• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh cerita terhadap empati siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh cerita terhadap empati siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta."

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul PENGARUH CERITA TERHADAP EMPATI SISWA DALAM MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) KELAS VIII SMP MARIA IMMACULATA YOGYAKARTA.Penulis memilih judul ini berdasarkan keprihatinan terhadap kondisi pendidikan di Indonesia. Kaum remaja terlibat seks bebas, aborsi, penggunaan narkoba, vandalisme, tawuran, kenakalan-kenakalan lain yang menunjukkan hilangnya sikap empati kepada sesama. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara cerita yang digunakan dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) terhadap empati siswa kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta.

Cerita adalah salah satu bentuk sastra yang dibaca maupun didengar dan mengandung nilai-nilai moral yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Empati siswa adalahkemampuan siswa menggunakan sudut pandang orang lain dalam berpikir dan memahami masalah orang lain tanpa kehilangan kontrol dirinya sendiri.Penggunaan cerita dalam mata PAK memungkinkan terwujudnya kebebasan, cintakasih, keadilan, perdamaian, persaudaraan, dan persatuan di tengah hidup bersama serta pengembangan dimensi perasaan anak/remaja yang mengarah pada terciptanya empati yang semakin diasah akan semakin akurat. Hipotesis penelitian adalah Ha: ada pengaruh cerita dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) terhadap empati siswa. Ho: tidak ada pengaruh cerita dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) terhadap empati siswa kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta.

Jenis penelitian adalah kuantitatif regresi sederhana. Pengambilan sampel dari populasi menggunakan teknik cluster random sampling. Instrumen disebarkan kepada 75 responden sebanyak 63 butir. Uji validitas pada tingkat signifikansi 0,05 menunjukkan 29 soal tidak valid dan 34 soal valid. Hasil uji reliabilitas sebesar Cronbach Alpha sebesar 0,844 yang berarti baik. Teknis analisis data menggunakan model regresi linier sederhana dengan rumus Y= a + bX.

Hasil uji regresi linear sederhana dengan taraf signifikansi 5% diperoleh nilai R Square sebesar 0,144 (14,4%) yang berarti terdapat pengaruh positif dari cerita (x) terhadap empati siswa (y) dalam mata pelajaran PAK. Persamaan regresi diperoleh Y= 30,776 + 0,437 X. Artinya, setiap penambahan nilai cerita 1 poin, maka nilai empati siswa dalam mata pelajaran PAK bertambah 30,776 + 0,437 X. Hasil nilai signifikasi sebesar 0,001 (≤ 0,05) yang artinya bila nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak.

(2)

ABSTRACT

This undergraduate thesis entitled THE EFFECT OF STORY

TOWARDS STUDENTS’ EMPHATY INRELIGIOUS EDUCATION OF

CATHOLISM (PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK) GRADEVIII MARIA IMMACULATA JUNIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA. The writer choose this title is based on the condition of education in Indonesia. Teenagers involved in free sex, abortion, drug use, vandalism, riot, naughtiness which demonstrates the loss of empathy for others. The aims of this thesis is to determine the relationship between the stories used in subjects of Catholic Religious Education against empathy of students of class VIII Maria Immaculata Junior High School Yogyakarta.

A story is one form of literature that is read or heard and contain moral values that can be applied in everyday life. Empathy student is the student's ability to use other people's point of thinking and understanding the problems of others without losing control of himself/herself. The use of stories in the eyes of Catholic Religious Education allows the realization of freedom, of love, justice, peace, brotherhood and unity in the midst of living together as well as the development dimension of the feelings of children / teenagers lead to the creation of empathy that is increasingly geared to be more accurate. The hypothesis of the study is Ha: there is influence of stories in the eyes of the Catholic Religious Education against the student empathy. Ho: there is no influence of a story in the eyes of the Catholic Religious Education against empathy class VIII Maria Immaculata Junior High School Yogyakarta.

This research is quantitative simple regression. Sampling of the population using random cluster sampling technique.Instruments distributed to 75 respondents as many as 63 items.Thevalidity test at the 0.05 level indicates 29 about invalid and 34 valid questions.The results of reliability test of Cronbach Alpha is 0.844 which means good. The technique of data analysis is used a simple linear regression formula Y = a + bX.

The result ofsimple regression linear with the significant value 5% and R Square is 0,144 (14,4%) which means there is a possitive effect from story (x) variabel towards students empathy (y) in Religious Education of Catholism (Pendidikan Agama Katolik). The equality of this regression is Y= 30,776 + 0,437 X. It means that one point gaining in the story, the student emphaty in Religious Education of Catholism (Pendidikan Agama Katolik) increase 30,776 + 0,437 X. The result of significancy is 0,001 (≤ 0,05) which means Ha is accepted and Ho is rejected.

(3)

PENGARUH CERITA TERHADAP EMPATI SISWA DALAM MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK)

KELAS VIII SMP MARIA IMMACULATA YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Lusia Wiwi Manalu NIM: 111124014

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang amat mengasihiku

Amang dan Inang (P.Kennedi Manalu dan Julianna Barasa)

Kedua saudaraku ( Putranto Manalu dan Christian Tulus Manalu),

Teman baikku (Philipus Widyat Manto), sahabat-sahabat, adik-adik di SMP Maria

Immaculata Yogyakarta serta semua orang yang selalu mendukung dalam

(7)

v MOTTO

“Jadilah ungkapan kemurahan kasih Tuhan, kemurahan di matamu,

kemurahan di wajahmu dan kemurahan di senyummu.”

(8)
(9)
(10)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul PENGARUH CERITA TERHADAP EMPATI SISWA DALAM MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) KELAS VIII SMP MARIA IMMACULATA YOGYAKARTA.Penulis memilih judul ini berdasarkan keprihatinan terhadap kondisi pendidikan di Indonesia. Kaum remaja terlibat seks bebas, aborsi, penggunaan narkoba, vandalisme, tawuran, kenakalan-kenakalan lain yang menunjukkan hilangnya sikap empati kepada sesama. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara cerita yang digunakan dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) terhadap empati siswa kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta.

Ceritaadalah salah satu bentuk sastra yang dibaca maupun didengar dan mengandung nilai-nilai moral yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Empati siswa adalahkemampuan siswa menggunakan sudut pandang orang lain dalam berpikir dan memahami masalah orang lain tanpa kehilangan kontrol dirinya sendiri.Penggunaan cerita dalam mata PAK memungkinkan terwujudnya kebebasan, cintakasih, keadilan, perdamaian, persaudaraan, dan persatuan di tengah hidup bersama serta pengembangan dimensi perasaan anak/remaja yang mengarah pada terciptanya empati yang semakin diasah akan semakin akurat. Hipotesis penelitian adalah Ha: ada pengaruh cerita dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) terhadap empati siswa. Ho: tidak ada pengaruh cerita dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) terhadap empati siswa kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta.

Jenis penelitian adalah kuantitatif regresi sederhana. Pengambilan sampel dari populasi menggunakan teknik cluster random sampling. Instrumen disebarkan kepada 75 responden sebanyak 63 butir. Uji validitas pada tingkat signifikansi 0,05 menunjukkan 29 soal tidak valid dan 34 soal valid. Hasil uji reliabilitas sebesar Cronbach Alpha sebesar 0,844 yang berarti baik. Teknis analisis data menggunakan model regresi linier sederhana dengan rumus Y= a + bX.

Hasil uji regresi linear sederhana dengan taraf signifikansi 5% diperoleh nilai R Square sebesar 0,144 (14,4%) yang berarti terdapat pengaruh positif dari cerita (x) terhadap empati siswa (y) dalam mata pelajaran PAK. Persamaan regresi diperoleh Y= 30,776 + 0,437 X. Artinya, setiap penambahan nilai cerita 1 poin, maka nilai empati siswa dalam mata pelajaran PAK bertambah 30,776 + 0,437 X. Hasil nilai signifikasi sebesar 0,001 (≤ 0,05) yang artinya bila nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak.

(11)

ix

ABSTRACT

This undergraduate thesis entitled THE EFFECT OF STORY TOWARDS STUDENTS’ EMPHATY INRELIGIOUS EDUCATION OF

CATHOLISM (PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK) GRADEVIII MARIA IMMACULATA JUNIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA. The writer choose this title is based on the condition of education in Indonesia. Teenagers involved in free sex, abortion, drug use, vandalism, riot, naughtiness which demonstrates the loss of empathy for others. The aims of this thesis is to determine the relationship between the stories used in subjects of Catholic Religious Education against empathy of students of class VIII Maria Immaculata Junior High School Yogyakarta.

A story is one form of literature that is read or heard and contain moral values that can be applied in everyday life. Empathy student is the student's ability to use other people's point of thinking and understanding the problems of others without losing control of himself/herself. The use of stories in the eyes of Catholic Religious Education allows the realization of freedom, of love, justice, peace, brotherhood and unity in the midst of living together as well as the development dimension of the feelings of children / teenagers lead to the creation of empathy that is increasingly geared to be more accurate. The hypothesis of the study is Ha: there is influence of stories in the eyes of the Catholic Religious Education against the student empathy. Ho: there is no influence of a story in the eyes of the Catholic Religious Education against empathy class VIII Maria Immaculata Junior High School Yogyakarta.

This research is quantitative simple regression. Sampling of the population using random cluster sampling technique.Instruments distributed to 75 respondents as many as 63 items.Thevalidity test at the 0.05 level indicates 29 about invalid and 34 valid questions.The results of reliability test of Cronbach Alpha is 0.844 which means good. The technique of data analysis is used a simple linear regression formula Y = a + bX.

The result ofsimple regression linear with the significant value 5% and R Square is 0,144 (14,4%) which means there is a possitive effect from story (x) variabel towards students empathy (y) in Religious Education of Catholism (Pendidikan Agama Katolik). The equality of this regression is Y= 30,776 + 0,437 X. It means that one point gaining in the story, the student emphaty in Religious Education of Catholism (Pendidikan Agama Katolik) increase 30,776 + 0,437 X. The result of significancy is 0,001 (≤ 0,05) which means Ha is accepted and Ho is rejected.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah Bapa Mahakasih yang telah menyertai perjalanan penulis hingga mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGARUH CERITA TERHADAP EMPATI SISWA DALAM MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) KELAS VIII SMP MARIA IMMACULATA YOGYAKARTA. Skripsi ini diajukan untuk memberikan sumbangan ide, pemikiran, dan inspirasi bagi siapa saja yang ingin memajukan dunia pendidikan di Indonesia khususnya bagi guru-guru agama Katolik.

Selama menyelesaikan penyusunan skripsi ini, penulis mengalami kesulitan yang cukup berarti namun memberikan banyak pelajaran bagi penulis sendiri. Selama penyusunan skripsi, penulis dibimbing, didampingi, didukung melalui doa dan perhatian yang merupakan tangan kasih Tuhan yang membuat penulis mampu bertahan menyelesaikan skripsi ini dengan setia. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dengan hati yang tulus kepada:

1. F.X. Dapiyanta, SFK.,M.Pd selaku dosen pembimbing akademik, dosen pembimbing utama, dosen pembimbing penelitian yang telah setia memberikan waktu dan pikiran untuk membimbing, mengarahkan, dan memotivasi penyusunan skripsi ini.

(13)

xi

3. Yoseph Kristianto, SFK.,M.Pd selaku dosen penguji III sekaligus Sekretaris Panitia Penguji yang telah meluangkan waktu untuk mempelajari skripsi dan memberi masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Drs. F.X Heryatno Wono Wulung, SJ.,M.Ed selaku Kaprodi prodi IPPAK yang telah membantu dan mendukung penyelesaian skripsi ini.

5. Para Dosen Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma yang dengan tulus hati memberikan ilmu pengetahuan, perhatian dan cinta kasih selama penulis menjalani studi.

6. Staf dan karyawan Prodi IPPAK yang telah memberikan perhatian, doa dan dukungan bagi penulis selama penyusunan skripsi ini.

7. Sr.M.Lucy Hariwati, OSF.,S.Pd selaku Kepala SMP Maria Immaculata Yogyakarta, ibu Marini Sitepu S.Pd selaku guru mata pelajaran PAK yang telah membantu penulis dan memberikan izin kepada penulis untuk mengadakan penelitian di SMP Maria Immaculata Yogyakarta.

8. Siswa-siswi kelas VIII SMP Maria Immaculata yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan jawaban.

9. Amang dan Inang yang senantiasa memberikan dukungan dalam bentuk materi, cinta kasih, doa, perhatian dan pengorbanan sehingga penulis dapat menjalani studi hingga selesai.

(14)
(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR SINGKATAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Batasan Masalah... 8

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penulisan ... 9

F. Manfaat Penulisan ... 9

G. Metode Penulisan ... 10

H. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) di Sekolah ... 13

1. Hakikat PAK di Sekolah ... 13

2. Tujuan PAK ... 14

a. Demi Terwujudnya Nilai-nilai Kerajaan Allah ... 15

b. Demi Kedewasaan Iman Kristiani ... 17

(16)

xiv

4. Materi PAK ... 19

5. Cerita sebagai Pendekatan dan Materi PAK ... 21

B. Cerita ... 22

1. Pengertian Cerita ... 23

2. Unsur-unsur Cerita ... 23

a. Tema ... 23

b. Tokoh/Penokohan ... 25

c. Plot/Alur ... 26

d. Latar/Setting ... 26

e. Gaya Bahasa ... 27

f. Moral ... 27

3. Jenis-jenis Cerita Fiksi ... 28

4. Nilai-nilai dalam Cerita ... 30

5. Tujuan dan Manfaat Cerita... 31

C. Empati ... 32

1. Pengertian Empati ... 32

2. Komponen Empati ... 35

a. Komponen Kognitif ... 36

b. Komponen Afektif ... 37

c. Komponen Kognitif dan Afektif ... 37

d. Komponen Komunikatif... 38

3. Proses Empati ... 39

4. Perkembangan Empati ... 41

5. Akurasi Empati... 44

6. Meningkatkan Empati pada Anak-anak ... 46

D. Penelitian yang Relevan ... 48

E. Kerangka Pikir ... 48

F. Hipotesis ... 51

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 52

B. Desain Penelitian ... 52

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 53

1. Tempat Penelitian... 53

2. Waktu Penelitian ... 53

D. Populasi dan Sampel ... 53

(17)

xv

1. Variabel Penelitian ... 55

2. Definisi Konseptual ... 56

3. Definisi Operasional... 56

4. Teknik Pengumpulan Data ... 56

5. Instrumen Penelitian... 57

6. Kisi-kisi Instrumen ... 58

7. Pengembangan Instrumen ... 59

a. Uji Coba Terpakai ... 59

b. Uji Validitas ... 59

c. Uji Reliabilitas ... 60

F. Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis ... 61

1. Uji Persyaratan Analisis ... 61

a. Uji Normalitas Data ... 62

b. Uji Linearitas Regresi ... 62

c. Uji Homoskedastisitas ... 63

2. Analisis Deskriptif ... 63

a. Variabel Cerita ... 63

b. Variabel Empati Siswa ... 64

3. Uji Hipotesis ... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 66

1. Uji Persyaratan Analisis ... 66

a. Uji Normalitas ... 66

b. Uji Linearitas ... 67

c. Uji Homoskedastisitas ... 68

2. Deskripsi Data ... 69

a. Cerita ... 69

b. Empati Siswa ... 75

3. Uji Hipotesis ... 83

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 88

1. Pembahasan Variabel Cerita Berdasarkan Data Keseluruhan ... 88

2. Aspek Cerita yang dipahami Siswa... 89

3. Aspek Memberi Inspirasi bagi Kehidupan ... 90

(18)

xvi

Orang Lain ... 92

6. Aspek Memahami Masalah Teman Melalui Sudut Pandang Mereka... 94

7. Aspek Menolong Teman Sesuai dengan yang Mereka Butuhkan ... 95

8. Uji Hipotesis Cerita terhadap Empati Siswa dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) Kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta ... 96

C. Refleksi Kateketis ... 98

1. Aspek Kateketis Cerita ... 98

2. Aspek Kateketis Empati Siswa dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) Kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta ... 101

D. Keterbatasan Penelitian ... 102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 104

B. Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 108

LAMPIRAN ... 110

Lampiran 1: Surat Ijin Penelitian ... (1)

Lampiran 2: Data Hasil Penelitian ... (2)

Lampiran 3: Hasil Analisis SPSS ... (5)

(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Responden penelitian ... 54

Tabel 2. Rumus perhitungan jumlah sampel ... 54

Tabel 3. Skor alternatif jawaban variabel x dan y ... 57

Tabel 4. Kisi-kisi instrumen variabel cerita ... 58

Tabel 5. Kisi-kisi instrumen variabel empati siswa ... 58

Tabel 6. Reliabilitas keseluruhan ... 61

Tabel 7. Interval variabel cerita ... 64

Tabel 8. Interval variabel empati siswa... 64

Tabel 9. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test... 66

Tabel 10. Anova ... 67

Tabel 11. Rangkuman statistik deskriptif cerita ... 69

Tabel 12. Frekuensi variabel cerita ... 70

Tabel 13. Rangkuman statistik deskriptif cerita yang dipahami siswa ... 71

Tabel 14. Frekuensi cerita yang dipahami siswa ... 72

Tabel 15. Rangkuman statistik deskriptif memberi inspirasi bagi kehidupan ... 73

Tabel 16. Frekuensi memberi inspirasi bagi kehidupan... 74

Tabel 17. Rangkuman statistik deskriptif empati siswa ... 75

(20)

xviii

Tabel 19. Rangkuman statistik deskriptif mengetahui latar belakang

dan sudut pandang orang lain ... 77

Tabel 20. Frekuensi mengetahui latar belakang dan sudut pandang orang lain ... 78

Tabel 21. Rangkuman statistik deskriptif memahami masalah teman dari sudut pandang mereka ... 79

Tabel 22. Frekuensi memahami masalah teman dari sudut pandang mereka ... 80

Tabel 23. Rangkuman statistik deskriptif menolong teman sesuai dengan yang mereka butuhkan ... 81

Tabel 24. Frekuensi menolong teman sesuai dengan yang mereka butuhkan ... 82

Tabel 25. Descriptive Statistiks ... 84

Tabel 26. Model Summaryb ... 84

Tabel 27. ANOVAb ... 86

(21)

xix

DAFTAR SINGKATAN A. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II mengenai Wahyu Ilahi, 18 November 1965

GE : Gravissimum Educationis, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen, 28 Oktober 1965

EN : Evangelii Nuntiandi, Ensiklik dari Paus Paulus VI tentang Evangelisasi dan Penginjilan, tahun 1974

CT : Catechesi Trandendae, Ensiklik dari Paus Yohanes Paulus II tentang Penyelenggaraan Katekese Masa Kini, 16 Oktober 1979

B. SingkatandalamPenelitian ANOVA : Analysis of Variance Ho : Hipotesis nol

Ha : Hipotesis alternatif Std : Standard

Dev : Deviasi Sig : Signifikansi

SPSS : Statistikal Product and Servise Solutions

C. Singkatan Lain

PAK : Pendidikan Agama Katolik BPS : Badan Pusat Statistik IPS : Ilmu Pengetahuan Sosial

(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah kegiatan terencana dengan tujuan mengembangkan potensi manusia agar berguna bagi diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu, pendidikan merupakan aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan yang dilaksanakan dengan baik akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berkualitas akan menentukan mutu kehidupan pribadi dan kehidupan bersama dalam masyarakat. Pengembangan sumber daya manusia diperoleh melalui proses pendidikan baik formal maupun non formal. Proses pendidikan berlangsung dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Sekolah adalah salah satu lembaga formal yang menjadi sarana dalam mencapai tujuan pendidikan. Berikut adalah pendidikan menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2003 yaitu:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

(23)

7-12 tahun mencapai 0,67 persen atau 182.773 anak; usia 13-15 tahun sebanyak 2,21 persen atau 209.976 anak; dan usia 16-18 tahun semakin tinggi hingga 3,14 persen atau 223, 676 anak. Data tersebut menunjukkan bahwa masih banyak anak-anak dan kaum remaja yang tidak dapat mengecap pendidikan di bangku sekolah dengan berbagai penyebab. Anak-anak dan kaum remaja yang tidak sekolah menghabiskan waktunya dengan menjadi pengamen jalanan, pengemis, dan pekerja serabutan bahkan aksi pencurian serta perampokan.

Maraknya aksi tawuran menunjukkan sikap kaum remaja yang cenderung anarkis dan apatis. Seperti aksi pelajar yang terlibat tawuran di atas rel kereta api Stasiun Universitas Pancasila, Jakarta Selatan. Mereka tidak lagi membawa buku melainkan senjata untuk melukai pelajar sekolah lain, seperti gir yang diputar-putar untuk menyabet lawan mereka (Sumber: Megapolitan Kompas, Rabu, 10 Desember 2014 pukul 14:45 WIB. Salah satu aksi ini mewakili aksi-aksi tawuran yang menunjukkan betapa kaum remaja kehilangan rasa peduli dan empati terhadap orang lain, cenderung anarkis, apatis dan semaunya sendiri.

(24)

turut andil dalam mendukung proses pendidikan. Paulus VI dalam Ensiklik tentang pewartaan Injil, Evangelii Nuntiandiart 43-45 mengungkapkan:

Melalui pelajaran agama yang sistematis, akal budi dibina dengan ajaran-ajaran dasar, kenyataan yang terkandung di dalam kebenaran yang disampaikan oleh Allah kepada kita, agar dicamkan oleh ingatan dan diolah hati sedemikian sehingga merasuki kehidupan... juga dengan menggunakan media komunikasi sosial yang dapat menjangkau sejumlah besar, menyapa secara pribadi dan sekaligus mengundang komitmen yang sepenuhnya bersifat pribadi.

Melalui rumusan tersebut, pelajaran agama memiliki poin yang penting dalam menyapa pribadi-pribadi agar semakin dekat dengan Allah sehinga nilai-nilai yang diperoleh dapat di dihayati dalam hidup sehari-hari. Pelajaran agama merupakan salah satu bagian dari pendidikan iman. Pendidikan iman adalah suatu usaha untuk membantu dan mempermudah perkembangan iman seseorang melalui benih-benih iman yang ditaburkan Allah ke dalam dirinya menuju kedewasaan iman. Iman adalah sebuah anugerah atau rahmat Allah kepada manusia. Ibarat benih yang ditaburkan Allah ke dalam diri manusia. Berikut diungkapkan dalam Dei Verbum art 5:

Supaya orang dapat percaya seperti itu (yakni menghayati ketaatan iman), diperlukan rahmat Allah yang mendahului serta menolong, pun juga bantuan Roh Kudus, yang menggerakkan hati serta membalikkannya kepada Allah, membuka mata budi, dan menimbulkan pada semua orang rasa manis dalam menyetujui dan mempercayai kebenaran itu.

(25)

Proses pelajaran agama yang menjadi salah satu bagian dari pendidikan iman hendaknya dipersiapkan dengan matang bila ingin mencapai hasil yang dicita-citakan. Bila kita menginginkan proses pembelajaran yang efektif maka kita juga harus memperhitungkan unsur-unsur seperti yang diungkapkan Martha Kaufeldt (2008:6) yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial, penyajian guru, materi pembelajaran, proses dan produk pembelajaran.

Banyak cara yang dilakukan guru dan murid yang bekerja sama menciptakan proses pembelajaran yang menarik. Salah satunya pemanfaatan media cerita dalam proses pembelajaran. Pelajaran agama menjadi menarik bila dibubuhi dengan cerita-cerita yang di dalamnya mengandung nilai-nilai yang dapat menumbuhkan rasa empati pada pembaca.

Manusia sejak kecil hingga dewasa hampir setiap saat mendengarkan cerita, baik dari keluarga, masyarakat, sekolah, maupun tempat kerja. Bahkan kebiasaan orang tua masa dulu sering kali menceritakan kisah-kisah dongeng kepada anaknya sebelum tidur. Melalui cerita, orang tua menanamkan nilai-nilai positif kepada anak dengan harapan dapat berdampak pada karakter anak, seperti sikap peduli, empati, jujur, berani, dan nilai-nilai lainnya.

(26)

anak. Hal ini menunjukkan bahwa cerita memiliki peran penting dalam pendidikan dan penanaman moral.

Dalam dunia pendidikan, lembaga sekolah juga memanfaatkan cerita dalam proses kegiatan belajar mengajar. Sejak di sekolah dasar, kita sering kali belajar dengan menggunakan cerita khususnya pada mata pelajaran tertentu, misalnya Bahasa Indonesia, IPS, Pendidikan Kewarganegaraan dan Agama.

Moeslichatoen (2004:159) mengatakan guru dalam bercerita memainkan perwatakan tokoh-tokoh dalam suatu cerita yang disukai anak merupakan daya tarik yang bersifat universal. Dalam proses belajar mengajar, kegiatan mendengarkan cerita mendukung siswa untuk termotivasi dalam mengikuti pelajaran. Selain itu, siswa juga menemukan sendiri nilai-nilai baik yang dapat diteladani dan nilai-nilai buruk yang seharusnya ditinggalkan. Bila siswa terus-menerus mendengarkan cerita yang memiliki pesan yang baik, pesan-pesan tersebut tertanam dalam diri siswa dan berpengaruh pada perkembangan dirinya bersama orang lain. Dari uraian di atas, kita melihat bahwa penggunaan cerita di sekolah merupakan hal yang penting untuk diperhatikan.

(27)

Maria Immaculata menyediakan guru-guru agama Katolik yang kompeten, fasilitas belajar seperti ruang doa, sarana dan media belajar serta suasana belajar yang diatur sedemikian untuk menunjang dan mendukung perkembangan pribadi tiap siswa.

Berdasarkan pengalaman penulis ketika mengajar pelajaran agama Katolik selama PPL PAK Pendidikan Menengah di SMP Maria Immaculata Yogyakarta,cerita dalam pelajaran agama dirasa membantu proses belajar khususnya dalam menanamkan dan menumbuhkan nilai-nilai moral. Penulis juga belajar dari guru agama yang ada di SMP Maria Immaculata yakni ibu Marini Sitepu dan bapak Gerardus yang seringkali menggunakan ilustrasi cerita dalam pelajaran agama. Melalui cerita, siswa merasa dilibatkan secara emosi dan tanpa bantuan orang lain dapat menangkap pesan dan nilai-nilai yang terdapat dalam cerita. Nilai-nilai inilah yang membangun dan menumbuhkan sikap empati siswa.

(28)

EMPATI SISWA DALAM MATAPELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA

KATOLIK (PAK) KELAS VIII SMP MARIA IMMACULATA

YOGYAKARTA.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka identifikasi masalah penulisan sebagai berikut:

1. Pendidikan merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia yang mempengaruhi mutu kehidupan pribadi dan bersama dalam masyarakat. Hal ini berhubungan dengan kualitas sumber daya manusia khususnya di lembaga formal sekolah yang menjadi bagian penentu mutu kehidupan namun kesadaran akan pentingnya pendidikan masih kurang.

2. Semakin tingginya angka putus sekolah pada usia 13- 18 tahun menunjukkan masih banyak remaja dan kaum muda yang tidak mengenyam bangku pendidikan. Hal ini sangat mempengaruhi pola pikir, perilaku dan pertumbuhan pribadi mereka.

3. Gambaran perilaku kaum muda yang semakin anarkis dan apatis serta kehilangan sikap empati seperti terlibat dalam kegiatan tawuran yang menggunakan senjata tajam untuk melukai orang lain, seks bebas, aborsi, penggunaan obat-obat terlarang, vandalisme serta kenakalan-kenakalan remaja lainnya.

(29)

pribadi manusia dan memperjuangkan kesejahteraan umum namun tujuan ini belum tercapai dalam proses pelajaran agama selama ini.

5. Proses pembelajaran yang menarik harus dipersiapkan sebaik mungkin oleh guru dengan memperhitungkan unsur-unsur seperti lingkungan fisik, lingkungan sosial, penyajian guru, materi pembelajaran, proses dan produk pembelajaran namun masih banyak guru yang tidak mempersiapkan proses pembelajaran sehingga proses pembelajaran berjalan begitu saja.

6. Kurangnya perhatian pendidik tentang peran cerita dalam proses pembelajaran padahal cerita adalah aspek penting bagi siswa menemukan pesan moral bagi kehidupan bersama orang lain, khususnya empati.

7. Penggunaan cerita dalam proses pelajaran agama di sekolah Katolik sudah lama terjadi namun belum dipersiapkan dan dilaksanakan dengan baik.

C. Batasan Masalah

(30)

Judul penulisan ini dibatasi pada “Pengaruh Cerita terhadap Empati Siswa

dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) Kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta”. Penulisan ini akan melihat pengaruh atau efek yang

ditimbulkan cerita terhadap empati siswa dalam matapelajaran PAK kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:

Berapa besar pengaruh cerita terhadap empati siswa dalam matapelajaran PAK kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta?

E. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh cerita terhadap empati siswa dalam matapelajaran PAK kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta?

F. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan ini sebagai berikut: 1. Bagi perkembangan di bidang penelitian

(31)

2. Bagi sekolah

Memberikan gambaran bagi sekolah-sekolah khususnya sekolah Katolik untuk meningkatkan, menerapkan maupun menggunakan cerita dalam mengajar siswa-siswanya.

3. Bagi SMP Maria Immaculata

Memberikan sumbangan kepada para guru yang mengajar di SMP Maria Immaculata bahwa cerita menjadi media yang baik untuk menanamkan nilai-nilai moral khususnya empati.

4. Bagi Mahasiswa IPPAK

Memberikan sumbangan bagi para mahasiswa IPPAK agar dapat mempersiapkan diri secara sungguh-sungguh untuk menjadi pendidik dan pewarta Kabar Gembira Kerajaan Allah.

G. Metode Penulisan

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode analisis kuantitatif regresional berdasarkan penelitian lapangan dengan mengumpulkan, memaparkan dan menganalisis data dari lapangan serta menarik kesimpulan. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh melalui penyebaran skala sikap dalam mata pelajaran PAK kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta.

H. Sistematika Penulisan

(32)

1. BAB I berisi mengenai pendahuluan yang meliputi latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

2. BAB II dibagi menjadi enam bagian. Bagian pertama membahas mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) di sekolah yang meliputi hakikat PAK di sekolah, tujuan PAK, konteks PAK, materi PAK, dan cerita sebagai pendekatan materi PAK. Bagian kedua membahas cerita meliputi pengertian cerita, unsur-unsur cerita, jenis-jenis cerita, nilai-nilai dalam cerita, tujuan dan manfaat cerita. Bagian ketiga membahas empati meliputi pengertian empati, komponen empati, proses empati, perkembangan empati, akurasi empati dan mengembangkan empati pada anak-anak. Bagian keempat membahas penelitian yang relevan, selanjutnya kerangka pikir serta hipotesis. 3. BAB III berisi mengenai metodologi penelitian mengenai pengaruh cerita terhadap empati siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta yang meliputi jenis penelitian, desain, penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel. Teknik dan instrumen pengumpulan data meliputi variabel penelitian, definisi konseptual variabel, definisi operasional variabel, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, kisi-kisi instrumen, pengembangan instrumen, deskripsi data, uji persyaratan analisis dan uji hipotesis.

(33)
(34)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) di Sekolah 1. Hakikat PAK di Sekolah

Pendidikan Agama Katolik (PAK) di sekolah dipahami sebagai proses pendidikan dalam iman yang diselenggarakan oleh Gereja, sekolah, keluarga dan kelompok jemaat lainnya untuk membantu naradidik agar semakin beriman (Heryatno, 2008:23). Mata pelajaran PAK di sekolah merupakan salah satu bentuk katekese yang mengantar siswa menghubungkan Kabar Gembira dengan kenyataan dunia dengan terang iman, Injil.

Purwatma (dalam Komkat KWI, 2001:12) mengatakan pada dasarnya PAK adalah suatu pelajaran agama yang mengutamakan pengetahuan dan keterampilan dengan menggumuli/menginterpretasikan hidup dalam terang ajaran iman Katolik.

Paus Paulus VI dalam Ensiklik tentang pewartaan Injil, Evangelii Nuntiandiartikel 43-45 mengungkapkan pula:

Melalui pelajaran agama yang sistematis, akal budi dibina dengan ajaran-ajaran dasar, kenyataan yang terkandung di dalam kebenaran yang disampaikan oleh Allah kepada kita, agar dicamkan oleh ingatan dan diolah hati sedemikian sehingga merasuki kehidupan... juga dengan menggunakan media komunikasi sosial yang dapat menjangkau sejumlah besar, menyapa secara pribadi dan sekaligus mengundang komitmen yang sepenuhnya bersifat pribadi.

(35)

rindu kepadaNya dan peduli kepada sesamanya. PAK bukanlah semata-mata demi mengejar dan mengutamakan segi kognitif namun haruslah memberi ilham dan inspirasi kepada para peserta didik bagaimana untuk menghadapi kenyataan hidup di masa sekarang dan menjawab tantangan masa depan.

2. Tujuan PAK

Menurut Setyakarjana yang merangkum hasil lokakarya di Malino (1997:34) tujuan PAK adalah agar peserta didik mampu menggumuli hidup dari pandangan-pandangan Kristiani dan dengan demikian mudah-mudahan berkembang terus menjadi manusia paripurna (manusia beriman).

Dapiyanta (2000:149) merumuskan tujuan PAK secara luas dan sempit. Secara luas arah PAK ialah memperluas pengetahuan, memperteguh pergulatan iman (internalisasi), memperkaya penghayatan iman serta memperkembangkan dialog antar iman (jika terdapat peserta yang beragama lain).Secara sempit, Dapiyanta (2000:150) merumuskan tujuan PAK adalah membantu anak menggulati hidupnya dari sudut pandang Kristen. Anak memperkembangkan pengetahuan dan penghayatan iman.

Tujuan PAK bersifat holistik, artinya sesuai dengan kepentingan hidup naradidik yang mencakup segi kognitif, afeksi, dan praksis. Selain itu bersifat konatif, artinya mendorong semua pihak yang terlibat supaya semakin setia dan konsisten mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.

(36)

semakin beriman. Tujuan PAK meliputi seluruh aspek hidup anak, tidak hanya memperhatikan satu sisi saja misalnya segi kognitif saja, atau segi afeksi saja namun melibatkan keseluruhan aspek hidup anak agar anak semakin menjadi manusia yang beriman.

a. Demi Terwujudnya Nilai-nilai Kerajaan Allah

Terwujudnya Kerajaan Allah merupakan visi dasar atau arah utama seluruh proses PAK. Komisi Kateketik KWI (2001:14) berpendapat bahwa pewartaan yang berpusat pada kerajaan Allah membawa kita untuk memberi tekanan lebih pada kehadiran nilai-nilai kerajaan itu dalam hidup bersama, seraya memberi kesaksian di tengah-tengah masyarakat.

Berikut merupakan pokok-pokok rumusan yang berorientasi dasar pada nilai-nilai kerajaan Allah yang diungkapkan oleh Komisi Kateketik KWI (2001:15) yakni:

1) Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus merupakan pemenuhan rencana keselamatan Allah yang disampaikan kepada manusia sejak awal mula. Pemahaman mengenai nilai-nilai kerajaan Allah membawa kita untuk mengenal siapa Allah dalam hidup kita. Inilah pengalaman yang menyatukan kita dengan semua manusia, pengalaman akan Allah yang mengundang kita untuk ikut serta dalam pembaruan dunia ini.

2) Dalam tradisi iman kristiani, kerajaan Allah itu hadir dalam diri Yesus, yang datang untuk “mewartakan kerajaan Allah” (Mrk1:16). Ini menunjukkan

(37)

Allah di dunia. Oleh karena itu, pemahaman mengenai Yesus dan hidup-Nya menjadi unsur yang penting.

3) Bagaimana nilai-nilai kerajaan Allah yang diwartakan Yesus itu menjadi hidup dalam Gereja. Gereja mempunyai macam-macam kegiatan yang dimaksudkan untuk membantu umat semakin mengimani Yesus Kristus dalam hidup sehari-hari. Oleh karena itu, pewartaan, liturgi, pendalaman iman memiliki muara pada kesaksian seseorang.

Berikut Heryatno (2008:27) merangkum pernyataan Thomas H Groome berkaitan arah dasar pendidikan iman demi kerajaan Allah:

1) Kerajaan Allah merupakan simbol yang mengungkapkan tindakan Allah yang senantiasa hadir dan berkarya di tengah kehidupan manusia. Allah tidak pernah bosan dan berinisiatif mendatangkan kebaikan dan berkat bagi kehidupan manusia. Kerajaan Allah menggambarkan sifat Allah: penuh belas kasih, sabar, setia, menghendaki kedamaian, cinta kasih, kesatuan dan kebahagiaan, kepenuhan dan berakhirnya penderitaan manusia.

2) Memahami Kerajaan Allah dalam konteks masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang.

3) Kerajaan Allah merupakan anugerah Allah dan undangan Allah akan tanggapan manusia. Ia sudah terwujud dan di pihak lain belum mencapai kepenuhannya.

(38)

5) Anugerah sekaligus tanggung jawab untuk menjalin relasi dan mengambil bagian dengan-Nya dan sesama anak-anak Allah.

6) Karena Allah mengasihi semua, maka Allah menghendaki supaya manusia hidup saling mengasihi seperti Allah telah mengasihi mereka. Tolak ukur kasih ialah hidup Yesus sendiri yang mengasihi manusia sampai sehabis-habisnya.

7) Allah memanggil manusia untuk bertobat. Pertobatan yang diusahakan bersifat integral, baik segi personal maupun sosial.

8) Kita dipanggil untuk menjadi saksi-saksi yang memperjuangkan pelayanan demi terwujudnya kerajaan Allah.

9) Kesadaran memberdayakan jemaat untuk terus mengarahkan hidupnya demi terwujudnya nilai-nilai kerajaan Allah.

10)Terwujudnya nilai-nilai kerajaan Allah menjadi tolak ukur dari segala kegiatan pendidikan iman.

Kerajaan Allah adalah karya Allah untuk menyelamatkan hidup manusia yang mengundang manusia untuk menanggapinya. Maka, PAK menuntut prosespendidikan yang membentuk dan memberdayakan naradidik sebagai mitra Yesus dalam mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah di sekolah mereka.

b. DemiKedewasaan Iman Kristiani

(39)

pemikiran, hati, dan praksis. Iman kristiani mencakup tindakan menyakini (believing), mempercayai (trusting) dan melakukan kehendak Allah (doing God’s will).

Heryatno (2008:31) mengatakan bahwa pendidikan iman di sekolah merupakan proses pendewasaan iman yang diharapkan memperkembangkan secara seimbang dan integratif ketiga hal yang diungkapkan oleh Thomas H. Groome.

c. Demi Terwujudnya Kebebasan Manusia

Antara iman dan kebebasan terdapat kaitan yang sangat erat. Iman Kristiani hidup sebagai jawaban dari undangan untuk menjadi bagian anggota kerajaan Allah. Tujuan terdekat PAK adalah iman Katolik dan kebebasan manusia (Thomas H. Groome, 2010:121). Oleh karena itu, PAK di sekolah haruslah dapat mendorong dan membantu naradidik agar terus sampai kepada kebebasan sejati, kepada diri sendiri dan sesama demi terwujudnya nilai-nilai kerajaan Allah.

(40)

3. Konteks PAK

Dalam Gravissimum Educationis (GE) artikel 13, diungkapkan bahwa keluarga memiliki tugas utama mendidik dan membutuhkan bantuan dari masyarakat. Konteks PAK perlu dipahami melalui pendekatan yang bersifat kontekstual yang mengajak kita untuk memperhatikan empat lembaga yakni, keluarga, Gereja, masyarakat dan sekolah. Masing-masing lembaga memiliki kekhasan dan sumbangan yang tidak tergantikan. Keempat komunitas ini saling berhubungan dan mempengaruhi dalam mewujudkan tujuan PAK itu sendiri.

Berhubungan dengan konteks hidup naradidik, Heryatno (2008:41) menyebutkan konteks hidup peserta didik meliputi kebutuhan dan minat mereka, kemampuan daya tangkap mereka, latar belakang, permasalahan hidup dan sebagainya. Berkaitan dengan ini, ada dua pendekatan yakni sosialisasi dan edukasi. Sosialisasi merupakan proses kita menjadi diri kita sendiri sebagaimana adanya dengan jalan kita berinteraksi dengan orang-orang lain, dengan tatanan dan nilai hidup yang diikuti serta tingkah laku yang diharapkan oleh sekitar kita. Sedangkan edukasi merupakan proses dimana kita dengan sadar dan sengaja mendidik diri dan peserta didik agar kita bersama mengalami perkembangan hidup bahkan sampai mencapai kepenuhan.

4. Materi PAK

(41)

agamanya. Pada tingkat SD, sebaiknya diberi dongeng berupa orang-orang kudus dan orang-orang jahat yang kemudian diluruskan. Tingkat SLTP atau SMP mengkaitkan cerita dengan nilai-nilai tertentu seperti keadilan, kedamaian, kejujuran, sikap menerima perbedaan, dsb. Kitab suci dijadikan sebagai acuan utama.Berikut hasil lokakarya di Malino mengenai materi pokok dalam rangka PAK (Setyakarjana, 1997:72):

1) Pengalaman hidup

Pengalaman hidup bertujuan membawa anak didik menuju ke arah kedewasaan penuh atau menjadi manusia paripurna lewat pergumulan pengalaman hidup. Pengalaman hidup dimunculkan dalam materi sehingga anak didik mampu mengolah, memahami dan akhirnya memiliki pengalaman hidup sebagai sesuatu yang sangat berharga. Dengan demikian, anak merasa Allah menyapa dia melalui pengalaman hidupnya seperti pengalaman gembira, sedih, bersama teman, dicintai ayah dan ibu, melihat pengalaman indah, dll.

2) Kitab Suci

Pengalaman hidup di dalam PAK diolah dan digumuli bersama di dalam terang Kitab Suci. Di dalam Kitab Suci sebagai Sabda Tuhan termuat pengalaman dan kisah hidup Yesus sebagai utusan Allah (perwujudan Allah) yang menjadi panutan umat Kristiani. Oleh sebab itu, Kitab Suci dalam PAK menjadi amat penting.

3) Dogma

(42)

dalam rumus-rumus yang baku. Melalui rumus yang baku, umat sungguh merasa terbantu untuk mengolah pengalaman hidupnya dalam terang iman. Dalam rangka PAK, dogma membantu anak membentuk diri manusia yang paripurna sebagaimana dikehendaki Allah lewat Yesus Kristus.

4) Liturgi

Perjumpaan dengan Yesus Kristus yang menyelamatkan dan membawa kegembiraan perlu diungkapkan dan dirayakan. Ungkapan perayaan iman Kristiani ini disebut liturgi. Dalam PAK, anak juga diperkenalkan pada liturgi, sebagai ungkapan syukur atas keselamatan yang telah diterima dari Allah Bapa.

5. Cerita sebagai Pendekatan dan Materi PAK

Dalam proses PAK, bahan dilihat sebagai sarana, bukan tujuan. Bahan dipilih sejauh membantu pergulatan hidup beriman (Dapiyanta, 2000:150). Bahan yang digunakan dalam PAK hendaknya bukanlah bahan mati, bahan tersebut diharapkan dapat bersaksi mengenai hidup beriman sehingga menjadi partner dialog tentang hidup beriman. Adapun ruang lingkup bahan tersebut ialah hidup murid, masyarakat dan tradisi Kristen.

Menurut Dapiyanta (2000:163), bahan yang hidup dapat menjadi partner dialog yang sangat cocok jika bahan dikemas dalam bentuk narasi yang menampilkan nilai-nilai sehingga terjadi pergulatan pilihan nilai dalam diri tokoh beserta akibat-akibat pilihannya.

(43)

bekerjasama, saling membantu, bermain bersama, melakukan aktivitas keseharian bersama, mengahadapi kesulitan bersama, membantu mengatasi kesulitan orang lain, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2005:40).

Cerita sebagai materi PAK dipandang sebagai pendekatan yang diolah bersama pengalaman hidup yang digumuli dalam kehidupan sehari-hari dan diolah bersama-sama dalam terang Injil sehingga menimbulkan kesadaran bahwa Allahmenyapa dirinya dalam hidup sehari-hari.Kesadaran hidup bermasyarakat pada diri anak akan semakin besar seiring perkembangan usia. Anak pada usia 10-12 tahun mempunyai citarasa keadilan dan peduli kepada orang lain yang lebih tinggi. Cerita yang “mengeksploitasi” kehidupan sosial secara baik akan

mampu menjadikannya sebagai contoh bertingkah laku sosial.

Demonstrasi kehidupan konkret yang diwujudkan oleh tokoh dalam cerita juga mengandung tingkah laku yang menunjukkan sikap etis religius karena keseluruhan aspek manusia ditampilkan. Aspek-aspek ini menjadi aspek penting dalam proses PAK di sekolah.

B. Cerita

(44)

1. Pengertian cerita

Abdul Aziz Abdul Majid (2013:8) mengatakan bahwa cerita merupakan salah satu bentuk sastra yang bisa dibaca atau hanya didengar dan memiliki keindahan dan kenikmatan sendiri. Menurut EdySembodo (2010:13), cerita pendek (cerpen) yaitu cerita yang mengambil momen penting dalam lakuan tokoh yang biasanya membutuhkan lima sampai lima belas halaman.

Cerita pendek atau yang sering disebut cerpen merupakan salah satu jenis fiksi yang paling banyak ditulis orang. Jika dibaca, jalannya peristiwa dalam cerpen lebih padat. Sementara itu, latar maupun kilas baliknya disinggung sambil lalu saja.

2. Unsur-unsur Cerita

Nurgiyantoro (2005:221) menjelaskan bahwa cerita fiksi terdiri atas unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur cerita fiksi yang secara langsung berada di dalam, menjadi bagian, dan ikut membentuk eksistensi cerita yang bersangkutan. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar teks fiksi bersangkutan, tetapi mempunyai pengaruh terhadap bangun cerita yang dikisahkan, misalnya pandangan hidup penulis.

Berikut Hardjana HP (2006:17) menguraikan unsur-unsur intrinsik cerita fiksi:

a. Tema

(45)

Tema dapat dibagi menjadi topik-topik atau persoalan yang lebih kecil yang secara eksplisit menunjukkan peristiwa yang terjadi. Contoh tema misalnya kebaikan mengalahkan kejahatan.

Dr.Abdul Aziz Abdul Majid (2013:11) membagi tema sebagai berikut: 1) Tema peristiwa yang dibatasi oleh lingkungan

Tema yang ditujukan bagi anak-anak berusia kira-kira 3-5 tahun, cerita-cerita yang sesuai untuk usia ini adalah cerita-cerita yang tokoh-tokohnya dikarang dari binatang, tumbuhan, ibu, ayah dan anak-anak seusianya. Pemberian sifat-sifat gerakan, pembicaraan, dan warna yang dikenal akan menjadi daya tarik yang membangkitkan rasa ingin tahu anak.

2) Tema imajinasi bebas

Ditujukan pada anak usia 5-8/9 tahun yang telah melewati masa pengenalan lingkungan sekitarnya yang terbatas pada rumah dan jalan-jalan. Anak mulai tahu bahwa anjing menggigit, lebah menyengat, kucing mencakar, api membakar, dan lain-lain. Maka anak-anak ingin membayangkan sesuatu yang tidak diketahuinya, yang tidak ada dalam lingkungan.

3) Tema petualangan dan kepahlawanan

Ditujukan pada anak usia 8-18/19 tahun atau lebih. Pada fase ini, orang muda cenderung menyukai hal-hal yang imajiner-romantik dengan tetap dibatasi oleh kenyataan sesungguhnya. Cerita yang disukai pada fase ini biasanya cerita-cerita yang penuh bahaya, petualangan, keberanian, kekerasan, dan melibatkan kepolisian.

(46)

Ditujukan pada anak usia 12-18 tahun lebih. Suatu masa peralihan menjadi gadis bagi anak-anak perempuan. Masa peralihan menuju masa yang penuh kebimbangan. Tema ini lekat dengan rasa sosial, patriotisme, konflik jiwa, pandangan filosofis tentang kehidupan.

5) Tema keteladanan

Ditujukan pada anak usia 18-19 tahun dan sesudahnya. Pada tema ini, orang memasuki masa kematangan berpikir dan bermasyarakat. Biasanya, dasar-dasar sosial, moral, dan politik, baik yang salah maupun yang benar telah terbentuk dalam dirinya. Pada fase ini, mereka terpengaruh oleh kebutuhan-kebutuhan individunya, sehingga agak sulit membatasi cerita yang memiliki kecenderungan semacam ini.

b. Tokoh/ Penokohan

Tokoh/penokohan adalah gambaran watak, kebiasaan dan sifat para tokoh dalam cerita. Pembaca sebuah cerita tentu ingin mengenali rupa, tampang, watak para tokoh cerita. Oleh karena itu, pengarang memberi gambaran atau pelukisan dari tokoh-tokoh dalam cerita.

Sudjiman (dalam Edy Sembodo, 2010:5) mengartikan tokoh sebagai individu rekaan yang mengalami peristiwa atau lakuan dalam suatu cerita. Nurgiyantoro (2005:226) mengatakan bahwa dalam dunia anak-anak, tokoh lazimnya terdiri atas tokoh protagonis dan tokoh antagonis.

(47)

cenderung disukai oleh si pembaca, sedangkan tokoh antagonis biasanya dibenci karena karakternya yang terlihat jahat atau tidak baik.

c. Plot/ Alur

Plot atau alur yaitu unsur struktur yang terwujud dalam jalinan peristiwa, yang memperlihatkan kepaduan (koherensi) yang diwujudkan oleh sebab akibat atau kausalitas. Di dalam cerita pendek, novelet maupun novel, plot atau alur sangat penting. Cerita pendek akan dapat menarik pembacanya kalau jalan cerita dan plotnya dibangun secara terpadu dan kuat. Hardjana HP (2006:21) juga menjelaskan bahwa suatu cerita fiksi haruslah bergerak dari suatu permulaan (beginning) melalui pertengahan (middle), menuju suatu akhir (ending).

Suardi dalam Hardjana HP (2006:22) menguraikan pola tradisional yang sering diikuti oleh pengarang-pengarang antara lain berikut:

1) Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)

2) Generating Circumstances (peristiwa mulai bertaut dan bergerak) 3) Rising Action (keadaan/ suasana mulai memuncak, tegang) 4) Climax (peristiwa mencapai puncak ketegangan)

5) Denoument ( peristiwa mereda, pengarang memberikan solusi pemecahan semua peristiwa).

d. Latar/ Setting

(48)

tempat misalnya di kota, di desa, di zaman dahulu, dan sebagainya. Selain itu, peristiwa tersebut terjadi pada waktu tertentu, malam, siang, pagi atau tengah malam.

Latar merupakan lingkungan yang melingkupi tokoh-tokoh yang ada pada cerita. Lingkungan tersebut dapat mempengaruhi perasaan tokoh dan begitu pula sebaliknya. Latar dapat berupa waktu, tempat suasana, dan perasaan yang dirasakan oleh tokohnya (Edy Sembodo, 2010:7).

e. Gaya Bahasa

Gaya bahasa ialah cara yang khas dalam menggunakan bahasa untuk menyatakan pikiran dan perasaan baik dalam tulisan maupun lisan. Dalam dunia cerita, gaya memegang peranan yang penting. Abdul Aziz Abdul Majid (2013:22) mendefinisikan gaya bahasa sebagai susunan bahasa, baik denotatif maupun konotatif. Hardjana HP (2006:25) mengungkapkan bahwa anak-anak tidak terlalu tertarik dan mempermasalahkan gaya bahasa. Biasanya anak lebih tertarik pada isi cerita.

f. Moral

(49)

Kehadiran moral dalam cerita fiksi dapat dipandang sebagai semacam saran terhadap perilaku moral tertentu yang bersifat praktis, tetapi bukan resep atau petunjuk bertingkah laku. Ia dikatakan praktis lebih disebabkan ajaran moral itu disampaikan lewat sikap dan perilaku konkret sebagaiman ditampilkan oleh para tokoh cerita. Tokoh-tokoh tersebut dipandang sebagai model untuk menunjuk dan mendialogkan kehidupan sebagaimana yang diidealkan oleh penulis cerita.

3. Jenis-jenis Cerita Fiksi

Hardjana HP (2006:32) mengelompokkan jenis cerita sebagai berikut: a) Fantasi atau karangan khayal

Fantasi atau karangan khayal adalah adalah cerita dongeng, fabel, legenda dan mitos. Dalam cerita ini, semuanya benar-benar dongeng khayal dan tidak berdasar kenyataan.

Selain itu, yang termasuk dalam jenis ini adalah cerita-cerita yang menghadirkan tokoh khayali seperti adanya tokoh dewa, peri, naga, garuda dan hal-hal yang bersifat supranatural serta penuh fantasi (Hasanuddin WS, 2015:7). Hal-hal supranatural biasanya terdapat dalam jenis cerita seperti adanya batu kemala hikmat, sapu ajaib, cincin atau cermin yang memiliki kekuatan gaib.

b) Realistic Fiction

(50)

ada dan hidup sebagai tokoh atau pahlawan. Selain itu, yang termasuk jenis ini adalah kisah-kisah inspiratif mengenai seseorang yang berhubungan dengan sekolah, rumah, olahraga dan petualangan. Di dalam jenis ini, termasuk pula bahan bacaan biografi atau autobiografi.

Cerita realistik bukan hanya perlu namun juga diminati pembaca, karena penggambaran di dalamnya mendekatkan mereka pada kehidupan nyata (Sarumpaet, 2010:28). Segala sesuatu yang terjadi dalam cerita realistik mungkin saja terjadi dalam kehidupan. Karena para tokoh, persoalan, latar yang ada di dalamnya, mengingatkan, menunjukkan dan merujuk pada sesuatu yang dapat dikenali pembaca.

c) Biografi atau riwayat hidup

Banyak orang-orang terkenal yang dibuat menjadi cerita untuk diperkenalkan kepada anak-anak dengan bahasa sederhana dan isinya gamblang sebagaimana adanya, mudah dimengerti sebagai suri teladan.

Biografi merujuk kita pada jenis karya sastra yang berbicara mengenai sejarah dan kehidupan seseorang (Sarumpaet, 2010: 31). Umumnya biografi untuk remaja disampaikan dalam bentuk fiksi, buku itu bersumber dari penelitian yang mendalam, namun beberapa fakta penting disampaikan secara dramatik.

d) Folk tales atau cerita rakyat

(51)

sebagainya.Cerita rakyat atau yang banyak dikenal sebagai kisah peri (walau tak selalu ditemukan peri di dalamnya) sangat mudah kita kenali (Sarumpaet, 2015:28). Misalnya gadis cantik yang jahat, bapak yang peragu, ibu tiri yang kejam, dll. Ada pula cerita rakyat dari Jawa Barat, Bunga Rampai Cerita Rakyat Nusantara yang menyukakan hati kita karena sifatnya yang kumulatif (memberikan jawaban dan kesimpulan).

e) Religius atau cerita-cerita agama

Banyak cerita mengenai nabi, orang-orang suci, atau ajaran keagamaan yang digubah dalam bentuk cerita yang menarik, motivasinya untuk membentuk remaja berbudi luhur.Cerita-cerita religius biasanya menggambarkan sejarah, tokoh-tokoh serta apa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh tersebut sehingga nilai-nilai yang ada di dalam tokoh dapat diteladani oleh remaja.

4. Nilai-nilai dalam Cerita

Penelusuran persoalan tema cerita difokuskan pada persoalan yang berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan karakter berikut uraiannya menurut Prayitno (dalam Hasanuddin WS, 2015:18) antara lain:

1) Keimanan dan ketakwaan dengan indikator perilaku percaya pada Tuhan YME; mengerjakan perintah dan meninggalkan larangan Tuhan; amanah. 2) Kejujuran dengan indikator perilaku: berkata apa adanya; berbuat atas dasar

(52)

3) Kecerdasan dengan indikator perilaku: aktif/dinamis; terarah/berpikir logis; analitis/objektif; mampu mencari solusi; berpikir positif/maju/terbuka dan konsisten.

4) Ketangguhan dengan indikator perilaku teliti/sportif; sabar; disiplin; ulet/tidak mudah putus asa; bekerja keras; orientasi kualitas/mutu; berani menanggung resiko; menjaga keselamatan dan kesehatan diri.

5) Kepedulian dengan indikator perilaku patuh pada aturan/norma; sopan/santun; demokratis; toleransi; suka membantu; damai/antikekerasan; pemaaf; menjaga kerahasiaan.

5. Tujuan dan Manfaat Cerita

Sastra anak termasuk cerita, diyakini memiliki kontribusi yang besar bagi perkembangan kepribadian anak dalam proses menuju kedewasaan sebagai manusia yang memiliki jati diri yang jelas (Nurgiyantoro, 2005:36).

Moeslichatoen (2004:26) mengatakan bahwa cerita menjadi media yang baik dan efektif untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Berikut tujuan dan manfaat cerita:

a. Penanaman nilai-nilai kejujuran, keberanian, kesetiaan, keramahan, ketulusan, dan sikap-sikap positif lainnya.

b. Menambah nilai-nilai sosial, nilai-nilai moral dan keagamaan.

(53)

d. Mengkomunikasikan nilai-nilai budaya, sosial dan keagamaan.

e. Memperoleh informasi tentang pengetahuan, nilai, dan sikap untuk dihayati dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

f. Membangkitkan semangat dan memungkinkan pengembangan dimensi perasaan. Misalnya, anak akan merasa sedih bila tokoh cerita disakiti dan akan senang bila ada tokoh lain yang melindungi atau baik hati.

a. Mengkomunikasikan nilai-nilai budaya, sosial dan keagamaan. b. Menanamkan etos kerja, etos waktu, etos alam

c. Membantu mengembangkan fantasi anak, mengembangkan dimensi kognitif anak dan mengembangkan dimensi bahasa anak

Sedangkan menurut Abdul Aziz Abdul Majid (2013:5) dalam cerita terdapat unsur-unsur seperti ide, tujuan, imajinasi, bahasa dan gaya bahasa yang berpengaruh dalam pembentukan pribadi anak.

C. Empati

1. Pengertian Empati

Howe (2015:15) menggunakan istilah empathy sebagai penerjemahan bahasa Inggris dari kata Jerman Einfuhlung. Etimologinya berasal dari kata Yunani empatheia, yang artinya memasuki perasaan orang lain atau ikut merasakan keinginan atau kesedihan seseorang.

(54)

orang lain. Oleh sebab itu, perlu bahwa kadang-kadang kita mengambil jarak dari cara kita mengalami hidup sendiri dan dengan demikian kita mampu mendalami alam orang lain seolah-olah kita mendalami alam kita sendiri.

Empati dapat juga didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi apa yang sedang dipikirkan atau dirasakan oleh orang lain dalam rangka untuk merespon pikiran dan perasaan mereka dengan sikap yang tepat.

Taufik (2012: 41) mengatakan bahwa empati merupakan suatu aktivitas untuk memahami apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang lain, serta apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang yang bersangkutan (observer, perceiver) terhadap kondisi yang sedang dialami orang lan, tanpa yang bersangkutan kehilangan kontrol dirinya.

Dalam memahami orang lain, individu seolah-olah masuk dalam diri orang lain sehingga bisa merasakan dan mengalami sebagaimana yang dirasakan dan dialami orang lain itu, tetapi tanpa kehilangan identitas dirinya sendiri. Kalimat “tanpa kehilangan identitas dirinya sendiri” sangat penting karena mengandung

pengertian meskipun individu menempatkan dirinya pada posisi orang lain, namun dia tetap melakukan kontrol diri atas situasi yang ada, tidak dibuat-buat, dan tidak hanyut dalam situasi orang itu. Berikut diungkapkan oleh C.A.J Teen (1994:6):

(55)

Menurut Howe, definisi-definisi yang pasif tentang empati memperlihatkan kesamaan psikologis kita, kerentanan kita dipengaruhi oleh perasaan-perasaan orang lain. Definisi-definisi yang lebih aktif menangkap kemanusiaan kita, usaha-usaha kita untuk memahami orang lain, kasih sayang kita, semangat kita untuk bertindak dan membantu ketika kita berpikir tentang dunia dan mulai melihatnya dari sudut pandang orang lain. Empati mencakup aspek-aspek psikologis yang kompleks dimana pengamatan, ingatan, pengetahuan dan pemikiran dipadukan untuk menghasilkan pemahaman tentang pikiran dan perasaan orang lain.

Empati adalah memahami pikiran orang lain tanpa pikiran mereka sama dengan pikiran kita. Bersikap empati berarti memahami, merasakan atau masuk ke dalam (em) perasaan (pathos) dari orang lain (Howe,2015:22).

Empati terdiri dari tiga proses yakni:

- Kemampuan kognitif untuk melihat, memahami dan mendiskriminasikan keadaan-keadaan emosional orang lain;

- keterampilan kognitif yang lebih matang untuk melihat hal-hal dari sudut pandang orang lain;

- sebuah respon emosional terhadap keadaan emosional orang lain.

(56)

Kualitas dan kedalaman empati yang dicapai bergantung pada ciri-ciri individual (jenis kelamin, kepribadian, temperamen, gaya berhubungan, mood); hubungan yang dia miliki dengan orang lain (keluarga, teman, kolega, orang asing) dan situasinya secara spesifik (pertemuan santai, terapi kunjungan ke rumah sakit, meminta tolong, keadaan bahaya dan sebagainya).

Empati merupakan tanda kepedulian manusia terhadap orang lain, perekat yang memungkinkan terbentuknya kehidupan sosial. Menurut Covey (dalam Howe, 2015:31) empati merupakan minyak pelumas bagi roda-roda kehidupan sosial. Ketika kita berbagi, mencintai, bekerja sama dan memberi, saat itulah empati bekerja. Ketika empati tidak ada, keakraban hilang dan hubungan-hubungan pun menjadi rusak. Kekerasan, pelecehan, diskriminasi dan keegoisan menjadi hal yang biasa ketika empati telah hilang.

Melalui pendapat di atas dapat kita ketahui bahwa masalah personal maupun interpersonal dapat dipecahkan ketika ia dimasukkan ke dalam balsem penyembuh yang bernama empati.Pikiran yang empatik mendorong kerja sama, kolaborasi dan keberadaan; bahwa hubungan-hubungan yang berkualitas baik dapat menghasilkan kemampuan berempati dan kemampuan berempati menunjukkan kualitas kemanusiaan dari manusia.

2. Komponen-komponen Empati

(57)

a. Komponen Kognitif

Taufik (2012:44) menjelaskan komponen kognitif sebagai kemampuan untuk memperoleh kembali pengalaman-pengalaman masa lalu dari memori dan kemampuan untuk memproses informasi semantik melalui pengalaman-pengalaman. Taufik juga mengumpulkan definisi komponen kognitif empati berdasarkan pernyataan para ahli yakni kemampuan seseorang dalam menjelaskan suatu perilaku, kemampuan untuk mengingat jejak-jejak intelektual dan verbal tentang orang lain, dan kemampuan untuk membedakan atau menyelaraskan kondisi emosional dirinya dengan orang lain.

Howe(2015:23) melihat empati yang terdiri dari tiga proses: kemampuan kognitif untuk melihat, memahami dan mendiskriminasikan keadaan-keadaan emosional orang lain; keterampilan kognitif yang lebih matang untuk melihat hal-hal dari sudut pandang orang lain; dan sebuah respons emosional terhadap keadaan emosional orang lain.

“Empati kognitif didasarkan pada kemampuan melihat, membayangkan

dan memikirkan sebuah proses reflektif yang lebih berbasis kognitif untuk memahami perspektif orang lain” (Howe, 2015: 24). Komponen kognitif

(58)

b. Komponen Afektif

Menurut Taufik(2012: 51), empati sebagai aspek afektif merujuk pada kemampuan menyelaraskan pengalaman emosional pada orang lain. Aspek ini empati ini terdiri atas simpati, sensitivitas, dan sharing penderitaan yang dialami orang lain seperti perasaaan dekat dengan kesulitan-kesulitan orang lain yang diimajinasikan seakan-akan dialami oleh diri sendiri.

Komponen afektif atau emosional ini dekat dengan apa yang umumnya kita pahami sebagai respon empatik: saya merasakan kesusahan Anda, saya melihat dan memahami kesedihan Anda, tetapi jelas bahwa Andalah yang mengalami kesusahan dan kesedihan dan bukan saya, meskipun saya secara emosional terpengaruh oleh hendaya Anda (Howe, 2015:24).

c. Komponen Kognitif dan Afektif

Brems (dalam Taufik, 2012:53) menguji respons-respons empati pada 122 siswa perguruan tinggi terhadap dua skala empati, yaitu skala mengukur berbagai macam hubungan interpersonal dan altruisme. Hasilnya menunjukkan empati terbagi ke dalam dua komponen kognitif dan afektif.

(59)

d. Komponen Komunikatif

Munculnya komponen ini didasarkan pada asumsi awal bahwa komponen kognitif dan komponen afektif akan tetap terpisah bila antara keduanya tidak terjalin komunikasi. Empati bukan hanya mengetahui apa yang sedang dirasakan oleh orang lain dan merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain, tetapi juga mengomunikasikan, dengan cara dan sikap yang baik, pengetahuan dan pemahaman kita tentang pengalaman emosional orang lain tersebut. (Howe, 2015: 25)

Kita dapat mendefinisikan empati sebagai sebuah reaksi afektif terhadap emosi-emosi orang lain; aksi kognitif untuk mengadopsi orang perspektif orang lain; sebuah pemahaman berbasis kognitif tentang orang lain; dan komunikasi tentang pemahaman tersebut.

Komponen empati komunikatif adalah ekspresi dari pikiran-pikiran empatik (intellectual empathy) dan perasaan-perasaan (empathic emotions) terhadap orang lain yang dapat diekspresikan melalui kata-kata dan perbuatan (Taufik, 2012:53).

Komunikasi empatik terjadi tanpa kata maupun dengan kata, terjadi saat pandangan mata tertuju pada orang lain di sekitar kita. Selain itu, saat kita memperhatikan orang lain, mendengarkan dengan penuh, saling memandang, mengangguk tanda setuju, menepuk bahu, merangkul, dsb.

(60)

mengenali dirinya sendiri. Refleksi mamupu mengatur sementara perasaan yang kacau, memberikan semangat, hingga ia merasa bahwa ia dimengerti.

3. Proses Empati

Taufik (2012:54) menggolongkan proses empati ke dalam empat tahapan yakni antecedents, processes, interpersonal outcomes, dan intrapersonal outcomes.

1) Antecedents

Antecedents adalah kondisi-kondisi yang mendahului sebelum terjadinya proses empati. Meliputi karakteristik pelaku empati, target empati atau situasi yang terjadi saat itu. Empati sangat dipengaruhi oleh kapasitas pribadi pelaku empati. Ada yang memiliki kapasitas berempati tinggi, adapula yang rendah. Kemampuan empati yang tinggi dipengaruhi oleh kapasitas intelektual untuk memahami apa yang terjadi pada orang lain. Selain itu dipengaruhi oleh riwayat pembelajaran individu sebelumnya termasuk sosialisasi terhadap nilai-nilai yang terkait dengan empati (Taufik, 2012:55).

(61)

2) Processes

Taufik (2012:56) membagi tiga jenis proses empati yakni non-cognitive processes, simple cognitive processes, dan advance cognitive processes. Proses pertama menyebabkan empati terjadi melalui proses-proses non kognitif, artinya tanpa memerlukan pemahaman terhadap situasi yang terjadi. Empati jenis ini hanya melibatkan proses emosi.Kedua, simple cognitive processes, pada jenis ini empati hanya membutuhkan sedikit proses kognitif. Misalnya saat kita menghadiri acara wisuda, maka kita akan menunjukkan sikap bahagia. Atau sebaliknya saa

Gambar

Tabel 1. Responden penelitian
Tabel 3. Skor alternatif jawaban variabel x dan y
Tabel 5. Kisi-kisi instrumen variabel empati siswa
Tabel 6. Reliabilitas keseluruhan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maklum bila makanan ini gampang dijumpai di kawasan Pasar Gede yang clikitari oleh permukiman Tionghoa, bukan di lingkMgan keraton yang merupakan lembaga pemberi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi Pb terhadap diameter koloni dan indeks toleransi isolat fungi non-simbiosis indigenus dari lahan

Suspensi adalah suatu bentuk sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa dan merupakan sistem heterogen yang

game online , tetapi pada kenyataannya remaja yang kontrol dirinya baik belum tentu. dapat mengatasi keterlibatannya dalam kecanduan

Meu Calendário Calendário da minha irmã Calendário do médico Descrição Rescuperação Normalização Interoperabilidade Inteligibilidade... Web Semântica:

Methods for investigating the role of energy in the economy involve aggregating different energy flows. A variety of methods have been proposed, but none has received

kreatif maka akan berdampak pada semakin baik pergerakkan ekonomi kreatif di wisata religi makam Sunan Kalijaga Kadilangu Demak pula. Untuk meningkatkan jumlah cendekiawan

Sehubungan dengan telah selesainya Evaluasi Dokumen Penawaran serta Dokumen Kualifikasi untuk pekerjaan “ PENGADAAN KONSENTRAT PAKAN TERNAK UNGGAS “ Kegiatan Pembibitan