• Tidak ada hasil yang ditemukan

“Pengolahan Air Limbah Cold Storage Menggunakan Proses Elektrokoagulasi”.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "“Pengolahan Air Limbah Cold Storage Menggunakan Proses Elektrokoagulasi”."

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

STORAGE MENGGUNAKAN PROSES

ELEKTROKOAGULASI

Oleh :

0652010024

BAYU PRASMONO PUTRO

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JATIM

SURABAYA

(2)

STORAGE MENGGUNAKAN PROSES

ELEKTROKOAGULASI

untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

O l e h :

0652010024

BAYU PRASMONO PUTRO

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JATIM

SURABAYA

(3)

STORAGE MENGGUNAKAN PROSES

ELEKTROKOAGULASI

oleh :

0652010024

BAYU PRASMONO PUTRO

Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi

Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Pada hari : ………. Tanggal : ……… 2010 Menyetujui

Pembimbing

NPT: 3 7507 99 0172 1 Okik Hendriyanto C., ST, MT

Penguji I

NIP: 19620501 198803 1 00 1 Ir. Tuhu Agung R., MT

Mengetahui

Penguji II

NIP: 19600401 198803 1 00 1 Dr. Ir. Munawar Ali, MT

Ir. Naniek Ratni J.A.R., MKes

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan Untuk memperoleh gelar sarjana (S1), tanggal :

Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan

(4)

skripsi yang berjudul “Pengolahan Air Limbah Cold Storage Menggunakan

Proses Elektrokoagulasi”.

Skripsi ini merupakan bagian dari syarat kelulusan dan syarat untuk mendapatkan gelar S1 Teknik Lingkungan. Dengan adanya skripsi ini diharapkan membawa manfaat yang besar baik bagi mahasiswa Teknik Lingkungan UPN “Veteran” maupun bagi masyarakat umum.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada :

1. Dr. Ir. Edy Mulyadi, SU. Selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, UPN “ Veteran “ Jatim.

2. Ir. Tuhu Agung R., MT Selaku ketua Program Studi Teknik Lingkungan UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Okik Hendriyanto C., ST, MT. Selaku Dosen pembimbing skripsi ini. Terima kasih atas segala bimbingan dan bantuanya.

4. Ir. Yayok Surya Purnomo, MS. Selaku Orang Tua Penyusun yang telah memberikan dorongan moril dan materil serta doa-nya yang tulus untuk keberhasilan Penyusun.

5. Seluruh Dosen dan Staf FTSP UPN ” Veteran ” Jatim.

(5)

7. Terima kasih kepada seluruh teman – teman Teknik Lingkungan yang selalu membantu dan mendukung atas terselesaikannya skripsi ini.

Penyusun sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu segala saran dan kritik sangat diharapkan demi sempurnanya skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Penyusun dan terlebih bagi generasi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, UPN “Veteran“ Jatim juga bagi masyarakat luas pada umumnya.

Surabaya, 10 November 2010

(6)

iii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR ISTILAH ... viii

I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Rumusan Masalah ... 2

I.3 Tujuan Penelitian ... 3

I.4 Manfaat Penelitian ... 3

I.5 Ruang Lingkup ... 3

II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Air Limbah ... 5

II.2 Pengertian Industri Cold Storage ... 6

II.3 Proses Produksi Cold Storage ... 6

II.4 Karakteristik Air Buangan Industri Cold Storage ... 10

II.5 Pengolahan Air Buangan Industri Cold Storage ... 17

II.6 Elektrokoagulasi ... 23

II.6.1 Elektrolit ... 27

(7)

II.7 Landasan Teori ... 30

II.7.1 Proses Pereduksian Limbah Organik Dengan Elektrokoagulasi ... 30

II.7.2 Proses Pereduksian TSS Dengan Elektrokoagulasi ... 31

II.7.3 Mekanisme Proses Elektrokoagulasi ... 32

III METODE PENELITIAN III.1 Bahan Yang Digunakan ... 34

III.2 Alat Yang Digunakan ... 34

III.3 Variabel Yang Dipakai ... 34

III.4 Prosedur Percobaan. ... 34

III.5 Gambar Alat ... 35

III.6 Kerangka Penelitian ... 36

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisa Awal ... 37

IV.2 Hasil Pengolahan Limbah Cold Storage Menggunakan Elektrokoagulasi Untuk konsentrasi COD ... 37

IV.3 Hasil Pengolahan Limbah Cold Storage Menggunakan Elektrokoagulasi Untuk konsentrasi TSS ... 42

IV.4 Analisa Statistik ... 47

V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan ... 49

(8)

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN A

LAMPIRAN B

LAMPIRAN C

LAMPIRAN D

(9)

i

elektroda kedalam air, menyebabkan terbentuknya gumpalan yang mudah dipisahkan.

Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat efisiensi penurunan Chemical Oxygen Demand (COD) dan Total Suspended Solid (TSS) yang terkandung dalam limbah cair industri Cold Storage setelah melalui proses elektrokoagulasi.

Penelitian ini dilakukan secara laboratorium dengan metode batch menggunakan limbah dari industri Cold Storage. Elektroda yang digunakan adalah aluminium dengan variasi jarak 4 cm dan 8 cm menggunakan variabel waktu sampling 60, 120, 180 menit.

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil terbaik dengan variabel tegangan 18 Volt, waktu sampling 3 jam dan jarak elektroda 4cm dapat menurunkan COD maksimal 1000 mg/liter dengan efisiensi penurunan sebesar 66.7% dan penurunan TSS sebesar 40 mg/liter dengan efisiensi penurunan 97.50%. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh untuk penurunan COD belum memenuhi standart baku mutu yang ditetapkan oleh S.K.Gubernur Jawa Timur No.45 th.2002.

(10)

ABSTRACT

Electrocoagulation is the process destabilization of suspensions, emulsions and solutions containing contaminan by means of electric with electrodes in water, causing the formation of clods that easily separated.

This study aims to determine the level of efficiency decreased Chemical Oxygen Demand (COD) and Total Suspended Solid (TSS) contained in industrial wastewater Cold Storage after electrocoagulation process.

This research was conducted in the laboratory by batch method using industrial waste from Cold Storage. Electrodes used are aluminum with a variation of a distance of 4 cm and 8 cm using variable sampling time 60, 120, 180 minutes.

From this research obtained the best results with a variable voltage 18 volts, the sampling time 3 hours and a distance of 4cm electrode to reduce maximum COD of 1000 mg / liter with an efficiency decrease of 66.7% and a decrease in TSS of 40 mg / liter with an efficiency decrease 97.50% . Based on the results obtained for COD reduction not meet the standard of quality standards set by the S.K.Gubernur Jawa Timur No.45 th.2002.

(11)

1 1.1. Latar Belakang

Permasalahan lingkungan hidup akan terus muncul secara serius diberbagai pelosok bumi sepanjang penduduk bumi tidak segera memikirkan dan mengusahakan keselamatan dan keseimbangan lingkungan. Demikian juga di Indonesia, permasalahan lingkungan hidup seolah-olah seperti dibiarkan menggelembung. Air adalah salah satu unsur yang sangat penting bagi lingkungan hidup. Lingkungan dapat dikatakan baik jika unsur-unsur yang menyusun lingkungan tetap terpelihara. Terjadinya pencemaran air sebagai akibat kegiatan masyarakat yang beraneka ragam serta kegiatan industri akan berakibat buruk bagi lingkungan. Pencemaran air ini dapat terjadi karena buangan limbah cair yang dihasilkan oleh industri atau pabrik yang tidak dikelola sebagaimana mestinya dan dibuang begitu saja ke aliran air atau permukaan tanah disekitarnya.

Industri Cold Storage PT. Bumi Menara Internusa yang terletak di Margomulyo-Surabaya adalah salah satu industri yang menghasilkan limbah cair yang dapat menyebabkan lingkungan di sekitarnya menjadi rusak atau tercemar.

(12)

pencemaran air adalah dengan mengolah air buangan tersebut sebelum dibuang ke badan air.

Berdasarkan permasalahan tersebut perlu dilakukan suatu usaha untuk menurunkan parameter pencemar dengan pengolahan secara fisik. Penelitian ini mencoba memanfaatkan metode Elektrokoagulasi untuk mengetahui pengaruhnya terhadap perameter-parameter pencemar seperti COD dan TSS.

Elektrokoagulasi adalah proses destabilisasi suspensi, emulsi dan larutan yang mengandung kotaminan dengan cara mengalirkan arus listrik melalui air, menyebabkan terbentuknya gumpalan yang mudah dipisahkan.

Elektrokoagulasi merupakan proses elektrolisis, dengan demikian maka membutuhkan tenaga listrik, penghantar listrik dan elektroda. Untuk elektrokoagulasi listrik yang dibutuhkan adalah listrik arus searah (DC), penghantar listriknya adalah larutan elektrolit, dalam hal ini adalah air yang akan diolah. Sedangkan elektroda yang digunakan pada umumnya adalah aluminum yang memiliki sifat sebagai koagulan.

Karena pengaruh arus listrik elektrolit akan terurai sehingga terbentuk persenyawaan-persenyawaan baru. Ion-ion positif bergerak ke katoda dan ion-ion negative ke anoda.

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas dapat diajukan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah metode elektrokoagulasi dapat menurunkan COD dan TSS pada

(13)

2. Menentukan efisiensi penurunan COD dan TSS setelah mengalami pengolahan menggunakan eloktrokoagulasi.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menurunan COD dan TSS pada air limbah Cold Storage dengan variabel tegangan, jarak elektroda, dan waktu sampling

hingga diperoleh hasil terbaik.

1.4. Manfaat Penelitian

1. proses elektrokoagulasi diduga dapat menjadi pilihan metode pengolahan limbah alternatif mendampingi metode-metode pengolahan yang lain yang telah dilaksanakan

2. Memberikan salah satu alternatif teknologi yang dapat digunakan untuk mengolah limbah cair industri Cold Storage.

3. Untuk menambah studi ilmiah tentang cara pengolahan air limbah menggunakan proses elektrokoagulasi sebagai upaya mengurangi dampak pencemaran agar tercipta kondisi yang aman bagi badan air.

1.5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini akan dibatasi pada masalah : 1. Limbah cair yang diambil dari PT. Bumi Menara Internusa. 2. Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium.

(14)

4. Penelitian dilakukan dengan Elektrokoagulasi pada variasi kuat arus dan waktu sampling

(15)

5 II.1. Air Limbah (Air Buangan)

Air Limbah adalah air buangan dari proses industri yang sudah tidak terpakai. untuk dibuang ke badan air, air limbah ini harus diolah agar memenuhi persyaratan.

Persyaratan air secara fisik meliputi kekeruhan, suhu, bau dan rasa. Kualitas air secara kimia meliputi pH, kandungan senyawa dalam air, kandungan reside atau sisa. Sedangkan kualitas air secara biologis, khususnya secara mikrobiologis ditentukan oleh parameter mikroba pencemar.

Air normal memenuhi persyaratan untuk dapat digunakan dalam suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5 – 7,5. Air yang mempunyai pH lebih besar dari pH standar akan bersifat basa. Air limbah dan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke badan air umumnya akan mengubah pH sehingga dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air.

(16)

II.2. Pengertian Industri Cold Storage

Cold storage adalah industri yang bergerak di bidang pengemasan dan pembekuan hasil laut yang utama adalah Udang. Udang hidup di perairan, khususnya sungai maupun laut atau danau. Udang dapat ditemukan di hampir semua "genangan" air yang berukuran besar baik air tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan. Udang biasa dijadikan makanan laut (seafood). Dalam bahasa Banjar disebut hundang (anonim,2008)

II.3. Proses Produksi Cold Storage

Untuk mendapatkan hasil produksi yang baik, udang setelah didatangkan dari supplier akan melewati beberapa proses antara lain :

A. Penerimaan

(17)

kualitas akan direndam dalam larutan chlorine 5 ppm untuk mempertahankan kesegarannya. Karena apabila udang tidak direndam dalam larutan maka kondisi udang tidak tahan lama dan cepat mengalami kerusakan. Kriteria udang yang bermutu rendah adalah sebagai berikut :

a) Kulit terkelupas b) Kulit lembek ( soft ) c) Daging kemerahan ( red )

d) Badan udang terpotong ( broken )

e) Bintik hitam akibat penanganan udang pasca panen yang kurang baik.(black spot)

f) Berbau busuk. B. Pencucian

Perncucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran – kotoran yang menempel pada udang, baik kotoran udang itu sendiri, mikroorganisme yang menempel maupun kotorang selama penanganan sebelum udang sampai ke pabrik. Pencucian dilakukan dengan air biasa.

C. Penampungan

(18)

jumlah yang banyak, memerlukan waktu penyimpanan yang lama agar kondisi udang tetap baik, udang harus disimpan dalam cold srorage dengan terlebih dahulu dikemas dalam kantong – kantong plastik. Bahan baku yang dibekukan dijadikan sebagai persediaan bila suatu saat kekurangan bahan baku utuk proses.

D. Pemotongan Kepala

Pemotongan kepala dilakukan untuk produk – produk head less. Pemotongan kepala ini dilakukan secara manual yaitu dengan menarik kepala udang dari badannya, pada waktu menarik kepala udang, harus menyisakan genjer ( hanging meat ) atau daging yang berjarak setengah dari ruas pertama badan udang. Hal ini dilakukan karena genjer tersebut merupakan persyaratan penting khususnya produk head less yang siap ekspor. Hal ini juga berpengaruh pada harga udang dan untung ruginya perusahaan.

E. Sortasi

Sortasi dilakukan dalam dua tahap yaitu sortasi awal dan sortasi akhir. Pada sortasi awal yang menjadi fokus sortasi adalah :

a) Jenis b) Ukuran c) Mutu

(19)

F. Pemasakan

Pemasakan dilakukan khusus untuk produk matang Tujuan ini adalah membuat produk menjdadi setengah matang sihinggap siap untu dikonsumsi tanpa diberi perlakuan lain. Udang yang diproses adalah udang yang telah mengalami pembersihan, dan tinggal menyisakan daging. Ukuran rata – rata udanga yang di masak adalah ukuran sedang 50 – 90 cm, dengan berat 1,8 kg. Sebelum dilakukan pamasakan, udang direndam dalam larutan STPP ( Sodium Tri Poli Phospat ) 3% selam 12 jam. Setelah direndam kemudian udang ditimbang untuk mengetahui % kenaikan berat udang setelah mengalami perendaman. Sodium Tri Pole Phospat berfungsi untuk mengikat air di dalam tubuh udang dan membuat penampakan udang lebih kenyal. Pemasakan udang memerlukan watu 1 samapai 5 menit dengan suhu pamasakan 1000

G. Timbang Produk c

Udang – udang yang telah disortasi dilakukan pengecekan mutu, apabila mutunya tidak sesuai maka akan dikembalikan, sedangkan apabila mutunya memenuhi syarat maka udang – udang langsung dilakukan penimbangan.

H. Pemberian Label Ukuran

(20)

a) Hitam : untuk udang warna hitam dan coklat b) Hijau : untuk udang yang berwarana biru muda c) Biru : untuk udang yang berwana biru tua d) Merah : untk udang yang second grade. I. Pembekuan

Agar produk tahan lama maka dilakukan pembekuan. Mesin pembekuan yang biasa dipakai ada 3 macam yaitu :

a) Contact Plate Freezer,

b) Air Blast Freezer tipe ruangan dan c) Air Blast Freezer tipe Belt Conveyor. J. Penyimpanan

Sebelum produk dipasarkan, produk disimpan terlebih dahulu dalam ruang penyimpanan dengan suhu -250c. Lama penyimpanan tergantung dari pengiriman ke pemesanan dan jumlah produk yang dihasilkan.

II.4. Karakteristik Air Buangan Industri Cold Storage

(21)

1 Karakteristik fisika - Kekeruhan

Materi penyebab kekeruhan adalah bahan organik yang berasal dari limbah cair industri udang.

- Padatan (solid)

Padatan yang ada dapat berupa terlarut atau tarsuspensi, padatan juga dapat berupa material organik atau anorganik

2. Karakteristik Kimia

Karakteristik kimia terdiri dari zat organic atau anorganik. • Zat organik meliputi :

- Protein - Lemak - Minyak

• Zat anorganik meliputi :

1. Nitrogen

Beberapa bentuk senyawa nitrogen, yaitu nitrogen organic (dalam bentuk asam amino dan urea), nitrogen amoniak (seperti garam ammonium dan amoniak), nitrogen nitrit dan nitrogen nitrat.

(22)

Mineral terlarut dalam jumlah tinggi dapat menyebabkan kesadahan dan besi terlarut juga menyebabkan kesadahan. (Mulyadi dalam Purwaningsih,2008) Parameter – parameter air buangan industri udang juga dapat mempengaruhi badan air penerima bila tidak diolah dengan baik, parameter – parameter tersebut antara lain :

1. COD (Chemical Oxygen Demand)

Untuk menyatakan kualitas air dibutuhkan beberapa parameter yang terkait. Salah satu diantaranya adalah Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) yang didefinisikan sebagai jumlah oksigen (mg/O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang

ada dalam sampel air atau banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik menjadi CO2 dan H2O. Pada reaksi oksigen ini

hampir semua zat yaitu sekitar 85% dapat teroksidasi menjadi CO2 dan H2O

dalam suasana asam, sedangkan penguraian secara biologi (BOD) tidak semua zat organik dapat diuraikan oleh bakteri

Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut didalam air.

(23)

parameter COD mencerminkan banyaknya senyawa organik yang dioksidasi secara kimia. Tes COD digunakan untuk menghitung kadar bahan organik yang dapat dioksidasi dengan cara menggunakan bahan kimia oksidator kuat dalam media asam.

Beberapa bahan organik tertentu yang terdapat pada air limbah, kebal terhadap degradasi biologis dan ada beberapa diantaranya yang beracun meskipun pada kosentrasi yang rendah. Bahan yang tidak dapat didegradasi secara biologis tersebut akan didegradasi secara kimiawi melalui proses oksidasi, jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi tersebut dikenal dengan Chemical Oxygen Demand (COD).

COD merupakan salah satu parameter indikator penting untuk pencemar di dalam air yang disebabkan oleh limbah organik, keberadaan COD di dalam lingkungan sangat ditentukan oleh limbah organik, baik yang berasal dari limbah rumah tangga maupun industri, secara umum COD yang tinggi dalam air menunjukkan adanya bahan pencemar organik dalam jumlah banyak.

(24)

Analisis BOD dan COD dari suatu air limbah dan menghasilkan nilai-nilai yang berbeda karena kedua uji mengukur bahan yang berbeda. Nilai COD selalu lebih tinggi dari nilai BOD. (Indah 2008).

Perbedaan diantara kedua nilai disebabkan banyak faktor antara lain :

1. Bahan kimia yang tahan terhadap oksidasi biokimia tetapi tidak tahan terhadap oksidasi kimia seperti lignin.

Bahan kimia yang dapat dioksidasi secara kimia dan peka terhadap oksidasi biokimia tetapi tidak dalam uji BOD5

2. Adanya bahan toksik dalam limbah yang akan mengganggu uji BOD tetapi tidak uji COD.

seperti sellulosa, lemak berantai panjang atau sel-sel mikroba.

Menurut Benefield (1982), perbedaan COD dan BOD dapat dilihat sebagai berikut :

a. Angka BOD adalah jumlah komponen organik biodegradable dalam air buangan, sedangkan tes COD menentukan total organik yang dapat teroksidasi, tetapi tidak dapat membedakan komponen biodegradable/non biodegradable.

(25)

c. Hasil COD tidak tergantung pada aklimasi bakteri sedangkan pada tes BOD sangat dipengaruhi aklimasi seeding bakteri.

2. TSS (Total Suspended Solid)

Total suspended solid adalah kandungan partikel diskrit yang tersuspensi dalam air. Zat padat total terdiri dari zat padat tersuspensi dan zat padat terlarut, keduanya dapat bersifat organik dan anorganik. Partikel tersuspensi koloid merupakan penyebab kekeruhan dalam air.

Terdapat sisa produk dari industri industri udang yang berasal dari dari proses pencucian dan pengambilan udang sebagai bahan baku. Potensi pemcemaran limbah cair dari pengolahan udang secara cold storage bevariasi tergantung dari macam proses dan kapasitas produksi serta kondisi lingkungan tempat pembuangan sehingga dampak yang terjadi juga berbeda – beda. Sisa – sisa produk tersebut berupa :

- Kepala udang - Kulit udang - Plastik

(26)

Menurut sifat bahannya, limbah industri udang dibedakan menjadi 3 bentuk : 1. Limbah padat

Dari sisa produk yang sudah disebtu diatas, yaitu : kepala udang, kulit udang, dan hanging meat (genjer) merupakan penyebab pencemar dalam bentuk limbah padat. Limbah padat ini oleh pabrik biasanya dijual kemasyarakat dan digunakan sebagai bahan pembuat kerupuk, petis, terasi, bakso udang dan juga dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak bebek.

2. Limbah cair

Limbah cair merupakan sumber pencemar yang perlu diperhatikan sejak awal udang masuk ke pabrik dari para supplier, karma air merupakan kebutuhan mutlak untuk proses produksi. Terdapat kandungan Sodium Tri Phosfat, klorin dan larutan thypol dalam air buangan industri Cold Storage karena bahan – bahan tersebut yang dipakai untuk membantu proses produksi.

3. Limbah gas

Limbah gas dari industri udang adalah berupa uap yang keluar dari ketel pemasak atau boiler.

Dalam pengolahan udang beku dari awal udang masuk ke pabrik memerlukan air untuk keperluan :

- Air untuk pencucian bahan baku

(27)

- Air untuk pencucian peralatan - Air untuk pendingin mesin - Air untuk bahan

II.5. Pengolahan Air Buangan Industri Cold Storage

Maksud dan tujuan pengolahan limbah cair industri Cold Storage adalah untuk menghilangkan unsur-unsur pencemar dari limbah Cold Storage dan untuk mendapatkan effluent dari pengolahan yang mempunyai kualitas yang dapat diterima oleh badan air penerima buangan tanpa gangguan fisik, kimia dan biologis.

Pengolahan adalah proses yang dilakukan sehingga menyebabkan terjadinya perubahan akibat proses fisika, kimia dan biologi dengan melibatkan satuan operasi atau satuan proses pada unit-unit bangunan pengolahan (Tjokrokusumo dalam Purwaningsih, 2008).

Secara garis besar pengolahan air limbah dapat dikelompookan menjadi beberapa bagian, yaitu:

1 Pengolahan fisika

(28)

udang, zat-zat warna, zat-zat kimia yang tidak larut dan kotoran-kotoran pada limbah cair. Proses penyaringan ini dilakukan sebelum limbah tersebut mendapatkan pengolahan lebih lanjut. Sedangkan proses pengendapan ditujukan untuk memisahkan padatan yang dapat mengendap dengan gaya gravitasi.

2. Pengolahan kimia

Bertujuan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), menetralkan limbah cair dengan cara menambahkan bahan kimia tertentu agar terjadi reaksi kimia untuk menyisihkan bahan polutan. Penambahan zat pengendap disertai dengan pengadukan cepat menyebabkan terjadinya penggumpalan, hasil akhir proses pengolahan biasanya merupakan endapan yang kemudian dipisahkan secara fisika. Zat-zat pengendap yang ditambahkan biasanya adalah Kapur, Fero Sulfat, Feri Sulfat, Aluminium Sulfat, Feri Khlorida dan sebagainya. Beberapa proses pengolahan secara kimia antara lain :

- Koagulasi – flokulasi

(29)

limbah cair menggunakan Elektrokoagulasi, koagulan yang dibutuhkan tidak menggunakan bahan kimia akan tetapi koagulan berasal dari elektroda yang menghasilkan ion positif dan negatif yang akan mendestabilisasikan partikel – partikel tersuspensi sehingga mengendap. berikut merupakan tahapan pembentukan flok untuk pengendapan.

Gambar II.1 Mekanisme Proses Koagulasi

(30)

Gambar II.3 Mekanisme Pembentukan Makroflok

3. Pengolahan biologi

Pengolahan secara biologi ini memanfaatkan mikroorganisme yang berada di dalam air untuk menguraikan bahan-bahan polutan. Pengolahan limbah cair secara biologi ini dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Pengolahan ini digunakan untuk mengolah air limbah yang biodegradable.

Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

• Reaktor pertumbuhan tersuspensi, di dalam reaktor ini

(31)

• Reaktor pertumbuhan lekat, di dalam reaktor ini mikroorganisme

tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya.

Proses pengolahan secara biologi pada prinsipnya dibedakan menjadi tiga jenis :

• Proses aerob, yang berlangsung dengan adanya oksigen,

• Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen,

(32)

Alur pengolahan limbah industri udang secara biologis

SCREEN

BAK PENGUMPUL

BAK EQUALISASI

AERASI/ACTIVATED SLUGE

CLARIFIER

(33)

II.6. Elektrokoagulasi

Elektrokoagulasi adalah proses destabilisasi suspensi, emulsi dan larutan yang mengandung kotaminan dengan cara mengalirkan arus listrik melalui air, menyebabkan terbentuknya gumpalan yang mudah dipisahkan.

Elektrokoagulasi merupakan proses elektrolisis, dengan demikian maka membutuhkan tenaga listrik, penghantar listrik dan elektroda. Untuk elektrokoagulasi listrik yang dibutuhkan adalah listrik arus searah (DC), penghantar listriknya adalah larutan elektrolit, dalam hal ini adalah air yang akan diolah. Sedangkan elektroda yang digunakan pada umumnya adalah aluminum yang memiliki sifat sebagai koagulan.

Elektroda dalam proses elektrokoagulasi merupakan salah satu alat untuk menghantarkan atau menyampaikan arus listrik ke dalam larutan agar larutan tersebut terjadi suatu reaksi (perubahan kimia). Elektroda tempat terjadi reaksi reduksi disebut katoda, sedangkan tempat terjadinya reaksi oksidasi disebut anoda.

(34)

dengan tegangan tertentu. Dalam proses ini timbul peristiwa elektrokimia dengan gejala dekomposisi elektrolit, yaitu ion positif (kation) bergerak ke katoda dan menerima elektron yang direduksi, dan ion negatif (anion) bergerak ke anoda dan menyerahkan elektron yang dioksidasi. Pada intinya mekanisme proses oksidasi-reduksi yaitu untuk melakukan destabilisasi ion sehingga mudah untuk dilakukan proses pengendapan, dan mengurangi sifat racun dari ion tersebut.

• Reaksi Oksidasi di anoda

Al Al 3+ 2H

+ 3e

2O 4H+ + O2

• Reaksi reduksi di katoda

+ 4e

2H2O + 2e 2OH- + H

Al

2

3+

Reaksi reduksi dari ion Al + 3e Al

3+

akan berjalan bila ke dalam sel elektrokoagulasi dialirkan listrik arus searah. Dalam anoda yang terbuat dari aluminium terjadi oksidasi air menjadi gas oksigen (O2). Sedangkan di katoda akan terjadi reduksi air

menjadi gas hidrogen (H2

Ion Al

).

3+

berasal dari pelarutan anoda akan bereaksi dengan ion OH -membentuk aluminium hidroksida (Al(OH)3

Al

3 yang terjadi membentuk flok-flok dan menggumpalkan padatan

(35)

polutan sehingga mengapung ke permukaan. Pengapungan gumpalan polutan karena gelembung gas yang terbentuk pada proses elektrolisis disebut dengan elektroflotasi.

Proses elektrokoagulasi memiliki kelebihan dan kekurangan dalam mengolah limbah cair.

Selain itu, elektrokoagulasi / flotasi adalah teknik yang melibatkan elektrolitik dengan penambahan ion logam seperti alumunium langsung dari elektroda. Ion-ion yang tersuspensi dengan polutan di dalam air, mirip dengan penambahan bahan kimia seperti tawas dan ferri klorida, dan memungkinkan lebih mudah untuk menghilangkan polutan oleh sedimentasi dan flotasi (Emamjomeh, 2009).

a. Kelebihan Elektrokoagulasi

Elektrokoagulasi dalam pengolohan limbah sudah dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu, tetapi abad 20 ini telah ditemukan berbagai pengembangan teknologi tentang elektrokoagulasi, berikut ini kelebihan dari elektrokoagulasi :

1. Elektrokoagulasi memerlukan peralatan sederhana dan mudah untuk dioperasikan.

2. Flok yang dihasilkan elektrokoagulasi ini sama dengan flok yang dihasilkan koagulasi biasa.

(36)

medan listrik kedalam air sehingga mempercepat pergerakan mereka didalam air dengan demikian akan memudahkan proses koagulasi.

4. Efluen EC mengandung lebih sedikit total dissolved solids (TDS) dibandingkan dengan pengolahan koagulasi. Jika ini adalah air untuk digunakan kembali, yang TDS yang lebih rendah berkontribusi untuk lebih rendahnya biaya pemulihan air.

5. Gelembung-gelembung gas yang dihasilkan pada proses elektrokoagulasi ini dapat membawa polutan ke permukaan air sehingga dapat dengan mudah dibersihkan.

6. Dapat memberikan efisiensi proses yang cukup tinggi untuk berbagai kondisi, dikarenakan tidak dipengaruhi temperatur.

7. Tidak diperlukan pengaturan pH.

8. Pemerliharaan lebih mudah karena menggunakan sel elektrolisis yang tidak bergerak.

9. Tanpa menggunakan bahan kimia tambahan. b. Kelemahan Elektrokoagulasi

Ada beberapa kekurangan elektrokoagulasi ini, berikut ini kekurangan dari proses elektrokoagulasi :

(37)

2. Besarnya reduksi logam berat dalam limbah cair dipengaruhi oleh besar kecilnya arus voltase listrik searah pada elektroda, luas sempitnya bidang kontak elektroda dan jarak antar elektroda.

Proses elektrokoagulasi merupakan gabungan dari proses elektrokimia dan proses flokulasi-koagulasi. Proses ini dapat menjadi pilihan metode pengolahan limbah radioaktif dan limbah B3 cair fase air alternative mendampingi metode-metode pengolahan yang lain yang telah dilaksanakan (Susetyaningsih, 2008).

II.6.1. Elektrolit

Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan listrik. Sementara, larutan non-elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan listrik. Larutan yang dimaksud sendiri adalah larutan akuades/air murni (H2O) yang dicampur bahan lain. Air digunakan sebagai pelarut karena air adalah pelarut paling umum. Air memiliki ciri khusus, yaitu bersifat polar. Salah unsur bersifat positif dan yang lain negatif, sehingga dapat menarik apa yang air mau. Karena itu, air sebenarnya adalah elektrolit dan dapat menghantar listrik.(Anonim, 2008).

(38)

Suatu zat kimia yang dilarutkan dalam suatu pelarut (biasanya air), sehingga menghasilkan suatu konduksi (penghatar arus) media. Ini adalah larutan elektrolit diberikan pada elektrolit, hubungan selalu akan terjadi penepisan (pemisahan) yang merata (Johanes, 1978).

II.6.2. Plat Elektroda

Sebuah elektroda adalah sebuah konduktor yang digunakan untuk bersentuhan dengan sebuah bagian non-logam dari sebuah sirkuit (misal: semikonduktor, sebuah elektrolit atau sebuah vakum) (Faraday, M., 1834).

Menurut Mollah et al (2001), Plat logam konduktif yang umumnya dikenal sebagai ‘elektroda’ dan mungkin dibuat dari bahan yang sama atau berbeda (anoda dan katoda).

Elektroda terbuat dari bahan alumunium dengan ukuran lebar 3 cm, panjang 10 cm dan tebal 8 mm. Anoda terpasang berjumlah 2 buah, sedangkan katoda terpasang berjumlah 2 buah yang dialiri arus listrik searah dan disusun secara

(39)

pararel. Dalam deret volta, alumunium lebih reaktif dan memiliki tingkat reduktor yang tinggi dibandingkan besi dan tembaga sehingga akan lebih mudah melakukan proses oksidasi dan melepas elektron.

Faktor yang mempengaruhi poses Elektrokoagulasi dalam air adalah : 1. Suhu

Semakin tinggi suhu dalam cairan, maka semakin besar energi aktifasinya, sehingga kecepatan reaksi akan semakin besar, sihingga kemungkinan proses oksidasi akan semakin cepat.

2. Konduktivitas

Konduktivitas akan mempengaruhi besar kecilnya daya listrik yang digunakan. Semakin tinggi konduktivitas air yang akan diolah akan semakin besar daya listrik yang digunakan.

3. Waktu kontak

(40)

4. Kuat Arus Listrik

Dalam proses elektrokoagulasi arus yang digunakan yaitu arus searah yang dan dicari sampai optimum, besarnya arus dapat menyebabkan pembentukan gas H2 yang terlalu besar dan cepat bisa memecahkan flok yang sudah

terbentuk.

II.7. Landasan Teori

II.7.1. Proses Pereduksian Limbah Organik Dengan Elektrokoagulasi

Zat organik yang terkandung dalam air limbah Cold Storage jika dalam prosesnya tidak diolah sebelum dibuang ke badan air akan sangat berbahaya bagi badan air penerima karena air limbah tersebut mengandung unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), sulfur (S). Unsur-unsur tersebut jika tidak diolah maka unsur ini akan menjadi CH4, NO2, NH3, H2

2 H + O

S yang berbahaya dan menimbulkan bau pada air limbah. Pada proses elektrokoagulasi terjadi reaksi oksidasi yang dapat menimbulkan spesies-spesies aktif seperti OH, O, dan H yang dapat merubah zat organik (C,H,O,N,S) menjadi zat yang lebih sederhana seperti yang ditunjukan dalam reaksi berikut :

(41)

H+ + OH- H2

Unsur hasil reaksi antara kandungan zat organik dengan oksigen ini merupakan unsur-unsur yang sederhana yang tidak berbahaya dan tidak berbau, terjadinya reaksi inilah yang mengakibatkan berkurangnya bahan-bahan organik dalam air limbah sehingga air limbah dapat dibuang ke badan sungai.

2

II.7.2 Proses Pereduksian TSS Dengan Menggunakan Elektrokoagulasi.

(42)

II.7.3 Mekanisme Proses Elektrokoagulasi

Sebagai contoh mekanisme proses elektrokoagulasi untuk mereduksi TSS

Gambar II.4. Mekanisme Proses Elektrokoagulasi

Apabila dalam suatu elektrolit ditempatkan dua elektroda dan dialiri arus listrik searah, maka akan terjadi peristiwa elektrokimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit, yaitu ion positif (kation) bergerak ke katoda dan menerima elektron yang direduksi dan ion negatif (anion) bergerak ke anoda dan menyerahkan elektron yang dioksidasi.

Pada anoda akan dihasilkan gas yang berupa gelembung-gelembung udara dan buih. Selanjutnya gas yang terbentuk akan mengikat partikel-partikel koloid yang ada di dalam limbah yang telah terdestabilisasi, sehingga partikel-partikel koloid yang terdestabilisasi terdorong kepermukaan air. Flok-flok yang terbentuk

(43)
(44)

34 III.1. Bahan Yang Digunakan

Limbah cair industri Cold Storage PT. Bumi Menara Internusa, Margomulyo –Surabaya.

III.2. Alat Alat Yang Digunakan

1. Beaker glass

2. Bak Penampung Air limbah 3. Plat Alumunium

4. Elektrokoagulasi III.3. Variabel Yang Dipakai

Tegangan (volt) : 6, 9, 12, 15, 18

Waktu Sampling (menit ) : 60, 120, 180 Jarak Elektroda (cm) : 4 dan 8

III.4. Prosedur Percobaan

1. Air limbah dilakukan analisa awal untuk mengetahui presentase parameter yang di kandung dalam air limbah, melalui proses analisa COD dan TSS. 2. Limbah sebanyak 1 L dimasukan kedalam Beaker glass.

(45)

4. Lamanya waktu proses disesuaikan dengan waktu yang telah ditetapkan. 5. Hasil dari percobaan, di analisa kembali dengan analisa COD dan TSS untuk

mengetahui berapa persen kandungan limbah yang teremoval. III.5. Gambar Alat

Gambar III.1 Elektrokoagulasi

Keterangan :

1. Elektrokoagulasi 2. Air Limbah 3. Anoda 4. Katoda

1

(46)

III.6. Kerangka Penelitian

IDE STUDI

Pengolahan Limbah Cair Industri Cold Storage

Dengan Elektrokoagulasi

Studi Literatur

Pengambilan sample Serta analisa Awal COD

dan TSS Pembuatan alat

Elektrokoagulasi

Percobaan Variasi waktu 60, 120, 180 (menit) Dan Variasi arus listrik

6, 9, 12, 15, 18 (volt)

Pengujian Parameter COD dan TSS

Analisa dan Pembahasan a. Analisa tegangan terhadap

penurunan COD dan TSS

b. Menentukan besarnya

efisiensi penurunan COD dan TSS

(47)

37 IV.1. Analisa Awal

Pada penelitian kali ini sampel yang digunakan adalah limbah industri Cold Storage yang masih baru. Sampel diambil pada outlet industri sebelum

masuk ke IPAL dan dimasukan pada jerigen lalu dibawa untuk diproses di Laboratorium Riset Teknik Lingkungan UPN ‘Veteran’ Jatim. Limbah yang digunakan mempunyai karakteristik sebagai berikut:

Tab el IV.1 Karakteristik dan Baku Mutu Limbah Cold Storage

PARAMETER KONSENTRASI BAKU MUTU

COD 3000 ppm 200 ppm

BOD 2544.9 ppm 100 ppm

TSS 1600 ppm 100 ppm

pH 8 6-9

Minyak dan Lemak 4 ppm 30 ppm

(Sumber: Hasil perhitungan.)

IV.2. Hasil Pengolahan Limbah Cold Storage Menggunakan

Elektrokoagulasi Untuk Parameter COD.

(48)

Tab el IV.2 Pengaruh Tegangan dan Waktu Sampling Terhadap Penurunan COD

dengan Jarak Elektroda 4cm.

(Sumber: Hasil perhitungan)

Tabel diatas menunjukan kemampuan elektrokoagulasi dalam menurunkan COD dengan perbedaan jarak elektroda, waktu dan tegangan. Dari data diatas didapat penurunan COD tertinggi pada jarak 4cm dengan tegangan 18volt dan waktu sampling 3 jam yaitu sebesar 1000mg/l atau mengalami penurunan 66.7% dari COD awal dan penurunan COD terendah pada jarak elektroda 4cm dengan tegangan 6volt dan waktu sampling 1 jam yaitu sebesar 2700mg/l atau mengalami penurunan 10% dari COD awal. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Inoussa (2009), penurunan COD dengan Elektrokoagulasi menggunakan elektroda alumunium diperoleh penurunan terbaik sebesar 88% atau 880 mg/l dari COD awal sebesar 1000mg/l dengan variabel waktu 60 menit dan tegangan 15 volt tetapi pada penelitian ini digunakan ampere/arus yang sangat besar yaitu 200 A/m2

Tegangan (volt)

. Semakin besar tegangan, kuat arus dan waktu sampling maka penurunan

(49)

yang didapat akan semakin besar pula. Hal ini dapat ditunjukan pada grafik/gambar Hubungan antara tegangan dengan prosentase penurunan COD pada waktu sampling yang bervariasi dengan jarak elektroda 4cm sebagai berikut:

Waktu Sampling

Gambar IV.1 Hubungan antara tegangan dengan prosentase penurunan COD

pada waktu sampling yang bervariasi dengan jarak elektroda 4cm.

(50)

Tabel IV.3 Pengaruh Tegangan dan Waktu Sampling Terhadap Penurunan COD dengan Jarak Elektroda 8cm.

(Sumber: Hasil perhitungan)

Dari tabel diatas diketahui penurunan COD tertinggi pada pada jarak 8 cm dengan tegangan 18 volt dan waktu sampling 3 jam yaitu sebesar 1100mg/l atau mengalami penurunan 63.3% dari COD awal dan penurunan COD terendah pada jarak 8cm dengan tegangan 6 volt dan waktu sampling 1 jam. Untuk lebih jelasnya hal ini ditunjukan pada grafik/gambar Hubungan antara tegangan dengan prosentase penurunan COD pada waktu sampling yang bervariasi dengan jarak elektroda 8 cm sebagai berikut:

(51)

Waktu Sampling

Gambar IV.2 Hubungan antara tegangan dengan prosentase penurunan COD

pada waktu sampling yang bervariasi dengan jarak elektroda 8cm.

(52)

ini terjadi karena pada tengangan ini gas-gas oksigen dan hidrogen dari reaksi oksidasi mulai bertambah banyak dan mereduksi kandungan zat organik dalam limbah.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Purwaningsih(2008), yaitu dengan menggunakan elektroda stainless stell diperoleh efisiensi penurunan COD terbesar adalah 29,75% atau 3341 mg/l dari COD awal sebesar 11233 mg/l pada tegangan 25 volt, jarak antara elektroda 3 cm dan waktu sampling 1 jam. Hal ini menunjukan semakin dekat jarak elektroda maka prosentase penurunan COD akan semakin besar.

Penurunan yang terjadi dalam penelitian ini belum memenuhi standart baku mutu limbah cair untuk industri Cold Storage yang ditetapkan oleh S.K.Gubernur Jawa Timur No.45 th.2002. sebesar 200mg/l. Untuk itu diperlukan tegangan yang lebih besar dan waktu sampling yang lebih lama agar penurunan COD dapat maksimal dan memenuhi standart baku mutu yang ditetapkan.

IV.3. Hasil Pengolahan Limbah Cold Storage Menggunakan Elektrokoagulasi

Untuk Parameter TSS.

(53)

Tabel IV.4 Pengaruh Tegangan dan Waktu Sampling Terhadap Penurunan TSS dengan Jarak Elektroda 4cm.

(Sumber: Hasil perhitungan)

Dari tabel 4.5 diatas diperoleh hasil penurunan TSS dengan jarak elektroda 4 cm tertinggi pada tegangan 15 dan 18 volt dengan waktu sampling 3 jam yaitu sebesar 40 mg/l atau terjadi penurunan sebesar 97.50% dari TSS awal sebesar 1600 mg/l dan penurunan TSS terendah terjadi pada tegangan 6volt dan waktu sampling 1 jam yaitu mengalami penurunan 68.50% dari TSS awal atau diperoleh hasil 504 mg/l. hal ini dijelaskan dengan grafik Hubungan antara tegangan dengan prosentase penurunan TSS pada waktu sampling yang bervariasi dengan jarak elektroda 4cm sebagai berikut.

(54)

Waktu Sampling

Gambar IV.3 Hubungan antara tegangan dengan prosentase penurunan

komsentrasi TSS pada waktu sampling yang bervariasi dengan jarak elektroda 4cm.

(55)

mengikat zat-zat terlarut dalam air limbah. Flok dan gelembung-gelembung udara yang berukuran sangat kecil akan terangkat ke atas permukaan air lama-lama akan berkumpul dan bertambah besar, flok yang berukuran besar biasanya akan jatuh dan mengendap dibawah (Sunardi 2007).

Pada tegangan awal 6 volt dan waktu sampling 1 jam penurunan yang didapat tidak sebesar pada tegangan 15 dan 18 volt dengan waktu sampling 3 jam, hal ini dikarenakan ion-ion yang dihasilkan oleh elektroda darip proses reaksi oksidasi belum terlalu banyak untuk mendestabilisasikan partikel. Untuk tegangan 15 dan 18 volt pada waktu sampling 3 jam hasil yang diperoleh sama, hal ini dikarenakan pertikel-partikel dalam air limbah sangat kecil atau terjadi kejenuhan pada plat elektroda oleh flok-flok sehingga sudah berkurang kemampuannya untuk menarik ion-ion dalam limbah (Susetyaningsih,2008).

Tabel IV.5 Pengaruh Tegangan dan Waktu Sampling Terhadap Penurunan TSS dengan Jarak Elektroda 8cm.

(56)

Pada tebel 4.5 Pengaruh Tegangan dan Waktu Sampling Terhadap Penurunan TSS Dengan Jarak Elektroda 8cm diatas dapat diketahui penurunan TSS tertinggi terjadi pada variabel tegangan 18 volt dan waktu sampling 3 jam yaitu sebesar 80 mg/l atau mengalami penurunan sebesar 95 % dari TSS awal dan penurunan terendah terjadi pada variabel tegangan 6 volt dan waktu sampling 1 jam yaitu sebesar 720 mg/l atau mengalami penurunan sebesar 55 % dari TSS awal sebesar 1600 mg/l. Dari tabel diatas diperoleh grafik hubungan antara tegangan dengan prosentase penurunan TSS pada waktu sampling yang bervariasi dengan jarak elektroda 8cm sebagai berikut.

Waktu Sampling

Gambar IV.4 Hubungan antara tegangan dengan prosentase penurunan TSS pada

(57)

Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa hasil yang di peroleh tidak jauh berbeda dengan penurunan TSS dengan jarak elektroda 4 cm dan penurunan yang terjadi berjalan stabil. Penurunan TSS pada jarak 8cm tidak sebesar pada penurunan TSS dengan jarak elektroda 4 cm, karena semakin jauh jarak elektroda maka semakin kecil arus yang dihantarkan melalui elektrolit.

Menurut Susetyaningsih (2008), Semakin besar nilai kuat arus yang diberikan akan terjadi penurunan kadar TSS dalam limbah atau nilai efisiensi elektrogoagulasinya semakin besar. Hal ini juga terjadi pada perubahan waktu proses, semakin lama waktu prosesnya akan dihasilkan penurunan kadar TSS yang semakin besar.

Penelitian yang sebelumnya yang dilakukan Sunardi (2007), penurunan TSS menggunakan Elektrokoagulasi dengan tegangan 12 volt dan waktu operasi 60 menit diperoleh hasil 24,905 mg/l dari TSS awal sebesar 350 mg/l atau mengalami penurunan 92,884%.

Elektrokoagulasi memang sangat berpengaruh dalam proses penurunan TSS pada air limbah. Dari TSS dalam limbah Cold Storage yang telah diproses dengan elektrokoagulasi dapat memenuhi standart baku mutu yang ditetapkan oleh S.K.Gubernur Jawa Timur No.45 th.2002.

IV.4. Analisa Statistik

(58)

kesalahan data pada saat penelitian. Metode analisa statistik yang digunakan adalah regresi. Adapun sebagai contoh analisa regresi pada variabel waktu sampling 3 Jam dengan contoh analisa sebagai berikut :

Tabel IV.6 Model Summary

Model Summaryb

a. Predictors: (Constant), COD

b. Dependent Variable: Tegangan

Untuk tabel diatas, R menunjukan hubungan antar variabel sebesar 0.997 atau hubungan yang terjadi cukup kuat. Sedangkan R square = 0.993 (range 0-1), artinya ada hubungan linear yang sangat kuat antara tegangan dan COD yang dibutuhkan.

a. Predictors: (Constant), COD

(59)

Uji Anova ditujukan untuk mengetahui variabel independen secara keseluruhan terhadap variabel disponden. df menunjukan derajat kebebasan dengan nilai V1 = 1 dan V2 = 3 pada nilai signifikansi 0

a. Dependent Variable: Tegangan

Tabel koefisiensi adalah untuk menguji signifikansi koefisien variabel pada model linier. B menunjukan koefisien regresi Y = a + bx artinya Y = 33.10 – 0.12 x.

Tabel IV.9 Residual Statistics

Residuals Statisticsa

(60)

Tabel residual statistik merupakan tabel penyimpan harga residual untuk masing – masing model yang dipilih. Hal ini memudahkan dalam pembacaan tabel statistik.

Gambar IV.5 Grafik Normal P-Plot of Regression Standardized Residual

(61)

49 V.1. Kesimpulan

(62)

V.2. Saran

1. Pada penelitian selanjutnya hendaknya pada penurunan COD diperlukan tegangan yang lebih besar serta waktu sampling yang lebih lama, supaya hasil lebih efektif dan dapat memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh S.K.Gubernur Jawa Timur No.45 th.2002.

2. Selain COD dan TSS, elektrokoagulasi dapat juga digunakan untuk menurunkan warna dan logam berat dalam limbah.

(63)

Anonim2, 2008, ”Pengertian Larutan Elektrolit”, http:belajarsekolahonline.blogspot.com

Benefielld, L. D. 1982. “Biological Processes Design For Wastewater Treatment”. Prentice – Hall, Inc. USA.

, 1 Oktober 2010.

Emamjomeh, M. M., dan Sivakumar, M. 2009. “Review of Pollutants Removed by Electrocoagulation and Electrocoagulation/Flotation Processes”, Journal of Environmental Managemen, 90, 1663–1679.

Faraday, Michael. 1834. “Philosophical Transactions of the Royal Society”,

Johanes, H. 1978. “Listrik Dan Magnet”. Balai Pustaka. Jakarta.

Metcalf & Eddy, 1991. “Wastewater Engineering Treatment, Disposal and Reuse”, 3th Edition. MC. Graw- Hill. New York. America.

Metcalf & Eddy 2003. “Wastewater Engineering Treatment and Reuse”, MC. Graw- Hill. New York. America.

(64)

Purwaningsih, Indah. 2008. “Pengolahan Limbah Cair Industri Batik CV. Batik Indah Raradjonggrang Yogyakarta Dengan Metode Elektrokoagulasi Ditinjau Dari Parameter Chemical Oxygen Demand (COD) dan Warna”, Teknik Lingkungan FTSP Universitas Islam Indonesia, Yoyakarta. Sunardi. 2007. “Pengaruh Tegangan Listrik dan Kecepatan Alir Terhadap Hasil

Pengolahan Limbah Cair Yang Mengandung Logam Pb, Cd dan Tss Menggunakan Alat Elektrokoagulasi”, Seminar Nasional III. Yogyakarta.

Susetyaningsih, R., Kismolo, E., Prayitno. 2008. “Kajian Proses Elektrokoagulasi Untuk Pengolahan Limbah Cair”, Seminar Nasional IV. Yogyakarta. Wijaya, Hanung, 2008, ”Penggunaan Tanah Laterit Sebagai Media Adsorbsi

Untuk Menurunkan Kadar Chemical Oxygen Demand (COD) Pada Pengolahan Limbah Cair Di Rumah Sakit Baktiningsih Klepu Yogyakarta”

Gambar

Gambar II.1 Mekanisme Proses Koagulasi
Gambar II.3 Mekanisme Pembentukan Makroflok
Gambar II.4. Mekanisme Proses Elektrokoagulasi
Gambar III.1 Elektrokoagulasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

(2008) menguji efisiensi elektrokoagulasi dalam menurunkan kandungan BOD, COD, lignin dan fenol dari limbah pulp dan kertas. Hasil tersebut menunjukkan bahwa metode

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkarakterisasi limbah laundry sebelum dan setelah proses elektrokoagulasi dan menentukan efektivitas proses elektrokoagulasi

Dari data yang diperoleh kondisi terbaik untuk mereduksi TSS adalah pada kuat arus 5,0 ampere dengan waktu kontak selama 120 menit, yaitu menghasilkan efisiensi elektrokoagulasi

proses elektrokoagulasi dengan limbah cair yang diolah dari industri tekstil, yaitu kadar bau belum dapat dikurangi walaupun secara visual dan analisis kimia kadar polutan

Kata kunci : Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit effluent RANUT, elektrokoagulasi, jenis material elektroda, tegangan, elektroda aluminium, persentasi penurunan, COD, TSS...

Untuk menurunkan dan mengetahui persentase penurunan kadar COD, TS dan TSS limbah cair pabrik kelapa sawit dari effluent kolam anaerobik dengan menggunakan metode

Kekurangan dari proses pengolahan limbah dengan Metode Elektrokoagulasi adalah (Purwaningsih, 2008): tidak dapat digunakan untuk mengolah limbah cair yang mempunyai sifat

proses elektrokoagulasi dengan limbah cair yang diolah dari industri tekstil, yaitu kadar bau belum dapat dikurangi walaupun secara visual dan analisis kimia kadar polutan