• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jual Beli Barang Fashion Palsu di Pasar Sempolan Menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek dan Hukum Isalm

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Jual Beli Barang Fashion Palsu di Pasar Sempolan Menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek dan Hukum Isalm"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Alhamdulillah puji syukur selalu ku limpahkan kehadirat Sang Ilahi Rabbi atas rahmat yang telah diberikan yang tidak terkira terima kasihku ucapkan kepada semua pihak.

Kupersembahkan karya ilmiah ini, kepada:

1. Ibunda dan Ayahanda tercinta yang tidak pernah berhentinya memberikan dukungan dan doanya untukku sehingga karya ilmiah ini dapat saya selesaikan dengan lancar. Karya ilmiah ini kupersembahkan untuk ibunda dan ayahanda tercinta.

2. M. Hanafi (Alm), dan adikku Mahda Ihza Af-Karina, serta kepada saudara- saudaraku Bani Zuhdi yang selalu memberi semangat. Karya ini kupersembahkan kepada kalian keluargaku.

3. Sahabat tercintaku (Khoirun Nisak, Nurul Latifah, Diska Umi Arifah, Alvin Eka Maymonah, dan Robbi Muhammad Kurnia)

4. Dan teman-teman seperjuangan kelas I2 Jurusan Muamalah angkatan 2013, takkan pernah kulupakan kebersamaan bersama kalian semua.

5. Keluargaku semua dimanapun berada, semoga karya ini bermanfaat bagi pendidikan, bernilai ibadah, dan mendapatkan ridha-Nya. Aamiin.

6. Almamater IAIN Jember yang paling kubanggakan.

(6)
(7)
(8)
(9)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Istilah ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Penelitian Terdahulu ... 15

B. Kajian Teori ... 16

1. Jual Beli Dalam Islam ... 16

a. Pengertian jual beli ... 16

b. Rukun dan syarat jual beli ... 18

(10)

3) Terlarang sebab Ma’qud’Alaih (Barang Jualan) ... 26

4) Terlarang sebab syara’ ... 29

2. Merek Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek ... 31

a. Pengertian merek ... 31

b. Jenis merek ... 34

c. Fungsi merek ... 35

d. Pendaftaran merek ... 36

e. Pengalihan dan pemberian hak atas merek terdaftar ... 38

3. Hak Merek Dalam Hukum Islam ... 39

a. Pengertian hak milik ... 39

b. Sifat hak milik ... 40

c. Jenis hak milik ... 42

d. Sebab-sebab kepemilikan ... 43

e. Merek dalam hukum Islam ... 44

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 49

B. Lokasi Penelitian ... 49

C. Subyek Penelitian ... 50

D. Teknik Pengumpulan Data ... 50

(11)

F. Keabsahan Data ... 52

G. Tahap-TahapPenelitian ... 53

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS A. Gambaran Objek Penelitian ... 54

a. Sejarah pasar Sempolan ... 54

B. Penyajian Data dan Analisis ... 55

a. Praktek jual beli barang fashion palsu ... 55

1) Latar belakang penjualan barang fashion palsu ... 55

2) Harga jual beli barang fashion palsu ... 59

3) Produk jual beli barang fashion palsu ... 61

4) Hukum dalam jual beli barang fashion palsu ... 65

b. Praktek ual beli barang fashion palsu menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek ... 67

c. Praktek jual beli barang fashion palsu menurut hukum Islam ... 71

C. Pembahasan temuan ... 74

a. Praktek jual beli barang fashion palsu di pasar Sempolan ... 74

b. Praktek jual beli barang fashion palsu menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek ... 75

c. Praktek jual beli barang fashion palsu menurut hukum Islam ... 76

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 77

(12)

LAMPIRAN

(13)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada prinsipnya Islam memberikan jaminan perlindungan hak setiap orang. Setiap pemilik boleh menuntut pemenuhan haknya. Apabila terjadi pelanggaran atau pengrusakan hak maka pemilik hak dapat menuntut ganti atau kompensasi (denda) yang sepadan dengan haknya.

Apabila terjadi perselisihan dalam pemenuhan hak maka pihak pemerintah atau hakim wajib memaksa pihak tertentu agar memenuhi hak orang lain.

Hak kekayaan intelektual pada prinsipnya adalah hasil pemikiran, kreasi dan desainseseorang diakui dan diberikan hak atas kebendaan sehingga hasil pemikiran, kreasi dan desain tersebut dapat diperjualbelikan. Dengan demikian, seseorang yang memiliki hak kekayaan intelektual dapat diberikan royalti atau pembayaran oleh orang lain memanfaatkan atau menggunakan hak kekayaan intelektual tersebut.

Secara historis, peraturan peruundang-undangan dibidang hak kekayaan intelektual (selanjutnya disebut HAKI) di Indonesia sudah ada sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang- undang pertama mengenai perlindungan HAKI pada tahun 1844.

Kemudian pemerintah Belanda mengundangkan:

1. UU Merek Tahun 1885

2. Undang-Undang Paten Tahun 1910.

(14)

3. UU Hak Cipta Tahun 1912

Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah mengundangkan UU No. 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan mengganti UU Merek kolonial belanda. UU No.21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek ini melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan.1

Menurut W.R Cornish lahirnya HAKI pada awalnya berasal dari suatu ide yang diwujudkan dalam bentuk nyata. Hasil yang nyata tersebut diberikan perlindungan hukum. Jadi, hakikat HAKI adalah adanya suatu kreasi (creation). Kreasi ini mungkin dalam bidang kesenian (Art) atau dalam bidang industri ataupun dalam ilmu pengetahuan atau kombinasi antara ketiganya. Oleh karena itu, apabila seseorang ingin hak kekayaan intelektualnya mendapat perlakuan khusus atau tepatnya dilindungi oleh hukum harus mengikuti prosedur tertentu yang ditetapkan oleh negara.

Prosedur yang dimaksud disini tiada lain adalah melakukan pendaftaran HKI ditempat yang sudah ditentukan oleh undang-undang. Perlunya pendaftaran tersebut, mengingat tidak ada batas antar negara (borderless state). Jadi, tidaklah mengherankan jika HAKI merupakan salah satu objek bisnis yang cukup diminati oleh seluruh pelaku bisnis karena dianggap dapat segera mendatangkan keuntungan, daripada harus memulai dari nol.2

Merek sebagai salah satu bagian dari hak atas kekayaan intelektual manusia yang sangat penting terutama dalam menjaga persaingan usaha

1Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaanya di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), 215.

2 Sentosa Sembiring, Hukum Dagang (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2008), 181.

(15)

yang sehat, oleh karenanya masalah merek diatur dalam suatu undang- undang yang khusus mengatur mengenai merek yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.Menurut Prof. R. Soekardono, S.H., memberikan rumusan bahwa “Merek adalah sebuah tanda (jawa:

cirri atau tengger) dengan mana dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan- badan perusahaan lain.”3

Dengan merek, produk atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitas serta keterjaminan bahwa produk itu original.

Kadangkala yang membuat suatu produk menjadi mahal bukan karena produknya, tetapi mereknya. Merek adalah sesuatu yang ditempelkan atau dilekatkan pada satu produk, tetapi ia bukan produk itu sendiri. Seringkali setelah barag itu dibeli, mereknya tak dapat dinikmati oleh pembeli. Merek mungkin menimbulkan kepuasan saja bagi pembeli. Benda materilnyalah yang dapat dinikmati. Merekitu sendiri ternyata hanya benda immateril yang tak dapat memberikan apapun secara fisik. Inilah yang membuktikan bahwa merek itu merupakan hak kekayaan immateril.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek tidak menyebutkan bahwa merek merupakan salah satu wujud dari kerja karya intelektual. Sebuah karya yang didasarkan kepada olah pikir manusia, yang kemudian terjelma dalam bentuk benda immateril. Suatu hal yang

3OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007) 345.

(16)

perlu dipahami dalam setiap kali menempatkan hak merek dalam kerangka hak atas kekayaan intelektual adalah bahwa, kelahiran hak atas merek itu diawali dari temuan-temuan dalam bidang hak atas kekayaan intelektual lainnya, misalnya hak cipta.4

Salah satu bidang kajian dalam HAKI yang cukup berperan dalam bisnis dewasa ini adalah masalah merek (trademark). Karena masalah merek erat sekali kaitannya dengan produk yang ditawarkan oleh produsen, baik berupa barang maupun jasa. Bagi konsumen timbul suatu prestis tersendiri jika ia menggunakan merek tertentu. Jadi dalam masyarakat ada semacam anggapan bahwa merek yang digunakan dapat menunjukkan status sosial seseorang atau sang pemakai merek. Kondisi ini, tentunya dapat dimanfaatkan oleh produsen yang ingin mengambil keuntungan secara tidak sah (illegal), yakni menggunakan merek yang sudah dikenal masyarakat terhadap hasil produksinya. Hal ini tentunya dapat merugikan konsumen karena barang yang ditawarkan kualitasnya berbeda dengan aslinya.5

Walaupun begitu ada juga konsumen yang tidak memperdulikan baik dan buruk suatu produk bukan tolak ukur bagi konsumen untuk tetap memilih barang yang akan di beli. Oleh karena itu, produk yang sudah dikenal luas akan banyak ditiru, diikuti, dibajak dan dipalsukan oleh produsen lain. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur‟an bahwa setiap orang-orang mukmin dilarang melakukan suatu kecurangan.

4OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), 330.

5Sentosa Sembiring, Hukum Dagang (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2008), 201.

(17)



























Artinya : ”Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”.6 (Qs. Al-Ahzab:58)

Demikian pula didalam negara mempunyai aturan yang berkaitan tentang merek, diantaranya diatur dalam Undang-undang khusus mengenai perdagangan barang palsu, yakni Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang terdapat dalam pasal 90 “Barang siapa sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).7

Meningkatnya barang-barang palsu (KW) merupakan masalah yang menyentuh seluruh kalangan masyarakat. Karena, semakin tinggi kemajuan teknologi informasi dan transportasi yang sangat pesat menyebabkan konsumen mencari alternatif guna memperoleh barang- barang bermerek tersebut secara ilegal yang tidak hanya sesuai dengan

6Tim Tashih Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemah (Bandung: CV Mikraj Khazanah Ilmu, 2013), 426.

7Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.

(18)

kebutuhan akan tetapi menjadi sebuah status sosial bagi seseorang. Dan untuk mendapatkan barang tersebutdengan harga yang relatif murah.

Praktek jual beli fahion yang terjadi di pasar Sempolan seperti biasanya para pembeli melihat barang yang akan dibeli, stelah merasa cocok kemudian menawar dengan harga yang pas sesuai barang keinginan.

Jika dilihat menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, pentingnya penjual untuk mengetahui peraturan ini bahwa merek yang mereka jual termasuk dilindingu oleh pemerintah karena telah terdaftar. Bahkan, di dalam hukum Islam juga melarang berjualan jika tanpa seizin dari pemilik hak lisensi itu sendiri dan termasuk jual beli tidak sah.

Fenomena yang terjadi di masyarakat sekitar pasar Sempolan tidak hanya dari kalangan anak muda melainkan ibu-ibu rumah tangga ataupun kepala rumah tangga juga menggunakan barang-barang palsu selain modelnya yang kekinian juga harga yang jauh lebih murah dari harga aslinya sehingga menjadi daya tarik tersendiri.

Dari sini peneliti menemukan yang membuat beda Pasar Sempolan dengan pasar lainnya yaitu bahwa pasar Sempolan salah satu dari dua pasar yang tradisional Jember yang direvitalisasi oleh Pemerintah Jember pada tahun 2013 dan menjadi percontohan bagi pasar lain. Pasar Sempolan dipilih karena berada di pinggir jalan propinsi penghubung Jember- Banyuwangi. Ketika memasuki bulan Ramadhan akan menjadi pasar kaget sebab puluhan pedagang banyak yang berjualan di pinggir jalan. Pemkab

(19)

mengaharapkan Pasar Sempolan mejadi etalase karena berada di jalur masuk kabupaten.

Alasan para penjual tidak takut akan ancaman denda/kurungan karena penjual yang berjualan di Pasar Sempolan selama berpuluh-puluh tahun tidak ada perampasan barang jualan bahkan jika ada tindakan dari pemerintah para penjual akan lebih memilih menyerahkan semua barang dagangannya dari pada harus membayar denda maupun kurungan.

Setelah peneliti mengamati ada beberapa toko yang menjual barang-barang palsu tersebut yang menjual berbagai macam merek mulai dari merek sepatu Adidas, Nike, All Star, Vans, Volcom. Untuk produk tas ada merek Alto, Jansport, Polo, Eiger, Boss, Nike. Sandal ada juga yang yaitu merek converse, ripcurl. Sedangkan, topi ada juga yang bermerek Adidas, Volcom, hurley, nike, vans.

Karena adanya fakta lapangan tersebut maka peneliti ingin melakukan penelitian lapangan mengangkat judul “Jual Beli Barang Fashion Palsu di Pasar Sempolan Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek dan Hukum Islam”

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan dalam latar belakang diatas, maka muncul beberapa permasalahan yang perlu diperhatikan yakni sebagai berikut :

1. Bagaimana praktek jual beli barang fashion palsu yang ada di pasar Sempolan ?

(20)

2. Bagaimana praktek jual beli barang fashion palsu menurut Undang- Undang No.15 Tahun 2001 TentangMerek ?

3. Bagaimana praktek jual beli barang fashion palsu menurut Hukum Islam ?

C. Tujuan Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto bahwa tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya suatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai.8 Sesuai dengan rumusan masalah sebagaimana dikemukakan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mendeskripsikan praktek jual beli barang fashion palsu yang ada di pasar Sempolan.

2. Untuk mendeskripsikan praktekjual beli barang fashion palsu menurut Undang-Undang No.15 Tahun 2001 Tentang Merek.

3. Untuk mendeskripsikan praktek jual beli barang fashion palsu menurut Hukum Islam.

D. Manfaat Penelitian.

Lebih jelas manfaat dari penelitian ini sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan konstribusi atau manfaat bagi semua pihak, khususnya pihak-pihak terkait dengan permasalahan jual beli fashion palsu. Dari penyajian karya ilmiah ini diharapkan

8Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 1999),53.

(21)

penelitian ini menjadi wacana bagi pihak terkait untuk memperhatikan aturan atau membenahi aturan menjadi lebih baik.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti, penelitian ini diharapkan menjadi penelitian ilmiah yang memenuhi syarat sebagai laporan serta sebagai sarana untuk menambah pengetahuan.

b. Bagi IAIN Jember dan para mahasiswa Muamalah khususnya diharapkan dapat menjadi koleksi serta rujukan penelitian berikutnya.

c. Bagi para pembeli barang fashion palsu, diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran tentang gambaran bagaimana membeli barang merek fashion yang palsu atau tidak.

d. Bagi para penjual barang fashion palsu, dapat memberikan gambaran dan pemahaman yang jelas mengenai barang-barang fashion untuk dijual.

E. Definisi Istilah

1. Jual beli barang fashion palsu

Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.

Lafal al-bai’ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata asy-syira’ (beli). Dengan demikian, kata al-bai’ berarti jual, tetap sekaligus juga berarti beli.9

9 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 111.

(22)

Sedangkan secara terminologi ulama‟ Hanafiyah mendefinisikan dengan tukar menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan dengan sesuatu yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat. Adapun Malikiyah, Syafi‟iyah, Hanabillah, bahwa jual- beli (al-ba’i) yaitu tukar menukar harta dngan harta pula dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan. Menurut pasal 20 ayat 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syari‟ah ba’i adalah jual beli antara benda dan benda atau pertukaran antara benda atau uang.10

Fashion berasal dari bahasa Inggris, yang artinya suatu cara, kebiasaan atau mode. Istilah fashion atau mode sebenarnya sudah ada sejak anusia pertama kali menggunakan kulit hewan untuk menutupi tubuhnya. Setelah beberapa waktu, manusia mulai menggunakan fashion bukan sebagai pelindung atau penghangat tubuh saja, fashion sebagai perubahan penting agar hidup dapat slalu menyenangkan dan menurut sifatnya yang tidak tahan lama maupun perubahan gaya yang berlangsung secara terus menerus yang didikte oleh desainer dan industri.11 Fashion adalah istilah umum untuk gaya populer (totalitas ide, perspektif, perilaku, citra, dan fenomena lainnya yang dipilih oleh consensus informal di dalam arus utama sebuah budaya, khususnya budaya barat dimana dngan pengaruh bsar dari media massa, kehidupan ide ini menembus kehidupan sehari-hari masyarakat) atau praktek khususnya di pakaian, sepatu, atatu aksesori. Fashion juga

10 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2012), 101.

11 Baruna Tyaswara, Reza Rizkina Taufik, dkk, Pemaknaan Terhadap Fashion Style Remaja Di Bandung, Universitas BSI Bandung, 2017.

(23)

diartikan sebagai mode referensi gaya-gaya dan style menjadi syarat penting untuk suatu yang trend saat ini dalam tampilan dan berdandan seseorang dan sekarang perkembangan dunia fashion mengalami jaman revolusi yang pesat.12 Sedangkan, kata palsu atau tiruan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bukan yang sejati (tulen), palsu, danimitasi.13Proses membuat barag tiruan disebut peniruan, pengertian peniruan memiliki pengertian yang hampir sama dengan pemalsuan. Pemalsuan adalah proses pembuatan, beradaptasi, meniru atau benda, statistik, atau dokumen-dokumen, dengan maksud untuk menipu. Produk palsu menghilangkan nilai simbolik dari barang (mewah) asli dan menyamarkan brand equity.

Barang palsu yang diproduksi sebagai versi murah dari barang aslinya, sehingga dimungkinkan tidak akan terlihat persepsi yang berbeda dalam hal kualitas. Hal ini mendorong pemikiran bahwa hanya barang fashion bermerek saja yang berharga untuk dipalsukan dan mejadi target terjadinya produksi tentu saja dengan berbagai macam pertimbangan dan melihat kebutuhan para konsumen.14

Jadi yang dimaksud dengan barang fashion palsu adalah barang yang mirip dengan aslinya dengan cara dipalsukan, namun dari segi harga barang palsu lebih terjangkau dibandingkan dengan harga

12 Muti Andriani, Pepey Riawati Kurnia, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Puchase Intention Fashion Luxury Brand Dalam Lingkungan Mahasiswi Universitas Kelas Atas Di Jabodetabek, Sekolah Tinggi Manajemen PPM. 2014.

13 Tanggal 15 September 2017. https://kbbi.web.id/palsu

14 Resti Aththarddi wijaya dkk, Gaya Hidup Brand Minded dan Intensi Membeli Produk Fashion Tiruan Bermerek Ekslusif Pada Remaja Putri (Persona, Jurnal Psikologi Indoesia, 2015).

(24)

aslinya diberi merek dan juga bentuknya sama. Maka seseorang akan sulit membedakan barang palsu atau original semua dianggap sama saja dan tidak akan ada keunikan tersendiri. Selain itu, pengertian barang fashion palsu juga mencakup barang yang dipakai harian yang sesuai dengan mode atau style yang berkembang dari jaman ke jaman secara terus menerus.

2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek

Undang-undang adalah ketentuan dan peraturan negara yang dibuat oleh pemerintah (menteri, badan eksekutif, dan sebagainya), disahkan oleh parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat, badan legislative, dan sebagainya), ditandatangani oleh kepala Negara (presiden, kepala pemerintah, raja) dan mempunyai kekuatan yang mengikat.15Menurut Pasal 1 UU No.15 tahun 2001 tentang Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Peran “merek” dikenal oleh konsumen sebagai jaminan kualitas barang/jasa. Merek telah digunakan sejak ratusan tahun untuk memberikan tanda dari produk sebagai asal-usul barang (indication of origin).16

15http://kbbi.web.id/undang-undang. Diakses pada 27 Juli 2017.

16 Rachmani Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: perlindungan dan dimensi hukumnya di Indonesia (Bandung : PT ALUMNI, 2003), 321.

(25)

3. Pengertian Hukum Islam

Islam sebagai nama dari sebuah agama tidak diberikan oleh para pemeluk agama itu melainkan kata „Islam‟ berdasarkan kepada kenyataan yang dicantumkan dalam Al-Qur‟an. Artinya, kepatuhan atau penyerahan diri kepada Allah tidak semata-mata memohon perlindungan supaya diterima oleh Allah melainkan mematuhi dan mentaati segala kehendak Allah maupun segala perintah-Nya merupakan hal-hal yang perlu dilakukan atau diajuhi. Dan setiap perintah itu dinamakan „Hukm‟ (jamaknya ahkam) yang dalam bahasa Indonesia dinamakan ketentuan, keputusan, undang-undang, atau peraturan. Maka hukum Islam berarti keseluruhan ktentuan perintah Allah yang wajib ditaati oleh seorang muslim.17

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa jual beli barang fashion palsu di pasar Sempolan menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek dan Hukum Islam yaitu mengganti atau menukar uang dengan barang palsu yang diperjual belikan tanpa seizin pemilik lisensi merek yang dimana telah dilindungi oleh Undang-Undang maupun aturan yang ada di dalam hukum Islam.

F. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam penyajian dan memahami isi dari penulisan ini, maka sitematika pembahasan sebagai berikut:

17 Abdul Jamali, Hukum Islam (Bandung: Mandar Maju, 2002) 10.

(26)

Bab Pertama: Pendahuluan. Bagian ini merupakan bab permulaan pembahasan skripsi in yang terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian manfaat penelitia, definisi istitlah dan sistematika pembahasan.

Bab Kedua: Kajian kepustakaan. Dalam bab ini mencakup penelitian terdahulu yang digunakan acuan oleh penulis dan kajian teori yang meliputi pembahasan tentang jual beli dalam Islam, merek dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, dan hak merek dalam hukum Islam.

Bab Ketiga: Metode penelitian. Bagian ini memaparkan tentang metode penelitian yang mencakup pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, subyek penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data, keabsahan data dan tahap-tahap penelitian.

Bab Keempat: Penyajian data dan analisis. Bagian ini memberikan kontribusi berupa gambaran objek penelitian, penyajian data dan analisis, dan pembahasan temuan.

Bab Kelima: Penutup. Bagian ini memuat kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran yang bersifat konstruktif.

(27)

KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. Penelitian Terdahulu

Dari hasil kajian kepustakaan yang telah dilakukan, penulis menemukan skripsi yang membahas seputar barang fashion palsu, di antaranya adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1

Persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu

No. Penelitian Terdahulu Persamaan Perbedaan 1. Penegakan Hukum

Pidana Oleh Aparat Kepolisian Terhadap Tindak Pidana Perdagangan

Barang-Barang Palsu Di Makassar Trade Centre

sama-sama

membahas tentang peredarang barang- barang palsu.

peneliti terdahulu melihat dari segi penegakan hukum oleh aparat kepolisian terhadap perdagangan

barang palsu

sedangkan milik peneliti ditinjau dari sudut pandang Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek dan hukum Isla 2. Pengaruh

pemahaman Fiqh Muamalat

mahasiswa terhadap keputusan membeli produk Fashion palsu (studi pada Mahasiswa angkatan 2011 dan 2012 prodi muamalat Fakultas Syari‟ah dan hukum

UIN Syarif

Hidayatullah

Sama-sama

membahas tentang pembelian produk fashion palsu.

Peneliti terdahulu menggunakan pendekatan kuantitatif.

Sedangkan, milik peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.

(28)

Jakarta)

3. Perlindungan hukum merek sepatu Adidas terhadap pemalsuan merek oleh pelaku usaha lokal ditinjau dari Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek

Sama-sama

membahas tentang Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dilihat dari segi barang yang di palsukan.

Peneliti terdahulu membahasa tentang perlindungan hukum merek sepatu Adidas yang dipakai untuk melakukan tiruan oleh pelaku usaha lokal. Sedangkan milik peneliti praktek jual beli barang fashion palsu secara umum.

B. Kajian Teori

Bagian ini berisi tentang pembahasan teori yang dijadikan sebagai perspektif dalam melakukan penelitian. Pembahasan teori secara lebih luas dan mendalam akan semakin memperdalam wawasan peneliti dalam mengkaji permasalahan yang hendak dipecahkan sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.18Berikut penjelasannya:

1. Jual Beli Dalam Islam

a. Pengertian Jual Beli

Dalam bahasa arab kata jual (عيبلا) dan kata beli (ءارشلا) adalah dua kata yang berlawanan artinya, namun orang-orang Arab biasa menggunakan ungkapan jual-beli itu dengan satu kata yaitu عيبلا. Untuk kata ءارشلا sering digunakan derivasi dari kata jual yaitu عاتب ا.Secara arti kata عيبلا dalam penggunaan sehari-hari mengandung arti “saling tukar” atau tukar menukar.

18Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (Jember:IAIN Jember Press), 45.

(29)

Secara terminologi jual-beli diartikan dengan “tukar menukar harta secara suka sama suka” atau “peralihan pemilikan dengan cara penggantian menurut bentuk yang dibolehkan”.Jual beli merupakan tindakan atau transaksi yang telah disyari‟atkan dalam arti telah ada hukumnya yang jelas dalam Islam.19

Adapun para ulama berbeda pendapat dalammendefinisikan jual beli, antara lain :

1) Definisi yang dikemukakan oleh ulama Malikiyah, Syafi‟iyah, dan Hanbaliyah, menuurut mereka jual beli adalah saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan pemilikan. Dalam hal ini, mereka menekankan pada kata

“milik dan kepemilikan”, karena ada juga yang tukar menukar harta yang sifatnya tidak harus dimiliki, misalya sewa-menyewa.

2) Menurut ulama hanafiyah, jual beli adalah pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus (yang diperbolehkan). Dalam definisi ini terkadang pengertian bahwa cara khusus yang dimaksudkan ulama hanafiyah adalah melalui ijab dan qabul, atau boleh juga melalui saling memberikan barang dan harga dari penjual dan pembeli, disamping itu barang yang diperjual belikan harus bermanfaat.20

3) Menurut Imam Nawawi, jual beli adalah pertukaranharta dengan harta untuk kepemilikan.

19Amir Syarifuddin,Garis-GarisBesarBesarFiqh,(Jakarta Timur: Prenada Media,2003),192.

20Noor Harissudin, Fiqh Muamalah I,(Surabaya: Pena Salsabila,2014), 23.

(30)

4) Menurut Ibnu Qulamah, jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk saling menjadikan milik.

b. Rukun dan Syarat Jual Beli

Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi,sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara‟.

Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat, yaitu:21

(1) Ada orang yang berakad atau al-muta‟aqidain (penjual dan pembeli)

(2) Ada shighat (lafal ijab dan qabul) (3) Ada barang yang dibeli.

(4) Ada nilai tukar pengganti barang.

Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang dikemukakan jumhur ulama diatas adalah sebagai berikut:22 1. Syarat orang yang berakad

Para ulama fiqh sepakat orang yang melakukan akad jual beli harus memenuhi syarat:

a) Berakal. Jual beli yang dilakukan anak kecil dan orang gila, hukumnya tidak sah. Adapun anak kecil yang sudah mumayyiz menurut ulama Hanafiyah, apabila akad yang dilakukan membawa keuntungan bagi dirinya, seperti

21Sohari Sahrani, Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2011),

22Abdul RahmanGhazaly, GhufronIhsan, SapiudinShidiq, FiqhMuamalat, (Jakarta: Kencana, 67.

2010),71.

(31)

menerima hibah, wasiat, dan sedekah, dan diizinkan oleh orang tuanya, maka akadnya sah. Sebaliknya, apabila akad itu membawa kerugian bagi dirinya, seperti meminjamkan hartanya kepada orang lain, mewakafkan, atau mengibahkan maka hukumnya tidak boleh dilaksanakan.

b) Orang yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda artinya seseorang yang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus pembeli.

Misalnya, Ahmad menjual sekaligus membeli barangnya sendiri. Jual beli seperti ini adalah tidak sah.

2. Syarat yang terkait dengan ijab dan qobul

Para ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab dan qobul itu adalah sebagai berikut:

a) Orang yang telah melakukan telah baligh dan berakal.Qobul sesuai dengan ijab. Misalnya penjual mengatakan: “Saya jual buku ini seharga Rp.15.000.-“. Lalu pembeli menjawab: “Saya beli dengan harga Rp.15.000.-“. Apabila antara ijab dan qobul tidak sesuai maka tidak sah.

b) Ijab dan qobul itu dilakukan dalam satu majelis. Artinya, kedua belah pihak yang melakukan jual beli hadir dan membicarakan topik yang sama.

(32)

3. Syarat Barang Yang Dijual belikan

a) Barang itu ada, atau tidak ada ditempat, tetapi pihak penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barangitu.

Misalnya, disebuah toko, karena tidak memungkinkan memajang barang dagangan semuanya sesuai persediaan maka sebagian lagi ada digudang dan juga dipabrik dan meyakinkan akan menghadirkan barang sesuai dengan permintaan maka ini dihukumkan sebagai barang yang ada.

b) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. Oleh sebab itu bangkai, khamar dan darah, tidak sah menjadi obyek jual beli karena dalam pandangan syara‟ benda-benda seperti itu tidak bermanfaat bagi muslim.

c) Milik seseorang Barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang tidak boleh dijual belikan,seperti mejual ikan dilaut atau emas dalam tanah.

d) Boleh diserahkan saat akad berlangsung, atau pada waktu yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsung.

4. Syarat-syarat Nilai Tukar (Harga Barang)

Nilai tukar barang termasuk unsur terpenting dalam jual beli (untuk jaman sekarang adalah uang). Para ulama fiqh membedakan ats-tsaman dengan as-si‟r.Menurutmereka, ats- tsamana dalah harga pasar yang berlaku ditengah-tengah masyarakat secara aktual, sedangkan as-si‟ radalah modal

(33)

barang yang seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual kekonsumen.

c. Jual Beli Yang Dilarang

Berkenan dengan jual beli yang dilarang dalam Islam, Wahbah Al-Juhalili meringkasnya sebagai berikut.23

1. Terlarang Sebab Ahliah (Ahli Akad)

Ulama telah sepakat bahwa jual beli telah dikategorikan sahih apabila dilakukan oleh orang telah baligh, berakal, dapat memilih, dan mampu dan mampu bertasharruf secara bebas dan baik. Mereka dipandang tidak sah jual belinya adalah berikut ini.

a) jual beli orag gila. Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli orang gila tidak sah. Begitupula sejenisnya, seperti orang mabuk, sakalor, dan lain-lain.

b) Jual beli anak kecil. ulama fiqih sepakat bahwa jual beli anak kecil (belum mumayyiz) dipandang tidak sah, kecuali dalam perkara-perkara ringan atau sepele. Menurut ulama Syafi‟iyah, jual beli anak mumayyiz yang belum baligh, tidak sah sebab tidak ada ahliah. Adapun menurut ulama Malikiyah, Hanafiyah, dan Hanabilah, jual beli anak kecil dipandang sah jika ada izin dari walinya. Mereka antara

23H. Buchari Alma, Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah, (Bandung: Alfabeta CV, 2009), 249.

(34)

lain berasal, salah satu cara untuk melatih kedewasaan adalah dengan memberikan keleluasan untuk jual beli.

c) Jual beli orang buta dikategorikan sahih menurut jumhur jika barang yang belinya diberi sifat (diterangkan diterangkan sifat-sifatnya). Adapun menurut ulama Syaf‟iyah, jual beli orang buta itu tidak sah sebab ia tidak dapat membedakan barang yang jelek dan yang baik.

d) Jual beli terpaksa. Menurut ulama Hanafiyah, hukum jual beli orang terpaksa. Seperti jual beli fudhul (jual beli tanpa seizin pemiliknya), yakni ditangguhkan (mauquf). Oleh karena itu, keabsahannya ditangguhkan sampai rela (hilang rasa terpaksa). Menurut ulama Malikiyah tidak lazim baginya adanya khiyar. Adapun menurut ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah, jual beli tersebut tidak sah sebab tidak ada keridaan ketika akad.

e) Jual beli fudhul adalah jual beli milik seseorang tanpa seizin pemiliknya. Menurut ulama hanafiyah dana Malikiyah, jual beli ditangguhkan sampai ada izin pemilik adapun menurut ulama Hanabilah dan Syafi‟iyah, jual beli fhudul tidak sah.

f) Jual beli orang terhalang adalah terhalang karena kebodohan, ataupun sakit. Jual beli orang yang suka mengahamburkan hartanya, menurut pendapat ulama

(35)

Malikiyah, Hanafiyah dan pendapat paing sahih di kalangan Hanabilah, harus ditaangguhkan. Adapun menurut ulama Syafi‟iyah, jual beli tersebut tidak sah sebab tidak ada ada ahli dan ucapannya dipandang tidak dapat dipegang.

Menurut jumhur selain Malikiyah, jual beli orang sakit parah yang sudah mendekati mati hanya diperbolehkan sepertiga dari hartanya (tirkah), dan bila ingin lebih dari sepertiga, jual beli tersebut ditangguhkan kepada izin ahli warisnya. Menurut ulama Malikiyah, sepertiga dari hartanya hanya dibolehkan pada harta yang tidak bergerak, seperti rumah, tanah, dan lain-lain.

g) Jual beli malja‟ adalah jual beli orang yang sedang dalam bahaya, atau menghindar dari perbuatan zalim, menurut ulama‟ Hanafiyah fasid, sedangkan ulama Hanabilah batal.

2. Terlarang Sebab Shigat

Ulama fiqih telah sepakat atas sahnya jual beli yang didasarkan pada keridaan diantara pihak yang melakukan akad, ada kesesuaian di antara ijab dan qabul; berada disuatu tempat, dan tidak terpisah oleh suatu pemisah. Jual beli yang tidak memenuhiketentuan tersebut dipandang tidak sah. Beberapa jual beli yang dipandang tidak sah atau masih diperebutkan oleh para ulama adalah berikut ini:

(36)

a) Jual beli Mu‟athah. Jual beli Mu‟athah adalah jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad, berkenan dengan barang maupun harganya, tetapi tidak memakai ijab- qabul. Jumhur ulama menyatakan shahih apabila ada ijab dari salah satunya. Begitu pula dibolehkan ijab-qabul dengan isyarat, perbuatan, atau cara-cara lain yang menunjukkan keridhaan. Memberikan barang dan menerima uang dipandang sebagai shigat dengan perbuatan atau isyarat. Adapun ulama Syafi‟iyah berpendapat bahwa jual beli harus disertai ijab-qabul, yakni dengan shigat lafazh, tidak cukup dengan isyarat, sebab keridhaan sifat itu tersembunyi dan tidak dapat diketahui, kecuali dengan ucapan. Mereka hanya membolehkan jual beli dengan isyarat, bagi orang yang uzur. Jual beli al-mua‟thah dipandang tidak sah menurut ulama Hanafiyah, tetapi, sebagian ulama Syafi‟iyah membolehkannya seperti Imam Nawawi. Menurutnya, hal itu dikembalikan kepada kebiasaan manusia. Begitu pula Ibnu Suraij dan Ar-Ruyani membolehkannya dalam hal-hal kecil.

b) Jual beli surat atau melalui utusan. Disepakati ulama iqih bahwa jual-beli melalui surat atau utusan adalah sah.

Tempat berakad adalah sampainya surat atau utusan dari

(37)

aqid pertama kepada aqid kedua. Jika qabul melebihi tempat, akad tersebut dipandang tidak sah, seperti surat tidak sampai ketangan yang dimaksud.

c) Jual-beli dengan isyarat atau tulisan. Disepakati

d) keshahihan akad dengan isyarat atau tulisan khususnya bagi yang uzur sebab sama dengan ucapan. Selain itu, isyarat juga, menunjukkan apa yang ada dalam hati aqid.

Apabila isyarat tidak dapat dipahami dan tulisannya jelek (tidak dapat di baca), akad tidak sah.

e) jual beli barang yang tidak ada di tempat akad. Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli atas barang yang tidak ada ditempat adalah sah sebab tidak memenuhi syarat in‟iqad (terjadinya akad).

f) Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan qabul. Hal ini dipandang tidak sah menurut kesepkatan ulama. Akan tetapi, jika lebih baik, seperti meninggikan harga, menurut ulama Hanafiyah membolehkannya, sedangkan ulama Syafi‟iyah menganggapnya tidak sah.

g) Jual beli munjiz adalah yang dikaitkan dengan suatu syarat atau ditangguhkan pada waktu yang akan datang.

Jual beli ini, dipandang fasid memnurut ulama Hanafiyah, dan batalmenurut jumhur ulama.

(38)

3. Terlarang Sebab Ma’qud’Alaih (Barang Jualan)

Secara umum, ma‟qud‟alaih adalah harta yang dijadikan alat pertukaran oleh orang yang akad, yang biasa disebut mabi‟ (barang jualan) dan harga. Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli dianggap sah apabila ma‟qud‟alaih adalah barang yang tetap atau bermanfaat, berbentuk, dapat diserahkan, dapat dilihat orang-orang akad, tidak bersangkutan dengan milik orang lain, dan tidak ada larangan dengan syara‟. Selain itu, ada beberapa masalah yang disepakati oleh sebagian ulama, tetapi diperselisihkan oleh ulama lainnya, diantaranya:24

a) Jual beli benda tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada.

Jumhur ulama sepakat bahwa jual beli barang yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada adalah sah.

b) Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan. Seperti burung yag ada diudara atau ikan yang ada di airtidak berdasarkan pada syara‟ .

c) Jual beli gharar adalah jual beli barang yang mengandung kesamaran. Hal itu dilarang dalam Islam sebab Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu membeli ikan dalam air karena jual beli seperti itu termasuk gharar(menipu)”. (HR Ahmad) menurut Ibn

24Rachmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah,(Bandung: Pustaka Setia, 2004), 93.

(39)

Jazi Al-Maliki (Racmat Syafei, 2001:97) gharar yang dilarang ada sepuluh macam, yaitu:

1. Tidak dapat diserahkan, seperti menjual anak hewan yang masih dalam kandunganinduknya.

2. Tidak diketahui harga dan barang.

3. Tidak diketahui sifat barang atau harga.

4. Tidak diketahui ukuran barang dan harga.

5. Tidak diketahui masa yang akan datang, seperti,

“saya jual kepadamu, jika jaed datang.”

6. Menghargakan dua kali pada satu barang 7. Menjual barang yang diharapkan selamat.

8. Jual beli husha‟, misalnya pembeli memegang tongkat, jika tongkat jatuh wajib membeli.

9. jual beli munabadzah, yaitu jual beli dengan cara lempar melempari seperti seseorang melempari bajunya, kemudian yang lainpun melempar bajunya, maka jadilah jual beli.

10. Jual beli mulasamah apabila mengusap baju atau kain, maka wajib membelinya.

d) Jual beli barang yang najis dan yang terkena najis.

Ulama sepakat tentang larangan jual beli barang yang najis, seperti khamar. Akan tetapi, mereka berbeda pendapat tentang barang yang terkena najis (al-

(40)

mutanajis) yang tidak mungkin dihilangkan, seperti minyak yang terkena bangkai tikus. Ulama Hanafiyah membolehkannyauntuk barang yang tidak untuk dimakan, sedangkan ulama Malikiyah membolehkannya setelah membersihkannya.

e) Jual beli air. Disepakati bahwa jual beli air yang dimiliki, seperti air sumur atau yang disimpan ditempat pemiliknya „dibolehkan oleh jumhur ulama madzab empat. Sebaliknya ulama Zhahiriyyah melarang secara mutlak. Juga disepakati larangan atas jual beli air yang mubah, yakni semuaorang boleh memnafaatkannya.

f) Jual beli barang yang tidak jelas (majhul). Menurut ulama Hanafiyah, jual beli seperti ini adalah fasid.

Menurut ulama Hanafiyah jual beliseperti ini adalah fasid, sedangkan menurut jumhur batalsebab akan mendatangkan pertentangan diantara manusia.

g) Jual beli barang yang tidak ada di tempat akad (ghaib), tidak dapat dilihat. Menurut ulama Hanafiyah, jual beli seperti ini dibolehkan tanpa harus menyebutkan sifat- sifatnya, tetapi pembeli berhak khiyar ketika melihatnya.

Ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah menyatakan tidak sah, sedangkan ulama Malikiyah membolehkannya bila

(41)

disebutkan sifat-sifatnya dan mensyaratkan 5 (lima) macam:

1. Harus jauh sekali tempatnya.

2. tidak boleh dekat sekali tempatnya.

3. bukan pemiliknya harus ikut memberi gambaaran.

4. harus meringkas sifat-sifat barangsecara menyeluruh.

5. penjual tidak boleh memberikan syarat.

h) Jual beli sesuatu sebelum dipegang. Ulama Hanafiyah melarang jual beli barang yang dapat dipindahkan seelum dipegang. Tetapi untuk barang yang tetap diperbolehkan. Sebaliknya, ualam Syafi‟iyah melarangnya secara mutlak. Ulama Malikiyah melarang atas makanan, sedangkan ulama Hanabilah melarang atas makanan yang diukur .

i) Jual beli buah-buahan atau tumbuhan. Apabila terdapat buah, disepakati tidak ada ada akad. Setelah ada buah, tetapi belum matang, akadnya fasid menurut ulama Hanafiyah dan batak menurut Jumhur ulama. Adapun jika buah-buahan atau tumbuhan itu telah matang, akadnya diperbolehkan.

4. Terlarang sebab syara’.

Ulama sepakat memboehkan jual beli memenuhi persyaratan dan rukunnya. Namun demikian, ada beberapa

(42)

masalah yang diperselisihkan diantara para ulama.

Diantaranya berikut ini:25

a) Jual beli riba. Riba nasiah dan riba fadhl adalah fasid menurut ulama Hanafiyah, tetapi batal menurut jumhur ulama.

b) Jual beli dengan utang dari barang yang diharamkan.

Menurut ulama Hanafiyah termasuk fasid (rusak) dan terjadi akad atas nilainya, sedangkan menurut jumhur ulama adalah batal sebab ada nash yang jelas dari hadist Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah SAW mengaharamkan jual beli khamar, bangkai, anjing, dan patung.

c) Jual beli barang dari hasil pencegatan barang. Yakni mencegat pedagang dalam perjalanannya menuju tempat yang dituju sehingga orang yang mencegatnya akan mendapat keuntungan. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa jual beli seperti itu termasuk fasid.

d) Jual beli waktu adzan jumat. Yakni bagi anak laki- lakiyang berkewajiban melaksanakan shalat jumat.

e) Jual beli anggur untuk dijadikankhamar. Menurut ulama Hanafiyah dan Syafi‟iyah zahirnya sahih. Tetapi

25Ibid, 96.

(43)

makruh, sedangkan menurut ulama ulama Malikiyahdan Hanabillah adalah batal.

f) Jual beli induk tanpa anaknya yang masih kecil. Hal itu dilarang sampai anaknya besar dan dapat mandiri.

g) Jual beli barang yang sedang dibeli oleh orang lain.

Seseorang telah sepakat akan membeli suatu barang, namun masih dalam khiyar, kemudian datang orang lain yang menyuruh untuk membatalkannya sebab ia akan mmembelinya dengan harga yang lebih tinggi.

h) Jual beli memakai syarat. Menurut ulama Hanafiyah, sah jika syarat tersebut baik.

2. Merek Dalam Undang-Undang No.15 Tahun 2001 Tentang Merek

a. Pengertian Merek

Merek adalah sesuatu (gambar atau nama) yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu produk atau perusahaan di pasaran. Dengan demikian, merek merupakan suatu tanda pengenal dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa yang sejenis dan sekaligus merupakan jaminan mutunya bila dibandingkan dengan produk barang atau jasa sejenis yang dibuat pihak lain. Hak merek merupakan hak kekayaan industri yang dilindungi oleh system HKI. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan

(44)

warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 Undang- undang Nomor 15 Tahun 2001. Pasal 1 Undang-Undang Merek menegaskan apa yang dimaksud dengan merek yaitu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf , angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan.26Merek (trademark) merupakan definisi hukum yang memberikan perlindungan dan upaya pemulihan jika suatu tanda perdagangan digunakan oleh pihak yang tidak memiliki kewenangan untuk itu. Tanda tersebut harus memiliki daya pembeda dan digunakan dalam perdagangan barang atau jasa.Dalam prakteknya merek digunakan untuk membangun loyalitas konsumen.

Unsur-unsur merek yaitu :27 1. Gambar

Gambar yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, gambar yang tidak boleh terlalu rumit seperti benang kusut dan tidak boleh terlalu sederhana seperti titik, sehingga gambar dapat melambangkan kekhususan tertentu dalam bentuk lencana atau logo, dan

26Ricard Burton Simatupang, S.H, Aspek Hukum Dalam Bisnis (Edisi Revisi), (PT.Rineka Cipta, 2003) 87.

27Sekar Hayu Ediningtiyas, “Perlindungan Terhadap Pemalsuan Merek Dagang Terkenal Asing Di Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (Studi Di Pasar Johar Semarang, 2015)”, (Universitas Negeri Semarang, 2015).

(45)

secara visual langsung memancarkan identitas yang erat kaitannya daya pembeda.

2. Nama

Nama yang sangat umum yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek karena akan mengaburkan identitas khusus seseorang dan membuat bingung masyarakat, dalam pasal 6 ayat 3 undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 disebutkan bahwa pendaftaran merek akan ditolak apabila merupakan atau menyerupai nama orang terkenal.

3. Kata

Kata dapat dijadikan sebagai merek jika mempunyai kekhususan yang memberikan kekuatan daya pembeda dari merek lain yang meliputi berbagai bentuk, yaitu :

(a) Dapat merupakan kata dari bahasa asing, bahasa Indonesia dan bahasa daerah.

(b) Dapat berupa kata sifat, kata benda dan kata kerja.

(c) Dapat berupa kata yang berasal dari istilah bidang tertentu, seperti budaya, pendidikan, kesehatan, teknik, olahraga, seni dan sebagainya.

(d) Bisa merupakan satu kata saja atau lebih dari satu kata, dua atau beberapa kata. Semua kata umum dapat

(46)

dijadikan sebagai merek, asalkan bersifat eksklusif dan memiliki daya pembeda

4. Huruf

Sepanjang tidak rumit dan tidak sederhana.Huruf juga harus memiliki daya pembeda yang untuk dapat didaftarkan sebagai merek.

5. Angka

Jika hanya terdiri satu angka tidak diperbolehkan, angka harus dibuat sedemikian rupa hingga memiliki daya pembeda

6. Susunan warna

Merek yang terdiri lebih dari satu unsur warna tanpa kombinasi unsur gambar, lukisan geometris, diagonal atau lingkaran, atau gambar dalam bentuk apa saja.

7. Merek kombinasi

Merek yang terdiri dari gabungan unsur-unsur yang merupakan kombinasi dari dua, tiga atau seluruh unsur.

b. Jenis Merek

Undang-Undang Merek Nomor 15 tahun 2001 Tentang Merek mengatur tentang jenis-jenis merek, tercantum di Pasal 1 butir 2 dan 3, yaitu :28

28Arus Akbar Siloande, Wirawan B. Ilyas, Pokok-Pokok Hukum Bisnis, (Jakarta: Salemba Empat, 2014), 212.

(47)

a) Merek Dagang (TradeMark) adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

b) Merek Jasa (ServiceMark) adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

c) Merek Kolektif adalah merek yang dipergunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk memebdakan dengan barang yang sejenis lainnya.29

c. Fungsi Merek

Menurut P.D.D. Dermawan, fungsi merek ada tiga, yaitu:30

1. Fungsi Indikator sumber, artinya merek berfungsi untuk menunjukkan bahwa suatu produk bersumber secara sah pada suatu unit usaha dan karenanya juga berfungsi untuk memberikan indikasi bahwa produk itu dibuat secara profesional;

29Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012) 220.

30Saidin, AspekHukumHakKekayaanIntelektual, 359.

(48)

2. Fungsi indikator kualitas, artinya merek berfungsi sebagai jaminan kualitas khususnya dalam kaitan dengan produk- produk berfungsi bergengsi.

3. Fungsi sugestif artinya merek memberikan kesan akan menjadi kolektor produk tersebut.

Tiga fungsi merek tersebut, menyebabkan perlindungan hukum terhadap merek menjadi begitu sangat bermakna. Merek berfungsi sebagai pembeda dari produk barang atau jasa yang dibuat oleh seseorang atau badan hukum. Dari pihak produsen, merek digunakan untuk jaminan nilai hasil produksinya, mengenai kualitas, kemudahan pemakaian atau hal lain yang berkenan dengan teknologi.31

d. Pendaftaran Merek

Permohonan pendaftaran merek harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, oleh pemohon atau kuasa, dengan melampirkan bukti pembayaran biaya pendaftaran merek.

Dalam surat permohonan harus dicantumkan:

a. Tanggal, bulan, dan tahun

b. Nama lengkap, kewarganegaraan dan alamat pemohon

31Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, (Bandung: P.T Alumni, 2003) 322.

(49)

c. Nama lengkap dan alamat kuasa apabila permohonan mengajukan merek melalui kuasa

d. Warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warnaNama negara dan tanggal permintaan merek yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan dengan hak prioritas.

Pendaftaran merek bisa dilakukan dengan cara:

a) Dengan cara biasa

Permohonan diajukan kepada Kementerian Hukum dan HAM yang diajukan secara tertulis dengan bahasa Indonesia. Adapun isi surat permohonan pendaftaran merek yang harus dimuat di dalamnya sesuai dengan Pasal 7 ayat 1 undang-undang merek.

b) Dengan hak prioritas

Syarat-syarat mengajukan permohonan pendaftaran merek dengan hak prioritas juga harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana dalam pengajuan permohonan pendaftaran dengan cara biasa.32 Berdasarkan Pasal 11 undang-undang merek tahun 2001 memberi syarat khusus yaitu permohonannya harus diajukan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan

32Ahmadi Miru, Hukum Merek, (Jakarta: RajaGrafindo, 2007) 32.

(50)

pendaftaran merek (fillingdate).33Pendaftaran merek yang pertama kali di terima di negara lain, yang merupakan anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau anggota Agreement Estabilishing the Worl Trade Organization.

Persyaratan khusus lainnya adalah permohonan pendaftaran dengan hak prioritas wajib dilengkapi dengan bukti hak prioritas yang harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia ini dilakukan oleh penerjemah yang disumpah dimaksudkan untuk menjamin kebenaran dan bukti kepemilikan.

e. Pengalihan dan Pemberian Hak Atas Merek Terdaftar Pencatatan pengalihan hak atas merek terdaftar dilakukan dengan disertai persyaratan tertulis dari penerima pengalihan bahwa merek tersebut akan digunakan. Ketentuan ini dicantumkan dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Pengalihan dilakukan apabila didalamnya memuat perjanjian pemberian hak untuk menggunakan merek tersebut baik seluruh maupun sebagian yang didaftarkan dalam jangka waktu tertentu.

Pengaturan lisensi hak atas merek dapat dijumpai dalam Pasal 43 sampai dengan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 15

33Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek

(51)

Tahun 2001 Tentang Merek. Pengertian lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menggunakan merek tersebut, baik sluruh maupun sebagian dari sejenis barang yang didaftarkan.

Berdasarkan Pasal 48 perjanjian lisensi yang kemudian mereknya dibatalkan tidak menyebabkan berakhir atau dibatalkan pula, sepanjang perjanjian tersebut dibuat dengan iktikad baik, walaupun merek yang menjadi objek perjanjian lisensinya dibatalkan karena mempunyai persamaan dengan merek lain yang terdaftar. Pada umumnya Jenderal HaKI berkewajiban untuk menolak permohonan pencatatan perjanjian lisensi secara tertulis maupun penolakan kepada kuasa dan kepada pennerima lisensi. Dengan adanya penolakan memuat larangan berarti pihak ketiga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.34

3.Hak Merek Dalam Hukum Islam a. Pengertian HakMilik

Kata hak berasal dari bahasa Arab al-haqq, yang secara etimologi mempunyai beberapa pengertian yang bebrbeda,

34Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia 347.

(52)

diantaranya berarti: milik, ketetapan dan kepastian, menetapkan dan menjelaskan, bagian (kewajiban), dan kebenaran.

Kata milik berasal dari bahasa Arab al-milk, yang secara etimologi berarti penguasaan terhadap sesuatu. Al-Milk juga berartipenguasaan terhadap sesuatu yang dimiliki (harta). Milk juga hubungan seseorang dengan suatu harta benda yang diakui oleh syara‟, yang menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta itu. Sehingga ia dapat melakukan tindakan hukum terhadap harta benda tersebut, kecuali adanya kalangan syara”.35

Secara etimologis kepemilikan seseorang akan materi berarti penguasaan terhadap sesuatu (benda), sedangkan secara terminologis berarti spesialisasi (in legal term) seseorang terhadap suatu benda yang memungkinkannya untuk melakukan tindakan hukum atas benda tersebut sesuai dengan keinginannya, selama tidak ada halangan syara‟ atau selama orang lain tidak terhalangi untuk melakukan tindakan hukum atas benda tersebut. Aplikasi etika dan konsep kepemilikan dalam Islam bermuara pada pemahaman bahwa kepimilikan absolut dan hakiki hanyalah Allah SWT.

b. Sifat Hak Milik

Pemilikan pribadi dalam pandangan Islam tidaklah bersifat mutlak/absolut (bebas tanpa kendali dan batas). Sebab di

35Abdul Rahman Ghazaly, GhufronIhsan, Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta:

Kencana,2010) 45.

(53)

dalam berbagai ketentuan hukum dijumpai beberapa batasan dan kendali yang tidak boleh dikesampingkan oleh seorang muslim dalam pengelolaan dan pemanfaatan harta benda miliknya.

Prinsip dasarnya sebagai berikut :

a. Pada hakikatnya individu hanyalah wakil masyarakat

Prinsip ini menekankan, sesungguhnya individu/pribadi hanya merupakan wakil masyarakat yang diserahi amanah. Amanah untuk mengurus dan memegang harta benda. Sesungguhnya, keseluruhan harta benda tersebut secara umum adalah hak milik masyarakat. Masyarakat diserahi tugas oleh Allah swt untuk mengurus harta tersebut.

Pemilik mutlak dari harta benda tersebut adalah Allah swt.

Akhirnya, dapat dinyatakan pemilikan pribadi atas sesuatu harta berada di dalam pandangan Islam sebenarnya bersifat “pemilikan hak pembelanjan dan pemanfaatan”

belaka. Dengan demikian, apapun bentuk pemilikan pribadi (yang diperoleh berdasarkan usaha-usaha yang tidak menyipang dari syariat Islam) akan di dapati hak masyarakat, bahwa hak kepemilikan pribadi mempunyai dimensi fungsi sosial.

b. Harta benda tidak boleh hanya berada ditangan pribadi (sekelompok) anggota masyarakat (Sayyid Qutbh, 1984: 146- 152)

(54)

Prinsip ini dimaksudkan untuk menjga keseimbangan dan kesetabilan dalam masyarakat. Harta benda itu hanya berada ditangan pribadi (monopoli kelompok) tertentu, anugerah Allah swt tersebut hanya berada di tangan segelintir orang. Ketidakbolehan penumpukan harta ini didasarkan kepada ketentuan, seperti dalam ayat alqur'an berikut ini :













































































Artinya : “apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu.

apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.

Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.

(Qs.Al-Hasyr (59):7).

c. Jenis Hak Milik

Hak milik dalam pandangan Hukum Islam dapat dibedakan kepada :36

a. Milik yang sempurna (milkut tam), kepemilikannya meliputi penguasaan terhadap bendanya (zatnya) dan manfaatnya (hasil)

36Suhrawardi K. Lubis, FaridWajdi, HukumEkonomi Islam, (Jakarta: SinarGrafika, 2012), 6.

(55)

benda secara keseluruhan. Pembatasan terhadap penguasaan tersebut hanya didasarkan pada:

1) Pembatasan yang ditentukan hukum Islam seperti hak yang diperoleh dengan perkongsian. Kongsi lama lebih berhak untuk menuntutkepemilikan secara paksa, kongsi baru dengan syarat ganti kerugian.

2) Pembatasan yang ditentukan perundang-undangan suatu negara seperti hak-hak tanah.

b. Milik yang kurang sempurna (milqun naqish), dikatakan kurang semprna karena hanaya meliputi bendanya saja. Dapat dikemukakan bahwa sebab seseorang mempunyai hak milik menurut hukum Islam, dapat diperoleh melalui cara:

1) Disebabkan ihrazul mubahat (milik benda yang boleh dimiliki).

2) Disebabkan al-Uqud (akad).

3) Disebabkan al-khalafiyah(pewarisan) 4) Attawaludi minalmamluk (beranak pinak) d. Sebab-sebab kepemilikan

Harta dapat dimiliki seseorang asal tidak bertentangan dengan aturah hukum yang berlaku, baik hukum Islam maupun hukum adat. Faktor-faktor yang menyebabkan harta dapat dimilik antara lain sebagai berikut.

(56)

1. Ikraj al mubahat, harta yang mubah atau belum di miliki seseorang. Untuk memiliki benda mubhat ada dua macam yaitu: Pertama, benda mubhat belum diikhrazkan orang lain.

Kedua, ada niat (maksud) memiliki.

2. Khalafiyah, dibagi dua macam yaitu: Pertama, khalafiyah syakhsy'an syakhsy, siwaris menempati harta yang ditinggalkan oleh muwaris yang disebut tirkah. Kedua, khalifah syi'an, seseorang yang merugikan orang lain dengan cara menyerobot milik orang lain.

3. Tawllud min mamluk, segala cara yang terjadi dari benda yang telah dimiliki menjadi hak bagi pemilik benda tersebut.

4. Penguasaan terhadap milik negara atas pribadi karena telah lebih dari tiga tahun. Hanafiyah berpendapat bahwa tanah yang belum ada pemiliknya kemudian dimanfaatkan oleh seseorang maka dia berhak memiliki tanah itu.37

e. Merek Dalam Hukum Islam

Dewasa ini permasalahan hak milik intelektual semakin kompleks, karena tidak semata-mata memberikan perlindungan terhadap Iindividu akan tetapi telah menjadi bagian dari masalah politik dan ekonomi. Permasalahan hak milik Intektual sudah tidak murni lagi hanya bidang hak milik Intelektual semata, soalnya banyak kepentingan yang berkaitan dengan hak milik

37Sohari Sahrani, Ru'fah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), 35.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia serta rahmat dan hidayah-Nya, atas petunjuk dan bimbingan yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: (1) bagi guru: memberi masukan bagi guru untuk membantu dalam menyampaikan materi IPS, menambah pengetahuan bagi guru tentang

Pada kenyataannya usaha peternakan sapi perah rakyat ini dihadapkan dalam dua masalah besar, yaitu masalah zooteknik dalam menghadapi pasar global dan masalah

bahwa Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 6 tahun 2014 tentang Besaran Tarif Per Zona di Taman Pintar Yogyakarta sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat

Universitas Negeri

Menimbang : bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 12 Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017 tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan

Universitas Negeri

MENCbDId J KEPIMJSAN DEKAN FlK TINWERSITAS NEGEII YOGYAICARTA TENTANO DOSEN IENGAJAR DAN PENGU'I MATA KULIAH FAKULTER DAN KEPRODIAN PADA }ROCRAM S.] BERSUBSIDT SEMESTER