• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH ETIKA PROFESI AUDITOR TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS DALAM PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di kota Bandung) Bani Binekas Email: bani.binekasgmail.com Abstract - Index of /pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH ETIKA PROFESI AUDITOR TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS DALAM PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di kota Bandung) Bani Binekas Email: bani.binekasgmail.com Abstract - Index of /pdf"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Bandung)

PENGARUH ETIKA PROFESI AUDITOR TERHADAP PERTIMBANGAN

TINGKAT MATERIALITAS DALAM PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN

(Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di kota Bandung)

Bani Binekas

Email:

bani.binekas@gmail.com

Abstract

This research aims to examine and provide empirical evidence regarding the effect of the

ethics of the profession of auditor’s concideration level of materiality in auditing process of

financial statements in examination at Registered Public Accountant by 2013 in the area of

Bandung city.The auditor’s consideration of materiality is the proffesional considerations and

influnced the perception of auditors over the needs of people who have sufficient knowledge and

that will put the confidence in the financial statements. This research using primary data obtained

through a questionnaire filled by the respondents, namely Auditors who work at Registered Public

Accountants in Bandung. This research using quota sampling, data collection is done by going to

direct the respondents to fill in questionnaire research and resulits 55 respondents came from the

11 Registered Public Accountants is willing to fill out the questionnaire. This study tested the

hyphothesis by using simple linear regression analysis models.

Based on the results of simple Linear Regression known treatment that the independent

variable (the ethics of the profession) have an impact on the dependent variable (the level of

materiality) with a percentage of the influence of 60,5%. The results of this research indicate that

the ethics of the profession of auditor's significant influence on consideration of the level of

materiality in the examination in the examination of the financial statements.

Key Words

: Auditor, Auditor’s professional ethics, materiality level, financial statements

I.

PENDAHULUAN

Peranan auditor sangat dibutuhkan oleh kalangan dunia usaha. Para auditor wajib

memahami pelaksanaan etika yang berlaku dalam menjalankan profesinya tersebut. Auditor dalam

melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan

Akuntan Indonesia (IAI), yang terdiri dari Standar Umum, Standar Pekerjaaan Lapangan, dan

Standar Pelaporan guna menunjang profesionalisme (Hery dan Agustiny Merrina, 2007). Untuk

dapat meningkatkan sikap profesionalisme dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan,

hendaknya akuntan publik juga memiliki pemahaman yang memadai mengenai kode etik profesi

yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) agar situasi penuh persaingan tidak sehat

dapat dihindari (Herawaty dan Susanto, 2008).

(2)

seorang profesional yang dirancang untuk tujuan praktis dan idealistik. Boynton,

et.al.

menambahkan bahwa kode etik profesional dapat dirancang sebagian untuk mendorong perilaku

yang ideal, sehingga harus bersifat realistis dan dapat ditegakkan.

Alvin A. Arens,

et.al.

(2008: 73) mengemukakan bahwa keputusan pelaporan audit

dipengaruhi oleh materialitas yang merupakan suatu pertimbangan terhadap laporan keuangan.

Arens,

et.al. menambahkan konsep pengaruhnya materialitas terhadap jenis opini pada laporan audit

bersifat langsung dan dalam penerapannya mempertimbangkan materialitas dalam situasi tertentu

merupakan pertimbangan yang sulit serta tidak ada pedoman yang sederhana dan jelas yang dapat

memungkinkan auditor dapat memutuskan apakah suatu hal dianggap tidak material, material, atau

sangat material. Menurut PSA 25 (SA seksi 312) materialitas adalah besarnya informasi akuntansi

yang apabila terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya,

mungkin dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan

atas informasi tersebut. Menurut Alvin A. Arens,

et.al

(2008: 72) materialitas adalah jumlah atau

besarnya kekeliruan atau salah saji dalam informasi yang dalam kaitannya dengan kondisi yang

bersangkutan, mungkin membuat pertimbangan pengambilan keputusan pihak yang berkepentingan

berubah atau terpengaruh oleh salah saji tersebut.

Pertimbangan auditor mengenai materialitas merupakan pertimbangan profesional dan

dipengaruhi persepsi auditor atas kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan memadai dan yang

akan meletakkan kepercayaan pada laporan keuangan. Pertimbangan mengenai materialitas yang

digunakan oleh auditor dihubungkan dengan keadaan sekitarnya dan mencakup pertimbangan

kuantitatif dan kualitatif. Sebagai akibat interaksi antara pertimbangan kuantitatif dalam

mempertimbangkan materialitas, salah saji yang jumlahnya relatif kecil ditemukan oleh auditor

dapat berdampak material terhadap laporan keuangan (SA Seksi 31: 2001).

Auditor harus

mempertimbangkan dengan baik penaksiran materialitas pada tahap perencanaan audit karena

seorang auditor harus bisa menentukan berapa jumlah rupiah materialitas suatu laporan keuangan

kliennya. Jika auditor dalam menentukan jumlah rupiah materialitas terlalu rendah, auditor akan

mengkonsumsi waktu dan usaha yang sebenarnya tidak diperlukan, sehingga akan memunculkan

masalah yang akan merugikan auditor itu sendiri maupun Kantor Akuntan Publik tempat dimana

dia bekerja, dikarenakan tidak efisiennya waktu dan usaha yang digunakan oleh auditor tersebut

untuk menentukan jumlah materialitas suatu laporan keuangan kliennya. Sebaliknya jika auditor

menentukan jumlah rupiah materialitas terlalu tinggi, auditor akan mengabaikan salah saji yang

signifikan sehingga ia memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian untuk laporan keuangan

yang sebenarnya berisi salah saji material, yang akan dapat menimbulkan masalah yang dapat

berupa rasa tidak percaya masyarakat kepada Kantor Akuntan Publik dimana auditor tesebut

bekerja akan muncul karena memberikan pendapat yang ceroboh terhadap laporan keuangan yang

berisi salah saji yang material (Mulyadi, 2002: 161). Terdapat kasus keuangan dan manajerial

perusahaan publik yang tidak bisa terdeteksi oleh akuntan publik yang menyebabkan perusahaan

didenda oleh Bapepam yang empat diantaranya berhubungan dengan materialitas seperti terlihat

pada tabel berikut ini,

Tabel 1

Kasus Keuangan dan Manajerial Emiten yang Pernah Didenda Bapepem (Periode 2000-2002)

Nama Emiten

Jenis Pelanggaran

Denda (Juta Rupiah)

PT. Asuransi Ramayana

Penyalahgunaan dana oleh direksi

11. 197

PT. Asia Inti Selera

Pinjaman pada pihak istimewa

500

PT. Myohdotcom

Transaksi material dan perubahan kegiatan

(3)

Bandung)

Nama Emiten

Jenis Pelanggaran

Denda (Juta Rupiah)

PT Bumi Resources

Laporan atas transaksi material

100

PT Semen Cibinong

Deposito $246,7 juta di bank asing tidak jelas

$250

PT. Manly Utama

Perubahan penggunaan dana IPO tanpa laporan

resmi ke Bapepam

357

PT. Daya Guna Samodera

Menyembunyikan informasi material

256

PT. Bintuni Minarya

Menyembunyikan informasi material

250

PT. Super Mitory

Transaksi mengandung benturan kepentingan

500

PT. Bakrie Financa Corp.

Tidak hati-hati dalam pengakuan pendapatan

bunga

500

Sumber: Investor Agustus 2002

Dalam pelaksanaan audit dilapangan, tingkat materialitas yang telah ditetapkan pada tahap

pembuatan program pemeriksaan dapat berubah seiring dengan adanya perubahan lingkup

pemeriksaan. Jika seorang auditor tidak patuh terhadap kode etik akuntan, maka tingkat materialitas

yang ditetapkan tidak akan sesuai dengan tujuan audit yang ingin dicapai. Penerapan kode etik

akuntan ini membuat seorang auditor itu dapat bersikap profesional sehingga kesalahan dalam

audit dapat dikurangi.

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa akuntan harus berpedoman kepada

Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI)

agar bisa bertugas secara bertanggung jawab dan objektif. Kode etik profesi yang ada yaitu

berdasarkan aturan etika profesi yang telah ditetapkan oleh Institut Akuntan Indonesia yang terdiri

dari (1) objektivitas, integritas, dan indepedensi; (2) standar umum dan standar akuntansi; (3)

tanggung jawab kepada klien; (4) tanggung jawab kepada rekan seprofesi; (5) tanggung jawab dan

praktik lain (SPAP: 2001).

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Wheelwright dalam Jack C. Robertson dan Timothy J. Louwers (2002: 462) mendefinsikan

etika sebagai berikut,That branch of philosophy which is the systematic study of reflective choice, of

the standards of right and wrong by which it is to be guided, and of the goods toward which it may

ultimately directed.

Menurut Alvin A. Arens,

et.al.

(2008: 98) etika secara garis besar dapat

didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai moral. Menurut Martandi dan Suranta (2006)

dalam bahasa latin etika yaitu “ethica” berarti falsafah moral. Etika merupakan pedoman cara

bertingkah laku yang baik dari sudut pandang budaya, susila, serta agama. Menurut Boyton,

et.al

(2001: 98), Etika profesional adalah standar perilaku bagi seorang profesional yang dirancang untuk

tujuan praktis dan idealistik. Sedangkan kode etik profesional dapat dirancang sebagian untuk

mendorong perilaku yang ideal, sehingga harus bersifat realistis dan dapat ditegakkan.

(4)

Tujuan

profesi

akuntan

adalah

memenuhi

tanggung

jawabnya

dengan

standar

profesionalisme tinggi, mencapai tingkat kinerja yang tertinggi, dengan orientasi kepada

kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat 4 (empat) kebutuhan dasar yang harus

dipenuhi, yaitu

Kredibilitas

.,

Profesionalisme

,

Kualitas jasa

dan kepercayaan (dalam Nanang

Sasongko:1999). Kode Etik IAI dibagi menjadi empat bagian berikut ini: (1) Prinsip Etika, (2)

Aturan Etika, (3) Interpretasi Aturan Etika, (4) Tanya dan Jawab (SPAP: 2001). Interpretasi etika

merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Pengurus Kompartemen setelah memperlihatkan

tanggapan dari anggota dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya, sebagai panduan penerapan

Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup penerapannya. Tanya dan jawab

memberikan penjelasan atas setiap pertanyaan dari anggota Kompartemen tentang Aturan Etika

beserta interpretasinya. Dalam Kompartemen Akuntan Publik, Tanya dan Jawab ini dikeluarkan

oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik (Sukrisno Agoes, 2012: 43).

Untuk menjadi akuntan publik yang dapat dipercaya oleh masyarakat, maka dalam

menjalankan praktik profesinya harus patuh pada prinsip-prinsip etika yaitu,

1. Tanggung jawab Profesi

2. Kepentingan Publik

3. Integritas

4. Objektivitas

5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional

6. Kerahasiaan

7. Perilaku Profesional

8. Standar Teknis

Aturan etika yang telah disahkan oleh Kompartemen Akuntan Publik Ikatan Akuntan

Indonesia adalah sebagai berikut,

1. Indepedensi, integritas, dan objektivitas

-

Indepedensi. Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan

sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana di atur

dalam standar profesional akuntan publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental

independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun penampialan

(in appearance).

-

Integritas dan objektivitas. Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus

mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan

(conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material

misstatement)

yang

diketahuinya

atau

mengalihkan

(mensubordinasikan)

pertimbangannya kepada pihak lain.

2. Standar umum dan standar akuntansi

-

Standar umum. Anggota KAP harus mematuhi standar berikut ini beserta interpretasi

yang terkait yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI:

a. Kompetensi profesional. Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa

profesional secara layak (reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan

kompetensi profesional.

b. Kecermatan dan keseksamaa profesional. Anggota KAP wajib melakukan

pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan kesaksamaan profesional.

c. Perencanaan dan supervisi. Anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervisi

secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional.

(5)

Bandung)

3. Tanggung jawab kepada klien

-

Informasi klien yang rahasia. Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan

informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien. Ketentuan ini tidak

dimaksudkan untuk:

(1) Membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai dengan aturan

etika kepatuhan terhadap standar dan standar akuntansi.

(2) Mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk mematuhi

peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti panggilan resmi penyidikan

pejabat pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap ketentuan

peraturan yang berlaku.

(3) Melarang review praktik profesional (review

mutu) seorang anggota sesuai dengan

kewenangan IAI atau

(4) Menghalangi anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau pemberian komentar

atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk IAI-KAP dalam rangka

penegakan disiplin anggota.

Anggota

yang

terlibat

dalam

penyidikan

dan

review

diatas,

tidak

boleh

memanfaatkannya untuk kepentingan diri pribadi mereka atau mengungkapkan

informasi klien yang harus dirahasiakan yang diketahuinya dalam pelaksanaan

tugasnya. Larangan ini tidak boleh membatasi Anggota dalam pemberian informasi

sehubungan dengan proses penyidikan atau penegakkan disiplin sebagimana telah

diungkapkan dalam butir (4) di atas atau

review

praktit profesional (review

mutu)

seperti telah disebutkan dalam butir (3) diatas.

-

Fee Profesional

a. Besaran

fee. Besarnya

fee

anggota dapat bervariasi tergantung antara lain: risiko

penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan

untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan

pertimbangan profesional lainnya. Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan

klien dengan cara menawarkan

fee

yang dapat merusak citra profesi.

b.

Fee

kontijen.

Fee

kontijen adalah

fee

yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa

profesional tanpa adanya

fee

yang akan dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil

tertentu dimana jumlah

fee

tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut.

Fee

dianggap tidak kontijen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur tahu

dalam hal perpajakan, jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau

temuan badan pengatur. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk menetapkan

fee

kontijen apabila penetapan tersebut dapat mengurangi indepedensi.

4. Tanggung jawab kepada rekan seprofesi

-

Tanggung jawab kepada rekan seprofesi. Anggota wajib memelihara citra profesi,

dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan

seprofesi.

-

Komunikasi antar akuntan publik. Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan

akuntan terdahulu bila akan mengadakan perikatan (engagement) audit menggantikan

akuntan publik terdahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain

dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan. Akuntan publik terdahulu wajib

menanggapi secara tertulis permintaan komunikasi dari akuntan pengganti secara

memadai.

(6)

memenuhi ketentuan perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang

berwenang.

5. Tanggung jawab dan praktik lain

-

Perbuatan dan perkataan yang mendiskreditkan. Anggota tidak diperkenankan

melakukan tindakan dan/atau mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi.

-

Iklan, promosi, dan kegiatan pemasaran lainnya. Anggota dalam menjalankan praktik

akuntan publik diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan

promosi pemasaran dan kegiatan pemasaran sepanjang tidak merendahkan citra profesi.

-

Komisi dan fee refereal

a. Komisi. Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk lainnya

yang diberikan kepada atau diterima dari klien/pihak lain untuk memperoleh

perikatan dari klien/pihak lain. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk

memberikan/menerima komisi apabila pemberian/penerimaan komisi tersebut dapat

mengurangi indepedensi.

b. Fee referal. Fee referal (rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan/diterima

kepada/dari sesama penyedia jasa profesional akuntan publik. Fee referal (rujukan)

hanya diperkenankan bagi sesama profesi.

-

Bentuk organisasi dan KAP. Anggota hanya dapat berpraktik akuntan publik dalam

bentuk organisasi yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku

dan/atau yang tidak menyesatkan dan merendahkan citra profesi. (SPAP: 2001).

Hubungan antara pelaksanaan etika profesional yang dilakukan oleh auditor dalam

penentuan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan adalah pengambilan keputusan

berdasarkan etika yang berlaku (Kurt Pany, 2001: 63). Kurt Pany menjelaskan bahwa dalam

penentuan keputusan berdasarkan etika profesional mengharuskan seorang auditor melakukan

langkah-langkah sebagai berikut,

1. Identifikasi masalah (Identify the problem)

2. Identifikasi kemungkinan tindakan yang bisa diambil

(Identify possible courses of action)

3. Identifikasi kendala yang akan muncul dalam keputusan yang diambil

(Identify any constrains

relating to the decision)

4. Identifikasi efek yang ditimbulkan dari keputusan yang diambil

(Analyze the likely effects of

the possible courses of action)

5. Pilih keputusan yang terbaik

(Select the best course of action)

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa etika profesi adalah serangkaian prinsip

atau nilai-nilai moral yang harus ditegakkan oleh setiap profesional dalam hal ini akuntan agar

hubungan yang terjadi antara akuntan dengan akuntan, akuntan dengan klien, akuntan dengan

masyarakat dan akuntan dengan pihak lainnya dapat berjalan dengan baik dengan diterapkannya

kode etik juga kode etik ini harus dijadikan dasar dalam penentuan keputusan yang diambil oleh

auditor. Kode etik profesi yang harus dipatuhi oleh seorang auditor adalah (1) indepedensi,

integritas, dan objektivitas; (2) standar umum dan standar akuntansi; (3) tanggung jawab kepada

klien; (4) tanggung jawa kepada rekan seprofesi; (5) tanggung jawab dan praktik lain.

(7)

Bandung)

penghapusan atau salah saji informasi keuangan yang, dengan memperhitungkan situasinya,

menyebabkan pertimbangan seseorang yang bijaksana yang mengandalkan informasi tersebut

mungkin akan berubah atau terpengaruh oleh penghapusan atau salah saji tersebut.

Berdasarkan definisi - definisi diatas dapat disimpulkan bahwa materialitas adalah besaran

jumlah nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, dimana salah saji dapat dikatakan

material jika pengetahuan atas salah saji tersebut dapat mempengaruhi keputusan para pengguna

laporan keuangan dalam membuat suatu keputusan. Tujuan dari penetapan materialitas adalah untuk

membantu auditor merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup. Jika auditor menetapkan

jumlah yang rendah, lebih banyak bahan bukti yang dikumpulkan daripada jumlah yang tinggi

tetapi sedikit mengumpulkan bahan bukti (Ariffudin danSri Anik: 2002). Kecukupan bukti audit

digunakan sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapat untuk auditor atas laporan

keuangan yang diaudit (Reni Yendrawaty: 2008).

Menurut Mulyadi (2002:158), dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan jasa

assurance

berikut ini :

1. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah – jumlah yang disajikan dalam laporan

keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan dan dikompilasi.

2. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten

yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan

klien.

3. Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat, bahwa laporan keuangan

sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena

kekeliruan dan ketidakberesan.

Tabel 2

Langkah-langkah dalam menetapkan materialitas

Langkah 1

Menetapkan pertimbangan awal pendahuluan tentang materialitas

Merencanakan

Luas Pengujian

Langkah 2

Mengalokasi pertimbangan pendahuluan tentang materialitas

kedalam segmen

Langkah 3

Mengestimasikan total salah saji dalam segmen

Mengevaluasi

Hasil

Langkah 4

Memperkirakan salah saji gabungan

Langkah 5

Membandingkan salah saji gabungan dengan pertimbangan

pendahuluan atau yang direvisi tentang materialitas

Sumber: Alvin A. Arens,

et. al

(2008:319)

Menurut Alvin A. Arens,

et. al

(2008: 320) langkah-langkah dalam menetapkan materialitas

adalah,

1. Menetapkan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas (preliminary judgement

about materiality)

Pertimbangan pendahuluan tentang materialitas adalah jumlah maksimum yang

membuat auditor yakin bahwa laporan keuangan akan salah saji tetapi tidak mempengaruhi

keputusan para pemakai yang bijaksana. Auditor menetapkan pertimbangan pendahuluan

tentang materialitas untuk membantu merencanakan pengumpulan bukti yang tepat. Semakin

rendah nilai uang pertimbangan pendahuluan ini, semakin banyak bukti audit yang dibutuhkan.

2. Mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas ke segmen-segmen

(salah saji yang dapat ditoleransi)

(8)

ke saldo akun tertentu itu disebut dalam SAS 107 (AU 312) sebagai salah saji yang dapat

ditoleransi. (tolerable misstatement).

3. Mengestimasi total salah saji dalam segmen

Salah saji yang diketahui (known misstatement) adalah salah saji dalam akun yang

jumlahnya dapat ditentukan oleh auditor. Salah saji yang mungkin (likely misstatement) terbagi

menjadi dua jenis yaitu salah saji yang berasal dari perbedaan antara pertimbangan manajemen

dan auditor tentang estimasi saldo akun, contohnya adalah perbedaan estimasi penyisihan

piutang tak tertagih atau kewajiban garansi. Jenis kedua adalah proyeksi salah saji berdasarkan

pengujian auditor atas sampel dari suatu populasi, contohnya adalah auditor menggunakan

salah saji yang ditemukan yaitu 6 dari jumlah sampel 200 untuk mengestimasi total salah saji

yang mungkin dalam persediaan. Total ini disebut estimasi atau proyeksi atau ekstrapolasi

karena hanya sampel yang diaudit, bukan keseluruhan populasi.

4. Memperkirakan salah saji gabungan

Jumlah salah saji yang diproyeksikan dalam langkah ketiga untuk setiap akun

kemudian digabungkan dalam kertas kerja.

5. Membandingkan salah saji gabungan dengan pertimbangan pendahuluan atau yang

direvisi tentang materialitas

Langkah terakhir setelah dilakukan langkah ketiga dan keempat yaitu gabungan salah

saji yang mungkin dibandingkan dengan materialitas. Menurut Arens,

et.al. (2008:72) dalam

menerapkan definisi diatas, digunakan tiga tingkatan materialitas dalam mempertimbangkan

jenis laporan yang harus dibuat. Tiga tingkatan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Jumlahnya Tidak Material

Jika terdapat salah saji dalam laporan keuangan, tetapi cenderung tidak mempengaruhi

keputusan pemakai laporan, salah saji tersebut dianggap tidak material. Dalam hal ini pendapat

wajar tanpa pengecualian dapat diberikan.

2. Jumlahnya Material Tetapi Tidak Mengganggu Laporan Keuangan Secara Keseluruh

Tingkat materialitas kedua terjadi jika salah saji di dalam laporan keuangan dapat

mempengaruhi keputusan pemakai, tetapi keseluruhan laporan keuangan tersebut tersaji

dengan benar, sehingga tetap berguna. Untuk memastikan materialitas jika terdapat kondisi

yang menghendaki adanya penyimpangan dari laporan wajar tanpa pengecualian, auditor harus

mengevaluasi segala pengaruhnya terhadap laporan keuangan,

3. Jumlah Sangat Material atau Pengaruhnya Sangat Meluas Sehingga Kewajaran Laporan

Keuangan Secara Keseluruhan Diragukan

Tingkat materialitas tertinggi terjadi jika para pemakai dapat membuat keputusan yang salah

jika mereka mengandalkan laporan keuangan secara keseluruhan. Dalam kondisi kesalahan

sangat material, auditor harus memberikan pernyataan tidak memberi pendapat atau pendapat

tidak wajar, tergantung pada kondisi yang ada. Dalam menentukan materialitas suatu

pengecualian, harus dipertimbangkan sejauh mana pengecualian itu mempengaruhi bagian –

bagian lain laporan keuangan. Ini disebut penyebaran (pervasiveness).

Menurut Mulyadi (2002: 160) Dalam perencanaan audit, auditor harus menetapkan

materialitas pada dua tingkat berikut ini:

a. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran mencakup laporan keuangan

sebagai keseluruhan

b. Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai kesimpulan yang

menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.

(9)

Bandung)

Materialitas pada tingkat laporan keuangan

, auditor menggunakan dua cara dalam

menerapkan materialitas yaitu dalam perencanaan audit dan pada saat mengevaluasi bukti audit

dalam pelaksaaan audit. Pada saat merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi materialitas

karena terdapat hubungan yang terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang dipandang

material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk menyatakan kewajaran

laporan keuangan.

Materialitas pada tingkat saldo akun,

Meskipun auditor memberikan pendapat

atas laporan keuangan secara keseluruhan, namun ia harus melakukan audit terhadap akun-akun

secara individual dalam mengumpulkan bukti audit yang dipakai sebagai dasar untuk menyatakan

pendapatnya atas laporan keuangan auditee. Oleh karena itu, taksiran materialitas yang dibuat pada

tahap perencanaan audit harus dibagi ke akun-akun laporan keuangan secara individual yang akan

diperiksa. Bagian materialitas yang dialokasikan ke akun-akun laporan keuangan secara individual

ini dikenal dengan sebutan salah saji yang dapat diterima (tolerate misstatement) untuk akun

tertentu.

Alokasi materialitas laporan keuangan ke akun

, bila pertimbangan awal auditor tentang

materialitas laporan keuangan dikuantifikasikan, penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap

akun dapat diperoleh dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara

individual. Pengalokasian ini dapat dilakukan baik untuk akun neraca maupun akun laba-rugi

namun, karena hampir semua salah saji laporan laba-rugi juga mempengaruhi neraca dan karena

akun neraca sedikit, banyak auditor yang melakukan alokasi atas dasar akun neraca. Dalam

melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya salah saji dalam

akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memverifikasi akun tersebut. Sebagai

contoh, salah saji lebih (overstatement)

kemungkinan lebih besar terdapat dalam persediaan

dibandingkan dengan aktiva tetap, dan umumnya biaya untuk mengaudit persediaan lebih mahal

dibandingkan dengan biaya untuk mengaudit aktiva tetap. Menurut Abdul Halim (2001:95) perlu

dibedakan secara jelas antara materialitas tingkat saldo dengan akun yang material. Semakin rendah

tingkat materialitas berarti semakin kecil tingkat kesalahan yang dapat ditolerir, semakin kecil

tingkat kesalahan yang dapat ditolerir semakin banyak bukti yang diperlukan.

Maka dari itu,

semakin rendah tingkat materialitas semakin banyak bukti yang diperlukan. Keputusan mengenai

materialitas -menurut Arens,

et.al. (2008:73) sebagai konsep, pengaruh materialitas terhadap jenis

opini yang diberikan mudah sekali ditetapkan. Dalam penerapannya, mempertimbangkan

materialitas dalam situasi tertentu bukanlah pekerjaan yang mudah. Tidak ada petunjuk sederhana

dan jelas yang dapat membantu auditor untuk memutuskan apakah sesuatu tidak material, material,

atau sangat material.

Kaitan Dengan Prinsip Akuntansi yang Berterima Umum

-

Menurut Arens,

et.al. (2008:74)

Jika seorang klien tidak menerapkan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan benar laporan

audit dapat wajar tanpa pengecualian, wajar dengan pengecualian, atau tidak wajar, tergantung

kepada materialitas dari penyimpangan tersebut. Harus dipertimbangkan beberapa aspek dari

materialitas. Untuk mengevaluasi materialitas keseluruhan, auditor harus mencari semua salah saji

individual yang belum diperbaiki, yang bila digabungkan dapat menimbulkan pengaruh yang cukup

berarti terhadap laporan keuangan. Sifat salah saji, Keputusan para pemakai laporan keuangan

dapat pula dipengaruhi oleh jenis salah saji yang terdapat di dalam laporan keuangan. Salah saji

berikut dapat mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan, dan demikian juga akan

mempengaruhi pendapat auditor, dengan cara yang berbeda dari salah saji yang lazim terjadi.

1. Transaksi-transaksi adalah melanggar hukum.

2. Sesuatu pos yang dapat mempengaruhi periode mendatang, meskipun jumlahnya tidak berarti

jika hanya periode sekarang yang diperhitungkan.

(10)

4. Sesuatu yang dapat menimbulkan konsekuensi penting bila dibandingkan dari segi kewajiban

kontrak.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa materialitas merupakan suatu

pertimbangan terhadap laporan keuangan yang dapat mempengaruhi jenis opini pada laporan

auditor. Faktor yang mempengaruhi materialitas antara lain adalah (1) pertimbangan awal

materialitas, (2) materialitas pada tingkat laporan keuangan, (3) materialitas pada tingkat saldo

akun, (4) alokasi materialitas laporan keuangan ke akun. Reza Minanda dan Dul Muid (2013)

melakukan penelitian mengenai pengaruh etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas

pada akuntan yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) di kota Semarang. Penelitian yang

dilakukan oleh Reza Minanda dan Dul Muid ini memiliki kesimpulan bahwa etika profesi

berhubungan secara signifikan dengan pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pemeriksaan

laporan keuangan. Pada penelitian ini menunjukkan bukti empiris yaitu variabel etika profesi

berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas akuntan dalam

pertimbangan tingkat materialitas. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

peneliti sebelumnya yaitu yang dilakukan oleh Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2009)

yang menyatakan bahwa ketepatan menentukan tingkat materialitas akan dipengaruhi oleh etika

profesi yang diterapkan oleh akuntan. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Andika

Erik Permana (2010), Anggi Andriadi (2010), Tika Safirtri (2010), Riadh Manita, Hassan Lahbari

dan Najoua Elommal (2011), Novanda Friska Bayu Aji Kusuma (2012) yang semuanya sepakat

menyatakan pertimbangan tingkat materialitas akan tergantung kepada etika profesi dari seorang

akuntan. Hasil ini mengandung pengertian bahwa semakin baik etika profesi yang dimiliki oleh

seorang akuntan maka pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik dalam laporan keuangan

akan semakin tepat.

Berdasarkan uraian diatas maka kerangka pemikiran penelitian ini digambarkan sebagai

berikut,

Gambar Kerangka Pemikiran

III.

METODE PENELITIAN

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah etika profesi

dan pertimbangan tingkat

materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan pada auditor yang bekerja di Kantor Akuntan

Publik (KAP) di Bandung. Populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja di Kantor

Akuntan Publik (KAP) yang berada di Bandung sesuai dengan daftar dalam

Directory

Kantor

Akuntan Publik dan Akuntan Publik 2013. Menurut Sugiyono (2011: 116) sampel dapat

didefinisikan sebagai berikut,Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

Pertimbangan

Tingkat Materialitas

Mulyadi (2002: 159)

EtikaProfesi

SPAP (2001)

1. Indepedensi, integritas dan objektifitas

2. Standar Umum dan Standar Akuntansi

3. Tanggung jawab kepada klien

4. Tanggung

jawab

kepada

rekan

seprofesi

(11)

Bandung)

populasi tersebut. Menurut Sekaran (2009:123) mendefinisikan sampel sebagai berikut, Sampel

adalah sebagaian dari populasi. Sampel terdiri atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode

quota sampling.

Qouta sampling

dapat dikatakan sebagai

judgement sampling

dua tahap. Tahap pertama, adalah

tahapan dimana peneliti merumuskan kategori kontrol atau

qouta

dari populasi yang akan diteliti.

Tahapan kedua, adalah penentuan bagaimana sampel akan diambil, yaitu dengan cara

convenience,

dimana sampel yang diambil berdasarkan ketersediaan elemen dan kemudahan untuk

mendapatkannya (Simamora, 2005: 75)

Nama Kantor Akuntan Publik dan Alamat

No.

Nama Kantor Akuntan Publik

Alamat

1.

KAP Abubakar Usman dan Rekan (CAB)

JL. Abdul Rahman Saleh No. 40 Lt. 2 Bandung

40174

2.

KAP Ahmad, Rasyid, Hisbullah, dan

Jerry (CAB)

Jl. Rajamantri 1 No. 12 Bandung 40264

3.

KAP AF. Rachman dan Soetjipto WS

Jl. Pasir Luyu Raya No. 36 Bandung 42254

4.

KAP Djoemarma, Wahyudin dan Rekan

Jl. Dr. Slamet No. 55 Bandung 40161

5.

KAP Drs. Gunawan Sudradjat

Jl. Golf Timur III No. 1 Bandung 40293

6.

KAP Heliantono dan Rekan

Jl. Sangkuriang No. B1 Bandung

7.

KAP Drs. La Midjan dan Rekan

Jl. Ir. H. Juanda No. 207 Bandung

8.

KAP Moch. Zainuddin dan Sukmadi

(CAB)

Jl. Melong Asih No. 69B Lt. 2 Cijerah Bandung

40213

9.

KAP Roebiandini dan Rekan

Jl. Sidoluhur No. 26 RT 004/007 Kel. Sukaluyu

Kec. Cibeunying Kaler Bandung 40123

10.

KAP Sabar dan Rekan

Jl. Kancra No. 62 Buah Batu Bandung 40264

11.

KAP Dra. Yati Ruhiyati

Jl. Ujung Berung Indah Berseri I Blok 9 No. 4

Komp. Ujung Berung Indah Bandung 40611

Sumber: Hasil Penelitian yang diolah

IV.

HASIL PENELITIAN

4.1

Statistik Deskriptif

(12)

Tabel 3

Rekapitulasi Penilaian Responden Terhadap Variabel Etika Profesi (X)

Variabel

Dimensi

Skor

Indepedensi

2372

3825

78,41

Baik

Standar Umum dan Standar

Akuntansi

869

1100

79,00

Baik

Tanggung Jawab Kepada

Klien

446

550

81,09

Baik

Tanggung Jawab Kepada

Rekan Seprofesi

461

550

83,82

Baik

Tanggung Jawab dan Praktik

Lain

838

1100

76,18

Baik

Total

5208

6600

78,91

Baik

Sumber: Hasil Pengolahan Kuisioner

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa skor aktual untuk variabel etika profesi auditor

secara keseluruhan adalah sebesar 5208 dan skor ideal 6600 dengan nilai persentase yang diperoleh

sebesar 86,1% dan termasuk kedalam kategori baik berada pada rentang interval 68,0% - 82, 99%.

Namun disini terlihat kesenjangan antara aktual dengan harapan yaitu sebesar 13,2% yang

menunjukkan bahwa ada masalah yang menjadikan variabel etika profesi auditor masih belum

sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan fenomena yang ada yaitu ada perbutanan

pembuatan laporan keuangan untuk pemberian kredit dari Bank BRI cabang Jambi. Selain itu juga

pelanggaran etika auditor dilakukan oleh Akuntan Publik yang melakukan pemalsuan terhadap

laporan auditor independen Bank Lippo pada tahun 2002 menunjukkan bahwa auditor masih belum

sepenuhnya menerapan etika profesi auditor dalam pelaksanaan profesi auditornya.Untuk melihat

penliaian responden terhadap variabel materialitas secara keseluruhan dapat dilihat pada uraian

berikut di bawah ini,

Tabel 4

Rekapitulasi Penilaian Responden Terhadap Variabel Tingkat Materialitas (Y)

Variabel

Dimensi

Skor

Materialitas

887

1100

80,64

Baik

Materialitas pda Tingkat

Laporan Keungan

844

1100

76,73

Baik

Materialitas pda Tingkat

Saldo Akun

846

1100

76,91

Baik

Alokasi Materialitas pada

Akun

804

1100

73,09

Baik

Total

2410

3040

79,2%

Baik

(13)

Bandung)

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa skor aktual untuk variabel materialitas secara

keseluruhan adalah 2410 sebesar dan skor ideal 3040 dengan nilai persentase 79,2 yang diperoleh

sebesar dan termasuk dalam kategori baik berada pada rentang interval 68,-% - 83,99$. Jadi dapat

disimpulkan bahhwa pertimbangan materialitas yang dilakukan auditor pada Kantor Akuntan Publik

(KAP) wilayah Bandung sudah berjalan dengan baik. Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa

skor aktual untuk pertimbangan tingkat materialitas secara keseluruhan adalah sebesar 2410 dan

skor ideal 3040 dengan nilai persentase yang diperoleh sebesar 79,2% dan termasuk kedalam

kategori baik berada pada rentang interval 68,0% - 82, 99%. Jadi dapat disimpulkan bahwa

pertimbangan tingkat materialitas di Kantor Akuntan Publik wilayan Bandung seudah berjalan

dengan baik. Namun disini terlihat kesenjangan antara aktual dengan harapan yaitu sebesar 20,8%

yang menunjukkan bahwa ada masalah yang menjadikan variabel pertimbangan tingkat materialitas

masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan fenomena yang ada yaitu PT

Daya Guna Samodera dan PT Bintuni Minarya yang dinilai oleh ketua Bapepam Fuad Rahmaniy

menyembunyikan informasi material yang membuat kedua emiten itu didenda masing-masing dua

ratus lima puluh enam juta dan dua ratus lima puluh juta. Selain itu ada juga kasus PT. Bumi

Resources yang disebut Fuad Rahmany tidak melaporkan transaksi material dan dikenakan denda

sebesar seratus juta rupiah. Semua kasus ini menunjukkan bahwa tingkat materialitas yang

dilakukan oleh auditor masih belum tepat sesuai dengan standar yang ditetapkan.

4.2

Hasil Pengujian Data

Uji validitas dilakuan untuk mengetahui apakah alat ukur yang telah dirancang dalam

bentuk kuisioner benar-benar dapat menjalankan fungsinya. Seperti telah dijelaskan dalam metode

penelitian bahwa untuk melihat valid tidaknya suatu alat ukur dilakukan pendekatan secara

statistika, dan apabila koefisien korelasinya tidak kurang dari 0,300 maka pernyataan tersebut dapat

dinyatakan valid.Setelah dilakukan uji validitas didapatkan bahwa seluruh pernyataan yang diuji

untuk kedua variabel memiliki nilai koefisien validitas di atas titik kritis 0,300 yang menunjukan

bahwa seluruh pernyataan yang di uji sudah dinyatakan valid dan dapat digunakan dalam analisis

data untuk penelitian selanjutnya.

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang telah dirancang dalam

bentuk kuisioner dapat diandalkan. Untuk melihat andal tidaknya suatu alat ukur dilakukan

pendekatan secara statistika. Dari hasil pengujian reliabilitas, diperoleh nilai koefisien reliabilitas

masing-masing sebesar 0,964 dan 0,963. Kedua nilai ini berada di atas titik kritis 0,700 yang

menunjukan bahwa kedua variabel yang di uji sudah dinyatakan

reliable.

Analisis korelasi digunakan untuk melihat kekuatan hubungan yang terjadi antara variabel

bebas dengan variabel terikat. Dalam hal ini untuk melihat bagaimana hubungan yang terjadi antara

etika profesi dengan tingkat materialitas dalam proses pemeriksaan laporan keuangan. Hasil analisis

menjelaskan hasil analisis korelasi antara etika profesi dengan tingkat materialitas dalam

pemeriksaan laporan keuangan. Dari data yang disajikan pada tabel di atas terlihat bahwa nilai

koefisien korelasi yang diperoleh sebesar 0,778. Nilai korelasi bertanda positif, yang menunjukan

bahwa hubungan yang terjadi antara keduanya adalah searah. Dimana semakin baik etika profesi,

maka akan diikuti pula oleh semakin tingginya tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan

keuangan. Berdasarkan interpetasi koefisien korelasi, nilai sebesar 0,778 termasuk kedalam kategori

hubungan yang kuat, berada dalam kelas interval 0,600 – 0,799.

(14)

Tabel 5

Analisis Korelasi Pearson

Koefisien determinasi atau R square, digunakan untuk mengetahui sejuhmana pengaruh yang

diberikan variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam hal ini untuk mengetahui sejauhmana

pengaruh yang diberikan etika profesi terhadap tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan

keuangan. Dari pengolahan data, diperoleh hasil koefisien determinasi sebagai berikut:

Tabel 6

Analisis Koefisien Determinasi

Dari tabel di atas, diketahui bahwa nilai koefisien determinasi yang diperoleh sebesar 0,605

atau 60,5%. Hal ini menunjukan bahwa etika profesi memberikan kontribusi pengaruh terhadap

tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan sebesar 60,5%, sedangkan sisanya sebesar

39,5% merupakan pengaruh dari variabel lain yang tidak diteliti.

Analisis regresi sederhana digunakan untuk mengetahui bentuk hubungan yang terjadi pada

variabel penelitian yaitu etika profesi dan materialitas. Dengan menggunakan

software

SPSS,

diperoleh hasil analisis regresi linier sederhana sebagai berikut:

Tabel 5

(15)

Bandung)

Untuk mengetahui apakah etika profesi berpengaruh signifikan terhadap tingkat materialitas

dalam pemeriksaan laporan keuangan, maka dilakukan pengujian hipotesis dengan rumusan sebagai

berikut:

H

0 : β= 0,

Artinya, etika profesi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat

materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan.

H

a : β≠ 0,

Artinya, etika profesi berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat materialitas

dalam pemeriksaan laporan keuangan.

Tarafsignifikansi (α) : 0,05 (5%)

Kriteria uji : tolak H

0

jika nilai t-hitung> t-tabel, terima H

a

jika nilai t-hitung< t-tabel.

Nilaistatistikuji t dapat diketahui dari tabel output berikut:

Tabel 7

Pengujian Hipotesis

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai t-hitung yang diperoleh etika profesi

sebesar 9,002. Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai t-tabel pada tabel distribusi t. Dengan

α=0,05, df = n-k-1 = 55-1-1 =53, untuk pengujian dua sisi diperoleh nilai t tabel sebesar (-2,006

dan 2,006). Dari nilai-nilai di atas terlihat bahwa nilai t-hitung yang diperoleh sebesar 9,002, berada

di luar nilai t-tabel (-2,006 dan 2,006). Sesuai dengan kriteria pengujian hipotesis bahwa H

0

ditolak

dan H

a

diterima, artinya, “

etika profesi berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat

materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan”.

Berdasarkan hipotesis yang menyatakan bahwa etika profesi berpengaruh terhadap tingkat

materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan telah terbukti melalui pengujian. Melalui uji-t

dengan tingkat kekeliruan 5% (α = 0,05), diputuskan untuk menolak hipotesis yang menyatakan

etika profesi tidak berpengaruh terhadap tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan

(H

o

). Hasil penelitian menunjukan bahwa etika profesi berpengaruh terhadap tingkat materialitas

dalam pemeriksaan laporan keuangan dengan persentase pengaruh sebesar 60,5%, sedangkan

sisanya sebesar 39,5% merupakan pengaruh dari variabel lain yang tidak diteliti. Hal ini

membuktikan bahwa etika profesi berpengaruh terhadap pertimbangan materialitas yang dilakukan

oleh auditor di wilayah Bandung.

(16)

Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa etika profesi berpengaruh terhadap

pertimbangan materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan pada auditor yang berada di Kantor

Akuntan Publik (KAP) wilayah Bandung. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan jawaban dari

auditor mengenai etika profesi auditor masih ada auditor yang belum memegang teguh terhadap

kode etik dalam melaksanakan pekerjaan nya, auditor tidak terlalu yakin terhadap penentuan

ketepatan dalam tingkat materialitas akan menentukan penilaian terhadap pekerjaannya dan

memiliki cara untuk menilai satu sama lain terhadap rekan sesama profesinya. Selain itu auditor

juga masih belum melaksanakan kode etik secara menyeluruh dan hanya melaksanakan kode etik

sesuai dengan kemampuannya saja sehingga diperlukan suatu usaha baik itu secara pelatihan

maupun secara sikap dalam diri seorang auditor dalam melaksanakan kegiatan profesionalnya

sebagai seorang auditor. Bersikap sesuai dengan kode etik dalam sebuah pekerjaan sangat penting

karena kode etik merupakan hal yang menyangkut bagaimana seorang auditor itu berhubungan

dengan sesama auditor, klien, atau pihak lainnya sehingga hal ini akan menimbulkan

kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan profesi. Dengan kata lain seorang

auditor, penting untuk meyakinkan klien dan pemakai laporan keuangan akan kualitas auditnya

dalam hal ini yang berhubungan dengan pertimbangan terhadap tingkat materialitas laporan

keuangan dengan salah satunya selalu menegakkan kode etik profesi. Jika pemakai jasa tidak

memiliki keyakinan pada auditor dalam mempertimbangkan tingkat materialitas, maka

kemampuan para profesional itu untuk memberikan jasa kepada klien dan masyarakat secara efektif

akan berkurang.

Penelitian ini mendukung hasil penelitian Arleen Herawaty dan Susanto (2009) yang

mengemukakan bahwa ketepatan menentukan materialitas dipengaruhi oleh etika profesi yang

diterapkan oleh akuntan. Kode etik profesi harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap auditor yang

memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat dan merupakan alat kepercayaan masyarakat luas

sehingga secara tidak langsung semakin kuat auditor memegang kode etik akuntan maka akan

sebaik pula pertimbangan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan. Selain itu,

penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Andika Erik Permana (2010), Anggi

Andriadi (2010), Tika Safirtri (2010), Riadh Manita, Hassan Lahbari dan Najoua Elommal (2011),

Novanda Friska Bayu Aji Kusuma (2012) yang semuanya sepakat menyatakan pertimbangan

tingkat materialitas akan tergantung kepada etika profesi dari seorang akuntan.

Hasil Penelitian ini pun sesuai dengan Sukrisno (2012:125) menjelaskan materialitas

dipertimbangkan oleh auditor saat perencanaan dan pelaksanaan audit atas laporan keuangan

berdasarkan standar auditing yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) di dalam

PSA No.25 bahwa pertimbangan auditor mengenai materialitas merupakan pertimbangan

profesional dan dipengaruhi persepsi auditor atas kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan

memadai dan yang akan meletakkan kepercayaan terhadap laporan keuangan, pertimbangan

mengenai materialitas yang digunakan auditor dihubungkan dengan keadaan sekitarnya dan

mencakup pertimbangkan kualitatif dan kuantitatif. Lebih lanjut Sukrisno menyatakan bahwa kode

etik IAPI dan aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik, standar pengendalian mutu auditing

merupakan acuan yang baik untuk mutu auditing. Hal ini diperkuat dengan teori yang dinyatakan

oleh Kurt Pany (2001:63) bahwa etika profesi sangat mempengaruhi penentuan keputusan yang

dilakukan seorang auditor dalam hal ini adalah mengenai pertimbangan tingkat materialitas

sehingga jika etika profesi ditegakkan maka keputusan yang akan diambil pun akan tepat.

V.

KESIMPULAN

(17)

Bandung)

macet sebesar Rp. 52 Miliar. Pertimbangan auditor mengenai materialitas merupakan hasil dari

proses pengambilan keputusan yang dilakukan berdasarkan etika profesional yang dimiliki dan

menjadi modal kepercayaan dari masyarakat dan pengguna laporan audit bahwa seorang auditor itu

bekerja sesuai dengan standar yang berlaku yang dilandasi dengan pelaksanaan kode etik. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa etika profesi berpengaruh secara signifikan sebesar 60,5% terhadap

tingkat materialitas pada auditor dalam Kantor Akuntan Publik (KAP) wilayah kota Bandung

sedangkan sebesar 39,5% merupakan pengaruh dari variabel lain yang tidak diteliti.

DAFTAR PUSTAKA

Adriadi, Anggi. 2010. Pengaruh Profesionalime Auditor dan Etika Profesi Terhadap

Pertimbangan Dalam Proses Pengauditan Laporan Keuangan (Studi Empiris KAP di

DKI Jakarya).

Skirpsi

. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Agoes, Sukrisno. 2012.

Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor Akuntan Publik

.

Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Alim, M.N., T. Hapsari dan L. Purwanti. 2007. Pengaruh Kompetensi dan Indepedensi

terhadap Kualitas Audit dengan Etika sebagai Variabel Moderasi.

SNA X Makasar

.

Andriadi, Anggi. 2010. Pengaruh Profesionalisme Audior dan Etika Profesi Terhadap

Pertimbangan Dalam Proses Pengauditan Laporan Keuangan (Studi Empiris KAP di

DKI Jakarta).

Skripsi

. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Arens, Alvin A., Randal J. Elder dan Mark S. Basley. 2008.

Auditing dan Jasa Assurance

Pendekatan Terintegrasi

. Jakarta: Erlangga.

Arifuddin dan Sri Anik. 2002. Analisis Pengaruh Komitmen Organisasi dan Keterlibatan

Kerja Terhadap Hubungan Antara Etika Kerja Islam Dengan Sikap Perubahan

Organisasi.

Simposium Nasional Akuntansi V,

September 2002.

Arikunto S. 2002.

Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek.

Edisi Revisi Kelima.

Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Bell, Danien. 1973.

The Coming of Post- Industrial Society: A Venture in Social

Forecasting.

New York: Basic Books.

(18)

Danim, Sudarwan. 2002.

Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme

Tenaga Kependidikan

. Bandung: Pustaka Setia.

Ghozali, Imam. 2012.

Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.

Semarang:

Universitas Dipenogoro.

Halim, Abdul. 2001.

Auditing: Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan

. Edisi kedua.

Yogyakarta: UPP AMP YPKN

Hastuti, dkk. 2003. Hubungan antara Profesionalisme dengan Pertimbangan Tingkat

Materialitas dalam Proses Pengauditan Laporan Keuangan.

Prosiding Simposium

Nasional Akuntansi

, Oktober, Hal. 1206-1220.

Herawaty dan Susanto. 2009. Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan Mendeteksi

Kekeliruan dan Etika Profesi Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas.

Jurnal

Akuntansi Keuangan.

Vol. 11, No. 1.

Herawaty, Arleen dan Yulius Kurnia Susanto. Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan

Mendeteksi Kekeliruan, dan Etika Profesi Terhadap Pertimbangan Tingkat

Materialitas Akuntan Publik. 2009.

JAAI,

Volume 13, Nomor 2, Desember 2009,

Halaman 211-220.

Hery dan Agustiny Merrina. 2007. Pengaruh Pelaksanaan Etika Profesi Terhadap

Pengambilan

Keputusan

Akuntan

Publik

(Auditor).

Jurnal

Akuntansi

&

Manajemen

. Vol. 18, No. 13 Desember 2007, halaman 149-161.

Husein, Umar. 2008.

Metode Riset Bisnis

. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Institut Akuntan Publik Indonesia. 2001.

Standar Profesional Akuntan Publik 31 Maret

2001

. Jakarta: Diperbanyak oleh Salemba Empat.

Keraf, Sonny. 1998.

Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya

. Edisi Baru. Jakarta: Penerbit

Kanisius.

(19)

Bandung)

Manita, Riadh, Hassan Lahbari dan Najoua Elommal. 2011. The Impact of Qualitative

Factors and Ethical Judgements of Materiality: An Experimental Study With

Auditors.

International Journal of Business

, 16 (3).

Martandi, Indriana Farid dan Sri Suranta. 2006. Persepsi Akuntan, Mahasiswa Akuntansi,

dan Karyawan Bagian Akuntansi dipandang dari Segi Gender Terhadap Etika

Bisnis dan Etika Profesi.

Simposium Nasional Akuntansi (SNA) IX

, Padang, 23-26

Agustus.

Mayeni, Yeni Indra. 2011. Pengaruh Etika Profesi Auditor Dalam Pengambilan Keputusan.

Skripsi

. Surabaya: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas.

Minanda, Reza dan Dul Muid. 2013. Analisis Pengaruh Profesionalisme Pengetahuan

Mendeteksi Kekeliruan, Pengalaman Bekerja Auditor, dan Etika Profesi Terhadap

Pertimbangan Tingkat Materialitas Akuntan Publik (Studi Empiris Pada Auditor

KAP di Semarang).

Dipenogoro Journal of Accounting

, Volume 1, Nomor 1, Tahun

2013, halaman 1-8.

Mulyadi. 2002.

Auditing edisi 6

. Jakarta: Salemba Empat.

Pany, Kurt. 2001.

Principles of Auditing and Other Assurance Services

. Singapore: Mc

Graw – Hill Book Co.

Permana, Andika Erik. 2011. Pengaruh Profesionalisme Auditor dan Etika Profesi Auditor

Terhadap

Pertimbangan

Tingkat

Materialitas

dalam

Pemeriksaan

Laporan

Keuangan.

Skripsi

. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Prima, Yoga Satria. 2012. Pengaruh Etika Profesi, Indepedensi, dan Profesional Judgement

Auditor Terhadap Pertimbangan Materialitas dalam Proses Audit Laporan

Keuangan (Studi Empiris Pada Auditor BPK RI Perwakilan Sumatera Utara,

Banten, dan Jawa Barat).

Skripsi

. Universitas Sumatera Utara.

Ria, Monica. 2013. Pengaruh Profesionalisme Auditor, Etika Profesi Pendidikan,

Pengalaman, dan Indepedensi Terhadap Tingkat Materialitas.

Tesis

. Yogyakarta:

UPN Veteran.

(20)

Rusell, J.P. 2000.

The Quality Audit Handbook

. Edisi 2. Milwaukee USA: American

Society for Quality.

Safitri, Tika. 2010. Pengaruh Profesionalisme Auditor, Etika Profesi dan Pengetahuan

Akuntan Publik dalam Mendeteksi Kekelirruan Terhadap Pertimbangan Tingkat

Materialitas Dalam Audit Laporan Keuangan (Studi Empiris Pada Auditor

Independen Sumbar dan Riau).

Thesis

. Padang: Univeritas Andalas.

Sasongko, Nanang. 1999. Perkembangan IAI Pada Masa Reformasi. Jawa Barat: IAI.

Sekaran, Uma. 2006.

Research Methods for Business: A Skill Building Approach, Fifth

Edition

. United Kingdom: John Wiley & Sons Ltd.

Simamora. 2005.

Analisis Multivariat Pemasaran.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Siwahjoeni dan Gudono. 2000. Persepsi Akuntan Terhadap Kode Etik Akuntan.

Jurnal

Riset Akuntansi Indonesia

, Volume 3, No. 2, Juli 2000.

Sugiyono. 2011.

Metode Penelitian Kuantitatif dan Research and Development

. Bandung:

Alfabeta.

Weygant Keiso., et al. 2002.

Akuntansi Intermediate

. Edisi kesepuluh. Jilid 1. Jakarta:

Erlangga.

Yendrawati, Reni. 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Audit Delay Pada

Perusahaan-perusahaan Go Publik di BEJ.

Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 12, Nomor. 1,

Januari 2008.

Biodata Penulis :

Gambar

Tabel 1
Gambar Kerangka Pemikiran
Tabel 3
Tabel 5Analisis Korelasi Pearson
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini waktu tanggap kategori lambat banyak terjadi pada pasien dengan jenis kasus non trauma yang kebanyakan masuk dalam klasifikasi kegawatan

Bagir Manan mencatat bahwa bentuk negara republik yang dipilih pada saat Indonesia berdiri ter- inspirasi dari kehidupan desa, di mana di dalamnya terdapat

Kabupaten Tapanuli Tengah. 2) Untuk mengetahui bagaimana disiplin kerja pegawai di Puskesmas Andam. dewi Kabupaten Tapanuli Tengah. 3) Untuk mengetahui pengaruh gaya

Dari hasil analisis limfosit dengan metode ELISA menunjukkan bahwa konsumsi minyak sawit mentah dapat meningkatkan kadar protein CD4 sebagai penanda sel Th yang signifikan

Sistem pendaftaran tanah yang sekarang dianut oleh UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah sistem campuran antara sistem positif dengan sistem negatif dimana

Mungkin peningkatan yang paling signifikan dari Gen III + sistem over-generasi kedua desain adalah penggabungan dalam beberapa desain fitur keselamatan pasif yang tidak

dalam melaksanakan tugas, wakil kepala sekolah bidang hubung- an masyarakat dibantu oleh ketua program keahlian dalam memberikan masukan serta pendistribusian admi-

Pada akhirnya dengan penelitian ini penulis mendapat gambaran bahwa rencana investasi tersebut layak diterima oleh perusahaan, terbukti dengan menggunakan metode Payback periode