• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter kepemimpinan demokratis : studi pra eksperimen pada pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter kepemimpinan demokratis : studi pra eksperimen pada pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP "

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL KOLABORATIF DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN

KARAKTER KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS

(Studi Pra Eksperimen pada Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015)

Clara Vania

Universitas Sanata Dharma 2016

Tujuan penelitian ini: (1) Mengetahui seberapa baik kualitas karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015; (2) Mengetahui efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning, untuk meningkatkan karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan pra-eksperimen One-Group Pretest-Posttest Design. Metode pengumpulan data penelitian ini menggunakan Kuesioner Karakter Kepemimpinan Demokratis yang disusun oleh peneliti. Subjek penelitian ini adalah pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas VII serta VIII di SMP N 6 Surakarta, tahun ajaran 2014/2015 sejumlah 38 orang. Koefisien reliabilitas penelitian ini dianalisa menggunakan teknik korelasi Product Moment hasilnya senilai 0.844 dan termasuk kategori tinggi. Teknik analisa data yang digunakan adalah kategorisasi distribusi normal dan uji Paired Sample T-test.

Temuan penelitian menunjukkan: tingkat karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015 sebelum mendapatkan layanan bimbingan klasikal kolaboratif, sudah tergolong baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut yaitu, subjek sudah memiliki pemahaman dasar tentang seperangkat nilai dan sikap yang mencerminkan karakter kepemimpinan demokratis, subjek sedang berada dalam usaha yang baik dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya dalam hal membina hubungan yang baik dengan anggota kelompok, serta adanya tokoh masyarakat, guru, dan orang tua sebagai model. Terdapat peningkatan karakter kepemimpinan demokratis subjek secara signifikan (Sig 2 tailed) sebesar (0.000) < (0,05). Dengan demikian, implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning efektif meningkatkan karakter kepemimpinan demokratis subjek.

(2)

ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF CHARACTER EDUCATION IMPLEMENTATION BASED ON CLASSICAL COLLABORATIVE GUIDANCE SERVICES WITH

EXPERIENTIAL LEARNING APPROACH TO INCREASE DEMOCRATIC LEADERSHIP CHARACTER

(Pre Experiment in OSIS Board, the Deputy, and Class Leader in 6th Public Junior High School Surakarta Education Age 2014/2015)

Clara Vania

Sanata Dharma University 2016

The purpose of this study are: (1) Knowing how good the quality of the democratic leadership character of the OSIS board, the deputy, and class leader in the 6th Public Junior High School Surakarta Education Age 2014/2015; (2) Assess the effectiveness of character education implementation based on classical collaborative guidance services with experiential learning approach to improve the democratic leadership character of the OSIS board, the deputy, and class leader in the 6th Public Junior High School Surakarta Education Age 2014/2015. This research is a quantitative study using a pre-experiment approach one-group pretest-posttest design. Data collection methods used in this study is the Democratic Leadership Character Questionnaire developed by the researcher. This research subject is the OSIS board, the deputy, and class leader in the 6th Public Junior High School Surakarta Education Age 2014/2015 which amounted to 38 people. The reliability coefficient of this study were analyzed using product moment correlation technique, results are worth 0.844 and included a high category. Data analysis technique used is the categorization of normal distribution and Paired Sample T-test.

The findings show: character level overview of the democratic leadership character of OSIS board, the deputy, and class leader in the 6th Public Junior High School Surakarta Education Age 2014/2015 before getting a classical collaborative guidance services is already quite good. Factors affecting the growth and development of the democratic leadership character of the subject are, the subject already has a basic understanding of a set of values and attitudes that reflect the democratic leadership character, the subject was in a good effort in achieving development tasks in terms of fostering good relationships with members of the group, as well as their community leaders, teachers, and parents as a model. There is a significant growing character of the subject’s democratic leadership character, worth (Sig 2 tailed) of (0.000) <(0.05). Thus, the character education implementation based on classical collaborative guidance services with experiential learning approach, effectively improve the democratic leadership character of the subject.

(3)

i

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL KOLABORATIF DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN

KARAKTER KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS

(Studi Pra Eksperimen pada Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh: Clara Vania NIM: 121114044

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN MOTTO

Keep fighting, keep the spirit high, and never give up!

In this life, we can not do GREAT THINGS, we only can do small things with

GREAT LOVE

(MOTHER TERESA)

Do your best and let God do the rest

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Saya mempersembahkan karya ini bagi…

Teladan hidup yang senantiasa memberikan pertolongan, berkat, dan

rahmat-Nya kepada saya,

Tuhan Yesus dan Bunda Maria Yang Maha Baik

Orang tua tercinta,

Quirinus Manenti Warsius (Alm.) dan Veronica Theresia Diesta Aribawati

Adik-adik tersayang,

Maria Janice, Servatius Arief Widyatmoko, dan Agatha Kessya

Tante terkasih,

Ellysabeth Mulyani

Simbah terbaik,

Yohana Sukartini

Seluruh keluarga,

Om Antonius Priyatma, Om Pius Monica Larsius, Om Eduard Berman

Hutagalung, dan segenap keluarga

(8)
(9)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Clara Vania

Nomor Mahasiswa : 121114044

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL KOLABORATIF DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS

(Studi Pra Eksperimen pada Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015)

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

(10)

viii

ABSTRAK

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL KOLABORATIF DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN

KARAKTER KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS

(Studi Pra Eksperimen pada Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015)

Clara Vania

Universitas Sanata Dharma 2016

Tujuan penelitian ini: (1) Mengetahui seberapa baik kualitas karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015; (2) Mengetahui efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning, untuk meningkatkan karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan pra-eksperimen One-Group Pretest-Posttest Design. Metode pengumpulan data penelitian ini menggunakan Kuesioner Karakter Kepemimpinan Demokratis yang disusun oleh peneliti. Subjek penelitian ini adalah pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas VII serta VIII di SMP N 6 Surakarta, tahun ajaran 2014/2015 sejumlah 38 orang. Koefisien reliabilitas penelitian ini dianalisa menggunakan teknik korelasi Product Moment hasilnya senilai 0.844 dan termasuk kategori tinggi. Teknik analisa data yang digunakan adalah kategorisasi distribusi normal dan uji Paired Sample T-test.

Temuan penelitian menunjukkan: tingkat karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015 sebelum mendapatkan layanan bimbingan klasikal kolaboratif, sudah tergolong baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut yaitu, subjek sudah memiliki pemahaman dasar tentang seperangkat nilai dan sikap yang mencerminkan karakter kepemimpinan demokratis, subjek sedang berada dalam usaha yang baik dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya dalam hal membina hubungan yang baik dengan anggota kelompok, serta adanya tokoh masyarakat, guru, dan orang tua sebagai model. Terdapat peningkatan karakter kepemimpinan demokratis subjek secara signifikan (Sig 2 tailed) sebesar (0.000) < (0,05). Dengan demikian, implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning efektif meningkatkan karakter kepemimpinan demokratis subjek.

(11)

ix

ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF CHARACTER EDUCATION IMPLEMENTATION BASED ON CLASSICAL COLLABORATIVE GUIDANCE SERVICES WITH

EXPERIENTIAL LEARNING APPROACH TO INCREASE DEMOCRATIC LEADERSHIP CHARACTER

(Pre Experiment in OSIS Board, the Deputy, and Class Leader in 6th Public

Junior High School Surakarta Education Age 2014/2015)

Clara Vania

Sanata Dharma University 2016

The purpose of this study are: (1) Knowing how good the quality of the democratic leadership character of the OSIS board, the deputy, and class leader in the 6th Public Junior High School Surakarta Education Age 2014/2015; (2) Assess the effectiveness of character education implementation based on classical collaborative guidance services with experiential learning approach to improve the democratic leadership character of the OSIS board, the deputy, and class leader in the 6th Public Junior High School Surakarta Education Age 2014/2015. This research is a quantitative study using a pre-experiment approach one-group pretest-posttest design. Data collection methods used in this study is the Democratic Leadership Character Questionnaire developed by the researcher. This research subject is the OSIS board, the deputy, and class leader in the 6th Public Junior High School Surakarta Education Age 2014/2015 which amounted to 38 people. The reliability coefficient of this study were analyzed using product moment correlation technique, results are worth 0.844 and included a high category. Data analysis technique used is the categorization of normal distribution and Paired Sample T-test.

The findings show: character level overview of the democratic leadership character of OSIS board, the deputy, and class leader in the 6th Public Junior High School Surakarta Education Age 2014/2015 before getting a classical collaborative guidance services is already quite good. Factors affecting the growth and development of the democratic leadership character of the subject are, the subject already has a basic understanding of a set of values and attitudes that reflect the democratic leadership character, the subject was in a good effort in achieving development tasks in terms of fostering good relationships with members of the group, as well as their community leaders, teachers, and parents as a model. There is a significant growing character of the subject’s democratic leadership character, worth (Sig 2 tailed) of (0.000) <(0.05). Thus, the character education implementation based on classical collaborative guidance services with experiential learning approach, effectively improve the democratic leadership character of the subject.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Baik atas segala berkat dan bimbingan-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning untuk Meningkatkan Karakter Kepemimpinan Demokratis (Studi Pra Eksperimen pada Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015).

Selama penulisan tugas akhir ini, peneliti mendapatkan bantuan dari banyak pihak. Untuk itu peneliti ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang telah membantu, yaitu kepada: 1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan.

2. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si. selaku ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling.

3. Bapak Juster Donal Sinaga, M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling.

4. Ibu Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang tak kenal lelah membimbing peneliti dengan penuh kesabaran dan ketelitian. 5. Segenap Bapak/Ibu dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling atas

bimbingan dan dukungan selama peneliti menempuh studi.

6. Pak Moko atas kesetiaan memberikan pelayanan sekretariat yang ramah kepada peneliti selama menempuh studi di Program Studi Bimbingan dan Konseling.

7. Suster-suster FCJ atas kebaikan hati untuk selalu memberikan bantuan dalam segala bentuk kepada peneliti.

8. Orang tua Clara Vania, yakni Bapak Quirinus Manenti Warsius (alm.) dan Ibu Veronica Theresia Dieasta Aribawati atas seluruh doa, dukungan, serta penguatan yang diberikan kepada peneliti selama ini.

(13)
(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GRAFIK ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Identifikasi Masalah ...4

C. Fokus Penelitian ...5

D. Rumusan Masalah ...6

E. Tujuan Penelitian ...6

F. Manfaat Penelitian ...7

1. Manfaat Teoritis ...7

2. Manfaat Praktis ...7

G. Batasan Istilah ...8

(15)

xiii

2. Pendidikan Karakter ...8

3. Karakter Kepemimpinan Demokratis ...8

4. Experiential Learning ... 9

5. Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif ...9

6. Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning ...10

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Hakikat Pendidikan Karakter ...11

1. Pengertian Karakter ...11

2. Pengertian Pendidikan Karakter ...12

3. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter ...13

4. Nilai-nilai Karakter untuk SMP...14

5. Langkah-langkah Pelaksanaan Pendidikan Karakter ...15

B. Hakikat Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif ...17

1. Pengertian Layanan Bimbingan Klasikal ...17

2. Tujuan Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Klasikal ...19

3. Pihak yang Dilibatkan dalam Penyelenggaraan Layanan Bimbingan dan Konseling ...20

4. Pengertian Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif ...21

C. Hakikat Experiential Learning ... 24

1. Pengertian Experiential Learning ... 24

2. Tujuan Experiential Learning ... 24

3. Prosedur Model Experiential Learning ... 25

4. Kemampuan Dasar yang Hendaknya Dimiliki Peserta Didik agar Proses Pembelajaran Experiential Learning Efektif ...25

5. Prinsip-prinsip Model Experiential Learning ... 26

6. Prosedur bagi Guru untuk Mempersiapkan Model Pembelajaran Experiential Learning ... 27

7. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Experiential Learning ...27

D. Hakikat Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning ... 30

E. Hakikat Karakter Kepemimpinan Demokratis ...35

F. Hakikat Remaja ...38

1. Pengertian Remaja ...38

2. Tahap dan Tugas Perkembangan Remaja ...39

G. Kerangka Pikir...41

(16)

xiv

BAB III METODE PENELITIAN ... 43

A. Jenis Penelitian ...43

B. Tempat dan Waktu Penelitian ...48

C. Subjek Penelitian ...48

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ...49

E. Validitas, Reliabilitas, dan Uji Normalitas ...51

1. Validitas Instrumen...51

2. Reliabilitas Instrumen...51

3. Uji Normalitas ...53

F. Teknik Analisis Data ...55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58

A. Hasil Penelitian ...58

1. Gambaran Tingkat Karakter Kepemimpinan Demokratis Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015 Sebelum Mendapatkan Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning ... 58

2. Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif Dengan Pendekatan Experiential Learning, untuk Meningkatkan Karakter Kepemimpinan Demokratis Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015 ...60

B. Pembahasan ...67

1. Gambaran Tingkat Karakter Kepemimpinan Demokratis Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015 Sebelum Mendapatkan Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning ... 67

2. Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif Dengan Pendekatan Experiential Learning, untuk Meningkatkan Karakter Kepemimpinan Demokratis Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015 ...73

BAB V PENUTUP ... 82

(17)

xv

B. Keterbatasan Penelitian ...83

C. Saran ...84

DAFTAR PUSTAKA ... 87

(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Desain Penelitian One-Group Pretest Posttest Design...45

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ...50

Tabel 3.3 Kriteria Guilford ...52

Tabel 3.4 Tabel Hasil Uji Normalitas ...54

Tabel 3.5 Tabel Norma Kategorisasi Tingkat Karakter Kepemimpinan Demokratis ...55

Tabel 3.6 Tabel Norma Kategorisasi Tingkat Karakter Kepemimpinan Demokratis Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015 ...57

Tabel 4.1 Tingkat Karakter Kepemimpinan Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015 sebelum mendapatkan Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning ...60

(19)

xvii

DAFTAR GRAFIK

(20)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Proses Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan

Pendekatan Experiential Learning ...34 Gambar 3.1. Program Penelitian Pra Eksperimen One-Group

Pretest-Posttest Design Implementasi Pendidikan Karakter

Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan

(21)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Uji Normalitas

Lampiran 2. Hasil Uji Paired Sample T-test Lampiran 3. Hasil Reliabilitas

Lampiran 4. Tabulasi Data Penelitian Pretest Lampiran 5. Tabulasi Data Penelitian Posttest

Lampiran 6. Kuesioner Karakter Kepemimpinan Demokratis Lampiran 7. Lembar Validasi Siswa

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan beberapa hal yaitu: latar belakang masalah,

identifikasi masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan batasan istilah.

A. Latar Belakang Masalah

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan hingga saat ini sedang

menggalakkan pendidikan karakter di sekolah-sekolah. Mochtar

Buchori (dalam Barus, 2015) bahwa,

“Pendidikan watak diformulasikan menjadi pelajaran agama, pelajaran kewarganegaraan, atau pelajaran budi pekerti, yang program utamanya ialah pengenalan nilai-nilai secara kognitif semata. Paling-paling mendalam sedikit sampai ke penghayatan nilai secara afektif. Padahal pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengalaman nilai secara nyata.”

Pendidikan karakter di SMP masih belum menunjukkan hasil yang

memuaskan. Nilai-nilai karakter yang dimuat dalam RPP sebagian

besar hanya merupakan “tempelan” semata. Guru mata pelajaran

kesulitan untuk melatih peserta didik untuk mampu mengenal,

menghayati, dan menerapkan nilai karakter dalam kehidupan

sehari-hari. Padahal sesungguhnya ketiga hal tersebut merupakan tanggung

jawab guru mata pelajaran.

Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan karakter di SMP,

baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai,

(23)

dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam

kehidupan sehari-hari (Suyanto, 2010). Hal itu tidak sejalan dengan

diberlakukannya kurikulum 2013, yang mewajibkan semua mata

pelajaran untuk memampukan peserta didiknya menerapkan

nilai-nilai karakter yang dimuat di dalamnya. Para guru hendaknya

memiliki kompetensi yang memadai untuk menerapkan pendekatan

experiential learning dalam proses pembelajaran di kelas. Dengan

demikian, peserta didik dapat mengalami langsung dan mempraktikan

langsung, nilai-nilai karakter yang hendak diajarkan. Itulah alasan

peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan

experiential learning.

Data Penelitian Strategi Nasional (Barus, Sinaga, & Sri Hastuti,

2014), berjudul “Pengembangan Model Pendidikan Karakter di SMP

Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan

Experiential Learning”, yang dilakukan oleh beberapa dosen

Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma, menunjukan

bahwa secara empirik 36,4% peserta didik SMP dari 653 peserta didik

SMP di 5 kota yang diteliti, capaian nilai-nilai karakternya masih

berada pada kategori kurang baik. Hal itu menunjukkan bahwa

implementasi pendidikan karakter berbasis pendekatan experiential

learningbelum berhasil diselenggarakan di sekolah.

Salah satu dari 5 SMP yang diteliti dalam penelitian tersebut yaitu,

(24)

Surakarta menghasilkan data bahwa guru BK ternyata mengalami

kesulitan untuk mengimplementasikan pendidikan karakter dengan

pendekatan experiential learning di kelas. Persoalannya adalah guru

BK terbiasa menggunakan metode ceramah, dan mereka belum

paham tentang bagaimana menyelenggarakan pendidikan karakter

berbasis experiential learningdi kelas. Berlandaskan data ini, peneliti

ingin memberikan gambaran kepada guru BK di SMP N 6 Surakarta,

tentang penyelenggaraan pendidikan karakter berbasis layanan

bimbingan klasikal dengan pendekatanexperiential learning.

Kemudian, berdasarkan penelitian Barus, Sinaga, & Sri Hastuti

(2014) tersebut juga diidentifikasi 23 topik karakter yang dibutuhkan

oleh peserta didik, guru, dan orang tua dengan peringkat skala

prioritas 1-23. Salah satu karakter yang tercermin dari 23 topik

karakter yang dibutuhkan oleh peserta didik, adalah karakter

demokratis. Karakter demokratis yang dimaksudkan meliputi cara

berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama antara hak dan

kewajiban diri sendiri dan sesama. Bahwasanya peneliti meninjau,

karakter demokratis ini berhubungan erat dengan gaya

kepemimpinan individu. Oleh karena itu, dalam penelitian berikut,

peneliti ingin melihat karakter demokratis peserta didik melalui gaya

kepemimpinannya; yang mana dalam penelitian ini akan disebutkan

sebagai karakter kepemimpinan demokratis. Karakter kepemimpinan

(25)

didik, agar kelak mereka menjadi penerus bangsa dapat bersikap

sebagai pemimpin yang demokratis; pemimpin yang mau

mendengarkan dan bergerak untuk kepentingan rakyatnya. Demikian

alasan peneliti melakukan penelitian dengan topik karakter

kepemimpinan demokratis di SMP N 6 Surakarta.

Berlandaskan pada data di atas, maka perlu dikembangkan sebuah

model pendidikan karakter baru, yaitu implementasi pendidikan

karakter berbasis bimbingan klasikal kolaboratif (kerja sama antara

guru BK dan guru mata pelajaran terkait), dengan pendekatan

experiential learning. Maka dalam penelitian berikut peneliti ingin

mengetahui tentang, apakah secara signifikan implementasi

pendidikan karakter berbasis bimbingan klasikal kolaboratif, dengan

pendekatan experiential learning dapat meningkatkan karakter

kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas di

SMP N 6 Surakarta.

B. Identifikasi Masalah

Bersumber dari latar belakang di atas, maka peneliti dapat

mengidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut.

1. SMP N 6 Surakarta sudah melaksanakan pendidikan karakter,

hanya saja implementasinya masih baru sampai pada tataran

pengenalan nilai-nilai karakter; belum sampai pada penerapan

(26)

2. Guru mata pelajaran dan guru BK SMP N 6 Surakarta belum

mengetahui metode pengajaran yang sesuai untuk digunakan,

dalam rangka melaksanakan pendidikan karakter di sekolah

3. Capaian nilai-nilai karakter peserta didik di SMP N 6 Surakarta

berdasarkan hasil penelitian evaluatif sebelumnya, masih berada

pada kategori kurang baik; khususnya dalam capaian nilai

karakter kepemimpinan demokratis.

C. Fokus Penelitian

Setelah meninjau berbagai permasalahan yang dipaparkan pada

latar belakang dan identifikasi masalah, peneliti melihat bahwa

menjadi sangat penting diterapkannya sebuah model pengajaran baru

di SMP, yaitu bimbingan klasikal kolaboratif (antara guru BK dan guru

mata pelajaran) dalam rangka pelaksanaan pendidikan karakter.

Namun model pengajaran baru itu belum memiliki validasi. Untuk

itulah, peneliti memfokuskan penelitian ini pada pengujian efektivitas

pelaksanaan pendidikan karakter berbasis bimbingan klasikal

kolaboratif, terkhusus dalam meningkatkan karakter kepemimpinan

demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta.

Sebuah studi yang menguji keefektivitasan sebuah pendidikan

karakter dengan model bimbingan klasikal kolaboratif yang dilakukan

oleh guru BK di kelas, dengan bekerja sama dengan guru mata

(27)

D. Rumusan Masalah

Di bawah ini merupakan masalah utama penelitian, yang disusun

secara spesifik dalam pertanyaan berikut.

1. Seberapa baik kualitas karakter kepemimpinan demokratis

pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta tahun

ajaran 2014/2015?

2. Bagaimana efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis

layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan

experiential learning, untuk meningkatkan karakter kepemimpinan

demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6

Surakarta tahun ajaran 2014/2015?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang ingin dipecahkan peneliti, berikut

merupakan tujuan penelitian yang hendak dicapai.

1. Mengetahui seberapa baik kualitas karakter kepemimpinan

demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6

Surakarta tahun ajaran 2014/2015.

2. Mengetahui efektivitas implementasi pendidikan karakter

berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan

pendekatan experiential learning, untuk meningkatkan karakter

kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas

(28)

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini merupakan sumbangan pengetahuan baru,

khususnya dalam dunia Bimbingan dan Konseling terkait

penerapan sebuah model bimbingan klasikal kolaboratif dalam

rangka mengembangkan karakter kepemimpinan demokratis.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti

selanjutnya yang ingin mengkaji tentang bimbingan klasikal

kolaboratif dengan subjek, media, jenis dinamika kelompok,

maupun tempat penelitian yang berbeda.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pendidik karakter (guru BK dan guru mata pelajaran),

hasil penelitian ini dapat menjadi sumber inspirasi untuk

melaksanakan bimbingan klasikal secara lebih inovatif,

komprehensif, dan terpadu.

b. Bagi Kepala Sekolah, hasil penelitian ini dapat menjadi sarana

untuk meningkatkan kerja sama professional antar sesama

pendidik karakter.

c. Bagi lembaga pendidikan konselor sekolah, hasil penelitian ini

dapat digunakan sebagai referensi untuk mengembangkan

konsep bimbingan karakter di kelas, dan terapan ilmu

(29)

mengoptimalkan pendidikan karakter, khususnya di SMP N 6

Surakarta.

d. Bagi peneliti, proses penelitian ini memberikan pengalaman

dan keterampilan baru untuk lebih kreatif dalam memberikan

sebuah bimbingan kelas. Hasil penelitian ini pun menambah

pengetahuan baru mengenai implementasi model bimbingan

kelas yang baru, yaitu model bimbingan klasikal kolaboratif.

G. Batasan Istilah

1. Karakter

Karakter dalam penelitian ini adalah serangkaian nilai, sifat, sikap,

dan keterampilan, yang terpatri dalam diri serta tercermin melalui

perilaku.

2. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter dalam penelitian ini adalah proses

pemberian bantuan kepada peserta didik untuk menjadi manusia

yang utuh, dalam dimensi hati, pikir, raga, rasa, dan karsa; mampu

mengungkapkan serangkaian nilai, sifat, sikap, dan keterampilan,

yang terpatri dalam diri melalui perilaku.

3. Karakter kepemimpinan Demokratis

Karakter kepemimpinan demokratis adalah kemampuan

mempengaruhi tingkah laku orang lain agar mau bekerja sama

demi mencapai tujuan kelompok, dengan menitikberatkan pada

(30)

anggota dilibatkan dalam aktivitas, yang dimulai penentuan

tujuan, pembuatan rencana keputusan, disiplin (tegas) dan mau

mendengarkan saran/kritik yang sifatnya membangun (berani

berpendapat dan rendah hati menghargai pendapat orang lain

walaupun berbeda).

4. Experiential Learning

Experiential Learning adalah sebuah pendekatan dalam

penyelenggaraan bimbingan kelompok, dengan menggunakan

dinamika kelompok yang efektif. Suatu dinamika kelompok

dinyatakan efektif ketika dapat menghadirkan suasana kejiwaan

yang sehat di antara peserta kegiatan, meningkatkan spontanitas,

munculnya perasaan positif (seperti senang, rileks, gembira,

menikmati, dan bangga), meningkatkan gairah atau minat untuk

semakin terlibat dalam kegiatan, memungkinkan terjadinya

katarsis, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sosial

(adaptasi dari Prayitno, dkk, 1998:90).

5. Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif

Bimbingan klasikal kolaboratif merupakan model layanan

bimbingan konseling yang diselenggarakan oleh konselor bekerja

sama dengan guru mata pelajaran sebagai mitra kolaboratif, untuk

membantu mengoptimalkan proses belajar peserta didik dari segu

pribadi, sosial, belajar, dan kariernya. Model bimbingan ini

(31)

(jumlah peserta didik rata-rata 30 orang), yang membahas

materi/topik layanan sesuai kebutuhan peserta didik, serta dalam

tugas-tugas pengembangan pemahaman dan pengamalan

materi/topik layanannya melibatkan guru mata pelajaran.

6. Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan

Experiential Learning

Bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential

learning merupakan model layanan bimbingan konseling yang

diselenggarakan oleh konselor bekerja sama dengan guru mata

pelajaran sebagai mitra kolaboratif, untuk membantu

mengoptimalkan proses belajar peserta didik dari segu pribadi,

sosial, belajar, dan kariernya. Model bimbingan ini

diselenggarakan dalam bentuk tatap muka dan setting kelas

(jumlah peserta didik rata-rata 30 orang), yang membahas

materi/topik layanan sesuai kebutuhan peserta didik, yang mana

dalam penyelenggaraannya peserta didik dibimbing untuk

menggunakan kemampuan dasar pembelajaran experiential

learning, yaitu: concrete experience, reflective observation, actual

(32)

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini diuraikan tentang hakikat pendidikan karakter, hakikat

layanan bimbingan klasikal kolaboratif, hakikat experiential learning,

hakikat karakter kepemimpinan demokratis, hakikat remaja, kerangka

berpikir, dan hipotesis.

A. Hakikat Pendidikan Karakter

1. Pengertian Karakter

Menurut Helen G. Douglas dalam Samani (2013:41), karakter

tidaklah diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara

berksesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan,

pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan. Menurut Samani

(2013:41), karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan

berperilaku yang khas pada tiap individu untuk hidup dan bekerja

sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan

Negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat

membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap

akibat dari keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai

nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan TuhanYang

Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan

kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,

perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,

(33)

hukum, tata krama, budaya, adat istiadat, dan estetika. Karakter

adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari baik

dalam bersikap maupun dalam bertindak.

Menurut Warsono, dkk (2010) yang mengutip dari Jack Corley

dan Thomas Phillip (2000), menyatakan bahwa karakter

merupakan sikap dan kebiasaan seseorang yang memungkinkan

dan mempermudah tindakan moral. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2008), karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak

atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.

dengan demikian, karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang

terpatri dalam diri dan terjewantahkan dalam perilaku

(Kementrian Pendidikan Nasional, 2010). Menurut Scerenco

(1997), karakter adalah atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan

membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari

seseorang, suatu kelompok, atau bangsa. Berdasarkan berbagai

pengertian di atas, maka karakter dapat diartikan sebagai

serangkaian nilai, sifat, sikap, dan keterampilan, yang terpatri

dalam diri serta tercermin melalui perilaku.

2. Pengertian Pendidikan Karakter

Menurut Winton, 2010 (dalam Samani, 2013), pendidikan

karakter adalah hal positif apa saja yang dilakukan guru dan

berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarnya. Pendidikan

(34)

guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya.

Menurut Burke (2001), pendidikan karakter merupakan bagian

dari pembelajaran yang baik dan merupakan bagian yang

fundamental dari pendidikan yang baik. Sedangkan Lickona

(1991) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang

sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli,

dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis. Secara

sederhana Lickona (2004) menyatakan bahwa, pendidikan

karakter adalah upaya yang dirancang secara sengaja untuk

memperbaiki karakter para siswa. Maka berdasarkan

pengertian-pengertian di atas, pendidikan karakter adalah proses pemberian

bantuan kepada peserta didik untuk menjadi manusia yang utuh,

dalam dimensi hati, pikir, raga, rasa, dan karsa; mampu

mengungkapkan serangkaian nilai, sifat, sikap, dan keterampilan,

yang terpatri dalam diri melalui perilaku.

3. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter

MenurutPanduan Pendidkan Karakterdi SMP (Suyanto, 2010),

berikut merupakan prinsip-prinsip pendidikan karakter:

a. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter

b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya

mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku

c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif, dan efektif

(35)

d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian

e. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk

menunjukkan perilaku yang baik

f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan

menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun

karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses

g. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada peserta didik

h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral

yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan

setia pada nilai dasar yang sama

i. Adanya pembagian kepemimpiann moral dan dukungan luas

dalam membangun inisiatif pendidikan karakter

j. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra

dalam usaha membangun karakter.

4. Nilai-nilai Karakter untuk SMP

Berdasarkan Permen Diknas nomor 23 tahun 2006 dan SK/KD

Permen Diknas nomor 22 tahun 2006, dalam Panduan Pendidkan

Karakter di SMP (Suyanto, 2010), dipilih 20 nilai karakter utama

yang disarikan dari butir-butir SKL SMP. Berikut merupakan daftar

20 nilai utama yang dimaksudkan.

a. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan (religius),

(36)

diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan

dan/atau ajaran agamanya.

b. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri meliputi

karakter jujur, bertanggung jawab, bergaya hidup sehat,

disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa wirausaha, berpikir

logis, kritis, kreatif, dan inovatif, mandiri, ingin tahu, serta cinta

ilmu.

c. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama, meliputi

karakter sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain,

patuh pada aturan-aturan sosial, menghargai karya dan

prestasi orang lain, santun, dan demokratis.

d. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan,

meliputi sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah

kerusakan pada lingkungan alam sekitarnya, dan

mengembangkan upaya untuk memperbaiki kerusakan alam,

serta selalu ingin membantu sesama yang membutuhkan.

e. Nilai kebangsaan, meliputi karakter nasionalis dan menghargai

keberagaman.

5. Langkah-langkah Pelaksanaan Pendidikan Karakter

Pada Panduan Pendidkan Karakter di SMP (Suyanto, 2010),

dipaparkan langkah-langkah pelaksanaan pendidikan karakter

yang meliputi: perancangan, implementasi, monitoring dan

(37)

a. Perancangan

Perancangan program pendidikan karakter di sekolah

mengacu pada jenis-jenis kegiatan, yang memuat unsur-unsur:

tujuan, sasaran kegiatan, substansi kegiatan, pelaksana

kegiatan dan pihak-pihak yang terkait, mekanisme

pelaksanaan, keorganisasian, waktu dan tempat, serta fasilitas

pendukung.

b. Implementasi

Implementasi pendidikan karakter dilakukan secara

terpadu melalui tiga jalur, yaitu:

1) Pembelajaran

Pembentukan karakter yang terpadu dengan pembelajaran

pada semua mata pelajaran.

2) Manajemen sekolah

Pembentukan karakter yang terpadu dengan manajemen

sekolah.

3) Kegiatan pembinaan kesiswaan

Pembentukan karakter yang terpadu dengan kegiatan

pembinaan kesiswaan.

c. Monitoring dan evaluasi

Monitoring merupakan serangkaian kegiatan untuk

memantau proses pelaksanaan program pendidikan karakter.

(38)

proses pelaksanaan proram pendidikan karakter berdasarkan

prosedur yang sudah ditetapkan. Sedangkan fokus kegiatan

evaluasi adalah untuk mengetahui sejauhmana efektivitas

program pendidikan karakter berdasarkan pencapaian tujuan

yang sudah ditentukan.

d. Tindak lanjut

Hasil monitoring dan evaluasi dari implementasi program

pendidikan karakter digunakan sebagai acuan untuk

menyempurnakan program, mencakup penyempurnaan

rancangan, mekanisme pelaksanaan, dukungan fasilitas,

sumber daya manusia, dan manajemen sekolah yang terkait

dengan implementasi program.

B. Hakikat Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif

1. Pengertian Layanan Bimbingan Klasikal

Lampiran Permendiknas no. 111 tahun 2014 memaparkan

hal-hal berikut mengenai layanan bimbingan klasikal.

a. Layanan bimbingan klasikal merupakan layanan yang

dilaksanakan dalam setting kelas, diberikan kepada semua

peserta didik, dalam bentuk tatap muka terjadwal dan rutin

setiap kelas/perminggu

b. Volume kegiatan tatap muka secara klasikal adalah 2 jam per

(39)

c. Materi layanan bimbingan klasikal meliputi empat bidang

layanan BK, diberikan secara proporsional sesuai kebutuhan

peserta didik, yang meliputi aspek perkembangan pribadi,

sosial, belajar, dan karier, dalam rangka pencapaian

perkembangan optimal peserta didik dan tujuan pendidikan

nasional

d. Materi layanan bimbingan klasikal disusun dalam bentuk

rencana pelaksanaan layanan bimbingan klasikal (RPLBK)

e. Bimbingan klasikal diberikan secara runtut dan terjadwal di

kelas dan dilakukan oleh konselor, yaitu pendidik profesional

yang minimal berkualifikasi akademik Sarjana Pendidikan (S1)

dalam bidang Bimbingan dan Konseling, dan lulus pendidikan

profesi guru bimbingan dan konseling/konselor.

Hal tersebut didukung oleh pernyataan Rochman Natawidjaja

(1981) dalam Winkel dan Sri Hastuti (2004) bahwa, bimbingan

adalah proses pemberian bantuan yang diberikan kepada

individu secara berkesinambungan, supaya individu tersebut

dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan

diri dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan

keadaan keluarga serta masyarakat. Dengan demikian dia

dapat mengecap kebahagiaan hidupnya serta dapat

(40)

2. Tujuan Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Klasikal

Winkel dan Sri Hastuti dalam bukunya yang berjudul

Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (2004:31-32)

memaparkan bahwa tujuan penyelenggaraan layanan bimbingan

yaitu, supaya sesama manusia mengatur kehidupan sendiri,

menjamin perkembangan dirinya sendiri seoptimal mungkin,

memikul tanggung jawab sepenuhnya atas arah hidupnya sendiri,

menggunakan kebebasannya sebagai manusia secara dewasa

dengan berpedoman pada cita-cita yang mewujudkan semua

potensi yang baik padanya, dan menyelesaikan semua tugas yang

dihadapi dalam kehidupan ini secara memuaskan.

Layanan bimbingan mempunyai tujuan supaya orang yang

dilayani menjadi mampu mengatur kehidupannya sendiri,

memiliki pandangannya sendiri dan tidak sekedar membebek

pendapat orang lain, mengambil sikap sendiri, dan berani

menanggung sendiri akibat dan konsekuensi dari

tindakan-tindakannya. Tujuan bantuan itu diberikan yaitu supaya orang

perorangan atau kelompok orang yang dilayani menjadi mampu

menghadapi semua tugas perkembangan hidupnya secara sadar

dan bebas, mewujudkan kesadaran dan kebebasan itu dalam

membuat pilihan-pilihan secara bijaksana, serta mengambil

(41)

Pemaparan di atas didukung oleh Makhrifah dan Nuryono

(2014:2) dalam jurnalnya yang berjudul Pengembangan Paket

Peminatan dalam Layanan Bimbingan Klasikal untuk Siswa di SMP,

bahwa tujuan penyelenggaraan bimbingan yaitu untuk

meluncurkan aktivitas-aktivitas pelayanan yang mengembangkan

potensi siswa atau mencapai tugas-tugas perkembangannya

sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan.

3. Pihak yang Dilibatkan dalam Penyelenggaraan Layanan

Bimbingan dan Konseling

Dalam lampiran Permendiknas no. 111 tahun 2014 halaman

37, dipaparkan secara jelas tentang pihak yang dapat dilibatkan

dalam penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling, yaitu

sebagai berikut.

a. Dalam melaksanakan tugas layanan bimbingan dan konseling,

Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling dapat

bekerjasama dengan berbagai pihak di dalam satuan

pendidikan (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, wali kelas,

guru mata pelajaran, staf administrasi, sekolah), dan di luar

satuan pendidikan (pengawas pendidikan, komite sekolah,

orang tua, organisasi profesi bimbingan dan konseling, dan

profesi lain yang relevan).

b. Keterlibatan berbagai pihak dalam mendukung pelaksanaan

(42)

kerjasama seperti: mitra layanan, sumber data/informasi, dan

narasumber melalui strategi layanan kolaborasi, konsultasi,

kunjungan, ataupun referal.

4. Pengertian Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif

Program bimbingan akan berjalan secara efektif apabila

didukung oleh semua pihak, dalam hal ini khususnya guru mata

pelajaran dan wali kelas. Konselor atau guru BK berkolaborasi

dengan guru mata pelajaran dan wali kelas dalam rangka

mendapatkan informasi tentang peserta didik (seperti prestasi

belajar, kehadiran, dan perkembangan pribadi sosial peserta

didik), membantu peserta didik dalam menyelesaikan masalahnya,

dan mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat

dilakukan oleh guru mata pelajaran (Depdiknas, 2008:25).

Berdasarkan pengertian tersebut, diketahui bahwa bimbingan

klasikal kolaboratif merupakan bimbingan klasikal yang

direncanakan, disusun, dan diselenggarakan atas kerja sama

antara konselor/guru BK dan guru mata pelajaran untuk

membantu peserta didik sesuai dengan kebutuhannya, demi

perkembangan yang optimal dalam bidang pribadi, sosial, belajar,

dan karier.

Adapun aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan oleh

(43)

a. Menciptakan sekolah dengan iklim sosioemosional kelas yang

kondusif bagi peserta didik

b. Memahami karakteristik peserta didik yang unik dan beragam

c. Menandai peserta didik yang diduga bermasalah

d. Membantu peserta didik yang mengalami kesulitan belajar

melalui programremedial teaching

e. Mereferal (mengalihtangankan) peserta didik yang

memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada guru

pembimbing

f. Memberikan informasi tentang kaitan mata pelajaran dengan

bidang kerja yang diminati peserta didik

g. Memahami perkembangan dunia industry atau perusahaan,

sehingga dapat memberikan informasi yang luas kepada

peserta didik tentang dunia kerja (tuntutan keahlian kerja,

susunan kerja, persyaratan kerja, dan prospek kerja)

h. Menampilkan pribad yang matang, baik dalam aspek

emosional, sosial maupun moral-spiritual (hal ini penting,

karena guru merupakan model atau “figure sentral” bagi

peserta didik)

i. Memberikan informasi tentang cara-cara mempelajari mata

pelajaran yang diberikan secara efektif.

Berdasarkan pemaparan di atas mengenai bimbingan klasikal

(44)

bimbingan dan konseling di sekolah, maka peneliti mendefinisikan

layanan bimbingan klasikal kolaboratif sebagai berikut. Bimbingan

klasikal kolaboratif merupakan model layanan bimbingan

konseling yang diselenggarakan oleh konselor bekerja sama

dengan guru mata pelajaran sebagai mitra kolaboratif, untuk

membantu mengoptimalkan proses belajar peserta didik dari segu

pribadi, sosial, belajar, dan kariernya. Model bimbingan ini

diselenggarakan dalam bentuk tatap muka dan setting kelas

(jumlah peserta didik rata-rata 30 orang), yang membahas

materi/topik layanan sesuai kebutuhan peserta didik, serta dalam

tugas-tugas pengembangan pemahaman dan pengamalan

materi/topik layanannya melibatkan guru mata pelajaran.

Tugas-tugas pengembangan pemahaman dan pengamalan

materi/topik layanan yang dimaksudkan di atas, seperti: dalam

topik gotong royong (bekerjasama), peserta didik mendapatkan

tugas untuk menceritakan pengalaman-pengalaman mereka ketika

bekerja sama saat perayaan hari kemerdekaan; topik gotong

royong (bekerjasama) termasuk dalam nilai yang ingin diajarkan

dalam mata pelajaran kewarganegaraan. Maka tugas

pengembangan pemahaman dan pengamalan itu tadi, bisa juga

dijadikan bahasan dalam mata pelajaran kewarganegaraan.

Dengan demikian, guru BK dan guru mata pelajaran telah

(45)

menumbuhkembangkan nilai gotong royong (bekerjasama) dalam

diri peserta didik.

C. HakikatExperiential Learning

1. PengertianExperiential Learning

Experiential Learning adalah sebuah pendekatan dalam

penyelenggaraan bimbingan kelompok, dengan menggunakan

dinamika kelompok yang efektif. Suatu dinamika kelompok

dinyatakan efektif ketika dapat menghadirkan suasana kejiwaan

yang sehat di antara peserta kegiatan, meningkatkan spontanitas,

munculnya perasaan positif (seperti senang, rileks, gembira,

menikmati, dan bangga), meningkatkan gairah atau minat untuk

semakin terlibat dalam kegiatan, memungkinkan terjadinya

katarsis, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sosial

(adaptasi dari Prayitno, dkk, 1998:90). Kolb (1984),

mendefinisikan experiential learning sebagai tindakan untuk

mencapai sesuatu berdasarkan penglaaman yang secar terus

menerus mengalami perubahan, guna meningkatkan keefektifan

dari belajar itu sendiri.

2. TujuanExperiential Learning

Johnson and Johnson (1991) memaparkan tujuan dari model

experiential learning adalah untuk mempengaruhi peserta didik

dengan 3 cara, yaitu:

(46)

b. Mengubah sikap peserta didik

c. Memperluas keterampiln-keterampilan peserta didik yang

sudah ada

Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi

secara keseluruhan, tidak terpisah-pisah, karena apabila salah satu

elemen tidak ada maka kedua elemen lainnya tidak akan efektif.

3. Prosedur ModelExperiential Learning

David Kolb (1984), membagi prosedur pembelajaran

experiential learning menjadi 4 tahap, yang masing-masingnya

saling berkesinambungan, yaitu:

a. Tahap pengalaman nyata

b. Tahap observasi refleksi

c. Tahap konseptualisasi

d. Tahap implementasi.

4. Kemampuan Dasar yang Hendaknya Dimiliki Peserta Didik

agar Proses PembelajaranExperiential LearningEfektif

Nasution (2005) mengemukakan bahwa, agar proses

pembelajaran experiential learning efektif, peserta didik perlu

memiliki empat kemampuan dasar sebagai berikut.

a. Concrete experience (mengutamakan kemampuan mengolah

perasaan)

Peserta didik melibatkan diri sepenuhnya dalam pengalaman

(47)

b. Reflection observation (mengutamakan kemampuan

mengamati)

Peserta didik mengobservasi dan merefleksi atau memikirkan

pengalamannya dari berbagai sudut pandang

c. Abstract conceptualization (mengutamakan kemampuan

berpikir)

Peserta didik menciptakan konsep-konsep yang

mengintegrasikan observasinya menjadi teori yang sehat

d. Active experimentation (mengutamakan kemampuan berbuat

sesuatu)

Peserta didik menggunakan teori atau konsep itu untuk

memecahkan masalah-masalah tertentu dan mengambil

keputusan.

5. Prinsip-prinsip ModelExperiential Learning

Berdasarkan teori Kurt Lewin (1951), berikut merupakan

prinsip-prinsip model pembelajaranexperiential learning.

a. Experiential learning yang efektif akan mempengaruhi

pemikiran peserta didik, sikap dan nilai-nilai, persepsi, dan

perilaku peserta didik.

b. Peserta didik lebih mempercayai pengetahuan yang mereka

temukan sendiri daripada pengetahuan yang diberikan oleh

(48)

c. Belajar akan lebih efektif bila merupakan sebuah proses yang

aktif.

d. Perubahan hendaknya tidak terpisah-pisah antara kognitif,

afektif, dan perilaku, tetapi secara holistik.

e. Experiential learning lebih dari sekedar memberi informasi

untuk pengubahan kognitif, afektif, maupun perilaku.

Experiential learning merupakan proses belajar yang

menambahkan minat belajar pada peserta didik, terutama

untuk melakukan perubahan yang diinginkan.

f. Perubahan persepsi tentang diri sendiri dan lingkungan sangat

diperlukan sebelum melakukan pengubahan pada kognitif,

afektif, dan perilaku.

g. Perubahan perilaku tidak akan bermakna bila kognitif, afektif,

dan perilaku itu sendiri tidak berubah.

6. Prosedur bagi Guru untuk Mempersiapkan Model

PembelajaranExperiential Learning

a. Guru merumuskan secara seksama suatu rencana pengalaman

belajar yang bersifat terbuka mengenai hasil potensial atau

memiliki seperangkat hasil-hasil alternatif tertentu

b. Guru memberikan rangsangan dan motivasi pengenalan

(49)

c. Peserta didik mengetahui bahwa dirinya dapat bekerja secara

individual atak berkelompok dalam belajar berdasarkan

pengalaman

d. Guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk aktif

berpartisipasi di dalam pengalaman yang tersedia, membuat

keputusan sendiri, dan menerima konsekuensi berdasarkan

keputusan tersebut

e. Guru menyediakan wadah bagi keseluruhan kelas untuk

menyajikan pengalaman yang telah dipelajari sehubungan

dengan topik bahasan, dan kemudian guru melaksanakan

pertemuan untuk membahas berbagai macam pengalaman

peserta didik itu (Oemar Hamalik, 2008).

7. Kelebihan dan Kekurangan PendekatanExperiential Learning Pendekatan experiential learning memiliki kelebihan, yakni

dapat meningkatkan semangat dan gairah belajar, membantu

terciptanya suasana belajar yang kondusif, memunculkan

kegembiraan dalam proses belajar, mendorong dan

mengembangkan proses berpikir kreatif, dan mendorong peserta

didik untuk melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda. Selain

memiliki beberapa kelebihan, pendekatan experiential learning

juga memiliki kekurangan, yakni dibutuhkannya alokasi waktu

yang relatif lama untuk menyelenggarakan pendekatan

(50)

Berdasarkan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki pendekatan

experiential learning tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

pendekatan experiential learning dapat efektif apabila diberikan

kepada peserta didik dengan memperhatikan materi yang

diberikan, persiapan, strategi yang digunakan, dan alokasi waktu

yang disediakan.

Apabila keempat hal tersebut diperhatikan selama proses

pembelajaran, maka akan tercapailah tujuan dari pembelajaran

dengan pendekatan experiential learning. Tujuan pembelajaran

dengan pendekatan experiential learning yakni: mengubah

struktur kognitif peserta didik, mengubah sikap peserta didik, dan

memperluas keterampilan-keterampilan peserta didik yang sudah

ada. Hal tersebut berlaku apabila ingin menggunakan pendekatan

experiential learninguntuk meningkatkan karakter tertentu dalam

diri peserta didik. Seperti temuan Sinaga (2013) dalam

penelitiannya, Efektivitas Program Bimbingan Pribadi-Sosial

Berbasis Experiential Learning untuk Meningkatkan Karakter

Humanis Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP), menyatakan

bahwa program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential

(51)

D. Hakikat Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan

Experiential Learning

Menurut Makrifah & Nuryono (2014:1), bimbingan klasikal

merupakan suatu layanan bimbingan dan konseling yang diberikan

kepada peserta didik oleh guru bimbingan dan konseling (Guru BK)

atau konselor kepada sejumlah peserta didik dalam satuan kelas yang

dilaksanakan di dalam kelas. Kemudian guru BK atau konselor

berkolaborasi dengan guru mata pelajaran atau wali kelas, dalam

rangka memperoleh informasi tentang peserta didik (terkait prestasi

belajar, kehadiran, maupun perkembangan pribadi-sosialnya),

membantu memecahkan masalah peserta didik, dan mengidentifikasi

aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru mata

pelajaran. Sebuah program bimbingan dapat berjalan secara efektif

apabila didukung oleh semua pihak, dalam hal ini khususnya para

guru mata pelajaran dan wali kelas (adaptasi dari Depdiknas

2008:25).

Kolb (dalam Sinaga, 2013) memaparkan bahwa, experiential

learning merupakan tindakan untuk mencapai sesuatu berdasarkan

pengalaman yang secar terus menerus mengalami perubahan guna

meningkatkan keefektivan dari hasil belajar. Pendekatan experiential

learning bertujuan untuk mempengaruhi peserta didik melalui tiga

cara, yaitu (1) mengubah struktur kognisi peserta didik, (2)

(52)

keterampilan-keterampilan peserta didik yang telah ada. Ketiga elemen tersebut

saling berhubungan dan mempengaruhi secara keseluruhan, tidak

terpisah-pisah karena apabila satu elemen tidak ada, maka kedua

elemen lainnya tidak akan efektif.

Berdasarkan uraian di atas mengenai bimbingan klasikal dan

pendekatan experiential learning, maka peneliti mendefinisikan

layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan

experiential learning sebagai berikut. Bimbingan klasikal kolaboratif

dengan pendekatan experiential learning merupakan model layanan

bimbingan konseling yang diselenggarakan oleh konselor bekerja

sama dengan guru mata pelajaran sebagai mitra kolaboratif, untuk

membantu mengoptimalkan proses belajar peserta didik dari segu

pribadi, sosial, belajar, dan kariernya. Model bimbingan ini

diselenggarakan dalam bentuk tatap muka dan setting kelas (jumlah

peserta didik rata-rata 30 orang), yang membahas materi/topik

layanan sesuai kebutuhan peserta didik, yang mana dalam

penyelenggaraannya peserta didik dibimbing untuk menggunakan

kemampuan dasar pembelajaranexperiential learning,yaitu:

a. Concrete experience (mengutamakan kemampuan mengolah

perasaan), maksudnya peserta didik melibatkan diri

sepenuhnya dalam pengalaman baru.

b. Reflection observation (mengutamakan kemampuan

(53)

merefleksi atau memikirkan pengalamannya dari berbagai

sudut pandang.

c. Abstract conceptualization (mengutamakan kemampuan

berpikir), maksudnya peserta didik menciptakan

konsep-konsep yang mengintegrasikan observasinya menjadi teori

yang sehat.

d. Active experimentation (mengutamakan kemampuan berbuat

sesuatu), maksudnya peserta didik menggunakan teori atau

konsep itu untuk memecahkan masalah-masalah tertentu dan

mengambil keputusan.

Proses penyelenggaraan layanan bimbingan klasikal kolaboratif

dengan pendekatanexperiential learningsecara detail divisualisasikan

pada gambar 2.1. Gambar 2.1. menjelaskan bahwa implementasi

pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif

dengan pendekatan experiential learning terdiri dari dua rangkaian

proses yang saling terkait satu sama lain. Dua rangkaian proses

tersebut yakni, (1) proses pembelajaran dengan layanan bimbingan

klasikal dengan pendekatan experiential learning dan (2) proses

kolaborasi antara guru BK (fasilitator) dengan guru mata pelajaran

(mitra kolaboratif). Pada proses nomor 1, subjek diajak untuk

berdinamika kelompok dan mengalami empat tahapan belajar

(concrete experience, reflection observation, abstract conceptualization,

(54)

antara fasilitator dengan mitra kolaboratif dalam penyelenggaraan

layanan bimbingan klasikal kolaboratif. Pada penelitian ini proses

nomor 2, peran fasilitator diemban oleh peneliti dan peran mitra

kolaboratif (sebagai observer) diemban oleh guru BK dan guru mata

(55)

b. Siswa membentuk kelompok

c. Siswa melakukan dinamika kelompok sesuai instruksi Guru BK dan Guru MaPel terlibat dalam dinamika kelompok sebagaiobserver/fasilitator

b. Siswa membagikan hasil refleksi dinamika kelompok

Guru BK dan Guru MaPel terlibat dalam dinamika kelompok sebagaiobserver/fasilitator

a. Siswa menyebutkan nilai-nilai yang didapatkan melalui dinamika kelompok

b. Siswa memaknai nilai-nilai yang didapatkannya itu Guru BK dan Guru MaPel terlibat dalam dinamika kelompok sebagaiobserver/fasilitator

a. Siswa membuat niatan-niatan diri berdasarkan nilai-nilai yang dimaknai setelah berdinamika kelompok b. Siswa menerapkan niatan-niatan diri itu dalam

kehidupannya sehari-hari

Guru BK dan Guru MaPel bekerjasama dalam mengamati dan memberikan umpan balik terhadap perilaku siswa

(56)

E. Hakikat Karakter kepemimpinan Demokratis

Dalam Panduan Pendidkan Karakter di SMP (Suyanto, 2010),

karakter demokratis digambarkan sebagai suatu cara berpikir,

bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya

dan orang lain. Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni

mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan

pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain

dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok. (dikutip

dari Tead; Terry; Hoyt dalam Kartono, 2003). Kepemimpinan ialah

proses mempengaruhi aktifitas yang diorganisir dalam suatu

kelompok dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan yang telah

ditetapkan. (William G. Scott, 1962). Kepemimpinan yang demokratis

menitikberatkan pada aktivitas setiap anggota kelompok, sehingga

semua anggota dilibatkan dalam aktivitas, yang dimulai penentuan

tujuan, pembuatan rencana keputusan, disiplin dan mau

mendengarkan saran/kritik yang sifatnya membangun. (diadaptasi

dari Kartini Kartono, 1994:33).

Kepemimpinan yang demokratis menitikberatkan pada aktivitas

setiap anggota kelompok, sehingga semua anggota dilibatkan dalam

aktivitas, yang dimulai penentuan tujuan, pembuatan rencana

keputusan, disiplin dan mau mendengarkan saran/kritik yang sifatnya

membangun. (diadaptasi dari Kartini Kartono, 1994:33). Berdasarkan

(57)

adalah kepemimpinan yang mendiskusikan semua permasalahan

untuk diselesaikan bersama-sama dan kebijaksanaannya ditetapkan

dengan partisipasi dari bawahan. Pemimpin bertindak sebagai

penghubung antara atasan dengan bawahan. Maksudnya pemimpin

mempunyai peran rangkap, yaitu sebagai pemimpin dan anggota

kelompok.

Menurut Effendy (1992), kepemimpinan demokratis adalah

kepemimpinan yang berdasarkan cara-cara dan sikap demokratis.

Setiap bawahan diberi kebebasan untuk mengeluarkan

pikiran-pikirannya, menyatakan pendapat dan gagasannya. Jadi pada

kepemimpinan demokratis ini fungsi pemimpin hanya sebagai

penuntun dan mengkoordinasikan proses pengambilan keputusan.

Menurut Gerungan (1978), kepemimpinan demokratis adalah cara di

mana pemimpin mengajak/mempengaruhi anggota kelompok untuk

menentukan bersama-sama tujuan kelompok serta merancang

langkah-langkah pekerjaan secara musyawarah dan mufakat.

Pemimpin memberi bantuan atau nasihat kepada anggota kelompok

dalam pekerjaannya. Pemimpin juga memberikan saran-saran

mengenai berbagai kemungkinan pelaksanaan pekerjaan dan

masukan secara obyektif dan positif.

Menurut Likert (1961), ciri-ciri peserta didik yang memiliki

Gambar

Tabel 3.1 Desain Penelitian One-Group Pretest Posttest Design..........................45
Grafik 4.1 Tingkat Karakter Kepemimpinan Pengurus OSIS, Wakil, dan
Gambar 3.1. Program Penelitian Pra Eksperimen One-Group Pretest-
Gambar 2.1. Proses Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan
+7

Referensi

Dokumen terkait

hak yang sama untuk dapat ikut serta dalam organisasi serikat pekerja/buruh guna melindungi hak dan kepentingan mereka. Namun dengan pelaksanaan outsourcing hak berserikat tidak

Untuk mengetahui pengaruh pemberian rebusan seledri ( Apium graveolens ) terhadap penurunan tekanan darah pada penderita Pra hipertensi di wilayah kerja Puskesmas. Padang Pasir

bidang yang terdapat dalam perusahaan sesuai dengan keahliannya. Manusia yang bekerja dalam suatu perusahaan merupakan suatu unsur dalam MSDM. Focus dalam MSDM adalah

yang terdiri dari terminal udara, konduktor pentanahan, dan sistem terminasi bumi,. sistem

Langkah yang dilakukan dalampenelitian ini adalah dengan menunjukkan video hasil identifikasi yang sudah dibuat kepada guru SD kelas IV kemudian rancangan pelaksanaan

3.3 Langkah-langkah Percobaan.. Dalam praktikum ini terdapat prosedur untuk memperoleh hasil yang akurat, berikut ini merupakan langkah-langkah dalam melakukan praktikum: 1.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : Konsentrasi NaOH dan lama pemanasan yang terbaik adalah 0,2 % dengan lama pemanasan 90 menit yang memeberikan daya cerna

[r]