• Tidak ada hasil yang ditemukan

Majalah Sains Edisi II OSN 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Majalah Sains Edisi II OSN 2017"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

Mencintai

Indonesia

(2)
(3)

REDAKSI

PENGARAH DIRJEN DIKDASMEN PENASIHAT SESDITJEN DIKDASMEN PENANGGUNG JAWAB YUDISTIRA W PEMIMPIN REDAKSI SATRIYO WIBOWO WAKIL PEMIMPIN REDAKSI KARTI REDAKTUR PELAKSANA MARGO SUBEKTI REDAKTUR

M. ADIB MINANUROKHIM | BILLY ANTORO

REPORTER MUSTOFIK SLAMET JUJU SURGANA BARA HIKMATYAR EKKY FAJRIE DWI RIYANTO SULEMAN ABDUL R DERY DAMARA M. RIZAL AMSAR JAMAL ABDILLAH ROBERT L. TENGGARA ARIS MUNANDAR FARHAN WALIDEN NGADIRUN

VIRDIKA RIZKY UTAMA RIZAVAN SUFITORIQI SAMSUDIN DHONI MARDIANSYAH FOTOGRAFER SENOAJI SUNHAJI ALVEIN DAMARDANTO

DESAIN DAN TATA LETAK

MUHAMMAD ANHAR

VIDEOGRAFER

T. IKHWANUL GHOFUR BENY SUSANTO EDITOR VIDEO SONNY HASSAN

Salam

Redaksi

D

alam sambutannya pada pembukaan Olimpiade Sains Nasional (OSN) di Pekanbaru, Riau, Senin, 3 Juli 2017, Mendikbud Muhadjir Effendy menyampaikan bahwa OSN merupakan wahana strategis untuk membina generasi sains masa depan. Sebab, 20 tahun ke depan, ketika Indonesia menapak satu abad kemerdekaan, siswa peserta OSN hari ini adalah pemegang tampuk kepemimpinan negeri ini. Jika negara gagal menyiapkan generasi mendatang menjadi saintis dan teknolog, menurut Muhadjir, kekayaan alam nusantara akan diambil alih dan dikuasai oleh negara asing.

Maka negara ini harus bangkit. Sains harus dipahami tidak sebatas kemampuan untuk menguasai dan memanfaatkan produk teknologi. Lebih dari itu, sains dapat dimaknai dan dipraktikkan sebagai pola pikir yang membangun kesadaran tiap individu untuk bergerak membuat perubahan ke arah lebih baik. Pada titik ini, literasi sains menjadi sebuah kebutuhan mendasar.

Penguasaan literasi sains oleh siswa memerlukan dukungan keluarga dan masyarakat. Tanpa kontribusi keduanya, siswa sulit mengeksplorasi inovasi dan kreativitas melalui kecerdasan berpikirnya.

Perlahan namun pasti, penerapan literasi sains dalam kehidupan sehari-hari akan mengubah pola pikir dan cara hidup masyarakat. Tata kehidupan berjalan baik. Tingkat kesejahteraan meningkat. Kita pun tidak perlu khawatir skor survei Programme for International Student Assessment (PISA) bangsa ini di bawah negara-negara berkembang.

Pelaksanaan OSN selama sepekan di awal Juli memberikan pengalaman baru kepada 1.280 siswa peserta. Mereka berkompetisi tidak sekadar mencari medali. Alangkah indahnya jika interaksi yang terjadi sepanjang kompetisi dimaknai sebagai konsolidasi calon pemimpin masa depan.

Majalah Sains edisi ke-2 ini memotret perjalanan peserta OSN XVI secara lebih dekat. Optimisme, percaya diri, dan keberanian para siswa kami potret dalam bingkai teks dan gambar. Semoga bermanfaat.

Selamat membaca!

Pemimpin Redaksi,

(4)

6-9

Kabar

Pembukaan

10-13

Laporan

Utama

16-19

Kabar

Lomba

22-25

Liputan

Khusus

26

Intisari

27

Infografis

28-29

,

Mereka

Bicara

30

Infografis

14-15

Galeri

Pembukaan

20-21

Galeri

Lomba

16

24

10

17

(5)
(6)

GALERI PEMBUKAAN

W

ajah Alya Nabila Kurnifia, siswi SD Negeri 1 Kota Bengkulu, tampak tenang dan riang. Sesekali ia bersenda gurau dengan teman satu delegasi. Persiapannya menjelang Olimpiade Sains Nasional (OSN) XVI sudah matang.

“Setiap malam saya belajar, membaca buku dan contoh-contoh soal yang diberikan oleh guru saya. Di sekolah, ketika ada waktu luang, saya belajar lagi,” ujarnya di sela pembukaan OSN di Gelanggang Remaja Pekan Baru, Riau, Senin, 3 Juli 2017.

Persiapannya tidak sampai di situ. Sebelum berangkat ke Pekanbaru, ia mengikuti pemusatan latihan (training center) di Bengkulu selama tiga hari.

Alya beruntung guru-guru mendukungnya. Mereka memberikannya kesempatan untuk bertanya semua hal yang tidak diketahui. Ia pun bertanya pada mereka tentang apa yang harus dilakukan saat mengikuti lomba.

Alya optimis akan menang dan membawa medali untuk Bengkulu. Sebab, semua pihak mendukungnya. “Saya dibekali dukungan penuh dari orang tua, pihak sekolah, serta saudara,” ujarnya.*

Dery Damara

Dukungan

Bengkulu untuk

Alya Nabila

6

MAJALAH SAINS JULI 2017

S

enin pagi, 3 Juli 2017, Gelanggang Remaja Pekanbaru, Riau, dipenuhi siswa-siswi berwajah gembira. Mereka adalah peserta Olimpiade Sains Nasional (OSN) XVI yang datang dari 34 provinsi se-Indonesia. Salah satunya adalah Yazid Nashrullah.

Siswa SD Negeri 01 Daya Murni, Tumijajar, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung, ini tidak menargetkan jenis medali yang ingin diraihnya. “Juara berapa saja tak jadi masalah, yang penting membawa pulang medali ke kampung halaman,” ujarnya dengan lantang dan tegas.

Meskipun tidak menargetkan jenis medali, Yazid sudah mempersiapkan diri dengan matang. Ia berlatih dan belajar dengan sungguh-sungguh. Ia pun mengikuti karantina selama lima hari yang diselenggarakan oleh Pemda. Dalam karantina, ia dilatih oleh dosen dari Perguruan Tinggi Umitra Lampung.

Kepada teman-teman yang belum berhasil mengikuti ajang OSN, Yazid berpesan agar tidak bersedih. Terus belajar dengan sungguh-sungguh dan tetap semangat.*

M. Rizal

“Juara berapa saja tak jadi

masalah, yang penting membawa

pulang medali ke kampung

halaman.”

Medali Apa Saja Asal

Juara

KABAR PEMBUKAAN | JENJANG SD

Foto : M. Rizal

F

ot

o : D

er

y D

am

ar

(7)

Arika Tidak

Ingin Gagal

Lagi

S

esekali Arika Alam Juarri memainkan spinner sembari melihat penampilan penari di atas panggung pembukaan Olimpiade Sains Nasional (OSN). Wajahnya tampak berseri-seri. Siswa kelas IX SMP Negeri 2 Pangkal Pinang ini merasa senang dan bahagia karena kembali menjadi peserta OSN XVI Riau.

Tahun lalu, Arika berlaga dalam OSN XV mewakili Provinsi Bangka Belitung, namun gagal membawa medali. Kini, ia tidak ingin hal itu terulang kembali.

“Saya akan berusaha dan berlatih sebaik mungkin,” katanya di Gelanggang Remaja Pekan Baru, Riau, Senin, 3 Juli 2017. Ia ingin pulang membawa medali.

Bermodal pengalaman pernah mengikuti OSN, tahun ini ia menargetkan medali emas. “Saya yakin akan meraih medali

emas karena sudah berlatih dengan sebaik mungkin,” tuturnya.

Jika lagi-lagi tidak mendapat medali, tambah peserta OSN SMP bidang matematika ini, ia akan terus berjuang di kompetisi berikutnya. Ia tidak akan pernah menyerah dan terus berusaha. “Bila tidak mendapatkan medali emas tahun ini, saya akan terus berjuang lagi di jenjang SMA,” ucapnya dengan berapi-api.

(Jamal Abdillah)

Aceh Optimis Raih Emas Bidang Matematika

M

uhammad Iqbal, guru pendamping SMP Fatih Bilingual School Banda Aceh, Aceh, yakin siswa binaannya memperoleh emas bidang matematika. Sebab, satu dari tiga siswa yang lolos seleksi di tingkat provinsi mendapatkan nilai tertinggi dan masuk dalam daftar passing grade tingkat nasional.

Kendati demikian, ia berharap dua bidang lain juga berjaya. “Berharap baik peserta di bidang IPA maupun IPS dapat meraih medali,” ucapnya di sela pembukaan Olimpiade Sains Nasional di Gelanggang Remaja Pekanbaru, Riau, Senin, 3 Juli 2017.

Iqbal menjelaskan seleksi ketat yang diterapkan di provinsinya. Seleksi

dimulai dari tingkat sekolah, dilanjutkan kabupaten/kota, kemudian meningkat ke provinsi. “Proses seleksi dilakukan secara transparan dan akuntabel,” ungkapnya. Dengan begitu, tambahnya, delegasi Aceh akan memperoleh hasil yang diharapkan. Iqbal juga bangga dengan proses pembinaan yang dilakukan Pemerintah Provinsi Aceh. Tiap tahun mengalami perkembangan. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Provinsi menunjukkan peningkatan dukungan. “Di antaranya melalui pelatihan-pelatihan,” katanya.

Ke depan, Iqbal berharap, dalam pelatihan yang diselenggarakan, Pemda mendatangkan instruktur dari Pusat. Mereka diminta melatih siswa-siswi Aceh agar kualitasnya bertambah baik.*

(Mustofik Slamet)

F

ot

o : Must

of

ik

(8)

8

MAJALAH SAINS JULI 2017

8

Suka Matematika Karena

Tidak Perlu Menghafal

Berkat Pembinaan Kakak

Kelas, La Ode Rajuh Yakin

Juara

T

idak banyak orang suka Matematika. Hal ini tidak berlaku pada Petrick Avelino Kodrat, siswa kelas VIII SMP Methodist Medan, Sumatera Utara. Bagi Petrick, matematika adalah pelajaran yang menyenangkan.

“Karena tidak perlu menghafal,” ujarnya saat menghadiri pembukaan Olimpiade Sains Nasional XV di Gelanggang Remaja Pekanbaru, Riau, Senin, 3 Juli, 2017.

Petrick yakin akan bawa pulang medali emas ke Medan. Persiapannya sudah matang. “Belajar soal-soal matematika tahun kemarin dan mencari soal-soal dari internet,” ungkapnya dengan nada optimis.

Prestasi menjadi wakil Sumatera Utara di ajang akbar tahunan ini, bagi Petrick, merupakan jembatan bagi kesuksesan berikutnya. Ia berharap kelak dapat melanjutkan studi di bidang matematika.

“Saya ingin melanjutkan prestasi ke tingkat internasional, khususnya di bidang studi matematika,” tandasnya.*

Suleman Abdul Rahman

P

enabuhan Kompang oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy menjadi penanda Olimpiade Sains Nasional (OSN) XVI di Provinsi Riau resmi dibuka. Seluruh siswa-siswi dari penjuru nusantara duduk rapi memenuhi tribun di Gelanggang Olahraga Remaja Pekanbaru, tempat acara pembukaan digelar.

Suasana semangat sangat terasa dari seluruh peserta yang akan mengikuti lomba, salah satunya putra terbaik Jawa Barat La Ode Rajuh Emoko. Ia merasa bangga terpilih dan mengikuti OSN 2017 pada bidang lomba Matematika.

Untuk bisa mewakili Provinsi Jawa Barat, Rajuh melakukan seleksi yang dilakukan bertahap dari mulai sekolah hingga kerja sama antara sekolah-sekolah yang akan mengirimkan wakil dari setiap kota di Provinsi Jawa Barat.

La Ode menjelaskan seleksi tahap pertama yang dilakukan di tingkat sekolah dibimbing oleh kakak kelas yang pernah mengikuti olimpiade serupa. “Untuk seleksi tingkat sekolah dilakukan pembinaan oleh kakak kelas yang sudah berpengalaman dan pernah mengikuti olimpiade,” ungkapnya.

Sementara seleksi tahap 2 dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan sekolah-sekolah di tingkat kota yang disebut sebagai sekolah pasiat. Di tahap ini, selama 3 minggu dilakukan pembinaan dan seleksi dengan soal dari tim olimpiade Indonesia.

Saat ditanya target, tersirat keraguan dari wajah Rajuh. “Ya Insya Allah,” ungkapnya. Pada OSN XVI ini Jawa Barat mengirimkan 7 perwakilan.*

Farhan Waldien

GALERI PEMBUKAAN

KABAR PEMBUKAAN | JENJANG SMP & SMA

Foto : Suleman

(9)

MAJALAH SAINS JULI 2017

9

G

emuruh tepuk tangan dari para siswa peserta Olimpiade Sains Nasional (OSN) di Gelanggang Olahraga Remaja Pekanbaru, Riau pada hari Senin, 3 Juli 2017 mejadi penanda acara pembukaan OSN XVI tahun 2017 akan segera di mulai. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy pun sudah bersiap memberikan sambutan dan menyapa peserta dari 34 Provinsi yang kompak menggunakan baju batik dengan ciri khas kedaerahannya masing-masing.

Sambutan menteri yang dimulai dari pantun penyemangat, membuat para siswa menyimak dengan serius apa yang disampaikan. Salah satu delegasi dari DKI Jakarta, Deborah Christine Immanuel, siswa SMAK 7 Penabur yang mengikuti lomba bidang geografi pada olimpiade Sains ini, mengaku senang dan terpacu dengan apa yang disampaikan oleh menteri.

“Sangat senang bisa lolos ke tingkat nasional, benar-benar tidak menyangka berhasil sampai ke sini, mengingat kompetisi yang cukup ketat, saingan yang cukup banyak dan lebih senior, dan juga waktu persiapan yang tidak banyak,” ujarnya.

Mengenai dunia sains, Christine melihat sudah banyak perkembangan di tingkat nasional, dan lingkungan Sains ditingkatan sekolah sudah mulai terbentuk. Namun ia merasa masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki.

“Sains secara nasional masih perlu peningkatan, terutama dalam hal partisipasi pelaku-pelaku sains yang telah sukses, selama ini sering terjadi individu-individu bertalenta di Indonesia berkarier di negara lain dikarenakan di Indonesia masih belum bisa mengaplikasikan teori

menjadi praktek langsung dalam dunia kerja, sehingga individu-individu tersebut merasa belum dihargai secara maksimal di Indonesia. Hal ini saya kira memerlukan dukungan semua pihak terutama pemerintah untuk dapat menciptakan kondisi yang menunjang pengembangan sains dan teknologi di Indonesia,” ujarnya.

Ia juga mengatakan SMA tempatnya belajar telah cukup banyak menelurkan wakil-wakil peserta OSN selama ini dikarenakan kemampuan para pengajarnya untuk memotivasi peserta didik sehingga mampu mengeluarkan kemampuan terbaiknya namun menurutnya individu pelajar sendiri yang lebih berperan. “Sebagus apapun sekolahnya, gurunya, pada akhirnya individu itu sendiri yang menentukan keberhasilannya,” ujar Christine, bijak.*

Robert L. Tenggara

R

asa optimis terlihat dari gaya bahasa Irfan Nurani Aziz dari dan Sivon Senaldi Sagili saat menjawab pertanyaan tentang strategi apa yang digunakan untuk meraih medali emas dalam Ollimpiade Sains Nasional (OSN) XVI di Pekanbaru, Riau kali ini.

Dua siswa yang berasal dari sekolah yang berbeda di Jawa Tengah tersebut, merasa yakin dengan proses yang dilakukannya walaupun hanya melakukan persiapan yang sangat singkat. “Kita hanya persiapan selama satu minggu,” ujarnya.

Persiapan yang singkat tersebut, tidak menyurutkan nyali kedua pelajar tersebut. Ia menceritakan bagaimana dirinya mendapatkan motivasi dari dosen bernama Yasha yang berasal dari Uniiversitas Negeri Semarang.

“Kita sudah sampai sejauh ini, kalau ketemu soal gak usah panik gak usah mikirin yang lain soalnya yang kita hadapi kan diri sendiri bukan orang lain,” ujar Sivon menirukan motivasi yang sering diungkapkan oleh pembimbingnya.

Sebagaimana diketahui, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Dikdasmen) mengadakan acara tahunan Olimpiade Sains Nasional (OSN) yang ke XVI dari

Lawan Terberat

adalah Diri Sendiri

tanggal 2-8 Juli 2017 di Pekanbaru Provinsi Riau. Acara pembukaan 3 Juli 2017 bertempat di Gelanggang Remaja Pekanbaru Provinsi Riau, dan pesertanya dari 34 Provinsi.*

Ngadirun

Sains di Indonesia

Perlu Dukungan

Semua Pihak

GALERI SD

KABAR PEMBUKAAN | JENJANG SMA

(10)

10

MAJALAH SAINS JULI 2017 LAPORAN UTAMA

Dengan adanya OSN kita harapkan akan

muncul generasi-generasi sains Indonesia

yang kelak akan menjadi penentu

mampu-tidaknya bangsa ini, berdiri tegak-atau

tidaknya bangsa ini ketika harus berhadapan

dengan bangsa-bangsa maju yang lain.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy

(11)

Mencintai Indonesia dengan Sains

Sejak tahun 2002, Olimpiade Sains Nasional (OSN) sudah diselenggarakan 16 kali. Harapan

besar tentang lahirnya generasi sains yang mampu membawa Indonesia menjadi bangsa yang

berdaya saing tinggi tersimpan di dalamnya.

H

arapan besar terhadap generasi sains diungkapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy dalam pidato sambutannya pada Pembukaan OSN XVI di GOR Pekanbaru, Riau, Senin, 3 Juli kemarin. Menurutnya, 1.280 siswa yang mengikuti OSN pada tahun 2017 ini memang belum diperhitungkan kontribusinya di level nasional. Namun 20 tahun mendatang, masa depan bangsa Indonesia akan tergantung pada mereka.

“Sains atau ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan dalam kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat dan merupakan ajang persaingan di tingkat internasional antarbangsa. Dengan adanya OSN 2017 kita harapkan akan muncul generasi-generasi sains Indonesia yang kelak akan menjadi penentu mampu-tidaknya bangsa ini, berdiri tegak-atau tidaknya bangsa ini ketika harus berhadapan dengan bangsa-bangsa maju yang lain,” ujarnya.

Harapan besar juga disampaikan Gubernur Riau, bahwa Provinsi Riau yang berada di tengah-tengah Pulau Sumatera tergabung dalam kerja sama sub ekonomi regional, yaitu Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle dan Indonesia-Malaysia-Singapore

Growth Triangle. Artinya provinsi yang memiliki kebun kelapa sawit terbesar di Indonesia ini membutuhkan generasi unggul yang mampu menjaga dan memanfaatkan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat.

“Riau juga ingin anak-anak Riau menjadi yang pintar-pintar di Indonesia ini. Jadi, Riau juga ingin anak-anak Riau berkontribusi kepada NKRI ini dengan sumber daya manusia yang pintar-pintar,” tandasnya.

Sains dan Rasa Cinta Tanah Air

Sains tidak hanya sekedar mengotak-atik rumus dalam ilmu Matemmengotak-atika, juga tidak sekedar mensibukkan diri dengan eksperimen dalam laboratorium. Namun sains harus berdaya guna bagi kemajuan bangsa dan negara. Oleh karena itu, pembelajaran sains harus diiringi dengan rasa cinta terhadap bangsa dan negara.

Wiji Purwanto, Ketua Tim Juri OSN SMA bidang Ekonomi yakin bahwa ke depan Indonesia akan diisi oleh generasi intelektual yang cinta tanah air. Pasalnya, OSN yang digelar oleh Kemendikbud ini tidak hanya sekedar menonjolkan sains dari sisi keilmuan saja, tapi juga ada

pendidikan karakter yang ditanam di dalam tiap jiwa pesertanya.

“Insyaallah dapat kita wujudkan karena kurikulum dan olimpiade yang kita lakukan ini sesuai tuntutan abad 21. OSN ini juga bagian dari penguatan pendidikan karakter, karena di dalamnya ada nasionalisme, mandiri, gotong royong, integritas dan kerjasama,” ujar Wiji.

Hal senada diungkapkan Dwi Ukawarni, Kepala Sekolah SD Ekatjipta Perdana, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah. Ia mengatakan dengan adanya OSN membuat ilmu sains semakin membumi. “Sangat memotivasi siswa untuk lebih bersemangat belajar sains, terbukti dari perwakilan Kalimantan Tengah saja yang ikut olimpiade ini mayoritas adalah anak buruh kebun kelapa sawit,” ujarnya.

Yang terpenting bagi Dwi, sains harus dipahami tidak hanya sekedar sebagai ilmu. Sains harus lebih dipahami sebagai kebutuhan hidup sehari-hari “Bagaimana dengan sains kita bisa lebih mengenal tumbuh-tumbuhan dan bisa menjaganya, bagaimana dengan sains bisa lebih mengenal keanekaragaman binatang sehingga kita punya keinginan untuk memeliharanya,” tandasnya.*

Rizavan Sufi Toriki

F

ot

o : A

lv

(12)

12

MAJALAH SAINS JULI 2017

OSN dan 100 Tahun Kemerdekaan Indonesia

Permasalahan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia

seolah tak pernah selesai

S

alah satu tolok ukur untuk menilai kualitas SDM Indonesia, dapat dilihat dari jenis pekerjaan yang dilakukan sebagian besar warganya. Hingga kini, Indonesia menjadi salah satu negara yang terkenal sebagai penyedia tenaga kerja informal terbesar di Asia. Menurut data yang dikeluarkan oleh Migrant Care pada tahun 2016, jumlah buruh migran Indonesia yang berada di luar negeri sekitar 4,5 juta orang. Sebagian besar di antara mereka adalah perempuan (sekitar 70 %) dan bekerja di sektor domestik atau pekerja rumah tangga dan manufaktur. Kenyataan ini tentu cukup memprihatinkan bila dibandingkan dengan tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia, yang rata-rata bekerja di sektor formal dan terdiri dari pekerja profesional.

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) mencatat ada 5.339 orang tenaga kerja asing yang profesional masuk ke Indonesia selama tahun 2016. Dari sisi jumlah, keberadaannya masih kalah jauh dengan tenaga kerja Indonesia yang ke luar negeri. Namu hal ini tetap perlu diwaspadai, terlebih sejak awal 2016 Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) telah diberlakukan. Artinya jumlah tenaga kerja asing profesional bisa terus bertambah.

Namun, tidak ada kata telat untuk berbenah. Apalagi pemerintahan Presiden Joko Widodo ingin menaikkan kualitas hidup manusia Indonesia serta menciptakan manusia Indonesia yang mampu bersaing secara global.

Mebahas kualitas manusia, tentu harus membahas pendidikan. Karena seperti dinyatakan Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti, pikiran, dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita.

Dalam rangka memajukan bertumbuhnya budi pekerti, dan pikiran anak, dunia pendidikan Indonesia sudah memiliki Olimpiade Sains Nasional (OSN), yaitu perhelatan lomba di bidang sains tingkat nasional yang diikuti oleh peserta didik dari seluruh Indonesia setelah lolos seleksi pada olimpiade sains tingkat provinsi. Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Dasar

dan Menengah, Hamid Muhammad, OSN bertujuan membina dan mengembangkan bakat, minat dan prestasi peserta didik dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sekaligus membina karakter peserta didik agar berintegritas, jujur, bekerja keras, menghargai prestasi, tangguh dan cinta tanah air.

Sejak petama dilaksanakan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2002, OSN sudah berjalan 16 tahun. Menurut Yudistira Wahyu, Kepala Bagian Perencanaan dan Penganggaran, Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, OSN terbukti melahirkan generasi berdaya saing tinggi, yang senantiasa mengedepankan cara berfikir kritis, komunikatif dan inovatif.

“Banyak juara-juara olimpiade tingkat internasional yang merupakan alumni OSN. Ada yang mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri. Ada juga yang sudah sukses bekerja di perusahaan multinasional, menjadi pengusaha yang inovatif, dan juga dosen yang inspiratif. Jadi, saya pikir OSN ini sangat signifikan untuk menunjang kelahiran generasi berdaya saing tinggi,” ujarnya usai mengikuti Pembukaan Acara OSN XVI di GOR Pekanbaru, Riau, Senin, 3 Juli 2017.

Dari tahun ke tahun, OSN ini dijalankan secara serius oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, demi mewujudkan generasi emas pada 100 tahun kemerdekaan Indonesia yang akan jatuh pada 2045 nanti. Ini seperti yang disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendi saat memberi sambutan pada Pembukaan OSN XVI di GOR Pekanbaru, Riau, Senin, 3 Juli 2017. “Jangan main-main dengan urusan pendidikan, nasib masa depan bangsa jadi taruhan,” tegasnya.

Ketegasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut harus didengar dan ditaati. Karena jika pendidikan diabaikan, maka kekuatiran Presiden Pertama Indonesia, Soekarno bahwa Kita akan menjadi bangsa kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa akan menjadi keniscayaan.

Mengerikan bukan?

Virdika Rizky Utama

(13)

Menumbuhkembangkan

Generasi Saintis Indonesia

Alumni OSN diharapkan dapat turut membumikan sains di

tengah-tengah masyarakat

I

ndonesia merupakan negara bangsa yang dianugerahi kekayaan alam melimpah. Ini seperti disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, bahwa Indonesia memiliki 17.000 pulau, yang total luasnya menandingi wilayah Eropa Barat dan Eropa Selatan. Di antara 17.000 pulau itu terdapat kekayaan alam yang tak ternilai, mulai dari bidang kelautan, kehutanan, perkebunan, pertanian, hingga tambang yang menghasilkan timah, gas alam, nikel, tembaga, bauksit, batu bara, emas, dan perak.

“Tapi kekayaan alam ini tidak akan ada artinya tanpa ditopang dengan kekuatan sumber daya manusia yang brilian,” tegasnya, pada acara Pembukaan Olimpiade Sains Nasional (OSN) XVI di GOR Pekanbaru, Riau, Senin, 3 Juli kemarin. Menurut Mendikbud, bila penyiapan generasi saintis dan teknolog gagal, kelak kekayaan alam Indonesia akan diambil alih oleh bangsa-bangsa di luar Indonesia.

Kegelisahan Mendikbud tersebut terasa kembali menyadarkan bahwa kondisi bangsa dan negara Indonesia hingga kini belum banyak berubah. Pengelolaan sumber daya alam seperti perak, emas, dan lainnya tak sedikit yang masih menggunakan jasa perusahaan dan atau warga negara asing. Berangkat dari hal ini, tak berlebihan bila Mendikbud sangat berharap OSN dapat melahirkan generasi saintis dan teknolog Indonesia

yang kelak akan menjadi penentu mampu-tidaknya bangsa ini berdiri tegak-atau tidaknya bangsa ini ketika harus berhadapan dengan bangsa-bangsa maju lainnya.

Alumni OSN dan Upaya Membumikan Sains

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah merintis kelahiran saintis dan teknolog sejak 16 tahun lalu melalui kegiatan OSN. Kegiatan ini telah melahirkan ratusan atau bahkan ribuan alumni yang tersebar di berbagai penjuru dunia. Di antara mereka ada yang melanjutkan ke perguruan tinggi, menjadi guru, dosen, dan bekerja di perusahaan multinasional.

Keberadaan alumi OSN tersebut, diharapkan tak hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri namun juga masyarakat. Karena itu, alumni OSN juga memiliki tanggungjawab moral untuk membumikan sains di tengah-tengah masyarakat. Karena bila sains telah akrab dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia dan melahirkan tradisi sains, maka cita-cita menjadi negara bangsa yang memiliki sumber daya manusia hebat dapat lebih mudah diwujudkan.

Di antara tantangan alumni OSN dalam upaya membumikan sains adalah memecahkan prasangka masyarakat dan siswa yang masih menganggap sains sebagai sesuatu yang menakutkan karena kental dengan hitungan dan

penalaran. Apalagi kondisi ini diperparah dengan keberadaan sebagian guru yang banyak tidak menguasai materi yang disampaikan, sehingga siswa pun sulit untuk memahami sains.

Melihat persoalan tersebut, Mufti Petala Patria, Ketua Tim Juri Olimpiade Sains Nasional (OSN) tingkat SD bidang IPA berpendapat agar siswa diberi ruang praktikum. “Jadi yang diketahui IPA itu cuma menghafal, dan itu tidak menyenangkan,” ujar Mufti, di Hotel Furaya, Pekanbaru, Riau, Rabu 5 Juli 2017.

Pembelajaran menyenangkan tersebut juga diamini oleh Danindra Ario Wiryawan, peserta OSN SMP bidang Matematika asal D.I. Yogyakarta. Menurutnya siswa akan lebih menyukai sains apabila guru dapat menyampaikan materi secara menyenangkan.

Sementara itu, kegiatan sains menurut Mufti sebenarnya akrab dengan kehidupan sehari-hari dan tidak melulu membutuhkan peralatan canggih. “Kenapa kalau kita makan ini kita sakit perut, itu sebenarnya praktikum IPA,” tambahnya. “Itu dapat memupuk siswa lebih mencintai sains.”

(14)

14

MAJALAH SAINS JULI 2017 GALERI PEMBUKAAN
(15)
(16)

16

MAJALAH SAINS JULI 2017

Pesimis Kerjakan Soal,

Optimis Dapat Medali

N

oriko Khang, siswi SD Nasional KPS Balikpapan, Kalimantan Timur, keluar dari ruang ujian dengan wajah sumringah. Ia berlari menemui gurunya yang menunggu di depan ruangan.

Wajah sumringah bukan berarti Noriko mudah menyelesaikan soal ujian. Sebaliknya, ia merasa soal-soalnya lumayan sulit. “Deg-degan juga takut, soalnya susah, nggak bisa ngerjain,” ujarnya di Hotel Furaya Pekanbaru, Riau, Selasa, 4 Juli 2017.

Hal senada dirasakan Fakhri Musyaffa Ariyanto, teman Noriko. Ia merasakan sulitnya mengerjakan soal-soal

matematika hingga tidak yakin menang. Ajaibnya, ia optimis pulang bawa medali karena merasa soal yang dikerjakan lebih banyak dibandingkan teman-temannya. “Kalau isian singkat paling juara 2 atau 3, paling medali perak,” kata siswa kelas IV ini, yakin.

Baik Noriko maupun Fakhri merasa beruntung memiliki guru yang memberikan pelajaran dengan teliti. Mereka rajin memberikan gambaran soal ujian. “Saya belajar sendiri. Dari pihak sekolah, guru-gurunya yang mengajarkan,” ungkapnya. Hal itu dilakukan karena Pemerintah Daerah tidak menyelenggarakan pemusatan latihan untuk mempersiapkan delegasi Olimpiade Sains Nasional (OSN) dari Kalimantan Timur.*

Dery Damara

W

ajah Eleazar Evan Putra tampak letih saat keluar dari ruang ujian matematika. Siswa SD Kristen Permata, Sentani, Papua, ini langsung menghampiri pendamping dan orang tuanya.

Soal ujian yang baru saja dihadapi, kata Eleazar, agak sulit. Terutama soal uraian singkat. “Tidak susah semua sih. Yang agak mudah itu uraian. Yang susah uraian singkat,” ujarnya di Hotel Furaya, Pekanbaru, Riau, Selasa, 4 Juli 2017. Ia mengaku persiapannya tidak cukup maksimal. Sebelum berangkat ke Riau, Eleazar hanya mempelajarai soal-soal Olimpiade Sains Nasional (OSN) yang terdahulu.

Lisa, ibu Eleazar, cukup bangga dengan pencapaian putranya. Ia tidak memasang target yang dibebankan kepada anaknya. Ia hanya berpesan agar Eleazar melakukan yang terbaik.

“Kalau dari saya pokoknya lakukan yang terbaik, persiapan yang terbaik dan mengikuti lomba yang terbaik,” ungkapnya. Walaupun demikian, ia tetap berharap anaknya pulang membawa medali untuk dipersembahkan kepada Papua.*

Rizavan Sufitoriki

Persiapan Kurang

Maksimal, Eleazar

Sulit Jawab Soa

l

KABAR LOMBA | JENJANG SD

Foto :Dery

(17)

Menyiapkan

Ilmuwan Muda

untuk Masa Depan

Menyiapkan

Ilmuwan Muda

untuk Masa Depan

W

ahyu Surakusumah, juri Olimpiade Sains Nasional (OSN) SMP bidang IPA, tampak mondar-mandir di ruang ujian. Peserta baru saja meninggalkan ruangan. Ia bersama rekan-rekannya sibuk membereskan alat uji eksperimen usai dipakai peserta.

Melihat potensi peserta OSN yang semakin meningkat, semangat Wahyu semakin bergelora. Ia berharap mereka menjadi ilmuwan yang berkontribusi bagi pemecahan masalah di masa mendatang. “Kita tidak tahu di masa depan terjadi perubahan seperti apa. Oleh karena itu kita akan menyiapkan ilmuwan muda ini untuk menghadapi tantangan di masa depan,” ujar dosen Universitas

Pendidikan Indonesia ini di SMP Darma Yudha Pekanbaru, Riau, 4 Juli 2017.

Kendati mengakui banyak prestasi berhasil ditorehkan siswa-siswi Indonesia di tingkat internasional, Wahyu melihat secara umum masih ada kekurangan. Tapi ia yakin, peningkatan yang terus diupayakan akan semakin mengikis berbagai kekurangan itu.

Wahyu percaya banyak sekali siswa Indonesia yang berbakat. Tinggal bagaimana mereka ditemukan dan diberikan kesempatan untuk berkembang. “Kita memfasilitasi siswa agar bakat dan potensi mereka dapat berkembang dengan baik,” ucapnya.* Dwi Riyanto

Khawatir Tapi Tetap Optimis

W

ajah lega sekaligus khawatir tergurat di wajah Muhammad Fadhil Dinar saat keluar dari ruang tes di salah satu ruangan di SMP Darma Yudha, Pekanbaru, Riau, Selasa siang, 4 Juli 2017. Ia merasa lega karena telah berhasil menyelesaikan semua soal biologi dan fisika dengan baik, namun masih khawatir karena pada tes eksperimen ada beberapa hal yang ia tidak kuasai.

“Kalau tes eksperimen seperti ini saya belum pernah coba,” ujar siswa kelas IX SMP Tahfidz Qur’an Muadz bin Jabal, Kendari, Sulawesi Tenggara, ini.

Kendati demikian, kondisi tersebut tidak membuatnya pesimis meraih prestasi. Siswa yang bercita-cita jadi dokter ini justru tetap yakin dan optimis untuk mendapatkan medali pada Olimpiade Sains Nasional (OSN) XVI ini.

Kehadiran Fadhil dalam ajang OSN tidak lepas dari peran aktif guru pembimbingnya yaitu Muhammad Ihsan dan Heru Bahmid. Keduanya senantiasa mendorong Fadhil untuk terus menggali kemampuannya.*

Aris Munandar

F

ot

o : Ar

is

(18)

18

MAJALAH SAINS JULI 2017

Pertama Seleksi Langsung

Lulus Menjadi Peserta OSN

S

elasa, 4 Juli 2017, sinar matahari begitu menyengat. Tak pelak, sengatan sinar matahari tersebut cukup mengggangu peserta Olimpiade Siswa Nasional (OSN) tingkat SMA bidang studi Ilmu Kebumian yang sedang menghitung kecepatan angin di sebuah lapangan sepakbola mini di SMAN 8 Pekanbaru, Riau. Sesekali mereka menjadikan papan jalan sebagai pelindung kepalanya dan menyeka keringat yang bercucuran di wajahnya.

Hal itu juga dialami Griffith Kaya, peserta asal Provinsi Maluku. Seraya berteduh di sebuah bangunan sekolah, ia menyatakan sangat senang dapat mengikuti OSN kali ini. “Saya tidak menyangka, kesempatan pertama seleksi langsung lulus,” katanya sambil tersenyum.

Griffith juga menceritakan, pada awalnya ia sangat tidak menyukai ilmu bumi, namun seiring berjalannya waktu, Griffith menyukainya. “Awalnya gak suka, tapi beberapa semester kemudian saya suka. Karena ternyata ilmu bumi tidak sesulit yang saya pikirkan,” papar Griffith yang ingin berkuliah di

Universitas Gajah Mada (UGM), Jurusan Teknik Pertambangan.

Namun, mimik mukanya mulai berubah ketika menceritakan proses mengikuti tes teori dan praktik. Siswa SMAN 1 Seram Barat, Maluku ini mengatakan banyak perbedaan antara materi yang ia siapkan dan soal-soal OSN. “Saya ragu, karena materinya berbeda. Tapi, pasti semuanya berharap mendapatkan hasil yang terbaik, termasuk saya,” tuturnya dengan Bahasa Indonesia yang sedikit terbata-bata.

Griffith yang baru naik kelas 11 ini menceritakan, setelah lolos seleksi di tingkat provinsi ada persiapan khusus selama dua minggu. “Persiapannya cukup mantap ada guru dan ahli yang mengajar. Namun, tidak ada persiapan praktik,” imbuhnya.

Apabila hasilnya kurang memuaskan, sambung Griffith, ia berjanji akan mencoba ikut seleksi OSN untuk tahun depan. “Iya di coba lagi. Tahun ini buat cari pengalaman,” ungkap Griffith yang bercita-cita menjadi seorang geolog. Virdika Rizky Utama

H

udzaifah Afif Alfatih, siswa berkacamata yang duduk di kelas X MAN Insan Cendekia Provinsi Gorontalo ini memaparkan pentingnya pendidikan karakter bagi para generasi sains di Indonesia. Menurut Afif, ilmu sains harus membumi agar bisa memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.

“Pendidikan karakter itu penting dan harus ditekankan. Jadi jangan puas dengan apa yang kamu dapatkan, tapi bagaimana cara mendapatkan itu lebih penting,” ujarnya di Pekanbaru, Selasa, 4 Juli 2017.

Terkait karakter, peserta OSN tingkat SMA bidang Fisika ini berbagi

pengalaman saat bertemu seseorang dari Amerika. Menurutnya, orang Amerika itu mempunyai etos kerja yang tinggi, pekerja keras, tepat waktu, dan jujur.

Pada kesempatan itu, Afif juga menyoroti kualitas pendidikan yang masih belum merata di Indonesia. Menurutnya, pendidikan di pulau Jawa sudah sangat maju dan merata dibandingkan dengan pendidikan di luar pulau Jawa.

“Perbedaannya lumayan jauh. Karena itu, kalau mau maju secara keseluruhan harusnya diratakan pendidikannya, dan yang paling penting kualitas daya saing serta mental harus di benahi,” tandasnya.*

Ngadirun

Pendidikan Karakter itu

Penting

KABAR LOMBA | JENJANG SMA

“Awalnya gak suka, tapi beberapa semester kemudian saya suka. Karena ternyata ilmu bumi tidak

sesulit yang saya pikirkan,”

F

ot

o : Ng

adir

un

(19)

G

adis berkulit putih dengan poni menutup dahinya tersebut terlihat santai mengerjakan soal-soal yang disajikan. Ya, siswi dari SMA Kristen Immanuel Pontianak, Kalimantan Barat yang bernama Jacqueline Nicole ini mengaku sudah dua kali mengikuti Olimpiade Sains Nasional (OSN). Karena itu, dirinya tidak canggung lagi berhadapan dengan soal dan beberapa peserta yang sudah ia kenal dalam OSN sebelumnya.

Membaca buku hasil pemberian kakak kelas adalah cara Nicole mempelajari lebih dalam terkait persiapan untuk mengikuti OSN XVI tahun 2017. “Kakak kelas memberi saya buku, jadi kakak kelas yang pernah mengikuti dan meraih mendali memberikan buku kepada saya untuk dapat dipelajari,” ujar peserta OSN tingkat SMA bidang Biologi ini di Pekanbaru, Riau, Selasa, 4 Juli 2017.

Nicole menceritakan bahwa soal-soal yang muncul tidak sama dengan apa yang sudah dipelajari tapi materi yang didapat masih sama dengan apa yang sudah dipelajari. Untuk hasil yang akan diperoleh Nicole merasa masih ragu karena dari seluruh pertanyaan menurutnya belum tentu benar.

Selain beberapa persiapan standar telah ia lakukan, Nicole mempunyai strategi khusus agar bisa mengerjakan soal yang disajikan. “Ya berusaha tetap santai agar tidak terbawa perasaan agar tetap bisa mengerjakan soal dengan baik,”ujar Nicole.* Ekky Ahmadin

Berbekal

Buku dari

Kakak

Kelas

Berpikir

Kritis Sebagai

Kunci Utama

Majukan

Sains

M

emajukan sains dalam

pembelajaran harus diarahkan pada rasa ingin tahu. Demikian pendapat Lukman Fadlansyah Ramadhan, siswa SMAN 1 Surakarta, asal Jawa Tengah.

“Berpikir kritis, sebagai kunci utama untuk mengungkap rahasia dan hukum alam yang berlaku. Kalau sekarang prosesnya terlalu banyak dan murid hanya pasif sebagai penerima materi saja, kurang banyak ke hal-hal sifatnya substansi,” ujarnya di Danau Khayangan, Pekanbaru, Riau, Rabu 5 Juli 2017.

Sementara itu, ketika ditanya soal integritas, Lukman mengatakan bahwa penanaman integritas kepada siswa harus melalui indoktrinasi dan contoh, serta filosofi bahwa hasil bukan segalanya. “Dilatih untuk lebih mempertanyakan lagi esensi ikut kompetisi itu untuk apa? Seberapa jauh pemahaman untuk menambah perspektif. Padahal mendali itu penghargaan dari orang lain. Mentalitas yang cuma ingin cari pengakuan diri orang lain ini yang harus dibenahi,” tegasnya.

Pada OSN XVI di Pekanbaru ini, Lukman ikut OSN SMA bidang Ilmu Kebumian. Ia bercita-cita menjadi generasi yang membawa manfaat bagi masyarakat.

“Tentunya lebih berbaur, peka dengan masalah-masalah riil yang ada di masyarakat dan selanjutnya mencari solusi intinya dalam menerapkan ilmu yang sudah dipelajari di sekolah,” katanya.*

Samsudin Foto : Ekky

(20)

20

MAJALAH SAINS JULI 2017 GALERI LOMBA
(21)
(22)

22

MAJALAH SAINS JULI 2017 LIPUTAN KHUSUS

Siapkan Generasi dengan Membaca

dan Literasi Sains

M

enteri Pendidikan dan

Kebudayaan Muhadjir Effendy, saat membuka Olimpiade Sains Nasional (OSN) XVI Riau, menyatakan bahwa ajang akbar tahunan ini menjadi sarana strategis membina generasi sains. Kekayaan alam yang melimpah dari Sabang-Merauke dan Miangas-Rote harus ditopang oleh kekuatan sumber daya manusia yang brilian.

“Kalau kita gagal menyiapkan generasi yang akan datang untuk menjadi saintis dan teknolog yang bisa mengeksplorasi dan memanfaatkan kekayaan alam kita, maka kelak kekayaan alam kita yang sangat kaya ini pasti juga akan diambil alih atau dikuasai oleh bangsa-bangsa di luar Indonesia,” katanya.

Berkaca pada realita, posisi Indonesia di dunia internasional masih kurang menguntungkan. Berdasarkan survei Program for International Student Assessment (PISA), Indonesia berada di urutan ke-64 dari 72 negara yang disurvei. Skor literasi sains pada PISA 2015 adalah 403, naik 21 poin dari skor PISA 2012 yang berada di angka 382. Prestasi ini menempatkan literasi sains Indonesia mengalami ‘lompatan’ 6 tingkat dari posisi 2 terakhir di tahun 2012. Namun, sayangnya, masih di bawah rata-rata skor Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Mengapa?

Ada sederet jawaban yang dapat didaftar. Namun, dua sebab penting yang patut dicermati terdapat pada ranah masyarakat dan pendidikan.

(23)

Di ranah masyarakat, minat baca selalu jadi momok yang menyebalkan orang Indonesia kebanyakan malas membaca. Kajian Perpustakaan Nasional pada 2015 menunjukkan, minat baca masyarakat Indonesia yaitu 25,1 atau rendah. “Tingkat kemauan dan kemampuan membaca anak-anak kita perlu kita dorong lagi karena melalui membaca, orang bisa menyelesaikan 60 persen persoalannya,” ujar Wiji Purwanta, juri OSN SMA bidang ekonomi.

Di ranah pendidikan, pembelajaran sains dinilai tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Sains disempitkan pada cakupan pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Siswa dianggap berhasil dalam pelajaran TIK jika sudah pandai mengoperasikan suatu produk teknologi.

Kapasitas guru dalam transfer pengetahuan kemudian dipertanyakan. “Guru-guru harus kreatif agar TIK dipergunakan dengan benar,” kata Suryana Setiawan, juri OSN SMA bidang informatika/komputer, yang juga dosen Universitas Indonesia. Menurutnya, guru harus terus belajar dan meningkatkan kemampuannya, tidak terpaku pada keterampilannya yang sudah tersertifikasi dalam ijazah.

Namun mengetahui dan meratapi situasi tersebut merupakan perbuatan sia-sia. Situasi ini harus segera diubah. Perubahan harus diusahakan bersama dalam sebuah gerakan yang melibatkan semua pemangku kepentingan.

Di area membaca, dogma masyarakat Indonesia malas membaca digugat: bagaimana mau membaca kalau bukunya saja tidak ada? Faktanya, memang, tidak semua orang Indonesia bisa mengakses buku. Buku hanya beredar di Pulau Jawa dan kawasan perkotaan. Sementara masyarakat yang tinggal di kawasan tertinggal, terluar, dan terdepan (3T) tidak bisa mengaksesnya.

Menghadapi persoalan tersebut, Presiden Joko Widodo membuat terobosan: tiap

bulan tanggal 17, pengiriman paket buku ke taman bacaan masyarakat dan sekolah melalui PT Pos Indonesia gratis. Setidaknya, persoalan pengiriman buku ke daerah yang mahal teratasi.

Di area sains, kini digalakkan literasi sains. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan program Gerakan Literasi Nasional yang mencakup sekolah, keluarga, dan masyarakat. Literasi sains dimaknai secara mendalam sebagai kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan pengetahuan sains.

Literasi sains yang diusung PISA menekankan tiada dikotomi antara sains dan kehidupan sehari-hari. Inggriani, dosen Institut Teknologi Bandung yang juga juri OSN SMA bidang Informatika/ Komputer, mengatakan bahwa sains seharusnya dapat dimanfaatkan siswa untuk memecahkan persoalan kehidupan sehari-hari. Anak dilatih sejak usia dini dengan pola pikir yang menemukan masalah dan mencari solusi.

“Membentuk kemampuan berpikir sebagai kebutuhan abad 21. Kalau bisa berpikir, kita bisa menyelesaikan banyak hal, sementara skill itu terbatas. Teknologi itu berubah, segala macam berubah,” kata Inggriani.

Cara yang mesti ditempuh di sekolah, misalnya, dengan mengajarkan prinsip-prinsip teknologi dan menggunakannya dalam menyelesaikan persoalan keseharian siswa. Guru menggunakan metode yang menarik dan menyenangkan sehingga siswa tidak bosan.

Kesadaran akan pentingnya perubahan dalam pola pengajaran sains, baik oleh sekolah maupun keluarga, diharapkan turut mengubah kondisi masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Proses ini masih panjang, butuh kesabaran, dan konsistensi.*

Billy Antoro

(24)

24

MAJALAH SAINS JULI 2017 LIPUTAN KHUSUS

OSN Terbukti Lahirkan Generasi Berdaya Saing Tinggi

A

lumni Olimpiade Sains Nasional (OSN) adalah generasi yang digadang-gadang menjadi harapan perubahan bangsa Indonesia menuju negara-bangsa yang besar dan jaya pada 100 tahun kemerdekaan Indonesia. Ciri khasnya adalah generasi berdaya saing tinggi, yang senantiasa mengedepankan cara berfikir kritis, inovatif, komunikatif, berkarakter jujur, kerja keras, menghargai prestasi, tangguh dan cinta tanah air.

Yudistira Wahyu, Kepala Bagian Perencanaan dan Penganggaran, Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, membenarkan pendapat tersebut karena banyak alumni OSN yang terbukti menjuarai olimpiade sains tingkat internasional dan mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri. Pada Pembukaan Acara OSN XVI di Gelanggang Remaja Pekanbaru, Riau, Senin 3 Juli 2017 kemarin, redaksi Majalah Sains, berhasil melakukan wawancara dengan pria yang terkenal ramah ini. Berikut ini petikannya:

Apakah OSN dapat meningkatkan daya saing generasi muda di dunia internasinal?

OSN ini sengaja diciptakan dalam rangka memfasilitasi siswa-siswa yang

berprestasi agar dapat melanjutkan kiprahnya di tingkat nasional dan internasional. Melalui OSN mereka dapat termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya di bidang sains dan teknologi, yang pada akhirnya bisa memberikan dampak kepada siswa lainnya untuk ikut termotivasi.

Selama 12 OSN, bagaimana gambaran alumni OSN?

Banyak juara-juara olimpiade tingkat internasional yang merupakan alumni OSN. Ada yang mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri. Ada juga yang sudah sukses bekerja di perusahaan multinasional, menjadi pengusaha yang inovatif, dan juga dosen yang inspiratif. Jadi, saya pikir OSN ini sangat signifikan untuk menunjang kelahiran generasi berdaya saing tinggi.

Dari beberapa fenomena yang terjadi, almuni OSN banyak dimanfaatkan negara lain daripada negara sendiri. Bagaimana mengatasi persoalan ini?

Kemendikbud terus berusaha mengatasi persoalan itu. Salah satunya mengembangkan program kerjasama dengan perusahaan-perusahaan dalam negeri agar siswa-siswi yang mempunyai prestasi dan integritas ini dapat dimanfaatkan sebebesar-besarnya oleh perusahaan tersebut. Jadi ada sinergitas,

dan kita lakukan secara bertahap.

Kemendikbud juga menyediakan beasiswa bagi para juara OSN sampai sekolah menengah, kemudian dilanjutkan dengan besasiswa yang disiapkan oleh Kemenristekdikti bagi yang melanjutkan kuliah. Nah, ini ada sinergi yang berkelanjutan antara Kemendikbud dengan Kemenristekdikti, dengan tujuan mendukung penuh keberlanjutan kiprah alumni OSN.* M. Adib Minanurokhim

Rizavan Sufi Toriki

Yudistira Wahyu

Foto : Alvien

(25)

25

Generasi OSN Mampu Jayakan Bangsa Indonesia

A

dalah fakta bahwa hingga tahun 2045 bangsa Indonesia dikaruniai bonus demografi, yaitu kondisi populasi masyarakat dimana jumlah penduduk usia muda lebih bayak dibandingkan dengan penduduk usia tua. Potensi sumber daya manusia ini bagai pisau bermata dua, yaitu menjadi berkah atau musibah. Berangkat dari hal ini, Olimpiade Sains Nasional (OSN) dipercaya sebagai salah satu solusi untuk membentuk bonus demografi sebagai berkah. Terkait hal ini, redaksi Majalah Sains berkesempatan melakukan wawancara dengan Wiji Purwanta, Juri OSN Tingkat SMA bidang Ekonomi, pada saat Pembukaan OSN XVI di Gelanggang Remaja Pekanbaru, Riau, Senin, 3 Juli 2017. Berikut ini petikannya:

Banyak harapan OSN lahirkan generasi emas. Kira-kira, seberapa jauh peluang itu?

InsyaAllah dapat diwujudkan karena kurikulum dan olimpiade yang kita lakukan ini sesuai tuntutan abad 21. OSN ini juga bagian dari Penguatan Pendidikan Karakter, karena di dalamnya ada nilai nasionalisme, mandiri, gotong royong, integritas, dan kerjasama.

Ada 3 tantangan abad 21, yaitu berfikir kritis, kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi, serta inovasi. Hal ini, sudah termuat dalam OSN SMA bidang Ekonomi. Misalkan, untuk berfikir kritis siswa kita wajibkan membuat makalah tentang ekonomi kreatif di daerahnya masing-masing. Kemudian soal komunikasi dan kolaborasi, terlihat saat mereka menyampaikan makalah di depan juri. Selanjutnya untuk inovasi, ini ditandai dengan kreatifitas. Intinya bagaimana mereka menciptakan produk baru yang efektif dan efisien. Jadi saya optimis, di tahun 2045 nanti generasi ini mampu membawa bangsa kita menjadi bangsa yang besar dan jaya.

Tapi sains belum jadi tradisi di negeri ini. Bagaimana agar sains lebih membumi?

Pertama, kompetisi sains harus ditambah, diperluas dan diperbanyak lagi. Di

ekonomi sendiri kami berpedoman pada indikator ujian nasional (UN). Sebelum ada OSN, rata-rata nilai UN itu antara 4-5. Tapi setelah ada OSN naik 6-7. Ini menggembirakan.

Berikutnya, memang butuh laboratorium sains. Untuk bidang ekonomi, kita ada simulasi perdagangan. Jadi nanti, anak-anak kita masukan dalam sistem chat pada Jakarta Automated Trading System. Mereka melakukan simulasi perdagangan saham riil. Harganya sudah kita koneksikan langsung. Hanya kita partisi agar tidak mengganggu pasar. Ini salah satu bentuk bagaimana mereka menjadi ahli ekonomi, ahli mengelola uang.

Pengelolaan uang itu ada 4, yaitu bagaimana mencari, menyimpan, mengembangkan, dan menggunakan. Sejauh ini, kita baru ahli menggunakan uang. Belum ahli mencari, menyimpan, dan mengembangkan uang. Nah, anak-anak ini kita dorong pada literasi ekonomi. Bila ini bisa kita wujudkan, kita bisa melahirkan saintis-saintis yang lain. Karena negara ini butuh biaya besar mengembangkan sains dan teknologi. Tanpa itu rasanya perkembangannya akan lambat.*

M. Adib Minanurokhim Rizavan Sufi Toriki

Wiji Purwanta

(26)

26

MAJALAHSAINS JULI2017

26

JENJANG SMA | INTISARIBIOLOGI

‘Bebras’, dalam Bahasa Lithuania, berarti berang-berang, yaitu binatang cerdas dan banyak akal sehingga dapat melakukan beragam hal. Kata ini diadopsi menjadi Bebras Challenge

yang merupakan kompetisi tahunan bagi siswa berusia 5 s.d. 18 tahun. Kompetisi yang sudah diikuti 1,3 juta siswa dari 50 negara sejak 2004 ini, memberikan tantangan kepada peserta untuk mencari solusi atas permasalahan kehidupan sehari-hari, yang disajikan secara menarik dan menyenangkan. Indonesia menjadi National Bebras Organizer (NBO) mulai tahun ini. Bebras Indonesia dikelola oleh Pembina Pusat/ Nasional Tim Olim piade Komputer Indonesia (TOKI).

Pada dasarnya Bebras merupakan keterampilan berpikir dalam menyelesaikan persoalan melalui pendekatan konstruksionisme yang dikenalkan oleh Seimort Papert dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat. Siswa diajak belajar untuk menemukan dan menyelesaikan masalah. Keterampilan berpikir ini sangat penting dimiliki untuk menjawab tantangan abad 21.

Keterampilan berpikir terkait dengan penalaran dan logika seperti halnya komputer bekerja: persoalan tidak hanya ditangkap, melainkan juga diselesaikan. Dalam penerapan di lapangan, penyelesaian masalah dilakukan dengan menggunakan kreativitas. Ekplorasi, produktivitas, kualitas, dan etika menjadi pertimbangan utama.

Selama ini, di Indonesia, pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dipahami sebatas cara mengoperasikan produk teknologi. Siswa dianggap berhasil jika sudah bisa menggunakannya. Mereka tidak diajarkan, misalnya, bagaimana prinsip kerja sebuah produk dan cara memanfaatkannya secara baik.

Kondisi ini juga dipengaruhi oleh kapasitas guru. Guru harus memiliki keterampilan belajar dan kemauan mengembangkan kemampuan secara terus-menerus. Tidak berhenti pada kemampuan mengajar yang sudah tersertifikasi. Kreativitas guru kemudian ditularkan kepada siswa sehingga mereka dapat mengembangkan dan membuat penemuan baru.

Di luar negeri, pelajaran TIK dihapus, diganti dengan ilmu komputer. Ada kurikulum sendiri yang mengakomodasinya dengan melibatkan guru. Dosen di perguruan tinggi dilibatkan dan menggandeng guru dalam berbagai riset pengembangan bahan ajar.

Keterampilan berpikir sedianya diajarkan sejak anak usia dini. Orang tua berperan penting dalam hal ini. Sekolah mendukungnya melalui pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Dengan begitu, setiap anak dapat tumbuh dewasa dan bisa menyelesaikan berbagai persoalan hidup sehari-hari dengan mudah.*

Billy Antoro, Farhan Waliden

*Tulisan ini disarikan dari wawancara dengan Dr. Inggriani Liem (dosen Institut Teknologi Bandung) dan Suryana Setiawan, M.Sc (dosen Universitas Indonesia). Keduanya juri OSN jenjang SMA bidang Informatika/Komputer. Wawancara dilakukan di Politeknik Caltex Riau, Selasa, 4 Juli 2017.

BEBRAS

(27)
(28)

28

MAJALAH SAINS JULI 2017 MEREKA BICARA

Bertekad Membayar

Kegagalan OSN

Tahun 2016

Acara Pembukaan

OSN XVI Keren

A

lfian Edfar Tjandra, siswa SMA Kharisma Bangsa, Tangerang Selatan, Banten, Peserta OSN SMA bidang Matematika.

Saya optimis akan menyempurnakan kekurangan saya pada OSN tahun sebelumnya. Saya akan membayar kegagalan pada OSN tahun sebelumnya karena saat itu badan tidak fit, untuk mendapatkan juara pada OSN tahun 2017 ini.

Saya sudah 3 kali mengikuti ajang tahunan ini, dan saya tetap akan memberikan yang terbaik untuk sekolah dan daerah saya.*

Dhoni Mardiansyah

A

cara Pembukaan Olimpiade Sains Nasional (OSN) XVI di Provinsi Riau keren dan meriah karena ada parade seni dan dihadiri oleh Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Ini jadi membuat semakin seru.

Saya melakukan persiapan OSN selama 1 minggu di Jakarta seminggu sebelum lebaran.

Saya menetapkan target dapat menegerjakan soal secara maksimal, sementara untuk hasil saya serahkan pada Allah.

Kontingen dari Sumatera Barat jenjang SMA sebanyak 24 orang dari berbagai bidang lomba.*

Bara Hikmatiyar

OSN Mengajarkan Bahwa

Keberhasilan Diraih

Dengan Kerja Keras

Ulya Fatharani, Siswi SMAN 1 Sumatera Barat, peserta OSN SMA bidang Biologi.

Fuadianti Aulia, siswi SMAN 1 Matauli Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Peserta OSN Ekonomi.

F

uadianti Aulia, siswi SMAN 1 Matauli Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Peserta OSN Ekonomi.

Dengan diadakannya OSN (Olimpiade Sains Nasional) di Pekanbaru ini siswa-siswi yang lolos seleksi dari tiap-tiap provinsi merasa sangat dihargai. Bahkan bila nanti menjadi juara di tingkat nasional pada bidang-bidang tertentu, akan diikutkan pada olimpiade tingkat internasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

OSN menjadi suatu ajang bergengsi bagi siswa. OSN mengajarkan siswa bahwa keberhasilan diraih dengan kerja keras. Karena itu, tidak sedikit siswa yang telah mempersiapkan diri dengan matang sedari lama untuk meraih gold medal, mengingat bobot penilaian OSN berbeda dengan OSK maupun OSP. Di OSN kita akan memahami bahwa pintar menjawab soal saja tidak cukup, harus diikuti dengan bobot-bobot lain.

Saya optimis dan akan terus berusaha agar dapat meraih medali pada ajang OSN tahun 2017 di Pekanbaru, Riau ini.* Juju Surgana

Foto : Bara Hikmatiyar

Foto : Dhoni Mardiansyah

F

ot

o : J

(29)

Ilmuwan yang

Problem Solver

Potensi yang sama

Kemampuan Berpikir,

Kebutuhan Abad 21

Wahyu Surakusumah Juri OSN SMP Bidang IPA,

Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Muhammad Thohir

Pendamping Provinsi Jambi jenjang SMP

Inggriani Liem

Juri OSN SMA Bidang Informatika/ Komputer,

Dosen Institut Teknologi Bandung

I

ntegritas dari seorang ilmuwan adalah bagaimana dia harus jujur, berbicara sesuai fakta, memahami perkembangan ilmu pengetahuan, dan sebagai problem solver di masa depan. Salah satu tujuan dunia sains adalah mengembangkan problem solver.

Di masa depan, perubahan semakin lama semakin banyak. Kita tidak tahu seperti apa nantinya. Ini tantangan bagi SDM yang diharapkan sebagai pemecah masalah terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.

Dwi Riyanto

T

ernyata peserta OSN 2017 lebih banyak berasal dari pelosok Jambi dibandingkan kota. Bahkan, berasal dari daerah yang belum terjangkau listrik. Artinya, anak-anak kita mempunyai potensi yang sama. Tinggal bagaimana kita mendorong mereka agar bisa berkompetensi dan percaya diri sehingga bisa bersaing dengan mereka yang bersekolah di tempat bagus dan favorit. Mudah-mudahan itu pertanda baik bahwa mutu pendidikan di Jambi sudah mulai merata.

Untuk pelayanan, kami sudah menyiapkan media pembelajaran secara online. Sedangkan di dusun-dusun yang tidak ada fasilitas jaringan dan listrik, kita sediakan offline. Sehingga semua punya kesempatan belajar yang sama. Dwi Riyanto

K

emampuan motorik perlu, tapi penting juga membentuk kemampuan berpikir sebagai kebutuhan abad 21. Kalau bisa berpikir, kita bisa menyelesaikan banyak hal, sementara skill itu terbatas. Teknologi itu berubah, segala macam berubah.

Bebras memberikan pendekatan kepada anak-anak untuk berpikir menyelesaikan persoalan yang disajikan secara menyenangkan. Jadi bukan menakutkan. Billy Antoro

Foto : Dwi Riyanto

Foto : Billy Antoro

(30)

30

MAJALAH SAINS JULI 2017 INSPIRASI

Inspirasi dari Naufal

P

ada Mei 2017 lalu, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan penemuan listrik yang berasal dari pohon kedondong. Penemuan tersebut dalam dunia sains mungkin terkesan biasa. Sebab, dunia sains tidak lepas dari eksperimen-eksperimen untuk menghasilkan penemuan baru. Namun, penemuan itu terasa luar biasa karena ditemukan oleh seorang siswa kelas IX Madrasah Tsanawiyah Negeri Langsa, Aceh, bernama Naufal Raziq.

Naufal melakukan penelitian tersebut bukan untuk memenuhi tugas sekolahnya, melainkan keterdesakan dirinya melawan keterbatasan situasi. Di Langsa, listrik belum bisa mengalir selama 24 jam. Akibatnya, Naufal sangat sulit belajar di malam hari.

Usaha Naufal dapat bermakna ganda. Di satu sisi, ia berhasil membuktikan agar manusia jangan pernah menyerah dengan keadaan. Ia berhasil memberikan inspirasi kepada pelajar Indonesia yang berada pada kondisi yang sama, tinggal di daerah terpencil dengan segala kekurangan sarana dan prasarana.

Penemuan Naufal sebenarnya juga dapat dikatakan sebuah tamparan keras

bagi ilmuwan sains tanah air. Naufal membuktikan bahwa ilmuwan sains di Indonesia belum membumi secara gagasan dan membuat aksi nyata di masyarakat.

Ada jarak yang terpisah antara ilmuwan dan masyarakat. Para ilmuwan memandang masalah yang ada melalui perpustakaan. Mereka layaknya berdiri di menara gading. Ini tentu masalah serius bagi pendidikan Indonesia. Ada keengganan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Lalu, apa gunanya berpikir kalau terlepas dari masalah kehidupan?

Semestinya, keilmuan mereka dipertanggungjawabkan dan ditujukan kepada masyarakat. Sebab, masyarakat secara tidak langsung telah memenuhi sarana-prasarana penelitian dengan membayar pajak kepada negara.

Dengan hasil penelitian Naufal, semestinya para ilmuwan harus membuktikan kepada masyarakat bahwa keilmuan mereka dapat menjawab permasalahan yang ada. Sebab, fungsi pendidikan, menurut Tan Malaka, salah satu pendiri bangsa, mestinya dapat mempertajam otak dan memperhalus perasaan.*

(31)
(32)

Sampai Jumpa

pada

OSN XVII

Tahun 2018

Referensi

Dokumen terkait

4, Pematangsiantar, Pokja Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah telah melaksanakan Penjelasan di website www.lpse.pematangsiantarkota.go.id untuk:.. Nama Pekerjaan : Kajian

Sanayi Devrimi Ürünleri ve Dolmabahçe Sarayı’nm Ya­ pımı: Osmanlı İmparatorluğu'ndaki sanat ve tasarımın deği­ şimi açısından, 1851 yılında Londra’da

Sub Direktorat Statistik Harga Konsumen Jl..

(3) penerapan strategi layanan bimbingan dan konseling dalam meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual peserta didik SMP Islam Hidayatullah Semarang, dalam

Suatu kultur yang sangat formal dan terstruktur, dimana segala sesuatu yang dilakukan adalah beradasarkan prosedur-prosedur yang sudah ditentukan. Kultur ini melakukan

Tersangkut Mualim I Saudara Suria Asih sebagai penanggung jawab pengaturan muatan dalam melaksanakan tugasnya tidak melalui proses perencanaan muat ( Stowage Plan )

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data timbulan dan komposisi sampah domestik di Kabupaten Tanah Datar serta dapat membandingkan perbedaan timbulan dan komposisi

Di pulau Wawonii, tercatat 73 jenis tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat setempat sebagai bahan obat tradisional dan perawatan paska persalinan. Tiga jenis di antara