• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA VILLA OLEH ORANG ASING DI KABUPATEN GIANYAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA VILLA OLEH ORANG ASING DI KABUPATEN GIANYAR"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

i

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM

PERJANJIAN SEWA MENYEWA VILLA OLEH

ORANG ASING DI KABUPATEN GIANYAR

OLEH :

NI WAYAN HANDAYANI

NPM : 1310122141

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS WARMADEWA

DENPASAR

2017

(2)

ii

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM

PERJANJIAN SEWA MENYEWA VILLA OLEH

ORANG ASING DI KABUPATEN GIANYAR

OLEH :

NI WAYAN HANDAYANI

NPM : 1310122141

Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar

(3)

iii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali saya secara terang dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia Skripsi ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh (Sarjana Hukum) dibatalkan, serta di proses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 18 Juli 2017

Ni Wayan Handayani NPM : 1310122141

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, atas rahmat-Nya sehingga saya berhasil menyusun skripsi ini yang berjudul “AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA VILLA OLEH ORANG ASING DI KABUPATEN GIANYAR”, telah terselesaikan walaupun melalui proses yang panjang dan melelahkan.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Hukum (S-1) pada Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar. Adapun keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu sudah sepatutnya pada kesempatan ini saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. dr. Dewa Putu Widjana, DAP&E, Sp.ParK., selaku Rektor Universitas Warmadewa Denpasar.

2. Bapak Dr. I Nyoman Putu Budiartha,SH.,MH., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa.

3. Ibu Luh Putu Suryani,SH.,MH., selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Warmadewa.

4. Ibu Ni Luh Made Mahendrawati, SH.M.Hum., selaku Ketua Pengelola Kelas Reguler B Fakultas Hukum Universitas Warmadewa.

(5)

v

5. Bapak Dr. I Nyoman Sujana,SH.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan arahan, saran dan sangat sabar membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini.

6. Ibu Ni Komang Arini Styawati,SH.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan, saran dan dengan sangat sabar membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini.

7. Bapak I Wayan Arthanaya, SH.,MH., selaku Pembimbing Akademik Fakultas Hukum Universitas Warmadewa.

8. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan kuliah-kuliah selama saya kuliah di Fakultas Hukum Universitas Warmadewa.

9. Bapak dan Ibu Staf Tata Usaha, Perpustakaan Pusat dan Perpustakaan Fakultas di Fakultas Hukum Universitas Warmadewa yang juga sangat banyak membantu.

10. Bapak I Kadek Sutarja selaku informan yang secara kooperatif memberikan informasi terkait dengan penyusunan skripsi ini.

11. Ibu Ni Wayan Eka Yani selaku informan yang secara kooperatif memberikan informasi terkait dengan penyusunan skripsi ini.

12. Ucapan terimakasih yang sangat pribadi saya ucapkan kepada orang tua yang telah membesarkan diri saya, dari mereka saya memperoleh kehangatan cinta kasih, pengorbanan, dorongan dan pengertian yang dalam untuk bisa merampungkan penyusunan skripsi ini, serta kekuatan yang memberi semangat untuk terus maju dan juga dukungan moril dan materiil yang tidak pernah usai.

(6)

vi

13. Terimakasih keluarga besar dan sahabat-sahabat tercinta saya yang selalu memberi dukungan dan semangat tiada henti selama ini.

14. Terimakasih sahabat-sahabat saya tercinta seperjuangan di Fakultas Hukum Universitas Warmadewa yang selalu saling mendukung serta memberi kemudahan bagi penulis.

Dengan segala kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penulis, penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis berharap mendapat saran yang dapat membangun demi sempurnanya skripsi ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkat dan rahmatNya kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan kepada saya selama ini.

Akhirnya dengan penuh kecintaan dan kesungguhan, skripsi ini dipersembahkan kepada Fakultas Hukum Universitas Warmadewa. Dengan segala kerendahan hati, saya berharap semoga karya tulis ini bermanfaat bagi seluruh aktivitas akademik dan semua pembaca yang memerlukannya.

Denpasar, 18 Juli 2017

(7)

vii ABSTRAK

Bali merupakan daerah tujuan wisata, sebagian dari masyarakat yang tinggal di daerah kawasan wisata akan memanfaatkan kesempatan tersebut dengan menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan wisatawan seperti sarana hunian bagi para wisatawan selama berlibur, sehingga banyak disewakan berbagai macam jenis hunian. Di Kabupaten Gianyar lebih banyak disewakan villa dan yang paling dominan sebagai wisatawan adalah orang asing. Namun berdasarkan informasi yang diperoleh dalam proses sewa menyewa villa sering dijumpai beberapa villa di kawasan Ubud dan daerah lainnya di Gianyar terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki, baik karena terjadi pelanggaran dari aturan perjanjian sewa menyewa villa ataupun terjadi wanprestasi dari salah satu pihak dan kebanyakan dilakukan oleh orang asing, sehingga Perjanjian menjadi hal yang sangat penting. Dari latar belakang tersebut yang menjadi permasalahan yaitu Bagaimanakah sahnya perjanjian sewa menyewa villa oleh orang asing di Kabupaten Gianyar ? Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa villa oleh orang asing di Kabupaten Gianyar dan cara penyelesaiannya ? Tipe penelitian yaitu penelitian yuridis empiris dengan pendekatan masalah sosiologis. Sumber data diperoleh dari data primer yaitu dengan wawancara terhadap informan yakni beberapa pengelola villa di Kabupaten Gianyar dan data sekundernya diperoleh dari buku-buku hukum, jurnal-jurnal dan lainnya. Sedangkan teknik pengumpulan data lapangan dengan wawancara terhadap informan dan teknik pengumpulan data kepustakaan dengan mencatat, kemudian data yang diperoleh dianalisis secara sistematis dengan menggunakan argumentasi hukum serta dengan metode deduktif induktif yang hasilnya disajikan dengan deskriftif analisis. Dari hasil pembahasan disimpulkan sahnya perjanjian sewa menyewa villa oleh orang asing adalah sesuai ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu adanya kesepakatan, kecakapan, suatu pokok persoalan tertentu dan suatu sebab yang tidak terlarang. Faktor-faktor penyebab wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa villa oleh orang asing yaitu kelalaian, kesengajaan dan overmacht. Dari hasil penelitian yang paling banyak adalah karena kelalaian. Cara penyelesaian yang bisa ditempuh jika terjadi wanprestasi yaitu dengan penyelesaian Litigasi dan Non Litigasi.

(8)

viii ABSTRACT

Bali is a tourist destination, some of the people who live in the tourism area will use the opportunity to provide facilities to meet the needs of tourists such as residential facilities for tourists during a vacation, so there are so many leased various types of dwelling. In Gianyar regency there are more rented villas and the most dominant as tourists are foreigners. However, based on the information obtained in the process of renting a villa is often found some villas in the area of Ubud and other areas in Gianyar , there are some problem occurs either due to violations of the rules of the lease agreement villa or a wanprestasi from one party and mostly done By foreigners, so that the Covenant becomes very important. From there the problem is how legitimate villa lease agreement by foreigners in Gianyar regency? What are the factors that cause the occurrence of wanprestasi in villa lease agreements by foreigners in Gianyar regency and how to solve them? Research methods are empirical juridical research with approach of sociological problem. Sources of data obtained from the primary data are by interviewing the informant that some villa managers in Gianyar regency and secondary data obtained from law books, journals and others. While the technique of collecting field data by interviewing informant and library data collection technique by recording, then the data obtained is systematically analyzed by using legal argument and with inductive deductive method which result is presented with descriptive analysis. From the result of the discussion, it is concluded that the validity of villa lease agreement by foreigners is in accordance with the provisions of Article 1320 of the Indonesian Civil Code namely the existence of agreement, competence, a certain subject matter and an unlawful cause. Factors causing wanprestasi in villa lease agreement by foreigners are negligence, deliberate and overmacht. From the results of most research is due to negligence. How to solve that can be taken if there is wanprestasi with the settlement of Litigation and Non Litigation.

(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENILAIAN ... iv PERNYATAAN ORISINALITAS ... ... v KATA PENGANTAR ... vi ABSTRAK ... ix ABSTRACT ... x DAFTAR ISI ... xi BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7 1.3 Tujuan Penelitian ... 7 1.3.1 Tujuan Umum ... 8 1.3.2 Tujuan Khusus ... 8 1.4 Kegunaan Penelitian ... 8 1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 8 1.4.2 Kegunaan Praktis ... 9 1.5 Tinjauan Pustaka ... 10 1.6 Metode Penelitian ... 18

(10)

x

1.6.1 Tipe Penelitian dan Pendekatan Masalah ... 18

1.6.2 Sumber Data ... 19

1.6.3 Lokasi Penelitian ... 21

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data ... 21

1.6.5 Analisis Data ... 22

BAB II SAHNYA PERJANJIAN SEWA MENYEWA VILLA OLEH ORANG ASING DI KABUPATEN GIANYAR ... 23

2.1 Unsur-Unsur dan Jenis-Jenis Perjanjian ... 23

2.1.1 Unsur-Unsur Perjanjian ... 23

2.1.2 Jenis-Jenis Perjanjian ... 26 2.1 Sahnya Suatu Perjanjian Sewa Menyewa Villa oleh Orang Asing ... 33

2.3 Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Sewa Menyewa Villa oleh orang asing ... 40

2.3.1 Kewajiban Pihak yang Menyewakan ... 40

2.3.2 Kewajiban Pihak Penyewa ... 41

BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA VILLA OLEH ORANG ASING DAN CARA PENYELESAIANNYA ... 44

3.1 Wanprestasi di Dalam Perjanjian ... 44

3.2 Faktor – Faktor Penyebab Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Villa Oleh Orang Asing ... 47

3.3 Cara Penyelesaian Sengketa Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Villa Oleh Orang Asing ... 51

(11)

xi

4.1 Simpulan ... 59 4.2 Saran ... 60

DAFTAR BACAAN DAFTAR INFORMAN

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan atau dengan kata lain negara yang terdiri dari pulau-pulau. Salah satu contoh pulau yang terkenal di Indonesia dan terkenal di dunia yakni Pulau Bali, dimana pulau Bali merupakan salah satu destinasi atau tujuan wisata di dunia baik oleh wisatawan domestik ataupun wisatawan mancanegara. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa Bali memiliki daya tarik yang begitu besar baik itu dari segi kebudayaan, adat-istiadat ataupun dari keindahan alamnya. Maka tidak heran jika arus kunjungan wisatawan ke Pulau Bali semakin meningkat bahkan Pulau Bali sampai saat ini masih menjadi pilihan utama wisatawan untuk berlibur. Hal ini menyebabkan daerah Bali mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang pembangunan, salah satu contoh yaitu dalam sektor ekonomi di dalam kehidupan masyarakat apalagi masyarakat yang memang tinggal di daerah-daerah yang terdapat obyek wisata. Dalam setiap Kabupaten di Bali masing-masing memiliki tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi salah satu contoh seperti di Kabupaten Gianyar yang memiliki banyak kawasan wisata yang menarik untuk dikunjungi seperti Ubud, Tampak Siring, Bali Zoo Park, bahkan Kabupaten Gianyar terkenal sebagai gudangnya seni di Bali maka tidak heran jika banyak desa-desa di Kabupaten Gianyar memiliki citra seni masing-masing contohnya yaitu daerah Sukawati yang terkenal dengan seni ukir, Seni pertunjukan Tarian Barong di daerah Batubualn, dan Seni lukis di daerah Ubud.

(13)

2

Bahkan yang paling menjadi dominan daya tarik wisatawan datang ke Kabupaten Gianyar yakni potensi budaya dan alam yang sangat indah.

Kegiatan Pariwisata tersebutlah yang mendorong majunya perekonomian di Bali, masyarakat yang tinggal di daerah – daerah obyek wisata memanfaatkan kesempatan tersebut untuk meningkatkan taraf kehidupan ekonominya dengan membangun berbagai macam tempat-tempat ataupun fasilitas yang disewakan untuk para wisatawan. Sebagai contoh yaitu didirikannya rumah makan, toko-toko yang menjual cindramata, pakaian dan kebutuhan untuk wisatawan dan juga pembangunan tempat singgah ataupun villa sebagai sarana hunian untuk para wisatawan yang berlibur di Pulau Bali. Salah satu kegiatan ekonomi di dalam bidang pariwisata yang paling banyak yaitu disewakannya villa-villa oleh pemilik kepada wisatawan yang berlibur karena kita ketahui bersama tempat hunian adalah hal yang paling utama sebagai kebutuhan dari para wisatawan selain dari kebutuhan pokok yakni makanan dan minuman. Perkembangan bisnis sewa menyewa villa di Bali khususnya di Kabupaten Gianyar memang merupakan tuntutan dari perkembangan Pariwisata karena para wiasatawan membutuhkan sarana hunian yang nyaman dan memadai serta dalam perkembangannnya pemilik villa akan menawarkan berbagai fasilitas dan kelebihan dari villa yang dimiliki untuk menarik para wisatawan di dalam persaiangan antar pemilik villa lainnya. Sebagai salah satu contoh dengan memberikan service atau pelayanan yang baik kemudian juga menawarkan view atau pemandangan yang dapat dilihat melalui hunian mereka. Ini adalah salah satu bentuk kegiatan yang masing-masing pihak diberi keuntungan yaitu bagi pemilik villa akan

(14)

3

mendapatkan nilai investasi dari hasil menyewakan villa kepada wisatawan dan para wisatawan mendapat hunian yang sesuai kebutuhan selama liburan.

Dalam hal ini maka tidak mengherankan lagi banyak kita lihat para wisatawan asing ataupun domestik yang menyewa villa di Pulau Bali khususnya di Kabupaten Gianyar dengan kurun waktu tertentu sesuai kesepakatan. Untuk urusan sewa menyewa villa diperlukan adanya suatu perjanjian sewa menyewa terlebih dahulu yang telah disepakati antara kedua belah pihak yaitu pihak penyewa dan pihak yang menyewakan villa. Namun didalam pelaksanaannya seringkali terdapat permasalahan yang baik ditimbulkan oleh pihak yang menyewakan ataupun pihak penyewa dibeberapa villa di kawasan ubud. Berkaitan dengan hal itu bahkan pernah terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki yang disebabkan oleh wisatawan yang menyewa villa dan rata-rata adalah orang asing, dimana mereka melanggar kesepakatan seperti tidak menyelesaikan pembayaran tepat waktu dan bahkan ada yang menyewakan kembali villa yang telah disewa secara diam-diam dan tidak sesuai kesepakatan. Hal tersebutlah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai wanprestasi di dalam perjanjian sewa menyewa villa yang dilakukan oleh orang asing di kawasan Ubud kabupaten Gianyar.

Kemudian membahas mengenai sewa menyewa, Menurut Subekti yang dimaksud dengan sewa menyewa adalah sebuah perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lain kenikmatan suatu barang dalam kurun waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga oleh

(15)

4

pihak yang tersebut terakhir itu untuk kemudian disanggupi pembayarannya.1

Dari pengertian yang diuraikan di atas maka dapat dilihat ada tiga unsur yang terkandung di dalam sewa-menyewa yaitu benda, harga dan waktu. Dari ketiga unsur tersebut yang penting benda yang dinikmati dan harga sewa yang dibayar dan lamanya waktu sewa sudah ditentukan secara pasti di dalam perjanjian sewa-menyewa tersebut. Untuk menentukan waktu dan besarnya harga sewa villa tersebut maka disini diperlukan perjanjian sewa menyewa antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Berbicara masalah perjanjian bila dilihat dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) dalam Buku III dapat dijumpai mengenai perikatan pada umumnya. Perikatan mempunyai pengertian yang lebih luas dari perjanjian karena perikatan dapat berupa perjanjian yang disebut dengan perikatan yang bersumber dari perjanjian. Disamping itu ada juga perikatan yang bersumber dari undang-undang2. Di dalam Pasal 1313 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata menentukan:

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”.3

Dari ketentuan pasal ini jelaslah untuk didapatkan adanya suatu perjanjian paling sedikitnya harus ada dua pihak sebagai subyek hukumnya, dimana masing-masing pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya dalam suatu hal tertentu. Menurut Subekti yang dimaksud dengan perjanjian adalah “Suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana orang itu saling

1 Subekti, 2005, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hal.3 2

Suharnoko, 2004, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Kencana, Jakarta, hal.25

3

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, 2011, Hukum Perikatan: Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.63

(16)

5

berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”. 4 Perjanjian itu dibuat tanpa adanya

suatu paksaan dari pihak lain, tetapi secara sukarela oleh para pihak. Pembuatan perjanjian sewa-menyewa villa ini diharapkan kepada para pihak dapat mempunyai hubungan baik dalam melaksanakan perjanjian sehingga kewajiban atau prestasi para pihak dilaksanakan sesuai kewajiban masing-masing.

Kemudian dalam suatu perjanjian terdapat prestasi. Prestasi adalah sesuatu yang harus dipenuhi oleh debitur atau pihak penyewa yang tertulis dalam suatu kontrak atau perjanjian oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu.5 Apabila pihak penyewa tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang

telah dituangkan dalam surat perjanjian tersebut, maka pihak penyewa dapat dikatakan wanprestasi. Bila perjanjian itu telah dilaksanakan maka akan timbul hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut yakni pihak yang menyewakan wajib menyerahkan barang yang disewakan kepada pihak penyewa dan pihak penyewa berkewajiban membayar sejumlah uang sewa yang sesuai dengan waktu dan jumlah yang telah ditentukan.

Dalam menjalankan perjanjian sewa-menyewa villa dengan orang asing maka tidak selamanya berjalan lancar, tentu akan ada saatnya dimana pihak-pihak tersebut tidak memenuhi isi dari perjanjian atau disebut dengan wanprestasi baik yang dilakukan dengan sengaja atau kelalaian maupun keadaan memaksa, maka harus ada bentuk pertanggung jawaban dari pihak-pihak yang

4 Subekti.R, 1985, Hukum Perjanjian, Edisi Edisi Cetakan ke 5, PT Intermasa, Bandung ,

hal.1

5

Badrulzaman dan Mariam Darus, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.55

(17)

6

melakukan wanprestasi. Pihak – pihak yang melakukan perjanjian sewa – menyewa mempunyai resiko. Menurut Pasal 1553 KUHPerdata, dalam sewa-menyewa resiko mengenai barang yang disewakan dipikul oleh si pemilik barang yaitu pihak yang menyewakan. Resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu peristiwa yang terjadi diluar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksud dalam kontrak. Dalam perjanjian sewa-menyewa pasti akan timbul masalah jika salah satu pihak dalam perjanjian sewa-menyewa, tidak dapat melakukan kewajiban dikarenakan wanprestasi. Wanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan.6 Tindakan wanprestasi menyebabkan konsekuensi

timbulnya pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, maka dari itu di dalam hukum diterapkannya upaya penyelesaian secara hukum untuk mengatasinya dan perlu juga dijelaskan faktor-faktor atau alasan-alasan yang mempengaruhi terjadinya wanprestasi. Apalagi akan muncul polemik dimana yang melakukan wanprestasi adalah Warga Negara Asing sehingga harus diketahui bagaimana proses penyelesaiaannya dan seperti apa sistem hukum yang sesuai untuk diberlakukan. Dengan begitu diharapkan agar tidak ada satu pihakpun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut. Maka dengan semakin berkembangnya usaha sewa-menyewa villa di daerah Bali khususnya di Kabupaten Gianyar, maka sering pula terjadi suatu permasalahan terutama antara pihak yang menyewakan villanya dengan pihak penyewa yang tak jarang adalah Warga Negara Asing. Oleh karena itu penting untuk para pihak mengetahui bagaimana membuat suatu perjanjian

6

(18)

7

sewa-menyewa villa oleh orang asing di Kabupaten Gianyar sebagai salah satu langkah awal guna mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat merugikan para pihak, sebagai salah satu contoh hal-hal yang mungkin saja bisa terjadi yakni salah satu pihak tidak bisa memenuhi isi dari perjanjian atau mengingkari perjanjian.

Berkaitan dengan uraian dalam latar belakang yang telah dijelaskan tersebut maka penulis mengangkat masalah tersebut ke dalam judul karya ilmiah yaitu “ Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Villa oleh Orang Asing Di Kabupaten Gianyar ”

1.2. Rumusan Masalah

Sehubungan dengan beberapa uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka timbul beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimanakah sahnya perjanjian sewa menyewa villa oleh orang asing di Kabupaten Gianyar ?

2. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa villa oleh orang asing di Kabupaten Gianyar dan cara penyelesaiannya ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, maka penelitian ini mempunyai tujuan tertentu yaitu tujuan secara umum dan tujuan secara khusus, yaitu sebagai berikut :

(19)

8 1.3.1 Tujuan Umum

1. Untuk memenuhi syarat wajib dalam menyelesaikan studi dan memperoleh gelar sarjana di Fakultas Hukum Universitas Warmadewa 2. Untuk melatih keterampilan di dalam membuat karya ilmiah mengenai

ilmu pengetahuan khususnya dibidang hukum perjanjian

3. Untuk menambah wawasan dan memperkaya ilmu pengetahuan hukum 4. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang didapatkan selama di

bangku perkuliahan

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tentang sahnya perjanjian sewa-menyewa villa oleh orang asing di kabupaten Gianyar

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa villa oleh orang asing dan cara penyelesaiannya

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat teoritis maupun praktis sebagai berikut :

1.4.1. Kegunaan Teoritis

1. Bagi Mahasiswa

Melalui penelitian ini diharapkan mahasiswa dapat memperoleh ilmu pengetahuan tambahan dan wawasan yang lebih luas serta merupakan

(20)

9

kesempatan mengaplikasikan atau menerapkan ilmu yang diperoleh semasa dibangku kuliah dengan fakta-fakta atau kenyataan yang ada di masyarakat. Kemudian juga melalui penelitian ini mahasiswa diharapkan mampu memecahkan masalah yang terjadi di masyarakat terkait wanprestasi dalam perjanjian sewa-menyewa villa oleh orang asing.

2. Bagi Fakultas / Universitas

Hasil peneliatian ini diharapkan dapat mengevaluasi kemampuan para mahasiswa untuk menambah ilmu pengetahuan hukum mengenai suatu perjanjian khususnya mengenai sewa menyewa villa oleh orang asing. Kemudian untuk dapat dijadikan bahan bacaan tambahan dalam perpustakaan, selain itu juga diharapkan dapat memberikan masukan dalam studi hukum perdata khususnya mengenai hukum perikatan dan perjanjian serta dapat juga menambah wawasan dalam melakukan suatu perjanjian, kemudian daripada itu dapat juga memberikan sumbangan pemikiran mengenai masalah-masalah hukum apa saja yang terjadi di masyarakat, khususnya tentang praktek pelaksanaan perjanjian sewa menyewa villa oleh orang asing.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai pengembangan mengenai hukum perjanjian dan referensi bahan penelitian yang lain pada masa yang akan datang serta diharapkan juga dapat memberi informasi dan sumbangan pemikiran

(21)

10

terhadap permasalahan khususnya dalam perjanjian sewa menyewa villa oleh orang asing.

1.5. Tinjauan Pustaka

Dalam bagian ini terlebih dahulu akan diuraikan mengenai Villa sebagai Objek Perjanjian. Villa merupakan salah satu jenis penginapan yang disediakan sebagai sarana hunian bagi wisatawan, baik itu wisatawan asing ataupun domestik. Villa sebagai sebuah fasilitas tempat tinggal sementara yang biasanya terletak di daerah yang berhawa sejuk, misalnya seperti daerah pegunungan, dataran tinggi maupun pinggir kota. Villa juga seringkali didefinisikan sebagai sebuah rumah hunian milik perorangan yang terletak jauh dari keramaian. Villa dibangun di tempat yang relatif tidak padat penduduknya dengan kontur alam yang masih alami untuk memberikan ketenangan pada penghuninya. Idealnya villa ditinggali pada akhir pekan atau musim liburan sebagai sarana penunjang liburan. Villa pada umumnya menyediakan berbagai fasilitas hiburan seperti taman yang indah, danau atau kolam, fasilitas olahraga serta berbagai sarana rekreasi lainnya. Villa juga dilengkapi dengan peralatan dan fasilitas penunjang kegiatan sehari-hari layaknya dirumah sendiri. Villa banyak dibangun di puncak atau kawasan wisata yang memiliki iklim sejuk namun tetap dapat diakses dengan mudah. Sebagai contohnya di daerah kawasan Ubud dapat kita lihat berbagai villa yang disediakan. Harga yang relatif mahal membuat villa biasanya hanya mampu dimiliki oleh kalangan pengusaha dan eksklusif, namun ada sebagian orang atau wisatawan baik itu wisatawan lokal maupun orang asing yang memilih untuk menyewa villa dalam kurun waktu tertentu. Seperti halnya

(22)

11

villa dikawasan ubud yang rata-rata disewa oleh orang asing. Sebagian orang asing cenderung menyewa villa sebagai hunian selama berlibur dan bukan untuk ditinggali seterusnya namun hanya untuk kurun waktu tertentu sehingga sebagian orang asing cenderung memilih menyewa dibanding memiliki. Orang asing merupakan orang yang bukan warga negara, tetapi tinggal (tidak menetap) di suatu negara dan orang asing perlu memilki ijin tinggal. Meskipun status seseorang tersebut adalah orang asing namun orang asing yang tinggal di Indonesia tetap mimiliki hak dan kewajiban terhadap negara yang di tinggalinya termasuk kewajiban untuk menaati hukum yang berlaku di Indonesia. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa orang asing adalah orang dari negara lain atau orang yan tidak dikenal.

Dalam sewa menyewa villa yang dilakukan oleh orang asing tentu diperlukan adanya Perjanjian, berikut pembahasan mengenai arti dari Perjanjian. Perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik dikedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.7

Menurut ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Perjanjian didefinisikan sebagai berikut :

7

(23)

12

“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”

Jika diperhatikan secara seksama, rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor). Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu orang atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum.8

Beberapa Sarjana Hukum juga memberikan definisi mengenai perjanjian yaitu sebagai berikut :

Menurut Subekti “ Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”. Dari peristiwa inilah muncul suatu perikatan. 9

Menurut Sri Soedewi Masychon Sofyan, “ Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seseorang atau lebih “.10

8

Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, 2014, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Rajawali Pers, Jakarta, hal.92

9

(24)

13

Menurut Syahmin AK, “ Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis “.11

Kemudian di dalam suatu Perjanjian terdapat pula Asas-asas yang sangat penting yakni sebagai berikut :

Asas-asas perjanjian diatur dalam KUHPerdata, yang sedikitnya terdapat beberapa asas yang perlu mendapat perhatian dalam membuat perjanjian yaitu asas kebebasan berkontrak ( freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality) dan asas kepatutan.

1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)

Setiap orang dapat secara bebas membuat perjanjian selama memenuhi syarat sahnya perjanjian dan tidak melanggar hukum, kesusilaan, serta ketertiban umum. Menurut Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata,

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

“Semua perjanjian…” berarti perjanjian apapun, diantara siapapun. Tapi kebebasan itu tetap ada batasnya, yaitu selama kebebasan itu tetap berada di dalam batas-batas persyaratannya, serta tidak melanggar hukum (undang-undang), kesusilaan (pornografi, pornoaksi) dan ketertiban umum (misalnya perjanjian membuat provokasi kerusuhan).

10

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1982, Hukum Perjanjian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hal.8

11

(25)

14

Walaupun sebelumnya semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang yang membuatnya akan tetapi ketentuan ini tidak dapat diberlakukan secara mutlak.12 Dikatakan demikian

sebab asas ini dikecualikan dalam hal-hal berikut :

a. Adanya keadaan memaksa (overmacht atau force majeure)

b. Berlakunya ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa :

“Persetujuan-Persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.

2. Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda)

Suatu perjanjian merupakan perwujudan hukum sehingga mengandung kepastian hukum. Hal ini tersirat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan perjanjian, misalnya salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi), maka hakim dengan keputusannya dapat memaksa agar pihak yang melanggar itu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai perjanjian dan bahkan hakim dapat memerintahkan pihak yang lain membayar ganti rugi. Putusan pengadilan itu merupakan jaminan bahwa hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian memiliki kepastian hukum secara pasti memiliki perlindungan hukum. Maka semua perjanjian yang dianggap sah akan menjadi Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya selain itu apabila ada pihak ketiga yang berkaitan maka pihak ketiga tersebut tetap harus menghormati substansi kontrak atau perjanjian.

12

(26)

15 3. Asas Konsensualisme (concensualism)

Asas konsensualisme berarti kesepakatan (consensus), yaitu pada dasarnya perjanjian sudah lahir sejak detik tercapainya kata sepakat. Perjanjian telah mengikat begitu kata sepakat dinyatakan dan diucapkan, sehingga sebenarnya tidak perlu lagi formalitas tertentu. Pengecualian terhadap prinsip ini adalah dalam hal undang-undang memberikan syarat formalitas tertentu terhadap suatu perjanjian, misalkan syarat harus tertulis contoh yaitu jual beli tanah merupakan kesepakatan yang harus dibuat secara tertulis dengan akta otentik Notaris. Asas ini disebutkan pada Pasal 1320 dalam KUHPerdata. 4. Asas Itikad Baik (good faith/tegoeder trouw)

Itikad baik berarti keadaan batin para pihak dalam membuat dan melaksanakan perjanjian harus jujur, terbuka dan saling percaya. Keadaan batin para pihak itu tidak boleh dicemari oleh maksud-maksud untuk melakukan tipu daya atau menutup-nutupi keadaan sebenarnya. Ada 2 macam itikad baik yakni :

Unsur Subyektif : Kejujuran

Unsur Obyektif : Untuk menilai pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma. Karena dalam membuat suatu perjanjian maka orang yang membuatnya harus memperhatikan norma-norma.

5. Asas Kepribadian (personality)

Asas kepribadian berarti isi perjanjian hanya mengikat para pihak secara personal tidak mengikat pihak-pihak lain yang tidak memberikan kesepakatannya. Seseorang hanya dapat mewakili dirinya sendiri dan tidak

(27)

16

dapat mewakili orang lain dalam membuat perjanjian. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.13

Beberapa pasal yang terkait dalam hal ini yaitu :

Pasal 1315 KUHPerdata yakni pada umumnya seseorang tidak akan membuat perjanjian selain untuk dirinya sendiri.

Pasal 1340 KUHPerdata yakni perjanjian berlaku hanya untuk para pihak yang membuat

Pasal 1317 KUHPerdata yakni dapat pula diadakan perjanjian dengan pihak ketiga ( dalam kaitannya pasal ini mengkonstruksi Pasal 1315 )

Pasal 1318 KUHPerdata yakni merupakan perluasan pasal 1317 yang tidak hanya mengatur diri sendiri tetapi juga bisa untuk ahli warisnya dan juga orang-orang yang memperoleh hak daripadanya.

6. Asas Kepatutan

Walaupun terhadap asas kepatutan ini tidak diungkapkan secara tegas akan tetapi isi dari perjanjian ini sesuai dengan asas kepatutan maka sudah sepatutnya dapat dipertanggung jawabkan. Asas ini dapat dijumpai dalam ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata yang menyebutkan :

“Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.

Selanjutnya mengenai sewa menyewa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan pengertian sewa adalah pemakaian sesuatu dengan membayar uang sedangkan menyewa adalah memakai (meminjam/menampung) dengan membayar uang sewa. Dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat sering

13

Prodjodikora, Wirjono.1995. Azaz-Azaz Hukum Perjanjain.Sumur Bandung, Bandung, hal.39

(28)

17

dijumpai adanya perjanjian sewa menyewa khususnya yang berkaitan dengan bangunan, hal ini dimungkinkan oleh karena popularitas manusia dan luasnya areal yang tersedia tidak sebanding, dimana jumlah kebutuhan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya semakin bertambah besar sedangkan alam sebagai wadah manusia di dalam memenuhi hajat hidupnya tetap tidak berubah.14 Oleh karena itulah dari satu sisi yakni dari sisi hukumnya , khususnya

hukum perjanjian sewa menyewa membuat klasifikasi tentang perjanjian sewa menyewa ini.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan batasan tentang interpretasi dari apa yang dinamakan perjanjian sewa-menyewa, sebagaiamana tertuang dalam Pasal 1548 KUHPerdata :

“ Sewa menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari suatu barang selama waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya “

Dari definisi tersebut, maka dapat ditelaah :

a) Perjanjian sewa-menyewa merupakan suatu persetujuan timbal balik antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa, dimana pihak yang menyewakan menyerahkan suatu barang kepada penyewa yang berkewajiban membayar suatu harga sewa tertentu pula.

b) Pihak yang menyewakan menyerahkan suatu barang kepada penyewa untuk sepenuhnya dipakai dan dinikmati namun bukan untuk dimiliki.

c) Penikmatan berlangsung untuk suatu jangka waktu tertentu dengan pembayaran sejumlah harga sewa yang tertentu pula.

14

(29)

18

Dalam bahasa Belanda disebut dengan huurenvenhuur dan dalam bahasa inggris disebut rent atau hire.

Menurut Yahya Harahap,

“ Sewa Menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan menyerahkan barang-barang yang hendak disewa kepada pihak penyewa untuk dinikmati sepenuhnya “.15

Menurut Wiryono Projodikoro,

“ Perjanjian sewa menyewa adalah sebagai salah satu bentuk perjanjian yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan merupakan perjanjian timbal balik yang selalu mengacu kepada asas konsensualitas atau berdasarkan kesepakatan para pihak dan merupakan salah satu jenis perjanjian yang sering terjadi dalam kehidupan di masyarakat “.16

Sewa-menyewa, seperti halnya dengan jual-beli dan perjanjian-perjanjian lain pada umumnya, adalah suatu perjanjian konsensual. Artinya, ia sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mangenai unsur 2 pokoknya, yaitu barang dan harga.

1.6. Metode Penelitian

1.6.1 Tipe Penelitian dan Pendekatan Masalah

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan tipe penelitian empiris. Tipe penelitian empiris adalah melihat hukum dalam arti nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di dalam masyarakat. Dalam hal ini hukum

15

M. Yahya Harahap, 1996. Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, hal.35

16

(30)

19

dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati dalam kehidupan nyata yaitu penelitian berdasarkan fakta yang ada dilapangan yang mengkaji pelaksanaan dan implementasi ketentuan perundang-undangan di lapangan.17

Sebagai suatu penelitian yang dapat dipertahankan secara ilmiah maka dalam penelitian ini dipergunakan tipe penelitian secara yuridis empiris, dimana penelitian ini sering disebut dengan penelitian hukum empiris karena data yang diperoleh berdasarkan dari bagaimana pelaksanaan undang-undang yang di implementasikan dalam masyarakat. Kemudian Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan sosiologi hukum yakni menganalisis dari perilaku hukum masyarakat yang berkaitan tentang permasalahan yang ada, selain itu untuk menemukan kondisi-kondisi sosial yang sesuai ataupun tidak sesuai dengan hukum yang berlaku saat ini. Melalui pendekatan masalah yang digunakan yaitu dengan sosiologi hukum maka akan memberikan kemampuan untuk mengadakan evaluai terhadap efektifitas hukum di dalam masyarakat.

1.6.2 Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan dari informan yang berkaitan langsung dan pernah melihat dan menyaksikan kejadian tersebut sehingga dapat memberikan data di dalam penulisan ini, berkaitan dengan penulisan ini yang menjadi sumber informasi adalah pemilik hunian beberapa villa dikawasan ubud di

17

Amiruddin, H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal.58

(31)

20

Kabupaten Gianyar. Beberapa contoh villa yang memberi informasi untuk penulis yakni Villa Mambo, Villa White, Villa Tumkin, Villa De Bourbo dan Villa Griya Gentu.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang didapat dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer diperoleh melalui peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang permasalahan yang berkaitan dengan penelitian ini. Peraturan Perundang-undangan tersebut yaitu :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman,

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, 5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen,

6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Sedangkan bahan hukum sekunder diperoleh secara tidak langsung dari penelitian melalui tambahan literatur atau buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam media masa serta ensiklopedi hukum dan internet. Sumber data inilah yang memberikan banyak petunjuk dan penjelasan yang menunjang sumber data primer yang didapatkan.

(32)

21 1.6.3 Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih untuk melakukan penelitian yakni kawasan Ubud di Kabupaten Gianyar. Beberapa villa yang dijadikan lokasi penelitian yakni Villa Mambo, Villa White, Villa Tumkin, Villa Griya Gentu, Villa De Bourbo dimana villa-villa tersebut berada di kawasan Banjar Kengetan Silakarang Ubud, Gianyar.

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data Lapangan (Field Research)

Dalam pengumpulan data lapangan dilakukan dengan cara : 1) Observasi

Observasi adalah seluruh kegiatan pengamatan terhadap objek yang diteliti. Dalam hal ini penulis melakukan observasi sistematis yaitu observasi yang dilakukan oleh penulis dengan memakai instrumen pengamatan.

2) Wawancara

Wawancara adalah dialog yang dilakukan penulis kepada informan untuk menggali informasi. Ini menjadi bagian penting dalam suatu penelitian hukum terutama dalam penelitian hukum empiris karena tanpa wawancara maka tidak akan ada informasi yang didapat.18

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode wawancara untuk mengetahui bagaimana permasalahan yang terjadi dan mengamati tindakan-tindakan hukum apa saja yang dapat dilakukan oleh para

18

Mukti Fajar & Yulianto Achmad.2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif&Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal.160

(33)

22

pihak. Penulis melakukan wawancara yang terstruktur dikarenakan harus mengacu pada data atau informasi yang diperlukan sebagai pedoman yang merupakan garis besar tentang hal-hal yang perlu ditanyakan. Dalam hal ini digunakan metode wawancara untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya wanprestasi dan cara penyelesaiannya serta syarat dari sahnya suatu perjanjian sewa menyewa villa yang dilakukan oleh orang asing.

2. Teknik Pengumpulan Data Kepustakaan (Library Reseacrh)

Teknik Pengumpulan Data Kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan penelitian buku-buku/literatur, dokumen-dokumen yang dapat mendukung penelitian dan digunakan untuk menganalisis bahan-bahan hukum tersebut.19

1.6.3 Analisis Data

Usaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan mengenai perihal di dalam rumusan masalah serta hal-hal yang diperoleh dari suatu penelitian maka data yang diperoleh baik secara primer maupun sekunder diolah terlebih dahulu kemudian dianalisis dan disajikan secara kualitatif dengan menguraikan dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini kemudian menarik suatu kesimpulan berdasarkan analisis yang telah dilakukan.

19

Kartini Kartono, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, PT. Mandar Maju, Bandung, hal.58

(34)

23 BAB II

SAHNYA PERJANJIAN SEWA MENYEWA VILLA OLEH ORANG ASING DI KABUPATEN GIANYAR

2.1 Unsur-Unsur Perjanjian dan Jenis-Jenis Perjanjian 2.1.1 Unsur-Unsur Perjanjian

Dalam perkembangan doktrin ilmu hukum suatu perjanjian memiliki unsur yang dapat dikelompokkan menjadi tiga unsur, yaitu unsur essensialia, unsur naturalia dan unsur aksidentalia. Unsur-unsur tersebutlah yang harus diperhatikan dalam setiap pembuatan perjanjian sewa menyewa villa yang dilakukan oleh orang asing karena pada hakikatnya ketiga macam unsur dalam perjanjian tersebut merupakan perwujudan dari asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasaal 1320 KUHPerdata dan Pasal 1339 KUHPerdata. Rumusan Pasal 1339 KUHPerdata menyatakan bahwa :

“Perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, melainkan juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang”.

Berikut adalah penjelasan mengenai unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam perjanjian sewa menyewa villa oleh orang asing yang penting untuk diperhati yakni :

(35)

24

Eksistensi dari suatu perjanjian sewa menyewa villa ditentukan secara mutlak oleh unsur esensialia, karena tanpa unsur ini suatu perjanjian tidak pernah ada. Contohnya tentang “sebab yang halal” merupakan essensialia akan adanya perjanjian. Dalam hal ini, harga dan barang yang disepakati oleh pemilik villa dan penyewa villa merupakan unsur esensialia. Dalam perjanjian riil, syarat penyerahan objek perjanjian merupakan unsur essensialia dalam perjanjian formal. Unsur esensialia dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut yang membedakan secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya. Unsur esensialia ini pada umumnya dipergunakan dalam memberikan rumusan, definisi atau pengertian dari suatu perjanjian. Jelas bahwa unsur esensialia adalah unsur wajib ada dalam suatu perjanjian, bahwa tanpa unsur esensialia maka perjanjian yang dibuat dan diselenggarakan oleh para pihak dapat menjadi berbeda dan karenanya menjadi tidak sejalan dan sesuai dengan kehendak para pihak, serta oleh karena itu maka unsur esensialia ini pula yang seharusnya menjadi pembeda antara suatu perjanjian dengan perjanjian lainnya.

2. Unsur Naturalia

Unsur ini dalam perjanjian diatur dalam undang-undang, tetapi pihak boleh menyingkirkan atau menggantinya. Dalam hal ini ketentuan undang-undang bersifat mengatur atau menambah (regelend atau

(36)

25

biaya perawatan atau menjada keamanan dan kenyamanan serta kewajiban penyewa untuk menjaga segala properti atau barang yang ada dalam villa dengan tidak merusaknya. Hal ini sama dengan proses jual beli yang dimana penjual menanggung biaya penyerahan dan si pembeli menanggung biaya pengambilan dan diatur dalam Pasal 1476 KUHPerdata :

“Biaya penyerahan dipikul oleh si penjual, sedangkan biaya pengambilan dipikul oleh si pembeli”.

Anak kalimat dari pasal tersebut menunjukkan bahwa undang-undang (hukum) mengatur berupa kebolehan bagi para pihak (penjual dan pembeli) menentukan kewajiban mereka berbeda dengan yang disebutkan dalam undang-undang itu. Begitu juga kewajiban si penjual menjamin aman hukum dan cacat tersembunyi kepada si pembeli atas barang yang dijualnya itu. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 1491 KUHPerdata. Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian, setelah unsur esensialia diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian yang mengandung unsur esensialia dalam sewa menyewa villa, pasti akan terdapat unsur naturalia berupa kewajiban dari pemilik hunian untuk menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat tersembunyi20. Ketentuan inilah yang tidak dapat disampingi oleh para

pihak karena sifat dari sewa menyewa menghendaki hal yang sama demikian. Masyarakat tidak akan mentolelir suatu bentuk sewa menyewa,

20

Barda Narawi Arief, 2005, Pembaruan Hukum Pidana dalam Perspektif Kajian Perbandingan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.261

(37)

26

dimana penjual atau pemilik sewa tidak mau menanggung cacat-cacat tersembunyi dari kebendaan yang disewakan atau dijual olehnya.

3. Unsur Aksidentalia

Unsur ini sama halnya dengan unsur naturalia dalam perjanjian yang sifatnya penambahan dari para pihak. Undang-Undang sendiri tidak mengatur tentang hal itu. Contohnya dalam perjanjian sewa menyewa villa , benda-benda pelengkap tertentu bisa ditiadakan. Sehingga unsur aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para pihak yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak. Dengan demikian unsur ini pada hakekatnya bukan merupakan suatu bentuk prestasi yang harus dilaksanakan atau dipenuhi oleh para pihak. Dalam kaitannya dengan klausula baku yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 yang telah diberikan diatas, dapat dikemukakan bahwa klausul baku yang ditetapkan dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut adalah ketentuan yang merupakan unsur aksidentalia dalam tiap-tiap perjanjian pernjualan barang atau penyerahan jasa dan atau hubungan hukum pelaku usaha – konsumen sebagaimana dientukan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tersebut.

(38)

27

Kemudian selanjutnya perlu diketahui mengenai jenis-jenis dari Perjanjian, berikut adalah beberapa Jenis-Jenis dari Perjanjian yaitu21 :

1. Perjanjian Sepihak dan Timbal Balik

Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian yang dinyatakan oleh salah satu pihak saja, tetapi mempunyai akibat dua pihak yaitu pihak yang memiliki hak tagih yang dalam bahasa bisnis disebut pihak kreditur dan pihak yang dibebani kewajiban yang dalam bahasa bisnis disebut debitur. Contoh perjanjian sepihak adalah “hibah” yang diatur dalam Pasal 1666 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa :

“suatu persetujuan dengan mana si penghibah, sewaktu hidupnya dengan cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan suatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu”.

Contoh lainnya terjadi dalam wasiat (testament) yang diatur dalam Pasal 875 KUHPerdata yang berbunyi :

“...Suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali”.

Dengan ketentuan keduanya tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa isi perjanjian sepihak itu berupa pernyataan sepihak tetapi menimbulkan akibat bagi kedua belah pihak, yaitu penghibah dan penerima wasiat dengan pernyataannya menjadikan dirinya sebagai pihak yang terbebani kewajiban (debitur), terhadap pemberi wasiat. Adapun bagi yang disebutkan belakangan itu timbul hak menuntut sesuatu yang disebutkan dalam pernyataan penghibah atau pemberi wasiat. Mengenai Perjanjian Timbal Balik adalah perjanjian yang memuat hak pada salah

21

(39)

28

satu pihak dan hak tersebut sekaligus menjadi kewajiban bagi pihak lawannya. Contoh yaitu perjanjian jual beli yang diatur dalam Pasal 1457 KUHPerdata yang menyatakan bahwa :

“Jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.

2. Perjanjian Cuma-Cuma dan atas Bebas

Kedua jenis perjanjian ini diatur dalam Pasal 1314 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa :

“...Suatu persetujuan adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Suatu persetujuan atas beban , adalah suatu persetujuan yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu”.

Berdasarkan ketentuan diatas, dapat dikatakan bahwa perjanjian Cuma-Cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak. Misal ketentuan Pasal 1666 KUHPerdata tentang hibah dan Pasal 857 KUHPerdata tentang testamen, yang isinya telah disebutkan di muka. Adapun perjanjian atas Beban adalah perjanjian yang menyatakan prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat tegen prestasi dari pihak lawannya dan antar kedua prestasi itu ada hubungannya atas suatu titel tertentu, misalnya jual beli, tukar menukar, lain sebagainya.

3. Perjanjian Bernama dan Tidak Bernama

Mengenai kedua jenis perjanjian ini dapat dibaca dalam Pasal 1319 KUHPerdata, bahwa :

(40)

29

“Semua persetujuan, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal, dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan –peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu”.

Mengenai Perjanjian Bernama (benoemde), nama itu tidak saja disebutkan dalam KUHPerdata, seperti sewa menyewa, tukar menukar, perjanjian kerja, dan lainnya. KUHD pun ada juga menyebutkan perjanjian bernama seperti perjanjian wesel, asuransi dan bahkan ada Undang-Undang yang memberi nama sendiri. Mengenai Perjanjian Tidak Bernama (onbenoemde) dalam kehidupan sehari-hari mempunyai sebutan tertentu yang tidak diatur dalam Undang-Undang, contohnya yaitu perjanjian sewa beli.

4. Perjanjian Konsensual dan Riil

Perjanjian Konsensual adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih, dimana bila mereka telah mencapai persesuaian (persetujuan) kehendak untuk mengadakan perikatan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata perjanjian tersebut sudah mempunyai kekuatan mengikat bagaikan Undang-Undang bagi mereka. Mengenai perjanjian riil terjadi sebaliknya yaitu perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadinya penyerahan barang. Misalnya perjanjian penitipan barang yang diatur dalam Pasal 1694 KUHPerdata yang berbunyi :

“Penitipan adalah terjadi, apabila seseorang menerima suatu barang dari seseorang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya”.

Begitupula dalam perjanjian pinjam pakai yang diatur dalam Pasal 1740 KUHPerdata. Dengan demikian, perjanjian riil adalah perjanjian antara dua orang atau lebih, dimana keterikatan mereka ditentukan bukan

(41)

30

karena konsensus (kesepakatan), tetapi terjadi setelah dilakukan penyerahan barang (perbuatan riil) yang dijanjikan. Berdasarkan atas hal tersebut maka perjanjian riil merupakan suatu perjanjian yang mengingkari asas konsensus.

5. Perjanjian Obligatoir dan Kebendaan

Perjanjian Obligatoir adalah perjanjian yang hanya menyoalkan kesepakatan para pihak untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lainnya. Hal ini dianut oleh sistem dalam KUHPerdata. Misalnya dalam hal jual beli, walau telah tercapai konsensus antara penjual dan pembeli tentang harga dan barang namun belumlah mengakibatkan beralihnya hak milik atas barang itu dari tangan penjual ke tangan pembeli. Untuk itu perlu adanya Perjanjian Kebendaan yaitu suatu perjanjian dengan mana seseorang menyerahkan haknya atas suatu benda kepada pihak lainnya atau suatu perjanjian yang membebankan kewajiban pihak, untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lainnya. Penyerahan iu sendiri disebut perjanjian kebendaan. Dalam jual beli benda tetap, perjanjian jual belinya disebut perjanjian jual beli sementara, sedangkan dalam jual beli benda gerak, perjanjian obligatoir dan perjanjian kebendaan berlangsung secara bersamaan. Eksistensi perjanjian ini sangat erat bahkan menentukan karena bila perjanjian obligatoir cacat maka sudah barang tentu perjanjian keduanya (penyerahannya) juga ikut menjadi cacat.

(42)

31

Perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang tidak hanya harus memenuhi asas konsensus tetapi juga harus dituangkan dalam suatu bentuk tertentu atau harus disertai dengan formalitas tertentu. Contoh : perjanjian kuasa pembebanan hak tanggungan. Perjanjian ini harus dibuat dalam bentuk autentik yang dibuat di hadapan PPAT atau Notaris. 7. Perjanjian Liberatoir

Perjanjian yang menghapuskan perikatan adalah perjanjian antara dua belah pihak yang isinya adalah untuk menghapuskan perikatan yang ada antara mereka. Contoh : Pasal 1438 KUHPerdata yang menyatakan bahwa

”pembebasan sesuatu utang tidak dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan”.

8. Perjanjian Pembuktian

Perjanjian yang memuat keinginan para pihak untuk menetapkan alat-alat bukti yang dapat digunakan dalam hal terjadinya perselisihan antara para pihak kelak. Di dalam perjanjian itu dapat juga ditetapkan kekuatan pembuktian sebagaimana dikehendaki oleh pihak-pihak terdapat alat bukti tertentu. Misalnya tanda terima uang yang sulit untuk ditemukan maka seringkali para pihak dalam perjanjian itu menentukan bahwa perjanjian-perjanjian yang mereka tutup mengandung pernyataan adanya pembayaran dan mereka mengakui mempunyai kekuatan (alat bukti) juga sebagai kuitansi. Jadi para pihak menerima akta yang bersangkutan (misalnya : jual beli, sewa menyewa dan lainnya) berlaku juga sebagai tanda bukti penerimaan uang pembayaran pembelian atau uang sewa. Oleh karena itu perjanjian ini bermanfaat dalam proses

(43)

32

perkara dan disebut juga sebagai Perjanjian Hukum Acara (proses

rechtselijkspreken)

9. Perjanjian Untung-untungan

Perjanjian yang prestasi atau objeknya ditentukan kemudian. Hal ini dapat dijumpai dalam ketentuan Pasal 1774 KUHPerdata yang berbunyi :

“Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perjanjian yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah perjanjian penanggungan, bunga cagak hidup, perjudian dari pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang”.

10. Perjanjian Campuran

Perjanjian yang mempunyai ciri-ciri dari dua atau lebih perjanjian bernama. Jenis perjanjian ini tidak diatur dalam undang-undang tetapi didalamnya mempunyai nama sendiri, yang unsur-unsurnya mirip atau sama dengan unsur-unsur perjanjian bernama yang terjalin menjadi satu sedemikian rupa sehingga tak dapat dipisah-pisahkan sebagai perjanjian yang berdiri sendiri. Contohnya perjanjian sewa-beli, yang didalamnya terdapat unsur perjanjian bernama yaitu :

a. Terdapat perjanjian jual beli karena pada akhirnya setelah penjual sewa menerima pembayaran lunas, pembeli menjadi pemilik. b. Terdapat perjanjian sewa menyewa karena selama pembeli sewa

mengangsur ia berkedudukan sebagai penyewa maka dari itu boleh menggunakan atau menikmati benda yang dibeli sewa itu.

(44)

33

Perlu diingat bahwa beda halnya dengan suatu perjanjian yang mengandung unsur perjanjian bernama, sekalipun dimuat dalam satu akta tetapi tidak dapat disebut sebagai perjanjian campuran seperti diuraikan dimuka. Karena sebenarnya perjanjian yang demikian berisi dua atau lebih perjanjian yang masing-masing dapat dipisahkan dari yang lain, maksudnya perjanjian itu dapat dituangkan dalam perjanjian atau akta-akta yang berdiri sendiri.

11. Perjanjian Garansi

Perjanjian yang dimana salah satu pihak menjamin pihak lain (orang ketiga) yang ada diluar perjanjian bahwa lawan janjinya akan melakukan suatu perbuatan atau tidak melakukan suatu perbuatan terhadap pihak lain (orang ketiga) itu, dan kalau sampai lawan janjinya tidak berprestasi maka ia bertanggung jawab untuk itu.

2.2 Sahnya Suatu Perjanjian Sewa Menyewa Villa oleh Orang Asing Untuk mengetahui suatu perjanjian yang dilakukan adalah sah atau tidak sah maka perjanjian harus diuji , yakni begitu pula dalam perjanjian sewa menyewa villa yang dilakukan baik oleh orang asing khususnya di Kabupaten Gianyar maka harus diuji dengan beberapa syarat. Keabsahan dari perjanjian atau kontrak sangat menentukan pelaksanaan isi kontrak yang ditutup karena kontrak atau perjanjian yang tertuang dalam suatu kontrak karenanya menjadi aturan yang dominan

(45)

34

bagi para pihak yang menutup kontrak atau perjanjian22. Telah diuraikan

sebelumnya bahwa syarat–syarat sahnya perjanjian dapat kita temukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Setiap perjanjian harus memenuhi empat syarat utama yaitu :

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu pokok persoalan tertentu

4. Suatu sebab yang tidak terlarang

Keempat unsur tersebut selanjutnya dalam doktrin ilmu hukum yang digolongkan ke dalam :

1. Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subyektif)

2. Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian (unsur obyektif)

Berikut adalah uraian lengkap tentang bagaimana sahnya dari suatu perjanjian sewa menyewa villa yang dilakukan oleh orang asing khususnya di Kabupaten Gianyar :

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya

Kesepakatan diperlukan dalam mengadakan perjanjian, ini berarti kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak dalam hal ini si pemilik hunian villa dengan orang asing yang akan menyewa villa,

22

Yohanes Sogar Simamora, 2009, Hukum Perjanjian Prinsip Hukum Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Pemerintah, Laksbang Pressindo, Surabaya, hal.12

(46)

35

masing-masing tidak mendapat tekanan yang mengakibatkan adanya cacat dalam mewujudkan kehendaknya. Pemilik villa harus secara sadar dan dengan keinginannya sendiri tanpa adanya tekanan untuk bersedia menyewakan villanya kepada orang asing yang akan menyewa, begitupula orang asing yang akan menyewa villa harus tanpa adanya paksaan dalam menentukan keinginan atau pilihan di dalam menyewa villa. Menurut Subekti kedua belah pihak dalam suatu perjanjian mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan. Mengenai pernyataan ini dapat dilakukan secara tegas dan secara diam-diam. Secara diam-diam umumnya dalam sewa menyewa villa yang dilakukan hanya berdasarkan penyerahan uang kemudian konsumen dalam hal ini orang asing ataupun wisatawan lokal akan langsung menempati hunian atau villa yang disewa tanpa membuat surat perjanjian atau menandatangai perjanjian terlebih dahulu, hal inilah maka secara diam-diam telah terjadi suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban kepada kedua belah pihak , yaitu pihak penyewa dalam hal ini adalah orang asing yang membayar uang sewa sesuai kesepakatan serta pemilik villa yang menyerahkan villanya untuk dihuni atau ditinggali oleh orang yang menyewa. Sedangka menurut Badrulzaman, pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui oleh kedua belah pihak. Pihak yang menawarkan dalam hal ini pemilik villa disebut tawaran (offerte) dan pihak yang menerima tawaran yakni orang asing yang menyewa villa dinamakan akseptasi (acceptatie). Mengingat kesepakatan harus diberikan secara bebas (sukarela), maka KUHPerdata

(47)

36

menyebutkan ada tiga sebab kesepakatan tidak diberikan secara sukarela yaitu karena adanya unsur paksaan, kekhilafan (dwaling) dan penipuan (bedrog). Hal ini diatur dalam Pasal 1321 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa :

“Tiada sepakat yang sah apabila sepakat ini diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”.

Kekhilafan menyangkut hal-hal pokok dari yang dijanjikan yaitu mengenai objeknya, contoh misal dijanjikan view atau pemandangan disekitar villa adalah persawahan yang indah namun kenyataannya tidak demikian atau juga villa dijanjikan selalu dijaga kebersihannya dengan disediakan petugas kebersihan yang senantiasa membersihakan areal villa namun kenyataannya tidak adanya jasa kebersihan sesuai yang ditawarkan. Maka kekhilafan mengenai barang atau benda dinamakan eror in substantia sedangkan kekhilafan mengenai orangnya dinamakan error in persona. Kemudian mengenai paksaan, maka si pemilik villa dalam hal ini tidak diacam oleh orang yang menyewa untuk memberikan villanya untuk dihuni atau begitu pula sebaliknya bahwa penyewa yaitu orang asing tidak ditakut-takuti agar mau menyewa villa dari si pemilik. Selanjutnya dalam hal penipuan (bedrog) dinyatakan dalam Pasal 1328 KUHPerdata : “Merupakan suatu alasan untuk membatalkan suatu persetujuan, apabila tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak, adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan tidak dipersangkakan tetapi harus dibuktikan”.

Dalam praktik suatu perbuatan bohong disyaratkan paling sedikit harus ada rangkaian perbuatan yang dinamakan tipu muslihat.

(48)

37

Orang-orang atau pihak-pihak dalam hal perjanjian sewa menyewa villa ini yaitu pemilik villa dan orang asing penyewa villa haruslah cakap menurut hukum, hal ini ditegaskan dalam Pasal 1329 KUHPerdata berikut ini

“Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap”.

Undang-undang yang dimaksud menyatakan tidak cakap itu adalah Pasal 1330 KUHPerdata, yakni orang-orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh dibawah pengampuan, orang–orang perempuan dalam hal inilah yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertentu. Mengenai orang-orang yang belum dewasa kriterianya ditentukan oleh Pasal 330 KUHPerdata yaitu

“belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan sebelumnya belum kawin”.

Bila perkawainan mereka putus atau cerai sebelum umur dua puluh satu tahun maka mereka akan kembali dalam status belum dewasa. Dengan demikian dikeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan maka di Indonesia menjadi jelas ukuran seseorang dewasa seperti yang disebutkan dalam Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang itu, yaitu :

“Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua berada dibawah kekuasaan wali”.

Lalu mereka yang dibawah pengampuan Pasal 433 KUHPerdata menyatakan bahwa :

Referensi

Dokumen terkait

However, the purpose of this study are: 1) To know the implementation of Adz-Dzikru Method in inproving the Qur‟an reading skill of the students at Darul

Model Adaptasi Wujud Visual Wayang Analisis yang telah dilakukan pada tokoh Cakil, Bima, Gatotkaca, Arjuna, Abimanyu, Sinta, Anoman, dan Petruk merupakan langkah awal

sel surya ialah bahan semikonduktor yang dilihat dari segi harga relatif mahal. Bahan pembangkit energi yang tersedia di alam masih banyak dan bila dilihat dari segi harga

Setelah dilakukan perancangan dan simulasi dapat ditarik kesimpulan bahwa pada pengukuran pengaruh HTL dan ETL terhadap struktur blue OLED menggunakan BFE sebagai

Dibandingkan dengan bentuk sediaan lain, sediaan tablet mempunyai keuntungan, antara lain : Volume sediaan cukup kecil dan wujudnya padat (merupakan bentuk sediaan oral yang paling

Majelis Jemaat dan seluruh warga Jemaat GPIB Bukit Benuas Balikpapan mengucapkan Selamat hari Kelahiran dan Hari Perkawinan bagi warga Jemaat ―Bukit Benuas,‖

Berdasarkan putusan majelis hakim di Pengadilan Militer (DILMIL) II-09 Bandung Nomor 63-K/PM.II-09/AD/III/2013 Tahun 2013 mengenai dijatuhkannya hukuman pidana mati

Baik artritis rheumatoid dan artritis tuberkulosis mungkin tidak hanya memiliki manifestasi klinis yang serupa, namun juga temuan radiografi serupa, seperti