1
TERUS PRODUKTIF BEKERJA, KELUARGA BAHAGIA ITU UTAMA
STUDI FAMILY FRIENDLY POLICY PADA KEHIDUPAN PERAWAT
Putri Rachmasari
Alumni Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia
Email: putri.uty16@gmail.com
Trias Setiawati
Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia
Email: triassetiawati@gmail.com
Abstract
They were productive in working but happiness were the important, study Family Friendly Policy (FFP). The goals were studying FPP program, implementation, gap, problem and challenge; background, career path, work family life conflict and work life balance;. This qualitative research used case study. Collecting data used interview and documentation. Key informants were 2 female and 2 male nurses. Data credibility was triangulation, data analysis used reduction, display and conclusion. FPP implementation was run well but no flexibility time. Working motivation were internal and external. The nurses had not difficulties in balancing work and family duties, they had been supported from their spouse understanding and responsibilities sharing. The nurses had not high ambition to reach their career for their family happiness.
Keywords: family friendly policy, work-family conflict, work-life balance, nurselife
Judul Produktif dalam Bekerja, Bahagia itu Utama, studi Family Friendly Policy (FFP) Perawat.Tujuan penelitian mengetahui program, implementasi, dan kesenjangan FPP, latar belakang, perjalanan karir, kehidupan keluarga dari Work-Family Conflict dan Work-Life Balance dan hambatan tantangan FFP. Penelitian ini kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Metode pengumpulan data: wawancara dan dokumentasi. Narasumber adalah dua orang perawat perempuan dan dua laki-laki. Pengujian data triangulasi, analisis data dengan reduksi, penyajian. Implementasi FFP sudah berjalan optimal, ada kebijakan non-formal berupa fasilitas daycare dan ruang menyusui, belum ada flexible-time. Motivasi bekerja adalah motivasi internal dan eksternal. Perawat tidak merasa kesulitan dalam menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dan keluarga, ada dukungan antar pasangan yang saling mengerti pekerjaan dan mampu berbagi tanggungjawab. Perawat tidak berambisi mengejar karir demi kebahagiaan keluarga.
Keywords: family friendly policy, work-family conflict, work-life balance, nurselife
Latar Belakang
Perawat memiliki peran penting dalam penyediaan jasa layanan kesehatan yang
berkualitas dari suatu Rumah sakit (RS). RS merupakan penyelenggara upaya penyembuhan
2
institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi
oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial
ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan
terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. RS dengan
bantuan tenaga medis dituntut melayani masyarakat selama 24 jam. Perawat salah satu tenaga
medis yang menjalani tugasnya secara profesional. Menurut Undang-Undang nomor 38 tahun
2014, perawat memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan kode etik, standar pelayanan
keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Perawat mengutamakan perlindungan dan keselamatan. Oleh karena itu, setiap
harinya perawat terjun secara langsung serta memantau kondisi pasien. Pekerjaan dengan jam
kerja yang berbeda-beda membuat perawat harus siap sedia. Terkadang pagi, siang bahkan
malam. Setiap RS pasti memiliki aturan maupun kebijakan untuk memenuhi kebutuhan setiap
karyawannya untuk meningkatkan kinerjanya. Salah satunya yaitu kebijakan yang ramah
keluarga atau Family Friendly Policy (FFP).
FFP ditujukan untuk meminimalisir konflik pada kehidupan keluarga karyawan. Dilema
yang terjadi, yaitu kurangnya waktu bersama keluarga menjadi suatu kendala bagi pencapaian
kehidupan keluarga dan pencapaian karir di tempat kerja. Jika karyawan tidak dapat
menyeimbangkan peran sebagai pekerja dan peran sebagai orang tua maka akan menimbulkan
konflik pekerjaan dan keluarga. Menurut Greenhaus, et al (2000) Work-Family Conflict terjadi
ketika kehidupan pekerjaan dan keluarga berada dalam kondisi yang kurang seimbang antara
satu dengan yang lain. Oleh karena itu, konflik dapat diminimalisir dengan cara individu harus
memiliki kemampuan menyeimbangkan tuntutan antara pekerjaan dan keluarga.
Keseimbangan menjalankan peran sebagai pekerja dan peran sebagai orang tua adalah
modal penting untuk membangun kebahagiaan keluarga. Kemampuan untuk menyeimbangkan
antara pekerjaan dan keluarga, menurut Lockwood (2003) Work-life balance adalah tantangan
untuk menciptakan suatu pola keseimbangan hidup dalam mengelola dilema antara kewajiban
kerja dan tanggung jawab keluarga. Work-life balance dari sudut pandang karyawan adalah
mengelola kewajiban kerja dan tanggung jawab pribadi dan keluarga, sedangkan dari sudut
pandang pimpinan adalah tantangan untuk menciptakan budaya perusahaan yang mendukung
karyawan untuk fokus pada pekerjaan pada saat di tempat kerja. Kebijakan dan prosedur
organisasi yang bertujuan untuk mengkondisikan karyawan agar dapat melakukan pekerjaan
dan pada saat yang sama dengan memberikan fleksibilitas untuk menangani masalah pribadi
menjadi faktor penting bagi terwujudnya kehidupan keluaga karyawan yang produktif dan
3
Pada praktiknya sering muncul dilema dalam diri untuk menyeimbangkan pencapaian
karir dan harmoni keluarga. Dilema tersebut dapat menyebabkan produktifitas kerja karyawan
akan terganggu. FFP diharapkan dapat meningkatkan kualitas produktifitas karyawan di tempat
kerja. Menurut Pramusinto (2011) FFP adalah instrumen untuk mengharmoniskan antara
pekerjaan dan keluarga. Hal tersebut juga disampaikan oleh Awalia (2014) bahwa FPP dalam
suatu organisasi mampu menurunkan tingkat stres karyawan untuk terciptanya keseimbangan
antara pekerjaan dan keluarga serta mengurangi turnover. Perusahaan dapat mengakomodasi
kebijakan FFP dengan dibuatkan kesepakatan bersama antara perusahaan dan karyawan.
Penelitian ini menggunakan studi kasus pada empat perawat di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah yang telah didirikan sejak 15 Pebruari tahun 1923 dan berbasis nilai Islam
karena didirikan oeh organisasi Islam Muhammadiyah. Penelitian ini untuk mengetahui
program, implementasi, dan kesenjangan kebijakan ramah keluarga/ Family-Friendly Policies.
Untuk mengetahui latar belakang perawat, pengembangan karir perawat, kehidupan keluarga perawat dilihat dari Work-Family Conflict dan Work-Life Balance dan mengetahui hambatan
dan tantangan kebijakan ramah keluarga/ Family Friendly Policies
Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian terdahulu mengenai FFP sudah banyak dilakukan. Diantaranya
adalah penelitian yang dilakukan Awalia (2014) dengan judul “Bekerja Bukan Ambisi, Bahagia Tak Terganti” (Studi kasus FFP pada Tiga Karyawan di Bank Rakyat Indonesia) yang menemukan bahwa penerapan FFP di perbankan, belum berjalan secara optimal dikarenakan
belum tersedianya daycare, belum adanya flexible-time, belum adanya konseling untuk
karyawan yang sifatnya pribadi, meskipun sudah tersedianya ruang menyusui bagi karyawan
perempuan. Persamaan dengan penelitian tersebut yaitu terdapat pada konsep dan metode yang
dipilih, yaitu sama-sama menggunakan konsep FFP dan metode kualitatif dengan studi kasus.
Namun, perbedaannya terdapat pada tempat penelitian. Pada penelitian tersebut, dilakukan di
perbankan sementara pada penelitian ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Penelitian sejenis lainnya dilakukan oleh Subramaniam, Geetha, Selvaratnam dan
Padmini (2010) dengan judul “Family friendly policies in Malaysia: where are we?” yang
menyimpulkan bahwa hampir setengah dari angkatan kerja, perempuan Malaysia terkadang
menghadapi masalah menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan keluarga yang menjadi
perhatian utama di antara kebanyakan keluarga karir ganda. Sebagai hasil dari kejadian ini, FFP
di tempat kerja menjadi tantangan bagi para pengusaha untuk menyediakannya. Kebijakan
4
menyeimbangkan tuntutan pekerjaan yang dibayar dan kehidupan pribadi yakni dapat berupa
fleksibilitas kerja atau fleksibilitas waktu kerja. Penelitian tersebut dilakukan di beberapa
perusahaan di Malaysia sedangkan penelitian ini dilakukan di hanya satu perusahaan yakni RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta, dengan pendekatan yang sama yaitu kualitatif.
Pada penelitian terdahulu Yosephus (2011) yang berjudul “Motivasi kerja dan Pengembangan Karir Perawat di ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Prof. DR. W.Z.
Johannes di Kupang” menemukan bahwa motivasi kerja perawat adalah motivasi internal yaitu
memiliki sikap kepribadian melayani dengan tulus dan memiliki intelegensi yang baik.
Sedangkan motivasi eksternal dari perawat adalah masalah sosial ekonomi, masalah dalam
melanjutkan pendidikan serta pengaruh lingkungan. Pengembangan karir perawat juga
mengalami masalah sebagai berikut yaitu adanya masalah peningkatan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi dan pelatihan perawat yang kurang diperhatikan oleh pihak manajemen RSUD
Prof. DR. W.Z. Johannes di Kupang. Pada penelitian ini lokasi penelitian memiliki persamaan
yakni di RS sakit, juga dengan metode yang sama yaitu kualitatif yang berbeda adalah tempat
penelitiannya.
Pada penelitian terdahulu Asra (2013) dengan judul “Hubungan Antara Work-Family Conflict dengan Prestasi Kerja pada Perawat Wanita” juga menyatakan bahwa karyawan mampu meminimalisir WFC dengan adanya dukungan serta keterlibatan peran keluarga. Baik
keluarga, pasangan maupun anak, yang menunjukkan pengertian terhadap kondisi kerja yang
digeluti oleh karyawan wanita. Pengertian ini yang ditunjukkan dengan adanya dukungan dari
suami, kesepakatan peran dalam memenuhi tanggung jawab terhadap keluarga dan RS
memberikan kebijakan disediakannya Tempat Penitipan anak (TPA) yang berlokasi di
lingkungan RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi ditujukan agar para perawat yang juga
seorang ibu dari anak yang masih balita tidak perlu khawatir ketika meninggalkan
anak-anaknya ketika bekerja. Pada penelitian tersebut ada perbedaan dengan penelitian ini karena
metodenya kuantitatif, namun memiliki persamaan pada topik penelitian yaitu WFC.
Penelitian yang dilakukan oleh Greenhaus, et al (2003) dengan judul “The Relation
between Work-Family Balance and Quality of Life” juga mendapatkan bahwa hubungan antara
keseimbangan kerja - keluarga dan kualitas hidup di antara kalangan praktisi yang bekerja di
akuntan publik. Tiga komponen keseimbangan kerja-keluarga yaitu: keseimbangan waktu
(waktu yang sama dikhususkan untuk bekerja dan keluarga), keseimbangan keterlibatan
(keterlibatan yang sama dalam pekerjaan dan keluarga), dan keseimbangan kepuasan (kepuasan
sama dengan pekerjaan dan keluarga). Persamaannya dengan penelitian ini adalah karena
5
terdapat dalam hal narasumber penelitian. Pada penelitian tersebut naasumbernya adalah
akuntan publik sedangkan penelitian ini di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Penelitian yang dilakukan oleh Wei, et al (2013) dengan judul “How Can Human
Resourch Management Help Organizations Build the Supportive Work-Life/Family Balance
Culture?” menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara kehidupan kerja dan kebijakan
keseimbangan keluarga/dan kinerja karyawan dalam organisasi. Persamaannya dengan
penelitian ini terdapat pada konsep WFB, namun perbedaannya terdapat pada lokasi penelitian.
Penelitian yang dilakukan oleh Wesarat, et al (2014) dengan judul “A Review of
Organizational and Individual Career Management: A Dual Perspective” memandang bahwa
manajemen karir sebagai kombinasi dari dua sisi yaitu sisi manajemen karir organisasi dan
manajemen karir individu. Penelitian tersebut lebih menyoroti dampak penting dari manajemen
karir pada keberhasilan pribadi dan organisasi. Penelitian tesebut juga menekankan pada
manajemen karir yang efektif yang meningkatkan pertumbuhan karir pribadi dan menopang
keunggulan kompetitif organisasi. Persamaannya dengan penelitian ini terletak pada konsep
manajemen karir dan dua peran karyawan. Perbedaannya terdapat pada konsep manajemen karir
pada (terutama wanita) yang memiliki konflik pekerjaan dengan keluarga.
Penelitian yang dilakukan oleh Belwal dan Belwal (2014) dengan judul “Work-Life
Balance Family-Friendly Policies and Quality of Work Life Issues: Studying Employers’
Perspectives of Working Women in Oman” menyatakan bahwa kebijakan Ramah Keluarga/ atau
(FFP) bertujuan untuk membantu karyawan mengelola tanggung jawab keluarga mereka,
menciptakan kondisi kerja yang fleksibel dan memungkinkan perempuan untuk tampil lebih
baik di kedua bidang, yaitu keluarga dan pekerjaan. Penelitian ini memiliki persamaan
mengenai konsep penelitian meskipun berbeda lokasi penelitian.
Berdasarkan penelitian terdahulu, posisi penelitian ini adalah untuk memberi gambaran
penerapan FFP pada kehidupan perawat untuk mendukung kebahagiaan keluarga dan
pencapaian karir dan kebahagiaan keluarga yang dilihat dari aspek WFC dan WFB pada
kehidupan perawat laki-laki dan perempuan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Beberapa konsep penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep
mengenai Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), Perilaku Organisasi, WFC, WFB, Karir
dan Keluarga.
Manajemen SDM.
Inti dari pembahasan dalam Manajemen SDM menurut Dessler (2015:4) yakni bahwa
Manajemen SDM adalah proses untuk memperoleh, melatih, menilai, dan mengompensasi
6
serta hal-hal yang berhubungan dengan keadilan. Sedangkan menurut Rivai (2003) Manajemen
SDM merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian.
Perilaku Organisasi.
Perilaku organisasi adalah suatu bidang studi yang menyelidiki dampak perorangan,
kelompok dan struktur pada perilaku dalam organisasi dengan maksud menerapkan
pengetahuan untuk memperbaiki keefektifan organisasi (Robbins, 2003:10). Perilaku organisasi
adalah bidang kajian interdisipliner untuk memahami dan mengatur sumber daya manusia di
tempat kerja yang lebih baik. Perilaku organisasi adalah sebuah disiplin horisontal yang
mengkaji setiap kategori pekerjaan, fungsi usaha dan keahlian profesional. Setiap orang yang
berencana untuk bekerja dalam organisasi besar maupun kecil, milik pemerintah maupun
swasta, harus mempelajari perilaku organisasi (Kreitner dan Kinicki, 2003:10).
Family Friendly Policies/Kebijakan Ramah Keluarga.
Bohlander dan Snell (2010) menyatakan bahwa FFP terdapat di suatu perusahaan yang
menginginkan karyawannya agar dapat menyeimbangkan pekerjaan dengan urusan keluarga.
Adapun menurut (Kreitner dan Kinicki, 2003:277) bahwa organisasi yang menerapkan berbagai
program dan pelayanan ramah keluarga dimaksudkan untuk membantu para karyawan agar
dapat mengatur keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi mereka yang saling
mempengaruhi. Kebijakan ramah keluarga, menurut (Kreitner dan Kinicki, 2003:277) diberikan
oleh perusahaan untuk menunjang pekerjaan berupa 1) Pelayanan Perawatan Anak (Daycare),
pelayanan perawatan anak di perusahaan untuk menunjang orangtua bekerja agar anak lebih
mandiri dan juga bersosialisasi lebih baik dengan lingkungan sekitar. Ditunjang dengan fasilitas
dan kegiatan yang mendukung perkembangan anak. Selain itu, agar orang tua dapat mengontrol
anak mereka secara tanggap dan cepat karena disatu lingkungan perusahaan. 2) Jadwal Kerja
Fleksibel (Flexible Time), fleksibilitas membuat para pekerja lebih bahagia dan membantu
perusahaan menurunkan turnover (pergantian) serta meningkatkan produktivitas. Namun,
orangtua bekerja belum banyak mendapatkan kesempatan dalam hal ini. Mereka butuh waktu
kerja fleksibel agar bisa menjalankan peran sebagai orangtua saat anak-anak membutuhkan
mereka. 3) Bekerja dari rumah, para karyawan jarak jauh harus tetap mengikuti prosedur dari
perusahaan. Para karyawan harus mampu fleksibel dan mampu bekerja di dalam banyak tugas
(multitask). Selain itu, keuntungan bekerja dari rumah dapat meningkatkan produktivitas, dapat
mengakomodasi karyawan yang menderita cacat. 4) Program pengurangan stress, Stres di
7
overload. Salah satu strategi yang ditempuh untuk menanggulangi hal tersebut, yaitu
pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi dan dukungan sosial.
Work-Life Balance.
Keseimbangan kehidupan kerja merupakan fenomena yang luas dan kompleks. Menurut
Lockwood (2003) definisi keseimbangan kehidupan kerja adalah keseimbangan mengelola
dilema antara kewajiban kerja dan tanggung jawab keluarga. Jika dipandang dari sudut pandang
organisasi, maka keseimbangan kehidupan kerja mencakup pada kebijakan dan prosedur,
bahwasannya karyawan memungkinkan untuk melakukan pekerjaan serta menangani masalah
pribadinya pada saat yang sama. Jika dipandang dari sudut kehidupan, maka keseimbangan
kehidupan kerja merupakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan.
Menurut, Greenhaus, et al (2003) menentukan keseimbangan kerja-keluarga sebagai
sejauh mana seorang individu merasa puas terlibat dalam dan sama-sama puas dengan peran
pekerjaan dan peran sebagai keluarga. Adapun keseimbangan kehidupan kerja terdiri dari tiga
komponen, yaitu: 1) Keseimbangan waktu, yang mengacu pada waktu yang sama untuk
diberikan kepada kedua peran antara pekerjaan dan keluarga. 2) Keseimbangan keterlibatan,
yang mengacu pada tingkat yang sama antara keterlibatan psikologis baik dalam pekerjaan dan
peran keluarga. 3) Keseimbangan kepuasan, yang mengacu pada tingkat yang sama dari
kepuasan dalam bekerja dan peran keluarga.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi Work-Life Balance menurut Santhi dan Sundar
(2012) adalah sebagai berikut: 1) Dukungan sosial keluarga, merupakan hal yang penting karena
apabila keluarga mendukung pekerja dengan pekerjaannya, maka pekerja akan merasa nyaman
berada di tempat kerjanya dan dapat bekerja secara maksimal/efisien sehingga tidak terbebani
dengan keluarga. 2) Perawatan anak, merupakan adanya program sponsor untuk anak yang
membutuhkan pendidikan tinggi di setiap negara. 3) Manfaat, yang diberikan perusahaan
dengan membayar pekerja dengan gaji, memberikan biaya liburan, cuti hamil dan melahirkan,
asuransi kesehatan bagi para pekerja. 4) Relokasi, merupakan pemindahan lokasi kerja juga
mempengaruhi kinerja para pekerja terutama para pekerja yang terpaksa terpisah dari
keluarganya karena banyak dari para pekerja yang mengalami pemindahan lokasi kerja namun
tidak dapat membawa serta keluarganya. 5) Waktu kerja, menciptakan jadwal pekerjaan yang
fleksibel dan memberikan ruang untuk pekerja agar memiliki kesempatan untuk menyelesaikan
tanggung jawab kantor namun tetap memilki kehidupan yang seimbang di luar kantor. 6)
Rekreasi, diperlukan bagi para pekerja minimal satu tahun sekali untuk menghilangkan rasa
8
dan membantu satu sama lain agar tercipta suasana kerja yang menyenangkan bagi para pekerja
sehingga pekerjaan terselesaikan dengan baik.
Work-Family Conflict.
Ketika kehidupan pekerjaan dan keluarga berada dalam kondisi yang yang kurang
seimbang antara satu dengan yang lain. Konflik pekerjaan dan keluarga terjadi ketika ada
tekanan dari peran pekerjaan dan keluarga yang saling bertentangan sehingga partisipasi dalam
satu peran dibuat lebih sulit berdasarkan partisipasi dalam peran lainnya (Greenhaus, et al,
2000), ada tiga bentuk identifikasi Work-Family Conflict, yaitu: 1.) Time-Based Conflict, yaitu
konflik yang terjadi karena waktu yang digunakan untuk memenuhi satu peran tidak dapat
digunakan untuk memenuhi peran lainnya, meliputi pembagian waktu, energi dan kesempatan
antara peran pekerjaan dan rumah tangga. Dalam hal ini, menyusun jadwal merupakan hal yang
sulit dan waktu terbatas saat tuntutan dan perilaku yang dibutuhkan untuk memerankan
keduanya tidak sesuai. 2.) Strain Based Conflict, yaitu mengacu kepada munculnya ketegangan
atau keadaan emosional yang dihasilkan oleh salah satu peran membuat seseorang sulit untuk
memenuhi tuntutan perannya yang lain. Sebagai contoh, seorang ibu yang seharian bekerja, ia
akan merasa lelah, dan hal itu membuatnya sulit untuk duduk dengan nyaman menemani anak
menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Ketegangan peran ini bisa termasuk stress, tekanan darah
meningkat, kecemasan, keadaan emosional, dan sakit kepala. 3.) Behavior Based Conflict, yaitu
konflik yang muncul ketika pengharapan dari suatu perilaku yang berbeda dengan pengharapan
dari perilaku peran lainnya. Ketidaksesuaian perilaku individu ketika bekerja dan ketika di
rumah, yang disebabkan perbedaan aturan perilaku seorang wanita karir biasanya sulit menukar
antara peran yang dia jalani satu dengan yang lain.
Pengembangan Karir.
Menurut Dessler (2015:379) karir sebagai posisi pekerjaan yang dipegang seseorang
selama bertahun-tahun. Karyawan dengan dibekali wawasan yang lebih baik mengenai kekuatan
pekerjaan dan akan lebih siap untuk melayani perusahaan. Tuntutan karir memberikan
kesempatan bagi pria ataupun wanita untuk mengembangkan dirinya pada pekerjaan sehingga
menjanjikan perolehan jabatan (posisi) yang lebih baik serta pendapatan yang lebih besar.
Karier menurut Greenhaus, et al (2000) sebagai pola pengalaman yang berhubungan dengan
pekerjaan yang mencakup perjalanan hidup seseorang. Dalam definisi ini, pengalaman kerja
terkait secara luas untuk ditafsirkan, seperti berikut ini: 1) Peristiwa objektif seperti posisi
9
Interpretasi subjektif dari peristiwa yang berhubungan dengan pekerjaan seperti aspirasi kerja,
harapan, nilai-nilai, kebutuhan, dan perasaan tentang pengalaman pekerjaan tertentu.
Menurut Saydam dalam Kadarisman (2013:341) pengembangan karir seorang karyawan
perlu dilakukan karena seorang karyawan bekerja dalam perusahaan/organisasi tidak hanya
ingin memperoleh apa yang dipunyainya hari ini, tetapi juga mengharapkan ada perubahan,
kemajuan, kesempatan yang diberikan kepadanya untuk maju ke tingkat yang lebih tinggi dan
lebih baik. Selain itu, karyawan berharap akan ada perubahan dan jaminan dari waktu ke waktu
mendapat pengakuan yang lebih besar dari organisasi atau lingkungan kerjanya.
Menurut Stone dalam Kadarisman (2013:322) pengembangan karier karyawan adalah
proses dan kegiatan mempersiapkan seorang karyawan untuk menduduki jabatan dalam
organisasi atau perusahaan yang akan dilakukan dimasa mendatang. Pengembangan karier
karyawan mempunyai manfaat yang besar bagi organisasi, menurut Kadarisman (2013:368)
manfaatnya meliputi: 1) Mendorong para karyawan untuk mengembangkan diri dan
kemampuannya. 2) Menambah rasa kepedulian yang tinggi terhadap organisasi. 3) Mencegah
terjadinya keresahan dikalangan karyawan yang selama ini kurang diperhatikan. 4) Mengurangi
karyawan yang meninggalkan organisasi, 5) Mengurangi lowongan yang tersedia, akibat ada
karywan yang mutasi atau promosi, 6) Mengoptimalkan penggunaan pengetahuan, kemampuan,
dan keterampilan karyawan, sesuai dengan potensi yang bersangkutan.
Keluarga.
Menurut Lestari (2012:6) keluarga adalah rumah tangga yang memiliki hubungan darah
atau perkawinan atau menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi para
anggotanya yang berada dalam satu jaringan, keluarga memilki lima fungsi dasar, yaitu: 1)
Reproduksi, keluarga memiliki tugas untuk mempertahankan populasi yang ada di dalam
masyarakat. 2) Sosialisasi/edukasi, keluarga menjadi sarana untuk tranmisi nilai, keyakinan,
sikap, pengetahuan, keterampilan, dan teknik dari generasi sebelumnya ke generasi yang lebih
muda. 3) Penugasan peran sosial, keluarga memberikan identitas para anggotanya seperti ras,
etnik, sosial ekonomi dan peran gender. 4) Dukungan ekonomi, keluarga menyediakan tempat
berlindung, makanan, minuman dan jaminan kehidupan. 5) Dukungan emosi/pemeliharaan,
keluarga memberikan pengalaman interaksi sosial yang pertama bagi anak. Interaksi sosial
bersifat mendalam, mengasuh, berdaya tahan sehingga memberikan rasa aman pada anak.
10
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Dengan penelitian
kualitatif maka data yang didapat akan lebih mendalam dan bermakna sehingga tujuan dapat
dicapai dengan baik. Menurut Sugiyono (2010:8), metode penelitian kualitatif disebut sebagai
metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah
(natural setting). Pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Kemudian pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi,
dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau
hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. (Moleong, 2005:4).
Penelitian ini menggunakan studi kasus. Penelitian studi kasus meneliti obyek pada
kondisi yang terkait dengan kontekstualnya. Menurut Yin (2013:1) penelitian studi kasus
merupakan strategi yang lebih cocok apabila fokus penelitiannya terletak pada fenomena masa
kini di dalam kehidupan nyata. Dengan kata lain, penelitian studi kasus meneliti kehidupan
nyata, yang dipandang sebagai kasus. Pengujian secara rinci terhadap subjek atau suatu tempat
penyimpanan dokumen bahkan peristiwa.
Lokasi Penelitian.
Lokasi penelitian yakni di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, beralamat di Jalan KHA
Dahlan Yogyakarta, dipilih karena merupakan RS yang sudah hampir 100 tahun telah berdiri
sejak tahun 1923. Nara sumber penelitian ini adalah empat karyawan dengan profesi sebagai
Perawat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pemilihan narasumber dengan kategori, dua
orang berjenis kelamin pria dan dua orang berjenis kelamin wanita, sudah menikah dan sudah
lama bekerja.
Konsep Penelitian
Family-Friendly Policies (FFP).
Kebijakan ini menjadi salah satu jalan keluar untuk membantu karyawan mengelola tanggung
jawab kerja maupun keluarga, menciptakan kondisi yang fleksibel kerja dan memungkinkan
perempuan untuk tampil lebih baik di kedua bidang, antara keluarga dan pekerjaan. Perusahaan
dengan kebijakan Family-Friendly Policies yang baik diharapkan akan meningkatkan
produktifitas pada karyawan. Permasalahan yang akan diteliti: Bentuk kebijakan kerja;
Gambaran bentuk penerapan FFP; Kebijakan yang diterapkan organisasi untuk mendukung
kebahagiaan karyawan dan karyawati dalam karir dan keluarga; Implementasi FFP dan
11
Latar Belakang PerawatLatar belakang perawat adalah perjalanan awal sang narasumber hingga menjadi perawat saat
ini. Permasalahan yang diteliti: Hal-hal apa yang melatar belakangi sebagai perawat; Tujuan
utama bekerja; Alasan memilih tempat bekerja; Bagaimana kondisi keluarga.
Perjalanan Karir
Karir menunjukkan perkembangan para karyawan secara individual dalam suatu jenjang atau
pangkat yang dapat dicapai selama masa kerjanya dalam suatu organisasi.Permasalahan yang
akan diteliti: Hambatan yang dihadapi dalam bekerja; Kepuasan kerja; Sejauh mana karyawan
menyukai pekerjaannya dan mempertahankan karirnya; Kondisi perjalanan karier karyawan;
Target terbesar dalam karier; Perencanaan karier di luar kesepakatan antar pasangan.
Kehidupan Keluarga Perawat
Peran ganda perempuan berarti keterlibatan perempuan secara aktif dalam suatu proses
pencapaian tujuan yang dilakukan oleh pribadi perempuan yang diorganisir berlandaskan
kemampuan yang memadai, serta turut serta memutuskan tujuan. Peran ganda perempuan
merupakan perilaku dan tindakan sosial yang diharapkan dapat menciptakan stabilitas dan
harmoni dalam keluarga. Permasalahan yang akan diteliti: Peran orangtua dalam pembagian
tugas rumah tangga dan pengasuhan anak; Dukungan yang diberikan oleh antar pasangan;
Dukungan dari anak; Keluhan keluarga; Kondisi kehidupan keluarga; Hubungan antar anggota
keluarga.
Hambatan dan Tantangan Implementasi FFP
Berbagai hambatan dan tantangan implementasi FFP baik dari sisi karyawan maupun dari sisi
organisasi.
Teknik Pengumpulan Data.
Wawancara. Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide
melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu
(Sugiyono, 2007:72). Dalam penelitian ini wawancara dilakukan secara semi terstruktur dengan
pedoman wawancara yang sudah disusun kepada narasumber utama maupun pendukung.
Dokumentasi. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa. Adapun
dokumentasi yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung,
film (Sugiyono, 2007:82). Dokumen dalam penelitian ini adalah berbagai dokumen yang
membantu menjelaskan FFP dan implementasi beserta implikasinya dalam kehidupan perawat.
12
Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain
dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian,
triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif dan member check (Sugiyono,
2007:121). Uji transferability merupakan validitas eksternal. Bagi peneliti kualitatif, dalam
membuat laporan hasil penelitian harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan
dapat dipercaya. Sehingga pembaca dapat memahami hasil penelitian tersebut secara jelas
(Sugiyono, 2007:130).
HASIL PENELITIAN
Penerapan Family Friendly Policy
Kebijakan Pemberian Cuti. Organisasi secara umum sudah cukup optimal dalam hal membuat
kebijakan yang ramah pada keluarga. Kebijakan pemberian cuti seperti cuti tahunan, cuti besar
dan cuti melahirkan.
Kebijakan jam kerja. Jam kerja karyawan diatur dengan memberikan 3 shift kerja dalam sehari,
seperti pernyataan berikut:
“Kalo jam pagi 07.00-14.00 jam siang 14.00-21.00 jam malam 21.00 sampai 07.00” (Narasumber 4, 4/9/15, 17.35)
Sementara sehari waktunya sebanyak 7 jam dalam bekerja untuk 6 kali masuk kerja dalam satu
minggunya. Sebagaimana pernyataan salah satu narasumber berikut ini.
“Seharinya kan 7 jam, biasane 7 kali 6 hari. Jadi tetep seminggu ada liburnya, tapi belum tentu liburnya tetap hari minggu, atau kadang-kadang senin atau gak selasa. Yang penting tidak melebihi dari 7 kali 6.” (Narasumber 1, 2/9/15, 14.30)
Kondisi cuaca yang setiap harinya tak kunjung menentu pun menjadi tantangan perawat dalam
bekerja. Ketika tiba waktunya untuk melakukan shift pada malam hari, perawat harus
mengesampingkan waktu istirahatnya dan pada situasi hujan deras yang hanya bermodal jas
hujan, perawat rela untuk mengemban tugas demi terjaganya kesehatan tubuh si pasien.
“Apalagi kalau kebagian shift malam yang lain harus tidur ini aku malah kerja apalagi pas lagi musim hujan haduh ya Allah kalau mau berangkat rasanya berat. Yang lain bisa pancal kemul ini aku pancal motor, hujan-hujanan. Nyampe disini basah harus melek, banyak yang sakit kalo malem lebih berasa.” (Narasumber 2, 3/9/15, 17.30)
Kebijakan refreshing karyawan. Diadakan kadang khusus untuk karyawan maupun bersama
keluarganya. Khusus karyawan diadakan 3 tahun sekali.
“Sekarang 3 tahun sekali adanya piknik keluarga. Kalau kemaren kan ngambilnya
outbond, kalau dulu pernah di mBandung. Pokoknya 3 tahun sekali diadakan piknik
13
Kebijakan reward and punishment.Bentuk reward, yaitu berupa material dan non material. Bentuk materialnya itu berupa uang
yang nominalnya berbeda-beda, sebesar satu kali gaji untuk masa kerja 15 tahun, 20 tahun
sebesar satu setengah kali gaji, dan berakhir di masa kerja 25 tahun. Namun, untuk masa kerja
diatas 30 tahun masa usia pensiun. Bagi karyawan yang sudah memasuki usia pensiun,
perusahaan mempersiapkan bentuk reward berupa Umroh Gratis.
“Ada. Kalo disini kerjanya 15 tahun dapat satu kali gaji. 20 tahun dapat satu setengah kali gaji. Nanti meningkat selama 5 tahun-5 tahun.” (Narasumber 1, 2/9/15, 14.35).
Sanksi juga diberikan bagi karyawan yang melanggar aturan. Tujuan sanksi sebagai suatu tanda
peringatan kepada yang bersalah agar tidak melakukan hal yang sama. Sanksi yang
diberlakukan adalah apabila mengalami datang keterlambatan satu menit tidak mendapatkan
uang kehadiran, namun tetap diberikan uang makan. Namun, apabila keterlambatan tetap
berlangsung hingga lebih dari 10 kali akan dikenakan sanksi peringatan oleh atasan.
“Untuk absen, seandainya ada keterlambatan diatas sepuluh kali mendapatkan peringatan berupa surat peringatan pertama, kemudian jika belum ada perubahan sanksinya tidak diberikan tunjangan hadir. Yang kedua apabila tidak ada sama sekali perubahan yaitu adanya panggilan dengan pihak atasan.” (Narasumber 4, 5/9/15, 17.00).
Kebijakan pemberian fasilitas daycare. Adanya fasilitas daycare dan ruangan menyusui yang
dijadikan satu dengan daycare. Fasilitas tersebut memberikan kemudahan terutama bagi ibu
yang bekerja dan sedang menyusui agar pekerjaan tetap berjalan tetapi tidak menyampingkan
urusan keluarga.
“Daycare itu terbentunya sejak rumah sakit ini berdiri sebenarnya, untuk memfasilitasi. tapi gaung-gaungnya sih di era 90’an dimana masih banyak pekerja kita yang mempunyai anak pada waktu itu sehingga bekerja membawa anak itu kan gak kondusif sehingga dibentuklah TPA atau tempat penitipan anak.” (Eka Budy, 19/11/2015, 12.00)
Sejak di bangunnya tempat penitipan anak di rumah sakit, karyawan secara sadar menitipkan
buah hati mereka pada TPA yang memungkinkan untuk tetap memberikan pengasuhan terhadap
anak serta pekerjaan mereka berjalan dengan baik tanpa perlu mengkhawatirkan buah hati
mereka.
14
Disamping fasilitas day care tersebut rumah sakit juga memperhatikan masalah pendidikan dan
kesehatan anak sehingga lokasinya pun tidak menjadi satu untuk menjaga kesehatan anak yang
dititipkan dari berbagai kemungkinan penyakit dari pasien,
Kehidupan keluarga dan karir
Motivasi menjadi perawat berasal dari motivasi internal dan eksternal. Salah satunya
yang memiliki motivasi internal menyatakan motivasinya menjadi perawat adalah seperti
berikut ini:
“Kalau dalam satu hadist ya mbak, barang siapa yang menjenguk orang sakit itu seperti berada di taman surga. Sementara perawat tu setiap hari menjenguk. Itu dari sisi agamanya ya mbak. Saya lebih condong kesitu. Apa yang kami lakukan ini sesuai dengan hadist Rasulullah. Apalagi perawat yang senantiasa merawat, membantu, menengok orang sakit senantiasa akan terus berjalan di taman surga, ya itu intinya mbak.” (Narasumber 4, 5/9/15, 17.00)
Sementara yang memiliki motivasi eksternal pernyataannya adaah seperti berikut ini:
“Sebenarnya kalo cita-cita itu enggak mbak. Dulu saya cita-cita pengen jadi angkatan.
Sudah nyoba hampir finish. Tapi pake duit mbak. Saya gak mau kalo test ujung-ujungnya pake duit mbak. Yauda gapapa belum rezekinya tapi saya puas sudah mencoba. Nah setelah lulus SMA dulu bingung mau jadi apa. Saya 2 tahun nganggur. Kemudian ada temen kecil saya bilang kalo disini ada pembukaan perawat. Saya coba ajalah. Saya pernah sekali antar tetangga mondok nah disitu saya tertariknya jadi perawat enak. Sejak tahun 86-87 saya disini mbak.” (Narasumber 3, 3/9/15, 17.35)Keduanya memiliki motivasi internal dan eksternal untuk menjadi perawat.
Sementara dalam hal pengembangan karir maka para perawat menyatakan bahwa tidak
menginginkan adanya suatu perubahan besar dalam pengembangan karirnya saat ini
dikarenakan adanya ketakutan dan motivasi pencapaian karir yang rendah.
“Ndak mbak, saya ndak pengen mikir tinggi-tinggi. Jadine kerja ya kerja. Malah takut kalo kepala ruang atau manager tu mikirin orang banyak, mbak. Koordinator bangsal saja mbak sama saya ngurusin praktek STIKES Aisyiyah.” (Narasumber 1, 2/9/15, 14.35).
Selain itu, dilihat dari peran perawat perempuan yang pada dasarnya sebagai seorang ibu dan
istri di keluarganya maka pencapaian karir menurut persepsi mereka tidak terlalu diinginkan
karena pekerjaan mereka dianggap sebagai pelengkap.
“Kalo buat karir sih aku gak kepikiran. Udah jalanin aja sesuaiin aja gak pengen jadi kepala atau apa gitu mbak. Jadi anak buah aja mbak, udah jenuh mikirin anak-anak di rumah. Yang penting jalanin aja. Aku orangnya gak kuat mbak.” (Narasumber 2, 3/9/15, 17.30).
Untuk sebagian orang memang tidak terlalu mementingkan harta, bahkan tahta, seperti ibu ini.
Yang ia inginkan hanya membantu suami demi kebutuhan perekonomian keluarga. Ia hanya
15
“Enggak ah mbak, nyaman jadi anak buah. Kalo aku males udah terlalu banyak beban di rumah.” (Narasumber 2, 3/9/15, 17.30)
Kehidupan keluarga karyawan hanya mengalami konflik pekerjaan dan keluarga yang relatif
kecil terjadinya karena narasumber mendapat dukungan maupun pengertian dari keluarga
maupun pasangan mereka sehingga narasumber tidak merasakan kesulitan untuk berbagi
tanggung jawab pekerjaan rumah. Terlebih pula, dari sisi rumah sakit yang memberikan fasilitas
penitipan anak yang memudahkan karyawan untuk tetap menjaga produktifitas dalam
pekerjaannya tanpa menelantarkan keluarganya, khususnya anak. Oleh karena itu para karyawan
dapat menekan konflik pekerjaan dan keluarga dari sisi tempat penitipan anak yang difasilitasi
oleh rumah sakit.
Kebijakan flexible time dirasa sulit untuk diterapkan karena sistem rumah sakit yang
harus selalu memberikan kualitas pelayanan bagi pasiennya secara penuh dalam 24 jam untuk
keberlangsungan kerja layanan rumah sakitnya. Kebijakan waktu kerja fleksibel dianggap akan
dapat mengganggu proses manajemen layanan jasa rumah sakit.
Kendala implementasi FFP
Beberapa kesenjangan yang menjadi kendala ada beberapa hal, diantaranya adalah
akses Daycare yang lokasinya tidak berada pada satu lingkungan Rumah Sakit. Hal lainnya
adalah kebijakan jam kerja dengan sistem fingerprint namun pada prateknya ada beberapa yang
dilanggar oleh karyawan karena beberapa sebab.
Kebijakan dan praktek flexibletime yang belum diterapkan di Rumah Sakit juga
dianggap kendala yang mengurangi perhatian para perawat terhadap keluarga. Banyaknya
perawat yang mengambil cuti secara bersamaan karena mereka pasangan suami istri yang
menikah setelah bekerja di Rumah Sakit juga menjadi tantangan dalam manajemen FFP.
Beberapa hal tersebut dirasa sebagai kendala baik bagi para perawat maupun bagi pihak rumah
sakit.
PEMBAHASAN
Perusahaan berusaha ramah pada keluarga pekerja
Bekerja sebagai perawat itu sering meninggalkan keluarga terlebih malam hari. Hal tersebut
yang membuat para perawat tidak banyak menghabiskan waktu bersama dengan anak-anak dan
akhirnya sering membawa anaknya ke tempat kerja. Hal ini yang memberikan kesulitan bagi
pekerja untuk tetap bertanggung jawab pada pekerjaannya di satu sisi, namun di sisi lain tetap
16
Kesulitan yang dirasakan oleh karyawan pun menjadi pertimbangan bagi perusahaan untuk
memberikan kebijakan yang menguntungkan dari segi produktifitas pekerja dan keluarga
pekerja itu sendiri. Oleh karena itu, rumah sakit ini pun memberikan kebijakan agar karyawan
mampu bekerja namun tidak merasa khawatir dengan kegiatan keluarganya dengan jangka
waktu yang relatif lama dan berbeda-beda pada masing-masing narasumber. Kebijakan tersebut
meliputi kebijakan yang memfasilitasi karyawan beserta keluarganya, seperti adanya fasilitas
daycare dan ruang laktasi bagi karyawan dengan tujuan untuk memudahkan karyawan agar
bekerja lebih produktif dan mampu bertanggung jawab atas pekerjaan dan keluarga.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Belwal dan Belwal (2014)
bahwa kebijakan ramah keluarga bertujuan untuk membantu karyawan mengelola tanggung
jawab keluarga, menciptakan kondisi yang fleksibel kerja dan memungkinkan perempuan untuk
lebih baik di kedua bidang yaitu keluarga dan pekerjaan. Kebijakan ramah keluarga pada
perawat yaitu fasilitas daycare untuk memudahkan ibu yang bekerja yang masih menyusui
sehingga dapat menitipkan anaknya yang masih kecil agar lebih tenang ketika bekerja.
Penelitian ini sama seperti Belwal dan Belwal (2014) FFP untuk mendukung karyawan
perempuan menjadi lebih baik di kedua bidang antara pekerjaan dan keluarga.
Beberapa implementasi FPP yang diberikan kepada para perawat adalah sesuatu yang biasa
diberikan oleh berbagai organisasi bisnis di Indonesia meskipun dalam penelitian ini ditemukan
bahwa FPP khususnya soal daycare sudah diterapkan sejak rumah sakit didirikan namun
kemudian dikenal sebagai TPA, Implementasi FFP juga terkesan sekadar memenuhi
aturan-aturan pemerintah yang menuntut semua pihak untuk menerapkannya dan belum
langkah-langkah yang proaktif dan berkelanjutan.
Terus Produktif Bekerja
Cita-cita pasti dimiliki oleh seseorang sedari masa kecilnya. Ketika beranjak dewasa,
cita-cita dapat berubah dengan keadaan lingkungan atau bahkan tetap diperjuangkan hingga
cita-cita itu tercapai. Berbagai usaha dilakukan guna mencapai cita-cita tersebut. Narasumber
dalam penelitian termotivasi menjadi perawat dari motivasi internal yakni berupa cita-cita dan
termotivasi dari motivasi eksternal juga yakni dari faktor lingkungan. Pada penelitian menurut
Yosephus (2011) bahwa motivasi kerja internal dar perawat adalah memiliki sikap kepribadian
melayani dengan tulus dan memiliki intelegensi yang baik, sedangkan motivasi eksternal dari
perawat adalah masalah sosial ekonomi, masalah dalam melanjutkan pendidikan serta pengaruh
17
menyatakan bahwa narasumber perawat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta termotivasi
oleh faktor cita-cita dan orangtua maupun teman.
Sedangkan penelitian menurut Yosephus (2011) menyatakan bahwa pengembangan
karir perawat mengalami masalah peningkatan ke jenjang yang lebih tinggi dan pelatihan baagi
perawat yang kurang diperhatikan oleh pihak manajemen RSUD Prof. DR. W.Z Johannes
Kupang. Penelitian ini tidak sepenuhnya sesuai dengan temuan di lapangan karena RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta sudah memberikan pelatihan kepada perawat namun perawat
memiliki pemikiran pribadi yang berbeda yakni karena mengutamakan kebahagiaan keluarga
dan tidak mau meningkatkan ke jenjang karir yang lebih tinggi meskipun memiliki prestasi
kerja yang baik.
Perempuan yang memiliki motivasi tinggi untuk meraih prestasi maka akan lebih
mungkin untuk memperoleh prestasi bahkan kesuksesan itu merupakan tujuan mereka.
Sedangkan pada wanita yang memiliki motivasi berprestasi dan kemampuan yang rendah maka
untuk mencapai kesuksesan bukan merupakan sesuatu hal yang mudah sehingga mereka tidak
terlalu mempermasalahkan kesuksesan tersebut (Horner, dalam Matlin, 1987). Hal inilah yang
dapat dikatakan sesuai ketika dua narasumber wanita ditanyakan mengenai pencapaian karirnya
saat ini. Mereka cenderung untuk menghindari tugas dan tantangan yang terlalu berat, seperti
mengurus hal-hal yang menyangkut organisasional dan lebih memilih tugas yang santai.
Kebahagiaan keluarga itu utama
Selain itu, narasumber dalam penelitian ini perawat mampu menekan work-family conflict
dengan cara berbagi tugas tanggung jawab keluarga dengan pasangan, saling mendukung
pekerjaan satu sama lain. Ini sesuai dengan pernyataan Asra (2013) bahwa karyawan mampu
meminimalisir work-family conflict dengan adanya dukungan serta keterlibatan peran keluarga.
Baik keluarga, pasangan maupun anak yang menunjukkan pengertian terhadap kondisi kerja
yang dihadapai oleh perawat perempuan. Pengertian yang ditunjukkan oleh adanya dukungan
dari suami/istri, kesepakatan peran dalam memenuhi tanggung jawab terhadap keluarga.
Subramaniam, Geetha, Selvaratnam, dan Padmini (2010) menyatakan bahwa kebijakan
ramah keluarga di Malaysia mengacu pada kebijakan yang memungkinkan karyawan untuk
menyeimbangkan tuntutan pekerjaan yang dibayar dan kehidupan pribadi dapat berupa
fleksibilitas kerja atau fleksibilitas waktu kerja. Namun hal ini belum diterapkan dalam
penelitian ini. Hal ini tidak sesuai dengan temuan di lapangan. Fleksibilitas kerja belum dikelola
18
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan.
Pelaksanaan FFP di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sudah berjalan secara optimal
sesuai aturan dan kebiasaan berbagai perusahaan di Indonesia, dilihat dari berbagai kebijakan
cuti, jam kerja, penghargaan dan hukuman dan berbagai fasilitas yang diperlukan. Secara
khusus seperti adanya fasilitas yang menunjang pekerjaan karyawan, yaitu adanya daycare,
ruangan menyusui yang dijadikan satu dengan daycare. Implementasi FFP belum adanya
flexibletime. Kebijakan ini memberikan kemudahan bagi perawat perempuan, khususnya ibu
menyusui dan yang memiliki anak agar tetap memperhatikan keluarga walaupun kondisinya
sedang bekerja. Hambatan dan tantangan penerapan FFP yaitu pada kebijakan flexibletime yang
belum diterapkan karena sistem kerja Rumah Sakit yang berbasis pelayanan kesehatan kepada
pasien selama 24 jam. Namun belum terlihat langkah penanganan FFP yang proaktif, inovatif
dan berkelanjutan untuk meningkatkan kinerja organisasi dalam jangka pendek mauoun
panjang, serta meningkatnya kebahagiaan keluarga para perawat dalam kehidupan modern yang
penuh tantangan.
Latar belakang ingin bekerja sebagai perawat yaitu karena motivasi internal maupun
eksternal. Motivasi internal berupa cita-cita, sedangkan motivasi eksternal berupa dorongan
orangtua dan teman. Perawat tidak menginginkan adanya suatu perubahan besar terhadap
pengembangan karirnya saat ini dikarenakan adanya kecemasan pada diri individu, motivasi
pencapaian karir yang rendah, dan khususnya perempuan yang menempatkan karir hanya
sebagai pelengkap kebutuhan bukan sebagai yang utama. Kecilnya konflik keluarga-pekerjaan
karena dukungan pasangan yang mengerti pekerjaan dan mampu berbagi tanggungjawab
keluarga sehingga tercipta keseimbangan kehidupan kerja, dilihat dari perawat yang cukup
mampu memberikan waktu kepada keluarga dengan cara berlibur atau sekedar menghabiskan
waktu untuk saling berbagi cerita.
Saran.
Bagi Mahasiswa, suatu kebijakan dalam perusahaan memang berbeda-beda namun pada intinya,
kebijakan dibuat untuk mengatur lingkungan kerja. Kebijakan tidak selamanya formal, bahkan
ada yang dibuat secara informal guna memfasilitasi kehidupan kerja karyawan agar bersinergi.
Namun, kebijakan perlu dikaji secara berulang guna kemaslahatan bersama pada suatu
perusahaan.
Bagi orang tua yang bekerja, sisihkan waktu untuk berbagi cerita kepada anggota keluarga
19
Bagi Perawat, rasa tanggung jawab pada pekerjaan dan keluarga harus dilakukan secara
seimbang, karena jam kerja perawat yang tidak menentu yang mengharuskan membagi waktu
antara pekerjaan dan keluarga.
Bagi Pasangan Perawat, sebagai pasangan yang bekerja dan memiliki pasangan yang juga
bekerja, upayakan untuk saling memberikan dukungan satu sama lain berupa perhatian yang
mencerminkan rasa kasih dan sayang serta tidak lupa untuk tetap menomorsatukan kepentingan
keluarga.
Bagi Pihak Rumah Sakit. suatu apresiasi dengan adanya fasilitas daycare di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Segera ditingkatkan mengenai kebijakan-kebijakan lainnya demi
menunjang kehidupan karyawan yang lebih baik. Terlebih bagi perawat yang mengerjakan shift
malam agar diberikan makanan bergizi dan pemberian motivasi secara berkala agar perawat
menginginkan pengembangan karir yang lebih baik lagi.
Bagi Peneliti Selanjutnya, diharapkan mampu mengembangkan family-friendly policies secara
baik dengan menggunakan metode lainnya selain metode kualitatifsehingga kebijakan ini
mampu memberikan pandangan secara luas untuk perusahaan demi kebahagiaan karyawan dan
keluarga.***
DAFTAR PUSTAKA
Asra, E. M., (2013). Hubungan Antara Work Family Conflict dan Prestasi Kerja. Jurnal Sarjana. (tidak dipublikasikan)
Awalia, D. (2014). Bekerja Bukan Ambisi, Bahagia Tak Terganti Studi Kasus Family Friendly Policies pada Tiga Karyawan di Bank Rakyat Indonesia Cabang Katamso Yogyakarta, Skripsi Sarjana (Tidak dipublikasikan), Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UII.
Belwal, S., & R. Belwal, (2014). Work-Life Balance Family-Friendly Policies and Quality of Work Life Issues: Studying Employers’ Perspectives of Working Women in Oman,
Journal International of Women’s Studies. January 15.
Bohlander, S. (2010). Human Resource Management, South Western: Cengange Learning. Dessler, G., (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia, Terjemahan, Edisi empat belas, Jakarta
Selatan: Salemba Empat.
Greenhaus, J.H., Collins, K.M., & Shaw, J.D, (2003). The Relation between Work-Family Balance and Quality of Life, Journal of Vocational Behavior, Retrieved http://www.polyu.edu.hk/mm/jason/doc/Greenhaus-Collins Shaw%202003%20JVB.pdf Kadarisman, M., (2013), Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi ke-1, Cetakan ke-2, Jakarta:
Rajawali Pers.
Kreitner, R, & Kinicki, A, (2003). Perilaku Organisasi, Edisi Pertama, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Lestari, S, (2012). Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam keluarga, cetakan ke-1, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Lockwood, N, R., (2003). Work life balance: Challenges and solutions, HRMagazine, Vol 48, Society for Human Resource Management, Alexandria.
Matlin, M.W. (1987). Psychology of women. Florida: Holt, Rinehart & Winston, Inc.
20
diunduh pada tanggal 5 Februari 2015
https://repository.ugm.ac.id/37643/1/Jurnal_Kebijakan_dan_Manajemen_PNS.pdf
Rivai, V, (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Robbins, P (2003). Perilaku Organisasi, Jilid 2, Terjemahan, PT. Indeks Kelompok. Gramedia, Jakarta.
Santhi, T. S., dan Sundar, DR. K, (2012), A study on the Work Life Balance of Women Employees in Information Technology Industry. ZENITH International Journal of
Business Economics & Management Research, Issn online: 2249-2286. Vol.2, Issue 1,
Jan 2012.
Subramaniam, Geetha, S., & PadminiJan, D., (2010). Family friendly policies in Malaysia: where are we?. Journal of International Business Research Publisher: Source Volume: 9 Source Issue: 1. The DreamCatchers Group, LLC Audience: Academic Format:
Magazine/Journal Subject: Business, international.
http://www.freepatentsonline.com/article/Journal-International-Business-Research/235628402.html
Sugiyono, (2007). Memahami Penelitian Kualitatif, Cetakan ke tiga, Bandung: Alfabeta. Sugiyono, (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta Undang-Undang Nomor 38 (2014). Keperawatan, diunduh 16 Maret 2015
https://www.kemenkopmk.go.id/content/uu-nomor-38-tahun-2014
Undang-Undang No. 44 (2009). Rumah Sakit, diunduh 16 Maret 2015 http://binfar.kemkes.go.id/?wpdmact=process&did=NTAuaG90bGluaw==
Wei, C, L, Yili, Y., & Tian. (2013). How Can Human Resource Management Help Organizations Build the Supportive Work-Life/Family Balance Culture? International Journal of Business and Social Science, 4, Agustus.
Wesarat, P, M. Y, Sharif, A, H, A, & Majid (2014). A Review of Organizational and Individual Career Management: A Dual Perspective, International Journal of Human Resource Studies, 4.
Putri Rachmasari, Alumni konsentrasi Manajemen SDM pada Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi di Universitas Islam Indonesia, lulus pada Desember 2015. Email: putri.uty16@gmail.com