• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN VOLUME KETAN TERHADAP FERMENTASI SERTA PERUBAHAN MUTU TAPE KETAN HITAM SELAMA PENYIMPANAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH JENIS KEMASAN DAN VOLUME KETAN TERHADAP FERMENTASI SERTA PERUBAHAN MUTU TAPE KETAN HITAM SELAMA PENYIMPANAN"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN VOLUME KETAN

TERHADAP FERMENTASI SERTA PERUBAHAN MUTU

TAPE KETAN HITAM SELAMA PENYIMPANAN

Oleh

RATIH DWI SETYAWARDHANI F34103126

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN VOLUME KETAN

TERHADAP FERMENTASI SERTA PERUBAHAN MUTU

TAPE KETAN HITAM SELAMA PENYIMPANAN

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh

RATIH DWI SETYAWARDHANI F34103126

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN VOLUME KETAN

TERHADAP FERMENTASI SERTA PERUBAHAN MUTU

TAPE KETAN HITAM SELAMA PENYIMPANAN

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh

RATIH DWI SETYAWARDHANI F34103126

Lahir di Jakarta, 13 Agustus 1985 Tanggal Lulus : Mei 2008

Bogor, Mei 2008 Menyetujui:

Dr. Ir. Krisnani Setyowati Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, MSi Pembimbing I Pembimbing II

(4)

Ratih Dwi Setyawardhani F34103126. Pengaruh Jenis Kemasan dan Volume Ketan Terhadap Fermentasi Serta Perubahan Mutu Tape Ketan Hitam Selama Penyimpanan. Di bawah bimbingan Krisnani Setyowati dan Mulyorini Rahayuningsih. 2008.

RINGKASAN

Tape merupakan salah satu makanan hasil fermentasi yang diproduksi oleh industri skala rumah tangga secara tradisional. Pada umumnya pembuatan tape ketan menggunakan kemasan tradisional (besek) dan kemasan plastik yang berbahan dasar sama antara wadah dengan tutupnya, yaitu PP. Jenis kemasan yang digunakan berhubungan dengan mudah tidaknya gas masuk ke dalam kemasan. Jumlah gas yang terkandung dalam kemasan dapat mempengaruhi proses fermentasi. Semakin banyak gas maka semakin cepat proses fermentasi.

Tape ketan biasa dibuat dalam jumlah banyak, sehingga tidak langsung habis sekali konsumsi dan perlu disimpan. Namun, tape ketan yang disimpan masih mengalami fermentasi dan jika terjadi secara terus-menerus akan menyebabkan perubahan tape ketan menjadi alkohol dan asam. Hal ini tentu saja mempengaruhi mutunya. Oleh sebab itu tape ketan biasa disimpan dalam lemari pendingin. Suhu dingin menyebabkan laju fermentasi berlangsung lambat.

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh jenis kemasan dan volume ketan yang berbeda terhadap fermentasi tape ketan hitam (Oryza sativa glutinosa)

serta mengkaji pengaruh jenis kemasan terhadap perubahan mutu yang terjadi pada penyimpanan dingin.

Penelitian dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama yaitu penelitian pendahuluan yang bertujuan melihat pengaruh jenis kemasan dan volume ketan yang berbeda terhadap fermentasi pada proses pembuatan tape ketan. Kemasan yang digunakan terdiri dari tiga kemasan, yaitu kemasan I, kemasan II dan kemasan III. Volume yang diujikan pada tape ketan adalah 90%, 75% dan 60%. Tape ketan tersebut difermentasi pada suhu ruang selama 2-3 hari dan dilakukan analisis proksimat, analisis kimia dan uji organoleptik setiap 6 jam sekali. Analisis proksimat meliputi : kadar air, abu, protein, serat dan lemak yang dilakukan pada ketan mentah, ketan kukus dan tape ketan untuk mengetahui perubahan kandungan gizi yang terdapat di dalamnya. Analisis kimia meliputi : kadar gula, total asam dan pH. Sedangkan uji organoleptik meliputi : tekstur, rasa dan aroma.

Tahap kedua adalah penyimpanan tape ketan pada lemari pendingin (chiller). Tape ketan dibuat pada kemasan dan volume ketan yang terbaik

berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yaitu kemasan I dengan volume 90%. Tape ketan kemudian difermentasi selama 2-3 hari dan setelah jadi disimpan dalam lemari pendingin (chiller) pada kemasan I, kemasan III dan kemasan IV.

Analisis proksimat dan uji kadar alkohol dilakukan sebelum dan setelah penyimpanan dalam lemari pendingin (chiller). Sedangkan pengamatan terhadap

kadar gula, total asam, pH dan organoleptik dilakukan setiap hari selama dua minggu untuk mengetahui penurunan mutunya.

Karakteristik dari bahan pengemas tape ketan yaitu: kemasan I merupakan kemasan yang terbuat dari anyaman bambu atau yang dikenal dengan nama “besek”. Kemasan ini diberi alas daun pisang yang diketahui dapat membantu

(5)

dalam proses peragian (fermentasi) dan memberikan aroma tertentu. Kemasan II merupakan kemasan plastik berbentuk lingkaran yang memiliki bahan dasar berbeda antara wadah dan tutupnya. Wadahnya berbahan dasar PP dan tutup berbahan dasar PE sehingga memiliki kemampuan yang berbeda untuk menahan gas dan uap air yang masuk ke dalam kemasan. Sedangkan kemasan III merupakan kemasan plastik yang memiliki bahan dasar sama antara wadah dan tutup yaitu berbahan dasar PP. Kemasan IV memiliki bahan dasar yang sama seperti kemasan II, tetapi perbedaan hanya pada bentuknya. Perbedaan bahan dasar pada wadah dan tutup kemasan mempengaruhi banyak sedikitnya gas dan uap air yang terdapat dalam kemasan sehingga dapat mempengaruhi kualitas tape ketan dan mempengaruhi nilai laju transmisi (O2TR, CO2TR, dan WVTR) yang dihasilkan. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai laju transmisi yang terkecil adalah kemasan IV (4,25; 17,26; 99,86 cm3/hari). Sehingga kemasan IV diduga merupakan kemasan yang dapat mempertahankan kualitas mutu tape ketan.

Berdasarkan penelitian pendahuluan, tape ketan yang terbaik dibuat pada kemasan I dan volume 90%. Hal ini dilihat dari uji organoleptik, terutama rasa yang menunjukkan kenaikan tingkat kemanisan dan dari kadar gula maksimum yang dihasilkan yaitu 35,3 obrix.

Dari hasil analisis proksimat didapatkan bahwa kemasan IV dapat mempertahankan penurunan komposisi kimia tape ketan. Hal ini dilihat dari kadar air yang mengalami peningkatan namun tidak terlalu besar. Kadar alkohol tape ketan yang disimpan pada kemasan III dan IV tidak mengalami perubahan selama penyimpanan, sedangkan tape ketan yang disimpan pada kemasan I menurun.

Selama penyimpanan, tape ketan mengalami peningkatan kadar gula. Hal ini dikarenakan fermentasi masih terjadi dan mengubah karbohidrat menjadi gula. Kemasan yang menunjukkan slope peningkatan kadar gula terbesar adalah

kemasan IV (1,4085). Kemasan IV memiliki ketebalan yang relatif tinggi sehingga mempengaruhi kandungan O2 yang terdapat dalam kemasan, fermentasi menjadi lebih lambat. Nilai total asam selama penyimpanan semakin meningkat. Peningkatan total asam berhubungan dengan kadar alkohol dan lama fermentasi. Tape ketan yang disimpan dalam kemasan III memiliki slope terkecil (1,1951).

Kemasan III memiliki kemampuan menyerap gas dan uap air terutama oksigen yang rendah menyebabkan mikroorganisme aerobik sulit tumbuh, sehingga jumlah karbohidrat yang dipecah menjadi asam menjadi berkurang. Nilai pH yang semakin menurun selama penyimpanan berkorelasi dengan nilai total asam yang semakin meningkat. Nilai slope penurunan pH pada kemasan I lebih kecil

dibandingkan kemasan III dan IV.

Hasil uji organoleptik, baik rasa, aroma, tekstur dan penerimaan umum terhadap tape ketan selama penyimpanan menunjukkan panelis lebih menyukai tape ketan yang disimpan pada kemasan IV.

Tape ketan yang terbaik dibuat pada kemasan I dan volume 90%. Berdasarkan analisa perubahan mutu tape ketan, yaitu kadar gula, total asam, pH, kadar alkohol dan uji organoleptik didapatkan hasil bahwa tape ketan lebih baik disimpan pada kemasan IV.

(6)

Ratih Dwi Setyawardhani F34103126. The Effect of Package Type and Glutinous Rice Volume on Fermentation and The Quality Alteration of Black Glutinous Rice During Storage. Supervised by Krisnani Setyowati and Mulyorini Rahayuningsih. 2008.

SUMMARY

Tapai is one of the fermentation product that is traditionally produced in home scale industry. Generally the production of glutinous rice tapai uses traditional package (besek) and plastic package that have same material between its base and cover, which is PP. Package type that is used relate with gas penetration into the package. Volume of the gas that stay on the package is able to affect the fermentation process. More gas makes faster fermentation process.

Glutinous rice tapai is usually made in lot quantities, so it can not be eaten up straightaway and need to be stored. However, stored glutinous rice tapai is still fermenting and if keep going continuously could convert it into alcohol and acid. That’s of course affecting the tapai quality. That’s why glutinous tapai ussualy stored in a chiller. Cold temperature causes fermentation rate become slower.

This research was aimed to find out the effect of different package type and glutinous rice volume to the black glutinous rice (Oryza sativa glutinosa)

fermentation and also studied the effect of package type to the quality alteration that was happened during cold storage.

The research was done in two steps, first step was pre-research that was aimed to observe the effect of different package type and glutinous rice volume for fermentation in glutinous rice tapai making process. The use package were consisted of three packages, that were package I, package II and package III. The observed volume on glutinous rice tapai were 90%, 75% and 60%. Those glutinous rice tapai were fermented in room temperature for 2-3 days and done proximate analysis, chemical analysis and sensory analysis test once every 6 hours. Proximate analysis were consisted of: water content, ash, protein, fiber and lipid that were done on raw glutinous rice, steamed glutinous rice and glutinous rice tapai to observe the nutrition alteration in it. The chemical analysis were consisted of: sugar content, total acid and pH. While the sensory analysis test were consisted of : texture, taste and aroma.

The second step was the storage of glutinous rice tapai in chiller. Glutinous rice tapai was made in the best package and the best volume glutinous rice based on the pre-research result which was package I with 90% volume. The glutinous rice tapai was then fermented for 2-3 days and the product was stored in chiller in package I, package III, and package IV. The proximate analysis and alcohol content analysis were done before and after the storing in chiller. While the analysis of sugar content, total acid, pH and sensory analysis test were done everyday for two weeks to observe its quality decrease.

Glutinous rice tapai package characteristic were: package I was a package that was made of bamboo plait or used to know as “besek”. This package was given banana leaf base that was known could help in fermentation process and gave certain aroma. Package II was a rounded plastic container that had different material between its base and cover. The base was PP and its cover was PE so it

(7)

had different ability to resist gas and water vapor that enter the package. While the package III was a package that had same material between its base and cover which was PP. Package IV had the same material with package II, but the difference was its shape. The material difference between package base and cover affected the amount of gas and water vapor in the package so it could affect glutinous rice tapai quality and affect transmission rate value (O2TR, CO2TR, and WVTR) that produced. Based on calculation result, the smallest transmission rate value was package IV (4,25; 17,26; 99,86 cms3/day). So package IV presumed as the package that able to maintain the glutinous rice tapai quality.

Based on pre-research, the best glutinous rice tapai made in package I and 90% volume. This could be observed from sensory analysis test, especially taste that showed the increasing of sweetness rate and from maximum sugar content that was produced which is 35,3 obrix.

From the proximate analysis result wasobtained that package IV could maintain the decrease of glutinous rice tapai chemical composition. This could be observed from the water vapor that was increased but not too high. The glutinous rice tapai alcohol content that packed in packages III and IV did not have alteration during storage, while the glutinous rice tapai that was packed in package I decreased.

During the storage, glutinous rice tapai had the increasing of sugar content. This is because the fermentation was still happening and converted carbohydrate into sugar. Package that showed the biggest sugar content increasing slope was package IV (1,4085). Package IV had relatively high thickness so it was affecting O2 content in the package, fermentation became slower. Total acid value during storing was getting increased. The increase of total acid related with alcohol content and the duration of fermentation. Glutinous rice tapai that packed in package III had smallest slope (1,195). Package III had the ability to absorb gas and vapor especially low oxygen caused aerobic microorganism difficult to grow, so the amount of carbohydrate that were broken into acid was decreased. The decreased pH value during storing correlated with the increased total acid value. The pH decreasing slope value in package I was less than package III and IV.

Sensory analysis test result, either taste, aroma, texture and general acceptance for glutinous rice tapai during storing showed that the panelist preferred the glutinous rice tapai that packed in package IV.

The best glutinous rice tapai was made in package I with 90% volume. Based on the result of glutinous rice tapai quality alteration analysis, which were sugar content, total acid, pH, alcohol content and sensory analysis test obtained that glutinous rice tapai was better packed in package IV.

(8)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul ” Pengaruh Jenis Kemasan dan Volume Ketan Terhadap Fermentasi Serta

Perubahan Mutu Tape Ketan Hitam Selama Penyimpanan” merupakan karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Mei 2008

Ratih Dwi Setyawardhani F34103126

(9)

BIODATA PENULIS

Penulis yang mempunyai nama lengkap Ratih Dwi Setyawardhani dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 1985. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Sampoernowati (Almh) dan Abdul Manan.

Penulis memulai pendidikannya di TK Tunas Harapan Jakarta pada tahun 1989, kemudian penulis melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SDN 17 Pagi Jakarta pada tahun 1991. Setelah itu penulis menempuh pendidikan menengah di SLTPN 216 Jakarta pada tahun 1997 dan penulis melanjutkan ke SMUN 77 Jakarta pada tahun 2000. Pada tahun 2003, penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB).

Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Lapangan pada bulan Juli-Agustus tahun 2006 di PT Ultrajaya Milk Industry And Trading Company, Bandung dengan judul “Mempelajari Aspek Proses Produksi Dan Pengemasan Susu Uht Rasa Coklat di PT Ultrajaya Milk Industry And Trading Company, Bandung”. Pada tahun 2007 sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian di laboratorium Departemen Industri Pertanian Bogor dengan judul “Pengaruh Jenis Kemasan Dan Volume Ketan Terhadap Fermentasi Serta Perubahan Mutu Ketan Hitam Selama Penyimpanan”.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Jenis Kemasan dan Volume Ketan Terhadap Fermentasi Serta Perubahan Mutu Tape Ketan Hitam Selama Penyimpanan”, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Industri Pertanian di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang telah membantu. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Krisnani Setyowati selaku Dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan, saran dan pengarahan kepada penulis selama studi hingga menyelesaikan skripsi di Departemen Teknologi Industri Pertanian. 2. Ibu Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, MSi. selaku Dosen pembimbing kedua

yang telah memberikan bimbingan, saran membantu dan pengarahan kepada penulis selama penelitian hingga menyelesaikan skripsi di Departemen Teknologi Industri Pertanian.

3. Ibu Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS selaku Dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.

4. Ibu Ir. Indah Yuliasih, M.Si., Bapak Drs. Purwoko, M.Si., dan Bapak Ir. Sugiarto, M.Si. atas arahan dan bantuan yang diberikan selama penelitian. 5. PT. Tupperware Indonesia atas dana yang telah diberikan dalam pelaksanaan

penelitian.

6. Bapak, Ibu, kakak, dan seluruh keluarga penulis atas do’a, kasih sayang, semangat dan motivasi kepada penulis.

7. Ibu Sri, Ibu Ega, Pak Sugiardi, Pak Edi, Ibu Rini, dan Pak Gunawan atas bantuan yang diberikan selama penelitian.

8. Tim Tupperware yang kompak (Purwati, Farah, Umi, Nurul, Helmi, Hendrick,

Agung, Adith, Sendy, Renata, dan Derry) atas segala bantuan,kerja sama dan dukungannya.

(11)

9. Dewi Ratih Pujihastuti rekan satu bimbingan atas diskusi dan motivasinya. 10.Seluruh teman-teman di Departemen Teknologi Industri Pertanian angkatan

40 dan Wisma Padasuka yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kebersamaan, persaudaraan, bantuan dan motivasinya.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Mei 2008

(12)

DAFTAR ISI

Halaman BIODATA PENULIS ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA... 4

A. BERAS KETAN ... 4

B. RAGI TAPE ... 5

C. PEMBUATAN TAPE KETAN... 8

D. PLASTIK POLIETILEN ... 12

E. PLASTIK POLIPROPILEN... 13

F. KEMASAN TRADISIONAL... 14

G. PENYIMPANAN PADA SUHU RENDAH ... 15

III. METODOLOGI PENELITIAN... 18

A. BAHAN DAN ALAT ... 18

B. METODE PENELITIAN ... 18

1. Karakteristik Kemasan ... 18

2. Penelitian Pendahuluan ... 20

3. Penelitian Utama ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

A. KARAKTERISTIK KEMASAN ... 25

B. PENGARUH JENIS KEMASAN DAN VOLUME KETAN PADA FERMENTASI TAPE... 28

1. Kadar Gula ... 29

(13)

3. Derajat Keasaman (pH)... 36

4. Analisis Proksimat ... 39

C. PENURUNAN MUTU TAPE KETAN SELAMA PENYIMPANAN 42 1. Sifat Kimia ... 46

a. Kadar Gula ... 46

b. Total Asam Tertitrasi ... 47

c. Derajat Keasaman (pH)... 49 d. Kadar Alkohol... 52 2. Analisis Organoleptik... 53 a. Rasa ... 54 b. Aroma... 56 c. Tekstur... 58 d. Penerimaan Umum... 60

3. Aplikasi Dan Manfaat Penyimpanan ... 61

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 63

A. KESIMPULAN ... 63

B. SARAN ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi kimia beras ketan hitam dan beras ketan putih... 5

Tabel 2. Peranan mikroba pada ragi tape ... 7

Tabel 3. Komposisi kimia tape ketan per 100 gram ... 12

Tabel 4. Permeabilitas terhadap gas dan uap air serta transmisi beberapa jenis film plastik ... 14

Tabel 5. Data sifat fisik bahan pengemas tape ketan ... 26

Tabel 6. Hasil analisis proksimat ketan mentah... 38

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram alir pembuatan tape ketan... 9

Gambar 2. Diagram alir pembuatan tape ketan hitam dalam kemasan dan volume ketan yang berbeda... 23

Gambar 3. Diagram alir kajian penurunan mutu tape ketan hitam selama penyimpanan pada suhu rendah ... 24

Gambar 4. Grafik peningkatan kadar gula (derajat brix) pada kemasan dan volume ketan yang berbeda... 29

Gambar 5. Grafik peningkatan total asam tertitrasi pada kemasan dan volume ketan yang berbeda... 33

Gambar 6. Grafik penurunan derajat keasaman (pH) pada kemasan dan volume ketan yang berbeda... 37

Gambar 7. Grafik peningkatan kadar gula selama penyimpanan ... 46

Gambar 8. Grafik peningkatan total asam selama penyimpanan... 48

Gambar 9. Grafik penurunan derajat keasaman (pH) selama penyimpanan... 49

Gambar 10. Tahapan reaksi pembentukan hasil samping fermentasi tape ketan hitam selain alkohol dan asam ... 51

Gambar 11. Grafik kadar alkohol selama penyimpanan... 52

Gambar 12. Grafik penurunan mutu organoleptik terhadap rasa selama penyimpanan ... 54

Gambar 13. Grafik penurunan mutu organoleptik terhadap aroma selama penyimpanan ... 56

Gambar 14. Grafik penurunan mutu organoleptik terhadap tekstur selama penyimpanan... 58

Gambar 15. Grafik penurunan mutu organoleptik terhadap penerimaan umum selama penyimpanan ... 60

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Perhitungan nilai transmission rate masing-masing kemasan .... 70

Lampiran 2. Prosedur pengujian ... 79 Lampiran 3. Form pengujian organoleptik... 84 Lampiran 4. Hasil analisis organoleptik tape ketan selama penyimpanan... 85 Lampiran 5. Hasil nilai korelasi, slope, dan intercept pembuatan tape ketan.. 86

Lampiran 6. Skema Embden Meyerhoff-Parnas Pathway ... 87 Lampiran 7. Hasil organoleptik pembuatan tape ketan... 88 Lampiran 8. Hasil nilai korelasi, slope, dan intercept tape ketan selama

penyimpanan ... 89 Lampiran 9. Data hasil analisis pada pembuatan tape ketan... 90 Lampiran 10. Data hasil analisis selama penyimpanan tape ketan ... 91

(17)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Beras ketan merupakan bahan makanan pokok di Laos dan Muangthai bagian utara. Beras ketan biasa digunakan sebagai makanan penutup (dessert)

atau diolah menjadi makanan kecil lain, misalnya dibuat tape ketan dan berbagai jenis kue.

Tape merupakan salah satu makanan hasil fermentasi yang telah banyak dikenal di Indonesia. Pada umumnya tape diproduksi oleh industri skala rumah tangga dengan teknik pembuatan secara tradisional. Tape ketan merupakan makanan yang digemari dan disukai masyarakat karena mempunyai rasa manis dan sedikit asam serta aroma yang khas dari alkohol.

Nilai gizi dari beberapa bahan pangan fermentasi dapat meningkat dibandingkan bahan mentah. Melalui fermentasi sejumlah karbohidrat dan protein akan terdegradasi menjadi fraksi yang lebih kecil dan mudah dicerna. Selain itu proses fermentasi dapat meningkatkan nilai ekonomi dan cita rasa suatu bahan pangan.

Pembuatan tape ketan pada umumnya dilakukan dengan menggunakan kemasan besek dan daun pisang, karena memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh kemasan modern seperti plastik yang berbahan dasar polietilen dan polipropilen. Kemasan pada tape tidak hanya berfungsi sebagai pelindung dari debu, tetapi juga berfungsi untuk mengatur serta merapikan makanan agar mudah dan praktis dibawa-bawa, dipegang atau dibuka ketika hendak disantap. Kelebihan kemasan daun dapat membantu dalam proses peragian (fermentasi) dan memberikan aroma tertentu.

Disamping kelebihan-kelebihan tersebut di atas, kemasan besek masih memiliki beberapa kekurangan yaitu rongga-rongga yang dapat menyebabkan bahan makanan dapat terkontaminasi oleh kotoran dan air dari luar. Selain itu, apabila bahan makanan yang disimpan memiliki kandungan air maka air tersebut dapat mudah keluar. Karena terbuat dari bahan biologi (bambu) maka kemasan besek mudah rusak dan hanya dapat digunakan beberapa kali

(18)

pemakaian. Dalam distribusi, apabila ditumpuk terlalu berat akan mengakibatkan perubahan baik pada bentuk juga dalam mutunya.

Kemasan plastik lebih mudah ditemukan dan tersedia untuk berbagai macam kegunaan, dapat digunakan berulang-ulang kali, lebih rapat sehingga terlindung dari debu dan kontaminasi dari luar, tersedia dalam berbagai jenis ukuran sesuai dengan ruang penyimpanan yang ada serta dapat ditumpuk secara rapi dan teratur dengan jarak penumpukan yang tidak terlalu rapat sehingga memberikan pengaturan sirkulasi udara dalam ruang pendingin sebagai tempat penyimpanan. Plastik polietilen merupakan kemasan yang memiliki kerapatan rendah, tahan panas, mudah dibentuk, transparan, fleksibel pada suhu rendah serta atmosfer di dalam kemasan dapat disesuaikan dalam rangka mengatur masa kadaluarsa. Plastik polipropilen merupakan kemasan dengan permeabilitas uap air yang rendah, permeabilitas gas sedang, tahan terhadap suhu tinggi, asam kuat dan basa, minyak serta ringan dan mudah dibentuk.

Fermentasi dapat dipengaruhi oleh kandungan O2 yang terdapat dalam kemasan. Fermentasi pada tape ketan yaitu anerobik fakultatif yang merupakan proses fermentasi yang tidak memerlukan O2 dari luar namun lebih menggunakan O2 yang terdapat pada lingkungan sekitarnya. Ruang udara yang tersisa dalam wadah pembuatan tape ketan akan mempengaruhi proses fermentasi. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan diteliti pengaruh jenis atau sifat kemasan dan volume ketan dalam suatu wadah pada proses pembuatan tape ketan. Selain itu juga akan diteliti pengaruh jenis kemasan terhadap perubahan mutu tape ketan yang terjadi saat disimpan pada suhu rendah (chiller).

Penyimpanan pada suhu rendah baik dalam keadaan beku maupun tidak beku merupakan salah satu penyimpanan yang telah lama dilakukan untuk mencegah kerusakan pada bahan pangan. Pendinginan berfungsi untuk mengawetkan dan memperlambat penurunan mutu bahan dan produk pangan hingga jangka waktu tertentu, tergantung jenis bahannya. Pendinginan biasanya dilakukan menggunakan lemari es dengan suhu 5-8°C.

(19)

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis kemasan dan volume ketan terbaik terhadap fermentasi tape ketan hitam (Oryza sativa glutinosa)

serta mengkaji pengaruh jenis kemasan terhadap perubahan mutu yang terjadi pada penyimpanan tape ketan dengan suhu rendah (chiller).

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BERAS KETAN

Beras ketan (Oryza sativa glutinosa) merupakan salah satu varietas dari

padi dan termasuk famili Graminae (Kirk dan Othmer, 1954). Beras ketan bila dimasak nasinya mempunyai sifat sangat mengkilap, sangat lekat dan kerapatan antara butir nasi tinggi sehingga volume nasinya sangat kecil (Legowo, 1984).

Menurut Juliano (1967), butir beras tersusun dari endosperm, aleuron dan embrio. Dalam aleuron dan embrio terdapat protein, lemak, mineral dan beberapa vitamin, sedangkan endosperm hampir seluruhnya terdiri dari pati. Pati (C6H10O5)n adalah cadangan makanan yang terdapat di dalam biji atau umbi tumbuh-tumbuhan. Pati juga terdapat pada bagian tumbuh-tumbuhan yang berwarna hijau. Beras ketan mempunyai sifat yaitu butir patinya berwarna gelap dan lunak, sedangkan beras biasa butir patinya seperti pecahan kaca dan keras (Grist, 1959). Menurut Hesseltine (1979), pati merupakan butir atau granula yang berwarna putih, mengkilat, tidak mempunyai bau dan rasa. Granula pati dibentuk dari lapisan air. Unit glukosa pada pati membentuk dua jenis polimer, yaitu polimer lurus atau linier dan polimer bercabang. Polimer linier membentuk amilosa dan polimer bercabang membentuk amilopektin. Amilosa adalah polisakarida yang terdiri dari glukosa yang membentuk rantai linier melalui ikatan α – 1,4 – glukosida. Amilopektin adalah molekul hasil polimerasi unit-unit glukosa anhidrous melalui ikatan α – 1,4 – glukosida dan cabang α -1,6 – glukosida.

Kandungan amilopektin dan amilosa yang terdapat dalam pati berbeda untuk setiap jenis tanaman. Rata-rata pati mengandung 22-26% amilosa dan 78-74% amilopektin (Hesseltine, 1979). Biasanya berdasarkan kandungan amilosa dan amilopektinnya, beras dibedakan dari beras ketan. Beras ketan adalah beras yang mengandung sedikit amilosa yaitu kira-kira 1-2%, sedangkan beras biasa mengandung 12-37% amilosa. Kandungan amilopektin pada beras ketan 76-77% (Legowo, 1984). Pada Tabel 1, dapat dilihat

(21)

perbandingan komponen dan komposisi kimia bahan penyusun beras ketan hitam dan beras ketan putih.

Tabel 1. Komposisi kimia beras ketan hitam dan beras ketan putih Kandungan (per 100 gram bahan) Komponen

Beras Ketan Putih Beras Ketan Hitam Energi (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin B1(mg) Air (g) 362,00 6,70 0,70 79,40 12,00 148,00 0,80 0,16 12,00 356,00 7,00 0,70 78,00 10,00 148,00 0,80 0,20 13,00 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1972)

Senyawa terbesar selain pati yang terkandung pada beras ketan adalah protein yang disebut oryzenin. Kadar lemak dalam beras tidak begitu tinggi,

yaitu rata-rata 0,7 persen dan kandungan asam-asam lemak yang terbanyak adalah asam oleat, asam linoleat dan asam palmitat. Kandungan senyawa lain seperti vitamin dan mineral-mineral sangat rendah. Beberapa vitamin yang terdapat dalam beras ketan terutama thiamin, riboflavin dan niacin. Beberapa

mineral yang terdapat adalah besi, kalsium, fosfor, magnesium dan sebagainya (Juliano, 1972).

B. RAGI TAPE

Ragi tape atau ragi pasar merupakan kultur campuran yang terdiri dari kapang, khamir, dan bakteri. Ragi merupakan sumber mikroba yang akan mengubah pati menjadi gula kemudian mengubah gula menjadi alkohol dan asam-asam organik, sehingga menghasilkan tape dengan rasa dan aroma yang manis dan khas.

(22)

Ragi tape dapat dibuat dengan bahan baku beras atau tepung beras, dicampur dengan beberapa rempah-rempah seperti lengkuas, bawang putih, jeruk nipis dan lada. Rempah-rempah tersebut berfungsi sebagai pembangkit aroma dan menghambat mikroba yang tidak diinginkan (terutama bakteri Gram positif dan Gram negatif tertentu) atau bahkan digunakan untuk menstimulir mikroba yang diinginkan (Rahayu dan Suliantari, 1990).

Saono (1981) menyatakan bahwa ragi yang digunakan dan dibuat di Jawa bervariasi mutunya pada setiap pembuatan, sehingga sulit untuk memperoleh mutu produk yang seragam walaupun dari ragi yang sama. Aktivitas ragi akan menurun selama penyimpanan dan batas waktu penyimpanan maksimum adalah selama 2-3 bulan.

Ragi sebagai starter mengandung mikroba sebagai mikoflora (kapang) amilolitik. Pada berbagai ragi tape dapat dijumpai jenis Candida sp, Hansenula sp, Saccharomyces sp, Torula sp, Chlamydomucor sp, Aspergillus

sp, Mucor sp, Endomycopsis sp, Rhizopus sp, Penicillium sp, Fusarium sp

(Kirk dan Othmer, 1954).

Sedangkan menurut Ko (1982), tidak semua mikroba yang telah ditentukan dalam ragi, penting untuk fermentasi bahan yang mengandung pati menjadi tape. Mikroba yang aktif dalam fermentasi adalah Mucor rouxii, Chlamydomucor oryzae, Saccharomyces cerevisiae, Rhizopus oryzae, Candida javanica, Mucor sp., Hansenula anomala, dan Endomycopsis fibuliger.

Kapang Rhyzopus oryzae dan Chlamydomucor oryzae menghasilkan

enzim amilase yang mengubah pati menjadi gula. Khamir Saccharomyces cerevisiae akan mengubah gula menjadi alkohol dan komponen aroma dan

citarasa (Beauchat, 1987). Peranan masing-masing mikroba dalam fermentasi tape dapat dilihat pada Tabel 2.

Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang sering digunakan

dalam pembuatan tape, roti, brem bali, arak beras, bir dll. Khamir ini tumbuh pada kondisi dengan persediaan air cukup. Kisaran suhu untuk pertumbuhan kebanyakan khamir pada umumnya hampir sama dengan kapang, yaitu dengan suhu optimum 25-300C dan pada keadaan asam (pH 4-4,5). Khamir tumbuh

(23)

terbaik pada kondisi aerobik, walaupun demikian beberapa khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik. Menurut Saono (1981), enzim yang mampu mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2 selama fermentasi adalah enzim zimase yang dihasilkan oleh khamir S. cerevisie yang dapat membentuk

komponen aroma selama fermentasi.

Tabel 2. Peranan mikroba pada ragi tape

Grup Mikroba Genus Peranan

Kapang amilolitik

Khamir amilolitik Khamir non amilolitik

Bakteri asam laktat Bakteri amilolitik Amylomyces Mucor Rhizopus Endomycopsis Saccharomyces Hansenula Endomycopsis Candida Pediococcus Bacillus

Pembentukan sakarida dan air Pembentukan sakarida dan air Pembentukan air dan alkohol Pembentukan sakarida dan aroma Pembentukan alkohol

Pembentukan aroma spesifik Pembentukan aroma spesifik Pembentukan aroma spesifik Pembentukan asam laktat Pembentukan sakarida Sumber : Saono (1981)

Menurut Winarno dan Laksmi (1974), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah nutrisi, air, suhu, pH, dan adanya senyawa-senyawa penghambat pertumbuhan. Sebagian besar dari khamir tumbuh baik dengan persediaan air yang banyak atau pada aw yang tinggi. Tetapi karena banyak khamir yang dapat tumbuh pada konsentrasi gula dan garam yang lebih tinggi daripada bakteri, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa khamir membutuhkan air yang lebih sedikit daripada bakteri. Tetapi kebanyakan khamir membutuhkan air yang lebih banyak daripada kapang. Umumnya batas aw terendah untuk khamir sekitar 0,88-0,94. Untuk khamir bir, aw minimun 0,94, sedangkan untuk khamir yang biasa tumbuh pada susu kental manis adalah 0,90, dan khamir untuk roti adalah 0,91. Khamir bersifat osmofilik dapat terhenti pertumbuhannya dalam larutan garam dan gula (sirup) yang mempunyai aw 0,78.

(24)

Pada umumnya kisaran suhu untuk pertumbuhan ragi (sebagian besar) adalah serupa dengan kapang, dengan suhu optimum sekitar 25-300C dan suhu maksimum kira-kira 35-470C. Beberapa macam ragi dapat tumbuh pada suhu 00C atau kurang dari 00C.

Konsentrasi ion hidrogen yang aktif dinyatakan dengan pH sering menentukan macam mikroba yang tumbuh pada makanan dan produk yang dihasilkan. Setiap mikroba masing-masing mempunyai pH optimum, minimun dan maksimum pertumbuhannya. Sebagian besar bakteri tumbuh paling baik pada pH mendekati netral, tetapi beberapa bakteri menyukai suasana asam dan yang lain dapat tumbuh dengan sedikit asam atau dalam suasana basa. Sebagian besar kapang dapat tumbuh pada kisaran pH yang lebar yaitu 2,0-8,5, tetapi biasanya senang hidup pada pH asam. Pertumbuhan ragi pada umumnya lebih baik pada suasana asam dengan pH 4,0-4,5 dan tidak dapat tumbuh dengan baik pada suasana basa.

Berdasarkan proses respirasinya, mikroba dibagi menjadi 4 golongan yaitu anaerobik, aerobik, anaerobik fakultatif, dan mikroaerofilik. Mikroba termasuk golongan aerobik, bila untuk pertumbuhannya memerlukan molekul oksigen bebas, dan golongan anaerobik tidak memerlukan oksigen dan tumbuh dengan baik tanpa adanya oksigen bebas, sedangkan golongan fakultatif dapat tumbuh dengan atau tanpa oksigen bebas. Mikroba yang mikroaerofilik membutuhkan hanya sejumlah kecil oksigen bebas. Beberapa bakteri yang tergolong bakteri aerob dapat menggunakan oksigen yang berasal dari hasil reduksi nitrat menjadi nitrit. Kapang-kapang yang tumbuh pada makanan, umumnya adalah aerobik karena membutuhkan oksigen untuk tumbuh.

C. PEMBUATAN TAPE KETAN

Tape ketan merupakan makanan tradisional yang terbuat dari beras ketan (Oryzae sativa glutinosa) yang telah dimasak, didinginkan dan

diinokulasi dengan ragi. Ragi mengandung berbagai mikroba yang diperlukan dalam fermentasi tape (Cronk et al., 1977). Komponen utama dalam beras

(25)

aksi-aksi zat kimia dan enzim (Damardjati, 1979). Pati yang dipanaskan dalam air tidak mengalami perubahan sampai suhu gelatinasi tercapai, ikatan-ikatan kimia pati menjadi lemah dan butir-butir pati akan mengembang (Winarno, 1980). Dalam keadaan mengembang, pati akan mudah bereaksi dengan zat-zat kimia dan enzim, mengalami perubahan mekanik yang dapat menyerap lebih banyak air (Damardjati, 1979). Senyawa lain yang terkandung setelah pati adalah protein, kemudian vitamin dan mineral.

Tape ketan merupakan suatu produk fermentasi tradisional. Hasil fermentasi akan menentukan cita rasa dan komposisi kimia tape ketan. Tape ketan mempunyai rasa manis dan sedikit asam serta cita rasa yang khas karena mengandung alkohol, selain itu tekstur menjadi lembek.

Tahap pembuatan tape ketan meliputi persiapan dan pengerjaan yang dilanjutkan dengan proses fermentasi. Persiapan meliputi pencucian, pemasakan dan pendinginan. Menurut Soedarmo (1973), pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran maupun sisa dedak yang mungkin masih tertinggal, selain itu kemungkinan adanya bahan pengawet dapat diminimumkan pada waktu diadakan fermentasi. Proses pembuatan tape ketan secara tradisional dapat dilihat pada Gambar 1.

Diinkubasi pada suhu ruang selama 2-3 hari

Tape ketan

Dicampur dengan ragi tape 0,1% Didinginkan sampai mendekati suhu ruang

Dikukus selama ± 30 menit Dicuci dengan air bersih

Direndam semalaman

Dibersihkan dari kotoran, pasir atau gabah dan dicuci Beras Ketan Hitam

(26)

Fermentasi adalah salah satu reaksi oksidasi-reduksi di dalam sistem biologi yang menghasilkan energi dengan senyawa organik sebagai donor dan akseptor elektron (Fardiaz, 1989). Fermentasi tape termasuk anerobik fakultatif yang artinya dapat melakukan fermentasi dengan ada atau tidaknya oksigen yang terkandung pada lingkungannya, tetapi biasanya lebih memanfaatkan oksigen yang terdapat pada lingkungan yang berada di sekitarnya (Rachman, 1989). Teknologi fermentasi dalam memproduksi makanan terfermentasi menghasilkan produk seperti roti, minuman beralkohol, tempe, tauco, tape, nata de coco, dan lain-lain. Produk fermentasi

ketan yang sudah cukup terkenal di masyarakat Indonesia adalah tape ketan. Tape ketan merupakan salah satu makanan tradisional yang cukup banyak digemari. Pembuatannya melibatkan aktivitas yang dilakukan oleh species khamir, yaitu Saccharomyces cerevisiae.

Semula istilah fermentasi digunakan untuk menyatakan peristiwa perubahan sari buah menjadi minuman beralkohol. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya mikrobiologi dan biokimia, maka dewasa ini istilah fermentasi telah mempunyai pengertian yang lebih luas. Ditinjau dari segi biokimia, fermentasi merupakan aktifitas mikroorganisme untuk memperoleh energi yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhannya melalui pemecahan atau katabolisme terhadap senyawa-senyawa organik secara anaerobik.

Perubahan kimiawi utama yang terdapat dalam proses fermentasi adalah hidrolisis pati menjadi maltosa dan glukosa, karena adanya aktivitas kapang amilolitik Amylomyces rouxii dan khamir Endomycopsis burtonii.

Proses selanjutnya glukosa akan terfermentasi menjadi etanol dan asam-asam organik yang menimbulkan rasa dan aroma yang khas. Khamir Hansenula

akan mengesterifikasi alkohol dan asam-asam organik sehingga menghasilkan tape yang beraroma kuat (Steinkraus, 1983).

Dewasa ini fermentasi mempunyai pengertian yang lebih luas yaitu mencakup aktifitas metabolisme mikroorganisme baik aerobik maupun anaerobik dimana terjadi perubahan atau transformasi kimiawi dari substrat organik. Dari segi mikrobiologi, industri fermentasi adalah proses untuk

(27)

menghasilkan berbagai produk dengan perantaraan atau dengan melibatkan mikroorganisme. Jadi dari segi mikrobiologi, industri fermentasi merupakan pendayagunaan sifat-sifat biokimiawi mikroba untuk menghasilkan berbagai produk baik produk-produk katabolisme maupun anabolisme atau biosintesa (Rachman,1989).

Pada pembuatan tape, yaitu makanan tradisional Indonesia yang dibuat dari ubi kayu atau beras ketan, khamir yang berperan yaitu Saccharomyces cerevisiae dan Zigosaccharomyces (Fardiaz, 1989). Menurut Fardiaz (1992), Chlamydomucor oryzae dan Endomycopsis fibuliger merupakan mikroba yang

memegang peranan utama untuk mengubah beras ketan menjadi tape yang bermutu baik. Kemungkinan Chlamydomucor oryzae memulai fermentasi

dengan mengubah pati menjadi gula, kemudian proses selanjutnya oleh

Endomycopsis fibuliger sehingga terbentuk alkohol dan komponen

membentuk flavor.

Pembuatan tape ketan yang menggunakan ragi termasuk dalam proses heterofermentasi karena pada fermentasi menggunakan dua macam biakan yang berbeda yaitu jenis kapang dan khamir (Hesseltine, 1979). Khamir

Hansenula sp yang terdapat pada ragi mempunyai kemampuan untuk

membentuk ester dari asam-asam dan alkohol sehingga tape menjadi beraroma karena terbentuknya etil asetat.

Pembuatan tape yang merupakan proses fermentasi menyebabkan beberapa keuntungan antara lain meningkatkan citarasa, aroma, nilai gizi dan kelezatan (Ko, 1972). Komposisi kimia tape ketan per 100 gramnya dapat dilihat pada Tabel 3.

(28)

Tabel 3. Komposisi kimia tape ketan per 100 gram

Parameter Tape Ketan Putih Tape Ketan Hitam Energi (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A(SI) Vitamin B (mg) Air (g) 173,000 3,000 0,500 37,500 6,000 35,000 0,500 -0,040 58,900 173,000 0,500 0,100 42,500 30,000 30,000 -0,007 56,100 Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1990)

D. PLASTIK POLIETILEN

Plastik didefinisikan sebagai suatu polimer dari monomer-monomer organik dengan berat molekul tinggi. Pembuatan plastik berlangsung dalam suatu proses yang disebut proses polimerisasi dari bahan baku plastik yang

berasal dari gas alam, batu bara, minyak bumi, dan lain-lain (Pawitan,1986). Menurut Paine (1977) plastik dapat didefinisikan sebagai

campuran dari bahan yang komponen-komponen utamanya polimer sintetis, dapat dibentuk menjadi serat, lembaran, maupun padatan, dapat dicetak, dan kemudian mengeras. Selain polimer sebagai komponen utamanya, plastik juga mengandung beberapa bahan berikut yaitu penguat, pelarut, pelumas, pemlastis, katalis, penyerap UV, dan zat warna.

Polietilen mempunyai rumus umum (CH2-CH2)n yang dihasilkan dari proses polimerisasi adisi gas etilen yang diperoleh sebagai hasil samping industri arang dan minyak (Syarief et al.,1989). Berdasarkan densitasnya PE

terdiri dari 3 jenis yaitu, Low Density Polyethylene (LDPE), Medium Density Polyethylene (MDPE), High Density Polyethylene (HDPE). Ciri-ciri ketiga

plastik tersebut adalah sebagai berikut : (i). LDPE mempunyai densitas 0,910-0,925 g/cm3, dihasilkan melalui proses tekanan tinggi. Digunakan sebagai kantong, mudah dikelim, dan murah; (ii). MDPE mempunyai densitas 0,926-0,940 g/cm3, lebih kaku dari LDPE dan memiliki suhu leleh lebih tinggi daripada LDPE; (iii). HDPE mempunyai densitas 0,941-0,965 g/cm3, paling kaku di antara ketiganya, tahan terhadap suhu tinggi; (iv). LDPE (Low Density

(29)

Polyethilene) dibuat dari gas etilen, karena tersusun dari banyak rantai cabang

maka stuktur molekul LDPE kurang rapat dan amorf.

Polietilen memiliki sifat-sifat lemas, lebih lunak, kekuatan tarik rendah, tidak tahan panas dan bahan kimia. Polietilen apabila dipanaskan pada suhu tinggi akan terjadi pembentukan karbonil yang menyebabkan timbulnya bau plastik terhadap produk yang ada di dalamnya (Syarief, et al., 1989).

Secara umum menurut Syarief (1989), sifat dari polietilen yaitu: a. Memiliki penampakan yang bermacam-macam.

b. Mudah dibentuk, lemas, dan mudah ditarik. c. Daya rentang tinggi tidak sobek.

d. Mudah dikelim panas sehingga banyak digunakan untuk laminasi dengan bahan lain. Memiliki titik lebur pada suhu 120 ºC.

e. Tidak cocok untuk mengemas produk yang berlemak dan berminyak. f. Tahan terhadap asam, basa, alkohol, deterjen, dan bahan kimia lainnya. g. Dapat digunakan untuk penyimpanan beku sampai dengan -50 ºC.

h. Transmisi gas cukup tinggi sehingga tidak cocok untuk mengemas makanan beraroma.

i. Dapat dicetak setelah mengoksidasi permukaannya.

j. Memiliki sifat kedap air dan uap air (HDPE > MDPE > LDPE).

E. PLASTIK POLIPROPILEN

Menurut Syarief et al. (1989), polipropilen (PP) termasuk jenis plastik

olefin dan merupakan polimer dari propilen. Sifat-sifat utama dari PP yaitu : a. Ringan (densitas 0,9 g/cm3), mudah dibentuk, tembus pandang, dan jernih

dalam bentuk film.

b. Mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari PE. Pada suhu rendah akan rapuh dan tidak dapat digunakan untuk kemasan beku.

c. Lebih kaku dari PE dan tidak gampang sobek.

d. Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang. e. Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 1500C. f. Titik leburnya tinggi.

(30)

h. Pada suhu tinggi PP akan bereaksi dengan benzen, toluen, terpentin dan asam nitrat kuat.

Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibandingkan dengan bahan kemasan lainnya karena sifatnya yang ringan, mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap produk, tidak korosif seperti wadah logam, transparan, kuat, termoplastik dan permeabilitasnya terhadap uap air, CO2, dan O2. Permeabilitas terhadap uap air dan udara tersebut menyebabkan peran plastik dalam memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan. Sifat terpenting bahan kemasan yang digunakan meliputi pemeabilitas gas dan uap air, bentuk dan permukaannya. Permeabilitas uap air dan gas, serta luas permukaan kemasan mempengaruhi produk yang disimpan. Jumlah gas yang baik dan luas permukaan yang kecil menyebabkan masa simpan produk lebih lama (Winarno, 1987). Pada Tabel 4 disajikan permeabilitas terhadap gas dan uap air serta transmisi uap air dari beberapa jenis film plastik.

Tabel 4. Permeabilitas terhadap gas dan uap air serta transmisi beberapa jenis film plastik

Permeabilitas (cc/hari-100 in2-mil) Jenis Film

O2 CO2

Transmisi uap air (g/hari-100 in2-mil)

LDPE 550 2900 1,3

PVC 150 970 4,0

PP 240 800 0,7

PS 310 1050 8,0

Sumber : Buckle et al. (1985)

F. KEMASAN TRADISIONAL

Kemasan makanan tradisional merupakan jenis kemasan yang memanfaatkan bahan botanis (daun-daunan, misalnya) yang berfungsi bukan saja sebagai pelindung isinya dari debu atau agar tahan lama, tapi juga merupakan upaya untuk membereskan, mengatur, merapikan makanan itu agar mudah dan praktis dibawa-bawa, dipegang atau dibuka ketika hendak disantap dan membantu tangan dalam melakukan tugas.

(31)

Selain itu, bahan kemasan tersebut juga memberikan aroma tertentu pada makanannya. Misalnya, peuyem ketan yang dibungkus dengan daun

pisang berbeda keharuman rasanya (aroma) dari yang dibungkus dengan daun jambu air. Pada jenis makanan tertentu pengemasan dengan bahan botanis, di samping melakukan fungsi-fungsi tadi, juga turut membantu proses, misalnya, penjamuran pada tempe dan peragian (fermentasi) pada peuyeum ketan.

Sebagai rupa desain kemasan memberikan daya pikat atau ‘iklan’ tersendiri, suatu bujukan agar orang-orang tertarik untuk menikmati isinya, atau dalam konteks dagang agar makanan itu menarik serta dibeli orang (http://lc.bppt.go.id/ladang_bambu/upload/kemasan.pdf).

Pada tape ketan yang dikemas secara tradisional, selain dikemas dengan daun biasanya juga dilapisi dengan kemasan besek yang terbuat dari bambu yang dianyam. Anyaman bambu merupakan kesatuan dari serpihan serat-serat bambu yang agak kaku tetapi elastis dengan maksud untuk membuat suatu wadah atau permukaan datar. Bambu merupakan tanaman yang mempunyai banyak kegunaan karena bersifat kuat, ringan, dan keras serta mudah dibentuk. Sehingga dengan sifat-sifat tersebut bambu yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. (Berlian dan Rahayu, 1995).

G. PENYIMPANAN PADA SUHU RENDAH

Penyimpanan bahan pangan pada suhu dingin baik dalam keadaan beku maupun tidak beku merupakan salah satu penyimpanan yang telah lama dilakukan untuk mencegah kerusakan bahan pangan (Harper, 1976).

Menurut Soesarsono, 1981; Buckle, 1978, penyimpanan pada suhu rendah diperlukan untuk bahan pangan, karena cara ini dapat mengurangi :

a. Kegiatan respirasi dan metabolisme lainnya.

b. Proses penuaan (aging) yang disebabkan oleh adanya proses pematangan

(ripening), pelunakan (softening), dan perubahan-perubahan warna dan

tekstur.

c. Kehilangan air dan pelayuan.

(32)

e. Proses-proses lain yang tidak dikehendaki yang dapat mengakibatkan menurunnya mutu.

Suhu pada saat metabolisme berlangsung dengan sempurna disebut suhu optimum. Pada suhu yang lebih tinggi atau lebih rendah daripada suhu optimum, metabolisme akan berjalan kurang sempurna (Winarno dan Fardiaz, 1973; Will et al, 1981), bahkan berhenti sama sekali pada kisaran suhu yang

terlalu tinggi atau terlalu rendah. Pada umumnya proses respirasi akan berlangsung terus hingga setelah bahan dipanen. Respirasi adalah suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa makromolekul seperti karbohidrat, protein dan lemak yang akan menghasilkan CO2, air dan sejumlah besar elektron-elektron (Winarno dan Aman, 1981). Respirasi ini terus berlangsung sampai bahan menjadi mati dan kemudian membusuk yang merupakan tahap akhir kehidupan dalam pertanian.

Penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan di dalam bahan pangan tersebut. Hal ini disebabkan bukan saja karena laju respirasi menurun, tetapi juga karena pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dapat diperlambat. Pendinginan tidak dapat membunuh mikroba tetapi hanya bersifat menghambat pertumbuhannya.

Cara pengawetan dengan suhu rendah dibedakan menjadi dua, yaitu pendinginan (cooling) dan pembekuan (freezing). Pendinginan adalah

penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan yaitu -2-10°C. Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam lemari es umumnya mencapai suhu 5-8°C (Winarno dan Fardiaz, 1973). Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan pangan sebelum beberapa hari atau beberapa minggu tergantung dari jenis bahan pangannya. Sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau beberapa tahun.

Perbedaan yang lain antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroba dalam bahan pangan. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan bahan pangan tidak dapat menyebabkan kematian mikroba, sehingga bila bahan pangan beku

(33)

dikeluarkan dari penyimpanan dan dibiarkan mencair lagi (thawing),

pertumbuhan mikroba pembusuk dapat berjalan dengan cepat.

Penggunaan suhu rendah terutama untuk beberapa hasil pertanian tertentu perlu mendapat perhatian karena kerusakan fisiologis dapat lebih cepat terjadi terutama pada suhu rendah, misal kerusakan akibat proses pendinginan (chilling injuries) dan kerusakan akibat proses pembekuan

(freezing injuries). Penggunaan suhu rendah yang kurang tepat dapat

mengakibatkan kerusakan fisiko-kimia. Jenis kerusakan yang mungkin terjadi adalah ”chilling injuries”, ”freezing injuries” dan “freezing burn” (Syarief dan

(34)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras ketan hitam yang dibeli dari Pasar Anyar, kota Bogor dan ragi yang dibeli dari Pasar Gunung Batu. Bahan lain yang diperlukan adalah kemasan dengan wadah berbahan dasar PP dan tutup berbahan dasar PE, kemasan dengan wadah dan tutup berbahan dasar PP, dan kemasan berbahan dasar bambu biasa disebut besek yang dialasi daun pisang, serta bahan-bahan kimia untuk analisis yang berupa CuSO4, Na2SO4, H2SO4 pekat, akuades, NaOH 50%, HCl 0,02 N, indikator mengsel (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan etil biru 0,02% dalam alkohol dengan perbandingan 2:1), NaOH 0,02 N, pelarut heksan, H2SO4 0,325 N, NaOH 1,25 N, aceton/alkohol, NaOH 0,1 N, indikator PP, larutan buffer.

Alat yang digunakan untuk penelitian terdiri atas alat untuk proses dan alat untuk analisis. Peralatan untuk proses berupa lemari es yang memiliki ruangan chiller suhu 10 sampai 15°C. Sedangkan alat untuk analisis terdiri atas

neraca analitik, cawan alumunium/porselen, oven, desikator, pemanas destruksi, tanur listrik, labu Kjeldahl, alat destilasi, hand refractometer, kertas

saring, kapas, alat ekstrasi Soxhlet, pH-meter, serta alat-alat gelas yang digunakan dalam penelitian.

B. METODE PENELITIAN 1. Karakteristik Kemasan

Pada penelitian ini menggunakan bermacam-macam kemasan yang memiliki perbedaan bahan dasar. Kemasan yang digunakan ada 4 macam, yaitu kemasan I merupakan kemasan berbentuk persegi yang terbuat dari anyaman bambu yang dikenal dengan nama “besek”, biasanya digunakan sebagai wadah dalam acara selamatan atau acara-acara besar di beberapa daerah. Kemasan II merupakan kemasan plastik yang berbentuk lingkaran/silindris, memiliki bahan dasar berbeda antara wadah dan

(35)

tutupnya. Wadahnya berbahan dasar polipropilen dan tutupnya berbahan dasar polietilen sehingga memiliki kemampuan yang berbeda untuk menahan gas dan uap air yang masuk ke dalam kemasan. Pada bagian tutupnya memiliki air sealed yang mendekati nilai nol sehingga dapat

menahan gas dan uap air masuk ke dalam kemasan. Kemasan III merupakan kemasan plastik yang berbentuk persegi, memiliki bahan dasar sama antara wadah dan tutupnya yaitu berbahan dasar polipropilen. Pada bagian tutupnya memiliki air sealed, tetapi nilainya tidak mendekati nol, sehingga

gas dan uap air lebih mudah masuk ke dalam kemasan. Kemasan IV merupakan kemasan plastik yang berbentuk persegi, memiliki bahan dasar berbeda antara wadah dan tutupnya. Wadahnya berbahan dasar polipropilen dan tutupnya berbahan dasar polietilen sehingga memiliki kemampuan yang berbeda untuk menahan gas dan uap air yang masuk ke dalam kemasan. Pada bagian tutupnya memiliki air sealed yang mendekati nilai nol

sehingga dapat menahan gas dan uap air masuk ke dalam kemasan.

Karakteristik kemasan yang dihitung yaitu densitas, gramatur, ketebalan, luas pemukaan, dan laju transmisi (O2TR, CO2TR, dan WVTR). Gramatur dihitung berdasarkan pembagian bobot kemasan dengan luas kemasan. Densitas dihitung dari hasil perhitungan gramatur dibagi dengan ketebalan kemasan. Luas permukaan dihitung untuk menghitung laju transmisi (O2TR, CO2TR, dan WVTR). Sedangkan laju transmisi dihitung untuk mengetahui berapa banyak gas dan uap air yang masuk ke dalam kemasan, sehingga dapat diketahui bagaimana kemampuan kemasan yang digunakan dalam menahan gs dan uap air. Laju transmisi dihitung dari perbedaan tekanan terutama tekanan O2 dalam udara yang diasumsikan tekanannya sama yaitu 21% dan mengalikannya dengan luas permukaan yang diketahui dan dikalikan dengan faktor konversi permeabilitas dan dibagi dengan ketebalan kemasan. Perhitungan laju transmisi (transmission rate) dapat dilihat pada Lampiran 1.

(36)

2. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah pembuatan tape ketan hitam dengan menggunakan tiga jenis kemasan dan volume ketan yang berbeda-beda, disimpan dalam kondisi ruangan yang higienis pada suhu ruang. Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk mendapatkan jenis kemasan dan volume ketan terbaik terhadap fermentasi saat inkubasi pada proses pembuatan tape ketan. Beras yang akan digunakan untuk pembuatan tape ketan adalah beras ketan hitam. Beras ketan hitam ini terlebih dahulu dicuci sampai bersih kemudian direndam selama kurang lebih satu malam dan dicuci kembali lalu dikukus selama ± 30 menit sebelum dibuat menjadi tape ketan. Beras ketan hitam yang telah dikukus kemudian didinginkan sampai mendekati suhu ruang dan ditambahkan ragi dengan perbandingan satu kilogram ketan menggunakan dua butir ragi. Setelah itu, dimasukkan ke dalam tiga jenis kemasan yang berbeda yaitu kemasan I, kemasan II, dan kemasan III, di mana masing-masing kemasan mempunyai volume ketan yang berbeda-beda yaitu 90% (b/v), 75% (b/v) dan 60% (b/v).

Volume ketan dihitung untuk mengetahui seberapa banyak ruang sisa dalam kemasan. Cara perhitungannya yaitu dengan cara menimbang bobot kemasan (a), bobot kemasan yang sudah diisi dengan ketan kukus hingga penuh (b). Setelah didapatkan kurangi antara bobot kemasan yang sudah diisi dengan ketan kukus hingga penuh (b) dengan bobot kemasan (a) tersebut, didapatkan bobot ketan (c). Kemudian nilai volume ketan 90% (b/v) atau diketahui ruang sisa kemasan didapatkan dari perkalian 90% bobot ketan (c). Misalnya bobot kemasan (a) 300 g, bobot kemasan yang sudah diisi dengan ketan kukus hingga penuh (b) 400 g, sehingga didapatkan 400 g – 300 g = 100 g (c) x 90% = 90 g. Jadi bobot ketan yang dimasukkan dalam kemasan yaitu sebanyak 90 g. Nilai 90 g diasumsikan dengan volume ketan 90% (b/v) dalam kemasan dan diasumsikan ruang sisa yang terdapat dalam kemasan sebanyak 10%.

Beras ketan hitam dalam masing-masing kemasan dibiarkan selama 2-3 hari atau selama 48-72 jam hingga beras ketan hitam tersebut menjadi

(37)

tape ketan. Diagram alir proses pembuatan tape ketan hitam dalam kemasan dan volume ketan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 2.

Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat (by difference)) pada ketan mentah dan ketan yang sudah dikukus. Selain itu

juga dilakukan analisis kimia dan fisik yaitu kadar gula, kadar total asam, pH, dan organoleptik (rasa, aroma, tekstur). Analisis ini dilakukan setiap enam jam sekali selama dua hari. Prosedur pengujiannya dapat dilihat pada Lampiran 2.

3. Penelitian Utama

Penelitian utama bertujuan untuk melihat perubahan mutu yang terjadi selama penyimpanan tape ketan hitam pada suhu rendah. Pada penelitian utama dibuat kembali tape ketan dengan menggunakan kemasan yang sudah terpilih pada penelitian pendahuluan yaitu kemasan I dengan volume 90%. Setelah tape ketan sudah jadi dipindahkan dalam kemasan I, kemasan III, dan kemasan IV kemudian disimpan dalam lemari pendingin selama 14 hari dan dilakukan pengamatan fisik dan kimia setiap hari. Kemasan II diganti dengan kemasan IV karena dilihat dari volume kemasan, ketebalan kemasan, dan luas permukaannya, serta seminimal mungkin disamakan bentuknya karena dengan bentuk yang berbeda akan sangat berpengaruh pada hasil penyimpanan, selain itu agar mudah ditumpuk secara rapi dan teratur dengan jarak penumpukan yang tidak terlalu rapat sehingga memberikan pengaturan sirkulasi udara dalam ruang pendingin sebagai tempat penyimpanan. Analisis kimia yang dilakukan yaitu kadar total asam, kadar gula, pH, dan kadar alkohol yang hanya dilakukan pada saat awal dan akhir penyimpanan tape ketan hitam, dan uji organoleptik (rasa, aroma, tekstur, dan penerimaan umum).

Uji organoleptik yang dilakukan memakai uji mutu hedonik yang dinyatakan dalam bentuk besaran skalar atau dalam bentuk skala numerik. Besaran skalar digambarkan dalam bentuk garis lurus berarah dengan pembagian skala dengan jarak yang sama, yaitu 1-10. Jenis panelis yang

(38)

digunakan yaitu jenis panelis agak terlatih/semi terlatih dengan jumlah panelis sebanyak 15 orang. Perhitungan organoleptik dihitung dari rata-rata penilaian harian oleh panelis dengan 2x ulangan berdasarkan skala nilai pada form (1-10) selama 14 hari dengan mengamati nilai rasa, tekstur, aroma dan penerimaan umum. Dari nilai tersebut diperoleh grafik trend nilai secara linier untuk melihat perubahannya. Adapun contoh form pengujian organoleptik yang dilakukan dapat dilihat pada Lampiran 3, sedangkan hasil analisis organoleptik tape ketan selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Selain analisis di atas, juga dilakukan analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat (by difference)) pada awal saat tape ketan hitam yang sudah jadi dan sebelum

disimpan ke dalam lemari pendingin (refrigerator) serta pada akhir

penyimpanan. Diagram alir kajian penurunan mutu tape ketan hitam selama penyimpanan pada suhu rendah (dingin) dapat dilihat pada Gambar 3.

(39)

Kemasan I Volume Ketan 90% (b/v)

Diinkubasi pada suhu ruang selama 2-3 hari

Kemasan II Kemasan III

Tape ketan hitam

Analisis dilakukan setiap 6 jam selama 2 hari:

- Kadar Gula - Kadar Total Asam - pH

- Organoleptik (rasa, aroma, tekstur) Volume Ketan 75% (b/v) Volume Ketan 60% (b/v) Volume Ketan 90% (b/v) Volume Ketan 75% (b/v) Volume Ketan 60% (b/v) Volume Ketan 90% (b/v) Volume Ketan 75% (b/v) Volume Ketan 60% (b/v)

Analisis proksimat dilakukan pada ketan mentah, ketan kukus dan tape yang sudah

jadi: - Kadar Air - Kadar Abu - Kadar Protein - Kadar Lemak - Kadar Karbohidrat (by difference)

Dicampur dengan ragi tape 0,1% Didinginkan sampai mendekati suhu ruang

Dikukus selama ± 30 menit Dicuci dengan air bersih

Direndam semalaman

Dibersihkan dari kotoran, pasir atau gabah dan dicuci Beras Ketan Hitam

Gambar 2. Diagram alir pembuatan tape ketan hitam dalam kemasan dan volume ketan yang berbeda

(40)

Kemasan IV Kemasan I Kemasan III

Penyimpanan dalam chiller

Analisis proksimat dilakukan pada awal sebelum penyimpanan dan akhir

penyimpanan : - Kadar Air - Kadar Abu - Kadar Protein - Kadar Lemak - Kadar Karbohidrat (by difference)

Analisis dilakukan setiap hari : - Kadar Gula - Total Asam - pH - Kadar Alkohol - Organoleptik (rasa,

aroma, tekstur, dan penerimaan umum)

Penurunan mutu selama penyimpanan pada suhu rendah Tape Ketan Hitam

Gambar 3. Diagram alir kajian penurunan mutu tape ketan hitam selama penyimpanan pada suhu rendah (dingin)

(41)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK KEMASAN

Karakterisasi kemasan perlu dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat bahan kemasan yang digunakan. Dalam penelitian ini, kemasan yang digunakan untuk pembuatan dan penyimpanan tape ketan hitam adalah kemasan plastik yang memiliki bahan dasar polipropilen dan polietilen serta kemasan berbahan dasar bambu. Karakteristik kemasan dapat dilihat dari beberapa faktor yaitu nilai densitas, gramatur, O2TR, CO2TR, dan WVTR.

Setiap kemasan memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyerap gas dan uap air, tergantung dari jenis polimer penyusunnya. Kemasan yang berbahan dasar polipropilen, memiliki kemampuan menyerap gas dan uap air yang lebih rendah dibandingkan dengan kemasan yang berbahan dasar polietilen. Kemampuan dalam menyerap gas dan uap air ke dalam suatu bahan kemasan dapat dilihat dari nilai laju transmisinya. Semakin kecil nilai laju transmisi yang diperoleh maka semakin rendah kemampuan suatu bahan kemasan tersebut dalam menyerap gas dan uap air, begitu juga sebaliknya. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transmisi yaitu suhu, kelembaban udara, perbedaan tekanan, ketebalan dan luas permukaan. Data sifat fisik dari tiap kemasan dapat dilihat pada Tabel 5.

Perhitungan laju transmisi gas oksigen (O2TR), laju transmisi gas karbondioksida (CO2TR), dan laju transmisi uap air (WVTR) diperoleh berdasarkan hasil pengukuran dimensi tiap kemasan. Semakin besar nilai perhitungan laju transmisi gas oksigen (O2TR), laju transmisi gas karbondioksida (CO2TR), dan laju transmisi uap air (WVTR) maka akan mempengaruhi mutu dari tape ketan. Banyaknya O2 yang terkandung dalam kemasan akan mempengaruhi aktivitas mikroba aerob yang berperan dalam fermentasi tape ketan. Sedangkan dalam penyimpanan terjadi oksidasi yang dapat menurunkan mutu dari tape ketan hitam tersebut walaupun kerja mikroba menjadi lebih lambat karena disimpan dalam lemari pendingin (chiller).

(42)

Tabel 5. Data sifat fisik bahan pengemas tape ketan

Kemasan I Kemasan II Kemasan III Kemasan IV Perhitungan

wadah tutup wadah tutup wadah tutup wadah tutup Gramatur (g/m2) 368,64 1380,58 1879,63 191,85 1560,52 1309,14 1857,22 Densitas (kg/m3) 231,85 5925,24 1146,12 157,25 1238,51 552,38 1205,99 Ketebalan (mm) 1,59 1,39 0,233 1,64 1,22 1,26 2,37 1,54 Luas permukaan (cm2) 770,4 838,78 268,67 4639,05 212,75 1479,6 372,6 O2TR (cm3/hari) ∞ ∞ 11,25 1,56 11,88 0,53 1,95 2,30 Total ∞ 12,81 12,41 4,25 CO2TR (cm3/hari) ∞ ∞ 45,64 6,32 48,21 2,14 7,92 9,34 Total ∞ 51,96 50,35 17,26 WVTR (cm3/hari) ∞ ∞ 337,36 27,99 356,34 15,82 58,51 41,35 Total ∞ 365,35 372,16 99,86 Kondisi

Penutupan Non sealed mendekati nol Air sealed Air sealedmendekati nol tidak mendekati nol Air sealed * suhu 30oC

Keterangan : Kemasan I : kemasan berbahan dasar bambu

Kemasan II : kemasan plastik berbahan dasar PP + PE Kemasan III : kemasan plastik berbahan dasar PP + PP Kemasan IV : kemasan plastik berbahan dasar PP + PE

Pengukuran nilai densitas suatu plastik sangat penting, karena densitas menunjukkan struktur plastik secara umum. Aplikasi dari hal tersebut dapat dilihat dari kemampuan plastik dalam melindungi produk dari beberapa zat seperti air, O2 dan CO2. Ketebalan bahan kemasan sangat menentukan laju transmisi gas oksigen (O2TR) dan uap air (WVTR) kemasan (Robertson, 1993). Ketebalan dan luas permukaan diukur untuk menghitung laju transmisi. Semakin tebal kemasan maka semakin sedikit gas dan uap air yang masuk ke dalam kemasan, sehingga semakin kecil nilai laju transmisi yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya. Selain itu, semakin besar luas permukaan kemasan maka semakin besar nilai laju transmisi yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya. Dengan adanya oksigen, karbondioksida dan uap air akan mempengaruhi produk selama penyimpanan karena dapat menyebabkan terjadinya oksidasi dan hidrolisis. Semakin kecil nilai O2TR, CO2TR, dan WVTR dari hasil perhitungan, maka bahan kemasan dapat melindungi produk dari proses oksidasi dan hidrolisis sehingga dapat mempertahankan kualitas produk, begitu juga sebaliknya.

(43)

Berdasarkan perhitungan, kemasan I memiliki nilai O2TR, CO2TR, dan WVTR terbesar di antara keempat kemasan yang digunakan. Besarnya rongga-rongga atau pori-pori pada kemasan I yang terbuat dari anyaman bambu, menyebabkan mudahnya gas dan uap air masuk ke dalam kemasan sehingga dapat mempercepat proses fermentasi serta menyebabkan terjadinya proses oksidasi dan hidrolisis yang menyebabkan kemasan tersebut tidak dapat mempertahankan kualitas tape ketan hitam. Kecilnya pori-pori pada kemasan II, kemasan III, dan kemasan IV dapat menghambat masuknya mikroba yang akan mempengaruhi proses fermentasi dan mencegah terjadinya proses oksidasi dan hidrolisis sehingga diharapkan dapat mempertahankan mutu tape ketan hitam. Pada kemasan IV memiliki nilai O2TR, CO2TR dan WVTR yang terkecil di antara ketiga kemasan tersebut. Kecilnya nilai O2TR, CO2TR, dan WVTR pada kemasan IV ini karena ketebalan kemasan yang dimiliki lebih besar dibandingkan dengan kemasan II dan kemasan III, sehingga gas dan uap air yang masuk lebih sedikit terutama gas O2. Kemasan IV relatif lebih melindungi produk dari proses oksidasi dan hidrolisis, sehingga dapat mempertahankan kualitas produk serta dapat memperlambat proses fermentasi.

Sifat kaku (rigid) dan ketebalan yang dimiliki oleh kemasan polipropilen

dan polietilen memungkinkan untuk penggunaan berulang kali. Kemasan besek dikategorikan kemasan yang hanya dapat dipakai beberapa kali karena apabila berulang kali dipakai dan dibersihkan akan mudah rusak.

Hal lain yang harus dimiliki oleh kemasan adalah sistem penutupannya. Dengan sistem penutupan yang baik maka kemasan yang memiliki kemampuan menyerap gas maupun uap air yang rendah secara keseluruhan dapat meningkatkan daya lindung kemasan terhadap produk. Apabila bahan kemasan tersebut tersusun dari polimer yang memiliki kemampuan menyerap gas dan uap air yang sangat rendah terhadap gas dan uap air, tetapi tidak memiliki sistem penutup yang baik maka kemasan tersebut menjadi kurang optimum dalam menjaga mutu produk yang dikemasnya.

Di antara keempat kemasan yang digunakan, kemasan I memiliki sistem penutupan yang tidak rapat dikarenakan pada kemasan ini mempunyai rongga-rongga atau pori-pori. Kemasan II, kemasan III, dan kemasan IV memiliki

(44)

bahan dasar kemasan dan kondisi penutupan yang berbeda-beda. Pada kemasan II dan kemasan IV memiliki bahan dasar yang tidak sama antara wadah dan tutupnya. Tutup pada kemasan II dan IV memiliki air sealed yang mendekati

nilai nol sehingga dapat menghambat keluar masuknya gas dan uap air ke dalam kemasan. Berdasarkan perhitungan, kemasan II memiliki nilai O2TR, CO2TR dan WVTR yang lebih besar dibandingkan dengan kemasan IV karena wadah pada kemasan II lebih tipis dan luas permukaan wadah kemasan II lebih besar dibandingkan dengan kemasan IV, sehingga gas dan uap air yang masuk ke dalam kemasan lebih banyak. Pada kemasan III memiliki bahan dasar yang sama antara wadah dan tutupnya yaitu sama-sama berbahan dasar polipropilen. Tutup pada kemasan III memiliki air sealed yang tidak mendekati nilai nol

sehingga gas dan uap air lebih mudah masuk ke dalam kemasan. Banyaknya gas dan uap air yang masuk ke dalam kemasan menghasilkan nilai O2TR, CO2TR dan WVTR yang lebih besar daripada kemasan II dan kemasan IV.

B. PENGARUH JENIS KEMASAN DAN VOLUME KETAN PADA FERMENTASI TAPE

Tujuan tahapan ini adalah untuk mendapatkan jenis kemasan dan volume ketan terbaik terhadap proses fermentasi saat inkubasi berlangsung, sehingga dapat menghasilkan tape ketan yang lebih baik dan disukai oleh konsumen. Pemilihan jenis kemasan dan volume terbaik ini dilakukan melalui analisis kimia dan uji organoleptik yang dilakukan setiap 6 jam sekali selama 2-3 hari atau selama 48-72 jam.

Analisis kimia yang dilakukan selama periode pembuatan tape ketan adalah kadar gula, total asam tertitrasi, derajat keasaman (pH), dan uji organoleptik. Selain dilakukan analisis kimia dan uji organoleptik juga dilakukan analisis proksimat pada ketan mentah dan ketan kukus serta tape ketan yang sudah diinkubasi selama 2-3 hari atau selama 48-72 jam. Nilai korelasi, slope, dan intercept hasil pembuatan tape ketan dapat dilihat pada

Lampiran 5. Hasil analisis kimia dan uji organoleptik serta analisis proksimat yang telah dilakukan selama proses pembuatan adalah sebagai berikut.

Gambar

Tabel 1. Komposisi kimia beras ketan hitam dan beras ketan putih  Kandungan (per 100 gram bahan)  Komponen
Gambar 1. Diagram alir pembuatan tape ketan (Saono, 1981)
Tabel 3. Komposisi kimia tape ketan per 100 gram
Gambar 2. Diagram alir pembuatan tape ketan hitam dalam kemasan dan     volume ketan yang berbeda
+7

Referensi

Dokumen terkait

Walaupun dari hasil organoleptik terhadap aroma, warna, rasa dan tekstur panelis lebih menyukai biskuit dengan penambahan hasil parutan bit merah, tetapi apabila

Pada suhu dingin, tape ketan dapat diterima sampai 4 minggu penyimpanan dengan rata-rata kadar alkohol sebesar 2.5%, kadar gula total 35.67%, TPT 39.2 0 Brix, total asam 95.79

Berdasarkan hasil uji organoleptik yang meliputi warna kulit buah, warna daging buah, aroma, rasa, dan kekerasan, untuk penyimpanan buah pepaya sampai 20 hari lebih baik disimpan

Berat jamur tiram kering untuk masing-masing kemasan adalah 10 gram, yang kemudian disimpan dalam climatic chamber dengan 3 suhu penyimpanan yaitu 10

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara jenis kemasan dan lama penyimpanan yang berbeda terhadap tekstur, warna, aroma dan kerapatan wafer

Tingkat kesukaan panelis berdasarkan uji organoleptik pada paramater warna, aroma, rasa, daya sedot, dan penerimaan keseluruhan terhadap minuman jeli dipengaruhi oleh

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perlakuan Aroma Warna Rasa Tekstur Daun Pisang Sangat beraroma Putih kekuningan Sangat manis Lunak Plastik Beraroma Putih kekuningan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik organoleptik meliputi rasa, aroma, warna, tekstur, penerimaan secara keseluruhan, mutu warna, mutu rasa dan mutu tekstur pada kue