1
Indonesia merupakan salah satu produsen karet terbesar di dunia dengan lahan terluas yaitu sebesar 3,6 juta hektar, terdiri atas kebun rakyat 3,1 juta ha (85%), perkebunan besar swasta 8% dan perkebunan besar negara 7% (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2017).
Perkebunan rakyat pada umumnya belum menggunakan bibit karet dari klon-klon unggul, pemeliharaannya masih sederhana, serta banyak tanaman karet yang sudah tua dan rusak (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2011). Hal tersebut merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas karet Indonesia yang menyebabkan tergesernya posisi Indonesia sebagai produsen utama karet dunia (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011).
Produktivitas karet rakyat masih relatif rendah, yaitu 700 kg/ha/tahun atau rata-rata 892 kg/ha/ tahun. Produktivitas ini masih sangat rendah bila dibandingkan dengan produktivitas perkebunan besar negara yaitu ratarata 1.299 kg/ha/tahun dan perkebunan swasta1.542 kg/ha/tahun,atau produktivitas karet rakyat di negara lain (Ditjenbun 2007) Sebagai contoh, produktivitas karet rakyat di Malaysia telah mencapai 1.100 kg/ha/tahun, di Thailand 1.600 kg/ha/tahun, di India 1.334 kg/ha/ tahun, dan di Vietnam 1.358 kg/ha/tahun (Island Boerhendhy, I dan Amypalupy,K. 2011 ).
Oleh karena itu Indonesia masih memerlukan usaha-usaha dalam peningkatan produksi, salah satu faktor teknis yang perlu dipertimbangkan adalah rendahnya mutu penyadapan serta penerapan sistem eksploitasi tanaman di lapangan yang tidak sesuai dengan peraturan (Siregar, 1995), serta tidak menyebabkan kerusakan pada tanaman (Sumarmaji, 2000).
Permasalahan yang dihadapi petani karet di Indonesia antara lain : Biaya produksi terlalu tinggi terutama biaya penyadapan yang tidak berimbang dengan pendapatan petani karena harga karet yang murah sehingga pemeliharaan dan sistem ekploitasi kebun tidak bisa optimal terutama pada petani yang mempunyai lahan sempit. Petani kurang memamahami tentang sifat typelogi klon yang berkaitan dengan sistem eksploitasi dan frekuensi sadap yang berakibat ke depan menyebabkan kering alur sadap ( KAS ), pemborosan pemakaian kulit, kerusakan kulit yang berpengaruh terhadap umur ekonomis tanaman. Penerapan teknologi perkaretan dan pengelolaan belum sesuai dengan rekomendasi.
Menurut Setiawan dan Andoko (2005), beberapa faktor yang mempengaruhi respons tanaman terhadap aplikasi stimulan diantaranya jenis klon yang digunakan, umur tanaman, teknik aplikasi stimulan, dosis, nutrisi tanaman yang diberikan melalui pemupukan dan faktor lingkungan tumbuh tanaman.
Siregar dkk .(2008) menyatakan bahwa klon-klon slow starter secara umum memiliki sifat respon terhadap stimulans, relatif tahan terhadap tekanan eksploitasi dan kulit pulihannya umumnya sangat potensial.
Dosis yang umumnya digunakan adalah sekitar 1 mL/pohon dengan konsentrasi 2,5% yang dapat diaplikasikan satu bulan sekali (Siregar, 2001).
Stimulan umumnya diberikan pada tanaman karet yang telah memasuki masa produktif (tanaman karet menghasilkan yang sudah mencapai umur 15 tahun), karena pemberian stimulan pada tanaman muda dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman jika diaplikasikan tanpa menurunkan intensitas sadapan (Setiawan dan Andoko, 2005).
Haryo, 2015, menyatakan faktor lain yang mempengaruhi respons tanaman terhadap aplikasi stimulan adalah bidang sadap yang digunakan, kulit pulihan 3 tidak sebaik kulit pulihan 1 dan 2 dalam menghasilkan lateks karena kondisi kulit tersebut sudah kurang baik.
Sumarmadji (2000) menyatakan bahwa eksploitasi tanaman karet dewasa ini diarahkan melalui sistem eksploitasi yang spesifik-diskriminatif antara lain terhadap jenis klon, variasi musim dan umur tanaman. Setiap klon memiliki karakter fisiologis yang spesifik sehingga respons tanaman terhadap sistem sadap yang diaplikasikan juga beragam. Klon-klon dengan metabolisme tinggi cenderung responsif terhadap interval penyadapan tinggi namun kurang responsif terhadap pemberian stimulan. Klon-klon yang memiliki metabolisme sedang dan rendah cenderung responsif terhadap pemberian stimulan namun memerlukan interval penyadapan yang lebih panjang.
Peningkatan konsentrasi stimulan dapat mengimbangi penurunan frekuensi sadap. Pada penyadapan S/2d2 menunjukkan adanya keseimbangan antara lateks yang dibentuk dengan lateks yang dikeluarkan, yang berarti memiliki intensitas sadap 100%. Bila hendak diturunkan frekuensi sadapnya, misalnya menjadi d/3, akan diperoleh intensitas sadap 100% (setara dengan S/2d2) bila penyadapan S/2d3 ditambah stimulan (S/2d3.ET2,5%). Dengan demikian, pada perlakuan sadap berfrekuensi rendah (misalnya menjadi d4, d5 atau d6) akan menghasilkan produksi yang optimum bila konsentrasi stimulan dinaikkan (misalnya menjadi 3,0%, atau bahkan hingga 5,0%). Namun demikian, penggunaan stimulan yang berlebihan juga dapat menimbulkan kekeringan alur sadap. Kombinasi yang tepat
antara konsentrasi stimulan dan frekuensi sadap akan menghasilkan produksi yang optimum dan berkelanjutan ( Sumarmaji, 2000 ).
Tanaman karet yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman karet klon GT1 yang berumur 10 tahun yang merupakan klon yang memiliki metabolisme rendah (termasuk jenis klon slow starter) yang memiliki karakteristik lebih responsif terhadap pemberian stimulan namun kecepatan metabolisme lateksnya tergolong lambat.
Berdasarkan uraian diatas bahwa dalam pemberian interval stimulan dan frekwensi sadap perlu diperhatikan jenis klon, umur tanaman serta keseimbangan metabolisme lateks antara lateks yang dibentuk dengan lateks yang dikeluarkan, Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang Kosentrasi Pemberian Stimulan Cair Dan Waktu Penyadapan Terhadap Klon GT1 ( Slow Starter ).
Gambar 1.1 Bagan Alir Dasar Pemikiran
Perlu diteliti tentang “ pemberian stimulan cair dan waktu penyadapan terhadap klon slow starter ( GT 1 ) pada umur 10 tahun di perkebunan rakyat
1.2 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Pengaruh Aplikasi Kombinasi Stimulan Cair dan Waktu Penyadapan Terhadap Karakter Fisiologi dan Produksi Tanaman Karet sesuai dengan tipologi klon GT 1 (slow stater) pada umur 10 tahun.
1.3 Hipotesis Penelitian
Adanya Pengaruh Aplikasi Kombinasi Stimulan Cair dan Waktu Penyadapan Terhadap Karakter Fisiologi dan Produksi Tanaman Karet sesuai dengan tipologi klon GT 1 (slow stater) pada umur 10 tahun.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan pedoman dan informasi bagi peneliti selanjutnya yang membutuhkan khususnya di bidang tanaman karet.
2. Sebagai bahan untuk menempuh ujian stara 1 (S1) di Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara.