• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh rasio ekstrak temulawak polietilen glikol (PEG) 4000 dalam sistem dispersi padat dengan metode pelelehan pelarutan terhadap disolusi kurkumin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh rasio ekstrak temulawak polietilen glikol (PEG) 4000 dalam sistem dispersi padat dengan metode pelelehan pelarutan terhadap disolusi kurkumin"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH RASIO EKSTRAK TEMULAWAK / POLIETILEN GLIKOL (PEG) 4000 DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN METODE

PELELEHAN-PELARUTAN TERHADAP DISOLUSI KURKUMIN HALAMAN JUDUL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Dendi Putro Anggomantio NIM: 138114082

HALAMAN JUDUL

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan untuk:

Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas izin dan karuniaNyalah maka skripsi dapat dibuat dan selesai pada waktunya

Bapak Haryo Tri Anggono, ayah saya yang selalu memberikan semangat

Ibu Atik Yuniarsih, Ibu yang selalu memberikan kasih sayangnya kepada saya

Faradilla Novita Anggreini, kakak yang selalu memberikan ilmu dan waktu untuk saya

Sahabat-sahabat yang telah memberikan saya semangat dan dukungan

(5)

v

(6)
(7)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, rahmat, kasih karunia dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul “PENGARUH RASIO EKSTRAK TEMULAWAK / POLIETILEN GLIKOL (PEG) 4000 DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN METODE PELELEHAN-PELARUTAN TERHADAP DISOLUSI KURKUMIN” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Aris Widayati, M. Sc., Ph. D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2. Dr. Dewi Setyaningsih, M. Sc., Apt. selaku dosen pembimbing atas segala kesabaran dalam membimbing, memberi masukan, saran dan motivasi kepada penulis.

3. Dr. Dewi Setyaningsih, M. Sc., Apt. atas pembiayaan proyek penelitian ini sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. 4. Beti Pudyastuti, M. Sc., Apt. selaku dosen penguji skripsi yang telah

memberikan saran dan masukan yang membangun untuk penelitian ini. 5. Dr. Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt.selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun untuk penelitian ini.

6. Dr.rer.nat. Yosi Bayu Murti, M.Si., Apt. atas bantuan pemberian baku kurkumin yang digunakan dalam penelitian ini.

7. Bapak Bimo, Bapak Musrifin dan Bapak Wagiran selaku laboran atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan selama penelitian.

(8)

viii

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sehingga dapat membuat karya ini menjadi lebih baik. Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, 7 Juni 2017

(9)

ix

PENGARUH RASIO EKSTRAK TEMULAWAK / POLIETILEN GLIKOL (PEG) 4000 DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN METODE

PELELEHAN-PELARUTAN TERHADAP DISOLUSI KURKUMIN

Dendi Putro Anggomantio

Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma, Kampus III Paingan, Maguwoharjo. Depok, Sleman, Yogyakarta, Indonesia 55282

Telp. (0274) 883037, Fax. (0274) 886529 dnd.dendi@gmail.com

ABSTRAK

Kurkumin merupakan salah satu kandungan aktif di dalam rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) yang memiliki berbagai macam aktivitas yaitu aktivitas antioksidan, anti-inflamasi, dan antimikroba. Kurkumin termasuk obat kelas II dalam Biopharmaceutics Classification System (BCS) di mana kurkumin memiliki sifat permeabilitas yang tinggi tetapi kurang larut dalam air sehingga kelarutan merupakan penentu utama dari bioavaibilitas oral kurkumin. Dispersi padat merupakan salah satu metode yang dapat meningkatkan disolusi obat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh rasio ekstrak temulawak / polietilen glikol (PEG) 4000 terhadap disolusi kurkumin.

Dispersi padat dibuat dengan metode pelelehan-pelarutan dengan pembawa yang digunakan adalah polietilen glikol (PEG) 4000. Uji yang dilakukan pada penelitian ini meliputi uji kelarutan, uji drug load, dan uji disolusi. Pengukuran kadar kurkumin diukur menggunakan spektrofotometer Uv-Vis.

Dispersi padat ekstrak temulawak-PEG 4000 dibuat variasi dalam pembuatannya yaitu 1:2, 1:4, dan 1:9. Hasil uji kelarutan menunjukkan adanya peningkatan pada dispersi padat sebesar 2x lipat dibandingkan dengan campuran fisik. Pada hasil uji disolusi terdapat perbedaan signifikan pada nilai DE120 di mana nilai DE120 pada semua dispersi padat lebih tinggi dibandingkan campuran fisiknya. Pada dispersi padat dengan rasio ekstrak temulawak-PEG 4000 (1:9) didapatkan nilai DE120 yang paling tinggi yaitu 96,21±2,01%.

(10)

x

DISSOLUTION OF CURCUMIN BASED ON THE RATIO OF TEMULAWAK EXTRACT / POLYETHYLENE GLYCOL (PEG) 4000 IN

SOLID DISPERSION SYSTEM WITH MELTING-SOLVENT METHOD

Dendi Putro Anggomantio

Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma, Kampus III Paingan, Maguwoharjo. Depok, Sleman, Yogyakarta, Indonesia 55282

Telp. (0274) 883037, Fax. (0274) 886529 dnd.dendi@gmail.com

ABSTRACT

Curcumin is one of the active substances in Curcuma Javanica (Curcuma xanthorriza Roxb.) which has various activities such as antioxidant, anti-inflammatory, and antimicrobial activity. Curcumin is a class II drugs in Biopharmaceutics Classification System (BCS) where curcumin has high permeability properties but less water solubility, therefore solubility is the main determinant of curcumin oral bioavaibility. Solid dispersion is one of the methods to improve drug dissolution. The aim of this study is to determine the effect of ratio temulawak extract / polyethylene glycol (PEG) 4000 to curcumin dissolution.

The solid dispersion was prepared by melting-solvent method with the carrier used was polyethylene glycol (PEG) 4000. The solubility test, drug load, and dissolution test were conducted in this study. Curcumin levels was measured using a Uv-Vis spectrophotometer.

Solid dispersion of temulawak extract-PEG 4000 was made with variation ratio 1:2, 1:4, and 1:9. The solubility test results showed an increase in solid dispersion by 2 times as compared with physical mixture. In the dissolution test results, there was a significant difference in DE120 which the DE120 in all solid dispersions was higher than the physical mixture. The solid dispersion of temulawak extract-PEG 4000 with ratio 1:9 has obtained the highest DE120 (96.21 ± 2.01%).

(11)

xi

Pembuatan Kurva Baku Kurkumin ... 3

Pembuatan Dispersi Padat Ekstrak Temulawak-Polietilen Glikol 4000 ... 4

Pembuatan Campuran Fisik Ekstrak Temulawak-Polietilen Glikol 4000 ... 4

Uji Drug Load ... 5

Pengujian Drug Load Dispersi Padat dan Campuran Fisik ... 8

Pengujian Kelarutan Dispersi Padat dan Campuran Fisik ... 9

Pengujian Disolusi Dispersi Padat dan Campuran Fisik ... 10

KESIMPULAN... ... 13

SARAN... ... 14

DAFTAR PUSTAKA ... 15

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kurva Absorbansi Vs Konsentrasi (µg/mL) ... 7 Gambar 2. Perbandingan Hasil Uji Kelarutan Dispersi Padat dan Campuran Fisik

(n=3) ... 9 Gambar 3. (A) Persen Terdisolusi Vs Waktu Rasio 1:2 (n=3), (B) Persen

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) Curcuma xanthorrhiza ... 17

Lampiran 2. Penentuan panjang gelombang maksimum ... 18

Lampiran 3. Hasil verifikasi metode analisis pada pelarut medium disolusi ... 22

Lampiran 4. Kurva baku dan Summary output regression untuk metanol ... 24

Lampiran 5. Perhitungan bahan dalam pembuatan dispersi padat dan campuran fisik masing-masing rasio ... 24

Lampiran 6. Pembuatan dispersi padat ... 25

Lampiran 7. Pembuatan campuran fisik... 25

Lampiran 8. Statistika uji kelarutan ... 26

Lampiran 9. Uji disolusi ... 28

Lampiran 10. Statistika uji disolusi – perbedaan campuran fisik dengan dispersi padat pada DE120 ... 30

Lampiran 11. Statistika uji disolusi – perbedaan antar rasio dispersi padat pada DE120 ... 32

Lampiran 12. Pembuatan dispersi padat ... 33

Lampiran 13. Dokumentasi uji kelarutan ... 33

Lampiran 14. Dokumentasi uji drug load ... 34

(15)

1 PENDAHULUAN

Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) merupakan tanaman asli Indonesia yang memiliki nama lain Curcuma javanica. Rimpang temulawak termasuk dalam famili Zingiberaceae yang sering digunakan dalam pengobatan berbagai penyakit (Rahardjo, 2010). Xanthorrhizol dan kurkumin merupakan senyawa yang terkandung di dalam rimpang temulawak (HMPC, 2012). Kurkumin memiliki berbagai macam aktivitas farmakologis antara lain aktivitas antioksidan, anti-inflamasi, dan antimikroba (Anand et al., 2008). Menurut Strimpakos and Sharma (2008), Kurkumin telah ditetapkan aman oleh Food and Drug Administration (FDA).

Kurkumin digolongkan sebagai obat kelas II menurut Biopharmsaceutics Classification System (BCS). Obat-obatan yang tergolong dalam BCS kelas II merupakan obat yang memiliki sifat kurang larut dalam air tetapi memiliki permeabilitas membran yang tinggi. Kelarutan dari obat BCS kelas II yang rendah dalam air menyebabkan bioavailabilitas oral dari obat golongan ini rendah (Wan et al., 2012). Beberapa penelitian menunjukkan bioavailabilitas oral kurkumin yang rendah meskipun pada pemberian dosis besar (hingga 8 gram per hari) (Suresh et al., 2013).

(16)

2

jumlah kristal dari obat dan merubahnya kebentuk amorf (Mogal et al., 2012) dan memungkinkan untuk dapat di scale up (Leuner and Dressman, 2000).

Pembawa dalam dispersi padat memiliki peran penting. Polietilen glikol (PEG) merupakan polimer yang secara luas digunakan sebagai pembawa dalam pembuatan dispersi padat dikarenakan PEG memiliki titik leleh yang rendah, memiliki tingkat solidifikasi yang cepat, toksisitas yang rendah dan biaya yang rendah (Bley et al., 2010).

Pembuatan dispersi padat dapat dilakukan dengan metode pelelehan, metode pelarutan, maupun metode pelarutan. Metode pelelehan-pelarutan dibuat dengan cara melarutkan terlebih dahulu obat dengan pelarut yang sesuai dan kemudian larutan tersebut dicampurkan ke dalam matriks yang telah dilelehkan (Chiou and Riegelmant, 1971). Metode pelelehan-pelarutan merupakan metode yang dapat digunakan untuk menghindari kerugian dari kedua metode lainnya, di mana pada metode pelarutan membutuhkan pelarut organik dalam jumlah yang besar (Serajuddin, 1999), sedangkan pada metode pelelehan ketidakcampuran antara obat dengan pembawa dapat terjadi akibat tingginya viskositas dari pembawa polimer yang meleleh (Huq, 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Najmuddin et al. (2010), menunjukkan adanya peningkatan disolusi dari dispersi padat ketoconazole dengan pembawa PEG 4000 dengan rasio 1:1. Setelah uji disolusi selama 80 menit, terjadi pelepasan ketoconazole sebesar 89,86% dengan menggunakan pembawa PEG 4000 sedangkan hanya 40,61% dari ketoconazole murni yang mengalami pelepasan selama 80 menit.

Penelitian lain yang dilakakukan Prasanthi et al. (2010), menunjukkan adanya peningkatan hasil disolusi dispersi padat lacidipine dengan semakin besarnya jumlah pembawa yang digunakan. Dispersi padat lacidipine di buat dengan pembawa PEG 4000 pada rasio 1:2, 1:4, dan 1:9 dengan nilai DE30 yang didapatkan berturut-turut sebesar 59±1,35%, 72±1,03%, dan 81±0,96%.

(17)

3

ini adalah rasio ekstrak temulawak dan PEG 4000, variabel tergantung pada penelitian ini adalah kelarutan, drug load, dan dissolution efficiency (DE).

METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas (Iwaki), timbangan analitik (Mettler Toledo), hotplate magnetic stirrer (Wilten & Co), mortir dan stamper, ayakan nomor mesh 50, dry box (DB 38-28), dissolution tester tipe dayung (Guoming RC-6D), makropipet (Socorex), mikropipet (Socorex), centrifuge (Gemmy PLC-05), spektrofotometer UV-visibel (Shimadzu UV-800), pH meter (pH 3310 SET2 include SenTix 41), vortex (Scientific, Inc G-56E), shaker (Innova 2100), microtube (Effendorf), dan waterbath (Gerhardt).

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah standar baku kurkumin (diisolasi oleh Dr.rer.nat. Yosi Bayu Murti, M.Si., Apt.), ekstrak temulawak terstandar (PT. Phytochemindo Reksa) yang mengandung kurkuminoid sebesar 15,06%, polietilen glikol (PEG) 4000, etanol 96%, akuades, sodium dihydrogen phosphate dihydrate (Merck), Sodium Lauryl Sulfate (Merck), metanol p.a (Merck), dan cangkang kapsul nomor 00 (Kapsulindo Nusantara).

Pembuatan Kurva Baku Kurkumin

1. Pembuatan Larutan Stok Kurkumin (1 mg/ml)

Standar kurkumin ditimbang seksama sebanyak 1,0 mg dan dilarutkan dengan 1 ml metanol p.a dalam microtube, kemudian divortex hingga larut.

2. Pembuatan Larutan Intermediet Kurkumin (0,01 mg/ml)

Larutan stok kurkumin diambil sebanyak 0,1 ml kemudian dimasukkan dalam labu ukur 10,0 ml dan diencerkan dengan metanol p.a hingga batas tanda. 3. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λ maks)

(18)

4

batas tanda, kemudian dilakukan scanning pada panjang gelombang 400-600 nm.

4. Pembuatan Kurva Baku dalam Medium Disolusi

Larutan intermediet kurkumin diambil hingga didapat konsentrasi 0,011; 0,022; 0,043; 0,086; 0,172; 0,215; 0,431; 0,538; 1,074; 2,153; 3,229; 4,306; 5,382; 6,458 µg/mL. Larutan tersebut diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum 431 nm.

5. Pembuatan Kurva Baku dalam Metanol

Larutan intermediet kurkumin diambil hingga didapat konsentrasi 0,532; 1,064; 2,127; 3,191; 4,254; 5,318 µg/mL. Larutan tersebut diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum 425 nm.

6. Penetapan Parameter Linieritas pada Pelarut Medium Disolusi

Larutan seri dibuat dengan konsentrasi 0,011; 0,022; 0,043; 0,086; 0,172; 0,215; 0,431; 0,538; 1,074; 2,153; 3,229; 4,306; 5,382; 6,458 µg/mL. Serapan diukur pada panjang gelombang 431 nm. Replikasi dilakukan sebanyak tiga kali dan ditentukan nilai r.

7. Penetapan akurasi dan presisi

Dibuat larutan dengan 3 tingkat konsentrasi yaitu 0,538; 3,229; 5,382 µg/ml. Serapan diukur pada panjang gelombang 431 nm. Replikasi dilakukan sebanyak tiga kali dan dihitung nilai % recovery dan KV.

Pembuatan Dispersi Padat Ekstrak Temulawak-Polietilen Glikol 4000

Ekstrak temulawak dilarutkan dengan etanol menggunakan magnetic stirrer kemudian ditambahkan dengan PEG 4000 yang telah dilelehkan di atas waterbath. Campuran ekstrak temulawak dan PEG 4000 di aduk di atas waterbath hingga pelarut etanol hilang kemudian didinginkan di atas penangas es. Dispersi padat kering dihaluskan dengan mortir dan stamper kemudian diayak dengan ayakan nomor mesh 50. Serbuk dispersi padat ditimbang sebanyak 500 mg dan dimasukkan dalam cangkang kapsul 00.

Pembuatan Campuran Fisik Ekstrak Temulawak-Polietilen Glikol 4000

(19)

5

ayakan nomor mesh 50, ditimbang sebanyak 500 mg kemudian dimasukkan dalam cangkang kapsul 00.

Uji Drug Load

Dispersi padat dan campuran fisik ditimbang seksama dan dilarutkan dengan metanol p.a hingga diperoleh konsentrasi 1 mg/mL. Larutan tersebut divortex dan diukur dengan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 425 nm. Uji drug load direplikasi sebanyak 3 kali.

Uji Kelarutan

Dispersi padat dan campuran fisik berlebih dilarutkan dengan 25 ml dapar fosfat pH 6,0. Suspensi yang terbentuk dimasukkan dalam wadah tertutup dan dilakukan pengadukan dengan shaker pada kecepatan 75 rpm selama 48 jam. Hasil yang didapat disaring dengan kertas saring Whatmann nomor 1 dan filtrat diukur dengan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 431 nm. Uji kelarutan direplikasi sebanyak 3 kali.

Uji Disolusi

Uji disolusi dilakukan menggunakan alat disolusi tipe dayung. Medium disolusi yang digunakan yaitu 500 mL dapar fosfat pH 6,0 yang mengandung SLS sebanyak 0,5% dan suhu uji disolusi adalah 37 ± 0,5C dengan kecepatan putar 75

rpm. Medium disolusi diambil 1 ml pada menit ke 10, 15, 30, 45, 60, 90, dan 120. Setiap pengambilan cuplikan, medium digantikan dengan volume yang sama dan medium yang sama. Uji disolusi direplikasi sebanyak 3 kali.

Penetapan Kadar Kurkumin

Cuplikan disolusi sebanyak 1 mL dicentrifuge pada kecepatan 6000 rpm dalam waktu 5 menit, kemudian diencerkan dalam labu ukur 5 mL. Kadar kurkumin diukur dengan spektrofotometer UV-visibel pada panjang gelombang 431 nm.

Analisis Hasil

(20)

6

perbedaan peningkatan kelarutan dilakukan dengan Kruskal-Wallis. Hasil uji kelarutan antara dispersi padat dengan campuran fisiknya pada rasio 1:2 dan 1:4 menggunakan Mann-Whitney dan pada rasio 1:9 menggunakan unpaired-T-test. Nilai DE120 digunakan untuk melihat profil disolusi dispersi padat. Nilai DE120 dari dispersi padat dan campuran fisiknya dari masing-masing rasio diuji menggunakan unpaired-T-test. Uji statistika antar rasio dispersi padat menggunakan Kruskal-Wallis. Uji unpaired-T-test digunakan untuk melihat perbedaan nilai DE120 antara dispersi padat dengan rasio 1:4 dan 1:9.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan polietilen glikol (PEG) 4000 dalam meningkatkan disolusi kurkumin dalam sistem dispersi padat. Metode pelelehan-pelarutan digunakan dalam pembuatan dispersi padat ekstrak temulawak-polietilen glikol 4000. Penelitian ini menggunakan variasi rasio antara ekstrak temulawak / PEG 4000 yaitu 1:2, 1:4, dan 1:9 yang mengacu pada penelitian Prasanthi et al. (2010) yang melaporkan bahwa terjadi peningkatan hasil disolusi dispersi padat lacidipine dengan pembawa PEG 4000 pada rasio 1:2, 1:4, dan 1:9 dengan nilai DE30 yang didapatkan berturut-turut sebesar 59±1,35%, 72±1,03%, dan 81±0,96%.

Metode pelelehan-pelarutan merupakan metode yang dapat digunakan untuk menghindari kerugian dari kedua metode lainnya, di mana pada metode pelarutan membutuhkan pelarut organik dalam jumlah yang besar (Serajuddin, 1999), sedangkan pada metode pelelehan ketidakcampuran antara obat dengan pembawa dapat terjadi akibat tingginya viskositas dari pembawa polimer yang meleleh (Huq, 2013).

Verifikasi Metode

(21)

7

Kumar (2006), terjadinya pergeseran panjang gelombang ke arah yang lebih besar disebut pergeseran batokromik. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya pengaruh dari pelarut yang digunakan.

Persamaan kurva baku dibuat pada konsentrasi 0,011; 0,022; 0,043; 0,086; 0,172; 0,215; 0,431; 0,538; 1,074; 2,153; 3,229; 4,306; 5,382; 6,458 µg/mL dan dilakukan replikasi sebanyak tiga kali. Persamaan kurva baku yang didapat y = 0,1307x + 0,0015 dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,9981 (Gambar 1). Menurut AOAC (2002), linearitas yang baik memiliki nilai r yaitu ≥ 0,99.

Gambar 1. Kurva Absorbansi Vs Konsentrasi (µg/mL)

Parameter akurasi dilakukan dengan pengukuran 3 tingkat konsentrasi yaitu 0,538, 3,229, dan 5,382 µg/mL. Menurut AOAC (2016), nilai perolehan kembali yang ditetapkan untuk sampel dengan konsentrasi 1 ppm adalah 80-110%. Hasill perolehan kembali yang didapat sebesar 98.8-108.2% (Tabel I).

(22)

8

Tabel I. Data Akurasi dan Presisi (n=3) Konsentrasi teoritis

Pengujian Drug Load Dispersi Padat dan Campuran Fisik

Pengujian drug load pada dispersi padat dan campuran fisik bertujuan untuk mengetahui jumlah sebenarnya zat aktif dalam sediaan serta hilangnya zat aktif selama proses pembuatan. Pada sampel dispersi padat (selanjutnya akan disingkat DP) 1:2 didapatkan recovery drug load sebesar sebesar 92,15±1,04%, pada DP 1:4 sebesar 94,81±1,93%, dan pada DP 1:9 sebesar 98,57±0,89%. Recovery drug load pada campuran fisik (selanjutnya akan disingkat CF) 1:2 didapatkan hasil sebesar 90,31±6,34%, pada CF 1:4 sebesar 82,93±18,13%, dan pada CF 1:9 sebesar 98,19±1,37%. Hilangnya sejumlah zat aktif pada proses pembuatan baik campuran fisik maupun dispersi padat juga akan mempengaruhi recovery drug load.

x±SD 92,15±1,04 90,31±6,34 94,81±1,93 82,93±18,13 98,57±0,89 98,19±1,37

CV 1,13 7,02 2,04 21,86 0,90 1,39

(23)

9

dengan proses pelarutan terlebih dahulu pada ekstrak temulawak serta proses pelelehan pada PEG 4000 akan memberikan homogenitas yang lebih baik dibanding dengan campuran fisik.

Pengujian Kelarutan Dispersi Padat dan Campuran Fisik

Uji kelarutan dilakukan dengan memasukkan sejumlah sampel dalam medium tanpa adanya surfaktan yaitu Sodium Lauryl Sulfate (SLS), uji ini bertujuan untuk melihat perbandingan kelarutan antara sistem dispersi padat dengan campuran fisik. Hasil yang didapat menunjukkan adanya peningkatan kelarutan dispersi padat dibandingkan dengan campuran fisiknya yaitu (Tabel III) untuk rasio 1:2 terjadi peningkatan sebesar 2,13 kali, untuk rasio 1:4 sebesar 2,24 kali dan pada rasio 1:9 terjadi peningkatan sebesar 2,32 kali. Uji statistika pada peningkatan kelarutan antar rasio menunjukkan hasil yang tidak signifikan dengan nilai P sebesar 0,29.

Tabel III. Hasil Uji Kelarutan (n=3)

Sampel

Gambar 2. Perbandingan Hasil Uji Kelarutan Dispersi Padat dan Campuran Fisik (n=3)

Setelah dilakukan uji statistik didapatkan bahwa pada masing-masing rasio 1:2, 1:4, dan 1:9 memiliki perbedaan signifikan (P dibawah 0,05) antara dispersi

0,16 0,18 0,15

Formula 1:2 Formula 1:4 Formula 1:9

(24)

10

padat dengan campuran fisiknya. Hal tersebut menunjukan bahwa sistem dispersi padat dapat meningkatkan kelarutan zat aktif bila dibandingkan dengan campuran fisiknya. Terjadinya peningkatan kelarutan pada dispersi padat yang lebih tinggi dibandingkan dengan campuran fisik karena pada pembuatan dispersi padat ekstrak temulawak terlebih dahulu dilarutkan di dalam etanol sehingga pada proses pencampuran dengan lelehan PEG 4000 akan memberikan hasil pencampuran yang lebih baik. Hal tersebut akan meningkatkan interaksi antara larutan ekstrak temulawak dengan lelehan PEG 4000 (Suresh et al., 2013).

Pengujian Disolusi Dispersi Padat dan Campuran Fisik

Uji disolusi dilakukan pada masing-masing dispersi padat dan campuran fisik yang bertujuan untuk membandingkan profil pelepasan zat aktif secara in vitro. Medium disolusi yang digunakan mengandung buffer fosfat pH 6,0 dengan kandungan SLS 0,5%. Menurut Wang et al. (1997), pada pengujian disolusi kurkumin menggunakan buffer fosfat pH 3-10, didapatkan hasil bahwa kurkumin paling stabil pada penggunaan buffer fosfat pH 6,0 dibandingkan dengan pH lainnya. Menurut British Pharmacopoeia (2011), untuk uji disolusi pada obat yang memiliki kelarutan dalam air yang rendah penambahan surfaktan dengan konsentrasi yang rendah pada medium uji dapat dilakukan. Penggunaan surfaktan dengan konsentrasi yang rendah sesuai dengan keadaan tubuh manusia di mana pada saluran gastrointestinal hanya terdapat sedikit surfaktan (Rahman et al., 2009). Jumlah surfaktan yang dibutuhkan bergantung pada nilai critical micellar concentration (CMC) dari surfaktan tersebut, di mana konsentrasi yang dibutuhkan setidaknya berada di atas nilai CMC dari surfaktan yang digunakan. Nilai CMC dari SLS sebesar 0,03% (Rahman et al., 2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh Rahman et al. (2009), penggunaan SLS 0,5% merupakan jumlah yang paling efektif digunakan dalam uji disolusi kurkumin. Uji disolusi dilakukan selama 120 menit dan pencuplikan sampel dilakukan pada menit ke 0, 10, 15, 30, 45, 60, 90 dan 120.

(25)

11

tersebut dapat memberikan informasi bagaimana meningkatkan disolusi dari obat-obat yang memiliki kelarutan yang rendah:

=

(

)... (1)

di mana dM/dt merupakan kecepatan disolusi (massa / waktu), D adalah koefisien difusi zat terlarut dalam larutan, S adalah luas permukaan padatan yang terpejan, h adalah tebal lapisan difusi, Cs adalah kelarutan padatan yakni konsentrasi senyawa dalam larutan jenuh pada permukaan padatan dan pada temperatur percobaan dan C adalah konsentrasi zat terlarut dalam larutan bulk pada waktu t (Sinko, 2006).

Peningkatan disolusi dapat dilakukan dengan peningkatan luas permukaaan yang dapat dilakukan dengan pengecilan ukuran partikel dari dispersi padat dan pendekatan secara formulasi dengan penggunaan zat pembawa untuk meningkatkan kelarutan (Nikghalb et al., 2012).

Gambar 3. (A) Persen Terdisolusi Vs Waktu Rasio 1:2 (n=3), (B) Persen Terdisolusi Vs Waktu Rasio 1:4 (n=3), (C) Persen Terdisolusi Vs Waktu Rasio 1:9 (n=3), (D) Perbandingan

DE120 antar Rasio (n=3)

(26)

12

Berdasarkan Gambar 3a, 3b, dan 3c, urutan sampel dengan nilai rata-rata persen terdisolusi dari paling tinggi ke rendah yaitu: DP 1:9 > DP 1:4 > DP 1:2 > CF 1:9 > CF 1:4 > CF 1:2. Rata-rata persen terdisolusi dari sistem dispersi padat pada semua rasio lebih tinggi dibandingkan dengan campuran fisik. Peningkatan disolusi bisa terjadi dikarenakan adanya pengecilan ukuran partikel dan peningkatan pembahasan partikel (wettability) (Dipti et al., 2010). Menurut penelitian Suresh et al. (2013), pembawa PEG 4000 dalam dispersi padat kurkumin dapat meningkatkan kelarutan dan memaksimalkan luas permukaan kontak antara zat aktif dengan medium selama proses melarutnya pembawa.

Disolution Efficiency (DE) merupakan metode yang dapat digunakan untuk mengatasi pengambilan keputusan yang bias dari hasil disolusi. Nilai DE selalu ditunjukkan dalam kurun waktu pengamatan tertentu sehingga diekspresikan dengan DEt (Fudholi, 2013). DE120 digunakan pada penelitian ini untuk membandingkan hasil disolusi pada tiap rasio.

(27)

13

Perbandingan nilai rata-rata DE120 pada dispersi padat antar rasio (Gambar 3d) juga dilakukan untuk melihat pengaruh rasio ekstrak temulawak-polietilen glikol 4000 terhadap disolusi. Pada penelitian ini di dapat nilai DE120 rasio 1:2 sebesar 65,94±1,25%, DE120 rasio 1:4 sebesar 92,39±1,68%, dan DE120 rasio 1:9 sebesar 96,21±2,01%. Berdasarkan uji statistik yang dilakukan didapatkan nilai P sebesar 0,039 (P < 0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan dari hasil disolusi pada sampel dispersi padat dan dapat dikatakan bahwa perbedaan rasio ekstrak temulawak-polietilen glikol 4000 mempengaruhi hasil disolusi kurkumin.

Pada dispersi padat dengan perbandingan ekstrak temulawak-polietilen glikol 4000 sebesar 1:9 didapatkan nilai rata-rata DE120 yang paling besar dikarenakan pada rasio tersebut jumlah polietilen glikol 4000 paling besar dibandingkan dengan yang lainnya sehingga semakin besar jumlah pembawa hidrofilik di dalam sistem dispersi padat maka akan memberikan hasil disolusi yang semakin baik. Hal tersebut dikarenakan semakin banyak jumlah polietilen glikol (PEG) 4000, maka akan terjadi peningkatan pembasahan partikel sehingga zat aktif kurkumin akan mudah larut di dalam air (Dipti et al., 2010).

KESIMPULAN

(28)

14

SARAN

(29)

15

DAFTAR PUSTAKA

Anand, P., Thomas, S.G., Kunnumakkara, A.B., Sundaram, C., Harikumar, K.B., Sung, B., et al., 2008. Biological Activities of Curcumin and Its Analogues ( Congeners ) Made by Man and Mother Nature. Biochemical Pharmacology, 76, 1590–1611.

AOAC, 2002, AOAC Guidelines for Single Laboratory Validation of Chemical Methods for Dietary Supplements and Botanicals.

AOAC, 2016, Appendix F: Guidelines for Standard Method Performance Requirements.

Bley, H., Fussnegger, B., and Bodmeier, R., 2010. Characterization and stability of solid dispersions based on PEG / polymer blends. International Journal of Pharmaceutics, 390 (2), 165–173.

British Pharmacopeia, 2011, British Pharmacopeia, The British Pharmacopeia Commission, London.

Chiou, W.I.N.L. and Riegelmant, S., 1971. Pharmaceutical sciences Pharmaceutical Applications of Solid. Journal of Pharmaceutical Sciences, 60 (9), 1281–1302.

Desai, P.P., Date, A.A., and Patravale, V.B., 2012. Overcoming Poor Oral Bioavailability Using Nanoparticle Formulations – Opportunities and Limitations. Drug Discovery Today: Technologies, 9 (2), 87–95.

Dipti, D., Anil, B., Sharma, R.B., Ranjana, G., and Sachin, G., 2010. Enhancement of Dissolution Rate of Slightly Soluble Drug Clomiphene Citrate by Solid Dispersion. International Journal of PharmTech Research, 2 (3), 1691–1697.

Fudholi, A., 2013, Disolusi dan Pelepasan in Vitro, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 59, 137-143.

Godse, S.Z., Patil, M.S., Kothavade, S.M., and Saudagar, B., 2013. Techniques for solubility enhancement of Hydrophobic Drugs : A Review. Journal Of Advanced Pharmacy Education and Research, 3 (4), 403–414.

HMPC, 2012. Assessment Report on Curcuma xanthorrhiza Roxb . ( C . xanthorrhiza D . Dietrich )., Rhizoma. European Medicines Agency, 1–22. Huq, A., 2013. Solid Dispersion To Improve Dissolution of Drug Product.

International Journal of Pharmaceutical and Life Sciences, 2 (1), 42–58. Kesarwani, K. and Gupta, R., 2013. Bioavailability Enhancers of Herbal Origin:

An Overview. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, 3 (4), 253– 266.

Kumar, S., 2006. Organic Chemistery Spectroscopy of Organic Compounds. Dept. Of Chemistry Guru Nanak Dev University, 1-36.

Leuner, C. and Dressman, J., 2000. Improving Drug Solubility for Oral Delivery Using Solid Dispersions. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics, 50, 47–60.

(30)

16

Najmuddin, M., Khan, T., AA, M., Shelar, S., and Patel, V., 2010. Enhancement of Dissolution Rate of Ketoconazole by Solid Dispersion Technique. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 2 (3), 132– 136.

Nikghalb, L.A., Singh, G., Singh, G., and Kahkeshan, K.F., 2012. Solid Dispersion: Methods and Polymers to Increase The Solubility of Poorly Soluble Drugs. Journal of Applied Pharmaceutical Science, 2 (10), 170–175. Prasanthi, N.L., Rao, N.R., and Manikiran, S.S., 2010. Studies on Dissolution

Enhancement of Poorly Water Soluble Drug Using Water Soluble Carriers. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 3 (2), 95-97.

Rahardjo, M., 2010. Penerapan SOP Budidaya Untuk Mendukung Temulawak Sebagai Bahan Baku Obat Potensial. Perspektif, 9 (2), 78–93.

Rahman S.M.H, Telny, T.C., Ravi, T.K., and Kuppusamy, S., 2009. Role of Surfactan and pH in Dissolution of Curcumin. Indian Journal of Pharmaceutical Sciences, 139-142

Rohman, A., 2012. Analysis of Curcuminoids in Food and Pharmaceutical Products. International Food Research Journal, 19 (1), 19–27.

Sinko, P.J., 2006, Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika, edisi 5, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 423-445.

Serajuddin, A.T.M., 1999. Solid Dispersion of Poorly Water-Soluble Drugs: Early Promises, Subsequent Problems, and Recent Breakthroughs. Journal of Pharmaceutical Sciences, 88 (10), 1058–1066.

Strimpakos, A.S. and Sharma, R. a, 2008. Curcumin: Preventive and Therapeutic Properties in Laboratory Studies and Clinical Trials. Antioxidants & Redox Signaling, 10 (3), 511–45.

Suresh, K., Yogesh, C., Priyanka, B., Khushbu, S., and Manisha, B., 2013. Enhancement of Solubility and Dissolution Rate of Curcumin by Solid Dispersion Technique. International Research Journal of Pharmacy, 4 (5), 226–232.

Wan, S., Sun, Y., Qi, X., and Tan, F., 2012. Improved Bioavailability of Poorly Water-Soluble Drug Curcumin in Cellulose Acetate Solid Dispersion. AAPS

PharmSciTech, 13 (1).

(31)

17

LAMPIRAN

(32)

18

Lampiran 2. Penentuan panjang gelombang maksimum

(33)

19

(34)

20

(35)

21

(36)

22

(37)

23

(38)

24

Lampiran 4. Kurva baku dan Summary output regression untuk metanol

Lampiran 5. Perhitungan bahan dalam pembuatan dispersi padat dan campuran fisik masing-masing rasio

Rasio Ekstrak temulawak (g) Polietilen glikol 4000 (g)

1:2 1,700 3,300

1:4 1,000 4,000

1:9 0,500 4,500

*akan dibuat dispersi padat dan campuran fisik sebanyak 5,000 gram

(39)

25

Lampiran 6. Pembuatan dispersi padat 1. Penimbangan bahan

Rasio dispersi padat Ekstrak temulawak (g) PEG 4000 (g)

1:2 1,706 3,310

1:4 1,001 4,006

1:9 0,503 4,507

2. Perhitungan rendemen dispersi padat

% Rendemen = � � ℎ�

� � � � 100%

Dispersi padat

Rasio 1:2 1:4 1:9

Berat akhir (g) 3,937 4,359 4,443

Berat total (g) 5,016 5,007 5,010

Yield 78,49% 87,06% 88,68%

Lampiran 7. Pembuatan campuran fisik 1. Penimbangan bahan

Rasio campuran fisik Ekstrak temulawak (g) PEG 4000 (g)

1:2 1,700 3,300

1:4 1,003 4,000

(40)

26

Lampiran 8. Statistika uji kelarutan

1. Uji normalitas campuran fisik dan dispersi padat pada rasio 1:9, 1:4 dan 1:2 menggunakan Shapiro-Wilk Test

(41)

27

3. Signifikansi kelarutan antara campuran fisik dan dispersi padat pada rasio 1:4 menggunakan Mann-Whitney Test

(42)

28

Lampiran 9. Uji disolusi

1. Massa isi kapsul untuk uji disolusi Sampel RI (g) RII (g) RIII

(g)

Rata-rata (g)

SD CV

(%)

CF 1:2 0,498 0,499 0,498 0,498 0,001 0,001

DP 1:2 0,498 0,502 0,500 0,500 0,002 0,004

CF 1:4 0,500 0,500 0,499 0,500 0,001 0,001

DP 1:4 0,502 0,502 0,502 0,502 0,000 0,000

CF 1:9 0,497 0,496 0,499 0,497 0,002 0,003

DP 1:9 0,502 0,502 0,502 0,502 0,000 0,000

2. Contoh hasil data uji disolusi a. Campuran fisik rasio 1:2

*DF = Faktor Pengenceran

b. Dispersi padat rasio 1:2

(43)

29

3. Perhitungan AUC dan DE

a. Contoh hasil perhitungan Area Under Curve (AUC) dan Dissolution Efficiency (DE) campuran fisik rasio 1:2

(44)

30

Lampiran 10. Statistika uji disolusi – perbedaan campuran fisik dengan dispersi padat pada DE120

1. Uji normalitas campuran fisik dan dispersi padat rasio 1:9, 1:4, dan 1:2 menggunakan Shapiro-Wilk Test

2. Signifikansi DE120 antara campuran fisik dan dispersi padat rasio 1:2

(45)

31

3. Signifikansi DE120 antara campuran fisik dan dispersi padat rasio 1:4

menggunakan F-test dan T-test

4. Signifikansi DE120 antara campuran fisik dan dispersi padat rasio 1:9

(46)

32

Lampiran 11. Statistika uji disolusi – perbedaan antar rasio dispersi padat pada DE120

1. Uji normalitas DE120 pada dispersi padat rasio 1:2, 1:4, dan 1:9

menggunakan Shapiro-Wilk Test

2. Signifikansi DE120 pada dispersi padat rasio 1:2, 1:4, dan 1:9

(47)

33

LAMPIRAN FOTO

Lampiran 12. Pembuatan dispersi padat

Lampiran 13. Dokumentasi uji kelarutan

(48)

34

Lampiran 14. Dokumentasi uji drug load

Lampiran 15. Dokumentasi uji disolusi

(49)

35

BIOGRAFI PENULIS

Gambar

Gambar 3. (A) Persen Terdisolusi Vs Waktu Rasio 1:2 (n=3), (B) Persen
Tabel III. Hasil Uji Kelarutan (n=3) ......................................................................
Gambar 1. Kurva Absorbansi Vs Konsentrasi (µg/mL)
Tabel II.  Hasil Uji Drug Load (n=3)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Namun bagi perjanjian internasional yang daya berlakunya menyangkut warga negara secara perorangan atau badan hukum swasta di dalam negeri, maka agar ketentuan

SMEs,This study used a purposive sampling method that takes a sample of the population using. a questionnaire and interview.The study was conducted in territory of

Analisis simpanan karbon lamun Enhalus acoroides di kawasan pantai Langala dengan mengalikan karbon rata-rata jenis dengan luas area yang ditumbuhi lamun, maka

[r]

yang dalam hal ini akan penulis tuangkan dalam suatu skripsi yang berjudul “ Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Dana Alokasi Umum Terhadap Tingkat Kemiskinan di kota

1. Saya sudah membaca dan memahami poin-poin yang ada di form ini, serta mengisi sendiri form ini dengan benar. Saya juga menyatakan bahwa bantuan pembiayaan

Address Funding Concerns for UGI Collection &amp; Management Establish Data Governance Unlock UGI Sharing Establish UGI Standards Consolidate UGI &amp; Identify Common Data

Dokumen ini merupakan tagihan dari pemasok, yaitu NMDI yang berisi jenis unit, jumlah unit, dan harga unit yang menjadi kewajiban PT Nissan Kediri. 2) print out e