• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PERSEMBAHAN Ayah Ibu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KATA PERSEMBAHAN Ayah Ibu"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI RUMPUT GAJAH YANG DITANAM DI TANAH DESA

(Studi Kasus Kenagarian Talang Binjai Kecamatan Silaut Kabupaten Pesisir Selatan)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

pada Jurusan Hukum Ekonomi Syariah

Oleh:

Mukholik Fatkhurozi NIM: 1313030331

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN)

(2)

ii

KATA PERSEMBAHAN

Ayah & Ibu

.اريغص يوايبرمك امهمحراو يدلاولو ىلرفغا مهللا

Ya Allah, Ampunilah aku dan kedua orang tuaku dan

sayangilah keduanya sebagaimana mereka menyayangiku di

waktu kecil”.

“Terima Kasih Ayah… Ibu… yang Telah Memberi dan Menjadi Pahlawan Penyemangat Hidup Q”

Sahabat Q

ٌ باَت ِك ِنا َمَّزلا ى ِف ٍسِل َجُرْب

َخ

“Sebaik

-

baik teman duduk disetiap waktu adalah buku”.

ٌِرْي

َخ ْلا ىَلَع كُّل ُدًَ ْنَم ِباَح ْصَ ْالْ ُرْبَخ

“Sebaik

-baik sahabat itu adalah menunjukan kepada

kebaikan”.

“Terima Kasih Sahabat Q Yang Telah Berjuang Bersama

Untuk Masa Yang Lebih Lebih Terang dan Cerah Kedepanya”.

Ilmu….

, ص ْى ِحَو , ءاَع

َذ : ٍناَيَبِباَهِلْي ِصْقَت ْنَع َكْيِهُأ َس ِةَت ِسِب َّلَِّإ َمْلِعْلا َلاَىَت ْنَل ْي ِحَا

ٌُص َو , م َهْر ِدَو , دا ِه

َت ْجاَو

. ٍنا َم

َذ ُلْوُلُطَو ,ٍذاَت ْسُا ةَبْح

“Wahai saudaraku kamu tidak akan mendapat ilmu kecuali 6 (enam) perkara, akan aku

berikan perincianya dengan jelas : kecerdasan, ketaman, kesungguhan, biaya, dekat dengan

guru dan waktu yang lama”.

ٌ ِّصلا ِف ُم

لِع

ْ

ل

ْ

ا

َ

ٌِر َج َح

لا ى

ْ

ل َع ِث ْقَّىلا

َ

َك ِرَغ

“Menuntut ilmu diwaktu kecil bagaikan mengukir di atas batu”.

Kesuksesan Itu Ada Pada diri kita sendri, Raihlah kesuksesak Itu dengan kemampuan kita

By :

(3)

iii

(4)
(5)

v

(6)

vi

(7)

vii ABSTRAK

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam

kehadiran Nabi agung Muhammad SAW, yang telah menunjukkan jalan

terbaik dan menjadi contoh mulia bagi umat manusia dan telah

meninggalkan dua hal yang menjadi pedoman hidup yaitu al-Qur’an dan al-

Hadist.

Dengan mengucapkan alhamdulillahhirobbilalamin, berkat bantuan

dan kerja sama dari semua pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini, oleh karena itu penulis banyak mengucapkan terimakasih kepada:

1. Teristimewa buat keluarga Ayahanda Nuryakin dan Ibunda Dewi Hajar yang telah mencurahkan kasih dan sayang pada ananda. Ayahanda yang telah mendidik ananda dan bekerja keras membanting tulang, bercucuran keringat membesarkan ananda untuk bisa menikmati hidup serta ananda mendapat ilmu pengetahuan. Itu adalah sebuah cinta kasih yang takkan pernah dilupakan dalam hidup ananda. Dengan tulus dan ikhlas Doa Ayahanda dan Ibunda yang selalu menyertai ananda dan terimakasih telah menjadi adik yang baik bagi penulis, adinda ku Khairul Anwar, dan Shodek Rifai yang selalu memberikan ku semangat.

2. Rektor UIN Imam Bonjol Padang Bapak Dr. H. Eka Putra Wirman, Lc., MA beserta jajaran Wakil Rektor UIN Imam Bonjol Padang.

3. Bapak Dr. H. Muchlis Bahar Lc., M.Ag Dekan Fakultas Syari’ah UIN Imam Bonjol Padang. Wakil Dekan I Nurul Shalihin, M.Si., Ph.D, Wakil Dekan II Dra. Surwati, M.Ag, dan Wakil Dekan III Dr. Efrinaldi M.Ag.

(9)

ix

5. Bapak Drs. H. Abd. Rauf, M.Ag sebagai pembimbing I dan Dra. Yurni, M.Pd sebagai pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk bimbingan dan memberi arahan dalam menyusun skripsi.

6. Bapak Drs. Abd. Rauf, M.Ag sebagai dosen pembimbing akademik yang selalu menasehati dan memotifasi kepada penulis.

7. Bapak/Ibu dosen dewan penguji Fakultas Syari’ah UIN Imam Bonjol yang telah memberikan berbagai masukan dan kritikan kepada penulis demi untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.

8. Kepada pegawai dan masyarakat (informan) yang penulis wawancarai di Nagari Talang Binjai Kecamatan Silaut Kabupaten Pesisir Selatan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

9. Teman-teman Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Bp 2013 baik itu dari local A/B, teman-teman satu kos, dan dari pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis hanya dapat berdo’a semoga segala bantuan yang telah mereka berikan mendapat balasan dari Allah SWT, dan dijadikan amal baik di akhirat nanti. Amin

Terakhir dengan menyerahkan diri kepada Allah SAW, penulis

harapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca dan

dijadikan amal Jairiyah bagi penulis dan bagi orang yang memanfaatkannya.

Amin Ya Robbal Alamin

Padang, 10 Agustus 2017 Penulis,

(10)

x DAFTAR ISI

COVER

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

PERNYATAAN KEORISINALAN ... iv

PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah ... 1

2. Rumusan dan Batasan Masalah ... 5

3. Pertanyaan Penelitian ... 6

4. Signifikasi Penelitian ... 6

5. Studi Literatur ... 7

6. Kerangka Teori ... 7

7. Metode Penelitian ... 8

8. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI 1. Pengertian dan Dasar Hukum Jual Beli... 11

2. Rukun dan Syarat Jual Beli ... 19

3. Bentuk-Bentuk Jual Beli... 30

4. Prinsip Umum Jual Beli ... 36

5. Manfaat dan Hikmah Jual Beli ... 37

(11)

xi

1.1. Sejarah Nagari Talang Binjai ... 40

1.2. keadaan Sosial Nagari Talang Binjai ... 42

1.3. keadaan Ekonomi Nagari Talang Binjai ... 42

2. Kondisi pemerintahan Nagari Talang Binjai ... 44

2.1. Pembagian Wilayah Nagari Talang Binjai ... 44

2.2. Luas Wilayah Nagari Talang Binjai ... 45

3. Gambaran Umum Demografis Nagari Talang Binjai... 46

3.1. Jumlah Penduduk Nagari Talang Binjai ... 46

3.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ... 46

3.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 47

4. Latar Belakang Pendidikan Nagari Talang Binjai ... 48

5. Latar Belakang Keagamaan Nagari Talang Binjai ... 50

6. Harta kekayaan Nagari Talang Binjai ... 52

7. Struktur Pemerintahan dan Organisasi Nagari Talang Binjai ... 54

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP HUKUM JUAL BELI RUMPUT GAJAH YANG DITANAM di TANAH DESA (Studi Kasus Kenagarian Talang Binjai Kecamatan Silaut Kabupaten Pesisir Selatan) 1. Proses Tanaman Rumput Gajah yang Ditanam di Tanah Desa kenagarian Talang Binjai ... 58

2. Hukum Jual Beli Tanaman Rumput Gajah yang Ditanam di Tanah Desa Kenagarian Talang Binjai ... BAB V KESIMPULAN dan SARAN 1. Kesimpulan ... 75

2. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA BIODATA DIRI

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Data Petani & Jumlah Ternak Nagari Talang Binjai Desember

2016 ...

Tabel 3.2 Luas Berdasarkan Wilayah nagari Talang Binjai Desember

2016 ...

Tabel 3.3 Jumlah KK dan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Desember 2016 ...

Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Desember

2016 ...

Tabel 3.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Desember

2016 ...

Tabel 3.6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pendidikan Desember

2016 ...

Tabel 3.7 Jumlah Sarana Pendidikan Desember 2016 ...

Tabel 3.9 Tempat dan Luas Harta Kekayaan Nagari Talang Binjai ...

Tabel 3.8 Jumlah Sarana Keagamaan nagari Talang Binjai Desember

2016 ... 43

45

46

46

47

49

49

53

(13)

xiii DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3

Gambar 1.4

Struktur Pemerintahan Nagari Talang Binjai Desember 2016 ... Struktur Pemuda Pemudi Nagari Talang Binjai Desember 2016 ... Struktur Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nagari Talang

Binjai Desember 2016 ... Struktur BAMUS Badan Permusyawaratan Nagari Talang Binjai Desember 2016 ...

54 55

56

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya Islam tidak menentukan mana pekerjaan yang paling

baik untuk ditekuni oleh umatnya, namun demikian yang terpenting adalah

pekerjaan itu sejalan dengan tuntutan Islam dengan mendatangkan hasil

yang halal serta bermanfaat bagi dirinya serta keluarga maupun orang lain.

Sebagai khalifah Allah, manusia adalah makhluk sosial, hidup bermasyarakat

yang saling tolong menolong dan saling melengkapi dalam berbagai macam

tantangan kehidupan, setiap manusia butuh orang lain dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya, seperti Firman Allah SWT di bawah ini dalam surat

(Al-Maidah:2) :

Artinya: ”dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan

takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan

pelanggaran“. (Depag RI, 2005, 106)

Salah satu aspek yang terjadi dalam kehidupan manusia adalah jual

beli. Dalam terminologi Islam jual beli adalah tukar menukar suatu harta

dengan yang lainnya (Sabiq, 2008, 45). Dalam artian lain kata menjual

menunjukan bahwa adanya perbuatan menjual, sedangkan beli menunjukan

perbuatan membeli. Dengan demikian perkataan jual beli menunjukan

adanya dua perbuatan dalam suatu peristiwa, yaitu satu pihak menjual dan

pihak lainya membeli, maka dalam hal ini terjadilah peristiwa hukum jual

beli, atau kegiatan yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan tata

cara hidup sesama manusia untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

(Muslich, 2010,175)

(15)

2

Hikmah disyari’atkan jual beli ialah karena keperluan manusia berkaitan dengan sesuatu yang ada ditangan orang lain pada umumnya. Dengan disyari’atkan jual beli, berarti suatu sarana untuk mencapai tujuan tanpa dosa. (Bakar, 1996, 463)

Jual beli hukumnya adalah mubah (boleh/halal/jual beli yang

memenuhi rukun dan syaratanya. Apa yang diperkenankan oleh syara’ melakukannya, atau diberi pilihan oleh syara’ antara melakukannya atau tidak melakukannya, tanpa mendapatkan pujian, celaan, pahala atau siksaan

(Az-Zuhaili, 1997, 1). Inilah yang disyaratkan oleh Allah SWT dalam surah

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan

harta sesamamu dengan jalan yang bathil (tidak benar), kecuali

dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di

antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah

Maha Penyayang kepadamu. (QS.An-Nisa' : 29). (Depag RI, 2005,

83)

Dalam agama Islam, ketentuan-ketentuan untuk melakukan transaksi

(jual beli) telah diatur secara baik. Sebagaimana firman Allah SWT dalam

(16)

3

Setiap orang yang bekerja untuk mencari penghasilan wajib

mengetahui ilmunya, agar muamalahnya menjadi benar dan transaksi-

transaksinya jauh dari kerusakan. Banyak di antara kaum muslimin saat ini yang mengabaikan ilmu muamalah dan melalaikan sisi syara‘. Mereka tidak lagi peduli, seandainya harus memakan harta yang haram, asalkan

keuntungan mereka bertambah dan keuntungan mereka berlipat ganda. Ini

adalah kesalahan besar, yang harus berusaha dihindari oleh setiap orang

yang menekuni perdagangan, agar dia dapat membedakan antara yang halal

dan yang haram, dan agar penghasilannya menjadi baik serta jauh dari

perkara-perkara yang syubhat sebisa mungkin.

Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual belinya itu dapat dikatakan sah oleh syara‘. Dalam hal ini dikenagarian Talang Binjai terdapat sebuah masalah dimana sebagian masyarakat

menanami rumput gajah di atas tanah Desa Nagari Talang Binjai tanpa

adanya izin terlebih dahulu setelah tanaman sudah bisa diproduksi tanaman

rumput gajah tersebut diperjual belikan sedangkan syarat objek (ma’qud ‚alaih) adalah :

Barang ada atau tidak ada di tempat tetapi pihak penjual

menyanggupi untuk mengadakan barang itu.

Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia.

Milik seseorang. Barang yang tidak miliknya sendiri tidak boleh dijual

belikan.

Boleh diserahkan saat akad berlangsung, atau pada waktu yang

disepakati bersama ketika transaksi berlangsung. (Haroen, 2007, 113)

Semua yang ada dipermukaan bumi ini pada dasarnya boleh diperjual

belikan kecuali hal-hal yang dilarang oleh syari’at Islam. Artinya jual beli

terhadap tumbuh-tmbuhan dibolehkan, kecuali tumbuh-tumbuhan yang

dilarang oleh syari’at Islam seperti tumbuh-tumbuhan untuk pembuatan

bahan memabukan. Lain halnya yang terjadi sebagian masyarakat di Nagari

(17)

4

Dalam hal ini sebagian masyarakat membuka atau membersihkan

tanah yang bukan miliknya sendiri yaitu tanah desa atau tanah milik Nagari

Talang Binjai. Tanah desa milik Nagari tersebut sangat luas. Biasanya orang

yang ingin melakukan penanamann rumput gajah di tengah-tengah antara

jalan dan sungai. Semestinya tanah desa dikelola oleh pamong desa aktif

untuk mendanai pembangunan infrastruktur atau keperluan desa. Tetapi di

Nagari Talang Binjai tanah-tanah desa tersebut banyak yang tidak dikelola

oleh pamong desa aktif sehingga tanah tersebut terlantar.

Oleh karena itu orang yang ingin menggarap berinisiatif

membersihkan lahan tersebut kemudian ditanami rumput gajah untuk

makan ternak sapi. Penggarap juga melakukan perawatan yang maksimal

agar rumput terlihat hijau dan subur, termasuk dengan diberi pupuk.

Setelah tanaman mulai tumbuh dan mulai diproduksi dan siap untuk

dipotong, maka tanaman rumput tersebut diperjualbelikan kepada orang

yang mau membelinya. Karena masyarakat Nagari Talang Binjai pada

umumnya mempunyai ternak sapi maka tanaman tersebut cepat lakunya.

Dalam sistem penjualan rumput gajah, dijual per meter atau

per-petak tanpa dipotong terlebih dahulu. Rumput yang telah dibeli masih

tumbuh di atas tanah desa. Dalam satu meter persegi biasanya dijual

berkisar antara Rp 20.000 - Rp 25.000 kepada konsumen yang ingin

membelinya. Setelah transaksi jual beli sudah terlaksana antara penjual dan

pembeli, maka rumput gajah yang ditanam di tanah desa tersebut sudah

mutlak milik pembeli.

Selama pembeli merawat rumput gajah dan masih berproduksi maka

rumput gajah tersbut masih milik pembeli. Pembeli memiliki hak mutlak

untuk melakukan pembabatan atau mengambil hasil produksi tanaman

rumput gajah sebagai makan ternak sapi. Karena dalam kebijakan Nagari

Talang Binjai tidak mempunyai peraturan mengenai ketertipan umum dalam

(18)

5

Narudi, Wali Nagari Talang Binjai mengatakan bahwa masyarakat

menanam tanaman rumput gajah tersebut tanpa seizin pihak pemerintah

Nagari Talang Binjai. Narudi juga mengatakan bahwa dalam ketertiban

umum penanaman rumput gajah juga tidak diatur dalam peraturan

pemerintah Nagari Talang Binjai. (Narudi, 2016)

Mujiono, salah seorang warga Nagari Talang Binjai yang pernah

membeli tanaman rumput gajah mengatakan bahwa, tanaman rumput gajah

tersebut sangatlah membantu karena apabila ada kesibukan yang mendesak

rumput tersebut bisa dipotong. (Mujiono, 2016)

Memperhatikan syarat benda yang boleh dan sah diperjual belikan

dalam hukum Islam, diantaranya milik sendiri, maka jual beli rumput gajah

yang ditanam di tanah desa tanpa seizin pemerintah desa mengesankan

bahwa ada subhat pada kepemilikan rumput gajah tersebut. Dengan

demikian bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli rumput gajah

yang ditanam di tanah desa di Nagari Talang Binjai Kecamatan Silaut

Kabupaten Pesisir Selatan. Permasalahan ini menarik untuk diteliti dan

hasilnya akan dituangkan dalam skripsi dengan judul “TINJAUAN HUKUM

ISLAM TERHADAP JUAL BELI RUMPUT GAJAH YANG DITANAM DI TANAH DESA (Studi Kasus Kenagarian Talang Binjai Kec. Silaut kab. Pesisir Selatan)“.

2. Rumusan dan Batasan Masalah

1.1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana analisis tanaman rumput gajah yang ditanam di tanah desa

di Nagari Talang Binjai kec. Silaut kab. Pesisir Selatan ?

b. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli rumput gajah yang

ditanam di tanah desa di Nagari Talang Binjai kec. Silaut kab. Pesisir

(19)

6

1.2. Batasan Masalah

Untuk lebih terarahnya penelitian ini, karena terbatasnya waktu

dan kemampuan maka dibatasi permasalahan tersebut yakni hanya pada

praktek jual beli tanaman rumput gajah yang ditanam di tanah desa yang

belum mendapatkan izin dari pemerintahan Nagari Talang Binjai

Kecamatan Silaut Kabupaten Pesisir Selatan. Berarti jual beli rumput

gajah yang ditanam di tanah desa dan telah ada izin dari pemerintahan

desa tidak menjadi objek kajian dalam skripsi ini.

3. Pertanyaan Penelitian

3.1 Bagaimana Proses tanaman rumput gajah yang ditanam di tanah desa di Nagari Talang Binjai kec. Silaut kab. Pesisir Selatan ?

3.2 Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli rumput gajah yang ditanam di tanah desa di Nagari Talang Binjai kec. Silaut kab. Pesisir Selatan ?

3.2.1 Bagaimana transaksi jual beli tanaman rumput gajah yang ditanam di tanah desa di Nagari Talang Binjai kec. Silaut kab. Pesisir Selatan ? 3.2.2 Bagaimana pandangan tokoh masyarakat mengenai jual beli rumput

gajah yang ditanam di tanah desa di Nagari Talang Binjai kec. Silaut kab. Pesisir Selatan ?

3.2.3 Bagaimana hukum jual beli tanaman rumpu gajah yang ditanamdi tanah desa Kenagarian Talang Binjai ?

4. Signifikasi Penelitian

4.1 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas penelitian ini bertujuan

untuk:

a. Untuk menelusuri kedudukan rumput gajah yang ditanam di tanah

desa ke Nagarian Talang Binjai Kec. Silaut .

b. Untuk megetahui tinjauan hukum Islam terhadap praktek jual beli

tanaman rumput gajah yang ditanam di tanah desa di Nagari Talang

(20)

7

4.2 Kegunaan Penelitian

a. Supaya terwujudnya praktek jual beli secara Islami di Nagari Talang Binjai Kecamatan Silaut sehingga masyarakat Nagari Talang Binjai terhindar dari hal-hal jual beli yang tidak dibenarkan oleh syariat Islam.

b. Hasil penelitian ini sebagai media informasi di kalangan masayarakat pada umumnya tentang jual beli tanaman rumput gajah yang sesuai dengan hukum Islam.

5. Studi Literatur

5.1. ESWINANGSIH “Penelantaran Lahan Menurut Hukum Islam (Setudi Kasus Di Nagari Dilamkal Bukit Sundi Kabupaten Solok)” yang menjadi permasalahan dalam kajian ini adalah bagaimana penelantaran lahan menurut hukum Islam. 5.2. NABILA SOVIA “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penggunaaan Pekarangan

Masjid Sebagai Lahan Bisnis (Setudi Kasus Di Masjid Muhsinin Padang Baru Kota Padang)” yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap penggunaan pekarangan masjid sebagai lahan bisnis.

Dari pengamatan penulis belum ada yang membahas tentang jual

beli tanaman rumput gajah yang ditanam di tanah desa ditinjau dari

presepektif hukuk Islam setudi kasus Nagari Talang Binjai kec. Silaut kab.

Pesisir Selatan, karena yang penulis bahas ini tidak sama permasalahanya

dengan yang terdahulu.

6. Kerangka Teori

Landasan teori dalam penelitian ini untuk menghindari perbedaan

pembahasan permasalahannya, penulis perlu menjelaskan beberapa istilah

dalam judul skripsi ini yaitu :

Jual beli : Saling menukar harta dalam bentuk pemindahan milik

dan pemilik. (Haroen, 2007, 112)

Rukun dan Syarat jual beli

1. Aqid (orang yang berakad),

(21)

8 Hukum Islam :

b)Atas kemauan sendri

c) Tidak mubazir (boros)

d)Balig dan dewasa

2. Ma’qud ‘alaih (barang yang diakadkan)

a) Zatnya suci.

b) Barang yang diperjual belikan adalah sesuatu yang bermanfaat.

c) Barang yang diperjual belikan adalah milik sendiri. d) Dapat diserah terimakan dan diketahui dengan jelas 3. sighat akad

Adanya kesepakatan ijab dan qabul pada barang dan

kerelaan berupa barang dan harga barang.

Seperangkat peraturan yang berdasarkan wahyu Allah

dan sunnah Rasulullah tentang tingkah laku manusia

mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku mengikat

seluruh anggotanya yakni semua yang beragama Islam.

(Mujied, 1995, 318

Jadi, yang penulis maksud dengan judul skripsi di sini adalah

pandangan hukum Islam tentang jual beli tanaman rumput gajah yang

ditanam di tanah desa Nagari Talang Binjai Kecamatan Silaut Kabupaten

Pesisir Selatan.

7. Metode Penelitian

7.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan (field

research) yaitu melakukan penelitian terhadap jual beli tanaman rumput

gajah yang ditanam di tanah desa. Dalam penelitian field research ini

dikumpulkan data yang berhubungan dengan permasalahan berasal dari

(22)

9

7.2 Sumber Data

Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah :

a. Data Primer: yaitu data yang diperoleh dari responden di lapangan

melalui wawancara dengan pihak pemerintah Wali Nagari, tokoh

masyarakat dan masyarakat di Nagari Talang Binjai Kec. Silaut.

b. Data Sekunder: yaitu data yang diperoleh dari buku/kitab

perpustakaan yang dapat membantu dalam penelitian ini guna

melengkapi data yang diteliti yaitu buku atau kitap yang merujuk

tentang jual beli.

7.3 Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data penulisan menggunakan beberapa

teknik antara lain :

a. Observasi, yaitu cara mengumpulkan data yang dilakukan dengan

mengamati gejala-gejala yang ada di lapangan yaitu mengamati proses

jual beli rumput gajah yang ditanam di tanah desa yang dilakukan

masyarakat di Nagari Talang Binjai.

b. Wawancara, yaitu mengadakan wawancara langsung dengan pihak –

yang bersangkutan dengan skripsi ini yaitu :

 Pihak pemerintah Wali Nagari dan tokoh Masyarakat di Nagari Talang Binjai Kec. Silaut. Dari keseluruhan populasi pihak pemerintah dan tokoh masyarakat yang ada sebanyak kurang lebih 45 orang di Nagari Talang Binjai Kecamatan Silaut, karja jangka waktu yang singkap penulis hanya mewawancarai 8 orang pihak pemerintah dan tokoh masyarakat tersebut dijadikan pedoman dan acuan dalam penulisan skripsi ini.

(23)

10

7.4 Teknik Analisa Data

Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Deskriptif Kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan

kejadian yang sesungguhnya yang terjadi di lapangan.

8. Sistematika Penulisan

Sebagai gambaran dari pokok pembahasan ini terdiri dari lima bab

dan setiap bab terdiri dari beberapa sub bab sebagai berikut :

BAB I: Menerangkan tentang pendahuluan memuat latar belakang

masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,

penjelasan judul, Tinjauan Pustaka, metode penelitian dan sistematika

penelitian.

BAB II : Menerangkan tentang landasan teoritis yang terdiri

pengertian dan dasar hukum jual beli, rukun dan syarat jual beli, prinsip

umum jual beli, manfaat dan hikmah jual beli.

BAB III: Menerangkan tentang metodologi penelitian yang terdiri dari

kondisi daerah Nagari Talang Binjai, kondisi pemerintahan Nagari Talang

Binjai, gambaran umum demografis Nagari Talang Binjai, latar belakang

pendidikan Nagari Talang Binjai, latar belakang keagamaan nagari Talang

binjai, Harta kekayaan Nagari Tallang Binjai dan struktur pemerintahan dan

organisasi nagari Talang Binjai.

BAB IV: Menerangkan tentang apa hukum memanfaatkan tanah desa,

Bagaimana kedudukan rumput gajah yang ditanam di tanah desa, Bagaimana

tinjauan hukum Islam terhadap jual beli rumput gajah yang di tanam di tanag

desa.

(24)

11 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI

1. Pengertian dan Dasar Hukum Jual Beli

1.1.Pengertian Jual Beli

Jual beli adalah salah satu bentuk muamalah yang dihalalkan

untuk memenuhi kehidupan hidup manusia. Islam memberikan

aturan sedemikian rupa agar muamalah yang dilakukan berjalan

menurut ketentuan yang disyariatkan oleh Islam, sehingga tindak

tanduk yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian bagi diri sendiri

dan orang lain. Ketentuan-ketentuan yang disyariatkan dimaksudkan

agar umat manusia mengetahui bagaimana jual beli dalam agama

Islam itu sendiri.

Secara bahasa al-Bai’ (ع يبلا( artinya menjual, mengganti dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. al-Bai’ adalah sebuah

nama yang mencakup pengertiannya terhadap kebalikannya yaitu al-Syira’ (membeli). Demikianlah al-Bai’ sering diterjemahkan dengan jual beli (Mas’adi, 2002, 119). Perkataan jual beli sebenarnya terdiri dari dua suku kata yaitu "jual dan beli". Sebenarnya kata jual dan beli

mempunyai arti yang satu sama lainnya bertolak belakang. Kata jual

menunjukkan bahwa adanya perbuatan menjual, sedangkan beli

adalah perbuatan membeli. Dengan demikian perkataan jual beli

menunjukkan adanya dua perbuatan dalam satu peristiwa, yaitu satu

pihak menjual dan dipihak lain membeli, maka dalam hal ini terjadilah

peristiwa hukum jual beli (Hasan, 2004, 33).

Terhadap pengertian jual beli, banyak terdapat pendapat dari

ulama baik secara bahasa maupun istilah. Adapun pengertian jual beli

secara bahasa yaitu sebagai berikut :

a. Menurut Wahbah al-Zuhaily, jual beli yaitu :

قم ةغللا ىف وى

ا

(25)

12

Artinya: Jual beli menurut bahasa adalah menukar sesuatu dengan sesuat.

(al-Zuhaily, 1989,344)

b. Menurut Muhammad bin Muhammad Asy-Syaukani

بم قلطمف ةغل هانعم اما

Artinya: Adapun pengertian jual beli menurut bahasa adalah semata-mata

tukar menukar yaitu lawan dari membeli (Asy, Syaukani, al-

Authar, 1994, 7).

c. Menurut Jalaludin al-Mahally

ةضواعملا وجو ىلع ئش ةلباقم

Artinya: Tukar menukar sesuatu dengan sesuatu dengan adanya ganti atau

imbalan (Rozalinda, 2005 57).

d. Menurut Sayyid Sabiq

قلطم ةغل هانعم عيبلا

بملا

ا

ةلد

Artinya: Jual beli secara bahasa yaitu saling menukar (pertukaran dengan

mutlak). (Sabiq, 1984,47)

Kata al bai' (jual) dan asy syira’ (beli) dipergunakan biasanya

dalam pengertian yang sama. Dua kata ini masing-masing

mempunyai makna dua yang satu sama lainnya bertolak belakang

(Sabiq, 1987, 47).

Dari defenisi di atas pengertian jual beli secara bahasa adalah

tukar menukar sesuatu dengan sesuatu atau pemindahan harta

milik kepada orang lain dengan jalan tukar menukar. Megenai

pengertian jual beli secara istilah, para ulama menyampaikan

defenisi yang berbeda-beda, antara lain:

(26)

13

Artinya: “Jual beli menurut syara’ adalah tukar menukar harta dengan harta menurut cara yang ditentukan” (Sabiq, 1984, 47).

b. Menurut ulama Hanafiyyah

صوصخم وجو ىلع لامب لام ةلدابم

Artinya: “Saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu”

صوصخم ديفم وجو ىلع ويف بوغرم ئيشب ئيش ةلدابم

Artinya: “Tukar menukar sesuatu yang diingini dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat” (Hasan, 2004,

113).

Dari ayat di atas yang dimaksud dengan cara tertentu adalah

ijab dan qabul, atau bisa juga melalui saling memberikan barang

yang pertama pengertian untuk semua jenis jual beli yang

mencakup penyerahan (tukar menukar dengan uang),

jual beli pesanan dan seumpamanya. Kedua defenisi

(27)

14

dipahami dari lafaz jual beli disisi kebiasaan secara mutlak” (Syafe’I , 150).

(halal) untuk selamanya bukan secara riba atau hutang”

(Hasan, 2004, 114).

e. Menurut Wahbah al-Zuhaily :

صوصخم وجو ىلع لامب لام ةلدابم

diinginkan dengan yang sama berdasarkan manfaat yang

tertentu yaitu dengan ijab atau mu’atha ” (al-Zuhaily,

pemindahan milik” (al-Zuhaly, 1989, 344).

g. Abu Qudamah mendefenisikan:

اكلمتو اكيلمت لاملاب لاملا ةلدابم

Artinya: “Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk

(28)

15

pemindahan hak milik dengan mendapatkan ganti sesuai

dengan cara yang ditentukan “ (Sabiq, 1789, 48).

Pada dasarnya pengertian yang dikemukakan para ulama

masing-masing mazhab mempunyai pengertian yang sama yaitu tukar

menukar harta atas dasar suka sama suka atau memindahkan milik

seseorang dengan mengganti sesuatu yang diizinkan, hanya sebagian

ada yang mengemukakan pengertian secara khusus, sehingga dari

rumusan yang mereka kemukakan dapat dipahami bahwa dari jual

beli dapat diartikan secara umum dan khusus.

Adapun pengertian jual beli dalam arti umum adalah suatu

akad atau kegiatan tukar menukar harta dengan harta atau tukar

menukar harta dengan manfaat, sedangkan jual beli dalam arti khusu

ialah tukar menukar harta dengan uang yang berharga menurut

ketentuan Islam yang dilakukan antara penjual dan pembeli atas dasar

suka sama suka dengan tujuan saling tolong menolong antara satu

dengan lainnya.

1.2.Dasar Hukum Jual Beli

Seorang yang bermaksud melakukan jual beli, berkewajiban

mengetahui hal-hal yang dapat mengakibatkan jual beli itu sah atau

tidak (fasid). Ini dimaksudkan agar Mu'amalah berjalan sah dan segala

sikap dan tindakannya jauh dari kerusakan yang tidak dibenarkan.

Jual beli sebagai sarana tolong-menolong antara sesama manusia

mempunyai landasan yang amat kuat dalam Islam. Bagi yang bergerak

(29)

16

dari jual beli tersebut. Hukum itu berkaitan dengan sah dan rusaknya

jual beli yang akan dilakukan. Hal ini bertujuan agar jual beli yang

dilakukan sah secara hukum dan terhindar dari hal-hal yang tidak

dibenarkan. Setiap orang harus memperhatikan dan memiliki ilmu

mengenai hukum jual beli apabila ingin mendapat rezki yang halal.

Adapun yang menjadi landasan hukum jual beli adalah Q. S Al-Baqarah

ayat 275:

....





...

Artinya:“Padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan

mengharam-kan riba” (Dep RI, 2005, 47).

Riba adalah memakan harta manusia dengan cara yang tidak

sah. Riba ada dua macam yaitu riba Nasi’ah dan riba Fadhal. Riba nasi’ah adalah tambahan pembayaran hutang yang diberikan oleh pihak yang berhutang dengan adanya permintaan penangguhan

pembayaran oleh pihak yang berhutang. Tambahan pembayaran itu

diminta oleh yang berpiutang setiap kali yang berhutang meminta

penangguhan pembayaran utangnya. Riba fadhal adalah menjual jenis

barang yang sama dengan ketentuan memberi tambahan sebagai

imbalan bagi jenis yang lebih baik mutunya, seperti menjual emas 24

karat dengan emas 20 karat dengan tambahan 1 gram emas sebagai

imbalan bagi emas 24 karat tadi (Dahlan, 1995, 475).

Selain dari firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah tersebut,

Allah juga berfirman dalam surat An-Nisa’ ayat 29 mengenai jual beli.

Dalam surat An-Nisa’ ini, Allah menjelaskan bahwa dilarang untuk

mengambil harta orang lain dengan cara yang bathil, namun boleh

mendapatkannya dengan jalan perniagaan. Perniagaan di sini yaitu

dengan melakukan jual beli yang berlaku atas dasar suka sama suka

(30)

17

Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 198:

perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu Telah bertolak

dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam(bukit

Quzah di Muzdalifah) dan berdzikirlah (dengan menyebut)

Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan

Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk

orang-orang yang sesat (QS. Al-Baqarah: 198)” (Depag RI, 2005, 31).

Allah menyuruh manusia untuk mencari rezeki di muka bumi ini.

Salah satunya adalah dengan hasil perniagaan.

Disamping itu Rasulullah saw juga bersabda:

بيطأ بسكلا ىأ : لئس .م .ص ىبنلا نأ عفار نب ةعافر نع

Artinya : “Dari Rafi’ah ibn Rafi’ bahwasanya Nabi SAW pernah ditanya

orang : apa mata pencaharian yang paling baik ? Nabi SAW

menjawab : “Seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri

dan tiap-tiap jual beli yang halal”. (Diriwayatkan oleh al-Bazar

(31)

18

Artinya:”Dari Miqdam bin Ma’dikarib Az-zubaidi, dari Rasulullah SAW bersabda, ”Tidaklah seseorang mendapatkan sesuatu yang

lebih baik dari pada yang ia dapat dari usahanya sendiri. Dan

apa yang dinafkahi oleh seseorang untuk dirinya, keluarganya,

anaknya, dan pelayanya adalah bernilai sedekah.”

(Abdurrahman, 2007, 294).

Jual beli dibolehkan dan telah dipraktekkan sejak masa Rasulullah sampai sekarang. Jual beli disyari’atkan oleh Allah SWT kepada hamba-Nya sebagai keluasaan bagi mereka dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya. Setiap manusia mempunyai kebutuhan akan

sandang, pangan, dan lainnya. Kebutuhan tersebut tak pernah terhenti

dan senantiasa diperlukan selama manusia itu hidup. Tidak

seorangpun dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, oleh

karenanya ia dituntut untuk berhubungan dengan sesamanya. Dalam

hubungan jual beli, semuanya memerlukan pertukaran, seseorang

memberikan apa yang dimilikinya untuk memperoleh sesuatu sebagai

pengganti sesuai kebutuhannya.

Dari kandungan ayat-ayat dan hadits-hadits yang dikemukakan

di atas sebagai dasar jual beli, para ulama fiqh mengambil suatu

kesimpulan, bahwa jual beli itu hukumnya mubah (boleh). Namun,

menurut Imam asy-Syatibi (ahli fikih Mazhab Imam Maliki),

hukumnya bisa berubah wajib dalam situasi tertentu. Sebagai contoh

(32)

19

(penimbunan barang), sehingga persediaan persediaan (stok) hilang

dari pasar dan harga melonjak naik. Apabila terjadi praktek semacam

itu, maka pemerintah boleh memaksa para pedagang menjual

barang-barang sesuai dengan harga pasar sebelum terjadi pelonjakan harga

barang itu. Para pedagang wajib memenuhi ketentuan pemerintah di

dalam menentukan harga di pasaran (Hasan, 2004, 117).

2. Rukun dan Syarat Jual Beli

Transaksi jual beli dianggap sah apabila dilakukan dan telah

memenuhi semua rukun dan syaratnya. Penjual wajib memberikan hak

milik barang kepada pembeli, dan pembeli menerima hak milik barang

dari penjual, sesuai dengan harga yang telah disepakati. Menurut Wahbah

al-Zuhaily, seperti yang dikutip oleh Abdul Aziz Dahlan, bahwa suatu

perbuatan dapat dikatakan sah apabila memenuhi semua rukun dan

syarat-syaratnya atau perbuatan yang dilakukan sesuai dengan tuntutan dan petunjuk syar’i yang membawa akibat hukum (Dahlan, 1996, 153).

Sebelum rukun dan syarat jual beli penulis kemukakan, terlebih

dahulu penulis akan menjelaskan makna ruku dan syarat terlebih dahulu.

Rukun adalah :

نكرلا

ام

ناك و ئيشلا ةحص ويلع فقوتي

ءزج

ا

ونم

Artinya: "Sesuatu yang sahnya tergantung pada sesuatu dan ia adalah

bagian dari padanya" (Hamid, 2008, 5).

Di dalam Ensiklopedi hukum Islam juga dikemukakan pengertian

dari rukun, yaitu sifat yang kepadanya tergantung keberadaan hukum dan

ia termasuk dalam hukum itu sendiri atau suatu unsur yang merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang

menentukan sah atau tidaknya suatu perbuatan tersebut dan ada atau

(33)

20

Dilihat dari pengertian rukun tersebut jelas bahwa rukun tersebut

merupakan suatu yang sangat penting. Begitu pula dalam transaksi jual

beli harus memenuhi rukun. Karena ketentuan dalam sebuah akad adanya

unsur keridhaan (saling rela) yang diwujudkan dalam bentuk mengambil

dan memberi dengan menunjukkan akan sikap ridha. Selain dari rukun

tersebut dalam transaksi jual beli juga harus memenuhi syarat yang telah

ditentukan. Jadi transaksi jual beli sah apabila telah memenuhi rukun dan

syarat yang telah ditentukan.

Dalam menetapkan rukun jual beli, di antara para ulama terjadi

perbedaan pendapat. Menurut ulama Hanafiyah, rukun jual beli adalah

ijab dan qabul yang menunjukkan pertukaran barang secara rida, baik dengan ucapan maupun perbuatan(syafe’I, 2001, 76). Kerelaan merupakan unsur yang sangat sulit untuk diketahui, karena ia bersumber

dari dalam hati. Maka diperlukan indikasi yang menunjukan kerelaan

kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli. Indikasi tersebut

menurut mereka telah tergambar dalam ijab dan qabul atau melalui cara

saling memberikan barang dan harga barang. Menurut ulama Hanafiyah

orang yang berakad, barang yang dibeli, dan nilai tukar barang termasuk

kedalam syarat – syarat jual beli, bukan rukun jual beli.

Adapun rukun jual beli menurut jumhur ulama ada tiga, yaitu(syafe’e, 2001, 76):

a. Aqid (orang yang berakad)

b. Ma'qud 'alaih (benda atau barang)

c. Shighat (ijab dan qabul)

Mengenai syarat jual beli, sebelum penulis menjelaskan

syarat-syarat jual beli, maka terlebih dahulu dijelaskan pengertian dari syarat-syarat,

(34)

21

Di dalam Ensiklopedi Hukum Islam juga dikemukakan bahwa yang

dimaksud dengan syarat adalah sesuatu yang tergantung kepadanya

keberadaan hukum Syar'i dan ia berada di luar hukum itu sendiri yang

ketiadaannya menyebabkan hukum pun tidak ada (Dahlan, 1996, 1691).

Misalnya penjual dan pembeli disyaratkan telah berakal. Berakal

bukanlah bagian jual beli, tetap bagian dari penjual dan pembeli.

Walaupun demikian sah atau tidaknya jual beli tergantung kepada

berakal atau tidaknya penjual dan pembeli tersebut.

Secara umum tujuan adanya semua syarat tersebut antara lain

untuk menghindari pertentangan di antara manusia, menjaga

kemaslahatan orang yang berakad, menghindari jual beli gharar dan

lain-lain. Jika jual beli tidak memenuhi syarat terjadinya akad, akad tersebut

batal. Jika tidak memenuhi syarat sah, menurut ulama Hanafiyah, akad

tersebut fasid. Jika tidak memenuhi syarat nafaz, akad tersebut cenderung

boleh, bahkan menurut ulama Malikiyyah, cenderung kepada kebolehan.

Jika tidak memenuhi syarat lujum, akad tersebut mukhayyir (pilih-pilih), baik khiyar untuk menetapkan maupun membatalkan (Syafe’i, 2001, 77).

Untuk lebih memahami syarat-syarat dari jual beli, maka di bawah

ini akan diuraikan satu persatu syarat-syarat jual beli:

2.1.'Aqid (orang yang berakad)

Ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa orang yang

melakukan jual beli harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a) Berakal dan sudah mumayyiz

Artinya dapat membedakan (memilih) mana yang baik dan

mana yang buruk. Akad orang gila, mabuk dan anak kecil yang tidak

dapat membedakan (memilih) tidak sah karena mereka tidak cakap

bertindak hukum. Namun jika orang gila dapat sadar seketika dan

gila seketika, maka akad yang dilakukan pada waktu sadar

dinyatakan sah, dan yang dilakukan diwaktu gila tidak sah (Sabiq,

(35)

22

Sebagaimana firman Allah dalam surat An-nisa (4) ayat 5



kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok

kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil

harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang

baik. (QS. An-Nisa’: 5) (Depag RI, 2005, 115).

Syafi'i mengungkapkan empat orang yang tidak sah jual

belinya, yaitu anak kecil yang mumayyiz maupun yang belum

mumayyiz, orang gila, hamba sahaya walaupun mukallaf dan orang

buta. Apabila seseorang melakukan jual beli dengan salah seorang

dari mereka yang empat itu, maka transaksiknya batal dan ia harus

mengembalikan barang atau pembayaran yang masih menjadi

tanggungannya. Adapun barang yang telah diambil oleh mereka

sekiranya mereka menghilangkan barang itu, maka bagi mereka

tiada pertanggungjawaban apa-apa dan resiko kembali kepada pemilik barang (Ya’kub, 1992, 80).

Harta benda tidak boleh diserahkan kepada orang yang

bodoh (belum sempurna akalnya). Hal ini berarti bahwa orang yang

bukan merupakan ahli tasarruf tidak boleh melakukan jual-beli dan

melakukan akad (ijab kabul). Abu Ja’far menyatakan bahwa makna

“Dan janganlah kamu serahkan harta kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya” ini bersifat umum. Dia tidak mengkhususkan firmanNya ini untuk seseorang yang belum

(36)

23

dewasa, baik laki-laki maupun perempuan. Safiih (orang yang

belum sempurna akalnya) yang walinya tidak boleh memberikan

hartanya adalah orang yang berhak untuk dibatasi (transaksinya),

karena dia akan menyia-nyiakan, menghambur-hamburkannya,

merusak hartanya, serta mengelola hartanya dengan buruk

(Ath-Thabari, 2008, 732).

b) Atas kemauan sendiri

Artinya dalam melakukan transaksi jual beli tidak adanya

unsur paksaan, baik dari pihak penjual maupun dari pihak pembeli.

Dalam jual beli apabila tidak ada persetujuan kedua belah pihak

maka jual belinya tidak sah (El-Jazari, 1991, 48).

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali

dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka

sama-suka di antara kamu”. (QS.An-Nisa' : 29) (Depag RI, 2005, 122).

Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa jual beli

harus terlaksana atas dasar suka sama suka dan tidak boleh dengan

jalan bathil, seperti pemaksaan, penipuan dan berbagai kecurangan

lainnya. Apabila seseorang terpaksa menjual barangnya dengan

tidak benar, maka transaksi batal karena menyalahi prinsip

antharadhin. Apabila seseorang dipaksa menjual barangnya dengan

kebenaran yakni untuk suatu keperluan yang dibenarkan syara',

(37)

24

barangnya untuk menutupi hutangnya atau untuk memberikan

nafkah kepada keluarganya yang menjadi kewajiban baginya, maka

jual beli yang demikian itu sah.

c) Tidak mubazir (pemboros)

Tidak mubazir (pemboros) merupakan salah satu syarat

orang yang berakad karena harta orang mubazir (pemboros)

berada di bawah tanggungan walinya. Orang yang boros dalam

hukum dapat dikategorikan sebagai orang yang tidak cakap hukum.

Larangan melakukan jual bel bagi orang yang boros bertujuan

untuk menjaga hartanya dari kesia-siaan.

Sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Isra' (17) ayat:27

Artinya: Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah

saudara-saudara syaitan. (QS.Al-Isra’: 27)(Depag RI, 2005, 428).

d) Baligh dan Dewasa

Menurut ulama mazhab Hanafi akad yang dilakukan oleh

anak kecil yang sudah mumayyiz dan dapat membawa keuntungan

dan manfaat bagi dirinya, maka akadnya sah. Namun apabila

transaksi yang dilakukannya mengandung manfaat dan mudharat

sekaligus, maka transaksinya itu baru sah apabila walinya telah

mempertimbangkan kemaslahatan anak itu. Sedangkan jumhur

ulama mengatakan bahwa akad jual beli yang dilakukan oleh anak

kecil yang belum baliq dan berakal itu tidak sah, walaupun telah

ada izin dari walinya (Dahlan, 1996, 829). Syarat ini dimaksudkan

agar transaksi yang dilakukan oleh anak kecil tidak menimbulkan

bahaya baginya, sehingga maksud dan tujuan jual beli dapat

(38)

25 2.2.Ma'qud Alaih (benda atau barang)

a) Zatnya suci

Tidak sah jual beli sesuatu yang merupakan najis. Dailinya

adalah dalil-dalil dalam pengharaman najis karena zatnya atau

sifatnya sebagai najis. Allah memerintahkan untuk menjauhi najis,

sebagaimana firmanya dalam surat al-Maidah ayat 90:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi

nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan.

Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu

mendapat keberuntungan” (Depag RI, 2005, 112).

Ayat ini adalah perintah menjauhi perbuatan keji. Ayat ini

meski berkaitan dengan khamr, berjudi, berkurban untuk berhala

dan mengundi nasib dengan anak panah dan datang dengan

menyatakan hal-hal haram ini, merupakan perintah untuk

menjauhi semua itu yang tidak diletakkan pada hal-hal itu. Allah

SWT tidak berfirman, fajtanibuhu (jauhilah semua itu), namun

perintah itu diletakkan pada ar-rijs (kekejian) karenanya Allah

berfirman: fajtanibuhu (jauhilah najis itu), yaitu jauhilah kekejian

itu. Jadi, Allah menyifatinya sebagai najis dan memerintahkan

untuk menjauhi najis itu (Mahmud, Abdurrahman, 2009, 118).

Selain itu, objek transaksi merupakan barang yang

dibolehkan agama. Maka tidak boleh menjual barang haram seperti

khamar (minuman keras) dan lain-lain. Hal ini berdasarkan Hadist

(39)

26

“Semoga Allah melaknat kaum Yahudi telah diharamkan

lemak bangkai atas mereka namun malah menjualnya dan

memakan harganya (hasil penjualannya). Sesungguhnya,

apabila Allah telah mengharamkan atas suatu kaum

memakan sesuatu, berarti mengharamkan pula atas

mereka harganya (hasil penjualannya)”. (HR. Ahmad dan Abu Daud) (Fachrudin, Saifullah, 2006, 20).

Barang yang akan diperjual belikan tersebut harus juga

bersih materinya, karena dalam ketentuan syara’ tidak boleh

menjual sesuatu yang kotor. Ketentuan ini berdasarkan firman

Allah dalam surat Al-A’raf ayat 157:

Ayat tersebut menjelaskan bahwa, Allah menghalalkan

segala yang baik dan mengharamkan segala yang buruk (kotor).

Jika dikaitkan dengan jual beli, maka diharamkan menjual segala

sesuatu yang bersifat kotor atau yang mengandung keburukan

(40)

27

b) Barang yang diperjual belikan adalah sesuatu yang bermanfaat

Pengertian barang yang dapat dimanfaatkan tentunya sangat

relatif, sebab pada hakikatnya seluruh barang yang dijadikan

sebagai objek jual beli adalah merupakan barang yang dapat

dimanfaatkan, seperti untuk konsumsi, dinikmati keindahannya,

dinikmati suaranya, serta dipergunakan untuk keperluan yang

bermanfaat seperti membeli seekor anjing untuk berburu.

Sehingga dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan

bermanfaat disini ialah bahwa kemanfaatan barang tersebut sesuai

dengan ketentuan syariah Islam, maksudnya pemanfaatan barang

tersebut tidak bertentangan dengan norma-norma agama yang ada.

Misalnya kalau sesuatu barang dibeli, yang tujuan pemanfaatan

barang untuk berbuat yang bertentangan dengan syariat Islam,

maka dapat dikatakan bahwa barang yang demikian tidak

bermanfaat (pasaribu, lubis, 2004, 38-39).

Maka jual beli serangga, ular, tikus, tidak boleh kecuali untuk

dimanfaatkan. Juga boleh jual beli kucing, lebah, beruang, singa, dan

binatang lain yang berguna untuk berburu atau dapat dimanfaatkan

(sabiq, 1987, 55).

c) Barang yang diperjual belikan adalah milik sendiri

Barang yang akan diperjual belikan haruslah milik sendiri.

Hal ini mengandung arti bahwa tidak boleh menjual barang orang

lain atau membelamjakan harta orang lain kecuali ada izin dari

pemiliknya. Kecuali jika ada izin dari pemilik harta bersangkutan

(41)

28 memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali

dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka

sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh

dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang

kepadamu” (Depag RI, 2005, 83).

d) Barang yang diperjual belikan dapat diserahkan dan diketahui dengan jelas.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa barang yang

diperjual belikan harus milik sendiri atau dengan kata lain barang

tersebut berada ditangannya atau dalam kekuasaannya, sehingga

barang tersebut dapat diserahkan pada saat terjadi transaksi.

Dalam hal ini barang dapat diserahkan oleh kedua pihak yaitu

penjual dan pembeli, baik itu harta yang dimiliki penjual maupun

harta yang dimiliki pembeli. Misalnya menjual burung yang sedang

terbang di udara (dialam bebas) dan membeli ikan yang sedang ada

di air. Sebagai mana dijelaskan dalam hadis yaitu “Dari Imam

(42)

29

Dalam Ensiklopedi Fiqh Umar bin Khatab karangan DR.

Muhammad Rawwas Qal'ahji ditambahkan mengenai syarat-syarat jual

beli yang sah, mengenai tsaman (harga), yaitu (qal’ahji, 1997, 91):

a) Disyaratkan agar harga jual beli itu diketahui, maka jual beli dengan cara muzayadah (lelang) bukan termasuk kategori jual beli karena harganya tidak jelas atau tidak ditentukan. Jadi jual beli itu baru sah dan diterima setelah adanya kesepakatan harga.

b) Kalau akad jual beli sudah selesai, maka harganya sudah mati dan tidak boleh diubah lagi. Dan si pembeli tidak boleh mengurangi

harganya atau meminta kepada penjual agar mengurangi harga.

c) Tidak boleh menimbun suatu barang yang bias mencelakakan orang Islam karena harganya terlalu tinggi.

d) Pemerintah boleh ikut campur dalam menentukan harga bagi barang-barang yang sangat penting untuk melindungi para insan

perdagangan.

e) Mengembalikan barang dagangan jika ada unsur penipuan. Apabila ada unsur penipuan dalam harga jual beli, maka bagi orang-orang

yang merasa tertipu berhak untuk membatalkan akad jual beli demi

meniadakan keburukan atas dirinya.

2.3.Shigat (Ijab dan Qabul)

Akad adalah merupakan sebuah ekspresi dari sebuah niat untuk

melakukan perbuatan tertentu yang berlaku pada sebuah peristiwa

tertentu. Di dalam kitab-kitab fiqh disebut juga dengan istilah Ijab

Qobul. Rukun yang paling pokok dalam akad (perjanjian) jual beli itu

adalahijab-qabul yaitu ucapan penyerahan hak milik di satu pihak dan

ucapan penerimaan dipihak lain. Adanya ijab qabul dalam transaksi ini

merupakan indikasi adanya saling ridha dari pihak-pihak yang

mengadakan transaksi. Transaksi berlangsung secara hukum bila

padanya telah terdapat saling ridha yang menjadi kriteria utama dan

sahnya suatu transaksi. Namun suka saling ridha itu merupakan

(43)

30

mungkin diketahui orang lain. Oleh karenanya diperlukan suatu

indikasi yang jelas yang menunjukkan adanya perasaan dalam tentang

saling ridha itu. Para ulama terdahulu menetapkan ijab qabul itu

sebagai suatu indikasi (syarifuddin, 2003, 195). Ada kesepakatan ijab

dan qabul pada barang dan kerelaan berupa barang dan harga barang.

Ijab qabul yang merupakan rukun dari jual beli harus memenuhi

beberapa persyaratan sebagai berikut (sudarsono, 2001, 40):

a) Keadaan ijab dan qabul satu sama lainnya harus di satu tempat tanpa adanya pemisah yang merusak.

b) Orang yang mengucapkannya telah akil baligh dan berakal.

c) Ijab dan qobul harus tertuju pada suatu obyek yang merupakan obyek akad.

d) Adanya kemufakatan walaupun lafadz keduanya berlainan.

e) Waktunya tidak dibatasi, sebab jual beli berwaktu selama sebulan. setahun, dll adalah tidak sah.

3. Bentuk – Bentuk Jual Beli

Setelah mengetahui rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam

melakukan transaksi jual beli, maka alangkah baiknya juga mengetahui

bentuk-bentuk dari jual beli itu. Berikut penulis akan menjelaskan

bentuk-bentuk dari jual beli tersbut, yaitu (harun, 2008, 121):

3.1. Jual Beli Sahih

3.2. Jual Beli Bathil (batal) 3.3. Jual Beli Fasid

Untuk lebih jelasnya, maka penulis akan menjelaskan dari

bentuk-bentuk jual beli tersebut sebagai berikut:

4.1. Jual Beli Sahih

Jual beli dikatakan sahih apabila jual beli itu sendiri memang disyari’atkan, memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan yaitu bukan milik orang lain dan tidak ada hak khiyar lagi (dahlan, 1996,

(44)

31

bertransaksi. Umpamanya, seseorang membeli suatu barang, seluruh

rukun dan syarat jual beli telah dipenuhi, barang itu juga telah

diperiksa oleh pembeli dan tidak ada cacat, dan tidak ada yang rusak.

Kemudian uangpun diserahkan dan barang sudah diterima sehingga

tidak ada khiyar lagi (hasan, 2009, 128).

4.2. Jual Beli Bathil

Apabila pada jual beli itu salah satu atau seluruh rukunnya tidak

terpenuhi, atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyari’atkan, maka jual beli itu bathil. Misalnya, jual beli yang dilakukan oleh anak-anak, orang gila, atau barang yang diperjual

belikan adalah barang yang diharamkan (darah, bangkai, babi, dan

khamar). Ada beberapa bentuk dari jual beli bathil yaitu sebagai

berikut:

4.2.1. Jual beli sesuatu yang tidak ada

Ulama fikih telah sepakat menyatakan, bahwa jual beli barang

yang tidak ada tidak sah (hasan, 2009, 128). Karena tidak

diketahui dengan pasti bentuk barang yang akan dijual.

Misalnya, menjual sapi yang belum ada. Seseorang menjual

anak sapi, yang mana anak sapi tersebut masih berada dalam

kandungan induk sapi, maka hal ini dilarang oleh syari’at dan

jual beli yang dilakukan tersebut tidak sah atau batal.

4.2.2. Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan

Menjual barang yang tidak dapat diserahkan kepada pembeli

adalah tidak sah (batil). Misalnya, menjual burung yang lepas

dari sangkarnya (terbang di udara)(dahlan, 1996, 162).

Sedangkan burung tersebut tidak dapat ditangkap. Selain itu

burung tersesbut tidak diketahui orang yang memilikinya

dengan pasti.

4.2.3. Jual beli yang mengandung unsur tipuan

Yaitu semua bentuk jual beli yang mengandung unsur

(45)

32

melarang semua bentuk transaksi jual beli tersebut (sabiq,

1987, 140). Segala sesuatu yang dapat merugikan orang lain itu

tidak dibolehkan. Misalnya, barang itu kelihatannya baik,

sedangkan dibaliknya terlihat tidak baik. Jual beli seperti ini

sering ditemukan ditengah masyarakat, tujuannya adalah

hanya untuk mendapatkan keuntungan yang banyak sehingga

dapat membiayai kebutuhan hidup sehari-hari. Contoh jual beli

yang seperti ini adalah, seseorang yang menjual buah-buahan

dalam keranjang yang bagian atasnya diletakkan yang

baik-baik, sedangkan bagian dalamnya diletakkan yang jelek-jelek.

Pada intinya ada maksud penipuan dari pihak penjual dengan

cara memperlihatkan yang biak-baik dan menyembunyikan

yang tidak baik.

4.2.4. Jual beli benda najis

Jual beli benda najis hukumnya tidak sah, seperti menjual babi,

bangkai, darah, dan khamar (semua benda yang memabukkan).

Menurut Jumhur Ulama, memperjual belikan anjing juga tidak

dibenarkan, baik anjing yang dipergunakan untuk menjaga

rumah atau untuk berburu, sebagaimana sabda Rasulullah

(hasan, 2004, 131).

سوي نب للهادبع انثدح

ف

بأ نع باهش نبا نع كلام انربخأ

ركب ي

لوسر نأ : ونع للها بضر يراصنلأا دوعسم يبأ نع نمحرلادبع نب

ىلص للها

كلا نمث نع ىهـن ملسو ويلع للها

ل

ناولحو يغبلا رهمو ب

نباو ىئاسنلاو ىذمرتلاو دواد وبأو ملسمو ىراخبلا هاور( نىاكلا

(46)

33

Artinya: “Rasulullah saw melarang memanfaatkan hasil jualan anjing, hasil praktek prostitusi dan upah tenung” (HR.

Bukhari dan Muslim, Abu Daud, Tirmizi, An-Nasir dan

Ibnu Majah).

Menurut sebagian ulama Mazhab Maliki, membolehkan jual beli

anjing, baik untuk kepentingan menjaga rumah maupun untuk

berburu. Sedangkan menurut Mazhab Hanafi, diperbolehkan

memperjual belikan benda najis (tidak untuk dimakan dan

diminum), melainkan dimanfaatkan untk pupuk tanaman.

Misalnya, tahi kerbau, kambing, sapi dan ayam, dapat

dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman (hasan, 2004, 132).

4.2.5. Jual beli ‘urbun

Jual beli yang dilakukan dengan perjanjian pembeli

menyerahkan uang seharga barang, jika ia setuju maka jual beli

dilaksanakan, tapi jika ia membatalkan jual beli maka uang

yang telah dibayarkan menjadi hibah bagi penjual (rozalinda,

2005, 70). Jual beli seperti ini dilarang dalam Islam,

sebagaimana sabda Nabi saw(rozalinda, 2005, 71):

ىلص يبنلا نأ

للها

دمحا هاور( نابرعلا عيب نع ىهن ملسو ويلع

)ئاسنلاو

Artinya: “Nabi saw melarang jual beli ‘urbun” (HR.Ahmad dan

An-Nasai).

Mengenai jual beli ‘urbun ini para ulama berbeda pendapat. Jumhur Ulama mengatakan bahwa jual beli ini terlarang dan

tidak sahih, sedangkan Ulama Hanafiyah mengatakan fasid, dan

selain mereka mengatakan batil (hasan, 2004, 132).

(47)

34

Salah satu syarat jual beli adalah benda yang diperjual belikan

adalah milik sendiri, maka tidak sah jual beli terhadap

benda-benda yang dimiliki secara bersama oleh seluruh manusia.

Mislnya, jual beli air laut, air danau dan air sungai.

4.3. Jual Beli Fasid

Jual beli dikatakan fasid apabila jual beli itu pada dasarnya

dibolehkan, tetapi sifatnya tidak memenuhi syarat. Misalnya, menjual

rumah atau mobil kepada orang lain tanpa menunjukan kuantitas yang

jelas. Apabila jual beli fasid terkait dengan barangnya seperti khamar,

babi, darah dan bangkai, maka hukumnya batal. Jika fasidnya itu

menyangkut harga, maka dapat diperbaiki sehingga jual beli itu

menjadi sah, kecuali yang dijadikan harga itu adalah dari benda-benda

yang diharamkan di atas (dahlan, 1996, 296). Menurut Ulama

Hanafiyah, jual beli fasid itu adalah sebagai berikut :

4.3.1. Jual beli al-majhl

Jual beli yang tidak ada kejelasan dari benda yang akan

diperjual belikan. Misalnya, menjual rumah, namun tidak ada

kejelasan dari penjual mana rumah yang dimaksud.

4.3.2. Jual beli yang terkait dengan suatu syarat

Penjual mengkaitkan jual beli tersebut dengan syarat tertentu,

misalnya seseorang berkata: “saya jual mobil ini bulan depan”.

Para ulama sepakat menyatakan jual beli yang digantungkan

pada suatu syarat hukumnya tidak sah, Jumhur mengatakan

dengan jual beli batil, namun Hanafiyah mengatakan jual beli

ini fasid, jika syaratnya terpenuhi maka jual beli ini

sah.(rozalinda, 2005, 71-72).

4.3.3. Menjual barang yang ghaib

Jual beli terhadap suatu barang yang tidak diketahui dan

barang tersebut tidak dapat dilihat pada saat transaksi

berlangsung. Jual beli ini dikatakan fasid karena tidak

(48)

35

jual beli adalah barang atau objek transaksi harus diketahui

dengan jelas baik kualitas dan kuantitasnya serta dapat

diserahkan langsung pada saat jual beli.

4.3.4. Jual beli yang dilakukan orang buta

Jumhur Ulama mengatakan, bahwa jual beli yang dilakukan

oleh orang buta adalah sah, apabila orang buta itu mempunyai hak khiyar. Sedangkan menurut Mazhab Syafi’i tidak membolehkan, kecuali barang yang dibelinya sudah dilihat

sebelum matanya buta. Hal ini berarti orang yang buta sejak

lahir tidak dapat melakukan akad jual beli.

4.3.5. Barter barang dengan barang yang diharamkan

Jual beli yang seperti ini dikatakan fasid karena barang yang

digunakan sebagai tukar adalah barang yang diharamkan.

Dalamsitem barter, barang yang ditukar itu adalah barang yang

halal dan sama banyak. Barter barang dengan barang yang

diharamkan tersebut misalnya, beras ditukar dengan babi atau

pakaian ditukar dengan khamar.

4.3.6. Jual beli al-ajl

Bentuk jual beli yang dilakukan seorang penjual dengan

menjual barangnya kepada orang lain dengan pembayaran

tangguh, kemudian ia membeli kembali barang tersebut dengan

harga yang lebih rendah. Misalnya, seseorang menjual

barangnya dengan harga Rp.100.00, - dengan pembayaran

ditunda selama satu bulan. Setelah barang berada ditangan

pembeli, maka penjualmembeli kembali barang tersebut

dengan harga yang lebih rendah yaitu Rp.75.000, - sehingga

pembeli tetap berhutang kepadanya sebesar Rp.25.000, -. Jual

beli seperti ini dikatakan fasid karena menjurus kepada riba,

namun menurut Mazhab Hanafi, apabila unsur yang membuat

(49)

36

Dengan demikian pembeli pertama tidak berhutang lagi karena

unsur yang mengandung riba dalam jual beli ini dihilangkan.

4.3.7. Jual beli anggur untuk tujuan membuat khamar

Apabila penjual anggur itu mengetahui, bahwa pembeli

tersebut akan memproduksi khamar, maka menurut mazhab Syafi’i jual beli itu sah, tetapi hukumnya makruh.

4.3.8. Melakukan dua akad sekaligus dalam satu akad

Melakukan dua akad jual beli sekaligus dalam satu akad atau

ada dua syarat dalam satu akad jual beli adalah seperti, seseorang berkata: “Saya jual rumah saya kepada kamu, kemudian kamu jual pula kudamu kepada saya” atau dengan ungkapan lain: “Saya beli barang ini Rp. 2.000, -, seribu saya bayar tunai dan seribu lagi saya bayar tangguh”. Menurut Syafi’iyah jual beli ini batil, sedangkan menurut Hanafiyah jual beli ini fasid (hasan, 2004, 134).

4. Prinsip Umum Jual Beli

Dalam melakukan jual beli haruslah memenuhi semua

ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh syara’. Baik ketentuan dari segi

rukun dan syarat-syarat jual beli yang sah. Selain daripada rukun dan

syarat tersebut, dalam jual beli juga terdapat prinsip-prinsip jual beli

yang sah sehingga merupakan suatu hal yang perlu untuk dilaksanakan.

Menurut Ash-shiddiqiy dalam melakukan jual beli hendaklah

memenuhi prinsip-prinsip jual beli yaitu (Ash-Shiddiqy, 1974, 4) :

2.4. Niat

2.5. Azaz kerelaan 2.6. Bermanfaat 2.7. Suci zatnya 2.8. Tolong menolong

Gambar

Tabel 3.1 Data petani ternak  & jumlah ternak Nagari Talang binjai
Tabel 3.2 luas berdasarkan wilayah Nagari Talang Binjai Desember 2016
Tabel 3.4 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur Desember 2016.
Tabel ini menjelaskan jumlah penduduk berdasatkan kelompok umur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun demikian, di Desa Cibeureum Wetan dan Desa Cibeureum Kulon Kecamatan Cimalaka Sumedang telah dilakukan pemanfaatan lahan oleh masyarakat dengan

Praktik Pemanfaatan Barang Jaminan Tanah Oleh Penerima Gadai Dalam Perjanjian Hutang Piutang di Desa Sendangharjo Lamongan Praktik gadai tanah sawah yang di lakukan oleh masyarakat

merupakan sebagai sebuah wilayah administrasi setingkat desa/kelurahan, dan pada prinsipnya tumbuh dan terbangun dengan dua kelompok masyarakat yang boleh dikatakan

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa tanah adat secara yuridis formal masih diakui keberadaannya sebagai bagian dari hak ulayat desa, dan dengan demikian desa

Demikian pula Rencana Strategis Renstra Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Tangerang adalah merupakan penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

Tabel 4.1 Program Pemanfaatan Dana Desa berdasarkan Prioritas No Pembangunan Desa Pemberdayaan Masyarakat 1 Pembangunan Tanggul Penahan Tanah Kegiatan Operasional Posyandu 2

Ketiga, potensi pasar tradisional bagi sewa lahan masyarakat di Nagari Simabur Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar, dengan demikian mayarakat yang berada di sekitar pasar Simabur

1294 Mengabdi untuk Kemajuan Masyarakat Indonesia PEMANFAATAN ECO-ENZYME DALAM MENGOPTIMALKAN PERANAN IBU RUMAH TANGGA DESA JATIBARU CIKARANG KABUPATEN BEKASI Inna Nisawati1,