• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter bela rasa (Compassion) : studi pra eksperimen pada siswa kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakart

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter bela rasa (Compassion) : studi pra eksperimen pada siswa kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakart"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL KOLABORATIF

DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER BELA RASA (COMPASSION) (Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta

Tahun Ajaran 2014/2015)

Yohanes Purnomo Edi Universitas Sanata Dharma

2016

Tujuan penelitian ini: (1) Mengetahui gambaran tingkat karakter Bela Rasa (Compassion) siswa kelas VII SMP Stella Duce 2 Tahun Ajaran 2014/2015Yogyakarta sebelum dan sesudah mendapatkan pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning; (2) Mengetahui efektivitas pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning dalam meningkatkan karakter Bela Rasa (Compassion) siswa kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan pra-eksperimen One-Group Pretest-Posttest Design. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner Karakter Bela Rasa (Compassion) yang disusun oleh peneliti. Koefisien reliabilitas penelitian ini dianalisa menggunakan teknik Test-retest hasilnya senilai 0,689 dan termasuk kategori cukup. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VII Sekar Jagad SMP Stella Duce 2 Yogyakarta berjumlah 28 orang. Teknik analisa data yang digunakan adalah kategorisasi distribusi normal dan uji Two Related Sample Test (Wilcoxon).

Temuan penelitian menunjukkan: tingkat karakter bela rasa (compassion) siswa kelas VII Sekar Jagad SMP Stella Duce 2 Yogyakarta sebelum dan sesudah mendapatkan layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning secara umum baik. Namun demikian, masih terdapat siswa yang memiliki karakter bela rasa (compassion) pada kategori sedang. Tidak terdapat peningkatan karakter bela rasa (compassion) siswa secara signifikan senilai 0,352, (Sig 2 tailed) sebesar (0,352) > (0,05). Dengan demikian, implementasi layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning tidak secara efektif meningkatkan karakter bela rasa (compassion) siswa.

(2)

ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF THE IMPLEMENTATION OF COLLABORATIVE CLASS GUIDANCE SERVICE-BASED CHARACTER EDUCATION USING

EXPERIENTIAL LEARNING APPROACH TO DEVELOP A SENSE OF COMPASSION

(Preliminary Study on the seventh grade students in SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Academic Year 2014 / 2015 )

Yohanes Purnomo Edi Sanata Dharma University

2016

The purposes of this research are: (1) To know the description of the sense of compassion among the seventh grade students of SMP Stella Duce 2 Yogyakarta, academic year 2014/2015, before and after the implementation of the collaborative class guidance service-based character education using an experiential learning approach; (2) To explore the effectiveness of the collaborative class guidance service-based character education using an experiential learning approach to

develop the seventh grade students’ sense of compassion in SMP Stella Duce 2 Yogyakarta academic year 2014/2015.

This research is a quantitative research using a pre-experiment One-Group Pretest-Posttest Design design. The instrument used to collect data was a questionnaire to explore students’ sense of compassion which was designed by the researcher. The reliability coefficient of this research was analysed using a Test-retest technique and the result was 0,689 and categorized as sufficient. The subjects of this research were 28 seventh grade students of Sekar Jagad Class in SMP Stella Duce 2 Yogyakarta. The data analysis technique was the categorization of normal distribution and the Two Related Sample Test (Wilcoxon).

The finding of the research shows that the seventh grade students’ sense of

(3)

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL KOLABORATIF

DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER BELA RASA (COMPASSION) (Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta

Tahun Ajaran 2014/2015)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Yohanes Purnomo Edi 121114019

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

ii SKRIPSI

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL KOLABORATIF

DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER BELA RASA (COMPASSION) (Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta

Tahun Ajaran 2014/2015)

Oleh:

Yohanes Purnomo Edi NIM: 121114019

Telah disetujui oleh:

Dosen Pembimbing

(5)

iii SKRIPSI

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL KOLABORATIF

DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER BELA RASA (COMPASSION) (Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta

Tahun Ajaran 2014/2015)

Dipersiapkan dan disusun oleh: Yohanes Purnomo Edi

NIM: 121114019

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 16 Maret 2016

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji:

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Dr. Gendon Barus, M.Si. Sekretaris : Juster Donal Sinaga, M.Pd. Anggota I : Dr. Gendon Barus, M.Si. Anggota II : Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si. Anggota III : Juster Donal Sinaga, M.Pd.

Yogyakarta, 16 Maret 2016

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Dekan

(6)

iv

HALAMAN MOTTO

Hidup adalah Perjuangan!!

Aja Dumeh, Eling, Lan Waspada

(SEMAR)

Lebih Baik Melakukan Sesuatu dengan Tidak Sempurna Dibanding

Tidak Melakukan Apapun dengan Sempurna

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini Yohan persembahkan bagi....

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria

Sang teladan yang senantiasa menjadi pedoman, pegangan, sumber kekuatan,

dan ketenangan dalam setiap alur indah yang Yohan jalani selama ini.

Yayasan Tarakanita

Yang telah membantu dalam hal financial sehingga Yohan dapat kuliah hingga

selesai.

Para dosen dan staf Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata

Dharma

Semua orang terkasih yang telah memberikan seluruh kasih sayang yang tulus,

perhatian, dan cintanya dalam mendampingi dan memotivasi hingga sekarang.

Orang tua terscinta,

Bapak Macarius Sumadiarto dan Wahyuni Imbar Yulianingsih

Kakak-kakak tersayang,

Andreas Bagus Prasojo dan Yohana Indah Susanti

Adik tersayang,

Fransisca Frida Tania

Seluruh keluarga,

Alm. Bapak Sarwo Dadi Ngudiono, Budhe Sumilah, Budhe Munjiah, dan

segenap keluarga

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam daftar pustaka sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah.

Yogyakarta, 16 Maret 2016 Penulis

(9)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Yohanes Purnomo Edi

Nomor Mahasiswa : 121114019

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL KOLABORATIF DENGAN

PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER BELA RASA (COMPASSION)

(Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015)

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 16 Maret 2016 Yang menyatakan

(10)

viii ABSTRAK

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL KOLABORATIF

DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER BELA RASA (COMPASSION) (Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta

Tahun Ajaran 2014/2015)

Yohanes Purnomo Edi Universitas Sanata Dharma

2016

Tujuan penelitian ini: (1) Mengetahui gambaran tingkat karakter Bela Rasa (Compassion) siswa kelas VII SMP Stella Duce 2 Tahun Ajaran 2014/2015Yogyakarta sebelum dan sesudah mendapatkan pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning; (2) Mengetahui efektivitas pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning dalam meningkatkan karakter Bela Rasa (Compassion) siswa kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan pra-eksperimen One-Group Pretest-Posttest Design. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner Karakter Bela Rasa (Compassion) yang disusun oleh peneliti. Koefisien reliabilitas penelitian ini dianalisa menggunakan teknik Test-retest hasilnya senilai 0,689 dan termasuk kategori cukup. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VII Sekar Jagad SMP Stella Duce 2 Yogyakarta berjumlah 28 orang. Teknik analisa data yang digunakan adalah kategorisasi distribusi normal dan uji Two Related Sample Test (Wilcoxon).

Temuan penelitian menunjukkan: tingkat karakter bela rasa (compassion) siswa kelas VII Sekar Jagad SMP Stella Duce 2 Yogyakarta sebelum dan sesudah mendapatkan layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning secara umum baik. Namun demikian, masih terdapat siswa yang memiliki karakter bela rasa (compassion) pada kategori sedang. Tidak terdapat peningkatan karakter bela rasa (compassion) siswa secara signifikan senilai 0,352, (Sig 2 tailed) sebesar (0,352) > (0,05). Dengan demikian, implementasi layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning tidak secara efektif meningkatkan karakter bela rasa (compassion) siswa.

(11)

ix ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF THE IMPLEMENTATION OF COLLABORATIVE CLASS GUIDANCE SERVICE-BASED CHARACTER EDUCATION USING

EXPERIENTIAL LEARNING APPROACH TO DEVELOP A SENSE OF COMPASSION

(Preliminary Study on the seventh grade students in SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Academic Year 2014 / 2015 )

Yohanes Purnomo Edi Sanata Dharma University

2016

The purposes of this research are: (1) To know the description of the sense of compassion among the seventh grade students of SMP Stella Duce 2 Yogyakarta, academic year 2014/2015, before and after the implementation of the collaborative class guidance service-based character education using an experiential learning approach; (2) To explore the effectiveness of the collaborative class guidance service-based character education using an experiential learning approach to develop the seventh grade students’ sense of compassion in SMP Stella Duce 2 Yogyakarta academic year 2014/2015.

This research is a quantitative research using a pre-experiment One-Group Pretest-Posttest Design design. The instrument used to collect data was a questionnaire to explore students’ sense of compassion which was designed by the researcher. The reliability coefficient of this research was analysed using a Test-retest technique and the result was 0,689 and categorized as sufficient. The subjects of this research were 28 seventh grade students of Sekar Jagad Class in SMP Stella Duce 2 Yogyakarta. The data analysis technique was the categorization of normal distribution and the Two Related Sample Test (Wilcoxon).

The finding of the research shows that the seventh grade students’ sense of compassion before and after the implementation of the collaborative class guidance service-based character education using an experiential learning approach is generally good. However, some students have a medium sense of compassion. There was no significant development in the students’ sense of compassion, at the value of 0,352, (sig 2 tailed) as much as (0,352) > (0.05). Therefore, the implementation of the collaborative class guidance service using an experiential learning approach does not effectively increase students’ sense compassion.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga, penulisan tugas akhir dengan judul “Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan pendekatan Experiential Learning untuk Meningkatkan Karakter Bela Rasa (Compassion) (Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015) dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.

Selama penulisan tugas akhir ini, penulis menyadari bahwa banyak pihak yang ikut terlibat guna membimbing, mendampingi, dan mendukung setiap proses yang penulis jalani. Oleh karenanya, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si. selaku ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling.

3. Bapak Juster Donal Sinaga, M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling.

4. Ibu Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu mendampingi dengan penuh kesabaran, telaten, selalu memberikan saran, motivasi, petunjuk kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Segenap Bapak/Ibu dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling atas

bimbingan dan pendampingan selama penulis menempuh studi.

6. Mas Moko atas pelayanan yang diberikan dengan ramah dan sabar selama penulis menempuh studi di Program Studi Bimbingan dan Konseling. 7. Yayasan Tarakanita yang telah membantu dalam hal financial sehingga

(13)

xi

8. Orang tua Yohanes Purnomo Edi, yakni Bapak Macarius Sumadiarto dan Ibu Wahyuni Imbar Yulianingsih atas seluruh doa, dukungan, pendampingan, serta penguatan yang diberikan kepada penulis selama ini. 9. Kakak-kakak Yohan, yakni Mas Andreas Bagus Prasojo dan Mbak

Yohana Indah Susanti atas kasih sayang, perhatian, dukungan, doa, semangat, dan keceriaan yang telah diberikan kepada penulis selama ini. 10.Adik Yohan, yakni Frasnsisca Frida Tania atas semangat, doa,

kebersamaan, dukungan, dan keceriaan yang telah diberikan kepada penulis.

11.Budhe Sumilah, Budhe Munjiah, Pakdhe Wakijo, Budhe Yati, dan seluruh keluarga besar atas seluruh doa dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama ini.

12.Seluruh kakak, teman, dan adik dari angkatan 2010, 2011, 2012, 2013, 2014, dan 2015 atas seluruh doa, dukungan, semangat, pengalaman, dan kebersamaan yang diberikan kepada penulis selama ini.

13.Teman dekat dan sahabat terkasih atas doa, dukungan, semangat dan kebersamaan yang diberikan selama ini.

(14)

xii

15.Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan yang penulis lakukan selama proses pembuatan tugas akhir ini. Oleh karena itu, penulis minta maaf kepada semua pihak yang telah dirugikan atas keasalahan dan kekurangan tersebut. Penulis juga sadar bahwa peneitian ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis berharap mendapatkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak guna pembenahan, penajaman, dan perkembangan penelitian yang lebih baik. Akhir kata, atas perhatian dan kesempatan yang diberikan, penulis ucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 16 Maret 2016 Penulis

(15)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Batasan Masalah ... 11

D. Rumusan Masalah ... 12

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Manfaat Penelitian ... 12

1. Manfaat Teoritis ... 13

2. Manfaat Praktis ... 13

G. Definisi Operasional Variabel ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 16

A. Hakikat Pendidikan Karakter ... 16

(16)

xiv

2. Pengertian Pendidikan Karakter ... 17

3. Tujuan Pendidikan Karakter ... 18

4. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter ... 20

5. Nilai-nilai Keutamaan Karakter di Tarakanita ... 21

6. Proses Pembentukan Nilai Karakter ... 30

B. Hakikat Karakter Bela Rasa (compassion) ... 33

1. Pengertian Bela Rasa (compassion) ... 33

2. Karakteristik Karakter Bela Rasa (compassion) ... 34

C. Hakikat Pendekatan Experiential Learning ... 35

1. Pengertian Pendekatan Experiential Learning ... 35

2. Prinsip Experiential Learning . ... 36

3. Kelebihan dan kekurangan Pendekatan Experiential Learning ... 37

4. Aktivitas Inti dalam Pembelajaran Experiential ... 37

D. Hakikat Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif ... 39

1. Pengertian Bimbingan Klasikal ... 39

2. Tujuan Bimbingan Klasikal . ... 40

3. Bidang Bimbingan Klasikal ... 41

4. Bimbingan Klasikal Kolaboratif ... 42

E. Hakikat Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning ... 43

F. Hakikat Remaja sebagai Peserta Didik SMP ... 51

1. Pengertian Peserta Didik SMP ... 51

2. Karakteristik Peserta Didik SMP. ... 52

3. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja sebagai Pelajar ... 52

4. Kebutuhan-kebutuhan Remaja sebagai Peserta Didik ... 53

G. Kerangka Berpikir ... 57

H. Hipotesis Tindakan ... 59

BAB III METODE PENELITIAN ... 60

A. Jenis Penelitian ... 60

(17)

xv

C. Subjek Penelitian ... 63

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 64

E. Validitas Reliabilitas, dan Uji Normalitas ... 66

1. Validitas ... 66

2. Reliabilitas ... 66

3. Uji Normalitas. ... 69

F. Teknik Analisis Data ... 70

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 73

A. Hasil Penelitian ... 73

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Keterbatasan Penelitian ... 88

C. Saran ... 88 DAFTAR PUSTAKA

(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Desain Penelitian One Group Pretest Posttest Design ... 61

Tabel 3.2 Kisi-kisi Kuesioner Karakter Bela Rasa (compassion) ... 65

Tabel 3.3 Kriteria Guilford ... 68

Tabel 3.4 Hasil Uji Normalitas ... 69

Tabel 3.5 Kategorisasi Normal Tingkat Karakter Bela Rasa (compassion) ... 71

Tabel 3.6 Kategorisasi Normal Tingkat karakter Bela Rasa (compassion) Siswa/i kelasVII Sekar Jagad SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 ... 72

(19)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Koherensi Karakter dalam Konteks Totalitas Proses Psikososial ... 32 Gambar 2.2 Fase Pendekatan Experiential Learning Kolb ... 47 Gambar 2.3 Proses Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal

Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning ... 50 Gambar 3.1 Efektivitas layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan

pendekatan experiential learning ... 62 Gambar 4.1 Tingkat karakter bela rasa (compassion) siswa kelas VII Sekar Jagad

(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Uji Normalitas ... 96

Lampiran 2. Hasil Uji Two Related Sample Test (Wilcoxon) ... 97

Lampiran 3. Kuesioner Karakter Bela Rasa (Compassion) ... 98

Lampiran 4. Tabulasi Data Penelitian Pretest... 104

Lampiran 5. Tabulasi Data Penelitian Posttest ... 106

Lampiran 6. Hasil Reliabilitas... 108

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dipaparkan latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional variabel penelitian.

A. Latar Belakang Masalah

Situasi sosial dan kultur masyarakat kita dewasa ini semakin mengkhawatirkan. Hancurnya nilai-nilai moral, merebaknya ketidakadilan, dan ketidakjujuran, tipisnya rasa bela rasa, solidaritas, dan fenomena kemunduran yang lain telah terjadi dalam lembaga pendidikan kita. Hal ini mewajibkan kita untuk mempertanyakan, sejauh mana lembaga pendidikan kita telah mampu menjawab dan tanggap terhadap berbagai macam persoalan dalam masyarakat kita.

(22)

Dewasa ini, Kementerian Pendidikan Nasional menerapkan kembali pendidikan pembangunan karakter bangsa. Pembangunan karakter bangsa sesungguhnya telah secara eksplisit dipaparkan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal tersebut jelas bahwa pendidikan sebaiknya tidak hanya menghasilkan generasi yang cerdas secara akademik, namun juga berakhlak mulia. Oleh karena itu, pemantapan pendidikan karakter secara komprehensif menjadi sangat penting dan mendasar untuk diimplementasikan di sekolah.

Pentingnya pendidikan karakter secara komprehensif diberikan kepada peserta didik sedini mungkin, sebab pendidikan tersebut mencakup ranah afeksi, kognisi, dan psikomotor. Para peserta didik harapannya mampu mewujudnyatakan tujuan pendidikan nasional di Indonesia.

(23)

seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan masih banyak yang berorientasikan terhadap tingkat kognitif dan psikomotorik siswa, padahal sangat penting untuk melihat perkembangan siswa juga dari segi afektif. Pendidikan komprehensif merupakan pendidikan yang mengembangkan seluruh aspek dalam diri peserta didik di lembaga pendidikan tanpa ada yang diabaikan, dan menciptakan lingkungan yang menopang perkembangan peserta didik. Lingkungan pendidikan yang menopang perkembamgan peserta didik dapat berupa sekolah, keluarga, komunitas, masyarakat, berbagai macam media informasi yang mempengaruhi pola pikir, sikap, bertindak peserta didik, dan lain sebagainya. Pendidikan yang komprehensif berada pada tataran praktis (Santoadi, 2010: 39-40).

(24)

Indonesia seutuhnya yang beragam diwarnai oleh sila-sila Pancasila dan berkarakter.

Pendidikan karakter begitu penting diterapkan dalam dunia pendidikan karena karakter menunjukkan siapa diri kita sebenarnya. Karakter menentukan pikiran, perasaan, dan kehendak sesorang. Karakter merupakan sifat atau karakteristik dari seseorang yang sangat menonjol, sehingga merupakan trade mark orang tersebut. Orang berkarakter berarti memiliki integritas moral yang tinggi. Orang yang mempunyai integritas adalah orang yang mampu mempunyai komitmen dan menjalankan nilai-nilai yang diyakininya secara konsekuen dan konsisten. Menurut Chandra (2000:83), karakter merupakan sebagai “kualitas pribadi, yang cenderung menentukan kualitas hubungan seseorang dengan orang lain dan hubungannya dengan lingkungan tempat ia berada”. Salah satu karakter yang menentukan kualitas

hubungan manusia dengan sesamanya adalah berbela rasa.

Kata “bela rasa” zaman sekarang makin sering terdengar di telinga kita,

terutama berkaitan dengan situasi sosial di mana banyak orang mengalami masalah kehidupan, musibah, bencana alam, dan sebagainya. Kata “bela rasa”

perlahan-lahan mulai menjadi pilihan terhadap kata “belas kasihan”, yang lebih populer dan lebih sering digunakan orang dalam komunikasi sehari-hari, maupun dalam artikel, buku, majalah, koran, dan media cetak lainnya. Kata “bela rasa” atau dalam bahasa Inggris compassion, secara etimologi terdiri

(25)

-sama secara mendalam, dan secara umum dapat diartikan merasakan penderitaan yang dirasakan oleh orang lain.

Ungkapan “belas kasihan” mendudukkan seseorang pada posisi yang lebih rendah dan ada perasaan berdosa atau bersalah di dalamnya. Bagi Borg (1994:53), “bela rasa” jelas berbeda dengan “belas kasihan” (mercy, pity). Ungkapan “belas kasihan” mendudukkan seseorang pada posisi yang lebih

rendah dan ada perasaan berdosa atau bersalah di dalamnya. Sedangkan bela rasa (compassion) merupakan bentuk jamak yang berarti “rahim”. Seorang ibu merasa berbela rasa dengan anaknya yang lahir dari rahimnya sendiri. Seorang kakak berbela rasa dengan adiknya yang lahir dari rahim yang sama.

(26)

berupa hal yang spektakuler dan 'wah', namun dapat dirasakan melalui tindakan sederhana, hangat dan bersahabat.

Karakter bela rasa di Sekolah Menengah Pertama khususnya di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta semakin mendesak diterapkan karena mengingat berbagai macam perilaku non-edukatif kini telah merasuki lembaga pendidikan seperti fenomena kekerasan, ketidakpedulian, keegoisan, kesewenang-wenangan yang terjadi di sekolah. Hal tersebut berawal dari wawancara dan diskusi yang dilakukan oleh peneliti bersama dengan Suster Yesina Y Sumarni, CB., yang mengatakan bahwa bela rasa (compassion) yang merupakan bagian dari nilai keutamaan Tarakanita yaitu Cc5 (compassion, celebration, competence, conviction, creativity, dan community) di sekolah khususnya di yayasan Tarakanita masih sangat perlu ditingkatkan. Dalam hal ini peneliti tidak memperoleh data terkait Cc5 yang ada di sekolah tersebut, artinya data pendidikan karakter terutama karakter bela rasa yang diterapkan di sekolah tersebut peneliti belum mendapatkannya. Sekolah yang masih perlu terus menerus membangun kebiasaan berbela rasa adalah SMP Stella Duce 2 Yogyakarta menurut Suster Yesina Y Sumarni, CB. Sehingga, peneliti dianjurkan untuk meneliti karakter bela rasa (compassion) SMP Stella Duce 2 Yogyakarta, melalui penelitian di SMP ini pihak Tarakanita ke depannya dapat meningkatkan karakter bela rasa di sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Tarakanita.

(27)

Bimbingan dan Konseling (BK) yang berada di sekolah tersebut yakni Fr. Romana Pipiet Cintia Sanjaya. dan beberapa guru yang lain saat peneliti berkunjung ke sekolah tersebut. Nara sumber mengatakan bahwa di SMP tersebut masih kurang sekali karakter bela rasanya, para siswa yang ada di sekolah tersebut masih sering berkelahi, saling membully, bersikap masa bodoh dengan temannya (misal: masalah meminjamkan alat tulis) siswa-siswa masih belum memliki rasa bela rasa kepada sesamanya. Diterapkannya karakter bela rasa ini diharapkan siswa dapat mewujudkan kepedulian dan solidaritas terhadap yang lemah, miskin, dan tersingkir. Kemudian, mereka dapat ikut merasakan penderitaan yang dialami oleh orang lain, bijaksana, mencintai sesama dengan tulus hati, semangat, murah hati, dan melayani sesama dengan setulus hati.

(28)

Hal tersebut diduga sebagai salah satu faktor yang menjadikan pengaplikasian pendidikan karakter kepada siswa belum sampai pada ranah afektif dan perilaku. Peneliti berpendapat pendekatan Experiential Learning, lebih sesuai untuk pengembangan karakter para siswa yang ada di SMP tersebut karena pendekatan ini mengarah kepada pengalaman langsung terkait karakter bela rasa (compassion), sehingga dapat sampai mengena pada semua ranah yakni ranah kogntif, afektif, dan perilaku dalam diri setiap siswa.

Experiential learning atau pembelajaran berbasis pengalaman pada dasarnya merupakan student centered learning atau pembelajaran berpusat pada siswa atau pembelajar. Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan ceramah yang berpusat pada pembimbing. Dalam hal ini, pembelajarlah yang harus aktif melakukan atau mengalami aktivitas atau peristiwa tertentu, mengolah, memaknai, dan menafsirkan pengalaman belajarnya itu dengan bantuan orang lain khususnya sesama pembelajar, dan berusaha menerapkan hasil pembelajarannya itu dalam menghadapi berbagai tugas di luar lingkungan pembelajaran, yaitu dalam kehidupan nyata sehari-hari. Untuk itu, ada beberapa jenis aktivitas atau kegiatan inti yang lazim dipraktekkan pada berbagai tahap proses belajar dalam siklus pembelajaran experiential, khususnya refleksi dan sharing (Reed & Koliba dalam Supratiknya, 2011).

(29)

siswa untuk melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda. Dari kelebihan yang ada pada pendekatan Experiential Learning tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendekatan Experiential Learning akan efektif meningkatkan karakter bela rasa (compassion) apabila diberikan kepada siswa dengan memperhatikan materi yang akan diberikan, persiapan, strategi yang akan digunakan dan alokasi waktu yang disediakan.

(30)

Berdasar keadaan dan pemaparan di atas, maka peneliti tertarik dan tergerak hati untuk mengangkat judul “EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN

KLASIKAL KOLABORATIF DENGAN PENDEKATAN

EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN

KARAKTER BELA RASA (COMPASSION) PADA SISWA KELAS VII SMP STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015”

dalam penelitian ini.

B. Identifikasi Masalah

Berangkat dari latar belakang di atas terkait dengan peningkatan karakter bela rasa (compassion) di SMP diidentifikasikan berbagai masalah sebagai berikut:

1. Tujuan pendidikan nasional terkait pendidikan karakter belum terealisasi dengan baik karena belum sampai pada pengembangan potensi siswa dalam dunia pendidikan sekarang ini.

2. Kurangnya pemahaman peserta didik terkait karakter bela rasa (compassion) di dunia pendidikan.

3. Belum ada penelitian yang menunjukkan peningkatan karakter terkait karakter bela rasa (compassion) di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta.

(31)

5. Penerapan Pendidikan Karakter Tarakanita (PKT) Cc5 (Compassion, celebration, competence, conviction, creativity, community) terutama karakter bela rasa (compassion) di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta belum menunjukkan perubahan/peningkatan karakter bela rasa (compassion) atau dengan kata lain belum maksimal.

6. Kurangnya solidaritas di antara teman, ketidakpedulian terhadap sesama maupun lingkungan, sering terjadinya kekerasan antar siswa dan saling membully di SMP.

C. Batasan Masalah

Pada penelitian ini, fokus kajian diarahkan pada karakter bela rasa (compassion) di sekolah, khususnya di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta. Pendidikan karakter belum sampai ranah afeksi maupun pekerti, penerapan Pendidikan Karakter Tarakanita (PKT) Cc5 (Compassion, celebration, competence, conviction, creativity, community) terutama karakter bela rasa (compassion) di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta belum menunjukkan hasil perubahan karakter atau dengan kata lain belum maksimal, dan belum ada penelitian yang menunjukkan peningkatan karakter terkait bela rasa (compassion) di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta. Maka peneliti fokus pada “Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan

(32)

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana gambaran tingkat karakter Bela Rasa (Compassion) siswa kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta sebelum dan sesudah mendapatkan layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan Experiential Learning?

2. Seberapa efektif layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan Experiential Learning untuk meningkatkan karakter Bela Rasa (Compassion) siswa kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui gambaran tingkat karakter Bela Rasa (Compassion) siswa kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta sebelum dan sesudah mendapatkan layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning.

2. Mengetahui efektivitas layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter Bela Rasa (Compassion) siswa kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

(33)

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan pengembangan penelitian dalam bidang kajian yang sama, khususnya mengenai penanaman karakter bela rasa (compassion) melalui bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning di Indonesia.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi kepala sekolah dan para guru

Hasil penelitian ini menjadi acuan atau tolak ukur keberhasilan pendidikan karakter bela rasa (compassion) yang diterapkan di sekolah. Di sisi lain, hasil penelitian ini juga dapat membantu kepala sekolah dan para guru dalam menentukan strategi-strategi dalam menanamkan karakter bela rasa (compassion) di sekolah yang kemudian dapat meningkatkan dan mengembangkan karakter bela rasa (compassion) dalam diri setiap siswa.

b. Bagi siswa kelas VII

(34)

berkembang lebih optimal dan utuh serta menjadi pribadi yang terbentuk dengan baik karakternya.

c. Bagi peneliti

Peneliti dapat mengetahui penerapan pendidikan karakter bela rasa (compassion) dan memberikan pengalaman serta keterampilan baru untuk lebih kreatif melalui bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015. Selain itu, peneliti dapat memberikan usulan cara menanamkan karakter yang sampai mengena pada ranah afeksi dan konasi para siswa.

d. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini bagi peneliti lain untuk mengembangkan penelitian terkait karakter bela rasa (compassion) sehingga penelitian menjadi lebih mendalam.

G. Definisi Operasional Variabel

Adapun definisi operasional variabel dalam penelitian, yaitu:

(35)

sesama yang ada di lingkungan sekitar, mengembangkan sikap murah hati, dan melayani dengan semangat kepada mereka yang lemah, tersingkir, miskin, dan menderita demi “keselamatan” individu-individu yang

dilayani dengan berdasar rahmat dan cinta Allah.

2. Bimbingan klasikal adalah layanan bimbingan dan konseling yang diberikan oleh guru Bimbingan dan Konseling (Guru BK) atau konselor sekolah kepada sejumlah peserta didik dalam satuan kelas yang dilaksanakan di dalam kelas.

(36)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini dipaparkan hakikat pendidikan karakter, hakikat karakter bela rasa (compassion), hakikat pendekatan experiential learning, hakikat layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning, dan hakikat remaja sebagai pelajar SMP.

A. Hakikat Pendidikan Karakter

1. Pengertian Karakter

Menurut Lickona (dalam Wibowo, 2012:32), karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral. Sifat alami itu dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain dan karakter mulia lainnya.

Menurut Suyanto (2010), karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. Menurut Kemendiknas (dalam Wibowo 2012: 37), karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan

(37)

digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi dari berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak, yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa dan negara.

2. Pengertian Pendidikan Karakter

Sunaryo berpendapat bahwa pendidikan karakter menyangkut bakat (potensi dasar alami), harkat (derajat melalui penguasaan ilmu dan teknologi), dan martabat (harga diri melalui etika dan moral) (Kurniawan, 2013:30). Sementar menurut Raharjo pendidikan karakter adalah suatu proses pendidikan yang holistik yang menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam kehidupan peserta didik sebagai fondasi bagi terbentuknya generasi yang berkualitas yang mampu hidup mandiri dan memiliki prinsip kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan (Kurniawan, 2013:30).

(38)

mengembangkan nilai-nilai karakter peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakkter dalam diri, yang dapat diterapkan dalam kehidupan sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang religius, nasionalis, dan kreatif (Zubaedi, 2012: 17-18).

Pendidikan karakter adalah sebuah peluang bagi pemyempurnaan diri manusia. Dengan kata lain pendidikan karakter sebagai usaha manusia untuk menjadikan dirinya sebagai manusia berkeutamaan. Berdasarkan beberapa pendapat yang dikembangkan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya terencana untuk menjadikan seseorang (peserta didik) untuk memahami, peduli, dan bertindak dengan berlandasakan nilai-nilai karakter dalam diri dan norma yang berlaku dalam lingkungan sekitar sehingga akhirnya membentuk manusia yang dapat berperilaku sebagai pribadi yang utuh.

3. Tujuan Pendidikan Karakter

(39)

Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, serta masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut dimata masyarakat luas. Secara khusus tujuan pendidikan karakter adalah untuk:

a. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi karakter bangsa yang religius.

b. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai karakter dan karakter bangsa.

c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggungjawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.

d. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.

(40)

4. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter

Kementerian Pendidikan Karakter Nasional (2010) menyatakan bahwa pendidikan karakter harus didasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter; b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup

pemikiran, perasaan, dan perilaku;

c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter;

d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian;

e. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan perilaku yang baik;

f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua siswa, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses;

g. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada siswa;

h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama;

i. Ada pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter;

(41)

k. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter,dan menifestasi karakter positif dalam kehidupan siswa. 5. Nilai-nilai Keutamaan Pendidikan Karakter di Tarakanita

Keutamaan (bahasa latin: virtus) merupakan penggabungan antara nilai dan budi pekerti. Keutamaan adalah moralitas manusia yang disadari dan dilakukan dalam tindakan nyata sebagai manusia yang bertanggung jawab. Manusia yang sadar dalam proses untuk menjadi manusia yang lebih bermutu, manusia yang menggunakan kebebasannya memilih sesuatu yang baik. Jadi, keutamaan mencakup sikap dan perilaku dalam hubungan dengan Tuhan, diri sendri, orang lain, masyarakat dan alam. Nilai keutamaan ini yang dimaksud dengan pendidikan karakter.

Berdasarkan pemahaman di atasa dan mengacu semangat pendiri, Tarakanita mau ikut terlibat dengan pembentukan manusia utuh yaitu manusia yang berakarakter atau berkeutamaan dengan nilai Cc5 (Compassion, celebration, competence, conviction, creativity, community), KPKC (Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Penciptaan), serta Kedisiplinan dan Kejujuran. Cc5 (Compassion, celebration, competence, conviction, creativity, community) akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Compassion

(42)

penderitaan itu bersama-sama pula. Compassion lebih dari sekedar mempunyai kepekaan hati (empati) dan merasakan penderitaan orang lain (simpati), tetapi merupakan sebuah kebajikan di mana kapasitas emosional empati dan simpati terhadap penderitaan orang lain dianggap sebagai bagian dari cinta itu sendiri serta merupakan landasan keterkaitan sosial yang lebih besar dan humanistis, dasar prinsip-prinsip tertinggi dalam berperilaku sebagai pribadi yang utuh.

Dalam compassion ada aspek belas kasih dalam dimensi kuantitatif seperti belas kasih yan individu sebagai “kedalaman atau kekuatan”. Compassion lebih kuat dari empati, tetapi turut merasakan

yang menimbulkan keinginan aktif untuk meringankan penderitaan orang lain dengan mencari penyebab penderitaan itu, berusaha mengatasi bersama penyebab tersebut. Belas kasih mempunyai arti turut menderita bersama-sama orang lain. Karakter compassion yang perlu dibangun adalah sikap peduli, solider dan rela berbagi.

(43)

menderita (jasmani-rohani) dan tersisih tanpa membeda-bedakan, sebagai sesama ciptaan Allah, seperti: mengunjungi orang sakit, membantu orang yang mengalami kesulitan dan penderitaan, menghargai keberbedaan di lingkungan sekitarnya, mendengarkan dengan hati orang yang sedang bercbicara, dan ikut terlibat secara aktif kegiatan peduli kemanusiaan.

b. Celebration

Secara harafiah celebration berarti perayaan khusus dalam menandai suatu peristiwa kehidupan. Sebagai orang beriman seseorang dapat memaknai setiap peristiwa kehidupan sebagai ungkapan syukur. Dalam berbagai situasi hidup kita Tuhan hadir dan menyatakan diri-Nya yang kadang sulit kita pahami dan terima. Kita dapat merasakan kehadiran-Nya dan menemukan arti atau makna yang tersembunyi di balik peristiwa-peristiwa hidup, jika kita memiliki iman akan Allah. Berkat iman, kita mampu mengakui Allah yang adalah Kasih dan senantiasa memenuhi kebutuhan kita. Oleh karena itu, kita harus selalu bersyukur dan tidak perlu khawatir akan hidup kita.

(44)

hati mensyukuri hidup yang diselenggarakan oleh Tuhan dan selalu berpengharapan serta mengandalkan campur tangan Tuhan dalam seluruh hidupnya. Nilai celebration yang perlu dibangun adalah kegembiraan menghadapi realitas, berpikir positif, dan optimis.

Jadi, celebration adalah suatu sikap kerendahan hati bahwa segala peristiwa kehidupan tidak pernah lepas dari campur tangan Tuhan, seperti: mengucap syukur saat mendapat kesuksesan, tabah dan tetap penuh pengharapan ketika mengalami kegagalan, mengandalkan penyelenggaraan ilahi namun tetap disertai usaha keras untuk mencapai keberhasilan, merayakan keberhasilan tanpa berlebihan dan tetap mengingat saudara-saudaranya yang menderita. c. Competence

(45)

menyiapkan peserta didik untuk learning to know; learning to do, namun tidak hanya itu, juga leaning how to learn.

Competence merupakan nilai spiritualitas yang diperjuangkan Bunda Elisabeth Gruyters sebagai tanggapan atas munculnya teror, penindasan, kekerasan, pembunuhan, dan wabah penyakit. Peristiwa-peristiwa di atas dipandang sebagai ancaman terhadap harkat dan martabat manusia. Bunda Elisabeth menangkap keprihatinan tersebut dan berupaya untuk melindungi dan membela harkat dan martabat manusia, khususnya anak-anak miskin dan terlantar dengan tujuan membangun dasar baik dalam batin mereka, memberikan pelajaran agama Kristen, menjahit, berdoa, serta memberikan dorongan kearah semangat hidup yang suci (Gruyters dalam Luisa, 2012:18-19). Pendidikan yang diperjuangkan Bunda Elisabeth mencakup aspek kecerdasan spiritual, rasional, emosional, sosial, dan daya juang. Nilai competence yang perlu dibangun adalah kemandirian belajar, dan sikap ilmiah.

(46)

d. Conviction

Conviction berarti pendirian, keyakinan. Orang yang memiliki nilai conviction adalah orang yang belajar untuk menghayati prinsip-prinsip kehidupan dengan keteguhan, dan berusaha untuk melaksanakan secara konsisten segala aspek kehidupan. Dengan nilai ini, orang berusaha mengisi kehidupan berdasarkan keyakinan-keyakinan sebagai suatu kebenaran, dan bertahan dengan kesabaran untuk mewujudkan dalam kehidupan. Dasar untuk memenangkan keutamaan ini para peserta didik belajar untuk lebih mempertimbangkan rasio dan akal ketimbang emosi dan perasaan. Prinsip rasio yang ditanamkan bukan prinsip senang tidak senang. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip pendidikan UNESCO yaitu learning to be. Pendidikan hendaknya menjadikan peserta didik terbentuk menjadi dirinya sendiri yang memiliki keteguhan prinsip dalam kehidupan.

(47)

dan kegembiraan, serta keberanian yang tangguh (Gruyters dalam Luisa, 2012:19-20). Karena memiliki keyakinan bahwa Allah menyertai dia, Bunda Elisabeth berani memilih jalan salib yang sempit sebagai risiko dalam melayani Allah.

Conviction berarti memiliki daya juang dan ketangguhan dalam menghadapi tantangan hidup. Nilai conviction bisa nampak pada; ketahanan individu dalam menanggung kesulitan dan penderitaan, mampu bergembira dan optimis di setiap waktu, mampu menahan rasa tidak sabar, mengeluh, atau amarah, setia terhadap tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya tanpa mengeluh, mengerjakan dengan sungguh-sungguh apa yang sedang dihadapi, bersikap ugahari (sederhana) yaitu kemampuan untuk mengaktualisasiskan dan memuaskan dorongan-dorongan keinginan dalam diri serta tuntutan insting/perasaan secara seimbang melalui cara-cara yang tepat, tahu batas, misal tahu batas ketika makan, saat tidur, waktu istirahat, bekerja dengan penuh kegembiraan, tahu kapan berbicara, dan tahu kapan harus diam (bene stat in medio).

e. Creativity

(48)

memungkinkan orang tidak puas dengan apa yang telah diketahui, berusaha terus mengembangkan apa yang dimiliki secara optimal (profesionalisme). Dari dimensi kehidupan lebih luas bahwa orang selalu mencari jalan keluar terhadap kesulitan-kesulitan hidup, tidak puas dengan kualitas kehidupan yang telah dicapai, tetapi terus mencari dan berusaha mencapai kesempurnaan.

Creativity merupakan nilai spiritualitas yang diperjuangkan oleh Bunda Elisabeth yang memandang bahwa hidup akan menjadi indah jika manusia mengembangkan daya kreatifnya. Manusia selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan hidup dan harus menemukan jalan keluar. Bakat dan kemampuan yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia harus dikembangkan secara benar, bijaksana, dan bermakna bagi pengembangan manusia, pelayanan terhadap sesama beserta seluruh alam semesta sebagai ungkapan syukur atas anugerah Tuhan. Dalam diri Bunda Elisabeth nilai kreativitas tampak dalam upayanya yang tekun, pantang menyerah, dan konsisten untuk mengabdikan diri pada Tuhan dengan tulus ikhlas dan sempurna (Gruyters dalam Luisa, 2012:21).

(49)

f. Community

Community berasal dari bahasa Latin communitas-atis berarti persekutuan, persaudaraan, perkumpulan. Jadi, yang dimaksud dengan keutamaan community adalah semangat untuk membangun persaudaraan sejati, kesetaraan, keberbedaan bukan menjadi pemecah belah melainkan saling memperkaya satu sama lain. Manusia selain sebagai makhluk individu juga merupakan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia perlu menjalin relasi yang seimbang, bukan hanya dengan sesama melainkan juga dengan lingkungan dan alam sekitar. Melalui relasi itu, perjumpaan dengan Allah dialami secara bersama melalui satu sama lain. Keseimbangan relasi merupakan tanggung jawab bersama yang dapat terwujud melalui semangat saling berbagi dan membangun persaudaraan sejati.

Sekolah Tarakanita mempunyai tugas dalam menciptakan lingkungan paguyuban yang dijiwai semangat kebebasan dan cinta kasih injili serta membantu tunas muda mengembangkan pribadi dan seluruh potensinya. Oleh karena itu, sekolah katholik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) merupakan komunitas iman; (2) tidak memecah belah, tidak memperuncing perbedaan; (3) terbuka terhadap semua orang; (4) berpusat pada Yesus Kristus; Prinsip Injil sebagai norma pendidikan; (5) membangun manusia seutuhnya.

(50)

menerima anak-anak miskin, memberikan dasar baik dalam hati mereka (EG dalam Luisa, 2012:22). Melayani anak-anak panti asuhan agar mengalami keselamatan (EG dalam Luisa, 2012:22) dan melayani orang orang-orang yang dalam penderitaan bagi para penderita di Rumah Sakit Calvarieberg (EG dalam Luisa, 2012:22). Dengan semakin bertambahnya kehadiran anak-anak miskin ini Bunda Elisabeth merasakan betapa besar karya Allah dalam seluruh hidup dan karyanya. Nilai community yang perlu dibangun adalah perhatian, penghargaan, dikungan, ramah, sopan, lemah lembut, penerimaan, persahabatan, keterbukaan, nyaman dan aman, keterlibatan, musyawarah, rekonsiliasi.

6. Proses Pembentukan Nilai Karakter

Menurut Wibowo (2011), perilaku seseorang yang berkarakter pada hakikatnya merupakan perwujudan fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dan fungsi totalitas sosial kultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.

(51)
(52)
[image:52.595.84.510.107.644.2]

Gambar 2.1 Koherensi Karakter dalam Konteks Totalitas Proses Psikososial

Masing-masing proses psikososial (olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa) secara konseptual dapat diperlakukan sebagai suatu klaster atau gugus nilai luhur yang di dalamnya terkandung sejumlah nilai. Keempat proses psikologis tersebut, satu dengan yang lainnya saling terkait dan saling memperkuat. Karena itu setiap karakter, seperti juga sikap, selalu bersifat multipleks atau berdimensi jamak.

(53)

luhur tersebut akan terintegrasi melalui proses internalisasi dan personalisasi pada diri masing-masing individu.

B. Hakikat Karakter Bela Rasa (Compassion) 1. Pengertian Bela Rasa (Compassion)

Kata compassion (bela rasa) berasal dari bahasa Latin “compassionis” yang artinya belas kasih, hal ikut merasakan; bela

sungkawa. Compassio berarti juga turut merasakan beban penderitaan orang lain, bersama-sama memikul beban penderitaan namun bangkit mengatasi penderitaan itu bersama-sama pula. Compassion lebih dari sekedar mempunyai kepekaan hati (empati) dan merasakan penderitaan orang lain (simpati), tetapi merupakan sebuah kebajikan di mana kapasitas emosional empati dan simpati terhadap penderitaan orang lain dianggap sebagai bagian dari cinta itu sendiri serta merupakan landasan keterkaitan sosial yang lebih besar dan humanis, dasar prinsip tertinggi dalam berperilaku sebagai pribadi yang utuh (Luisa, 2012:16-17).

Di dalam compassion ada aspek belas kasih dalam dimensi kuantitatif seperti belas kasih yang individu sebagai “kedalaman atau kekuatan”. Compassion lebih kuat dari empati tetapi turut merasakan yang

(54)

bersama-sama orang lain. Nilai compassion yang perlu dibangun adalah sikap peduli, solider, dan rela berbagi (Luisa, 2012:16-17).

Compassion dapat diwujudkan melalui sikap peduli, solider, dan rela berbagi dengan mereka yang lemah, miskin, menderita (jasmani-rohani) dan tersisih tanpa membeda-bedakan, sebagai sesama ciptaan Allah. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa bela rasa (compassion) merupakan menanggungkan sesuatu bersama orang lain, cinta kasih tanpa syarat berlandaskan kasih Tuhan, melayani dengan semangat, mencintai dengan tulus, mengembangkan sikap murah hati demi “keselamatan” orang-orang yang dilayani (Luisa, 2012:16-17).

2. Karakteristik Karakter Bela Rasa (Compassion)

Sebagai pribadi-pribadi yang disatukan dan dipanggil dalam pelayanan pendidikan, komitmen kita sebagai orang yang mencintai dengan setulus hati dan berbela rasa menurut Surani, dkk (2008), tampak dalam:

a. Mewujudkan kepedulian dan solidaritas dengan mereka yang lemah, miskin, dan menderita, baik jasmani maupun rohani seperti teladan Bunda Elisabeth.

b. Membuat kebijakan yang mendukung keberpihakan terhadap yang miskin lemah dan tersisih.

(55)

d. Turut serta merasakan penderitaan orang lain dengan sikap empati dan keramahan (rela berkorban, siap sedia, murah hati, penuh perhatian, tenggang rasa, dan terbuka untuk berdialog).

e. Melayani demi “keselamatan” anak-anak yang dilayani.

f. Mengembangkan sikap murah hati di antara para “pelayan pendidikan” maupun peserta didik.

g. Melayani dengan semangat “demi cinta Allah aku akan menolong mereka yang berkesesakan hidup, maka aku akan cukup kaya dengan rahmat dan cinta Allah”.

C. Hakikat Pendekatan Experiential Learning 1. Pengertian Pendekatan Experiential Learning

(56)

pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran.

Experiential learning adalah suatu proses siswa mengkonstruksi atau menyusun pengetahuan keterampilan dan nilai dari pengalaman langsung. Dengan kata lain experiential learning merupakan model pembelajaran yang memperhatikan atau menitik beratkan pada pengalaman yang akan dialami siswa. Siswa`terlibat langsung dalam proses belajar dan siswa mengkonstruksi sendiri pengalaman-pengalaman yang didapat sehingga menjadi suatu pengetahuan. Pengalaman yang dialami secara langsung oleh siswa dalam prose belajar akan mengalami perubahan, guna meningkatkan efektifitas hasil belajar.

2. Prinsip Pendekatan Experiential Learning

Experiential Learning adalah suatu proses siswa mengkonstruksi atau menyusun pengetahuan keterampilan dan nilai dari pengalaman langsung. Adapun prinsip dasar Experiential Learning adalah sebagai berikut:

(57)

3. Kelebihan dan kekurangan Pendekatan Experiential Learning

Pendekatan Experiential Learning memiliki kelebihan yakni dapat meningkatkan semangat dan gairah belajar, membantu terciptanya suasana belajar yang kondusif, memunculkan kegembiraan dalam proses belajar, mendorong dan mengembangkan proses berpikir kreatif, dan mendorong siswa untuk melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda. Selain beberapa kelebihan yang telah disebutkan, terdapat pula kekurangan dari pendekatan Experiential Learning yakni dibutuhkannya alokasi waktu yang relatif lama dalam proses pembelajaran (Sinaga, 2013).

Dari kelebihan dan kekurangan yang ada pada pendekatan Experiential Learning tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendekatan Experiential Learning dapat efektif apabila diberikan kepada peserta didik dengan memperhatikan materi yang akan diberikan, persiapan, strategi yang akan digunakan dan alokasi waktu yang disediakan. Dengan begitu pembelajaran dengan pendekatan Experiential Learning dapat efektif diberikan kepada peserta didik, sehingga tercapailah tujuan dari pendekatan Experiential Learning yakni; Mengubah struktur kognitif siswa, Mengubah sikap siswa, Memperluas keterampilan-keterampilan siswa yang telah ada.

4. Aktivitas Inti dalam Pembelajaran Experiential

(58)

atau mengalami aktivitas atau peristiwa tertentu, mengolah, memaknai, dan menafsirkan pengalaman belajarnya itu dengan bantuan orang lain khususnya sesama pembelajar, dan berusaha menerapkan hasil pembelajarannya itu dalam menghadapi berbagai tugas di luar lingkungan pembelajaran, yaitu dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Untuk itu, ada beberapa jenis aktivitas atau kegiatan inti yang lazim dipraktekkan pada berbagai tahap proses belajar dalam siklus pembelajaran experiential, khususnya refleksi dan sharing.

a. Refleksi

Hakikat refleksi adalah memantulkan atau lebih tepat menghadirkan kembali dalam batin kita aneka pengalaman yang sudah terjadi, untuk menemukan makna dan nilainya yang lebih dalam. Maka, ada yang menyatakann bahwa refleksi selalu bertujuan mendidik, dalam arti berperan sebagai sejenis jembatan yang menghubungkan pengalaman pribadi dan belajar. Refleksi yang benar membantu kita mencapai insight atau pencerahan, yaitu menangkap pengertian dan nilai-nilai hidup semakin mendalam serta menolong munculnya ketetapan hati untuk bertindak mewujudkan pengertian dan nilai hidup yang semakin mendalam itu dalam kehidupan kita sehari-hari (Reed & Koliba dalam Supratiknya, 2011).

b. Sharing

(59)

bersama. Dalam sharing bersama atau saling berbagi hasil refleksi, masing-masing peserta saling medengarkan, saling membantu menangkap makna dan nilai yang semakin mendalam dari berabagi penglaman hidupnya, serta saling meneguhkan. Agar berlangsung secara lancar dan efektif, kegiatan refleksi dan sharing dalam kelompok perlu difasilitasi oleh seorang fasilitator melalui pertanyaan-pertanyaan dalam apa yang disebut lingkaran refleksi (Reed & Koliba dalam Supratiknya, 2011).

D. Hakikat Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif 1. Pengertian Bimbingan Klasikal

Bimbingan klasikal dilaksanakan dengan mengadakan sejumlah kegiatan bimbingan dengan topik-topik bimbingan yang relevan dan sejalan dengan kebutuhan siswa. Pada dasarnya bimbingan klasikal merupakan bentuk dan sarana pelayanan bimbingan yang diberikan konselor di dalam kelas dengan menyajikan materi yang telah disiapkan sebelumnya untuk menunjang perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan bagi dirinya sendiri (Winkel dan Hastuti, 2004). Bimbingan klasikal merupakan layanan bimbingan kelompok yang diberikan dalam suasana kelompok kelas di sekolah.

(60)

kepada sejumlah peserta didik dalam satuan kelas yang dilaksanakan di dalam kelas. Bimbingan klasikal (Dirjen Pendidikan Dasar, 2014:19) merupakan format kegiatan bimbingan dan konseling yang melayani sejumlah peserta didik dalam rombongan belajar satu kelas.

Kebutuhan dan masalah yang bersifat umum, dihadapi oleh seluruh atau sebagian besar peserta didik, dan tidak terlalu bersifat pribadi, dapat dibantu dengan layanan bantuan secara klasikal atau kelompok besar. Layanan klasikal atau kelompok besar biasanya bersifat informatif, sehingga dapat segera diberikan oleh konselor atau guru BK (Sukmadinata, 2007:116 & 118). Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian layanan bimbingan klasikal adalah kegiatan bimbingan yang diberikan untuk membantu siswa yang memiliki kebutuhan serta masalah yang bersifat umum, dihadapi oleh seluruh atau sebagian besar siswa dalam satuan kelas.

2. Tujuan Bimbingan Klasikal

(61)

kehidupannya sendiri, memiliki pandangannya sendiri dan tidak sekedar membebek pendapat orang lain, mengambil sikap sendiri, dan berani menanggung sendiri akibat dan konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Tujuan bantuan itu diberikan yaitu supaya orang perorangan atau kelompok orang yang dilayani menjadi mampu menghadapi semua tugas perkembangan hidupnya secara sadar dan bebas, mewujudkan kesadaran dan kebebasan itu dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana, serta mengambil beraneka tindakan penyesuaian diri secara memadai (Winkel, 2004:32). Layanan bimbingan klasikal (Makhrifah & Wiryo Nuryono, 2014:2) memiliki tujuan untuk meluncurkan aktivitas-aktivitas pelayanan yang mengembangkan potensi siswa atau mencapai tugas-tugas perkembangannya sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan.

3. Bidang Bimbingan Klasikal

(62)

kegiatan kelas untuk memenuhi kebutuhan perkembangan dalam bidang belajar, pribadi, sosial dan karir peserta didik.

4. Bimbingan Klasikal Kolaboratif

Program bimbingan (Depdiknas, 2008:25) akan berjalan secara efektif apabila didukung oleh semua pihak, yang dalam hal ini khususnya para guru mata pelajaran atau wali kelas. Konselor atau guru BK berkolaborasi dengan guru dan wali kelas dalam rangka memperoleh data tentang siswa (seperti prestasi belajar, kehadiran, dan pribadinya), membantu memecahkan masalah siswa, dan mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran. Aspek-aspek itu di antaranya:

a. Menciptakan sekolah dengan iklim sosioemosional kelas yang kondusif bagi belajar siswa.

b. Memahami karakteristik siswa yang unik dan beragam. c. Menandai siswa yang diduga bermasalah.

d. Membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar melalui program remedial teaching.

e. Mereferal (mengalihtangankan) siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing.

f. Memberikan informasi tentang kaitan mata pelajaran dengan bidang kerja yang diminati siswa.

(63)

dunia kerja (tuntutan keahlian kerja, suasana kerja, persyaratan kerja, dan prospek kerja).

h. Menampilkan pribadi yang matang, baik dalam aspek emosional, sosial, maupun moral-spiritual (hal ini penting, karena guru merupakan “figur central” bagi siswa).

i. Memberikan informasi kepada para siswa tentang cara-cara mempelajari mata pelajaran yang diberikannya secara efektif.

E. Hakikat Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning

Makhrifah & Nuryono, (2014:1) mengemukakan bimbingan klasikal merupakan suatu layanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada peserta didik oleh guru bimbingan dan konseling (Guru BK) atau konselor kepada sejumlah peserta didik dalam satuan kelas yang dilaksanakan di dalam kelas. Kemudian Depdiknas (2008:25) mengemukakan Konselor atau guru BK berkolaborasi dengan guru dan wali kelas dalam rangka memperoleh informasi tentang siswa (seperti prestasi belajar, kehadiran, dan pribadinya), membantu memecahkan masalah siswa, dan mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran. Suatu program bimbingan akan berjalan secara efektif apabila didukung oleh semua pihak, yang dalam hal ini khususnya para guru mata pelajaran atau wali kelas.

(64)

pengalaman yang secara terus menerus mengalami perubahan guna meningkatkan keefektivan dari hasil belajar. Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk mempengaruhi siswa dalam tiga cara, yaitu (1) mengubah struktur kognitif siswa, (2) mengubah sikap siswa, dan (3) memperluas keterampilan-keterampilan siswa yang telah ada. Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi secara keseluruhan, tidak terpisah-pisah, karena apabila satu elemen tidak ada, maka kedua elemen lainnya tidak akan efektif.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning merupakan model bimbingan yang dilakukan secara kerjasama antara konselor/guru BK dengan mitra kolaboratif dalam hal ini guru mata pelajaran, untuk membantu mengoptimalkan proses belajar siswa baik dari segi pribadi, sosial, belajar maupun kariernya. Di mana menurut Barus (2015), Guru BK telah dibekali kompetensi dalam mendesain dan melaksanakan program pengembangan diri bidang-bidang pribadi, sosial, belajar, dan karier, termasuk di dalamnya kemahiran dalam mendesain dan melaksanakan pendidikan nilai-nilai atau pendidikan karakter melalui layanan bimbingan klasikal yang dilakukan secara kolaboratif (antara konselor/guru BK dengan guru mata pelajaran) dengan mengaplikasikan pendekatan experiential learning.

(65)

terhadap perilaku belajarnya dan mereka akan merasa dapat mengontrol perilaku tersebut. Adapun Prinsip-prinsip belajar yang berlaku bagi peserta didik adalah sebagai berikut (Ortigas dalam Supratiknya, 2011):

a. Belajar adalah pengalaman yang terjadi dalam diri pembelajar.

b. Belajar adalah penemuan makna dan relevansi dari ide, konsep, atau prinsip bagi kehidupan pribadi maupun masyarakat luas.

c. Belajar sebagai perubahan tingkah laku adalah hasil pengalaman.

d. Belajar berlangsung lewat proses bekerja sama dan berperan serta dalam suatu aktivitas.

e. Belajar adalah proses yang bersifat evolusioner atau perubahan yang berlangsung secara pelan-pelan dan berkesinambungan.

f. Belajar kadang-kadang merupakan proses yang menyakitkan.

g. Sumber belajar yang sangat kaya adalah diri pembelajar sendiri.

h. Proses belajar melibatkan baik pikiran maupun emosi atau perasaan.

i. Proses belajar bersifat sangat pribadi dan unik.

(66)

a. Concrete Experience

Merupakan fase menggunakan pengalaman yang sudah dilalui peserta atau pengalaman yang disediakan untuk pembelajaran yang lebih lanjut.

b. Reflective Observation

Merupakan fase mendiskusikan pengalaman para peserta yang telah dilalui atau saling berbagi reaksi dan observasi yang telah dilalui.

c. Abstract Conceptualization

Merupakan fase dimana proses menemukan tren yang umum dan kebenaran dalam pengalaman yang telah dilalui peserta atau membentuk reaksi pada pengalaman yang baru menjadi sebuah kesimpulan atau konsep yang baru.

d. Active Experimentation

Merupakan fase modifikasi perilaku lama dan mempraktikkan pa

Gambar

Tabel 3.1 Desain Penelitian One Group Pretest Posttest Design .........................
Gambar 4.1 Tingkat karakter bela rasa (compassion) siswa kelas VII Sekar Jagad
Gambar 2.1 Koherensi Karakter dalam Konteks Totalitas Proses Psikososial
Gambar 2.3. Proses Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning
+7

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Corporate

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulisan tesis yang berjudul “Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Loyalitas Merek”

Puji Syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan kurnia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGARUH PENGGUNAAN

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa ALLAH SWT.karena atas ijin dan berkat rahmat serta petunjuk-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat serta karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (Skripsi) dengan

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa ALLAH SWT.karena atas ijin dan berkat rahmat serta petunjuk-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini dengan

vi KATA PENGANTAR Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat,berkat serta bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan