• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Padi (Oryza sativa L) merupakan tanaman pangan utama di Asia, termasuk Indonesia. Biji padi atau gabah memiliki rendemen 72-82% bagian yang dapat dimakan atau kariopsis, yang disebut beras pecah kulit (brown rice), dan 18-28% kulit gabah atau sekam (Haryadi, 2006). Padi lahan sawah di Asia memberikan kontribusi besar pasokan beras global (Sahrawat, 2005). Produktivitas tanah padi sawah sangat tergantung pada kesuburan tanah atau kimia alami tanah (De Datta, 1981). Produktivitas tanaman padi meningkat setelah adanya revolusi hijau (Hasanuzzaman et al., 2010) dengan sistem penggunaan sejumlah besar pupuk anorganik, pestisida, dan herbisida anorganik (Khan et al., 2007). Penggunaan pupuk anorganik dan pestisida anorganik secara terus menerus pada takaran tinggi serta intensitas pemanfaatan lahan yang sangat intensif tanpa memperhatikan masukan bahan organik menyebabkan penurunan kesuburan tanah sehingga penambahan pupuk anorganik tidak lagi memacu kenaikan produktivitas padi (Balitpa, 2002). Pemberian pupuk anorganik secara terus-menerus dan berlebihan setiap musim tanam telah menurunkan produktivitas tanah dalam jangka waktu tertentu (Hasanuzzaman et al., 2010). Selain menyebabkan degradasi kesuburan tanah, penggunaan bahan kimia anorganik juga mengakibatkan pencemaran lingkungan tanah dan air. Sistem pertanian berbasis bahan masukan tinggi (bahan fosil) seperti pupuk anorganik, dan pestisida dapat merusak sifat-sifat tanah dan akhirnya menurunkan produktivitas tanah untuk waktu yang akan datang (Ikemura & Shukla, 2009; Sanati et al., 2011). Semakin meluasnya lahan yang terdegradasi tersebut diantaranya banyak disebabkan oleh merosotnya kadar bahan organik tanah (Kurnia et al., 2005). Penurunan kandungan bahan organik tanah tersebut antara lain terjadi akibat pengangkutan keluar terhadap hasil panen secara besar-besaran tanpa diimbangi dengan pengembalian sisa-sisa panen dan masukan dari luar (Hairiah, et al., 2000).

Biaya input kimia yang tinggi dan kekhawatiran tentang degradasi tanah dan polusi lingkungan menuntut penerapan praktek manajemen alternatif untuk mengatasi masalah tersebut (Baligar & Fageria, 2007). Tumbuhnya kesadaran tentang dampak negatif penggunaan pupuk anorganik, pestisida dan sarana pertanian lainnya terhadap lingkungan, kesehatan pangan serta kesehatan manusia, mendorong sebagian petani mengembangkan pertanian organik (Ikemura & Shukla, 2009). Peningkatan pendapatan dan pendidikan masyarakat juga mendorong

(2)

2

kesadaran mereka tentang pentingnya pola makan sehat (Kumatsuzaki & Syuaib, 2010). Pertanian organik merupakan pertanian alternatif yang aman bagi lingkungan, munculnya disebabkan karena ancaman kerusakan ekologis karena pencemaran bahan anorganik (Jahroh, 2010). Pertanian organik bergantung pada kesehatan tanah dan daur hara melalui tanah menggunakan proses alami (Ram & Sharma, 2011). Pertanian organik mengandalkan sumber kebutuhan hara melalui pupuk organik dan masukan-masukan alami lainnya (Suriadikarta & Simanungkalit, 2006).

Tanaman padi banyak membutuhkan unsur hara nitrogen (N) bagi pertumbuhannya, sehingga N seringkali menjadi pembatas produksi. Kesuburan tanah terutama ketersediaan N menentukan tingkat dan kualitas hasil. Permasalahannya, pada umumnya kadar N tanah rendah dan tidak mencukupi untuk mendukung pencapaian hasil tinggi (Setyorini et al., 2007; Abdulrachman et al., 2008). Menurut klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah memerlukan persyaratan dalam kategori sedang untuk kadar N-total 0,21 sampai 0,50% dan kadar C-organik lebih besar 1,2% (Eviati & Sulaiman, 2009; Permentan, 2013b). Petani organik pada umumnya menggunakan pupuk kandang sebagai sumber nutrisinya, termasuk N. Namun permasalahannya, jumlah pupuk kandang sangat terbatas dan memiliki kandungan nutrisi yang rendah dan bervariasi. Oleh karena itu perlu dicarikan alternatif sumber pupuk organik lain selain pupuk kandang. Alternatif untuk memenuhi kebutuhan N pada budidaya padi sawah organik adalah dengan memanfaatkan sumber-sumber pupuk organik potensial, yaitu pupuk hijau. Ketersediaan pupuk hijau yang banyak tersedia merupakan sumber N dan bahan organik yang penting (Kaushal et al., 2010).

Pupuk hijau adalah bahan tanaman, biasanya legum yang dibenamkan ke dalam tanah saat masih hijau untuk memperkaya bahan organik dan unsur hara, terutama N dalam tanah. Pupuk organik yang berasal dari bahan hijau terurai dengan cepat dan melepaskan N cepat pula (Purwanto et al., 2014). Tanaman pupuk hijau (legum) memasok bahan organik dan menambah nitrogen (Usama & Siddiqui, 2016). Pupuk hijau adalah biomasa tanaman yang masih hijau yang belum terdekomposisi, yang dibenamkan secara langsung ke dalam tanah untuk mempertahankan kesuburan tanah. Kandungan nitrogen cukup tinggi pada saat pupuk hijau masih muda (Hairiah et al., 2000; Sutanto, 2002; Ram & Sharma, 2011).

Pupuk hijau legum tahunan merupakan salah satu pupuk organik yang berpotensi sebagai sumber bahan organik tanah dan unsur hara tanaman padi sawah organik terutama N, namun belum banyak dimanfaatkan olah petani. Pupuk hijau

(3)

3

legum tahunan berpotensi sebagai sumber unsur hara yang terbarukan, karena banyak tersedia di sekitar lahan dan dapat dipangkas berulang kali selama masa pertumbuhannya. Pengembangan potensi pupuk hijau tahunan tidak bersaing dengan tanaman padi dalam hal penggunaan lahan dan tenaga kerja serta biaya lainnya seperti pupuk hijau semusim yang di tanam pada lahan padi. Hal ini disebabkan karena tanaman legum tahunan dapat ditanam di lahan-lahan kering sebagai tanaman pagar pada budidaya lorong, ditanam di luar lahan yang tidak ditanami padi, memanfaatkan lahan tidur, serta di tanam di pinggir-pinggir jalan sebagai tanaman peneduh.

Hasil penelitian tentang pemanfaatan potensi pupuk hijau legum tahunan sebagai sumber bahan organik tanah dan nitrogen pada budidaya padi sawah organik yang berkaitan dengan aspek pemilihan jenis, takaran dan waktu aplikasi yang optimal yang dilakukan melalui serangkaian penelitian secara komprehensif belum banyak dilaporkan. Oleh karena itu penelitian tentang pemanfaatan tanaman pupuk hijau legum tahunan potensial sebagai sumber bahan organik tanah dan nitrogen pada budidaya tanaman padi organik perlu dilakukan.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, perumusan permasalahan penelitian adalah sebagai berikut:

1) Belum diketahui jenis tanaman legum tahunan yang mempunyai kadar N daun tinggi dan pola mineralisasinya.

2) Belum diketahui pengaruh takaran dan takaran optimal beberapa jenis pupuk hijau legum tahunan yang mempunyai kadar N tinggi dengan pola mineralisasi berbeda terhadap karakter fisiologis, pertumbuhan dan hasil padi sawah organik. 3) Belum diketahui pengaruh waktu aplikasi dan waktu aplikasi optimal beberapa jenis pupuk hijau legum tahunan yang mempunyai kadar N tinggi dengan pola mineralisasi berbeda terhadap karakter fisiologis, pertumbuhan dan hasil padi sawah organik.

3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1) Memperoleh jenis tanaman legum tahunan yang mempunyai kadar N daun tinggi dan pola mineralisasinya.

(4)

4

2) Mempelajari pengaruh takaran beberapa jenis pupuk hijau legum tahunan yang mempunyai kadar N tinggi dengan pola mineralisasi berbeda terhadap karakter fisiologis, pertumbuhan dan hasil padi sawah organik dan mendapatkan takaran optimal beberapa jenis pupuk hijau legum tahunan yang mempunyai kadar N tinggi dengan pola mineralisasi berbeda.

3) Mempelajari pengaruh waktu aplikasi beberapa jenis pupuk hijau legum tahunan yang mempunyai kadar N tinggi dengan pola mineralisasi berbeda terhadap karakter fisiologis, pertumbuhan dan hasil padi sawah organik dan mendapatkan waktu aplikasi optimal beberapa jenis pupuk hijau legum tahunan yang mempunyai kadar N tinggi dengan pola mineralisasi berbeda.

4. Keaslian Penelitian

Penggunaan pupuk organik, termasuk pupuk hijau yang pernah dipelajari dalam penelitian-penelitian terdahulu dilakukan secara terpisah, antara lain mengenai aspek mineralisasi N pupuk kandang, takaran, jenis dan peranan pupuk hijau dalam mensubstitusi atau mengurangi penggunaan pupuk anorganik dalam praktek pengelolaan hara terpadu (Integrated Nutrient Managemen, INM). Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Azzez et al. (2010) tentang mineralisasi pupuk kandang unggas, sapi dan kambing dalam kondisi aerob selama 120 hari, menunjukkan bahwa mineralisasi N bertahap: (1) Awal pelepasan N cepat antara 0 dan 30 hari inkubasi, (2) fase pelepasan konstan antara 40 dan 55 hari inkubasi, mencapai puncak pada 55 hari inkubasi, (3) penurunan cepat pelepasan N antara 70 dan 90 hari inkubasi, dan (4) peningkatan tajam dalam pelepasan N pada 120 hari inkubasi. Hasil penelitian Abbasi et al. (2007) tentang aspek waktu mineralisasi N pupuk kandang sapi, domba dan unggas, menunjukkan bahwa laju mineralisasi bersih adalah pada 10-20 hari inkubasi. Wichern et al., 2004 mempelajari tentang aspek mineralisasi N pupuk kandang matang dan pupuk kandang segar melaporkan mineralisasi bersih selama 0-9 hari inkubasi. Villasenor et al. (2015) mempelajari aspek mineralisasi N tanah dan pengaruh residu pemupukan pada musim sebelumnya pada tanah sawah Alfisol dan Vertisol dengan perlakuan waktu inkubasi anaerobik dan suhu yang berbeda pada kondisi lapangan dan laboratorium yang dikelola dengan tanaman padi. Inkubsi anaerobik dilakukan pada 20 dan 40oC; dan pada lima waktu yang berbeda (0, 7, 14,

21, dan 28 hari). Hasil penelitian menunjukkan bahwa residu pemupukan meningkatkan mineralisasi N pada kedua tanah sawah bila dibandingkan dengan kontrol tanpa N. Pada Alfisol berfluktuasi antara 6,1 dan 13,3 mg N-NH4+ kg-1,

(5)

5

sedangkan pada Vertisol berkisar antara 18,4 dan 28,0 mg N-NH4+ kg-1. Mineralisasi

N dipengaruhi oleh waktu inkubasi, suhu, dan tingkat pemupukan N pada musim tanam sebelumnya, yang ditunjukkan dengan model kuadrat dengan nilai determinasi tinggi, R2 = 0,73 ** dan R2 = 0,78 **, masing-masing untuk Alfisol dan Vertisol.

Ditemukan bahwa waktu inkubasi dan suhu yang terbaik 7 hari pada 20 ° C dan 21 hari pada 40 ° C, masing-masing untuk Altisol dan Vertisol.

Paudel & Salewa (1996) melakukan penelitian pada aspek pengaruh takaran Leucaena leucocephla dan Glirisidia sepium terhadap komponen hasil dan residu bahan organik tersebut terhadap sifat tanah padi irigasi sebagai substitusi total N. Percobaan menggunakan tiga taraf N (60, 90 dan 120 kg ha-1) masing-masing dari

Leucaena leucocephala dan Glirisidia sepium, 60 kg N ha-1 dari Urea, dan kontrol

(tanpa N) dengan 40 kg P2O5 dari SP 36 pada semua perlakuan sebagai pupuk dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi pupuk daun hijau 120 kg ha-1

baik dari Leucaena leucocephla maupun Gliricidia sepium menghasilkan komponen agronomi dan hasil padi setara dengan yang diperoleh dari 60 kg N dari urea. Pupuk daun hijau 120 kg ha-1 dapat mensubstitusi N pada 60 kg ha-1dari urea. Peningkatan

hasil gabah atas perlakuan kontrol pada perlakuan pupuk daun hijau antara 19-49%. Terdapat hubungan positif komponen anakan efektif per rumpun, jumlah gabah per malai, bobot 1000 gabah, jumlah malai per meter, hasil biomasa, dan hasil jerami dengan hasil gabah

Percobaan lapangan yang dilakukan Tomar et al. (2013) selama musim hujan tiga tahun berturut-turut (2008-2010) untuk mempelajari aspek pengaruh jenis pupuk daun hijau pada bagian bahan kering dan produktivitas padi sawah (Oryza sativa L.). Lima daun hijau jenis pohon agroforestri setempat yaitu, Erythrina indica, Acacia auriculiformis, Alnus nepalensis, Parkia roxburghii, dan Cassia siamea dipelakukan pada 10 t ha-1 berdasar bobot segar pada lahan padi dan dibandingkan

dengan perlakuan N-P2O5-K2O (80:60:40 kg ha-1) yang direkomendasikan dan

kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama tahun 2008-2009, atribut hasil dan hasil padi lebih besar dalam plot NPK dibandingkan dengan pupuk hijau daun. Namun, pada tahun ketiga, pupuk daun hijau (kecuali Alnus) melampaui perlakuan N-P2O5-K2O yang direkomendasikan dalam hal produksi bahan kering dan hasil,

namun respons yang lebih baik diamati dengan Erythrina. Setelah panen akhir, N-tersedia tanah meningkat 14-20% pada plot yang diberi perlakuan Alnus dan Erythrina dibandingkan dengan kontrol.

(6)

6

Penelitian yang dilakukan Alagappan & Venkitaswamy (2015) mempelajari aspek berbagai sumber pupuk organik dibandingkan dengan praktek pengelolaan hara terpadu (integrated nutrient management, INM) RDF + Dhaincha (Sesbania cannabina) dan pupuk dosis rekomendasi (recommended dose of fertilizer, RDF) terhadap pertumbuhan dan hasil padi (Oryza sativa L.) untuk menentukan nilai optimal SPAD tahap pertumbuhan tanaman tertentu untuk hasil gabah lebih tinggi. Percobaan menggunakan empat belas perlakuan dengan empat pupuk organik yang berbeda pada 100% RDN berdasar kesetaraan nutrisi (pupuk kandang, vermi-kompos, pupuk kandang unggas dan pupuk hijau Dhaincha; enam perlakuan lain terdiri dari 50% kombinasi setiap pupuk kandang, satu perlakuan dengan 1/4 kombinasi dari semua pupuk kandang dan satu kontrol mutlak (tanpa pupuk organik atau anorganik). Perlakuan ini dibandingkan dengan pupuk dosis rekomendasi (RDF) dan praktek pengelolaan hara terpadu (RDF + Dhaincha). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rerata SPAD diperoleh untuk meningkatkan hasil gabah padi optimal untuk RDF (31,6 ; 32,8 ; 34,6 dan 32,8 ; 34,6 ; 34.8), untuk praktek INM (34,8 ; 35,6 ; 36,4 dan 35,0 ; 35,9 ; 36,8), untuk 100% RDN melalui pupuk hijau (31,4 ; 32,6 ; 34,0 dan 32,4 ; 34,2 ; 34,4) dan untuk 100% RDN melalui masing-masing pupuk kandang tercatat (31,0 ; 31,8 ; 33,5 dan 31,2 ; 33,4 ; 34,1) pada anakan aktif, inisiasi malai dan fase berbunga padi selama percobaan. Di antara perlakuan pupuk organik, 100% RDN melalui pupuk hijau Dhaincha mencatat nilai SPAD dan hasil gabah padi tertinggi.

Penelitian yang dilakukan Manjappa (2014) mempelajari aspek pengaruh Eupatorium (Chromolaena odorata) sebagai pupuk daun hijau dengan kombinasi taraf pupuk anorganik pada produktifitas padi. Percobaan menggunakan rancangan petak terbagi. Berbagai taraf Eupatorium (tanpa Eupatorium, Eupatorium @ 5, 10, 15 dan 20 t ha-1) ditempatkan pada petak perlakuan utama dan taraf pupuk anorganik

(tanpa Eupatorium, 50%, dan 100% RDF) pada anak petak. Pupuk dosis rekomendasi (recommended dose of fertilizer, RDF) yang digunakan untuk padi adalah 75:75:87.5 kg N, P2O5 dan K2O ha-1. Hasil gabah dan jerami nyata dipengaruhi

oleh aplikasi berbagai taraf Eupatorium selama kedua tahun dan data rerata. Hasil gabah padi yang tercatat dengan aplikasi Eupatorium pada 10 t ha-1 (masing-masing

6569, 6900 dan 6735 kg ha-1), 15 t ha-1 (6651, 7180 dan 6691 kg ha-1) dan 20 t ha-1

(6487, 7370 dan 6929 kg ha-1) ditemukan setara satu sama lain selama tahun 2002,

2003 dan reratanya. Hasil jerami maksimum tercatat dengan Eupatorium 20 t ha-1.

(7)

7

setara dengan Eupatorium pada taraf 10 t ha-1 (6132 kg ha) selama tahun 2002 serta

dengan 10 t ha-1 (6280 kg ha) dan 15 t ha-1 (6130 kg ha-1) selama tahun 2003.

Neelima (2008) mempelajari aspek pengaruh pupuk N dan pembenaman yang berbeda dari pupuk hijau Sunnhemp terhadap penampilan padi dan neraca hara dalam tanah. Percobaan terdiri atas 16 kombinasi perlakuan terdiri dari 4 pembenaman yang berbeda pupuk hijau Sunnhemp {green manuring total 35 t ha-1

(GM-T), akar (GM-R), tajuk 29 t ha-1 (GM-S), dan tanpa pupuk hijau (GM-C)} dan 4

taraf nitrogen (0; 60.,120 dan,180 kg ha-1). Total biomasa yang dihasilkan Sunnhemp

adalah 35 t ha-1 (29,3 t ha-1 dari bagian tajuk dan akar 6,7 t ha-1). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa bobot kering maksimal tanaman padi ditemukan karena pembenaman total tanaman (1306 g m-2) dan tajuk (1264 g m-2) Sunnhemp dan

aplikasi 180 kg N ha-1 (1233 g m-2). Hasil gabah padi nyata lebih tinggi dengan

pembenaman total Sunnhemp atau tajuk Sunnhemp. Keseimbangan N tanah dengan pembenaman tanaman total atau tajuk Sunnhemp dan 180 kg N ha-1.

Penelitian ini merupakan eksplorasi potensi sumber bahan organik pupuk hijau dari legum tahunan untuk menentukan tiga jenis legum tahunan yang mempunyai kadar N tinggi dengan kecepatan pola mineralisasi yang berbeda yang disesuaikan dengan pola pertumbuhan padi sawah organik. Penelitian dilanjutkan untuk mempelajari pengaruh takaran dan waktu aplikasi legum tahunan, serta takaran dan waktu aplikasi yang optimal terhadap karakter fisiologis, pertumbuhan dan hasil padi sawah organik. Keaslian penelitian ini terletak pada rangkaian penelitian yang dilakukan secara komperhensif dan bertahap mengenai pemanfaatan pupuk hijau legum tahunan potensial sebagai sumber bahan organik tanah dan unsur hara makro N pada padi sawah organik.

5. Kegunaan

1) Jenis pupuk hijau legum tahunan yang ditemukan dengan takaran optimal dan waktu aplikasi yang tepat dapat digunakan oleh petani sebagai salah satu alternatif sumber bahan organik tanah dan nitrogen yang terbarukan untuk meningkatkan hasil padi sawah organik.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun isu-isu politik keagamaan yang di sebarkan baik oleh pihak pemerintah Jepang untuk mendoktrin ulang rakyat Jepang penganut agama Kristen, dan para

domestik dibagi menjadi tiga pada tiap zona potensi resapan airtanah. Pada zona potensi resapan tinggi memiliki rata-rata kebutuhan air domestik sebesar 105,1

Bab ini menyajikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat, ruang lingkup, metode penelitian, dan sistematika penulisan tugas akhir/skripsi Sistem

Secara garis besar komponen-komponen pembelajaran memiliki banyak komponen, diantaranya ada tujuan pembelajaran sebagai titik tolak untuk mencapai suatu pembelajaran, guru

Sel surya (PV panel) adalah sumber listrik pada sistem pembangkit listrik tenaga surya, material semikonduktor yang mengubah secara langsung energi sinar matahari

Dalam kompresi fractal, bagian kecil yang memiliki suatu kemiripan dengan bagian yang lebih besar pada citra akan dilakukan transformasi scan berulang-ulang sehingga

Aplikasi dengan pemanfaatan sistem informasi berbasis komputer, salah satunya adalah Sistem Informasi Geografis (SIG) berbasis Web, Sistem

Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, antara lain menyebutkan bahwa “kegiatan bursa efek pada dasarnya adalah menyelenggarakan dan menyediakan