PENGARUH SHARED VALUES, COMMUNICATION DAN
OPPORTUNISTIC BEHAVIOR CONTROL TERHADAP TRUST
DAN DAMPAKNYA PADA CUSTOMER LOYALTY
SISTEM E-COMMERCE DI SURABAYA
SKRIPSI
Oleh :
WISNU TRIASTOMO
0412010009 / EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
PENGARUH SHARED VALUES, COMMUNICATION DAN
OPPORTUNISTIC BEHAVIOR CONTROL TERHADAP TRUST
DAN DAMPAKNYA PADA CUSTOMER LOYALTY
SISTEM E-COMMERCE DI SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Untuk Menyusun Skripsi S-1 Jurusan Manajemen
Oleh :
WISNU TRIASTOMO
0412010009 / EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
i
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapt menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Shared Values, Communication dan Opportunistic
Behavior Control Terhadap Trust dan Dampaknya Pada Customer Loyalty Sistem
E-Commerce di Surabaya”
Penulisan skripsi ini adalah salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Manajemen pada Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini tidak akan terselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada ini pula penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP., selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin N, MM., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS., selaku Ketua Program Studi Manajemen Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Drs. Ec. Eko Purwanto, MM., selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa meluangkan waktunya guna memberi pengarahan dan bimbingan guna membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
ii Nasional ”Veteran” Jawa Timur.
7. Bapak, Ibu dan keluargaku yang selalu mendukung penulis baik moral maupun materiil serta kasih sayang yang selalu memberi semangat kepada penulis.
8. Semua pihak yang telah membantu penulisa selama penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu perasatu.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca lain, bisa digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
Surabaya, Mei 2010
iii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
ABSTRAKSI ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Penelitian Terdahulu ... 9
2.2. Landasan Teori ... 10
2.2.1. Pengertian Internet ... 10
2.2.1.1.Fungsi dan Kemampuan Internet ... 10
2.2.1.2.Manfaat Internet ... 12
2.2.2. Bisnis Melalui Internet ... 12
2.2.2.1.E- Commerce ... 12
2.2.2.2.Sistem Aplikasi E-Commerce ... 14
iv
2.2.5. Communicatioan ... 20
2.2.6. Opportunistic Behavior Control ... 19
2.2.7. Trust ... 20
2.2.7.1.Pengertian Trust ... 20
2.2.7.2.Technology Orientation ... 23
2.2.7.3.Reputation ... 23
2.2.7.4.Perceived Risk ... 24
2.2.8. Customer Loyalty ... 24
2.2.9. Pengaruh Shared Values Terhadap Trust Pelanggan ... 28
2.2.10.Pengaruh Communication Terhadap Trust Pelanggan .. 28
2.2.11.Pengaruh Opportunistic Behavior Control Terhadap Trust Pelanggan ... 30
2.2.12.Pengaruh Trust Terhadap Customer Loyalty Pelanggan . 31 2.3. Kerangka Konseptual ... 31
2.4. Hipotesis ... 33
BAB III METODE PENELITIAN ... 34
3.1. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel ... 34
3.1.1. Definisi Operasional ... 34
3.1.2. Pengukuran Variabel ... 37
3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 38
3.2.1. Obyek Penelitian ... 38
v
3.3.1. Jenis Data ... 39
3.3.2. Sumber Data ... 40
3.4. Teknik Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 41
3.4.1. Uji Asumsi Model (Structural Equation Modeling) ... 41
3.4.2. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal ... 43
3.4.3. Pengujian Model dengan One-Step Approach ... 43
3.4.4. Evaluasi Model... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 46
4.1.1. Perkembangan E- Commerce di Indonesia ... 46
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 48
4.2.1. Gambaran Umum Keadaan Responden ... 48
4.2.2. Deskripsi Variabel Shared Values (X1 4.2.3. Deskripsi Variabel Communication (X ) ... 50
2 4.2.4. Deskripsi Variabel Opportunistic Behavior Contorl (X ) ... 51
3 4.2.5. Deskripsi Variabel Trust (Y) ... 53
) 52
4.2.6. Deskripsi Variabel Customer Loyalty (Z) ... 54
4.3. Deskripsi Hasil Analisis Dan Uji Hipotesis ... 55
4.3.1. Uji Normalitas Sebaran dan Linieritas ... 55
4.3.2. Evaluasi atas Outlier ... 56
vi
4.3.5. Pengujian Model Dengan One-Step Approach ... 61
4.3.6. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal ... 63
4.4. Pembahasan ... 64
4.4.1. Pengaruh Shared Values Terhadap Trust Pelanggan ... 65
4.4.2. Pengaruh Communication Terhadap Trust Pelanggan . 65 4.4.3. Pengaruh Opportunistic Behavior Control Terhadap Trust Pelanggan ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69
5.1. Kesimpulan ... 69
5.2. Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA
vii
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis kelamin ... 48
Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 49
Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 49
Tabel 4.4. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Shared Values (X1) ... 50
Tabel 4.5. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Communication (X2) ... 51
Tabel 4.6. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Opportunistic Behavior Control (X3) ... 52
Tabel 4.7. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Trust (Y) . 53 Tabel 4.8. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Customer Loyalty (Z) ... 54
Tabel 4.9. Hasil Pengujian Normalitas ... 56
Tabel 4.10. Hasil Pengujian Outlier Multivariate ... 57
Tabel 4.11. Faktor Loading dan Konstruk dengan Confirmatory Factor Analysis ... 58
Tabel 4.12. Pengujian Reliability Consistency Internal ... 59
Tabel 4.13. Construct Reliability & Variance Extrated ... 61
Tabel 4.14. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices ... 62
viii
x
Wisnu Triastomo
ABSTRAKSI
Internet merupakan media yang paling ekonomis untuk digunakan sebagai basis sistem informasi. Hubungan antar komputer di internet dilakukan dengan menghubungkan diri ke link terdekat, sehingga hubungan fisik biasanya bersifat lokal. Perangkat lunak untuk mengembangkan sistem informasi berbasis internet secara murah dan bahkan gratis. Dalam transaksi ekonomi terdapat interaksi antara penjual dengan pembeli untuk memperkuat hubungan jangka panjang antara penjual dan pembeli begitu juga dalam transaksi e-commerce, pihak perusahaan berusaha untuk membangun dan menjaga hubungan atau ikatan jangka panjang dengan pelanggannya. Dalam e-commerce, adanya pemisahan secara fisik antara perusahaan dengan konsumennya dan tidak adanya interaksi secara fisik antara konsumen dengan karyawan perusahaan dalam e-commerce menyebabkan situasi yang unik, sehingga kepercayaan dari konsumen adalah yang terpenting bagi perusahaan. Tujuan penelitian ini untuk Menguji dan membuktikan serta menganalisis pengaruh shared values, communication, opportunistic behavior control, terhadap trust serta dampaknya terhadap customer loyalty pada sistem e-commerce.
Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modeling (SEM). Variabel penelitian adalah shared values (X1), communication (X2), opportunistic behavior control (X3), trust (Y) dan customer loyalty (Z). Populasi penelitian adalah orang yang menggunakan sistem e-commerce di Surabaya, dengan jumlah sampel yang sudah ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling sebanyak 130 responden.
Berdasarkan hasil pengujian dapat ditarik kesimpulan bahwa shared values, communication dan opportunistic behavior control berpengaruh positif signifikan terhadap trust dan trust berpengaruh posirtif dan signifikan terhdap customer loyalty sistem e-commerce di Surabaya terbukti dan dapat diterima kebenarannya.
1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Internet merupakan media yang paling ekonomis untuk digunakan sebagai basis sistem informasi. Hubungan antar komputer di internet dilakukan dengan menghubungkan diri ke link terdekat, sehingga hubungan fisik biasanya bersifat lokal. Perangkat lunak untuk mengembangkan sistem informasi berbasis internet secara murah dan bahkan gratis.
Dalam transaksi ekonomi terdapat interaksi antara penjual dengan pembeli untuk memperkuat hubungan jangka panjang antara penjual dan pembeli begitu juga dalam transaksi e-commerce, pihak perusahaan berusaha untuk membangun dan menjaga hubungan atau ikatan jangka panjang dengan pelanggannya. Dalam e-commerce, adanya pemisahan secara fisik antara perusahaan dengan konsumennya dan tidak adanya interaksi secara fisik antara konsumen dengan karyawan perusahaan dalam e-commerce menyebabkan situasi yang unik, sehingga kepercayaan dari konsumen adalah yang terpenting bagi perusahaan (Mukherjee dan Nath 2003).
computer individual dan organisasi di seluruh dunia. Setidaknya ada enam alasan mengapa teknologi internet begitu populer. Keenam alasan tersebut adalah internet memiliki konektivitas dan jangkauan yang luas; dapat mengurangi biaya komunikasi; biaya transaksi yang lebih rendah; dapat mengurangi biaya agency; interaktif, fleksibel, dan mudah; serta memiliki kemampuan untuk mendistribusikan pengetahuan secara cepat (Rofiq, 2007:1).
Alasan-alasan di atas menyebabkan Internet menjadi media elektronik yang populer untuk menjalankan bisnis, yang kemudian dikenal dengan istilah electronic commerce atau e-commerce. Amazon.com dan e-bay adalah contoh perusahaan yang sukses melakukan perdagangan secara elektronik melalui jaringan internet. (McKnight et al., 2002)
Kepercayaan (trust) menjadi katalisator bagi transaksi penjual dan pembeli yang membuat konsumen memiliki harapan besar untuk puas terhadap hubungan tukar-menukar tersebut (Pavlou, 2003). Kepercayaan (trust) terhadap electronic vendor menentukan putusan konsumen untuk melakukan hubungan penyedia bisnis e-commerce (Friedman et al. 2000). Kekurang-percayaan terhadap web vendor akan menghalangi konsumen menggunakan produk web vendor (Bhattacherjee, 2002).
Untuk membangun hubungan jangka panjang dengan pelanggannya maka perusahaan harus selalu berkomunikasi dengan pelanggannya sehingga pelanggan merasa aman dan percaya terhadap perusahaan tersebut karena pelanggan dapat dengan mudah memperoleh informasi yang mereka inginkan dari perusahaan tersebut. Pada tahap dimana suatu website dapat mempertinggi komunikasi sosialnya yang meliputi openness, speed of response dan quality of information akan mempengaruhi kemampuan situs tersebut untuk memenuhi kebutuhan pengguna internet (Mukherjee dan Nath 2003).
Opportunistic behaviour dapat terjadi dalam transaksi e-commerce
dibandingkan pelanggan sehingga pihak perusahaan bisa dengan mudah memberikan informasi yang tidak lengkap maupun informasi yang tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Konsumen yang tidak mendapatkan informasi yang lengkap tentang kualitas suatu produk, seringkali kehilangan kepercayaan (trust) untuk melakukan transaksi online, karena itu harus ada opportunistic behaviour control. Berikut ini adalah tabel pengguna Internet di beberapa negara.
Tabel. Pengguna Internet di beberapa negara sampai dengan 2008 (dalam juta)
No Negara Penduduk Pengguna
Internet % Pengguna
1 Amerika Serikat 279 149 54
http://www.commerce.net/parapembeli/pembelanja belum menaruh kepercayaan kepada e-commerce, mereka tidak dapat menemukan apa yang mereka cari di e-commerce, belum ada cara yang mudah dan sederhana untuk membayar. Di samping itu, surfing di e-commerce belum lancar betul. Pelanggan ecommerce masih takut ada pencuri kartu kredit, rahasia informasi personal mereka menjadi terbuka, dan kinerja jaringan yang kurang baik. Umumnya pembeli masih belum yakin bahwa akan menguntungkan dengan menyambung ke Internet, mencari situs shopping, menunggu download gambar, mencoba mengerti bagaimana cara memesan sesuatu, dan kemudian harus takut apakah nomor kartu kredit mereka diambil oleh hacker.
Di Indonesia transaksi bisnis melalui internet menjadi suatu fenomena bisnis baru. Banyak situs yang menawarkan barang atau jasa via internet seperti www.studiohandphone.com dan www.globalteleshop.com yang menjual telepon seluler, www.bhinneka.com dan www.glodokshop.com yang menjual komputer dan barang-barang elektronik. Bahkan perusahaan perbankan seperti Bank Mandiri, BCA, Bank Niaga, Lippo Bank, Bank Mega dan Bank Danamon menawarkan jasa perbankan via internet yang disebut dengan e-banking. Electronic commerce merupakan penggunaan jaringan komputer untuk melakukan Loyalitas Pelanggan (customer loyalty) dan penjualan barang, jasa dan informasi secara elektronis.
kerentanan (vulnerable). Software bug, hardware bug, serangan cracker dan hacker merupakan sumber kerentanan sistem internet yang dapat memicu kegagalan sistem dan kerusakan. Jarak jauh yang memisahkan konsumen dan situs belanja dan infrastruktur internet menghasilkan ketidakpastian dalam bertransaksi sehingga pelanggan memiliki risiko kehilangan uang dan privasinya.
Gambar. Pengguna Internet di Indonesia (2008)
Sumber : www.apjii.or.id
Untuk mendapatkan kepercayaan (trust) pelanggan terhadap e-commerce, perusahaan terlebih dahulu harus mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan pelanggan (customer trust) terhadap e-commerce. Dengan semakin banyaknya jumlah perusahaan yang menawarkan
ketertarikan penulis untuk mengadakan penelitian dengan judul : “Pengaruh
Shared Values, Communication dan Opportunistic Behavior Control
Terhadap Trust dan Dampaknya Pada Customer Loyalty Sistem
e-commerce di Surabaya”
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah yang dapat diambil adalah:
1.Apakah shared values berpengaruh terhadap trust pada sistem e-commerce di Surabaya ?
2.Apakah communication berpengaruh terhadap trust pada sistem e-commerce di Surabaya ?
3.Apakah opportunistic behavior control berpengaruh terhadap trust pada sistem e-commerce di Surabaya ?
4.Apakah trust berpengaruh terhadap customer loyalty pada sistem e-commerce di Surabaya ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penyusunan penilitian ini adalah:
1.Menguji dan membuktikan serta menganalisis pengaruh shared values terhadap trust pada sistem e-commerce di Surabaya
3.Menguji dan membuktikan serta menganalisis pengaruh opportunistic behavior control terhadap trust pada sistem e-commerce di Surabaya
4.Menguji dan membuktikan serta menganalisis pengaruh trust terhadap customer loyalty pada sistem e-commerce di Surabaya
1.4. Manafaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk menerapkan teori–teori dan mengembangkan wawasan yang diperoleh selama studi sehingga dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan.
2. Bagi Akademik
Sebagai referensi penelitian oleh peneliti lain dan sebagai darma bakti terhadap UPN “Veteran” Jatim dan Fakultas Ekonomi.
3. Bagi Perusahaan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Penelitian Mukherjee dan Nath (2003) dikembangkan berdasarkan teori commitment-trust yang sangat terkenal dari Morgan dan Hunt (1994). Penelitian yang dilakukan oleh Mukherjee dan Nath (2003) menemukan bahwa shared value adalah faktor yang paling mempengaruhi keepercayaan konsumen dan berpengaruh positif terhadap trust yang diikuti oleh opportunistic behaviour yang berhubungan negatif dengan trust dan communication yang berhubungan positif terhadap trust. Shared
value juga faktor yang paling mempengaruhi commitment yang diikuti oleh trust. Privacy, speed of response, regulatory control, reputation, degree and length of association merupakan faktor yang paling tinggi pengaruhnya dalam konstruk shared value, communication, opportunistic behaviour, trust dan commitment
value, communication, opportunistic behavior control mempengaruhi
trust dan trust, satisfaction, brand reputation, switching cost mempengaruhi loyalty.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Pengertian Internet
Menurut Widjajanto (2001) dalam bukunya Sistem Informasi Akuntansi Internet adalah suatu jaringan internasional dari berbagai jaringan yang menghubungkan puluhan juta penduduk pada lebih dari seratus Negara sehingga merupakan lalulintas informasi yang luar biasa di bumi.
Internet adalah medium yang digunakan untuk mendistribusikan informasi tentang apa saja oleh siapa saja dan dari mana saja untuk siapa saja dalam bentuk digital yang ketersediaannya tidak memiliki batasan khusus. (Proboyekti, 2007).
Menurut Hopwood (2006, 82), internet adalah jalur elektronik yang terdiri dari berbagai standard an protocol yang memungkinkan computer dilokasi manapun untuk saling berkomunikasi.
2.2.1.1.Fungsi dan Kemampuan Internet
untuk promosi. Masing-masing aspek tersebut akan diuraikan sebagai berkut:
1. Kemampuan Komunikasi
Kemampuan ini memberikan fasilitas kepada penggunanya untuk melakukan komunikasi dengan pihak lain di berbagai Penjuru dunia fasilitas electronic mail (E-mail) memberikan peluang kepada pengguna untuk mengirim pesan, sehingga para pengusaha diseluruh dunia dapat memperlancar transaksi bisnis. Selain itu, internet juga memberikan fasilitas untuk mengobrol (chatting) membahas berbagai topic yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak dimanapun berada. (Widjajanto, 2001: 182)
2. Kemampuan Menyediakan Informasi
Internet terhubung dengan ratusan catalog perpustakaan, sehingga pengguna internet dapat meneliti ribuan database yang terbuka untuk umum melalui jaringan tersebut yang disediakan oleh perusahaan, pemerintah ataupun organisasi nirlaba. Pengguna internet dapat mempergunakan informasi untuk berbagai keperluan bisnisnya, sehingga bisa mengetahui kondisi lingkungan termasuk pesaing dan perkembangan kepentingan para stakeholder.
3. Mempermudah Promosi
bahasa hiperteks sehingga terhubung secara dinamis dengan dokumen lainnya. Dengan menggunakan kemampuan ini, perusahaan dapat menampilkan iklan di internet sehingga bisa dibaca setiap pengunjung jaringan tersebut (e-dagang).
2.2.1.2. Manfaat Internet
Menurut Emasria (2006) manfaat yang didapat dari internet adalah: 1. Menghemat biaya komunikasi
2. Meningkatkan kemampuan komunikasi 3. Mempercepat penyebaran pengetahuan 4. Meningkatkan layanan pada pelanggan 5. Memperlancar promosi dan penjualan
2.2.2. Bisnis Melalui Internet
2.2.2.1. E- commerce
Electronic commerce didefinisikan beragam oleh para peneliti.
Pada penelitian ini, penulis mengambil definisi electronic commerce yang dikemukakan oleh Urbaczewski et al. (2002) yakni penggunaan jaringan komputer untuk melakukan penjualan dan pembelian barang, jasa atau informasi secara elektronis dengan para suplier, konsumen atau kompetitor atau antar konsumen. Definisi ini membutuhkan dua persyaratan agar suatu perniagaan dapat disebut sebagai electronic commerce. Syarat pertama: perniagaan dilakukan secara online dan kedua, adanya pertukaran nilai (exchange value).
mendukung akumulasi data, manipulasi atau komunikasi. Jaringan komputer yang digunakan dalam bertransaksi berupa jaringan terbuka seperti internet ataupun jaringan privat yang tertutup seperti intranet yang hanya dapat digunakan oleh kalangan tertentu yang diizinkan pengelola jaringan. Fokus penelitian ini adalah perniagaan secara elektronik pada jaringan internet. (Cowles et al. 2002).
Pertukaran nilai (exchange value) yang dilakukan melalui electronic commerce melibatkan hal yang berkaitan dengan barang, jasa,
informasi, uang, waktu dan kenyamanan. Perusahaan manufaktur, distributor ataupun pedagang eceran dapat menjual produknya melalui internet. Bila produk berupa barang digital (misal: software atau musik) dapat juga dijual melalui internet. Demikian pula suatu bank dapat memberikan pelayanan kepada konsumennya untuk membayar tagihan atau memperbaiki data pribadinya dengan menggunakan jaringan internet. (Cowles et al. 2002).
Ada tiga elemen berbeda yang ditemui di e-commerce. Pertama, vendor yakni organisasi atau orang yang menjual barang atau jasa secara elektronik. Mereka disebut electronic vendor atau e-vendor. Kedua, konsumen yang menggunakan jasa elektronik untuk mencari informasi, memesan jasa atau membeli produk. Ketiga, teknologi berupa perangkat keras (komputer, internet, telepon seluler), perangkat lunak yang dapat digunakan untuk bertransaksi (Cowles et al. 2002).
business (B2B) e-commerce akan melakukan pertukaran bisnis antar organisasi bisnis di pasar online tersebut. Sedang pasar yang dituju e-vendor yang bergerak di business to consumer (B2C) e-commerce adalah
konsumen akhir yang akan mengkonsumsi barang atau jasa yang dibeli. Riset ini akan memfokuskan trust yang ada di business to consumer (B2C) e-commerce.
2.2.2.2. Sistem Aplikasi E-Commerce
Murthy (2004) mengklasifikasikan sistem electronic commerce sebagai sistem informasi akuntansi yang real time dan berbasis internet online. Sistem informasi akuntansi menurut Wilkinson et al. (2001) adalah kesatuan struktur pada suatu entitas bisnis yang menggunakan sumber daya fisik dan komponen lainnya untuk mengubah data ekonomi menjadi informasi akuntansi dengan tujuan memuaskan kebutuhan informasi bagi berbagai pengguna.
(Raharja dkk, 2001). Jaringan komputer yang terdistribusi seperti LAN, WAN dan juga internet yang digunakan untuk e-commerce membutuhkan kontrol dan keamanan yang lebih kompleks, sehingga akuntan terutama fungsi internal audit perlu untuk mengevaluasi lingkungan pengendalian yang relevan dengan jaringan atau web servernya (Wilkinson et al., 2000).
2.2.3. Trust Di Electronic Commerce
Mengadopsi istilah yang digunakan Jarvenpaa dan Tractinsky (1999) penulis mendefinisikan kepercayaan (trust) di sistem e-commerce sebagai kesediaan konsumen untuk bergantung pada penjual dan melakukan tindakan pembelian walaupun penjual dapat dengan mudah merugikan konsumen.
Trust adalah suatu harapan bahwa pihak yang telah dipercaya tidak akan berlaku curang dengan mengambil keuntungan pribadi dalam situasi tertentu (Gefen et al. 2003). Trust merupakan keyakinan bahwa masing-masing pihak saling bergantung dan saling membutuhkan (Kumar et al. 1995). Trust berkaitan dengan keyakinan bahwa pihak yang dipercaya akan memenuhi komitmennya (Luhman, 1979 dan Rotter, 1971 dalam Gefen et al. 2003).
Jarak jauh yang memisahkan konsumen dan situs belanja dan infrastruktur internet menghasilkan ketidakpastian dalam bertransaksi dengan e-vendor sehingga pelanggan memiliki risiko kehilangan uang dan privasinya (Pavlou, 2003). Ketidak-pastian sosial dan risiko dengan electronic vendor (e-vendor) menjadi tinggi karena perilaku e-vendor
2003). Kurangnya rasa percaya menjadi alasan utama konsumen untuk tidak berhubungan dengan situs e-commerce (Keen dalam Pavlou, 2003). Ketidakpastian yang melekat di electronic commerce membuat para peneliti berargumen bahwa membangun kepercayaan (trust) dan memperkecil risiko menjadi faktor paling penting dalam bertransaksi di electronic commerce (Pavlov, 2003, Gefen et al. 2003, Jarvenpa dan
Tractinsky, 1999, McKnight, 2002). Penelitian-penelitian sebelumnya dengan seting luar negeri telah membuktikan bahwa trust terhadap situs e-commerce akan menimbulkan niatan untuk membeli.
Menurut Schneider (2003), e-dagang memberikan peluang kepada para pembisnis untuk mengetahui informasi bisnis baru dimana dianya beroperasi. Ini memberi perkembanganyang sehat diantara pembisnis untuk membicarakansegala maslaah yang berkaitan dengannya dan system e-dagang juga meningkatkan kecepatan dan ketepatan bisnis selanjutnya juga merendahkan cost transaksi.
2.2.4. Shared Value
data-data pribadi mereka di dalam aktivitas online (Swaminathan et al. 1999). Dalam transaksi online, ada resiko hilangnya kerahasiaan, yang merupakan faktor yang signifikan dalam membangun kepercayaan (Culnan dan Armstrong 1999). Novak et al. (1999) mengungkapkan bahwa kekhawatiran yang utama mengenai kerahasiaan data-data pribadi bagi pengguna online banking adalah pelanggaran kebebasan pribadi dan kurangnya kerahasiaan, dimana ada penyalahgunaan dan kurangnya pengendalian terhadap kerahasiaan informasi dalam transaksi. Dengan adanya keyakinan pengguna dan bank terhadap nilai privacy maka privacy adalah indikator untuk mengukur shared value, b) Security. Menurut Jones dan Vijayasarathy (1998), konsumen percaya bahwa saluran pembayaran di internet tidak aman. Hal ini mengurangi kepercayaan konsumen, sehingga mereka malas melakukan transaksi online banking (Mukherjee dan Nath 2003).
Di Indonesi adanya situs klikbca.com yang bukan milik BCA akan tetapi dibuat menyerupai klikbca.com (typosquatter) merupakan fakta yang menodai e-commerce di Indonesia dan jika masalah ini tidak diatasi, maka kepercayaan masyarakat akan amannya transaksi e-commerce menjadi luntur dan menyebabkan layanan ini dihindari (Raharjo 2002) dan c) Ethics. Nilai-nilai etika menjelaskan kesempatan bank untuk memberikan informasi produk yang tidak lengkap atau membocorkan informasi pribadi dari konsumennya dan menjual informasi itu pada pihak lain (Mukherjee dan Nath 2003). Dengan tujuan untuk mengurangi timbulnya resiko terhadap kejujuran, penyedia jasa e-commerce harus mempertimbangkan nilai-nilai etika secara serius (Shergill dan Li 2005).
hokum dan peraturan perbankan dapat membangun kepercayaan mengenai kemanan dan kerahasiaan informasi. Pengguna dan bank memiliki keyakinan mengenai nilai-nilai etika yang baik dalam e-commerce sehingga ethics juga digunakan sebagi indikator untuk mengukur shared value.
2.2.5. Communication
Menurut Anderson dan Narus (1990) yang dikutip oleh Mukherjee dan Nath (2003), communication dapat didefinisikan sebagai “pembagian informasi yang berarti dan tepat waktu baik secara resmi maupun tidak resmi. Morgan dan Hunt (1994) berpendapat persepsi mitra bisnis bahwa communication masa lalu dari pihak lain yang relevan, tepat waktu dan
dapat dipercaya akan semakin meningkatkan trust. Penelitian yang dilakukan oleh Gefen dan Straub (2001) menemukan bahwa communication manusia dengan mesin, atau setidaknya trust bahwa sistem elektronik mempunyai karakteristik sosial, sangat penting untuk membangun kepercayaan konsumen online. Semakin tinggi tingkat komunikasi sosial yang ditampilkan oleh suatu website bank, semakin besar pengaruhnya pada trust konsumen dan meningkatkan kemungkinan konsumen melakukan
Kepercayaan didapatkan melalui keterbukaan dalam komunikasi yang secara spesifik melibatkan konsumen perseorangan dan hubungan mereka dengan bank (Mukherjee dan Nath 2003), 2) Speed of Response. Menurut Shergill dan Li (2005), tanpa menggunakan cara berkomunikasi yang tepat, e-commerce tidak dapat membangun hubungan yang baik dengan penggunanya dan hasil penelitian yang dilakukan Shergill dan Li (2005) menunjukkan bahwa konsumen mempertimbangkan speed of response dengan serius ketika berkomunikasi dengan penyedia layanan e-commerce dan 3) Quality of Information. Industri e-commerce juga harus terbuka dan menyediakan informasi yang berkualitas tinggi untuk konsumennya (Shergill dan Li 2005).
2.2.6. Opportunistic Behaviour Control
Menurut Williamson (1975) yang dikutip oleh Mukherjee dan Nath (2003), opportunistic behavior didefinisikan sebagai pencarian akan kemungkinan seseorang termakan tipu muslihat ketika melakukan suatu transaksi. Opportunistic Behaviour Control berperan sebagai faktor penting yang mempengaruhi kepercayaan (Shergill dan Li 2005). Shergill dan Li (2005) mengkonsepkan regulatory control dan asymmetry information control sebagai indikator untuk mengukur opportunistic behaviour control.
1) Regulatory Control Ketika konsumen menggunakan online banking, mereka memperkirakan tingkat keepercayaan diri mereka atas mekanisme regulatory control di dunia virtual (Mukherjee dan Nath 2003). Ada website
Karena perkembangan e-commerce yang cepat menyebabkan timbulnya resiko yang sama dengan keuntungan yang didapatkan, regulatory control menampilkan fungsi identifikasi, pengukuran, pengoperasian e-commerce untuk memperkuat keamanan lingkungan saat melakukan aktivitas keuangan melalui internet (Shergill dan Li 2005), 2) Asymmetry Information Control. Terdapat Information asymmetry pada kelengkapan informasi suatu
produk, yaitu informasi yang lengkap tentang kualitas produk yang sulit didapatkan di dalam lingkungan virtual (Ba 2001). Konsumen yang tidak mendapatkan informasi yang lengkap tentang kualitas suatu produk, seringkali kehilangan kepercayaaan untuk melakukan transaksi online (Ba 2001).
2.2.7. Trust
2.2.7.1.Pengertian Trust
Kepercayaan (trust) didefinisikan oleh Moorman,et.al. (2003 : 82) sebagai keinginan untuk mempercayakan pertukaran kemitraan yang diantaranya harus mempunyai confidence. Kepercayaan (trust) secara umum dipandang sebagai unsur yang mendasar bagi keberhasilan relationships tidak akan bertahan dalam jangka waktu yang panjang, hal ini sesuai dengan definisi Moorman,et.al. (2003 : 82),”Bahwa kepercayan adalah suatu rasa percaya kepada mitra dimana seseorang berhubungan (berkerjasama)”.
Morgan dan Hunt dalam Jasfar (2002), berpendapat bahwa “trust is a willingness to rely on an exchange partner in whom one has convidence”.
kepercayaan “as a perceived credibility and benevolence of a target of trust”. Kepercayaan menyangkut kredibilitas mitra sekaligus harapan
terhadapnya dan secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
Menurut Morgan dan Hunt dalam Jasfar (2002 : 69), menjelaskan bahwa kepercayaan timbul karena adanya suatu rasa percaya kepada pihak lain yang memandang mempunyai kualitas yang dapat mengikat dirinya seperti tindakan yang konsisten, kompeter, jujur, adil, bertanggung jawab, suka membantu, dan rendah hati. Apabila kepercayaan sudah terjalin antara pelanggan dan perusahaan, maka usaha membinanya lebih mudah.
Pandangan-pandangan tersebut menyatakan bahwa, tanpa adanya vulnerability, trust tidak diperlukan karena hasilnya tidak berkaitan bagi
trustor. Pandangan tersebut konsisten dengan pendapat Deutsch dalam
Moorman, Deshpande, dan Zaltman (2003) yang menyatakan “trust is actions that increase one’s vulnerability to another”.
Kedua, definisi tersebut digambarkan dalam pandangan klasik bahwa trust merupakan harapan umum yang dipertahankan oleh individu yang ucapan dari satu pihak lainnya dapat dipercaya. Morgan dan Hunt (2004; 23) mendefinisikan “trust as the perception of confidence in the exchange partner’s reliability and integrity.”
yang negative.mereka menyatakan “the firms belief that another company will perform action that will result in positive outcomes for the firm as well
as not take unexpected actions that results in negative outcomes.”
Trust adalah suatu harapan bahwa pihak yang telah dipercaya tidak
akan berlaku curang dengan mengambil keuntungan pribadi dalam situasi tertentu (Gefen et al. 2003). Trust merupakan keyakinan bahwa masing-masing pihak saling bergantung dan saling membutuhkan (Kumar et al. 1995). Trust berkaitan dengan keyakinan bahwa pihak yang dipercaya akan memenuhi komitmennya (Luhman, 1979 dan Rotter, 1971 dalam Gefen et al. 2003).
Jarak jauh yang memisahkan konsumen dan situs belanja dan infrastruktur internet menghasilkan ketidakpastian dalam bertransaksi dengan e-vendor sehingga pelanggan memiliki risiko kehilangan uang dan privasinya (Pavlou, 2003). Ketidak-pastian sosial dan risiko dengan electronic vendor (e-vendor) menjadi tinggi karena perilaku e-vendor tidak
dapat dimonitor (Reichheld dan Schefter 2000 dalam Gefen et al. 2003). Kurangnya rasa percaya menjadi alasan utama konsumen untuk tidak berhubungan dengan situs e-commerce (Keen dalam Pavlou, 2003).
Ketidakpastian yang melekat di electronic commerce membuat para peneliti berargumen bahwa membangun kepercayaan (trust) dan memperkecil risiko menjadi faktor paling penting dalam bertransaksi di electronic commerce (Pavlov, 2003, Gefen et al. 2003, Jarvenpa dan
Berbagai penelitian mengenai trust di sistem e-commerce telah mengindentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi trust diantaranya situational normality belief, calculative based-belief, perceived size,
cognition based trust.
2.2.7.2.Technology Orientation
Besarnya kepercayaan konsumen terhadap sistem elektronik berkaitan dengan besarnya kepercayaan mereka terhadap online banking (Lee dan Turban 2001). Ketika konsumen memperkirakan faktor kepercayaan, beberapa persoalan muncul dalam pikiran mereka dan salah satu persoalan tersebut adalah kesesuaian kemampuan dari sistem elektronik tersebut dengan harapan konsumen (Mukherjee dan Nath 2003). Konsumen menggunakan beberapa ukuran seperti kecepatan akses, apakah jaringannya dapat dipercaya, sistem navigasi untuk mengevaluasi transaksi-transaksi elektronik (Lee dan Turban 2001). Orientasi konsumen terhadap teknologi dari komunikasi elektronik dan internet seringkali mewakili kepercayaan mereka dalam e-commerce (Mukherjee dan Nath 2003) sehingga technology orientation merupakan indikator dari kepercayaan
2.2.7.3.Reputation
memiliki reputasi yang jelek, mereka akan malas menggunakan website bank tersebut. Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa reputation dapat digunakan untuk mengukur kepercayaan.
2.2.7.4.Perceived Risk
Besarnya persepsi konsumen mengenai resiko mempengaruhi besarnya kepercayaan mereka terhadap online bank dan sistem dari online bank tersebut sehingga ketika memproses informasi online, konsumen sering menganggap bahwa ada resiko yang tinggi walaupun resiko tersebut sebenarnya rendah (Mukherjee dan Nath 2003). Konsumen online yang lebih berpengalaman mempunyai lebih banyak informasi mengenai online banking sehingga mereka beranggapan resikonya rendah dan karena itu mereka mempunyai kepercayaan yang lebih dalam transaksi online (Ba 2001). Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa perceived risk dapat digunakan untuk mengukur kepercayaan. Morgan dan Hunt (1994), Mukherjee dan Nath (2003) mengkonsepkan kepercayaan dipengaruhi oleh shared value, communication dan opportunistic behaviour. Shergill dan Li (2005) juga mengkonsepkan kepercayaan dipengaruhi oleh shared value, communication dan opportunistic behaviour control. Dengan adanya dukungan teori dari Shergill dan Li, Morgan dan Hunt serta Mukherjee dan Nath maka penelitian ini juga mengkonsepkan kepercayaan dipengaruhi oleh shared value, communication dan opportunistic behaviour control.
2.2.8. Customer Loyalty
Assael (1998: 130) mendefinisikan loyalitas sebagai “a favorable attitude toward a brand resulting in consistent purchase of the brand over
dipahami dari dua dimensi sebagai berikut (Jacoby dan Kyner, 1973 seperti dikutip oleh Hallowel, 1996):
1. Loyalty is behavioral, artinya loyalitas dapat dipahami sebagai konsep yang menekankan pada runtutan pembelian, proporsi pembelian, probabilitas pembelian (Dick dan Basu, 1994). Pemahaman ini sering disebut pendekatan keperilakuan (behavioral approach).
2. Loyalty as an attitude, artinya loyalitas dipahami sebagai komitmen psikologis pelanggan terhadap obyek tertentu (Dharmmesta, 1999). Pemahaman ini sering disebut sebagai pendekatan attitudinal (attitudinal approach).
Mowen & Minor (1998) seperti dikutip oleh Dharmmesta (1999: 74) mengemukakan definisi loyalitas merek sebagai “kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap sebuah merek, mempunyai komitmen
pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa
mendatang.” Boulding dan kawan-kawan (1993) seperti dikutip oleh
Dharmmesta (1999) juga mengemukakan bahwa terjadinya loyalitas merek pada konsumen itu disebabkan olehadanya pengaruh kepuasan/ ketidakpuasan dengan merek tersebut yang terakumulasi secara terus-menerus disamping adanya persepsi tentang kualitas produk. Oliver (1999: 34) mendefinisikan loyalitas sebagai “a deeply held commitment to rebuy or repatronize a preferred product/service consistently in the future, thereby
causingrepetitive same-brand or same brand-set purchasing, despite
situational influences and marketing efforts having the potential to cause
switching behavior.” Tiga definisi tersebut di atas didasarkan atas
tersebut baru dapat memberikan definisi operasional yang cukup memuaskan untuk menganalisa loyalitas pelanggan (Dharmmesta, 1999; Dick dan Basu, 1994).
Loyalitas akan berkembang mengikuti tiga tahap, yaitu tahap kognitif, afektif, dan konatif. Konsumen akan loyal lebih dulu pada aspek kognitifnya, kemudian pada aspek afektif, dan akhirnya pada aspek konatif (Oskamp, 1991 seperti dikutip olehDharmmesta, 1999). Pendapat tersebut sejajar dengan ilmu perilaku konsumen, bahwa konsumen akan melalui tahap learning perception attitude behavior.
Sikap sendiri terdiri dari 3 komponen, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif berkaitan dengan proses pembelajaran konsumen, sedangkan komponen afektif berkaitan dengan sikap, dan konatif berkaitan dengan perilaku. Hal ini berarti sebelum mencapai aspek konatif, konsumen harus melewati terlebih dahulu aspekkognitif dan afektif. Dharmmesta (1999) dan Oliver (1999) mengemukakan 4 tahap loyalitas sebagai berikut:
a. Tahap pertama: Loyalitas Kognitif
Pada tahap ini, konsumen akan menggunakan basis informasi yang secara memaksa menunjuk pada satu merek atas merek lainnya. Jadi, loyalitasnya hanya didasarkan pada kognisi saja. Karena loyalitas ini hanya didasarkan atas kognisi saja, makaloyalitas ini tidak cukup kuat untuk membuat konsumen tetap loyal.
b. Tahap kedua: Loyalitas Afektif
periode awal pembelian (masa pra konsumsi) dan merupakan fungsi dari sikap sebelumnya plus kepuasan di periode berikutnya (masa pasca konsumsi). Loyalitas afektif muncul akibat dorongan factor kepuasan. Tetapi, kepuasan belum menjamin adanya loyalitas, karena kepuasan konsumen berkorelasi tinggi dengan niat membeli ulang di masa mendatang. Niat, bahkan pembelian ulang belum menunjukkan adanya loyalitas, hanya dapat dianggap tanda awal munculnya loyalitas. Loyalitas pada tahap ini jauh lebih sulit dirubah, karena loyalitasnya sudah masuk ke dalam benak konsumen sebagai afek dan bukan sebagai kognisi yang mudah berubah. Afek memiliki sifat yang tidak mudah berubah, karena sudah terpadu dengan kognisi dan evaluasi konsumen secara keseluruhantentang suatu merek (Oskamp, 1991 seperti dikutip oleh Dharmmesta, 1999).
c. Tahap Ketiga: Loyalitas Konatif
Konasi menunjukkan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu ke arah suatu tujuan tertentu. Oleh karena itu, loyalitas konatif merupakan suatu kondisi loyal yang mencakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian. Komitmen sepertiini sudah melampaui afek. Afek hanya menunjukkan kecenderungan motivasional, sedangkan komitmen melakukan menunjukkan suatu keinginan untuk menjalankan tindakan. Tahap Keempat: Loyalitas Tindakan
pertemuan dua kondisi tersebut. Dengan kata lain, tindakan mendatang sangat didukunh oleh pengalaman mencapai sesuatu dan penyelesaian hambatan. Hal ini menunjukkan bagaimana loyalitas itu dapat menjadi kenyataan: loyalitas kognitif loyalitas afektif loyalitas konatif loyalitas tindakan (loyalitas yang ditopang dengan komitmen dan tindakan).
2.2.9. Pengaruh Shared Values Terhadap Trust Pelanggan
Menurut Morgan dan Hunt, 1994 (dalam Maharsi dan Fenny. 2006:37) suatu tahap dimana mitra bisnis memiliki keyakinan mengenai tingkah laku, tujuan dan peraturan yang penting atau tidak penting, tepat atau tidak tepat dan benar atau salah). Di dalam konteks online, shared value menyimbolkan keyakinan konsumen dan perusahaan terhadap
nilai-nilai seperti ethics, security dan privacy. Menurut Culnan dan Armstrong (1999) dalam Maharsih dan Fenny (2006:37) mengemukakan bahwa dalam transaksi online, terdapat resiko hilangnya kerahasiaan, yang merupakan faktor yang signifikan dalam membangunan kepercayaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Mukherjee dan Nath (2003) menemukan bahwa Shared value juga faktor yang paling mempengaruhi commitment yang diikuti oleh trust. Privacy, speed of response, regulatory
control, reputation, degree and length of association merupakan faktor
yang paling tinggi pengaruhnya dalam konstruk shared value
2.2.10.Pengaruh Communication Terhadap Trust Pelanggan
resmi”. Morgan dan Hunt (1994) berpendapat persepsi mitra bisnis bahwa komunikasi masa lalu dari pihak lain yang relevan, tepat waktu dan dapat dipercaya akan semakin meningkatkan kepercayaan.
Untuk membangun hubungan jangka panjang dengan pelanggannya maka perusahaan harus selalu berkomunikasi dengan pelanggannya sehingga pelanggan merasa aman dan percaya terhadap perusahaan tersebut karena pelanggan dapat dengan mudah memperoleh informasi yang mereka inginkan. Pada tahap dimana suatu web site dapat mempertinggi komunikasi sosialnya yang meliputi openness, speed of response dan quality of information akan mempengaruhi kemampuan situs
tersebut untuk memenuhi kebutuhan pengguna internet (Mukherjee dan Nath 2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Gefen dan Straub (2001) menemukan bahwa komunikasi manusia dengan mesin, atau setidaknya kepercayaan bahwa sistem elektronik mempunyai karakteristik sosial, sangat penting untuk membangun kepercayaan konsumen online. Semakin tinggi tingkat komunikasi sosial yang ditampilkan oleh suatu website, semakin besar pengaruhnya pada kepercayaan konsumen dan meningkatkan kemungkinan konsumen melakukan transaksi online. (Maharsih dan Fenny, 2006:38)
Trust didapatkan melalui keterbukaan dalam komunikasi yang
2.2.11.Pengaruh Opportunistic Behavior Control Terhadap Trust Pelanggan
Menurut Williamson (1975) dalam Maharsih dan Fenny (2006:38) Opportunistic behaviour didefinisikan sebagai pencarian akan kemungkinan seseorang termakan tipu muslihat ketika melakukan suatu transaksi. Opportunistic behaviour berperan sebagai faktor penting yang mempengaruhi kepercayaan.
Opportunistic behaviour dapat terjadi dalam transaksi internet
dimana pihak perusahaan memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan pelanggan sehingga pihak perusahaan bisa dengan mudah memberikan informasi yang tidak lengkap maupun informasi yang tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Konsumen yang tidak mendapatkan informasi yang lengkap tentang kualitas suatu produk, seringkali kehilangan kepercayaan untuk melakukan transaksi online (Ba, 2001), karena itu harus ada opportunistic behaviour control. (Maharsih dan Fenny, 2006:36)
Ketidakpercayaan konsumen terhadap e-commerce dapat menimbulkan rasa takut pada konsumen untuk menggunakan sistem e-commerce. Rasa takut ini menyebabkan konsumen tidak mau menggunakan sistem e-commerce, karena konsumen tidak menggunakan e-commerce dalam transaksinya, maka akan menimbulkan dampak bagi perusahaan. Hal ini akan menimbulkan suatu tantangan bai perusahaan untuk menemukan strategi untuk mendapatkan kepercayaan konsumen terhadap sistem e-commerce. (Maharsih dan Fenny, 2006:36)
keepercayaan konsumen dan berpengaruh positif terhadap trust yang diikuti oleh opportunistic behaviour yang berhubungan negatif dengan trust dan communication yang berhubungan positif terhadap trust.
2.2.12.Pengaruh Trust Terhadap Customer Loyalty
Menurut Dharsono dan Dharmesta, 2005 (dalam Maharsi dan Fenny, 2006:42) pada saat seseorang mempercayai pihak lain dalam hubungan antar pribadi, ia akan menggantungkan dirinya pada pihak lain tersebut dan ia akan mempunyai komitmen dalam hubungan tersebut, dan komitmen seperti ini akan memunculkan niatnya untuk mempertahankan hubungan tersebut. Dalam upaya untuk meningkatkan customer loyalty terhadap sistem e-commerce maka sangat penting bagi perusahaan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi customer loyalty terhadap sistem e-commerce. Pentingnya bagi perusahaan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi trust dan loyalty terhadap sistem e-commerce sangat penting bagi perusahaan. Menurut Ribbink, et.al.2004, kepercayaan (trust) dalam media elektronik yaitu “e-trust” dipercaya dapat meningkatkan customer loyalty online.
2.3. Kerangka Konseptual
Security (X1.2) Shared Values
(X1)
Ethics (X1.3)
Communication (X2)
Opportunistic Behavior Control
(X3)
Speed of Response (X2.2) Oppenes (X2.1)
Quality of Information (X2.3)
Asymmetry Information Control (X3.2) Regulatory Control (X3.1)
Trust
(Y) Reputation (Y2)
Technology Orientation (Y1)
Perceived Risk (Y.3)
Customer Loyalty (Z)
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, dan landasan teori dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Diduga bahwa sharet values berpengaruh terhadap trust pada sistem e-commerce di Surabaya
2. Diduga bahwa communication berpengaruh terhadap trust pada sistem e-commerce di Surabaya
3. Diduga bahwa opportunistic behavior control berpengaruh terhadap trust pada sistem e-commerce di Surabaya
34
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
3.1.1 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang sama dapat saja memiliki definisi operasional yang lebih dari satu dan berbeda-beda antara penelitian yang satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a) Shared Values (X1
Nilai kebersamaan atau shared value menyimbolkan keyakinan konsumen dan bank terhadap nilai-nilai seperti ethics, security dan privacy. Shared value dapat diukur dengan menggunakan indikator:
)
X1.1
X
: privacy, merupakan kerahasiaan data-data pribadi mereka di dalam aktivitas online.
1.2
X
: security, merupakan tingkat keamanan atas kerahasiaan data-data pribadi mereka di dalam aktivitas online.
b) Communication (X2
Komunikasi (communication) dapat didefinisikan sebagai “pembagian informasi yang berarti dan tepat waktu baik secara resmi maupun tidak resmi. Komunikasi dapat dikukur dengan indikator:
X
)
2.1 : Openness, merupakan kepercayaan didapatkan melalui keterbukaan dalam komunikasi yang secara spesifik melibatkan konsumen perseorangan dan hubungan mereka dengan perusahaan.
X2.2 : speed of response, merupakan kecepatan dan ketanggapan perusahaan terhadap konsumen.
X2.3
c) Opportunistic Behavior Control (X
: quality of information, merupakan informasi yang disediakan harus memiliki kualitas yang tinggi.
3
Pengendalian Perilaku (opportunistic behavior control) didefinisikan sebagai pencarian akan kemungkinan seseorang termakan tipu muslihat ketika melakukan suatu transaksi. Pengendalian perilaku dapat diukur dengan menggunakan indikator:
X
)
3.1 : regulatory control, merupakan menampilkan fungsi identifikasi, pengukuran, pengoperasian e-commerce untuk memperkuat keamanan lingkungan saat melakukan aktivitas keuangan melalui internet.
d) Trust (Y)
Kepercayaan (trust) didefinisikan sebagai keinginan untuk mempercayakan pertukaran kemitraan yang diantaranya harus mempunyai confidence. Kepercayaan dapat diukur dengan menggunakan indikator:
Y1 : technology orientation, merupakan besarnya kepercayaan konsumen terhadap sistem elektronik berkaitan dengan besarnya kepercayaan mereka terhadap perusahaan.
Y2 : reputation, merupakan reputasi perusahaan dimata para konsumennya.
Y3 : perceived risk, merupakan besarnya persepsi konsumen mengenai resiko mempengaruhi besarnya kepercayaan mereka terhadap online perusahaan dan sistem dari online tersebut sehingga ketika memproses informasi online. e) Customer Loyalty (Z)
Loyalitas pelanggan (customer loyalty) merupakan konsep yang menekankan pada runtutan pembelian, proporsi pembelian, probabilitas pembelian. Loyalitas pelanggan dapat diukur dengan menggunakan indikator:
Z2
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval yaitu skala pengukuran yang menyatakan kategori, peringkat jarak construct yang diukur dengan kata lain tidak hanya mengukur perbedaan subjek atau objek secara kualitatif melalui kategorisasi dan menyatakan urutan preferensi, tetapi juga mengukur jarak antara pilihan yang satu dengan yang lain. Sedangkan teknik pengukurannya menggunakan bentuk semantic differential. Yang merupakan segala pengukuran sikap dengan
menggunakan skala penilaian 7 butir yang menyatakan secara verbal dua kutub (Bipolar) penelitian yang ekstrim dan dapat dinyatakan dengan pecahan. Dua kutub ekstrim ini dapat berupa penilaian dengan kata sifat mengenai baik buruk, cepat lambat, dan kuat lemah. Yang dapat digambarkan sebagai berikut :
: Komitmen, merupakan suatu bentuk konsistensi dari para pelanggan atau konsumen dalam mengkonsumsi atau melakukan pembelian terhadap suatu produk perusahaan.
3.1.2. Pengukuran Variabel
Sangat tidak setuju
Sangat setuju
3.2 Teknik Penentuan Sampel
3.2.1 Obyek Penelitian
Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah di pengguna internet di Surabaya.
3.2.2 Populasi
Adalah kelompok subyek atau obyek yang memiliki ciri – ciri atau karakteristik-karakteristik tertentu yang berbeda dengan kelompok subyek atau obyek lain, dan kelompok tersebut akan dikenai generalisasi dari hasil penelitian (Soemarsono, 2004 : 44)
Penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh pemakai system e-commerce di Surabaya.
3.2.3 Teknik Penentuan Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2005 : 73). Sampel yang diambil dari penelitian ini adalah pemakai sstem e-commerce di Surabaya.
- Pernah menggunakan akses internet. - Mempunyai e-mail
- Pernah melakukan transaksi e-commerce lebih dari 2 kali - Berusia 17 tahun ke atas
Teknik penentuan sampel yang dipergunakan adalah berdasarkan pedoman pengukuran sampel menurut Augusty (2002:48), antara lain :
1. 100 – 200 sampel untuk teknik maximum likelihood estimation.
2. Tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi. Pedomannya adalah 5 – 10 kali jumlah parameter yang diestimasi.
3. Tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh variabel laten. Jumlah sampel adalah jumlah indikator dikali 5-10. Dalam penelitian ini sampel diambil dari pelanggan dengan jumlah 13 indikator x 10 = 130 orang yang menggunakan sistem e-commerce di Surabaya.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
3.3.1. Jenis Data
3.3.2. Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Kuisioner
Memberikan daftar pertanyaan kepada responden untuk kemudian
diberikan nilai. Kuisioner tersebut diberikan kepada pemakai e-commerce yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
b. Observasi Langsung
Melakukan penelitian dan pengumpulan data yang berhubungan langsung dengan masalah yang dibahas untuk kemudian dibandingkan dengan teori yang dikemukakan agar dapat ditarik suatu kesimpulan dan saran.
c. Wawancara
mengadakan wawancara pada responden untuk lebih mendalam yang diperlukan dalam penelitian ini.
d. Dokumentasi
3.4. Teknik Analisis dan Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis multivariate dengan Structural Equation Modeling (SEM).
Penaksiran pengaruh pada masing – masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya menggunakan koefisien jalur.
3.4.1 Uji Asumsi Model (Structural Equation Modeling)
1. Uji Normalitas Sebaran dan Linieritas
a. Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau dengan menggunakan metode statistik.
b. Menggunakan critical ratio yang diperoleh dengan membagi koefisien sampel dengan standart error-nya dan Skeweness value yang biasa disajikan dalam statistik deskriptif dimana nilai statistik yang digunakan untuk menguji normalitas sebaran data itu disebut Z-value. Dengan kriteria penilaian pada tingkat signifikansi 1%,
jika nilai Z score lebih besar dari nilai kritis maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak normal.
2. Evalusi Outlier
a. Mengamati nilai Z-score, ketentuannya diantara + 3,0 non outlier. b. Multivariate outlier diuji dengan kriteria jarak Mahalanobis pada
kebebasan (df) sebesar jumlah variabel bebasnya. Dengan ketentuan Mahalanobis dari nilai [χ2
Outlier adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik
yang terlihat sangat berbeda dibandingkan observasi-observasi yang lain dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi.
] adalah multivariate outlier.
3. Deteksi Multicolinearity dan heteroskedastsitas
Deteksi multicolinearity dan heteroskedastsitas dilakukan dengan mengamati Determinant Matrix Covariance. Dengan ketentuan apabila determinant sample matrix mendekati angka 0 (kecil), maka terjadi multikolinearitas dan heteroskedastsitas.
4. Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah indikator dalam menilai sesuatu atau akuratnya pengukuran atas apa yang seharusnya diukur. Sedangkan reliabilitas adalah ukuran mengenai konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat dimana masing-masing indikator mampu menghasilkan konstruk/faktor variabel laten.
variable. Sedangkan reliabilitas diuji dengan construct reliability dan variance extracted.
Construct reliability dan Variance extracted dihitung dengan menggunakan rumus:
Standardize Loading dapat dari output AMOS 4.01, dengan melihat nilai estimasi setiap construct standardize regression weights terhadap stiap butir sebagai indikatornya.
Sementara εj dapat dihitung dengan formula εj
3.4.2. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal
= 1– [Standardize Loading]. Secara umum nilai construct reliability yang dapat diterima adalah ≥ 0,7 dan variance extracted ≥ 0,5..
Pengaruh langsung (koefisien jalur) diamati dari bobot regresi terstandar, dengan pengujian signifikansi pembanding nilai CR (Critical Ratio) atau P (Probability) yang sama dengan nilai thitung, apabila thitung lebih besar daripada ttabel
3.4.3. Pengujian Model dengan One-Step Approach berarti signifikan.
terbesar disebabkan oleh terjadinya interaksi antara measurement model dan structural model yang diestimasi bersama (One Step Approach to SEM) yang digunakan apabila model diyakini bahwa dilandasi teori yang kuat serta validitas dan reliabilitas yang sangat baik
3.4.4. Evaluasi Model
Hair et.al. (1998) menjelaskan bahwa pola “confirmatory” menunjukkan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis dan data empiris. Jika model teoritis menggambarkan “good fit” dengan data, maka model dianggap sebagai yang diperkuat. Sebaliknya, suatu model teoritis tidak diperkuat jika teori tersebut mempunyai “poor fit” dengan data. AMOS dapat menguji apakah model “good fit” atau “poor fit”. Jadi “good fit” model yang diuji sangat penting dalam menggunakan Structural
Equation Modeling.
Pengujian terhadap model dikembangkan dengan menggunakan berbagai kriteria Goodness of Fit, yakni Chi Square, Probability, RMSEA, GFI, TLI, CFI, AGFI, CMIN/DF. Apabila model awal tidak good fit
Tabel 3.1.
Kriteria Goodness of Fit Index
Goodness of Fit Index
Keterangan Cut-off Value
Χ2 Menguji apakah covariance populasi yang diestimasi sama dengan covariance sampel (apakah model sesuai dengan data)
- Chi Square
Diharapkan kecil, 1 s.d 5, atau paling baik diantara 1 dan 2
Probability
Uji signifikansi terhadap perbedaan matriks covariance data dan matriks covariance yang diestimasi.
Minimum 0,1 atau 0,2 atau ≥ 0,05 RMSEA Mengkompensasi kelemahan
Chi-Square pada sampel besar
≤ 0,08
GFI
Menghitung proporsi tertimbang varian dalam matriks sampel yang dijelaskan oleh matriks covariance populasi yang diestimasi (Analog dengan R2
≥ 0,90
dalam regresi berganda)
AGFI GFI yang disesuaikan terhadap DF ≥ 0,90 CMIND/DF Kesesuaian antara data dengan model ≤ 2,00
TLI Perbandingan antara model yang diuji
terhadap baseline model ≥ 0,95
CFI
Uji kelayakan model yang tidak sensitif terhadap besarnya sampel dan
46
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian
4.1.1. Perkembangan E- Commerce di Indonesia
E-Commerce (electronic commerce) merupakan salah satu teknologi yang berkembang pesat seiring dengan kehadiran internet dalam kehidupan kita. E-Commerce sendiri didefinisikan sebagai & lsquo;a series of activities that includes Electronic Data Interchange (EDI),
Supply Chain Management tools, and Electronic Payment Systems& Isquo.
E-commerce sendiri berasal dari layanan EDI (Electronic Data
Interchange), layanan EDI ini telah berkembang sedemikian pesatnya di negara-negara yang mempunyai jaringan komputer dan telepon. Jika sebelumnya kita telah sering menggunakan media elektronik seperti telepon, fax, hingga handphone untuk melakukan perniagaan/perdagangan, sekarang ini, kita dapat menggunakan internet untuk melakukan perniagaan. E-Commerce memiliki beberapa jenis, yaitu:
• Business to business (B2B) yaitu Bisnis antara perusahaan dengan
perusahaan lain.
• Business to consumer (B2C) yaitu Retail, sifatnya melayani
pelanggan yang bervariasi.
Government: G2G, G2B, G2C, melakukan layanan terhadap perusahaan untuk keperluan bisnis hingga melayani masyarakat Manfaat E-Commerce antara lain yaitu :
• Revenue stream baru.
• Market exposure, melebarkan jangkauan.
• Menurunkan biaya.
• Memperpendek waktu product cycle
• Meningkatkan customer loyality.
• Meningkatkan value chain
Perkembangan e-commerce di Indonesia sendiri telah ada sejak tahun 1996, dengan berdirinya Dyviacom Intrabumi atau D-Net online. Wahana transaksi berupa mal online yang disebut D-Mall (diakses lewat D-Net) ini telah menampung sekitar 33 toko online/merchant. Produk yang dijual bermacam-macam, mulai dari makanan, aksesori, pakaian, produk perkantoran sampai furniture. Selain itu, berdiri pula internet yang memiliki fasilitas lengkap seperti adanya bagian depan toko (storefront) dan shopping cart (keranjang belanja). Selain itu, ada juga Commerce Net Indonesia - yang beralamat di
Sebagai Commerce Service Provider (CSP) pertama di Indonesia, Commerce Net Indonesia menawarkan kemudahan dalam melakukan jual
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian
4.2.1. Gambaran Umum Keadaan Responden
Responden dalam penelitian ini adalah yang menggunakan sistem e-commerce di Surabaya yang berjumlah adalah 130 orang.
1. Deskripsi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner kepada 130 orang responden diperoleh gambaran responden berdasarkan jenis kelamin adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1.
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Jumlah Prosentase (%)
1 Laki – laki 85 63,4
2 Perempuan 45 34,6
Total 130 100
Sumber : Hasil penyebaran kuesioner
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini mempunyai jenis kelamin laki-laki yakni sebanyak 85 orang atau sebesar 63,4%, sedangkan yang mempunyai jenis kelamin perempuan dengan jumlah sebanyak 45 orang atau sebesar 34,6%.
2. Deskripsi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 4.2.
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
No Usia Jumlah Prosentase (%)
Sumber : Hasil penyebaran kuesioner
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah para responden yang menggunakan sistem e-commerce di Surabaya yang berusia antara 20 sampai dengan 25 tahun sebanyak 20 orang atau sebesar 15,3%, dan yang berumur 26 sampai dengan 30 sebanyak 35 orang atau sebesar 26,9%, lalu yang berusia 30 sampai 35 sebanyak 45 orang atau sebesar 34,6% dan yang berusia diatas 35 tahun sebanyak 30 orang atau sebesar 23,1%.
3. Deskripsi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner kepada 130 orang responden diperoleh gambaran responden berdasarkan pekerjaan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3.
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan No Pendidikan Jumlah Prosentase (%)
1 SMA 25 19,2
Sumber : Hasil penyebaran kuesioner
25 orang atau 19,2% dan D1 yaitu sebesar 26 orang atau 20%. Sedangkan yang mempunyai pendidikan D3 sebanyak 24 orang atau sebesar 18,4% kemudian yang mempunyai pendidikan S1 sebanyak 35 orang atau sebesar 26,9 dan yang mempunyai tingkat pendidikan S2 sebanyak 20 orang atau sebesar 15,3%.
4.2.2. Deskripsi Variabel Shared Values (X1
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner yang dilakukan kepada para responden yang berjumlah 130 orang, diperoleh jawaban dan dapat dijabarkan sebagai berikut :
Tabel 4.4.
Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Sharet Values(X
)
1 No
)
Pertanyaan Skor Jawaban Total
1 2 3 4 5 6 7
1 Dengan melakukan sistem transaksi online dapat menjaga kerahasiaan data-data pribadi anda di dalam aktivitas online
0 0 6 32 51 28 13 130
Persentase 0 0 4,6% 24,6% 39,2% 21,5% 10% 100% 2 Dengan menggunakan sistem
transaksi online informasi mengenai data-data konsumen tidak akan bocor kepada pihak lain
0 0 10 33 49 29 9 130
Persentase 0 0 7,7% 25,4% 37,7% 22,3% 6,9% 100% 3 Dengan menggunakan sistem
transaksi online informasi mengenai data-data konsumen tidak akan bocor kepada pihak lain
Sumber: Hasil Penyebaran Kuesioner (Lampiran 2)
pertanyaan yang diajukan mengenai shared values. Hal tersebut ditunjukkan dengan banyaknya responden yang memberikan jawaban setuju yaitu pada skor jawaban 5 sebesar 139 jawaban. Hal ini berarti Dengan menggunakan sistem transaksi online dapat menjaga kerahasiaan data-data pribadi responden di dalam aktivitas online serta data-data konsumen tidak akan bocor kepada pihak lain dan informasi mengenai data-data konsumen tidak akan bocor kepada pihak lain.
4.2.3. Deskripsi Variabel Communication (X2
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner yang dilakukan kepada para responden yang berjumlah 130 orang, diperoleh jawaban dan dapat dijabarkan sebagai berikut :
Tabel 4.5.
Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Communication (X
)
2 No
)
Pertanyaan Skor Jawaban Total
1 2 3 4 5 6 7
1 Keterbukaan terhadap informasi atas barang yang tersedia membuat konsumen merasa percaya dengan perusahaan
0 1 19 55 37 16 2 130
Persentse 0% 0,8% 14,6% 42,3% 28,5% 12,3% 1,5% 100% 2 Keterbukaan terhadap informasi
atas barang yang tersedia membuat konsumen merasa percaya dengan perusahaan
0 3 19 46 39 20 3 130
Persentse 0%
% 2,3% 14,6% 35,4% 30% 15,4% 2,3% 100% 3 Informasi yang diberikan
mengenai produk yang diperjual belikan memiliki kualitas informasi yang bagus bagi konsumen
0 1 21 40 51 15 2 130
Persentse 0% 0,8% 16,2% 30,8% 39,2% 11,5% 2,3% 100%
total 0 5 59 141 127 51 7
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner diketahui bahwa jawaban yang diberikan reseponden dapat dikatakan setuju dengan pertanyaan yang diajukan. Hal tersebut ditunjukkan dengan banyaknya responden yang memberikan jawaban 4 sebesar 141 jawaban. Hal ini berarti responden menganggap bahwa keterbukaan terhadap informasi atas barang yang tersedia membuat konsumen merasa percaya dengan perusahaan, keterbukaan terhadap informasi atas barang yang tersedia membuat konsumen merasa percaya dengan perusahaan dan keterbukaan terhadap informasi atas barang yang tersedia membuat konsumen merasa percaya dengan perusahaan.
4.2.4. Deskripsi Variabel Opportunistic Behavior Control (X3
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner yang dilakukan kepada para responden yang berjumlah 130 orang, diperoleh jawaban dan dapat dijabarkan sebagai berikut :
Tabel 4.6.
Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Opportunistic Behavior Control (X
)
3 No
)
Pertanyaan Skor Jawaban Total
1 2 3 4 5 6 7
1 Informasi transaksi yang terjadi dapat memperkuat keamanan aka data-data pribadi dari konsumen
0 1 16 34 44 29 6 130
Persentase 0% 0,8% 12,3% 26,2% 33,8% 22,3% 4,6% 100% 2 Informasi yang lengkap tentang
kualitas produk sangat terkontrol di dalam internet
0 1 11 36 41 37 4 130
Persentase 0% 0,8% 8,5% 27,7% 31,5% 28,5% 3,1% 100%
total 0 2 27 70 85 66 10