian terhadap pelanggaran atau kesalahan yang dibuat anggota terlebih lagi anggota tidak merasa ditolak.

Selanjutnya pemimpin yang melayani juga harus memiliki karakteristik Develop People dengan memberikan kesempatan kepada pengikut untuk belajar dan berkembang, dengan menjadi teladan terhadap perilaku yang diinginkan, mengembangkan orang lain dengan cara mendorong, mendukung, dan melayaninya. Develop people

(13)

1999). Senada dengan pernyataan tersebut Lantu (2007) mengungkapkan bahwa fokus utama dari kepemimpinan yang melayani adalah bagaimana mengembangkan karyawan bukan untuk mementingkan diri sendiri. Dengan memprioritaskan pengembangan karyawan sebagai hal yang utama secara tidak langsung pemimpin mengarahkan menuju keberhasilan jangka panjang. Hal itu dapat dilakukan dengan cara memberikan pelatihan dengan tujuan meningkatkan profesionalitas dan kompetensi karyawan, baik yang bersifat hard skills maupun soft skills

juga etos kerja yang dibutuhkan agar berhasil sebagai pekerja maupun dalam kehidupan pribadi. Memberikan teladan atau peraturan tertentu yang bertujuan meningkatkan disiplin diri, profesionalitas, serta integritas karyawan.

(14)

besar dan untuk melayani bukan sebatas kontrol dan kepentingan diri sendiri saja (Spears, 1995). Pemimpin yang melayani harus bertindak tidak hanya sebagai pengasuh, tetapi juga sebagai panutan bagi anggota. Dengan menetapkan contoh yang tepat, pemimpin yang melayani dapat merangsang anggota untuk bertindak demi kepentingan umum. Menurut Spears (1995) pemimpin yang melayani berusaha membangun suatu hubungan yang erat sebagaimana layaknya sebuah keluarga diantara sesama anggota yang bekerja dalam organisasi. Kepemimpinan yang melayani menyatakan bahwa komunitas yang sesungguhnya dapat juga diciptakan di lingkungan dan lembaga lainnya.

Karakteristik selanjutnya yang juga sangat penting adalah Display Authenticity dengan bertanggung jawab dan terbuka kepada orang lain, memiliki keinginan yang kuat untuk belajar dari orang lain, bersedia menerima kritikan, mempertahankan integritas dan sifat dapat dipercaya.

Authenticity berkaitan erat dengan ungkapan “true self”, bagaimana seorang pemimpin yang melayani mengekspersikan diri dengan cara yang konsisten dalam hal pikiran dan perasaaan (Harter, 2002). Authenticity

tentang seorang pemimpin yang melayani bersikap jujur terhadap diri sendiri dan komitmen untuk melayani anggota (Paterson & Seligman, 2004). Selain itu Authenticity

(15)

tanggung jawab dan melakukannya dengan kerelaan hati merupakan ciri penting lainnya yang mendasar bagi seorang pemimpin yang melayani. Sejalan dengan hal tersebut Oswald Sanders dalam bukunya “Kepemimpinan Rohani” mengutip beberapa peraturan yang ditulis dalam buku Life of Robert E.Spears, sebagai pedoman hidup pemimpin yang melayani, yang memikul tanggung jawab yang besar.

Provide Leadership merupakan karakteristik ke lima yang dapat diwujudkan dengan memberikan perspektif masa depan kepada para pengikut, memprakarsai dan mengambil inisiatif, mengklarifikasikan tujuan-tujuan yang sesuai. Memprakarsai merupakan satu fungsi penting dalam jabatan seorang pemimpin. Beberapa orang mempunyai lebih banyak karunia untuk memelihara hasil yang telah dicapai daripada memprakarsai usaha-usaha yang baru; lebih banyak karunia untuk menjaga ketertiban daripada untuk membangkitkan semangat. Lantu (2007) mengatakan bahwa seorang pemimpin sejati harus memiliki keberanian maupun penglihatan. Ia harus menjadi seorang perintis dan bukan hanya orang yang memelihara. Memastikan agar anggota memahami apa yang pemimpin yang melayani harapkan dari anggota, yang bermanfaat bagi anggota dan organisasi atau perusahaan (Laub, 1999).

Terakhir adalah karakteristik Share Leadership

(16)

melepaskan pengendalian kepada pengikut, memiliki sikap rendah hati, berbagi status dan mempromosikan orang lain. Karakteristik dasar pemimpin yang melayani adalah sifat rendah hati yang dimilikinya. Share leadership

(17)

mempercayakan kekuasaan kepada pihak lain dan kemudian menyatakannya.

Selanjutnya peneliti akan menggunakan enam karakteristik kepemimpinan yang melayani diatas untuk meneliti derajat pelaksanaan kepemimpinan yang melayani. Derajat pelaksanaan yang dimaksud adalah seberapa tinggi tingkat pelaksanaan kepemimpinan yang melayani di sekolah menengah tingkat atas swasta kota Salatiga.

2.3. Kajian Riset Terdahulu

Terkait dengan penelitian ini, telah ada beberapa penelitian yang terdahulu, yaitu :

1. Penelitian oleh Aorora (2009) tentang model Servant Leadership di IPB Bogor yang melibatkan responden yang bekerja di IPB memperlihatkan penerapan sepuluh karakteristik servant leadership dalam gaya kepemimpinan di IPB. Hasilnya menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan di IPB baru menerapkan lima dari sepuluh karakteristik servant leadership yaitu: empati, menyembuhkan, persuasif, melayani dan membangun komunitas.

2. Pengukuran Servant Leadership Sebagai Alternatif Kepemimpinan Di Institusi Pendidikan Tinggi Pada masa Perubahan Organisasi oleh Seger Handoyo (2010) di Universitas Airlangga Surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji tingkat penting perilaku yang menunjukkan moral tinggi (virtue) dalam

(18)

servant leadership. Hasil penelitian menemukan bahwa servant leadership dapat menjadi alternatif kepemimpinan di pendidikan tinggi untuk melakukan perubahan organisasi dengan berhasil. Penelitian juga membuktikan bahwa servant leadership

merupakan konstruk yang unidimensional. Semua dimensi dalam Servant Leadership penting untuk diterapkan.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Maria Merry Marianti (2012) berjudul Model Kepemimpinan Melayani (servant Leadership) Pada Perguruan Tinggi Katolik Di Indonesia. Penelitian ini berusaha mengetahui karakteristik Kepemimpinan Melayani yang dianggap penting oleh para Dosen Tetap pada Perguruan Tinggi Ekonomi Katolik yang ada di Indonesia. Model Kepemimpinan Melayani yang dibuat penulis, terdiri dari 3 dimensi, 18 faktor, dan 69 indikator variabel. Berdasarkan hasil Analisis dapat disimpulkan bahwa (1) Dimensi Karakter Pernimpin Melayani, (2) Dimensi Perilaku Pemimpin Melayani Yang Berorientasi Pada Pekerjaan. dan (3) Dimensi Perilaku Pemimpin Melayani yang Berorientasi Pada Manusia, adalah dimensi yang mampu merefleksikan konstruk Kepemimpinan Melayani. Dimensi Kepemimpinan Melayani dianggap sangat penting untuk dilakukan. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Mahembe and

(19)

Behavior and Team Effectiveness menyatakan bahwa

Servant leadership berpengaruh secara signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) terbukti (diterima). Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk melakukan analisis terhadap hubungan yang ada antara kepemimpinan pelayanan, Organizational Citizenship Behavior dan efektivitas tim sekolah. Dalam penelitiannya yang berkaitan dengan Servant leadership menyatakan bahwa ada hubungan positif dan signifikan yang ditemukan antara kepemimpinan pelayanan dan OCB.

5. Barry Foster (2000) dalam desertasinya yang berjudul

Barriers to Servant Leadership: Perceived

Organizational Elements that Impede Servant Leader

Effectiveness, menemukan ada enam faktor yang dapat menghambat keberhasilan praktik kepemimpinan pelayan disebuah organisasi. Enam faktor itu adalah sebagai berikut:

- Rasa tidak percaya dan ekspektasi yang tidak realistis.

- Konflik terhadap model kepemimpian yang ada sebelumnya.

- Tidak ada atau lemahnya kerjasama tim.

- Konflik terhadap keinginan untuk melayani diri sendiri dan sistem penghargaan yang ada.

(20)

- Proses pembelajaran dan pengembangan tidak berjalan baik.

2.4. Kerangka Pikir Penelitian

Kepemimpinan yang melayani (Servant Leadership)

Enam karakteristik :

1. Value people 2. Develop people 3. Build Community 4. Display

5. Provide Leadership 6. Share Leadership

Derajat pelaksanaan

Servant Leadership Persepsi

Guru dan

karyaw an

Refleksi jenis kepemimpinan terbaik

Beberapa sekolah SM A sw asta di berbagai daerah mulai ditinggalkan masyarakat

Sangat tinggi

/ tinggi Sangat rendah

/ rendah

- Suasana kerja kondusif - Guru & karyaw an bert umbuh

- Sisw a, orangt ua, dan masyarakat merasa puas

- Sekolah berkembang baik/ maju - Suasana kerja t idak kondusif

- Guru & karyaw an sulit bert um buh

- Sisw a, orangt ua, dan masyarakat merasa kecew a

(21)

Berdasarkan kerangka pikir diatas maka dapat dijelaskan bahwa karakteristik ideal dalam konsep Servant Leadership akan dilihat derajat pelaksanaannya dalam kepemimpinan kepala sekolah berdasarkan persepsi guru dan karyawan. Hal ini didasarkan bahwa persepsi guru dan karyawan menjadi relevan dalam hal menilai karakteristik kepemimpinan kepala sekolah karena salah satu refleksi dari kepemimpinan adalah dari orang-orang yang dipimpinnya.

(22)

Referensi

Dokumen terkait

Dari pendapat tersebut telah jelas bahwa tujuan dari mengamati adalah untuk mengetahui apa-apa yang terdapat pada suatu objek, dengan kata lain kegiatan mengamati

[r]

Penelitian terdahulu telah melakukan uji validasi silang terhadap teknik skinfold pada populasi Cina dan menyimpulkan bahwa untuk memprediksi persentase lemak badan wanita

[r]

[r]

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH DIMENSI

Mata bor helix kecil ( Low helix drills ) : mata bor dengan sudut helix lebih kecil dari ukuran normal berguna untuk mencegah pahat bor terangkat ke atas

− Prototipe sistem SDR skala lab dengan frekuensi maksimal RF 50 MHz dengan daya RF kurang dari 1 mW menggunakan daughterboard Basic Tx-Rx dapat dikembangkan untuk sebuah