• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Perubahan Mutu Fisik Mentimun (Cucumis Sativus L.) Selama Transportasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Perubahan Mutu Fisik Mentimun (Cucumis Sativus L.) Selama Transportasi"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH BERBAGAI JENIS KEMASAN DAN SUHU

PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN MUTU FISIK MENTIMUN (Cucumis sativus L.) SELAMA TRANSPORTASI

Oleh :

ERY SUCIARI KUSUMAH F14102081

2007

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

Ery Suciari Kusumah. F14102081. Pengaruh berbagai jenis kemasan dan suhu penyimpanan terhadap perubahan mutu fisik mentimun (Cucumis sativus l.) selama transportasi. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr. 2007

RINGKASAN

Kehilangan kualitas produk pertanian selama transportasi oleh getaran dan goncangan menyebabkan kerugian cukup berarti bagi pelaku bisnis holtikultura. Pengemasan yang sesuai akan dapat melindungi produk dari kerusakan fisik dan kimia serta dapat diarahkan agar penangannya menjadi lebih mudah dan efisien.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis kemasan yang paling sesuai untuk buah mentimun selama transportasi dan dilanjutkan menentukan suhu optimalnya selama penyimpanan.

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah buah mentimun, kemasan peti kayu, kardus karton, kantong plastik, dan karung jaring. Peralatan yang akan digunakan meja getar dengan kompresor., timbangan metler, Continous Gas Analyzer, Portable Oxygen Tester, Rheometer, Chromameter tipe, dan ruang pendingin bersuhu 5ºC, 10ºC dan 30ºC.

Buah mentimun dalam 4 kemasan yang berbeda (peti kayu, kardus karton, plastik, karung jarring)diletakkan diatas meja getar selama 3 (setara dengan 516.53 km pada jalan luar kota) kemudian disimpan pada suhu yang berbeda (Suhu 5°C, 10°C , dan suhu ruang) dan dilakukan pengamatan parameter mutu fisik (kerusakan mekanis, susut bobot,kekerasan, warna, dan organoleptik)

Tingkat kerusakan mekanis tertinggi setelah transportasi dialami oleh mentimun dalam peti kayu sebesar 40.915%. Terendah dalam kemasan kantong kardus sebesar 26.10 %. Susut bobot tertinggi dialami oleh mentimun dengan suhu penyimpanan 30oC, terendah dialami pada suhu 5oC. Kekerasan terendah pada penyimpanan suhu 30 oC, Tingkat kecerahan (nilai warna L) dan kekuningan (nilai warna b) buah mentimun mengalami penurunan, sedangkan tingkat kehijauan (nilai warna a) mengalami kenaikan Laju respirasi CO2 minimum dialami oleh mentimun dalam kemasan kardus yang disimpan pada suhu 5oC sebesar 9.21 ml/kg jam sedangkan laju respirasi O2 sebesar 7.39 ml/ kg jam. Pengamatan terhadap uji organoleptik terhadap penerimaan umum, kekerasan dan rasa dapat dilihat bahwa panelis memberikan nilai penurunan paling cepat pada suhu penyimpanan ruang (30oC). Dengan kemasan kardus penurunan paling lambat dan kemasan peti kayu paling cepat. Kemasan kardus karton kemasan yang paling baik untuk kemasan pengangkutan buah mentimun untuk perjalanan jarak jauh. Dan suhu penyimpanan 10oC paling baik untuk menyimpan mentimun.

(3)

PENGARUH BERBAGAI JENIS KEMASAN DAN SUHU

PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN MUTU FISIK MENTIMUN (Cucumis sativus L.) SELAMA TRANSPORTASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ERY SUCIARI KUSUMAH F14102081

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGARUH BERBAGAI JENIS KEMASAN DAN SUHU

PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN MUTU FISIK MENTIMUN (Cucumis sativus L.) SELAMA TRANSPORTASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ERY SUCIARI KUSUMAH F14102081

Dilahirkan pada tanggal 3 Juli 1984 di Jakarta

Tanggal lulus : Januari 2007 Menyetujui :

Bogor, Februari 2007

Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr Dosen Pembimbing

Mengetahui

Dr. Ir. Wawan Hermawan , MS Ketua Departemen

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Ery Suciari Kusumah dan dilahirkan di Jakarta tanggal 3 Juli 1984. Penulis adalah putra dari pasangan Drs. Nasiri Chaerudin dan Kustini SPd. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Penulis menamatkan pendidikan di SDN Malaka Sari 05 Jakarta pada tahun 1996, SMP Negeri 139 Jakarta pada tahun 1999, dan SMU Negeri 44 Jakarta pada tahun 2002.

Pada tahun 2002, penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Insititut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Semasa kuliah, penulis aktif sebagai pengurus HIMATETA sebagai Ka. Sie Departemen Minat dan Bakat (2004-2005) dan mengikuti berbagai kepanitiaan yang diadakan oleh mahasiswa. Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Lapang dengan judul “Mempelajari Aspek Keteknikan Pertanian Pada Proses Produksi Serbuk Minuman Kopi Mix Miwon di PT Jico Agung Jakarta”

(6)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saluran distribusi produk pertanian khususnya sayuran dan buah - buahan memiliki rantai yang panjang sehingga akan sangat mempengaruhi mutu komoditas pada saat sampai ditujuan karena sifat dari produk pertanian yang mudah rusak. Ada tiga tahap utama jalur transportasi produk pertanian, yaitu : 1) Dari lahan ke packing house, 2) dari packing house ke pasar dan 3) dari pasar ke konsumen.

Kesalahan dalam pengangkutan atau transportasi produk sayuran pada lingkungan tropis seperti Indonesia menimbulkan kerugian yang cukup besar, yang disebabkan antara lain : kerusakan fisiologis, kerusakan fisik karena pemuatan dan pembongkaran yang kurang hati - hati, penggunaan wadah pengangkutan yang kurang memadai dan terjadinya keterlambatan pada jalur pengangkutan. Kerusakan mekanis pada buah-buahan dan sayur-sayuran dapat terjadi pada saat pemetikan, sortasi, dan pengangkutan. Kerusakan mekanis selama pengangkutan dapat disebabkan oleh getaran atau goncangan karena tumpukan dalam kemasan.

Sayuran setelah dipanen masih tetap mengalami proses hidup dalam arti masih berlangsung respirasi, menyerap oksigen (O2) serta memproduksi CO2 dan gas ethylene. Respirasi sangat besar pengaruhnya terhadap tingkat kesegaran, sehingga akan menyebabkan penurunan kualitas sayuran. Menurut Wills et.al (1981) masalah pascapanen di negara - negara berkembang butuh penanganan yang lebih baik. Hingga kini kehilangan hasil pertanian sangat besar akibat penanganan pascapanen yang buruk, dimana angkanya mencapai 25 - 80 persen untuk buah - buahan dan sayuran sedangkan untuk serealia seperti padi mencapai 30 - 35 persen.

(7)

kerusakan fisik karena pemuatan dan pembongkaran yang kurang hati-hati, penggunaan wadah pengangkutan yang tidak sesuai, kondisi pengangkutan yang kurang memadai, dan terjadinya keterlambatan pada jalur pengangkutan (Anwar, 2005).

Diantara berbagai jenis sayuran, mentimun adalah salah satu sayuran buah yang banyak dikonsumsi segar oleh masyarakat Indonesia. Pada umumnya mentimun disajikan dalam bentuk olahan segar seperti acar asinan, salad dan lalap. Mentimun dapat pula dikonsumsi sebagai minuman segar berupa jus. Jus mentimun yang dapat diminum secara rutin setiap 2 hari sekali berkhasiat untuk menghaluskan kulit, menjaga kerusakan kulit dari sengatan sinar matahari, dan dapat menurunkan panas dalam. Bahkan, mentimun yang dikukus dan disimpan sehari semalam lalu dimakan langsung akan berkhasiat mengurangi sakit tenggorokan dan batuk - batuk. Mentimun dapat juga digunakan sebagai bahan baku kosmetika untuk dijadikan cleansing cream (pencuci kulit muka) dan lulur.

Nilai gizi mentimun cukup baik karena sayuran buah ini merupakan sumber mineral dan vitamin Dengan bertambahnya jumlah penduduk, adanya kesadaran masyarakat akan gizi yang dikandung oleh buah mentimun, serta semakin membaiknya tingkat pendapatan masyarakat, maka permintaan akan buah mentimun mengalami peningkatan. Keadaan tersebut harus diikuti dengan peningkatan kualitas buah mentimun, peningkatan produksi, serta pengembangan usaha tani buah mentimun yang mengarah pada kesejahteraan petani dan peningkatan pendapatan.

(8)

selama distribusi, melindungi dari kehilangan air yang besar, serta mempermudah penanganan selama pengangkutan dan penyimpanan.

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian penelitian ini adalah untuk :

1. Mempelajari pengaruh berbagai jenis kemasan (peti kayu, kardus karton, plastik, karung jaring) terhadap laju penurunan parameter mutu fisik dan laju repirasi buah mentimun.

2. Mempelajari pengaruh berbagai suhu penyimpanan (Suhu 5°C, 10°C , dan suhu ruang) terhadap laju penurunan parameter mutu fisik dan laju repirasi buah mentimun.

(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Mentimun

Mentimun berasal dari bagian utara India kemudian masuk ke wilayah mediteranian, yaitu Cina. Pada tahun 1882, de Condolle memasukkan tanaman ni ke dalam daftar tanaman asli India. Pada akhirnya, tanaman ini menyebar ke seluruh dunia, terutama di daerah tropika. Di Cina, mentimun baru dikenal 2 abad SM. Jenis mentimun tersebut yaitu sejenis mentimun liar yang dikenal dengan nama ilmiah Cucumis hardwichini Royle.

Menurut ilmu tumbuh-tumbuhan (botani), mentimun diklasifikasikan ke dalam golongan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (Berbiji tertutup) Kelas : Dicotylodenae (Biji berkeping satu) Ordo : Cucurbitales

Famili : Cucurbitaceae Genus : Cucumis Spesies : Cucumis Sativus L.

Berdasarkan klasifikasi botani tersebut, tanaman mentimun masih sekeluarga dengan pare (Cucumis anguria L.), melon (Cucumis melo L.), zucchini (Cucumis hardwickii L.), oyong (Cucumis longifes L.).

Berdasarkan keadaan kulit buahnya, buah mentimun digolongkan menjadi 2 kelompok sebagai berikut, yaitu :

1. Mentimun dengan kulit buah berbintik - bintik terutama pada pangkal buahnya. Berikut ini beberapa jenis mentimun yang masuk dalam kelompok ini :

a.Mentimun biasa : berkulit tipis dan lunak. Buah muda ini berwarna putih kehijau - hijauan. Termasuk di dalam golongan ini adalah mentimun jepang. Jenis mentimun ini banyak ditanam petani.

b.Mentimun watang : berkulit tebal dan agak keras.

(10)

2. Mentimun krai yang berkulit halus, tidak berbintil - bintil, warna buah hijau kekuning - kuningan, dan bergaris putih. Dalam kelompok ini terdapat dua jenis mentimun.

a. Krai besar : ukuran buahnya besar seperti mentimun.

b. Mentimun suri atau bonteng suri : ukuran buahnya besar sekali, berbentuk lonjong, harum, dan rasanya empuk.

Nilai gizi mentimun cukup baik karena sayuran buah ini merupakan sumber mineral dan vitamin. Kandungan gizi dan komposisi gizi buah mentimun dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan dan Komposisi Gizi Buah Mentimun Tiap 100 Gram Bahan (Sumpena, 2002)

Kandungan Gizi Kadar

Energi (kal) 15,00

Protein (gr) 0,80

Pati (gr) 0,10

Karbohidrat (gr) 3,00

Fosfor (mg) 30,00

Zat besi (mg) 0,50

Thianine (mg) 0,02 Riboflavin (mg) 0,01 Vitamin A (S.I) 0,45 Vitamin B1 (mg) 0,30 Vitamin B2 (mg) 0,20

Asam (mg) 14,00

B. Pengemasan

(11)

SKRIPSI

PENGARUH BERBAGAI JENIS KEMASAN DAN SUHU

PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN MUTU FISIK MENTIMUN (Cucumis sativus L.) SELAMA TRANSPORTASI

Oleh :

ERY SUCIARI KUSUMAH F14102081

2007

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(12)

Ery Suciari Kusumah. F14102081. Pengaruh berbagai jenis kemasan dan suhu penyimpanan terhadap perubahan mutu fisik mentimun (Cucumis sativus l.) selama transportasi. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr. 2007

RINGKASAN

Kehilangan kualitas produk pertanian selama transportasi oleh getaran dan goncangan menyebabkan kerugian cukup berarti bagi pelaku bisnis holtikultura. Pengemasan yang sesuai akan dapat melindungi produk dari kerusakan fisik dan kimia serta dapat diarahkan agar penangannya menjadi lebih mudah dan efisien.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis kemasan yang paling sesuai untuk buah mentimun selama transportasi dan dilanjutkan menentukan suhu optimalnya selama penyimpanan.

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah buah mentimun, kemasan peti kayu, kardus karton, kantong plastik, dan karung jaring. Peralatan yang akan digunakan meja getar dengan kompresor., timbangan metler, Continous Gas Analyzer, Portable Oxygen Tester, Rheometer, Chromameter tipe, dan ruang pendingin bersuhu 5ºC, 10ºC dan 30ºC.

Buah mentimun dalam 4 kemasan yang berbeda (peti kayu, kardus karton, plastik, karung jarring)diletakkan diatas meja getar selama 3 (setara dengan 516.53 km pada jalan luar kota) kemudian disimpan pada suhu yang berbeda (Suhu 5°C, 10°C , dan suhu ruang) dan dilakukan pengamatan parameter mutu fisik (kerusakan mekanis, susut bobot,kekerasan, warna, dan organoleptik)

Tingkat kerusakan mekanis tertinggi setelah transportasi dialami oleh mentimun dalam peti kayu sebesar 40.915%. Terendah dalam kemasan kantong kardus sebesar 26.10 %. Susut bobot tertinggi dialami oleh mentimun dengan suhu penyimpanan 30oC, terendah dialami pada suhu 5oC. Kekerasan terendah pada penyimpanan suhu 30 oC, Tingkat kecerahan (nilai warna L) dan kekuningan (nilai warna b) buah mentimun mengalami penurunan, sedangkan tingkat kehijauan (nilai warna a) mengalami kenaikan Laju respirasi CO2 minimum dialami oleh mentimun dalam kemasan kardus yang disimpan pada suhu 5oC sebesar 9.21 ml/kg jam sedangkan laju respirasi O2 sebesar 7.39 ml/ kg jam. Pengamatan terhadap uji organoleptik terhadap penerimaan umum, kekerasan dan rasa dapat dilihat bahwa panelis memberikan nilai penurunan paling cepat pada suhu penyimpanan ruang (30oC). Dengan kemasan kardus penurunan paling lambat dan kemasan peti kayu paling cepat. Kemasan kardus karton kemasan yang paling baik untuk kemasan pengangkutan buah mentimun untuk perjalanan jarak jauh. Dan suhu penyimpanan 10oC paling baik untuk menyimpan mentimun.

(13)

PENGARUH BERBAGAI JENIS KEMASAN DAN SUHU

PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN MUTU FISIK MENTIMUN (Cucumis sativus L.) SELAMA TRANSPORTASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ERY SUCIARI KUSUMAH F14102081

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGARUH BERBAGAI JENIS KEMASAN DAN SUHU

PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN MUTU FISIK MENTIMUN (Cucumis sativus L.) SELAMA TRANSPORTASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ERY SUCIARI KUSUMAH F14102081

Dilahirkan pada tanggal 3 Juli 1984 di Jakarta

Tanggal lulus : Januari 2007 Menyetujui :

Bogor, Februari 2007

Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr Dosen Pembimbing

Mengetahui

Dr. Ir. Wawan Hermawan , MS Ketua Departemen

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Ery Suciari Kusumah dan dilahirkan di Jakarta tanggal 3 Juli 1984. Penulis adalah putra dari pasangan Drs. Nasiri Chaerudin dan Kustini SPd. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Penulis menamatkan pendidikan di SDN Malaka Sari 05 Jakarta pada tahun 1996, SMP Negeri 139 Jakarta pada tahun 1999, dan SMU Negeri 44 Jakarta pada tahun 2002.

Pada tahun 2002, penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Insititut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Semasa kuliah, penulis aktif sebagai pengurus HIMATETA sebagai Ka. Sie Departemen Minat dan Bakat (2004-2005) dan mengikuti berbagai kepanitiaan yang diadakan oleh mahasiswa. Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Lapang dengan judul “Mempelajari Aspek Keteknikan Pertanian Pada Proses Produksi Serbuk Minuman Kopi Mix Miwon di PT Jico Agung Jakarta”

(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saluran distribusi produk pertanian khususnya sayuran dan buah - buahan memiliki rantai yang panjang sehingga akan sangat mempengaruhi mutu komoditas pada saat sampai ditujuan karena sifat dari produk pertanian yang mudah rusak. Ada tiga tahap utama jalur transportasi produk pertanian, yaitu : 1) Dari lahan ke packing house, 2) dari packing house ke pasar dan 3) dari pasar ke konsumen.

Kesalahan dalam pengangkutan atau transportasi produk sayuran pada lingkungan tropis seperti Indonesia menimbulkan kerugian yang cukup besar, yang disebabkan antara lain : kerusakan fisiologis, kerusakan fisik karena pemuatan dan pembongkaran yang kurang hati - hati, penggunaan wadah pengangkutan yang kurang memadai dan terjadinya keterlambatan pada jalur pengangkutan. Kerusakan mekanis pada buah-buahan dan sayur-sayuran dapat terjadi pada saat pemetikan, sortasi, dan pengangkutan. Kerusakan mekanis selama pengangkutan dapat disebabkan oleh getaran atau goncangan karena tumpukan dalam kemasan.

Sayuran setelah dipanen masih tetap mengalami proses hidup dalam arti masih berlangsung respirasi, menyerap oksigen (O2) serta memproduksi CO2 dan gas ethylene. Respirasi sangat besar pengaruhnya terhadap tingkat kesegaran, sehingga akan menyebabkan penurunan kualitas sayuran. Menurut Wills et.al (1981) masalah pascapanen di negara - negara berkembang butuh penanganan yang lebih baik. Hingga kini kehilangan hasil pertanian sangat besar akibat penanganan pascapanen yang buruk, dimana angkanya mencapai 25 - 80 persen untuk buah - buahan dan sayuran sedangkan untuk serealia seperti padi mencapai 30 - 35 persen.

(17)

kerusakan fisik karena pemuatan dan pembongkaran yang kurang hati-hati, penggunaan wadah pengangkutan yang tidak sesuai, kondisi pengangkutan yang kurang memadai, dan terjadinya keterlambatan pada jalur pengangkutan (Anwar, 2005).

Diantara berbagai jenis sayuran, mentimun adalah salah satu sayuran buah yang banyak dikonsumsi segar oleh masyarakat Indonesia. Pada umumnya mentimun disajikan dalam bentuk olahan segar seperti acar asinan, salad dan lalap. Mentimun dapat pula dikonsumsi sebagai minuman segar berupa jus. Jus mentimun yang dapat diminum secara rutin setiap 2 hari sekali berkhasiat untuk menghaluskan kulit, menjaga kerusakan kulit dari sengatan sinar matahari, dan dapat menurunkan panas dalam. Bahkan, mentimun yang dikukus dan disimpan sehari semalam lalu dimakan langsung akan berkhasiat mengurangi sakit tenggorokan dan batuk - batuk. Mentimun dapat juga digunakan sebagai bahan baku kosmetika untuk dijadikan cleansing cream (pencuci kulit muka) dan lulur.

Nilai gizi mentimun cukup baik karena sayuran buah ini merupakan sumber mineral dan vitamin Dengan bertambahnya jumlah penduduk, adanya kesadaran masyarakat akan gizi yang dikandung oleh buah mentimun, serta semakin membaiknya tingkat pendapatan masyarakat, maka permintaan akan buah mentimun mengalami peningkatan. Keadaan tersebut harus diikuti dengan peningkatan kualitas buah mentimun, peningkatan produksi, serta pengembangan usaha tani buah mentimun yang mengarah pada kesejahteraan petani dan peningkatan pendapatan.

(18)

selama distribusi, melindungi dari kehilangan air yang besar, serta mempermudah penanganan selama pengangkutan dan penyimpanan.

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian penelitian ini adalah untuk :

1. Mempelajari pengaruh berbagai jenis kemasan (peti kayu, kardus karton, plastik, karung jaring) terhadap laju penurunan parameter mutu fisik dan laju repirasi buah mentimun.

2. Mempelajari pengaruh berbagai suhu penyimpanan (Suhu 5°C, 10°C , dan suhu ruang) terhadap laju penurunan parameter mutu fisik dan laju repirasi buah mentimun.

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Mentimun

Mentimun berasal dari bagian utara India kemudian masuk ke wilayah mediteranian, yaitu Cina. Pada tahun 1882, de Condolle memasukkan tanaman ni ke dalam daftar tanaman asli India. Pada akhirnya, tanaman ini menyebar ke seluruh dunia, terutama di daerah tropika. Di Cina, mentimun baru dikenal 2 abad SM. Jenis mentimun tersebut yaitu sejenis mentimun liar yang dikenal dengan nama ilmiah Cucumis hardwichini Royle.

Menurut ilmu tumbuh-tumbuhan (botani), mentimun diklasifikasikan ke dalam golongan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (Berbiji tertutup) Kelas : Dicotylodenae (Biji berkeping satu) Ordo : Cucurbitales

Famili : Cucurbitaceae Genus : Cucumis Spesies : Cucumis Sativus L.

Berdasarkan klasifikasi botani tersebut, tanaman mentimun masih sekeluarga dengan pare (Cucumis anguria L.), melon (Cucumis melo L.), zucchini (Cucumis hardwickii L.), oyong (Cucumis longifes L.).

Berdasarkan keadaan kulit buahnya, buah mentimun digolongkan menjadi 2 kelompok sebagai berikut, yaitu :

1. Mentimun dengan kulit buah berbintik - bintik terutama pada pangkal buahnya. Berikut ini beberapa jenis mentimun yang masuk dalam kelompok ini :

a.Mentimun biasa : berkulit tipis dan lunak. Buah muda ini berwarna putih kehijau - hijauan. Termasuk di dalam golongan ini adalah mentimun jepang. Jenis mentimun ini banyak ditanam petani.

b.Mentimun watang : berkulit tebal dan agak keras.

(20)

2. Mentimun krai yang berkulit halus, tidak berbintil - bintil, warna buah hijau kekuning - kuningan, dan bergaris putih. Dalam kelompok ini terdapat dua jenis mentimun.

a. Krai besar : ukuran buahnya besar seperti mentimun.

b. Mentimun suri atau bonteng suri : ukuran buahnya besar sekali, berbentuk lonjong, harum, dan rasanya empuk.

Nilai gizi mentimun cukup baik karena sayuran buah ini merupakan sumber mineral dan vitamin. Kandungan gizi dan komposisi gizi buah mentimun dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan dan Komposisi Gizi Buah Mentimun Tiap 100 Gram Bahan (Sumpena, 2002)

Kandungan Gizi Kadar

Energi (kal) 15,00

Protein (gr) 0,80

Pati (gr) 0,10

Karbohidrat (gr) 3,00

Fosfor (mg) 30,00

Zat besi (mg) 0,50

Thianine (mg) 0,02 Riboflavin (mg) 0,01 Vitamin A (S.I) 0,45 Vitamin B1 (mg) 0,30 Vitamin B2 (mg) 0,20

Asam (mg) 14,00

B. Pengemasan

(21)

untuk menunda proses kerusakan dalam jangka waktu yang diinginkan (Buckle et. al, 1987).

Pengemasan berfungsi untuk mempertahankan produk agar lebih bersih dan memberikan perlindungan terhadap kotoran dan pencemaran, melindungi bahan pangan terhadap kerusakan fisik, air, O2 dan sinar, memberi

perlindungan bagi konsumen dalam membuka wadah tersebut dan memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan pendistribusian, serta memberikan daya tarik penjualan dan pendistribusian (Buckle et. al, 1987).

Dalam bukunya Sacharow dan Griffin (1980) menyebutkan pengemasan sayuran segar adalah suatu usaha menempatkan sayuran segar ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat, dengan maksud agar mutunya tetap atau hanya mengalami sedikit penurunan, dan pada saat diterima konsumen akhir nilai pasarnya tetap tinggi. Berbagai bentuk dan bahan kemasan memberikan andil besar terhadap pemasaran sayuran segar, bila semuanya sanggup menahan kehilangan air.

Menurut Purwadaria (1998) perancangan kemasan selama pengangkutan ditujukan untuk meredam goncangan dalam perjalanan yang dapat mengakibatkan kememaran dan penurunan kekerasan hasil holtikultura. Faktor yang perlu diperhatikan meliputi kemasan, yaitu jenis, sifat, tekstur dan dimensi bahan kemasan; komoditas yang diangkut, sifat fisik, bentuk, ukuran, struktur, dan pola susunan biaya pengangkutan dibandingkan dengan harga komoditas, permintaan waktu, jarak dan keadaan jalan yang dilintasi.

(22)

Penyebab kerusakan mekanis selama pengangkutan antara lain : a. Isi kemasan terlalu penuh

Isi kemasan yang terlalu penuh menyebabkan meningkatnya kerusakan tekan atau kompresi karena adanya tambahan tekanan dan tutup kemasan. b. Isi kemasan kurang (under packing)

Isi kemasan yang kurang menyebabkan kerusakan vibrasi pada lapisan atas. Hal ini disebabkan karena adanya ruang di atas bahan sehingga selama pengangkutan bahan bagian atas akan terlempar - lempar dan saling berbenturan.

c. Kelebihan tumpukan

Tumpukan bahan yang terlalu tinggi di dalam kemasan menyebabkan tekanan yang besar pada buah lapisan bawah, sehingga meningkatkan kerusakan kompresi.

Persyaratan pengemasan yang baik adalah seperti dibawah ini : a. Sesuai dengan sifat produk yang dikemas

b. Harus terjamin sanitasi dan kebersihan kemasan

c. Mempunyai kekuatan yang cukup untuk bertahan dan resiko kerusakan selama pengangkutan dan penyimpanan.

d. Terbuat dari bahan yang kuat dan ringan.

e. Terbuat dari bahan yang murah dan mudah didapatkan.

Menurut Buckle et. al. (1987), kemasan distribusi terdiri dari tujuh tipe utama yaitu kemasan yang terdiri dri kotak kayu dan baja, peti/krat kayu atau plywood, drum dari fibreboard, drum baja dan alumunium, kantung dari tekstil dan plastik atau kertas, peti dari fibreboard yang padat dan bergelombang.

Pengemasan merupakan suatu cara untuk melindungi dan memperpanjang umur sampai produk yang dikemas. Kemasan umum dibagi dalam klasifikasi : -

a. Kemasan Transportasi 1. Kemasan Rigid (kaku)

(23)

penumpukan dapat lebih tinggi. Bisa dipakai lebih dari satu kali atau berulangkali. Contoh kemasan rigid : peti kayu dan kardus karton.

2. Kemasan fleksibel

Kemasan dengan desain fleksibel mempunyai bobot ringan dan volume produk yang terkemas dapat disesuaikan dengan keinginan konsumen. Contoh kemasan fleksibel adalah : plastik dan kantong jaring. b. Kemasan Retail

Kemasan retail merupakan desain kemasan eceran atau kemasan terakhir yang sampai pada konsumen. Contoh : kemasan botol minuman dan makanan.

C.Transportasi

Goncangan yang terjadi selama pengangkutan baik di jalan raya maupun di rel kereta api dapat mengakibatkan kememaran, susut berat dan memperpendek masa simpan. Hal ini terjadi terutama pada pengangkutan buah - buahan dan sayuran yang tidak dikemas. Meskipun kemasan dapat meredam efek goncangan, tetapi daya redamnya tergantung pada jenis kemasan serta tebal bahan kemasan, susunan komoditas di dalam kemasan dan susunan kemasan di dalam alat pengangkut (Purwadaria, 1992).

Menurut Soedibjo (1985) perlakuan yang kurang sempurna selama pengangkutan dapat mengakibatkan jumlah kerusakan yang dialami oleh komoditi pada waktu sampai ditempat tujuan mencapai lebih kurang 30 - 50%. Pada umumnya hambatan - hambatan yang menyebabkan penurunan mutu tersebut adalah kegiatan penanganan pasca panen yang tidak sempurna walaupun mutu pada waktu pemanenan sudah baik. Kegiatana penanganan pasca panen meliputi masalah tempat pengumpulan, grading/sortasi, pengemasan, pengangkutan dan pemasaran.

D. Penyimpanan Dingin

(24)

konsumen, serta selama bahan pengemasnya masih memiliki integritas serta melindungi isi kemasan;

Sampai sekarang pendinginan merupakan satu-satunya cara yang ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi buah - buahan dan sayur- sayuran. Cara - cara lain untuk pengendalian pematangan dan kerusakan, paling banyak hanya merupakan pelengkap bagi suhu yang rendah. Penyimpanan dengan cara pelapisan lilin, penggunaan kantong dan karung plastik, penggunaan sistem pengaturan komposisi O2 dan CO2 dalam wadah

tidak dapat dianjurkan terutama di negara - negara tropis, bila cara - cara tersebut tidak dikombinasikan dengan pendinginan (Pantastico, 1989).

Dengan penyimpanan mentimun akan tetap segar dalam waktu yang lama. Pada penyimpanan di tempat yang bersuhu 12°C – 14°C, mentimun akan tahan sampai 14 hari (Sumpena, 2002).

E. Laju Respirasi

Respirasi merupakan suatu proses metabolisme dengan menggunakan O2 dalam pembakaran senyawa makromolekul seperti karbohidrat, protein, dan lemak yang akan menghasilkan CO2, air dan sejumlah besar elektron-elektron. Menurut Winarno dan Kartakusumah (1981), respirasi adalah suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa yang lebih kompleks seperti pati, gula, protein, lemak dan asam organik, sehingga menghasilkan molekul sederhana seperti CO2, air serta energi dan molekul lain yang dapat digunakan oleh sel untuk reaksi sintesa.

Proses respirasi dapat dibedakan menjadi tiga tingkat, yaitu 1) pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, 2) oksidasi gula menjadi asam piruvat, dan 3) transformasi asam piruvat dan asam-asam organik lainnya menjadi CO2, energi dan air.

Secara sederhana proses respirasi dapat digambarkan dengan persamaan reaksi kimia berikut :

C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + 674 kkal energi

(25)

dalam bentuk buah atau umbi. Setiap respirasi 180 gr glukosa mengkonsumsi 190 gr O2 akan menghasilkan 264 CO2, 108 gr air dan 674 kal energi (Ryall dan Pentzer, 1982). Besar kecilnya respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, O2 yang diserap, CO2 yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan, dan energi yang timbul. Dalam praktek, jumlah air yang dilepas tidak ditentukan karena reaksi berlangsung dalam udara sebagai medium dan jumlah iar yang dihasilkan dalam reaksi sangat sedikit. Energi yang dikeluarkan juga tidak dapat ditentukan karena berbagai bentuk energi yang dihasilkan tidak dapat diukur hanya dengan menggunakan satu alat saja. Menurut Pantastico (1989), proses respirasi yang terjadi pada buah dan sayuran ditentukan dengan pengukuran laju penggunaan O2 dan laju pengeluaran CO2. Dengan pengukuran CO2 dan O2 dimungkinkan untuk mengevaluasi sifat proses respirasi.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi laju respirasi antara lain konsentrasi O2 dan CO2 serta suhu penyimpanan. Penekanan laju respirasi dapat terjadi pada konsentrasi CO2 tinggi. Bila konsentrasi CO2 dalam atmosfer simpanan bertambah, jumlah CO2 yang terlarut dalam sel atau tergabung dengan beberapa zat penyusun sel juga bertambah. Konsentrasi CO2 dan sel tinggi mengarah ke perubahan-perubahan fisiologi, misalnya penurunan reaksi-reaksi sntesis pematangan, penghambatan beberpa kegiatan enzimatik dan penghambatan sintesis klorofil serta penghilanhan warna hijau. Penyimpanan dengan suhu rendah juga dapat menekan laju respirasi. Pengaruh suhu, konsentrasi O2 dan CO2 yang sesuai dapat menghambat pematangan dan respirasi. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka akan semakin tinggi pula laju respirasi suatu bahan.

(26)

Tabel 2. Klasifikasi komoditi hortikultura berdasarkan laju respirasinya (Mitra, 1997)

Kelas Kisaran pada 5 oC (41 oF) (mg CO2/kg-jam)

Komoditi

Sangat rendah <5 Kurma, kacang-kacangan. buah kering

Rendah 5 - 10 Apel, jeruk, anggur

Sedang 10 – 20 Apricot, pisang

Tinggi 20 – 40 Strawbery, alpukat

Sangat tinggi 40 – 60 Artichoke, bunga potong

Sangat-sangat tinggi

>60 Asparagus, brokoli,

jamur, jamur, bayam, jagung manis

Proses respirasi, dimana semakin banyak oksigen yang digunakan maka akan semakin aktif. Berdasarkan aktivitas respirasi tersebut, sifat hasil tanaman dapat diklasifikasikan menjadi sifat klimaterik dan non-klimaterik.

(27)

Menurut Muchtadi dan Sugiono (1992), selama periode pra klimaterik laju respirasi rendah, selama periode klimaterik laju respirasi meningkat dengan cepat sampai maksimum dan pematangan buah dimulai. Pada pasca klimaterik laju respirasi mulai turun kembali, proses sintesa praktis terhenti dan proses-proses dekomposisi menjadi efektif dan buah mulai rusak.

F. Simulasi Transportasi Hasil Pertanian

Produk holtikultura seperti sayuran, buah - buahan dan bunga potong mudah sekali rusak setelah dipanen. Kerusakan ini akan dipercepat oleh adanya luka dan memar setelah mengalami pengangkutan dari kebun ke tempat pemasaran. Untuk memperoleh gambaran data kerusakan mekanis yang diterima produk holtikultura bila terkena goncangan, Purwadaria dkk. merancang alat simulasi pengangkutan yang disesuaikan dengan kondisi jalan dalam kota dan luar kota.

Yang menjadi dasar perbedaan jalan dalam kota dan luar kota adalah besar amplitudo yang terukur dalam suatu panjang jalan tertentu. Jalan dalam kota mempunyai amplitudo yang rendah dibanding jalan luar kota, maupun dengan jalan buruk aspal dan jalan buruk berbatu. Frekuensi alat angkut yang tinggi bukan penyebab utama kerusakan buah dalam pengangkutan, yang lebih berpengaruh terhadap kerusakan buah adalah amplitudo jalan (Darmawati, 1994).

(28)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan

Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Pertanian IPB

selama 4 bulan yaitu bulan Mei 2006 – Agustus 2006.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Peralatan yang akan digunakan antara lain meja getar dengan

kompresor rancangan Purwadaria dkk., timbangan metler untuk mengukur

susut bobot, Continous Gas Analyzer tipe IRA-107 untuk mengukur

konsentrasi CO2, Portable Oxygen Tester POT-101 untuk mengukur

konsentrasi O2 , Rheometer tipe CR-300DX untuk mengukur kekerasan

buah, Chromameter tipe CR-200 untuk mengetahui perubahan warna

buah, dan ruang pendingin bersuhu 5ºC dan 10ºC.

2. Bahan

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah buah mentimun

umur petik 45 - 50 hari. Bahan lain yang dipergunakan adalah kemasan

peti kayu, kemasan kardus karton, kemasan kantong plastik polyethylene,

dan kemasan karung jaring.

C. Metoda Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan adalah :

1. Mentimun yang baru diambil dari kebun dicuci dan diseragamkan sesuai

dengan ukuran dan warnanya. Setelah itu dilanjutkan dengan pengamatan

berat, warna, kekerasan, dan uji organoleptik.

2. Mentimun yang telah dibersihkan dan disortai kemudian disusun dan

dimasukan kedalam kemasan yaitu kemasan peti kayu (dimensi 45 cm x

32 cm x 28 cm), kemasan kardus karton (38 cm x 34 cm x 26 cm),

kemasan kantong plastik polyethylene (ukuran 20 -30kg), dan kemasan

(29)

yaitu 20kg dan penyusunan mentimun didalam kemasan dilakukan secara

acak.

3. Kemasan - kemasan tersebut kemudian diatur pada meja getar. kemasan

peti kayu disusun sebanyak 2 tumpukan, kemasan kardus karton disusun

sebanyak 2 tumpukan, kemasan kantong plastik polyethylene disusun

sebanyak 2 tumpukan, dan kemasan karung jaring disusun sebanyak 2

tumpukan (Gambar1)

4. Penggetaran dilakukan dengan waktu yang ditentukan (3 jam) sesuai

dengan kenyataan di lapangan dimana supir truk melakukan perjalanan

dari Cianjur-Jakarta. Pada arah vertikal dengan frekuensi (2.59 Hz) dan

Amplitudo (2.5 cm) yang telah ditentukan juga. Hal ini didasarkan pada

kesetaraan alat angkut simulasi truk jka menggunakan diameter reducer <

27 cm (Soedibyo, 1992). Reducer merupakan instrumen pada alat angkut

simulasi yang berbentuk seperti roda dan fungsinya untuk mengurangi

atau meningkatkan kecepatan.

5. Setelah perlakuan goncangan, mentimun dari tiap kemasan diambil sampel

secara acak untuk dilakukan pengamatan berat (susut bobot), warna,

kekerasan, dan uji organoleptik dan sebagian disimpan pada ruang

pendingin bersuhu 5ºC dan 10ºC serta suhu ruang.

6. Selama dalam penyimpanan dilakukan pengamatan kerusakan mekanis,

berat (susut bobot), warna, kekerasan, dan uji organoleptik selama 12 hari

(setiap 2 hari) dan laju respirasi

(30)

Gambar 2. Skema Penelitian Persiapan Mentimun

(Dicuci)

Pengemasan Mentimun

Kemasan Peti Kayu berat 20kg mentimun/kemasan Kemasan Kantong Plastik berat 20kg mentimun/kemasan

Kemasan Kardus Karton berat 20kg mentimun/kemasan Kemasan Karung Jaring berat 20kg mentimun/kemasan

Penyusunan di meja Getar Kemasan Peti Kayu 2 Tumpukan Kemasan Kantong Plastik 2 Tumpukan

Kemasan Kadus Karton 2 Tumpukan Kemasan Karung Jaring 2 Tumpukan

Penggetaran diatas meja getar (180 menit) frekuensi (2.59 Hz) dan

Amplitudo (2.5 cm)

Pengamatan pengaruh kemasan terhadap perubahan mutu fisik :

kerusakan mekanis, susut bobot, warna, kekerasan, organoleptik dan laju respirasi

Pengamatan pengaruh suhu penyimpanan (Suhu 5ºC, 10ºC dan

suhu ruang) kemasan terhadap perubahan mutu fisik : kerusakan mekanis, susut bobot,

(31)

D. Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap tingkat kerusakan mekanis, susut

bobot, perubahan tingkat kekerasan, warna, dan uji organoleptik.

1. Tingkat kerusakan mekanik

Pengamatan tingkat kerusakan mekanis mentimun dilakukan

setelah pengangkutan. Pengamatan dilakukan dengan cara melihat

kerusakan pecah, memar, luka dari masing-masing kemasan. Uji ini

dilakukan secara visual. Lembar pengujian yang digunakan adalah seperti

pada Tabel 3.

Tabel 3. Contoh lembar pengujian kerusakan mekanis

UJI TINGKAT KERUSAKAN MEKANIS

Persamaan yang digunakan untuk menghitung persentase

kerusakan mekanis pada mentimun tersebut adalah :

%

Klasifikasi kerusakan yang terjadi pada buah mentimun :

Luka memar

Luka memar terjadi akibat benturan produk dengan alat

pengepakan atau pengemasan. Tanda – tanda memar kurang tampak dari

luar.

Luka gores

Luka gores terjadi akibat gesekan yang terjadi antara bahan dengan

(32)

Luka pecah

Luka pecah terjadi tekanan yang terjadi dari arah vertikal maupun

horisontal bahan. Dapat terjadi juga karena goncangan pada saat

transportasi.

2. Susut bobot

Pengukuran susut bobot dilakukan berdasarkan persentase

penurunan bobot bahan sebelum pengangkutan sampai dengan setelah

pengangkutan. Persamaan yang digunakan untuk mengukur susut bobot

adalah :

% 100

% = − ×

Wo Wt Wo SusutBobot

Dimana : Wo = Bobot awal bahan (gram)

Wt = Bobot akhir bahan (gram)

Gambar 3. Timbangan mettler.

3. Uji kekerasan

Uji kekerasan dilakukan sebelum pengangkutan dan setelah

pengangkutan. Alat yang digunakan untuk pengukuran kekerasan buah

mentimun adalah penetrometer. Pengukuran dilakukan pada tiga

tempat,yaitu bagian atas, bagian tengah, dan bagian bawah. Pengukuran

(33)

Gambar 4. Rheometer.

4. Uji warna

Intensitas warna diukur dengan menggunakan chromameter

Minolta tipe CR-200. Pada chromameter ini digunakan sistem L, a, b.

Nilai L menunjukkan kecerahan, a dan b adalah koordinat kromatis. Nilai

a negatif untuk warna hijau dan nilai a positif untuk warna merah.

Sedangkan nilai b negatif untuk warna biru dan nilai b positif untuk warna

kuning.

Sebelum pengukuran terhadap sampel dilakukan, chromameter

dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan calibration plate.Standar

warna yang dipakai adalah warna hijau dengan nilai L = 73.41, a = -23.26,

dan b = 28.70. Pengujian dilakukan pada bagian buah yang mengalami

kerusakan.

(34)

Gambar 5. Chromamometer.

5. Pengukuran Laju Respirasi

Pengukuran konsentrasi O2 dan CO2 dilakukan setiap 3 jam

hari pertama, Setiap 6 jam pada hari kedua, tiap 12 jam pada hari ketiga,

24 jam pada hari selanjutnya sampai konsentrasi dalam stoples konstan.

Data yang diperoleh pada pengukuran laju respirasi berupa penambahan

konsentrasi gas O2 & CO2 selama pengamatan pada beberapa tingkatan

suhu.Laju respirasi dihitung menggunakan persamaan yang dikembangkan

oleh mannaperumma & Singh (1989)

dt

dx

x

W

V

R

=

……….. (1)

Keterangan

R : Laju respirasi (ml/kg jam)

V : Volume bebas (l)

W : Berat sampel (kg)

dt dx

: Perubahan Konsenrasi gas terhadap waktu (%)

6. Uji organoleptik

Uji organoleptik dilakukan terhadap warna kulit, warna daging,

rasa dan aroma. Pengujian dilakukan sebelum pengangkutan dan setelah

pengangkutan. Pengujian dilakukan dengan mengambil panelis sebanyak

(35)

parameter yang akan dianalisa. Penilaian berdasarkan kriteria suka dan

tidak suka. Skala nilai yang digunakan adalah :

1 = Sangat tidak suka

Kesetaraan simulasi pengangkutan yang dilakukan dengan

menggunakan meja getar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan-

persamaan di bawah ini :

T =

Luas satu siklus getaran vibrator =

T

A

0

sin WT dT

Berdasarkan konversi angkutan truk selama 30 menit 30 km pada Lampiran 1,

maka simulasi pengangkutan dengan truk selama satu jam di jalan luar kota

(36)

F. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor dan dua kali ulangan.

Faktor-faktor tersebut antara lain :

A. Cara Pengemasan

A1 = kemasan peti kayu

A2 = kemasan kardus karton

A3 = kemasan kantong plastik

A4 = kemasan karung jaring

B. Suhu Penyimpanan

B1 = 5ºC

B2 = 10ºC

B3 = 30ºC (Suhu Ruang)

Model umum dari rancangan percobaan ini adalah :

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + Єijk

dimana :

Yijk = pengamatan pada perlakuan A ke-i dan B ke-j

µ = nilai rata-rata harapan

Ai = perlakuan A ke-i

Bj = perlakuan B ke-j

(AB)ij = interaksi A ke-i dan B ke-j

Єijk = pengaruh galat percobaan dari perlakuan A ke-i, B ke-j, pada

ulangan ke-k

dengan : i = 1,2

j = 1,2

Data-data pengamatan dianalisis dengan menggunakan Tabel sidik

ragam untuk mengetahui pengaruh dan interaksinya dan menggunakan uji

(37)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengemasan Mentimun

Berikut adalah data buah mentimun dan kemasan yang digunakan dalam simulasi pengangkutan.

a. Data buah mentimun :

Berat individu buah = 250 gram Diameter panjang = 15 - 20 cm Diameter lebar = 3 - 5 cm b. Data kemasan peti kayu :

Dimensi = 45 cm x 32 cm x 28 cm Jenis = Tipe Krat

Berat = 3 - 4 kg c. Data kemasan kardus karton :

Dimensi = 38 cm x 34 cm x 26 cm Jenis = Kotak karton bergelombang Berat = 0.5 - 1 kg

d. Data kemasan kantong jaring : Ukuran = 20 - 30 kg e. Data kemasan kantong plastik :

Ukuran = 20 - 30 kg

Jenis = plastik polyethylene

(38)

Gambar 6. Penyusunan buah mentimun dalam kemasan peti kayu (dimensi 45 cm x 32 cm x 28 cm)

Gambar 7. Penyusunan buah mentimun dalam kemasan kardus karton (dimensi 38 cm x 34 cm x 26 cm)

(39)

Gambar 9. Penyusunan buah mentimun dalam kemasan kantong plastik

B. Tingkat Kerusakan Mekanis

Data rata - rata tingkat kerusakan mekanis mentimun pada tiap kemasan setelah penggetaran dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Data rata - rata tingkat kerusakan mekanis mentimun setelah transportasi

Jenis Kemasan dan Bahan

Pengisi

Jumlah Rusak (butir)

Jumlah Tidak Rusak (butir)

Total Sampel di Dalam Satu

Kemasan (butir)

Kerusakan mekanis

(%)

Peti Kayu 52,5 76 128,5 40.915a

Kardus Karton 39 110,5 149,5 26.100b Kantong Jaring 58,5 88 146,5 40.180a Kantong Plastik 57 102 159 36.110c

Kerusakan mekanis dapat terjadi karena adanya benturan antara bahan dengan bahan, benturan antara bahan dengan wadah atau kemasan, gesekan dan himpitan. Menurut Pantastico (1989) cacat mekanik dapat terjadi pada waktu pengangkutan dan kememaran yang ditimbulkan mengganggu reaksi - reaksi biokimia normal sehingga mengakibatkan perubahan warna, bau dan rasa yang tidak diinginkan, dan pembusukan yang cepat.

(40)

kemasan, luka gores terjadi akibat gesekan, dan luka pecah akibat dari tekanan dan goncangan. Setiap buah mentimun yang termasuk dalam deskripsi tersebut dimasukkan dalam kategori mentimun rusak.

Pada analisis ragam (Lampiran 3) dan hasil uji lanjut pada Lampiran 4 terlihat bahwa jenis kemasan berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan mekanis buah mentimun. Dari Lampiran 4 dapat diketahui bahwa kemasan peti kayu memiliki tingkat kerusakan mekanis tertinggi, yaitu sebesar 40.92%. Sedangkan kemasan kardus karton memiliki tingkat kerusakan terendah sebesar 26.10%. Pada kemasan karung jaring dan karung plastik mempunyai kerusakan sebesar 40.18% dan 36.11% setelah penggetaran. Tingginya kerusakan mekanis dapat merugikan secara ekonomis, karena jumlah komoditas yang dibuang atau rusak akan semakin banyak dan komoditas yang bisa dijual pun semakin berkurang. Parameter yang menyatakan bahwa buah mentimun mengalami kerusakan mekanis adalah terdapatnya luka memar dan luka gores pada kulit buah mentimun seperti pada Gambar 10.

(41)

Pada kemasan peti kayu, buah mentimun mengalami benturan terhadap kemasan dan antar buah itu sendiri. Kemasan peti kayu yang keras bersifat kaku (rigid) dan tajam menyebabkan buah mengalami luka mekanis berupa goresan dan luka pecah, kondisi permukaan kemasan pada peti kayu juga dalam keadaan tidak halus atau kasar sehingga menyebabkan terjadi kerusakan pada permukaan kulit buah mentimun yang rentan terhadap kerusakan. Selain itu, tingginya susunan vertikal dalam kemasan menyebabkan buah mentimun yang berada pada lapisan paling bawah menahan beban buah mentimun yang berada di atasnya, sehingga buah mentimun yang berada di lapisan bawah lebih banyak mengalami luka memar.

Sedangkan tingkat kerusakan mekanis pada kemasan kardus lebih rendah daripada kemasan peti kayu, kantong jaring dan kantong plastik. Kemampuan menahan goncangan dan getaran menyebabkan tingkat kerusakan mekanis relatif lebih rendah. Kerusakan banyak terjadi karena luka gores antara buah mentimun. Pantastico (1989) menjelaskan bahwa wadah - wadah yang dipakai dalam kegiatan distribusi haruslah cukup untuk menahan penumpukan dan dampak pemuatan dan pembongkaran tanpa menimbulkan kememaran pada barang barang yang lunak. Kardus karton bergelombang mempunyai kelebihan diantaranya bobot ringan dan harga murah serta mempunyai permukaan yang halus berguna untuk mengurangi terjadi kerusakan akibta gesekan kemasan dengan bahan, tetapi memiliki kelemahan dintaranya menyerap lembab yang menyebabkan kehilangan kekuatannya.

C. Susut Bobot

(42)

jenis perlakuan kemasan berpengaruh nyata pada h0 sedangkan seterusnya tidak berpengaruh nyata. Interaksi antara suhu dan jenis perlakuan kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap susut bobot buah mentimun. Grafik perubahan susut bobot mentimun yang terjadi selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 11,12 dan 13.

0

Gambar 11. Perubahan susut bobot mentimun selama penyimpanan pada suhu 5oC.

(43)

0

Gambar 13. Perubahan susut bobot mentimun selama penyimpanan pada suhu 30oC.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa susut bobot mentimun pada suhu 5oC lebih tinggi daripada suhu 10oC. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan kelembapan relatif pada ruang simpan. Menurut Ryall dan Pentzer(1982), faktor yang mempengaruhi susut bobot salah satunya adalah kelebaban udara relatif (RH) pada ruang simpan, apabila ruang simpan memiliki RH yang tinggi maka susut bobot yang dialami akan lebih rendah. Dari hasil pengukuran RH pada lemari pendingin bersuhu 5oC mempunyai kisaran RH antara 80 - 90 %, sedangkan RH pada lemari pendingin bersuhu 10oC mempunyai kisaran RH antara 90 - 98 %. Meskipun kelembaban yang rendah dapat mengakibatkan penyusutan yang berlebihan, pengkeriputan dan kerusakan kulit (Pantastico, 1989).

D. Kekerasan

(44)

0

Gambar 14. Perubahan kekerasan mentimun selama penyimpanan pada suhu 5oC.

Gambar 15. Perubahan kekerasan mentimun selama penyimpanan pada suhu 10oC.

(45)

Pengukuran uji kekerasan dilakukan sebagai salah satu indikasi terjadinya kerusakan pada buah mentimun, dimana semakin kecil nilai tekan mentimun maka akan semakin rusak mentimun tersebut. Kekerasan terendah pada penyimpanan suhu 30 oC, sedangkan kekerasan pada penyimpanan suhu 5oC lebih rendah daripada suhu 10oC, hal ini disebabkan susut bobot pada penyimpanan suhu 5oC lebih tinggi dibandingkan dengan penyimpanan suhu 10oC Menurut Pantastico (1986) ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif pada vakuola, permebilitas protoplasma, dan elastisitas dinding sel. Buah-buahan akan kehilangan airnya karena proses transpirasi dan respirasi setelah pemanenan, sehingga tekanan turgornya menjadi semakin kecil dan menyebabkan komoditi tersebut menjadi lunak. Air sel yang menguap membuat sel menciut sehingga ruangan antar sel menyatu dan zat pektin menjadi saling berikatan.

E. Warna

Warna merupakan salah satu parameter mutu yang pertama dilihat oleh konsumen karena dapat dilihat langsung secara visual. Warna juga merupakan faktor pertama yang menentukan konsumen untuk mempertimbangkan rasa dan aromanya. Warna dapat dinilai secara visual oleh mata, tetapi hasil pengukuran tersebut bersifat subjektif. Oleh karena itu diperlukan instrumen agar diperoleh hasil pengukuran warna yang objektif.

Pengukuran warna mentimun setelah penggetaran dan penyimpanan dapat dilihat dari tingkat kecerahan (nilai L), tingkat kehijauan (nilai a), dan tingkat kekuningan (nilai b).

1. Nilai L

(46)

warna L buah mentimun selama penyimpanan yang disajikan pada Gambar 17, 18 dan 19.

Gambar 17. Perubahan warna (nilai L) mentimun selama penyimpanan pada suhu 5oC.

(47)

0 10 20 30 40 50 60 70 80

h0 h2 h4 h6 h8 h10 h12

Lam a Penyim panan (Hari)

N

ilai w

a

rn

a

L

Peti Kardus Jaring Plastik

Gambar 19. Perubahan warna (nilai L) mentimun selama penyimpanan pada suhu 30oC.

Berdasarkan Gambar 17, 18 dan 19 dapat diketahui bahwa tingkat kecerahan buah mentimun rata-rata semakin menurun dari warna hijau keputihan (warna cerah) menjadi hijau kecoklatan (warna gelap). menunjukkan bahwa buah mentimun semakin mengalami kerusakan selama penyimpanan.

2. Nilai a

(48)

Gambar 20. Perubahan warna (nilai a) mentimun selama penyimpanan pada suhu

Gambar 21. Perubahan warna (nilai a) mentimun selama penyimpanan pada suhu 10oC.

Gambar 22. Perubahan warna (nilai a) mentimun selama penyimpanan pada suhu

(49)

3. Nilai b

Nilai b menyatakan tingkat kekuningan dimana nilai positif (+) menyatakan warna kuning dan nilai negatif (-) menyatakan warna biru. Pada analisis ragam (Lampiran 17) dan hasil uji lanjut pada Lampiran 18 dan Lampiran 19 terlihat bahwa jenis kemasan dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap nilai warna b selama masa penyimpanan. Sedangkan suhu penyimpanan pada h8 berpengaruh nyata terhadap nilai warna b selama masa penyimpananada suhu 5oC.dan 10oC. Berikut adalah perubahan nilai warna a buah mentimun selama penyimpanan yang disajikan pada Gambar 23, 24 dan 25.

0

Gambar 23. Perubahan warna (nilai b) mentimun selama penyimpanan pada suhu 5oC.

Gambar 24. Perubahan warna (nilai b) mentimun selama penyimpanan pada suhu

(50)

0

Gambar 25. Perubahan warna (nilai b) mentimun selama penyimpanan pada suhu 30oC.

F. Pengukuran laju respirasi

Penentuan laju respirasi dapat dilakukan melalui pengukuran laju konsumsi O2 atau dengan penentuan laju produksi CO2 Pantastico (1989). Konsentrasi O2 dan CO2 yang terukur memiliki satuan persen (%) kemudian untuk memperoleh nilai laju respirasi, nilai konsentrasi tersebut harus dikalikan dengan volume bebas dalam kemasan (ml) dan dibagi dengan berat komoditas yang diukur (kg) dan waktu pengukuran (jam). Laju respirasi memiliki satuan ml/kg jam. Data rata-rata laju respirasi CO2 dan O2 dapat dilihat pada Lampiran 20 dan 21.

Berdasarkan hasil pengamatan rata - rata konsentrasi gas CO2 dan O2 konsentrasi CO2 pada suhu penyimpanan 5oC meningkat dari 0.03 % CO2 menjadi 1.36 % CO2 selama 276 jam penyimpanan, dengan laju rata - rata 9.21 ml CO2 /kg. jam. Sedangkan untuk O2 konsentrasi menurun dari 21.0% O2 menjadi 19.6 % O2 dengan laju rata 7.39 ml O2 /kg. jam pada pengamatan per 24 jam.

Pada suhu 10oC konsentrasi gas CO2 meningkat dari 0.03 % CO2 menjadi 2.65 % CO2 setelah 276 jam penyimpanan, dengan laju rata - rata 14.87 ml CO2 /kg. Sedangkan untuk O2 konsentrasi menurun dari 21.0 % O2 menjadi 18.15 % O2 dengan laju rata 15.09 ml O2 /kg. jam pada pengamatan per 24 jam.

(51)

35.13 ml CO2 /kg. jam. Sedangkan untuk O2 konsentrasi menurun dari 21.0% O2 menjadi 15.81 % O2 dengan laju rata 41.42 ml O2 /kg. jam. Setelah 156 jam buah mentimun yang disimpan sudah mengalami kerusakan dan pembusukan akibat munculnya kapang atau jamur.

Laju perubahan konsentrasi baik CO2 dan O2 pada suhu ruang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu penyimpanan 5oC dan 10oC karena laju respirasi dapat dikurangi dengan menurunkan suhu penyimpanan. Dengan laju perubahan kosentrasi yang tinggi inilah maka mentimun yang disimpan pada suhu ruang mempunyai umur simpan yang pendek dan terlebih dahulu rusak jika dibandingkan dengan mentimun yang disimpan pada suhu 5oC dan 10oC. Grafik laju perubahan konsentrasi CO2 dan O2 pada suhu 5oC, 10oC dan suhu ruang disajikan pada Gambar 26 dan 27.

0

Suhu 5oC Suhu 10oC Suhu ruang

Gambar 26. Grafik laju respirasi CO2 selama penyimpanan.

0

(52)

Berdasarkan hasil pengukuran laju respirasi pada Gambar 28 dan 29 selama penyimpanan terlihat bahwa buah mentimun dalam kemasan kardus pada suhu 30°C mengalami laju respirasi yang paling tinggi dibandingkan dengan yang lain, dilihat dari peningkatan CO2 yang diproduksi dan menurunnya konsumsi O2. Faktor yang menyebabkan tingkat respirasi pada kemasan kardus karton tinggi yaitu kemasan kardus karton pada saat pengangkutan tanpa ventilasi di setiap permukaan kemasan kardus kartonnya.. Hal tersebut yang menyebabkan sirkulasi atau pertukaran udara tidak berjalan dengan baik yang menyebabkan laju respirasi buah mentimun pada kemasan kardus karton tinggi.

Gambar 28. Grafik laju respirasi CO2 pada kemasan selama penyimpanan

(53)

G. Organoleptik

Uji organoleptik yang dilakukan meliputi penampilan secara umum, rasa dan kekerasan. Pengujian dilakukan dengan mengambil panelis sebanyak 10 orang untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap parameter yang akan dianalisa. Penilaian yang diberikan berdasarkan 5 skala hedonik, yaitu 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (biasa), 4 (suka) dan 5 (sangat suka), hasilnya kemudian dirata - ratakan. Skor rata - rata 4.6 - 5 diartikan sangat suka; 3.6 - 4.5 diartikan suka; 2,6 - 3.5 diartikan biasa; 1.6 - 2.5 diartikan tidak suka; dan 1 - 1.5 diartikan sangat tidak suka. Data hasil rata - rata uji organoleptik disajikan pada Lampiran 22, 23 dan 24.

Penerimaan umum merupakan penerimaan konsumen terhadap sifat - sifat organoleptik mentimun seperti warna dan kesegaran. Ketidaksukaan pada salah satu sifat organoleptik bisa berakibat skor yang diberikan rendah oleh panelis. Skor rata - rata yang diberikan panelis pada sebelum transportasi adalah 5 dan hari ke-0 adalah 4.5. Mentimun yang disimpan pada suhu 5oC, mencapai taraf tidak suka pada hari ke-8. Mentimun yang disimpan pada suhu 10oC, mencapai taraf tidak suka pada hari ke-10, sedangkan mentimun yang disimpan pada suhu ruang sudah tidak disukai penelis sejak hari ke-4.

(54)

Gambar 30. Grafik tingkat penerimaan umum konsumen terhadap mentimun selama penyimpanan pada suhu 5oC.

Gambar 31. Grafik tingkat penerimaan umum konsumen terhadap mentimun selama penyimpanan pada suhu 10oC.

Gambar 32. Grafik tingkat penerimaan umum konsumen terhadap mentimun selama penyimpanan pada suhu ruang.

(55)

Dari hasil uji organoleptik terhadap kekerasan mentimun. Pada suhu 5oC penurunan skor paling lambat terjadi pada kemasan kardus sedangkan penurunan paling cepat terjadi pada kemasan peti. Pada suhu 10oC juga sama penurunan skor paling lambat terjadi pada kemasan kardus sedangkan penurunan paling cepat terjadi pada kemasan peti. Grafik perubahan skor rata - rata dari panelis terhadap kekerasan dapat dilihat pada Gambar 31, 32 dan 33.

Gambar 33. Grafik tingkat kesukaan konsumen terhadap kekerasan mentimun selama penyimpanan pada suhu 5oC.

Gambar 34. Grafik tingkat kesukaan konsumen terhadap kekerasan mentimun selama penyimpanan pada suhu 10oC.

(56)

Gambar 35. Grafik tingkat kesukaan konsumen terhadap kekerasan mentimun selama penyimpanan pada suhu ruang.

Dari hasil uji organoleptik terhadap rasa mentimun. Pada suhu 5oC rasa mentimun mulai tidak disukai sejak hari ke-8, pada suhu 10oC rasa mentimun mulai tidak disukai sejak hari ke-10, sedangkan untuk suhu ruang rasa mentimun mulai tidak disukai sejak hari ke-4.Grafik perubahan skor rata - rata dari panelis terhadap kekerasan dapat dilihat pada Gambar 34, 35 dan 36.

Gambar 36. Grafik tingkat kesukaan konsumen terhadap rasa mentimun selama penyimpanan pada suhu 5oC.

(57)

Gambar 37. Grafik tingkat kesukaan konsumen terhadap rasa mentimun selama penyimpanan p ada suhu 10oC.

Gambar 38. Grafik tingkat kesukaan konsumen terhadap rasa mentimun selama penyimpanan pada suhu ruang.

(58)

Apabila dari semua perlakuan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan dalam peta grafik pengaruh kemasan dan suhu penyimpanan terhadap perubahan mutu fisik (kerusakan mekanis, susut bobot, kekerasan, warna, organoleptik) dan pengukuran respirasi pada Gambar 39.

Gambar 39. Peta pengaruh kemasan dan suhu penyimpanan terhadap perubahan mutu fisik (kerusakan mekanis, susut bobot, kekerasan, warna, organoleptik) dan pengukuran respirasi. Keterangan:

(59)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

1. Jenis kemasan berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan mekanis. Tingkat kerusakan mekanis tertinggi setelah transportasi dialami oleh mentimun dalam peti kayu sebesar 40.915%. Sedangkan tingkat kerusakan mekanis terendah dialami oleh mentimun dalam kemasan kantong kardus sebesar 26.10 %.

2. Suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap susut bobot, sedangkan kemasan berpengaruh nyata pada h0 sedangkan seterusnya tidak berpengaruh nyata . Susut bobot buah mentimun selama penyimpanan mengalami peningkatan. Susut bobot tertinggi dialami oleh mentimun dengan suhu penyimpanan 30oC . Sedangkan susut bobot terendah dialami oleh buah mentimun pada suhu 5oC.

3. Kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan sedangkan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kekerasan. . Kekerasan terendah pada penyimpanan suhu 30 oC, sedangkan kekerasan pada penyimpanan suhu 5oC lebih rendah daripada suhu 10oC.

4. Tingkat kecerahan (nilai warna L) buah mentimun mengalami penurunan, sedangkan tingkat kehijauan (nilai warna a) mengalami kenaikan. Tingkat kekuningan (nilai warna b) buah mentimun pada setiap kemasan mengalami penurunan.

5. Laju respirasi CO2 minimum dialami oleh mentimun dalam kemasan kardus dengan perlakuan sortasi yang disimpan pada suhu 5oC sebesar 9.21 ml/kg jam sedangkan laju respirasi O2 sebesar 7.39 ml/ kg jam setelah 72 jam penyimpanan.

(60)

7. Kemasan kardus karton kemasan yang paling baik untuk kemasan pengangkutan buah mentimun untuk perjalanan jarak jauh. Dan suhu penyimpanan 10oC paling baik untuk menyimpan mentimun.

B.Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan pengaruh jenis kardus karton terhadap tingkat kerusakan mekanis mentimun dengan memperhitungkan nilai ekonomis.

2. Perlu dilakukan penelitian kardus karton dengan perlakuan ventilasi saat pengangkutan .

(61)

48 Lampiran 1. Konversi angkutan truk berdasarkan data Lembaga Uji Konstruksi

BPPT 1986 (Soedibyo, 1992)

Bila alat simulasi dengan goncangan vertikal digunakan selama 1 jam,

maka jarak yang ditempuh adalah :

× =

z x

y setara panjang jalan yang ditempuh selama 1 jam

dimana : x = jumlah luas seluruh getaran vibrator (cm2/jam)

z = jumlah seluruh getaran bak truk (cm2/jam)

y = jarak yang ditempuh oleh truk (km)

Data truk

Lembaga uji konstrukski BPPT tahun 1986 telah mengukur goncangan truk

yang diisi 80% penuh dengan kecepatan 60 km/jam dalam kota dan 30 km/jam

untuk jalan buruk (aspal) dan jalan buruk (berbatu). Hasil pengukuran dapat

dilihat pada Lampiran 1.

Lampiran 2 . Data pengukuran goncangan truk pada berbagai keadan jalan

Jumlah

Jalan dalam dan luar kota diukur selama 30 menit 30 km, sedangkan jalan buruk

(62)

49 Lampiran 1. Lanjutan

Berdasarkan data pada lampiran di atas maka:

Amplitudo rata-rata getaran bak truk (P) =

(

)

Amplitudo rata-rata getaran bak truk bila melalui jalan luar kota :

P =

Diketahui frekuensi bak truk = 1.4 Hz

maka T = 1/f = 1/1.4 = 0.714 detik/getaran

W = 2π/T = 2(3.14)/0.714 = 8.8 getaran/detik

Luas satu siklus getaran bak truk di jalan luar kota

=

Luas satu siklus getaran bak truk = 0.00119 cm2/getaran

Jumlah luas seluruh getaran bak truk jalan luar kota selama 0.5 jam

= 30 menit x 60 detik/menit x 1.4 getaran/detik x 0.00119 cm2/getaran

(63)

50

Luas satu siklus getaran vibrator =

T

Jumlah seluruh getaran vibrator selama tiga jam

= 3 jam x 60 menit/jam x 60 detik/menit x 2.59 getaran/detik

= 27.972 getaran/jam.

Jumlah luas seluruh getaran vibator selama satu jam

= 27.972 getaran/jam x 9.23 x 10-4 cm2/getaran

= 25.818 cm2/jam.

Bila alat simulasi dengan goncangan vertikal digunakan selama 3 jam, maka jarak

(64)

51 Lampiran 3. Analisis ragam kerusakan mekanis buah mentimun

Susut Bobot Setelah transportasi

Lampiran 4. Pengaruh perlakuan kemasan terhadap kerusakan mekanis buah

mentimun

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata pada DMRT 5%.

Lampiran 5. Analisis ragam susut bobot buah mentimun

(65)

52 Susut Bobot Hari ke-4

Sumber Jumlah Kuadrat

keragaman db Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F KMSN 3 21.99741250 7.33247083 0.72 0.5577 SUHU 2 186.74777500 93.37388750 9.20 0.0038 KMSN*SUHU 6 33.99592500 5.66598750 0.56 0.7555 Galat 12 121.79365000 10.14947083

Total 23 364.53476250

Susut Bobot Hari ke-6

Sumber Jumlah Kuadrat

keragaman db Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F KMSN 3 0.70895000 0.23631667 0.55 0.6631 SUHU 1 6.20010000 6.20010000 14.39 0.0053 KMSN*SUHU 3 0.70385000 0.23461667 0.54 0.6655 Galat 8 3.44770000 0.43096250

Total 15 11.06060000

Susut Bobot Hari ke-8

Sumber Jumlah Kuadrat

keragaman db Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F KMSN 3 1.03951875 0.34650625 1.46 0.2961 SUHU 1 11.40750625 11.40750625 48.13 0.0001 KMSN*SUHU 3 1.33466875 0.44488958 1.88 0.2118 Galat 8 1.89595000 0.23699375

Total 15 15.67764375

Susut Bobot Hari ke-10

Sumber Jumlah Kuadrat

keragaman db Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F KMSN 3 1.74927500 0.58309167 1.70 0.2435 SUHU 1 11.62810000 11.62810000 33.92 0.0004 KMSN*SUHU 3 0.13220000 0.04406667 0.13 0.9405 Galat 8 2.74220000 0.34277500

(66)

53

Lampiran 6. Pengaruh jenis perlakuan kemasan terhadap susut bobot buah

mentimun

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata pada DMRT 5%.

Lampiran 7. Pengaruh suhu penyimpanan terhadap susut bobot buah mentimun

Suhu

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata pada DMRT 5%.

Lampiran 8. Analisis ragam kekerasan buah mentimun

(67)

54 Kekerasan Hari ke-2

Sumber Jumlah Kuadrat

keragaman db Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F KMSN 3 0.12377917 0.04125972 1.03 0.4158 SUHU 2 0.47972500 0.23986250 5.96 0.0159 KMSN*SUHU 6 0.08580833 0.01430139 0.36 0.8932 Galat 12 0.48275000 0.04022917

Total 23 1.17206250

 

Kekerasan Hari ke-4

Sumber Jumlah Kuadrat

keragaman db Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F KMSN 3 0.10371250 0.03457083 0.22 0.8773 SUHU 2 3.19030833 1.59515417 10.37 0.0024 KMSN*SUHU 6 0.10832500 0.01805417 0.12 0.9923 Galat 12 1.84555000 0.15379583

Total 23 5.24789583

 

Kekerasan Hari ke-6

Sumber Jumlah Kuadrat

keragaman db Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F KMSN 3 0.04371875 0.01457292 0.16 0.9212 SUHU 1 0.01755625 0.01755625 0.19 0.6736 KMSN*SUHU 3 0.05706875 0.01902292 0.21 0.8888 Galat 8 0.73525000 0.09190625

Total 15 0.85359375  

Kekerasan Hari ke-8

Sumber Jumlah Kuadrat

keragaman db Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F KMSN 3 0.24240000 0.08080000 3.09 0.0899 SUHU 1 0.04622500 0.04622500 1.77 0.2205 KMSN*SUHU 3 0.07807500 0.02602500 0.99 0.4434 Galat 8 0.20940000 0.02617500

(68)

55

Lampiran 9. Pengaruh jenis perlakuan kemasan terhadap kekerasan buah

mentimun

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata pada DMRT 5%.

Lampiran 10. Pengaruh jenis perlakuan terhadap kekerasan buah mentimun       

Suhu

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata pada DMRT 5%.

(69)

56 Lampiran 11. Analisis ragam warna (nilai L) buah mentimun

       Warna (nilai L) Hari ke-0

Sumber Jumlah Kuadrat

keragaman db Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F KMSN 3 14.71452222 4.90484074 0.06 0.9793 SUHU 2 86.81227222 43.40613611 0.55 0.5846 KMSN*SUHU 6 417.69766111 69.61627685 0.88 0.5240 Galat 24 1897.70653333 79.07110556

Total 35 2416.93098889

Warna (nilai L) Hari ke-2

Sumber Jumlah Kuadrat

keragaman db Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F KMSN 3 560.26787500 186.75595833 2.07 0.1311 SUHU 2 119.64495556 59.82247778 0.66 0.5247 KMSN*SUHU 6 802.92973333 133.82162222 1.48 0.2265 Galat 24 2167.08360000 90.29515000

Total 35 3649.92616389

Warna (nilai L) Hari ke-4

Sumber Jumlah Kuadrat

keragaman db Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F KMSN 3 520.48130000 173.49376667 1.91 0.1557 SUHU 2 180.63848889 90.31924444 0.99 0.3856 KMSN*SUHU 6 788.05880000 131.34313333 1.44 0.2400 Galat 24 2185.31106667 91.05462778

Total 35 3674.48965556

Warna (nilai L) Hari ke-6

Sumber Jumlah Kuadrat

keragaman db Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F KMSN 3 52.31016667 17.43672222 0.19 0.9045 SUHU 1 72.87135000 72.87135000 0.78 0.3914 KMSN*SUHU 3 232.32668333 77.44222778 0.82 0.4992 Galat 16 1502.13533333 93.88345833

Gambar

Gambar 2. Skema Penelitian
Gambar 3. Timbangan mettler.
Gambar 4. Rheometer.
Gambar 5. Chromamometer.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh suhu dan lama waktu penyimpanan terhadap kuat tarik plastik retail pada orientasi yang berbeda. Penurunan nUai kuat tarik plastik HOPE perforated pada orientasi MO

Berdasarkan hasil uj i organoleptik sebagai kriteria penerimaan konsumen terhadap produk jam jambu mete selama penyimpanan 12 minggu, kombinasi terbaik untuk pengemasan jam

4.2 Pengaruh Jenis Kemasan Dan Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Jamur Tiram (Pleorotus, sp) Kering Selama

Pengamatan terhadap pertumbuhan kapang menunjukkan bahwa suhu beku dapat menekan pertumbuhan kapang pada drupa buah merah segar yang disimpan menggunakan kemasan

Data nilai total koloni kapang dengan perlakuan kemasan berbeda terhadap permen jelly rumput laut selama penyimpanan suhu ruang, dilakukan selama 28 hari dengan

Sjafrina (2008) selama penyimpanan pada suhu kamar sampai hari ke 20 jeruk mengalami perubahan mutu yaitu penurunan laju respirasi, kekerasan buah dan vitamin C

pangan.Dari Gambar 10dapat dilihat bahwa semakin lama penyimpanan pada suhu ruang maka nilai uji organoleptik aroma tahuakan semakin menurun.Hal ini dikarenakan

Selama penyimpanan pada semua jenis kemasan, yaitu aluminium foil, botol kaca, dan plastik PE, serta pada berbagai suhu penyimpanan, yaitu 5⁰C, 15⁰C, dan 30⁰C, bubuk tomat