67 - Volume 5, No. 4, November 2016
ANALISIS SERAPAN ANGGARAN BELANJA PADA SATUAN KERJA
PERANGKAT KOTA (SKPK) PEMERINTAH KOTA SABANG
Mulia Zakiati
Mahasiswa Program Studi Magister Akuntansi Pasca Sarjana Universitas Syiah Kuala
Abstrak: Serapan anggaran belanja merupkan gambaran dari ukuran kinerja pemerintah. Serapan anggaran belanja adalah kemampauam pemerintah dalam merealisasikan anggaran belanjanya dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan sebagaimana yang tertuang dalam rencana kerja pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis serapan anggaran belanja pada SKPK Pemerintah Kota Sabang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh SKPK di lingkungan Pemerintah Kota Sabang (34 SKPK) dengan responden penelitian sebanyak 102 orang yang terdiri dari Kepala SKPK, Kasubbag Program, dan Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) pada masing-masing SKPK. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data dalam peneltian ini adalah data primer yang diperoleh dari penyebaran kuisioner kepada reponden penelitian.Hasil penelitian menunjukkan bahwa serapan anggaran belanja pada SKPK Pemerintah Kota Sabang pada awal tahun cenderung rendah dari target yang ditetapkan sehingga mengalami penumpukan pada akhir tahun anggaran. Penumpukan anggaran belanja terjadi karena penetapan APBK murni dan APBK perubahan tidak tepat waktu. Keterlambatan penetapan APBK ini menyebabkan suatu program/kegiatan tidak dapat dilaksanakan sesuai jadwal. Selain itu, penumpukan anggaran juga terjadi karena bertambahnya jumlah anggaran belanja pada SKPK Pemerintah Kota Sabang sebagai akibat dari penambahan alokasi belanja pada saat perubahan anggaran sehingga menjadi kendala bagi SKPK dalam melakukan realisasi anggarannya.
Kata kunci: serapan anggaran belanja, realisasi anggaran, penumpukan anggaran, penetapan APBK Kota Aabang
PENDAHULUAN
Hadirnya regulasi terkait pemerintah daerah yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004 telah memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur daerahnya sendiri secara mandiri dan mampu memenuhi kepentingan hidup masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dalam hal ini termasuk pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah mencakup keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah (Pasal 1 PP Nomor 58 Tahun
2005). Oleh karena itu, untuk mewujudkan pengelolaan keuangan daerah yang baik, maka dibutuhkan suatu sistem pengangaran yang baik pula.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang disusun dan disahkan untuk periode satu tahun merupakan bentuk investasi pemerintah
dalam pembangunan perekonomian yang
Volume 5, No. 4, November 2016 - 68 dengan sebaik-baiknya, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan sampai dengan
pelaporan atau pertanggungjawaban anggaran. Dalam perencanaan anggaran, APBD harus disusun berdasarkan prioritas kebutuhan pemerintah dengan memastikan program dan kegiatan yang disusun dapat dilaksanakan tepat waktu serta dana yang dialokasikan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya. Setelah alokasi anggaran disahkan, pencairan anggaran perlu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk
memastikan bahwa pelaksanaan anggaran
dilakukan sesuai dengan perencanaan anggaran
yang telah disusun, diperlukan adanya
pengawasan anggaran. Selanjutnya agar
masyarakat dan semua pihak yang berkepentingan memperoleh informasi mengenai anggaran yang
telah dilaksanakan, maka diperlukan
pertanggungjawaban anggaran yang berupa laporan keuangan dan laporan kinerja.
Namun kenyataan yang terjadi beberapa tahun terakhir ini, pelaksanaan anggaran mengalami berbagai kendala. Salah satu kendala yang dihadapi oleh beberapa Pemda adalah pencairan anggaran yang cenderung rendah di awal tahun dan menumpuk di akhir tahun. Kecenderungan penumpukan pencairan anggaran di akhir tahun tersebut menunjukkan pengelolaan keuangan pada pemerintah daerah masih kurang
baik. Sebagaimana yang terjadi pada
Pemerintah Kota Sabang untuk Tahun Anggaran 2014, keterlambatan penyerapan anggaran belanja yang perlu mendapatkan perhatian serius terutama adalah jenis belanja barang dan belanja modal.
Dengan nilai anggaran sebesar Rp.
98.638.298.344,- untuk belanja barang, pada triwulan III per 30 September 2014 hanya mampu terealisasi sebesar Rp. 42.474.740.171,- atau sebesar 43,06%. Begitu juga dengan belanja
modal, dengan anggaran sebesar Rp.
129.774.160.519,- pada periode yang sama hanya mampu terealisasi sebesar Rp. 33.156.695.305,- atau sebesar 25,55%.
Pola serapan anggaran belanja pada Pemerintah Kota Sabang dapat dikatan kurang proporsional, hal ini dapat dilihat proses penyerapan pada triwulan III yang diharapkan adalah sebesar 75%, namun kenyataannya realisasi belanja masih di bawah 50%. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya penumpukan realisasi belanja pada akhir tahun. Penumpukan pembayaran di triwulan IV mencerminkan penyerapan anggaran yang tidak sesuai dengan rencana kegiatan yang telah ditetapkan sebelumnya (Herriyanto: 2012).
Siswanto dan Rahayu (2010)
mengungkapkan bahwa pola belanja dengan karakteristik penyerapan yang rendah di semester pertama dan menumpuk pada akhir tahun anggaran berjalan akan mengganggu rencana kinerja kebijakan terhadap perekonomian secara umum. Di sisi lain, akan berdampak pula pada pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan pengentasan kemiskinan yang menjadi sasaran kebijakan fiskal secara khusus.
69 - Volume 5, No. 4, November 2016 lebih lanjut. Penelitian ini dimulai dengan membahas kajian kepustakaan, metode penelitian, hasil penelitian, pembahasan, serta kesimpulan, dan saran.
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah (Pasal 1 angka 7 PP No.58/2005). Proses penyusunan
APBD pada dasarnya bertujuan untuk
menyelaraskan kebijakan ekonomi makro dan sumber daya yang tersedia, mengalokasikan sumber daya secara tepat sesuai kebijakan
pemerintah dan mempersiapkan kondisi bagi pelaksanaan pengelolaan anggaran secara baik (Penjelasan atas PP Nomor 58 Tahun 2005). Proses perencanaan dan penyusunan APBD mengacu pada Bab IV Bab V Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah. Proses
penyusunan APBD terdiri dari: (1) penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD); (2)
penyusunan rancangan Kebijakan Umum
Anggaran (KUA) dan penetapan Prioritas dan
Plafon Anggaran Sementara (PPAS); (3)
penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD; (4) penyusunan rancangan perda APBD; dan (5) penetapan APBD.
Undang-undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan tiga hal penting dalam penganggaran, yaitu dengan menggunakan Penganggaran Terpadu (Unified
Budget), Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) atau Mediun Term Expenditure
Framework (MTEF) dan pendekatan
Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting). Penjelasan UU nomor 17 tahun 2003 mengemukakan alasan perubahan dari anggaran rutin dan pembangunan ke Anggaran
Terpadu dimaksudkan untuk menghindari
duplikasi pada pengalokasian anggaran antara anggaran rutin dan anggaran pembangunan sehingga dalam pengalokasian diharapkan lebih efisien dalam alokasi (Mardiasmo, 2009).
Konsep MTEF (Medium Term
Expenditure Framework) atau Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)
merupakan pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya keputusan yang bersangkutan pada tahun
berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju (forward estimate). Penggunaan pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi alokasi anggaran mendistribusikan sumberdaya atas dasar prioritas pemerintah dan efektifitas program, mengalihkan sumberdaya dari prioritas lama ke prioritas baru atau dari yang wilayah tidak produktif ke wilayah lebih produktif sesuai dengan tujuan pemerintah (Bappenas, 2009).
Volume 5, No. 4, November 2016 - 70 pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik
(Mardiasmo, 2009). Anggaran Berbasis Kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap visi, misi dan rencana strategis organisasi. Anggaran Berbasis Kinerja yaitu mengalokasikan sumberdaya pada program bukan pada unit
organisasi semata dan memakai output
measurement sebagai indikator kinerja organisasi (Bastian, 2006).
Serapan anggaran belanja merupakan salah satu ukuran kinerja pemerintah. Serapan anggaran belanja adalah kemampuan pemerintah dalam merealisasikan anggaran belanjanya (BPKP, 2011 dalam Abdullah et al., 2015). Penyusunan prioritas kegiatan dan pengalokasian anggaran yang efektif dan efisien akan menciptakan serapan anggaran yang efektif dan efisien juga. Terwujudnya suatu pengeloaan daerah yang efektif dan efisien dimulai dengan suatu perencanaan yang terukur (Abdullah et al., 2015).
Oleh karena itu, dalam mengoptimalkan
penyerapan anggaran yang efektif dan efisien, maka pemerintah telah membuat perencanaan terhadap penarikan dana, dengan adanya perencanaan yang baik diharapkan dapat memberikan peningkatan kualitas penyerapan anggaran (Herriyanto, 2012).
Perencanaan dan penganggaran daerah merupakan elemen penting di dalam siklus
Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD).
Perencanaan adalah suatu proses untuk
menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia (Pasal 1
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004). Sementara itu, penganggaran dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menyusun sebuah anggaran, anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial (Mardiasmo, 2009: 61).
Penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan tahapan yang cukup rumit dan mengandung unsur politik yang tinggi. Proses paling rumit dalam konteks politik yang berhubungan dengan produk politik adalah upaya untuk membuat keputusan guna menyelesaikan suatu fenomena atau gejala sosial ekonomi yang muncul. Pengambilan keputusan tentu saja berproses panjang (Mardiasmo, 2009:62).
Wildavsky dan Caiden (2004)
menyatakan bahwa lembaga politik yang
terwakilkan di legislatif dapat menggunakan pengaruh politiknya dengan mendistribusikan anggaran secara lebih mudah, mereka dapat memotong atau menambah suatu rancangan anggaran kegiatan atau perjuangan politik menjadi lebih baik dan menguntungkan untuk satu pihak, namun dapat pula merugikan kepada pihak lain, bahkan negosiasi sering dilakukan oleh aktor-aktor politik dalam meloloskan suatu anggaran tertentu.
METODE PENELITIAN
71 - Volume 5, No. 4, November 2016 yaitu seluruh SKPK Pemerintah Kota Sabang yang terdiri dari 34 SKPK.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan melakukan obervasi langsung ke lapangan melalui penyebaran kuesioner. Data yang diperoleh dari kuesioner dikomposisikan terlebih dahulu dengan menggunakan skala likert, dimana skala ini memberikan peluang kepada responden untuk untuk mengekspresikan jawaban mereka dalam bentuk persetujuan terhadap suatu pernyataan yang terdiri dari lima poin. Kategori jawaban tersebut adalah sangat setuju, setuju, kurang setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
Data-data yang sudah diperoleh
jawabannya kemudian dianalisis dengan metode analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis, tidak semata-mata menguraikan, melainkan juga
memberikan pemahaman dan penjelasan
secukupnya. Indikator yang digunakan terhadap serapan anggaran belanja adalah sebagai berikut: (1) Perbandingan realisasi anggaran dengan target; (2) Realisasi pertriwulan; (3) Konsistensi dalam pelaksanaan program/kegiatan; (4) Ketepatan waktu pengesahan APBK; (5) Penambahan jumlah alokasi belanja (Zarinah, 2015). Masing-masing indikator tersebut terdiri dari dua pernyataan.
HASIL dan PEMBAHASAN
Tanggapan responden pada setiap SKPK terhadap serapan anggaran belanja pada SKPK Pemerintah Kota Sabang berdasarkan
pernyataan-pernyataan yangdiajukan dalam kuesioner dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Tanggapan Responden terhadap Serapan
Anggaran Belanja pada SKPK Pemerintah
Kota Sabang
No. Satuan Kerja Perangkat Kota (SKPK)
Serapan Anggaran Belanja
1 Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah 4.20
2 Badan Lingkungan Hidup 3.60
3 Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan
Perlindungan Masyarakat 4.07
4 Badan Penanggulangan Bencana
Daerah 4.10
5 Badan Kepegawaian, Pendidikan dan
Pelatihan 4.27
6 Badan Pemberdayaan Masyarakat,
Keluarga Berencana 4.13
7 Dan Pemberdayaan Perempuan 3.70
8 Kantor Arsip Daerah, Dokumentasi dan
Perpustakaan 4.07
9 Kantor Kecamatan Sukakarya 3.90
Tabel 1 - Lanjutan
No. Satuan Kerja Perangkat Kota (SKPK)
Serapan Anggaran
Belanja
10 Kantor Kecamatan Sukajaya 4.03
11 Inspektorat 4.17
12 Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
Satu Pintu 3.83
13 Kantor Satuan Polisi Pamong Praja dan
Wilayatul Hisbah 4.07
14 Dinas Pendidikan Kota Sabang 4.33
15 Dinas Kesehatan Kota Sabang 4.20
16 Dinas Pekerjaan Umum Kota Sabang 4.07
17 Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika 4.13
18 Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Kekayaan Daerah 3.97
19 Dinas Syariat Islam 3.73
Volume 5, No. 4, November 2016 - 72
Perkebunan dan Peternakan
21 Dinas Kelautan dan Perikanan 4.23
22 Dinas Perindustrian, Perdagangan,
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah 4.33
23 Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota 3.87
24 Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil 3.73
25 Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Mobilitas Penduduk 4.10
26 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 4.07
27 Dinas Pemuda dan Olahraga 4.07
28 Sekretariat Daerah Kota 4.27
29 Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat
Kota 4.30
30 Sekretariat Majelis Adat Aceh 4.50
31 Sekretariat Majelis Pendidikan Daerah
Kota Sabang 4.07
32 Sekretariat Majelis Permusyawaratan
Ulama 4.50
33 Sekretariat KORPRI 4.00
34 Sekretariat Baitul Mal 3.50
Minimum 3.50
Maximum 4.63
Mean 4.080
Sumber: Data diolah, 2016.
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa terdapat enam SKPK dengan rata-rata tertinggi untuk seluruh pernyataan terhadap serapan anggaran belanja adalah 1) Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan; 2) Sekretariat MAA; 3) Sekretariat MPU; 4) Dinas Pendidikan; 5) Disperindagkop UMKM; dan 6) Sekretariat DPRK. SKPK dengan rata-rata terendah diperoleh oleh Sekretariat Baitul Mal yaitu 3,50.
Untuk keseluruhan unit analisis (SKPK) diperoleh rata-rata 4,080 dengan nilai minimum sebesar 3,50 dan nilai maksimum sebesar 4,63.Hal ini menunjukkan bahwa SKPK di lingkungan Pemko Sabang secara keseluruhan memilih jawaban setuju terhadap item-item yang
diajukan dalam pernyataan tentang serapan anggaran belanja.
Untuk melihat secara jelas deskriptif responden terhadap item-item pernyataan dalam kuesioner terhadap serapan anggaran belanja pada SKPK Pemerintah Kota Sabang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2
Jawaban Responden tentang Serapan
Anggaran Belanja
No. Pernyataan
Rata-Rata
1 Dalam pengevaluasian keberhasilan
serapan anggaran belanja selalu dilakukan perbandingan antara
anggaran dan realisasinya.
4,33
2 Perbandingan antara anggaran dan realisasinya dilakukan untuk melihat
tinggi rendahnya serapan anggaran
yang telah dicapai.
3,96
3 Realisasi anggaran belanja triwulan 1
dan 2 selalu di bawah target.
3,77
4 Serapan anggaran belanja selalu
menumpuk di akhir tahun anggaran.
4,10
5 Pelaksanaan kegiatan terhambat karena terlambatnya pengesahan APBK murni.
4,12
6 Pelaksanaan kegiatan dalam APBK perubahan terhambat karena harus
menunggu pengesahan APBK
perubahan.
4,20
7 Rendahnya realisasi anggaran belanja
awal tahun selalu di bawah target
disebabkan pengesahan APBK tahun anggaran berjalan tidak tepat waktu.
3,94
8 Penumpukan serapan anggaran belanja pada akhir tahun terjadi karena harus
menunggu pengesahan APBK-P
(APBK Perubahan).
73 - Volume 5, No. 4, November 2016 Tabel 2 - Lanjutan
No. Pernyataan
Rata-Rata
9 Perubahan APBK menambah jumlah
belanja sehingga menyebabkan beban
untuk merealisasikan anggaran
menjadi bertambah.
4,05
10 Penambahan alokasi anggaran dalam
APBK-P mempengaruhi serapan anggaran sampai akhir tahun.
4,19
Rata-rata jawaban terhadap serapan anggaran belanja
4,080
Sumber: Data diolah, 2016.
Deskripsi tanggapan SKPK terhadap serapan anggaran belanja atas pernyataan-pernyataan yang diajukan berdasarkan indikator yang telah ditetapkan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Perbandingan Realisasi Anggaran dengan
Target
Berdasarkan tanggapan responden pada
setiap SKPK menunjukkan bahwa dalam
melakukan evaluasi terhadap keberhasilan serapan anggaran belanja pada SKPK pada Pemerintah Kota Sabang selalu dilakukan perbandingan antara anggaran dan realisasinya. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden terhadap pernyataan nomor 1 dan 2 dengan rata-rata jawaban 4,33 dan 3,96. Abdullah dan Nazry
(2015) menyebutkan bahwa pengalokasian
anggaran belanja menggunakan basis maksimal, yakni jumlah anggaran belanja merupakan patokan jumlah pembayaran maksimal yang bisa dilaksanakan sebagai bentuk realisasi anggaran belanja. Berdasarkan perbandingan antara
target/anggaran yang ditetapkan dengan jumlah belanja yang telah direalisasi dapat diketahui berapa persentase dari kinerja yang telah dicapai oleh SKPK.
2) Realisasi Per Triwulan
Terdapat dua sudut pandang terkait serapan anggaran belanja. Sudut pandang pertama adalah membandingkan realisasi belanja dengan anggaran yang telah ditetapkan, dan sudut
pandang kedua adalah dengan melihat
Volume 5, No. 4, November 2016 - 74 3) Konsistensi dalam Pelaksanaan Program
dan Kegiatan
Suatu kegiatan akan dilaksnakan setelah APBK telah disetujui oleh DPRK. Hal ini sesuai dengan amanat dari Permendagri 13 Tahun 2006 Pasal 197 yang menyatakan bahwa pengeluaran kas atas beban APBD dilakukan berdasarkan Surat Penyediaan Dana (SPD) atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD. Surat Penyediaan Dana (SPD) disusun oleh PPKD selaku BUD setelah peraturan daerah tentang APBD ditetapkan. Tujuan dari penerbitan SPD ini adalah sebagai manajemen kas pada pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel.
Meskipun SPD diterbitkan sebagai upaya manajemen kas yang lebih baik, namun dalam pelaksanaannya selalu saja mengalami kendala, terutama pada saat realisasi anggaran belanja, sehingga pelaksanaan kegiatan mengalami hambatan karena pencairan dana tidak dapat dilakukan sebelum diterbitkan Surat Penyediaan
Dana (SPD). Konsistensi pelaksanaan
program/kegiatan pada SKPK Pemerintah Kota Sabang mengalami hambatan, karena harus menunggu pengesahan APBK oleh DPRK, baik APBK murni maupun APBK perubahan. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden terhadap pernyataan nomor 5 dan 6 dengan rata-rata jawaban 4,12 dan 4,20. Jawaban responden dari beberapa SKPK mengindikasikan bahwa suatu kegiatan akan dilakukan setelah APBK ditetapkan, sehingga dapat menghalangi realisasi anggaran yang seharusnya telah dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
4) Ketepatan Waktu Pengesahan APBK
Proses penetapan APBD sering terjadi keterlambatan karena adanya ketidaksepakatan di antara budget actors, khususnya eksekutif dan legislatif. Hal ini terjadi karena anggaran publik bukan hasil dari proses teknikal, namun proses politik juga sangat menentukan waktu penetapan anggaran (Abdullah, 2012; Rubin, 2006:1). Keadaan seperti ini akan menghambat proses serapan anggaran belanja pada pemerintah daerah, sehingga dapat terjadi penumpukan anggaran belanja pada akhir tahun anggaran.
Penumpukan anggaran belanja pada SKPK Pemerintah Kota Sabang terjadi karena penetapan APBK murni dan APBK perubahan tidak tepat waktu. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden terhadap pernyataan nomor 7 dan 8 dengan rata-rata jawaban 3,94 dan 4,14.
Rendahnya serapan anggaran pada tahap
penganggaran biasanya karena masih menunggu pengesahan perubahan APBD yang terlambat diterima oleh SKPD (Muchsin dan Noor, 2011), sehingga realisasi anggaran juga ikut tertunda.
5) Penambahan Jumlah Alokasi Belanja
75 - Volume 5, No. 4, November 2016 sampai akhir tahun. Kondisi seperti ini dapat dilihat dari jawaban responden terhadap pernyataan nomor 9 dan 10 dengan rata-rata jawaban 4,05 dan 4,19.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa serapan anggaran belanja pada SKPK Pemerintah Kota Sabang pada awal tahun cenderung rendah dari target yang ditetapkan sehingga mengalami
penumpukan pada akhir tahun anggaran.
Penumpukan anggaran belanja pada SKPK Pemerintah Kota Sabang terjadi karena penetapan APBK murni dan APBK perubahan tidak tepat waktu. Keterlambatan penetapan APBK ini menyebabkan suatu program/kegiatan tidak dapat dilaksanakan sesuai jadwal. Selain itu, penumpukan anggaran juga terjadi karena bertambahnya jumlah anggaran belanja pada SKPK Pemerintah Kota Sabang sebagai akibat dari penambahan alokasi belanja pada saat perubahan anggaran sehingga menjadi kendala
bagi SKPK dalam melakukan realisasi
anggarannya.
Keterbatasan
Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini adalah kurangnya referensi terkait serapan anggaran belanja. Selain itu sumber data yang diperoleh hanya bersumber dari kuesioner, sehingga jawaban responden hanya terbatas pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner tersebut.
Saran
Saran Akademis
Berdasarkan keterbatasan dalam
penelitian ini, adapun saran kepada peneliti selanjutnya agar dapat mencari referensi yang lebih banyak lagi terkait serapan anggaran belanja. Selain itu penelitian juga dapat dilakukan dengan
observasi langsung ke lapangan dengan
melakukan wawancara kepada responden yang memahami masalah penganggaran agar jawaban yang diperoleh menjadi lebih informatif. Penelitian selanjutnya juga dapat meneliti faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi serapan anggaran belanja.
Saran Praktis
Bagi Pemerintah Kota Sabang
diharapkan dapat menjadi masukan dan lebih
memperhatikan prinsip-prinsip pengolaan
keuangan daerah terutama masalah penganggaran mulai dari perencanaan sampai pada tahap pelaporan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, S. (2012). Perilaku Oportunistik Legislatif dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya: Bukti Empiris dari Penganggaran Pemerintah Daerah di Indonesia. Disertasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Volume 5, No. 4, November 2016 - 76 Keagenan. Jurnal Samudra Ekonomi dan
Bisnis, 6(2), 272-283.
Abdullah, S., R. Darma dan H. Basri. (2015).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Serapan Anggaran Pemerintah Daerah
(Studi pada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota di Aceh. Makalah ini dipresentasikan pada Konferensi Ilmiah Akuntansi (KIA) Tahun 2015.
Bastian, Indra. 2006. Sistem Akuntansi Sektor Publik. Edisi 2. Jakarta:Salemba Empat.
Herriyanto, H. (2012). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Keterlambatan
Penyerapan Anggaran Belanja pada Satuan Kerja Kementerian/Lembaga di Wilayah Jakarta. Tesis. Jakarta: Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia.
Kustyaningsih, R., I. Yunarto dan Y. A. Widodo. (2011). Menyoal Penyerapan Anggaran. Paris Review. Edisi No. 6 Tahun III Desember:6-9.
Mardiasmo. (2009). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Muchsin, M. dan A.S. Noor. (2011). Fenomena Penyerapan Anggaran: Kenapa Akselerasi di Akhir Tahun? Paris Review, 3 (6), 6-9.
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah.
---, Permendagri Nomor 13
Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
---, Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
---, Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
---, Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah.
Rubin, I. S. (2006). The Politics of Public Budgeting. Washington: CQ Press.
Siswanto, A. D. dan S. L. Rahayu. (2010). Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan
Belanja Kementerian/Lembaga TA 2010. Melaluihttp://www.fiskal.depkeu.co.id/20 10/m/edef-konten-view
mobile.asp/id=2010092009505491129204
0
Solikhin. (2014). Evaluasi Penumpukan Pencairan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat di Akhir Tahun Anggaran pada Satuan Kerja. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Wildavsky, A. dan N. Caiden. (2004). The New Politic of The Budgetary Process. Fifth Edition. Boston:Pearson Education Inc.