• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mempelajari Pengaruh Penyimpanan Tape Ketan (Oryza Sativa Glutinosa) Terhadap Daya Terima Konsumen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mempelajari Pengaruh Penyimpanan Tape Ketan (Oryza Sativa Glutinosa) Terhadap Daya Terima Konsumen"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

MEMPELAJARI PENGARUH PENYIMPANAN TAPE KETAN (Oryza sativa glutinosa) TERHADAP DAYA TERIMA KONSUMEN

Oleh:

YENY NUR PUTRI F24103064

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

Yeny Nur Putri. F24103064. Mempelajari Pengaruh Penyimpanan Tape Ketan

(Oryza sativa glutinosa) Terhadap Daya Terima Konsumen. Di bawah bimbingan

Suliantari.

RINGKASAN

Tape ketan (Oryza sativa glutinosa) merupakan makanan tradisional hasil fermentasi yang banyak digemari karena rasanya yang khas. Tape ketan diperoleh dengan cara mengukus bahan mentah yaitu beras ketan, diinokulasikan dengan ragi tape kemudian disimpan pada suhu ruang dalam jangka waktu tertentu. Pada penelitian ini akan ditentukan ragi tape terbaik yang dapat menghasilkan tape ketan yang paling disukai dan menentukan kondisi penyimpanan terbaik yang dapat mempertahankan mutu tape ketan. Selain itu akan dipelajari perubahan-perubahan yang terjadi selama penyimpanan, serta mengetahui penerimaan konsumen terhadap mutu tape ketan selama penyimpanan

Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan jenis ragi terbaik yang dapat menghasilkan tape ketan yang paling disukai menggunakan tiga jenis ragi, yaitu ragi Pasar Anyar, Pasar Gedang, dan NKL serta satu tape ketan asli dari daerah Kuningan sebagai pembanding. Pemilihan jenis ragi dilakukan melalui uji organoleptik hedonik terhadap aroma, rasa, tekstur, penampakan, serta overall.

Pada penelitian utama akan ditentukan kondisi penyimpanan terbaik bagi tape ketan dan mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi selama penyimpanan, serta mengetahui penerimaan konsumen terhadap mutu tape ketan selama penyimpanan. Penyimpanan dilakukan pada suhu ruang dengan pengamatan pada hari ke-0, 3, 6, 14 dan suhu dingin dengan pengamatan pada minggu ke-1, 2, 3, 4. Uji organoleptik meliputi aroma, rasa, tekstur, penampakan, serta overall. Analisis kimia meliputi kadar gula total, total padatan terlarut, kadar alkohol, total asam, dan kadar air. Selain itu dilakukan pula identifikasi mikroba untuk mengetahui jenis mikroba yang terdapat pada ragi tape terpilih.

Dari hasil penelitian pendahuluan diketahui bahwa jenis ragi tape terbaik yaitu ragi Pasar Anyar dan ragi Pasar Gedang dengan nilai rata-rata kesukaan lebih tinggi (aroma, rasa, tekstur, penampakan, overall) dibandingkan kedua jenis tape ketan lainnya. Sehingga kedua jenis ragi tersebut yang digunakan pada penelitian selanjutnya.

(3)

34.80%, TPT 42.50Brix, total asam 60.44 ml NaOH/100 ml bahan, kadar air 50.76%.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama penyimpanan, diketahui bahwa kerusakan tape terjadi setelah 3 hari dan 4 minggu penyimpanan, yaitu timbul aroma asam yang menyengat dan busa pada cairan tape yang cukup banyak. Daya simpan tape ketan yang layak dikonsumsi yaitu sampai 3 hari pada suhu ruang dan 4 minggu pada suhu dingin. Penyimpanan terbaik yaitu pada suhu dingin karena dapat mempertahankan mutu tape ketan hingga 4 minggu penyimpanan.

Penyimpanan suhu ruang (tape ketan ragi PA dan ragi PG) dapat menurunkan nilai TPT, sedangkan nilai kadar air, kadar alkohol, total asam meningkat. Nilai kadar gula total untuk kedua tape meningkat selama 3 hari penyimpanan dan menurun sampai hari ke-14. Pada penyimpanan suhu dingin (tape ketan ragi PA dan ragi PG), nilai kadar alkohol meningkat sedangkan nilai TPT, kadar air, total asam yang bervariasi. Nilai kadar gula total tape ketan ragi PA mengalami penurunan, sedangkan tape ketan ragi PG bervariasi.

Berdasarkan uji statistik, penyimpanan suhu ruang berpengaruh nyata terhadap nilai kadar alkohol dan kadar gula total tape ketan ragi PA dan PG, serta total asam tape ketan ragi PA (p<0.05), dan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai TPT, kadar air tape ketan ragi PA dan PG, serta total asam tape ketan ragi PG (p>0.05). Sedangkan penyimpanan suhu dingin tidak berpengaruh nyata terhadap nilai TPT, kadar air, kadar alkohol, total asam, kadar gula total tape ketan ragi PA dan PG (p>0.05).

Penyimpanan suhu ruang tidak berpengaruh nyata terhadap aroma, tekstur, penampakan, serta overall dan berpengaruh nyata terhadap rasa tape ketan ragi PA. Untuk tape ketan ragi PG, penyimpanan suhu ruang tidak berpengaruh nyata terhadap aroma, rasa, tekstur, penampakan, serta overall. Sedangkan penyimpanan suhu dingin tidak berpengaruh nyata terhadap aroma, tekstur, penampakan, dan berpengaruh nyata terhadap rasa serta overall kedua jenis tape ketan. Secara umum, kesukaan panelis terhadap tape ketan ragi PG lebih tinggi dibandingkan dengan tape ketan ragi PA.

(4)

MEMPELAJARI PENGARUH PENYIMPANAN TAPE KETAN (Oryza sativa glutinosa) TERHADAP DAYA TERIMA KONSUMEN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

YENY NUR PUTRI F24103064

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(5)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

MEMPELAJARI PENGARUH PENYIMPANAN TAPE KETAN (Oryza sativa glutinosa) TERHADAP DAYA TERIMA KONSUMEN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

YENY NUR PUTRI F24103064

Dilahirkan pada tanggal 15 Februari 1985 di Cirebon

Tanggal lulus : 21 Agustus 2007

Menyetujui

Bogor, Agustus 2007

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 15 Februari 1985,

dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

Bapak Nurjamil dan Ibu H. Yuyun Suganda. Penulis memulai

pendidikan pada tahun 1989-1991 di TK PGRI Kuningan,

1991-1997 di SDN V Kuningan dan pada tahun 1997-2000 di

SLTPN 1 Kuningan. Selanjutnya penulis melanjutkan sekolah

ke SMUN 1 Kuningan dan lulus pada tahun 2003.

Penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan pada tahun 2003 melalui USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Sesuai

dengan kurikulum Program Studi Sarjana (S1) Teknologi Pangan periode

2003-2008 pada semester 6, penulis mengambil bidang minat Teknologi Proses

Pengolahan Pangan. Selain mengikuti kegiatan perkuliahan penulis juga aktif di

berbagai kegiatan kepanitiaan pada acara Seminar Pangan Nasional pada tahun

2004, Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XIII pada tahun 2005, serta BAUR 2005.

Penulis membuat tugas akhir dengan judul ”Mempelajari Pengaruh

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT atas rahmat dan ridha-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya tulis akhir

ini untuk memenuhi segala persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana. Dalam

pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya tulis ini, penulis banyak mendapat

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua; Mamah dan Bapak tercinta, adik-adikku yang sangat

kusayang Rera dan Memey, dan seluruh keluarga penulis yang telah

mendukung dan mendoakan penulis selama ini sehingga membuat segalanya

lebih mudah.

2. Ibu Dra. Suliantari, MS, selaku dosen Pembimbing Akademik yang selama ini

telah banyak membantu dan mendukung penulis, memberikan kritik dan saran

bagi penulis dalam penelitian maupun penulisan karya tulis akhir ini.

3. Bapak Dr. Ir. Slamet Budijanto M.Agr dan Bapak Dr. Ir. Sukarno, MSc. atas

waktu dan kesediaannya sebagai dosen penguji.

4. Seluruh teman-teman seperjuangan ITP’40 yang telah memberikan banyak

kenangan indah.

5. Sahabat-sahabat terbaikku Ina, Andin, Dion, Tuti untuk kerjasama dan

kekompakannya selama ini.

6. Teman-teman satu lab, Beatrice, Eko, Mba Asih, Paula, Oneth, Papang,

Andal, Martin, Babeh, Mba Fany, Christine, Herher, Hayuning, Gilang.

Terima kasih atas kebersamaan dan keceriaan yang diberikan selama

menjalani penelitian.

7. Teman-teman kost Windy (Tilo, Vina, Ika, Lichan, Nooy, Ekus, Maulita,

Endang, Rubi, Anis, Lesta, Primus, Eneng, Sari, Dewi). Terima kasih atas

(8)

8. Teman-teman Balleboys (Denang, Ados, Arga, Adie, Yoga, Udjo, Arie,

Chusni, Sarwo). Tarima kasih atas bantuan, kebersamaan, dan keceriaan yang

telah diberikan.

9. Seluruh teknisi laboratorium dan karyawan Departemen ITP yang telah

banyak membantu penulis.

10.Pak Muchtadin, pak Misdi dan staf AJMP Fateta yang telah banyak membantu

penulis dalam mengurus administrasi selama di Fateta.

11.Pustakawan-pustakawan perpustakaan Fateta, PAU, dan LSI, terimakasih atas

segala bantuannya.

12.Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah

memberikan ilmu dan mendukung kemajuan penulis.

13.Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu terima

kasih atas bantuan sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh

sebab itu masukan dan kritik yang membangun selalu penulis tunggu. Akhir kata,

penulis berharap semoga karya tulis akhir ini dapat bermanfaat dan memberikan

kontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2007

(9)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Makanan hasil fermentasi banyak digemari oleh masyarakat karena

rasanya yang khas. Makanan fermentasi yang terkenal dan sering dikonsumsi

yaitu tape, tempe, kecap, tauco dan oncom. Pengolahan pangan secara

fermentasi merupakan salah satu cara untuk mengawetkan makanan.

Produk-produk fermentasi dikelompokkan menjadi : 1) produk

makanan dengan nilai gizi tinggi, 2) produk makanan hasil proses fermentasi

asam, 3) produk di mana etanol merupakan hasil utama proses fermentasi, 4)

produk fermentasi yang dikonsumsi sebagai saus dan penyedap makanan.

Berdasarkan mikroorganisme yang aktif, produk-produk fermentasi ini dapat

dikelompokkan menjadi : 1) produk fermentasi khamir, 2) produk fermentasi

kapang, 3) produk fermentasi bakteri, 4) produk fermentasi campuran

(Rahman, 1992).

Berdasarkan pengelompokkan di atas, tape merupakan produk

fermentasi alkohol serta merupakan fermentasi campuran. Tape merupakan

makanan tradisional hasil fermentasi yang diperoleh dengan cara mengukus

bahan mentah, diinokulasikan dengan ragi tape, kemudian disimpan atau

diperam dalam jangka waktu tertentu pada suhu ruang. Tape ketan merupakan

salah satu produk tape dengan bahan dasar beras ketan yang kaya dengan pati.

Tape mempunyai tekstur yang lunak dan berair dengan rasa yang manis,

asam, dan sedikit bercitarasa alkohol. Kandungan alkohol pada tape yaitu

sekitar 3-5 % dengan pH sekitar 4 (Rahman, 1992).

Ragi tape mengandung tiga jenis mikroba, yaitu kapang, khamir, dan

bakteri. Menurut Suliantari dan Rahayu (1990), mikroba yang diduga paling

berperan dalam fermentasi tape adalah Amylomyces rouxii, Endomycopsis

burtonii dan Saccharomyces cereviciae. Selain itu ada pula bakteri asam

laktat (Pediococcus) dan bakteri amilolitik (Bacillus). Mikroorganisme yang

(10)

yang dihasilkan. Masing-masing jenis ragi akan memberikan konsistensi, rasa,

aroma maupun flavor yang berbeda-beda.

Selama fermentasi, tape mengalami perubahan biokimiawi akibat

aktifitas mikroba. Perubahan yang terpenting adalah hidrolisis pati menjadi

glukosa dan maltosa, sehingga menghasilkan rasa manis. Hidrolisis sebagian

gula alkohol dan asam-asam organik dikatalisis oleh enzim yang dihasilkan

oleh mikroba.

Tape ketan yang dikemas daun jambu merupakan makanan khas dari

daerah Kuningan atau Cirebon, Jawa Barat yang memiliki tekstur dan aroma

yang disukai oleh konsumen. Namun bagi sebagian orang, tape tersebut masih

menjadi masalah karena kandungan alkohol yang terdapat di dalamnya. Selain

itu belum ada penelitian khusus mengenai pengaruh penyimpanan terhadap

mutu tape yang dihasilkan dan kandungan alkohol tape tersebut.

Kandungan alkohol pada tape ketan akan semakin meningkat dengan

semakin lamanya penyimpanan. Sebagian orang tidak mau mengkonsumsi

tape tersebut setelah lebih dari dua hari penyimpanan. Pada penelitian ini akan

dianalisis berapa lama waktu penyimpanan yang baik untuk tape ketan

tersebut, sehingga dapat diketahui sampai berapa lama tape ketan tersebut

masih aman untuk dikonsumsi.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk memilih jenis ragi terbaik yang dapat

menghasilkan tape ketan yang paling disukai dan menentukan kondisi

penyimpanan terbaik yang dapat mempertahankan mutu tape ketan. Selain itu,

penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui perubahan-perubahan fisik dan

kimia yang terjadi selama penyimpanan, serta mengetahui penerimaan

(11)

SKRIPSI

MEMPELAJARI PENGARUH PENYIMPANAN TAPE KETAN (Oryza sativa glutinosa) TERHADAP DAYA TERIMA KONSUMEN

Oleh:

YENY NUR PUTRI F24103064

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(12)

Yeny Nur Putri. F24103064. Mempelajari Pengaruh Penyimpanan Tape Ketan

(Oryza sativa glutinosa) Terhadap Daya Terima Konsumen. Di bawah bimbingan

Suliantari.

RINGKASAN

Tape ketan (Oryza sativa glutinosa) merupakan makanan tradisional hasil fermentasi yang banyak digemari karena rasanya yang khas. Tape ketan diperoleh dengan cara mengukus bahan mentah yaitu beras ketan, diinokulasikan dengan ragi tape kemudian disimpan pada suhu ruang dalam jangka waktu tertentu. Pada penelitian ini akan ditentukan ragi tape terbaik yang dapat menghasilkan tape ketan yang paling disukai dan menentukan kondisi penyimpanan terbaik yang dapat mempertahankan mutu tape ketan. Selain itu akan dipelajari perubahan-perubahan yang terjadi selama penyimpanan, serta mengetahui penerimaan konsumen terhadap mutu tape ketan selama penyimpanan

Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan jenis ragi terbaik yang dapat menghasilkan tape ketan yang paling disukai menggunakan tiga jenis ragi, yaitu ragi Pasar Anyar, Pasar Gedang, dan NKL serta satu tape ketan asli dari daerah Kuningan sebagai pembanding. Pemilihan jenis ragi dilakukan melalui uji organoleptik hedonik terhadap aroma, rasa, tekstur, penampakan, serta overall.

Pada penelitian utama akan ditentukan kondisi penyimpanan terbaik bagi tape ketan dan mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi selama penyimpanan, serta mengetahui penerimaan konsumen terhadap mutu tape ketan selama penyimpanan. Penyimpanan dilakukan pada suhu ruang dengan pengamatan pada hari ke-0, 3, 6, 14 dan suhu dingin dengan pengamatan pada minggu ke-1, 2, 3, 4. Uji organoleptik meliputi aroma, rasa, tekstur, penampakan, serta overall. Analisis kimia meliputi kadar gula total, total padatan terlarut, kadar alkohol, total asam, dan kadar air. Selain itu dilakukan pula identifikasi mikroba untuk mengetahui jenis mikroba yang terdapat pada ragi tape terpilih.

Dari hasil penelitian pendahuluan diketahui bahwa jenis ragi tape terbaik yaitu ragi Pasar Anyar dan ragi Pasar Gedang dengan nilai rata-rata kesukaan lebih tinggi (aroma, rasa, tekstur, penampakan, overall) dibandingkan kedua jenis tape ketan lainnya. Sehingga kedua jenis ragi tersebut yang digunakan pada penelitian selanjutnya.

(13)

34.80%, TPT 42.50Brix, total asam 60.44 ml NaOH/100 ml bahan, kadar air 50.76%.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama penyimpanan, diketahui bahwa kerusakan tape terjadi setelah 3 hari dan 4 minggu penyimpanan, yaitu timbul aroma asam yang menyengat dan busa pada cairan tape yang cukup banyak. Daya simpan tape ketan yang layak dikonsumsi yaitu sampai 3 hari pada suhu ruang dan 4 minggu pada suhu dingin. Penyimpanan terbaik yaitu pada suhu dingin karena dapat mempertahankan mutu tape ketan hingga 4 minggu penyimpanan.

Penyimpanan suhu ruang (tape ketan ragi PA dan ragi PG) dapat menurunkan nilai TPT, sedangkan nilai kadar air, kadar alkohol, total asam meningkat. Nilai kadar gula total untuk kedua tape meningkat selama 3 hari penyimpanan dan menurun sampai hari ke-14. Pada penyimpanan suhu dingin (tape ketan ragi PA dan ragi PG), nilai kadar alkohol meningkat sedangkan nilai TPT, kadar air, total asam yang bervariasi. Nilai kadar gula total tape ketan ragi PA mengalami penurunan, sedangkan tape ketan ragi PG bervariasi.

Berdasarkan uji statistik, penyimpanan suhu ruang berpengaruh nyata terhadap nilai kadar alkohol dan kadar gula total tape ketan ragi PA dan PG, serta total asam tape ketan ragi PA (p<0.05), dan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai TPT, kadar air tape ketan ragi PA dan PG, serta total asam tape ketan ragi PG (p>0.05). Sedangkan penyimpanan suhu dingin tidak berpengaruh nyata terhadap nilai TPT, kadar air, kadar alkohol, total asam, kadar gula total tape ketan ragi PA dan PG (p>0.05).

Penyimpanan suhu ruang tidak berpengaruh nyata terhadap aroma, tekstur, penampakan, serta overall dan berpengaruh nyata terhadap rasa tape ketan ragi PA. Untuk tape ketan ragi PG, penyimpanan suhu ruang tidak berpengaruh nyata terhadap aroma, rasa, tekstur, penampakan, serta overall. Sedangkan penyimpanan suhu dingin tidak berpengaruh nyata terhadap aroma, tekstur, penampakan, dan berpengaruh nyata terhadap rasa serta overall kedua jenis tape ketan. Secara umum, kesukaan panelis terhadap tape ketan ragi PG lebih tinggi dibandingkan dengan tape ketan ragi PA.

(14)

MEMPELAJARI PENGARUH PENYIMPANAN TAPE KETAN (Oryza sativa glutinosa) TERHADAP DAYA TERIMA KONSUMEN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

YENY NUR PUTRI F24103064

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(15)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

MEMPELAJARI PENGARUH PENYIMPANAN TAPE KETAN (Oryza sativa glutinosa) TERHADAP DAYA TERIMA KONSUMEN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

YENY NUR PUTRI F24103064

Dilahirkan pada tanggal 15 Februari 1985 di Cirebon

Tanggal lulus : 21 Agustus 2007

Menyetujui

Bogor, Agustus 2007

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 15 Februari 1985,

dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

Bapak Nurjamil dan Ibu H. Yuyun Suganda. Penulis memulai

pendidikan pada tahun 1989-1991 di TK PGRI Kuningan,

1991-1997 di SDN V Kuningan dan pada tahun 1997-2000 di

SLTPN 1 Kuningan. Selanjutnya penulis melanjutkan sekolah

ke SMUN 1 Kuningan dan lulus pada tahun 2003.

Penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan pada tahun 2003 melalui USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Sesuai

dengan kurikulum Program Studi Sarjana (S1) Teknologi Pangan periode

2003-2008 pada semester 6, penulis mengambil bidang minat Teknologi Proses

Pengolahan Pangan. Selain mengikuti kegiatan perkuliahan penulis juga aktif di

berbagai kegiatan kepanitiaan pada acara Seminar Pangan Nasional pada tahun

2004, Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XIII pada tahun 2005, serta BAUR 2005.

Penulis membuat tugas akhir dengan judul ”Mempelajari Pengaruh

(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT atas rahmat dan ridha-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya tulis akhir

ini untuk memenuhi segala persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana. Dalam

pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya tulis ini, penulis banyak mendapat

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua; Mamah dan Bapak tercinta, adik-adikku yang sangat

kusayang Rera dan Memey, dan seluruh keluarga penulis yang telah

mendukung dan mendoakan penulis selama ini sehingga membuat segalanya

lebih mudah.

2. Ibu Dra. Suliantari, MS, selaku dosen Pembimbing Akademik yang selama ini

telah banyak membantu dan mendukung penulis, memberikan kritik dan saran

bagi penulis dalam penelitian maupun penulisan karya tulis akhir ini.

3. Bapak Dr. Ir. Slamet Budijanto M.Agr dan Bapak Dr. Ir. Sukarno, MSc. atas

waktu dan kesediaannya sebagai dosen penguji.

4. Seluruh teman-teman seperjuangan ITP’40 yang telah memberikan banyak

kenangan indah.

5. Sahabat-sahabat terbaikku Ina, Andin, Dion, Tuti untuk kerjasama dan

kekompakannya selama ini.

6. Teman-teman satu lab, Beatrice, Eko, Mba Asih, Paula, Oneth, Papang,

Andal, Martin, Babeh, Mba Fany, Christine, Herher, Hayuning, Gilang.

Terima kasih atas kebersamaan dan keceriaan yang diberikan selama

menjalani penelitian.

7. Teman-teman kost Windy (Tilo, Vina, Ika, Lichan, Nooy, Ekus, Maulita,

Endang, Rubi, Anis, Lesta, Primus, Eneng, Sari, Dewi). Terima kasih atas

(18)

8. Teman-teman Balleboys (Denang, Ados, Arga, Adie, Yoga, Udjo, Arie,

Chusni, Sarwo). Tarima kasih atas bantuan, kebersamaan, dan keceriaan yang

telah diberikan.

9. Seluruh teknisi laboratorium dan karyawan Departemen ITP yang telah

banyak membantu penulis.

10.Pak Muchtadin, pak Misdi dan staf AJMP Fateta yang telah banyak membantu

penulis dalam mengurus administrasi selama di Fateta.

11.Pustakawan-pustakawan perpustakaan Fateta, PAU, dan LSI, terimakasih atas

segala bantuannya.

12.Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah

memberikan ilmu dan mendukung kemajuan penulis.

13.Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu terima

kasih atas bantuan sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh

sebab itu masukan dan kritik yang membangun selalu penulis tunggu. Akhir kata,

penulis berharap semoga karya tulis akhir ini dapat bermanfaat dan memberikan

kontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2007

(19)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Makanan hasil fermentasi banyak digemari oleh masyarakat karena

rasanya yang khas. Makanan fermentasi yang terkenal dan sering dikonsumsi

yaitu tape, tempe, kecap, tauco dan oncom. Pengolahan pangan secara

fermentasi merupakan salah satu cara untuk mengawetkan makanan.

Produk-produk fermentasi dikelompokkan menjadi : 1) produk

makanan dengan nilai gizi tinggi, 2) produk makanan hasil proses fermentasi

asam, 3) produk di mana etanol merupakan hasil utama proses fermentasi, 4)

produk fermentasi yang dikonsumsi sebagai saus dan penyedap makanan.

Berdasarkan mikroorganisme yang aktif, produk-produk fermentasi ini dapat

dikelompokkan menjadi : 1) produk fermentasi khamir, 2) produk fermentasi

kapang, 3) produk fermentasi bakteri, 4) produk fermentasi campuran

(Rahman, 1992).

Berdasarkan pengelompokkan di atas, tape merupakan produk

fermentasi alkohol serta merupakan fermentasi campuran. Tape merupakan

makanan tradisional hasil fermentasi yang diperoleh dengan cara mengukus

bahan mentah, diinokulasikan dengan ragi tape, kemudian disimpan atau

diperam dalam jangka waktu tertentu pada suhu ruang. Tape ketan merupakan

salah satu produk tape dengan bahan dasar beras ketan yang kaya dengan pati.

Tape mempunyai tekstur yang lunak dan berair dengan rasa yang manis,

asam, dan sedikit bercitarasa alkohol. Kandungan alkohol pada tape yaitu

sekitar 3-5 % dengan pH sekitar 4 (Rahman, 1992).

Ragi tape mengandung tiga jenis mikroba, yaitu kapang, khamir, dan

bakteri. Menurut Suliantari dan Rahayu (1990), mikroba yang diduga paling

berperan dalam fermentasi tape adalah Amylomyces rouxii, Endomycopsis

burtonii dan Saccharomyces cereviciae. Selain itu ada pula bakteri asam

laktat (Pediococcus) dan bakteri amilolitik (Bacillus). Mikroorganisme yang

(20)

yang dihasilkan. Masing-masing jenis ragi akan memberikan konsistensi, rasa,

aroma maupun flavor yang berbeda-beda.

Selama fermentasi, tape mengalami perubahan biokimiawi akibat

aktifitas mikroba. Perubahan yang terpenting adalah hidrolisis pati menjadi

glukosa dan maltosa, sehingga menghasilkan rasa manis. Hidrolisis sebagian

gula alkohol dan asam-asam organik dikatalisis oleh enzim yang dihasilkan

oleh mikroba.

Tape ketan yang dikemas daun jambu merupakan makanan khas dari

daerah Kuningan atau Cirebon, Jawa Barat yang memiliki tekstur dan aroma

yang disukai oleh konsumen. Namun bagi sebagian orang, tape tersebut masih

menjadi masalah karena kandungan alkohol yang terdapat di dalamnya. Selain

itu belum ada penelitian khusus mengenai pengaruh penyimpanan terhadap

mutu tape yang dihasilkan dan kandungan alkohol tape tersebut.

Kandungan alkohol pada tape ketan akan semakin meningkat dengan

semakin lamanya penyimpanan. Sebagian orang tidak mau mengkonsumsi

tape tersebut setelah lebih dari dua hari penyimpanan. Pada penelitian ini akan

dianalisis berapa lama waktu penyimpanan yang baik untuk tape ketan

tersebut, sehingga dapat diketahui sampai berapa lama tape ketan tersebut

masih aman untuk dikonsumsi.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk memilih jenis ragi terbaik yang dapat

menghasilkan tape ketan yang paling disukai dan menentukan kondisi

penyimpanan terbaik yang dapat mempertahankan mutu tape ketan. Selain itu,

penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui perubahan-perubahan fisik dan

kimia yang terjadi selama penyimpanan, serta mengetahui penerimaan

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BERAS KETAN

Beras ketan (Oryza sativa glutinosa) termasuk ke dalam famili

Graminae dan merupakan salah satu varietas dari padi (Grist, 1975). Beras

ketan mempunyai kadar amilosa sekitar 1-2%, sedangkan beras yang

mengandung amilosa lebih besar dari 2% disebut beras biasa atau beras bukan

ketan (Winarno, 1986). Menurut Damardjati (1980), butir beras terdiri dari

endosperm, aleuron, dan embrio. Di dalam aleuron dan embrio terdapat

protein, lemak, mineral, dan beberapa vitamin, sedangkan pada bagian

endosperm hampir seluruhnya terdiri dari pati. Pati yang terdapat pada

endosperm, tidak seluruhnya terdiri dari granula pati, tetapi juga mengandung

pati terlarut, dekstrin, dan maltosa.

Beras ketan dapat dibedakan dari beras biasa, baik secara fisik maupun

secara kimia. Secara fisik, butir beras ketan berwarna oval, lunak, memiliki

warna putih di seluruh endospermnya, apabila dimasak, nasinya mempunyai

sifat mengkilap, lengket, serta kerapatan antar butir nasi tinggi sehingga

volume nasinya sangat kecil. Sedangkan butir beras biasa berwarna lebih

terang dan keras, serta memiliki warna putih pada bagian tengah beras. Selama

pertumbuhan butir beras, kandungan amilosa pada beras biasa akan

meningkat, sedangkan pada beras ketan kandungan amilosanya akan menurun

(Damardjati, 1980).

Beras ketan dibedakan menjadi dua macam, yaitu beras ketan putih

dan beras ketan hitam. Perbedaan beras ketan putih dengan beras ketan hitam

secara kimia dapat dilihat pada Tabel 1. Kandungan protein, air, dan vitamin

B1 pada beras ketan putih lebih tinggi dibandingkan dengan beras ketan

hitam. Kandungan karbohidrat dan kalsium beras ketan hitam lebih tinggi

dibandingkan dengan beras ketan putih. Sedangkan untuk lemak dan besi

mempunyai nilai yang sama untuk kedua jenis beras ketan. Protein yang

(22)

paling banyak yaitu asam oleat, asam linolenat, dan asam palmitat. Beberapa

vitamin yang terdapat pada beras ketan yaitu thiamin, riboflavin, dan niasin.

Tabel 1. Komposisi kimia beras ketan*

Komponen Jumlah per 100 g bahan

Ketan putih Ketan hitam

Protein (g) 7.0 6.7

Lemak (g) 0.7 0.7

Karbohidrat (g) 78.0 79.4

Kalsium (mg) 10.0 12.0

Fosfor (mg) 148.0 148.0

Besi (mg) 0.8 0.8

Vitamin B1 (mg) 0.2 0.16

Air (g) 13.0 12.0

*Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI, 1992

Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa komponen terbesar yang terdapat

pada beras ketan yaitu karbohidrat. Selain karbohidrat, komponen terbesar

pada beras ketan yaitu pati (C6H10O5)n yang merupakan homopolimer glukosa

dengan ikatan alfa glikosidik. Pati merupakan cadangan makanan yang

terdapat di dalam biji atau umbi tumbuhan, serta pada bagian

tumbuh-tumbuhan yang berwarna hijau. Menurut Winarno (1986), pati merupakan

butir atau granula yang berwarna putih, mengkilat, tidak mempunyai bau dan

rasa. Granula pati dibentuk dari lapisan tipis yang merupakan susunan

melingkar dari molekul-molekul pati. Dalam keadaan utuh, butir-butir pati

sangat tahan terhadap pengaruh zat kimia dan enzim (Damardjati, 1980). Pati

terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas, yaitu amilosa

yang merupakan fraksi terlarut dan amilopektin yang merupakan fraksi tidak

(23)

B. TAPE KETAN

Tape ketan dibuat dengan cara mencuci beras ketan kemudian

direndam selama beberapa jam, tujuannya untuk melunakkan jaringan beras

ketan sehingga tape yang dihasilkan tidak keras, selain itu perendaman juga

bertujuan untuk mempersingkat waktu pengukusan. Pencucian bertujuan

untuk menghilangkan kototan yang terdapat pada beras ketan serta

menghindari terjadinya kontaminasi. Menurut Sediaoetama (1993), pembuatan

tape ketan harus dilakukan dengan higienis, karena apabila tercemar oleh

mikroba lain atau karena peralatan yang kotor, ragi tape tidak akan tumbuh

dengan baik dan kemungkinan akan mengalami kegagalan, tidak manis dan

tidak empuk. Setelah itu, beras ketan dikukus selama kurang lebih satu jam,

kemudian diaron dengan menggunakan air matang. Setelah diaron ketan

dikukus kembali selama kurang lebih satu jam. Tujuan diaron yaitu supaya

ketan tidak kering dan dihasilkan ketan yang lengket dan tekstur yang lunak.

Ketan kemudian didinginkan hingga mendekati suhu ruang tujuannya supaya

mikroba-mikroba yang ada pada ragi dapat bekerja secara optimal.

Pengukusan menyebabkan pati tergelatinisasi dan selanjutnya akan

pecah menjadi amilosa dan amilopektin. Pati yang mengalami gelatinisasi ini

akan digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba-mikroba yang ada pada

ragi. Menurut Suliantari dan Rahayu (1990), lamanya pengukusan dipengaruhi

oleh jumlah bahan yang akan dikukus dan tekstur dari produk yang nantinya

diinginkan. Karena produk yang diinginkan yaitu tape ketan yang lunak maka

pengukusan dilakukan selama kurang lebih dua jam dan direndam terlebih

dahulu.

Setelah mendekati suhu ruang, ketan ditaburi ragi secara merata dan

ditempatkan dalam wadah tertutup untuk menciptakan kondisi anaerobik

kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama dua hingga lima hari.

Konsentrasi ragi yang ditambahkan yaitu 0.1%-0.5%, pada konsentrasi

tersebut dapat menghasilkan tape dengan citarasa manis, asam, dan sedikit

alkoholik yang disukai (Umaryadi, 1998). Menurut Steinkraus (1989), faktor

(24)

pada ragi serta keseragaman pada tahap pencampuran ragi dengan bahan yang

telah dimasak.

Ketan yang sudah ditaburi ragi kemudian dibungkus dengan daun

jambu yang merupakan khas dari daerah Cirebon atau Kuningan dan disimpan

pada wadah atau toples yang tertutup rapat untuk menciptakan kondisi

anaerobik. Selama inkubasi terjadilah proses fermentasi secara spontan oleh

mikroba-mikroba yang terdapat pada ragi.

Ragi mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses fermentasi

tape karena mengandung berbagai mikroorganisme terutama kapang dan

khamir. Ragi dapat dibuat dari beras atau tepung beras. Cara membuat ragi

tape ada beberapa cara, diantaranya adalah dengan mencampur bawang putih,

lada dengan beras yang telah direndam dalam air selama 8 jam dan

dihaluskan.

Apabila digunakan tepung beras, maka sebelum dicampur

rempah-rempah, tepung beras harus disangrai terlebih dahulu. Lengkuas yang akan

ditambahkan terlebih dahulu ditumbuk sampai halus dan ditambahkan air

untuk mendapatkan sari lengkuas. Pada campuran pasta beras atau tepung

beras tersebut ditambahkan air lengkuas dan air jeruk nipis serta air matang

sehingga terbentuk adonan. Apabila digunakan ragi pasar sebagai starter maka

untuk satu liter beras ditambahkan dua butir ragi. Selain itu, bisa juga dipakai

suspensi isolat murni kapang dan khamir (Suliantari dan Rahayu, 1990).

Rempah-rempah yang digunakan pada pembuatan ragi tape berfungsi

sebagai pembangkit aroma dan menghambat mikroba-mikroba yang tidak

diinginkan atau memicu pertumbuhan mikroba yang diinginkan. Sebagai

contoh yaitu penambahan cabe merah sebesar 6% dapat merangsang

pertumbuhan semua mikroba yang terdapat dalam ragi, sedangkan

penambahan kayu manis dapat memberikan efek bakteriostatik. Penambahan

bawang putih sebanyak 9% dan lengkuas sebanyak 16% juga dapat

menghambat pertumbuhan mikroba dalam ragi tape (Saono, 1981).

Rempah-rempah ditambahkan bersama beras atau tepung beras dan diadon bersama air

(25)

C. MIKROORGANISME PADA RAGI TAPE

Selama fermentasi tape, menurut Saono et al., (1977), mikroorganisme

yang terdapat dalam ragi tape didominasi oleh kapang dari genus Amylomyces,

Mucor dan Rhizopus, serta khamir dari genus Endomycopsis, Saccharomyces,

Hansenula dan Candida. Bakteri yang sering terdapat dalam ragi adalah genus

Pediococcus dan Bacillus. Mikroba yang terdapat dalam ragi pasar yaitu

Aspergillus oryzae, Rhizopus arrhizus, R. oligosporus, dan Aspergillus flavus

(Dwidjoseputro dan Wolf, 1970). Menurut Ko (1982), tidak semua mikroba

yang telah ditemukan dalam ragi penting untuk fermentasi bahan yang

mengandung pati menjadi tape.

Masing-masing mikroba yang terdapat pada ragi tape memiliki fungsi

yang berbeda-beda. Kapang yang tergolong amilolitik berfungsi dalam proses

sakarifikasi dan produksi alkohol. Khamir amilolitik berfungsi untuk

sakarifikasi dan produksi aroma. Peranan masing-masing mikroba dalam

proses fermentasi tape lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini :

Tabel 2. Peranan mikroba pada ragi tape*

Grup Mikroba Genus Fungsi

Kapang amilolitik Amylomyces Pembentukan sakarida (sakarifikasi)

dan cairan

Mucor Pembentukan sakarida dan cairan

Rhizopus Pembentukan cairan dan alkohol

Khamir amilolitik Endomycopsis Pembentukan sakarida dan produksi

aroma

Khamir non amilolitik Saccharomyces Pembentukan alkohol

Hansenula Pembentukan aroma

Endomycopsis Pembentukan aroma yang spesifik

Candida Pembentukan aroma yang spesifik

Bakteri asam laktat Pediococcus Pembentukan asam laktat

Bakteri amilolitik Bacillus Pembentukan sakarida

(26)

D. FERMENTASI TAPE

Fermentasi adalah salah satu reaksi oksidasi reduksi dalam sistem

biologi yang menghasilkan energi, dimana senyawa organik berperan sebagai

donor dan akseptor elektron (Winarno dan Fardiaz, 1984). Menurut Steinkraus

(1989), perubahan biokimiawi yang utama adalah hidrolisis pati menjadi

maltosa dan glukosa, karena adanya aktifitas kapang amilolitik Amylomyces

rouxii dan khamir Endomycopsis burtonii. Selanjutnya glukosa akan

difermentasi menjadi etanol dan asam-asam organik yang menimbulkan aroma

dan flavor yang khas pada tape.

Proses pembentukan tape adalah proses fermentasi yang bersifat

heterofermentatif karena menggunakan lebih dari satu jenis mikroba dan

spesies yang berbeda-beda (Hesseltine, 1979). Menurut Winarno et al.,

(1980), proses fermentasi tape adalah mengubah rasa, aroma, nilai gizi, dan

palabilitas.

Proses fermentasi yang berlangsung selama pembuatan tape terdiri dari

empat tahap penguraian, yaitu (1) molekul-molekul pati akan dipecah menjadi

dekstrin dan gula-gula sederhana, merupakan proses hidrolisis enzimatik,

(2) gula-gula yang terbentuk akan diubah menjadi alkohol, (3) alkohol akan

diubah menjadi asam-asam organik oleh bakteri Pediococcus dan Acetobacter

melalui proses oksidasi alkohol, (4) sebagian asam organik akan bereaksi

dengan alkohol membentuk citarasa tape yaitu ester (Hesseltine, 1979).

1. Hidrolisis Pati

Proses fermentasi diawali dengan hidrolisis pati oleh enzim

amilase yang dihasilkan oleh kapang, khamir, atau bakteri yang bersifat

amilolitik. Enzim pemecah karbohidrat terbagi atas tiga golongan, yaitu α -amilase, β-amilase, dan amiloglukosidase (Winarno, 1997). Enzim α -amilase akan menghidrolisis sebagian amilopektin. Cabang dengan ikatan

α-1,6-glukosa tahan terhadap serangan α-amilase dan β-amilase, sehingga menghasilkan α-limit dekstrin dan β-limit dekstrin. Reaksi hidolisis ikatan cabang α-1,6-glukosa oleh enzim amiloglukosidase berlangsung lambat (Winarno, 1986). Hasil pemecahan pati oleh amiloglukosidase berupa

(27)

1977). Tahap-tahap pemecahan pati menjadi glukosa adalah sebagai

berikut : pati sebagai sumber utama beras ketan akan dipecah oleh enzim

amilase menjadi amilodekstrin, eritrodekstrin, akrodekstrin, dan

maltodekstrin sebagai akhir dari proses pemecahan. Glukosa menjadi asam

laktat terjadi melalui jalur Embden-Myerhoff atau glikolisis (Buckle et al.,

1987).

2. Pembentukan Alkohol

Gula merupakan sumber energi bagi hewan dan tanaman. Kapang

memanfaatkan glukosa dan pati sebagai sumber karbon dalam

pembentukan etanol, sedangkan khamir lebih memanfaatkan glukosa

daripada pati sebagai sumber karbonnya. Menurut Saono (1981), kapang

memiliki kecepatan lebih besar daripada khamir dalam mengubah hasil

perombakan pati menjadi biomasa sel. Selanjutnya kapang dapat

memanfaatkan dengan baik glukosa dan pati sebagai sumber karbon dalam

pembentukan etanol dan biomasa. Khamir untuk keperluan yang sama

menggunakan glukosa lebih baik daripada pati.

Pemecahan asam piruvat menjadi etanol (etil alkohol) sering

disebut fermentasi alkohol. Selain etanol, dihasilkan juga CO2 (Winarno

dan Fardiaz, 1984). Enzim yang mampu mengubah glukosa menjadi

alkohol dan karbondioksida adalah enzim kompleks yang disebut Zimase,

dihasilkan oleh khamir S. cereviciae (Saono, 1981). Secara sederhana

proses hidrolisis glukosa menjadi etanol dapat dijelaskan melalui

persamaan Gay Lussac, yaitu :

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2

Pemecahan glukosa menjadi etanol melalui tahapan reaksi

anzimatik sampai terbentuknya asam piruvat. Asam piruvat dengan

perantara enzim dekarboksilase dan alkohol dehidrogenase diubah menjadi

etanol.

3. Oksidasi Alkohol Menjadi Asam dan Ester

Alkohol yang dihasilkan dari penguraian glukosa oleh khamir akan

(28)

asetat dengan alkohol (etanol) membentuk etil asetat. Etil asetat adalah

salah satu komponen pembentuk citarasa tape (Cronk et al, 1977).

Proses fermentasi lebih lanjut akan menghasilkan asam asetat

karena adanya bakteri Acetobacter yang sering terdapat pada ragi dan

bersifat oksidatif. Proses fermentasi juga akan menghasilkan asam piruvat

dan asam laktat. Asam piruvat adalah produk antara yang terbentuk dari

hasil hidrolisis gula menjadi etanol. Asam piruvat dapat diubah menjadi

etanol atau asam laktat. Bakteri Pediococcus pentosaeus mengkatalisis

perubahan asam piruvat menjadi asam laktat (Kozaki, 1984).

E. PENGAWETAN

Pengawetan merupakan suatu cara untuk memperpanjang umur simpan

suatu produk. Metode pengawetan diharapkan dapat mempertahankan

kandungan nutrisi dalam bahan pangan tersebut, menghambat atau mencegah

terjadinya kerusakan, menghindari terjadinya keracunan serta mempermudah

penanganan dan penyimpanan. Metode pengawetan yang umum digunakan

adalah penurunan Aw bahan, penambahan bahan pengawet kimia, dan

penyimpanan dengan suhu rendah.

Tape tergolong ke dalam pangan basah. Oleh karena itu, tape mudah

sekali rusak pada penyimpanan suhu kamar. Tape pada penyimpanan suhu

kamar hanya dapat bertahan sampai 3 hari (Saono et al., 1977).

Penyimpanan bahan pangan pada suhu dingin dan beku merupakan

salah satu metode pengawetan yang menggunakan suhu rendah. Kondisi

tersebut dapat menghambat atau memperlambat reaksi kimia, aktivitas enzim

dan mikroba. Menurut Frazier dan Westhoff (1978), penyimpanan pada suhu

rendah dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu penyimpanan pada suhu

yang sedikit lebih rendah daripada suhu kamar dan umumnya di atas suhu

150C, penyimpanan pada suhu antara 00C dan 50C, dan penyimpanan pada suhu di bawah 00C (pembekuan). Penyimpanan dengan suhu pendinginan dapat mengawetkan bahan pangan sampai beberapa hari atau beberapa minggu

tergantung dari jenis bahan pangannya. Penyimpanan beku dapat

(29)

Perbedaan lain antara penyimpanan dingin dengan penyimpanan beku

yaitu berhubungan dengan aktivitas mikroba, dimana kebanyakan mikroba

yang bersifat merusak pangan tumbuh cepat pada suhu di atas 100C. Beberapa mikroba yang menghasilkan racun terhambat pada suhu di bawah 3.30C. Mikroba psikotropik akan berkembang secara perlahan pada kisaran suhu

antara 4.40C – (-9.40C), dimana pangan dalam keadaan beku. Kisaran suhu ini mengakibatkan mikroba tidak dapat memproduksi racun atau menyebabkan

penyakit, tetapi sampai dengan suhu -3.90C kerusakan pangan masih mungkin terjadi. Di bawah -9.40C tidak ada lagi pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan (Frazier dan Westhoff, 1978).

Kerusakan bahan pangan pada penyimpanan suhu rendah dapat berupa

fisik maupun mikrobiologis (Jonsen, 1984). Kerusakan fisik dapat berupa

kerusakan karena pendinginan maupun kerusakan karena pembekuan. Jonsen

(1984) menyatakan bahwa kerusakan pendinginan dapat disebabkan karena

terjadinya ketidakseimbangan sistem permeabilitas membran, sehingga dapat

menimbulkan pencoklatan pada permukaan luar bahan pangan yang disimpan.

Kerusakan karena pembekuan dapat menyebabkan penampakan permukaan

bahan berwarna cokelat muda dan teksturnya keras yang disebabkan karena

hilangnya air secara drastis dari permukaan bahan, sehingga menyebabkan

keadaan permukaan yang lebih porous. Kondisi ini bersifat irreversibel yang

dapat mengakibatkan kerusakan pada warna, tekstur, citarasa dan nilai nutrisi

dari bahan pangan. Kerusakaan lainnya yaitu terbentuknya kristal-kristal es

diantara sel, sehingga sel pecah dan akan kehilangan fungsi fisiologisnya.

Pembentukan kristal-kristal es ini juga akan berpengaruh pada tekstur bahan

pangan pada saat dilakukan pencairan kembali.

Kerusakan bahan pangan pada penyimpanan suhu rendah juga dapat

disebabkan oleh aktivitas mikroba. Mikroba yang sering terdapat pada suhu

rendah adalah mikroba yang bersifat psikrofilik, yaitu mikroba yang dapat

(30)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tape ketan

asli Kuningan, beras ketan putih, ragi cap Pasar Gedang yang berasal dari

Kuningan, ragi Pasar Anyar yang berasal dari Bapak Suhendar Pasar Kebon

Kembang Blok E, ragi cap NKL, daun jambu, pereaksi anthrone 0.1% dalam

asam sulfat pekat, larutan glukosa standar, buffer pH 4.0, NaOH 0.1 M,

CaCO3, larutan Pb asetat jenuh, Na-oksalat, air destilata, indikator

phenolptalein, kertas saring, media APDA, alkohol 70%, larutan pengencer,

dan gliserol.

Alat-alat yang digunakan adalah peralatan untuk membuat tape seperti

kompor dan panci perebusan, ruang penyimpanan dingin serta peralatan

untuk analisis kimia seperti neraca analitik, oven vakum, pH meter, peralatan

gelas, spektrofotometer. Untuk uji mikrobiologi seperti bunsen, cawan petri,

pipet mohr, otoklaf, mikroskop dan inkubator.

B. METODE PENELITIAN 1. Penelitian pendahuluan

Tahap ini bertujuan untuk memilih jenis ragi yang dapat

menghasilkan tape yang paling disukai melalui uji organoleptik dan

selanjutnya ragi inilah yang akan digunakan dalam pembuatan tape untuk

penelitian tahap berikutnya. Ragi yang digunakan yaitu ragi cap Pasar

Gedang, ragi Pasar Anyar, dan ragi cap NKL, serta sebagai pembanding

adalah tape asli Kuningan. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji

hedonik terhadap atribut aroma, rasa, tekstur, penampakan, serta

keseluruhan tapedengan jumlah panelis sebanyak 30 orang.

Pembuatan Tape Ketan

Beras ketan dicuci sampai bersih, kemudian direndam dalam air

selama dua jam. Setelah itu, beras ketan dikukus selama satu jam dan

diaron, lalu dikukus kembali selama kurang lebih satu jam. Ketan yang

(31)

ragi secara merata sebanyak 0.1%, yaitu 1 g untuk 1 kg beras ketan. Pada

konsentrasi 0.1% ternyata dapat menghasilkan tape ketan dengan tingkat

kemanisan yang disukai. Ketan yang telah ditaburi ragi dibungkus

dengan daun jambu dan disimpan dalam wadah tertutup, kemudian

diperam selama tiga hari.

2. Penelitian utama

Pada tahap ini akan dibuat tape ketan kembali menggunakan ragi

tape terpilih dari tahap pendahuluan kemudian tape ketan tersebut

disimpan pada dua jenis suhu penyimpanan, yaitu suhu kamar (25-300C) dan suhu dingin (0-50C). Untuk suhu kamar, penyimpanan dilakukan selama dua minggu dengan pengamatan pada hari ke-0, 3, 6, dan 14.

Untuk suhu dingin, penyimpanan dilakukan selama satu bulan dengan

pengamatan pada minggu ke-1, 2, 3, dan 4. Analisis kimia yang

dilakukan selama penyimpanan meliputi : total gula, total padatan

terlarut, kadar alkohol, total asam tertitrasi, dan kadar air. Selain itu pada

penelitian utama ini juga dilakukan uji organoleptik dan identifikasi

mikroba. Uji organoleptik yang dilakukan yaitu uji hedonik dengan 7

skala penilaian untuk mengetahui penerimaan konsumen selama

penyimpanan dengan jumlah panelis sebanyak 25 orang. Sedangkan

identifikasi mikroba dilakukan untuk mengetahui jenis mikroba yang

terdapat pada ragi tape, sehingga informasi ini dapat digunakan sebagai

saran dalam pemilihan jenis ragi yang dapat menghasilkan tape ketan

dengan citarasa dan aroma yang disukai.

C. METODE ANALISIS

1. Total Padatan Terlarut (Apriyantono et al., 1989)

Sekitar 10 gram contoh ditambahkan air destilata dengan

perbandingan 1 : 1. Campuran diaduk secara merata dan didiamkan

mengendap. Sedikit contoh kemudian diukur total padatan terlarutnya

(32)

2. Total Asam Tertitrasi, Metode Titrasi (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 25 g diencerkan dalam labu takar 250 ml

kemudian disaring. Sebanyak 25 ml larutan dipipet dan dititrasi dengan

NaOH 0.1 M menggunakan indikator Fenolftalein. Hasil dinyatakan

dalam ml NaOH 0.1 M /100 ml bahan dengan rumus :

Total Asam Tertitrasi = V NaOH x N NaOH terstandarisasi x FP x 100 N NaOH x g sampel

Keterangan : V = volume tertitrasi (ml NaOH) N = Normalitas NaOH (0.1N) Fp = faktor pengenceran

3. Kadar Total Gula, Metode Anthrone (Apriyantono et al., 1989)

a. Persiapan sampel

Sebanyak 0.5 g sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 300

ml, kemudian ditambah 100 ml akuades dan 1 g CaCO3. Sampel

tersebut dididihkan selama 30 menit, kemudian didinginkan. Sampel

yang sudah dingin dipindahkan dalam labu takar 250 ml, kemudian

ditambahkan 1.5-2.5 ml larutan Pb asetat jenuh (sampai larutan

menjadi jernih). Volume ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades.

Setelah itu, larutan dikocok dan disaring. Diambil kira-kira 10 ml

filtrat dan ditambahkan Na-oksalat kering sebanyak 0.5 g (untuk

mengendapkan Pb). Larutan tersebut disaring kembali dan diambil 5-6

ml filtrat. Larutan siap untuk dianalisis total gula.

b. Pembuatan kurva standar

Larutan glukosa standar dipipet masing-masing 0.0 (blanko),

0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml ke dalam tabung reaksi kemudian

ditambahkan akuades sampai total volume masing-masing tabung

reaksi 1.0 ml. Sebanyak 5 ml pereaksi anthrone ditambahkan dengan

cepat ke dalam masing-masing tabung, tabung reaksi ditutup, dan

larutan dikocok hingga tercampur merata. Kemudian ditempatkan

dalam water bath 100oC selama 12 menit, didinginkan, dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 630 nm. Selanjutnya dibuat

(33)

c. Penetapan sampel

Sebanyak 5 ml sampel dari persiapan sampel dimasukkan ke

dalam labu takar 100 ml dan diencerkan hingga tanda tera. Setelah itu,

1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5

ml pereaksi anthrone, tabung ditutup lalu dikocok. Kemudian

ditempatkan dalam water bath 100oC selama 12 menit, didinginkan, dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 630 nm.

Konsentrasi total gula pada sampel dapat ditentukan dengan

perhitungan :

Persamaan garis kurva standar : y = a + bx

dimana : y = absorbansi

b = gram glukosa

Total gula (%) = g gula dari kurva standar x FP x 100

g sampel

4. Kadar Alkohol (Amerine, 1982 yang diacu dalam Winata, 1991)

Sebanyak 100 ml sampel didestilasi dan destilatnya ditampung

dalam gelas ukur 100 ml. Setelah destilat mencapai 80 ml, proses destilasi

dihentikan. Destilat kemudian ditambahkan akuades sehingga mencapai

volume 100 ml. Hidrometer (alkohol meter) dalam keadaan bersih

dicelupkan ke dalam destilat dan ditekan perlahan-lahan. Setelah itu

dilepas dan dibiarkan sampai terjadi keseimbangan. Kadar alkohol sampel

dapat langsung dibaca pada skala hidrometer.

5. Kadar Air, Metode Oven Vakum (AOAC, 1995)

Cawan alumunium dikeringkan pada suhu 100-102oC selama 30 menit, didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang.

Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan alumunium, lalu

ditimbang. Setelah itu, sampel beserta cawan dikeringkan dalam oven

vakum bersuhu 70oC, 25 mmHg selama 8 jam, kemudian didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Kadar air dihitung dengan rumus :

Kadar air (wb) = X – (Y-A) x 100 %

(34)

Keterangan : X = berat sampel (g)

Y = berat sampel + cawan setelah dikeringkan (g) A = berat cawan (g)

6. Uji Organoleptik (Rahayu, 1998)

Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik yang dilakukan

oleh 25 panelis semi terlatih. Atribut mutu yang diuji meliputi aroma, rasa,

tekstur, penampakan, serta keseluruhan tape. Penilaian dilakukan dengan

menggunakan 7 skala numerik, yaitu sangat suka (7), suka (6), agak suka

(5), netral (4), agak tidak suka (3), tidak suka (2), dan sangat tidak

suka (1).

7. Identifikasi Mikroba Pada Ragi (Fardiaz, 1989)

Identifikasi mikroba digunakan untuk mengetahui jenis mikroba

yang terdapat pada ragi tape dan metode yang digunakan yaitu goresan

kuadran atau metode tuang menggunakan agar APDA. Sejumlah sampel

dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi larutan pengencer steril (10

gram ragi dalam 90 ml larutan pengencer steril) kemudian dikocok.

Suspensi diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan

pengencer steril, kemudian dilakukan pengenceran sampai diperoleh

tingkat pengenceran 10-5. Pada tiga tingkat pengenceran terakhir dilakukan pemupukan sebanyak 1 ml (duplo), dimasukkan ke dalam cawan petri

steril kemudian ditambahkan media APDA steril. Cawan digoyang-goyang

dan didiamkan sampai agar membeku. Setelah agar membeku, kemudian

cawan tersebut diinkubasi pada suhu 300C selama 24 jam. Selanjutnya untuk identifikasi, dipilih koloni yang terpisah kemudian dipindahkan ke

agar miring PDA untuk mendapatkan kultur stok yang selanjutnya diamati

di bawah mikroskop dengan cara slide cultur (untuk kapang) dan

pewarnaan sederhana menggunakan pewarna fuchsin (untuk khamir).

8. Pemeriksaan Kapang Pada Slide Cultur (Fardiaz, 1989)

Cawan petri diberi alas kertas saring lalu diletakkan batang gelas U

atau V. Pada batang gelas tersebut diletakkan gelas obyek dan di atasnya

berdampingan dengan gelas penutup, kemudian cawan disterilkan dalam

(35)

diberi setetes medium PDA cair steril sehingga membentuk lapisan tipis

lalu dibiarkan hingga membeku di dalam cawan tertutup. Setelah agar

membeku, sedikit spora kapang diinokulasikan pada permukaan agar dan

ditutup dengan gelas penutup secara perlahan. Pada sekitar kertas saring

ditambahkan beberapa tetes gliserol 10% untuk memberikan kelembaban

optimum selama pertumbuhan kapang dan kemudian cawan diinkubasi

pada suhu kamar selama 3-5 hari. Setelah diinkubasi, struktur kapang

(36)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

Tujuan dari penelitian pendahuluan adalah untuk memilih jenis ragi

tape terbaik yang dapat menghasilkan tape yang disukai oleh konsumen.

Pemilihan jenis ragi tape terbaik dilakukan melalui uji organoleptik yang

meliputi atribut aroma, rasa, tekstur, penampakan, serta overall. Uji

organoleptik dilakukan terhadap 30 orang panelis semi terlatih. Tape ketan

yang digunakan terdiri dari empat macam tape dengan penambahan ragi yang

berbeda. Tape ketan tersebut terdiri dari : Tape ketan asli Kuningan, Tape

ketan dengan penambahan ragi Pasar Gedang, Tape ketan dengan penambahan

ragi Pasar Anyar, dan Tape ketan dengan penambahan ragi NKL. Tape ketan

tersebut difermentasi selama 3 hari dengan menggunakan pembungkus daun

jambu. Karakteristik umum tape ketan yang dihasilkan dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik umum tape ketan dengan menggunakan berbagai jenis ragi

Macam tape

Sifat secara umum

Penampakan Aroma Tekstur

A + + + +

B + + + + + + +

C + + + + + + + +

D + + + + + + + + + + +

Keterangan :

A = Tape ketan asli Kuningan

B = Tape ketan dengan penambahan ragi Pasar Gedang

C = Tape ketan dengan penambahan ragi Pasar Anyar

(37)

4,8

Penampakan = Semakin banyak (+), maka semakin basah

Aroma = Semakin banyak (+), maka semakin kuat

Tekstur = Semakin banyak (+), maka semakin lunak

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa secara umum, tape ketan yang

menghasilkan air paling banyak, aroma paling kuat, serta tekstur paling lunak

yaitu tape ketan dengan penambahan ragi NKL. Kadar air dapat

mempengaruhi tekstur tape yang dihasilkan karena semakin banyak

kandungan airnya, tekstur tape menjadi semakin lunak. Aroma berhubungan

dengan kandungan alkohol dimana kandungan alkohol semakin tinggi, aroma

yang dihasilkan juga semakin kuat. Ragi NKL menghasilkan cairan yang

paling banyak karena seperti diketahui ragi ini sering digunakan pada

pembuatan brem, sehingga dibutuhkan sari tape yang banyak.

1. Aroma

Nilai kesukaan terhadap aroma tape ketan berkisar antara netral

sampai suka (Gambar 1 dan Lampiran 1a). Nilai rata-rata yang diperoleh

yaitu : Tape A (asli Kuningan) sebesar 4.80, Tape B (ragi Pasar Gedang)

sebesar 4.90, Tape C (ragi Pasar Anyar) sebesar 5.13, dan Tape D (ragi

NKL) sebesar 4.63.

Gambar 1. Grafik nilai rata-rata aroma tape ketan

Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa urutan nilai rata-rata kesukaan

panelis terhadap keempat sampel tape dari yang tertinggi sampai yang

(38)

4,87

kesukaan yang paling tinggi dan sampel D memiliki nilai rata-rata

kesukaan yang paling rendah. Tape ketan dengan penambahan ragi NKL

menghasilkan aroma asam dan alkoholik yang lebih tinggi dibandingkan

ketiga jenis tape ketan lainnya, sehingga nilai kesukaannya paling rendah.

Aroma tape dipengaruhi oleh komponen ester yang dihasilkan dari

perombakan alkohol. Aroma tape selain disebabkan oleh ester asam

etanoat, juga disebabkan oleh adanya komponen-komponen alkohol,

karbonil, asam dan zat-zat lain seperti etil benzene dan propil benzena

(Soedarmo, 1973). Menurut Winarno (1997), aroma menentukan kelezatan

pada suatu bahan pangan, karena dapat memberikan rangsangan terhadap

penerimaan konsumen pada suatu produk.

2. Rasa

Rasa merupakan rangsangan yang dihasilkan oleh suatu produk yang

dapat dideteksi oleh indera pencicip (lidah). Nilai kesukaan terhadap rasa

tape ketan berkisar antara netral sampai suka (Gambar 2 dan Lampiran

1b). Nilai rata-rata yang diperoleh yaitu : Tape A (asli Kuningan) sebesar

4.87, Tape B (ragi Pasar Gedang) sebesar 4.53, Tape C (ragi Pasar Anyar)

sebesar 5.30, dan Tape D (ragi NKL) sebesar 4.37.

Gambar 2. Grafik nilai rata-rata rasa tape ketan

Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa sampel C memiliki nilai rata-rata

kesukaan yang paling tinggi (5.30) dan sampel D memiliki nilai rata-rata

(39)

3,77

rasa asam, dan alkohol yang terbentuk selama proses fermentasi. Tape

ketan D (ragi NKL) menghasilkan asam dan alkohol yang lebih tinggi

sehingga menyebabkan kesukaan panelis terhadap rasa tape tersebut

menjadi berkurang. Menurut Winarno (1997), rasa dipengaruhi oleh

senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa

yang lain. Selain itu, rasa juga dipengaruhi oleh jenis dan aktivitas

mikroba yang terdapat pada ragi yang digunakan.

3. Tekstur

Nilai kesukaan terhadap tekstur tape ketan berkisar antara agak tidak

suka sampai suka (Gambar 3 dan Lampiran 1c). Nilai rata-rata yang

diperoleh yaitu : Tape A (asli Kuningan) sebesar 3.77, Tape B (ragi Pasar

Gedang) sebesar 5.20, Tape C (ragi Pasar Anyar) sebesar 5.57, dan Tape D

(ragi NKL) sebesar 4.87.

Gambar 3. Grafik nilai rata-rata tekstur tape ketan

Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa urutan nilai rata-rata kesukaan

panelis terhadap keempat sampel tape dari yang tertinggi sampai yang

terendah yaitu : sampel C, B, D, dan A. Sampel C memiliki nilai rata-rata

kesukaan yang paling tinggi (5.57) dan sampel A memiliki nilai rata-rata

kesukaan yang paling rendah (3.77). Sedangkan sampel B (5.20) dan

sampel D ( 4.87) menempati urutan ke 3 dan 4. Sampel A merupakan tape

(40)

3,63

sehingga tidak disukai oleh panelis. Tekstur keras tersebut kemungkinan

dikarenakan proses pengolahan (pengukusan) yang kurang sempurna.

4. Penampakan

Nilai kesukaan terhadap penampakan tape ketan berkisar antara agak

tidak suka sampai suka (Gambar 4 dan Lampiran 1d). Nilai rata-rata yang

diperoleh yaitu : Tape A (asli Kuningan) sebesar 3.63, Tape B (ragi Pasar

Gedang) sebesar 5.07, Tape C (ragi Pasar Anyar) sebesar 5.13, dan Tape D

(ragi NKL) sebesar 4.63.

Gambar 4. Grafik nilai rata-rata penampakan tape ketan

Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa sampel C memiliki nilai rata-rata

kesukaan yang paling tinggi (5.13) dan sampel A memiliki nilai rata-rata

kesukaan yang paling rendah (3.63). Sedangkan sampel B (5.07) dan

sampel D (4.63) menempati urutan ke-3 dan 4. Penampakan tape ketan

berhubungan dengan kadar air yang dihasilkan selama proses fermentasi,

dimana semakin banyak air yang dihasilkan, penampakan tape akan

semakin basah.

5. Keseluruhan (overall )

Nilai kesukaan terhadap overall tape ketan berkisar antara netral

sampai suka (Gambar 5 dan Lampiran 1e). Nilai rata-rata yang diperoleh

yaitu : Tape A (asli Kuningan) sebesar 4.20, Tape B (ragi Pasar Gedang)

sebesar 4.93, Tape C (ragi Pasar Anyar) sebesar 5.30, dan Tape D (ragi

(41)

4,2

Gambar 5. Grafik nilai rata-rata overall tape ketan

Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa urutan nilai rata-rata kesukaan

panelis terhadap keempat sampel tape dari yang tertinggi sampai yang

terendah yaitu : sampel C, B, D, dan A. Sampel C memiliki nilai rata-rata

kesukaan yang paling tinggi (5.30) dan sampel A memiliki nilai rata-rata

kesukaan yang paling rendah (4.20). Sedangkan sampel B (4.93) dan

sampel D (4.73) menempati urutan ke-3 dan 4.

Dari hasil organoleptik pendahuluan, tape ketan yang paling disukai

adalah tape ketan C yaitu tape ketan dengan penambahan ragi Pasar Anyar

(PA) dan tape ketan B yaitu tape ketan dengan penambahan ragi Pasar

Gedang (PG). Hal tersebut berdasarkan data yang diperoleh bahwa kedua

tape ketan tersebut memiliki nilai rata-rata kesukaan paling tinggi (aroma,

rasa, tekstur, penampakan, overall) dibandingkan kedua jenis tape ketan

lainnya. Sehingga kedua jenis ragi tersebut yang digunakan pada

penelitian selanjutnya.

B. PENELITIAN LANJUTAN

Pada penelitian lanjutan dibuat tape ketan kembali menggunakan ragi

tape terpilih dari penelitian pendahuluan yaitu ragi Pasar Anyar dan ragi Pasar

Gedang. Kedua tape ketan tersebut kemudian disimpan pada suhu ruang

dengan pengamatan pada hari ke-0, 3, 6, 14 dan suhu dingin dengan

(42)

27,9327,56

Lam a penyim panan (hari)

Tape ragi PA Tape ragi PG

penyimpanan yaitu analisis kimia dan uji organoleptik. Selain itu, dilakukan

pula identifikasi mikroba untuk mengetahui jenis mikroba yang terdapat pada

ragi Pasar Anyar dan Pasar Gedang.

1. Analisi Kimia

Analisis kimia yang dilakukan selama periode penyimpanan bertujuan

untuk mengetahui pengaruh suhu penyimpanan terhadap sifat kimia tape

yang meliputi kadar gula total, total padatan terlarut, kadar alkohol, total

asam tertitrasi, dan kadar air. Selanjutnya hasil yang diperoleh dianalisis

menggunakan uji statistik untuk mengetahui pengaruhnya akibat

penyimpanan. Hasil analisis kimia yang telah dilakukan selama

penyimpanan (suhu ruang dan suhu dingin) adalah sebagai berikut :

a. Kadar Gula Total

Nilai kadar gula total untuk kedua tape ketan selama

penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 4, Gambar 6 dan Gambar 7.

Tabel 4. Rata-rata pengukuran nilai total gula tape ketan ragi PA dan ragi PG selama penyimpanan

Jenis tape/waktu

penyimpanan

Suhu Ruang (Hari) Suhu Dingin (Minggu)

0 3 6 14 1 2 3 4

Tape ragi PA 27.93 76.05 53.48 32.13 45.48 41.55 34.93 35.67

Tape ragi PG 27.56 83.38 43.80 28.72 37.46 34.93 43.19 34.80

(43)

45,48

Lam a penyim panan (m inggu)

Tape ragi PA Tape ragi PG

Gambar 7. Grafik perubahan kadar gula total tape ketan ragi PA dan ragi PG pada suhu dingin

Nilai kadar gula total dinyatakan dalam persen (%). Dari Tabel 4

dan Gambar 6 dapat dilihat bahwa nilai kadar gula total untuk kedua tape

ketan mengalami peningkatan sampai hari ke-3 penyimpanan kemudian

menurun sampai hari ke-14. Penyimpanan suhu ruang berpengaruh nyata

terhadap nilai kadar gula total yang diperoleh (Lampiran 12 dan 13a).

Sedangkan nilai kadar gula total kedua tape ketan pada penyimpanan

suhu dingin mengalami fluktuasi (Gambar 7). Penyimpanan suhu dingin

tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar gula total yang diperoleh

(Lampiran 14 dan 15a). Hal ini disebabkan karena aktivitas dan

ketahanan mikroba pada kedua ragi berbeda.

Selama fermentasi, pati dipecah menjadi molekul-molekul

glukosa oleh enzim amiloglukosidase yang disebut tahap sakarifikasi

(Algaratman, 1977), sehingga meningkatkan kadar gula pereduksi tape.

Pada hari ke-3 penyimpanan, tingkat kemanisan tape ketan adalah paling

tinggi karena terjadi peningkatan kadar gula. Setelah 3 hari

penyimpanan, total gula mengalami penurunan, karena molekul-molekul

glukosa yang terbentuk dipecah lebih lanjut menjadi alkohol dan asam.

Hal ini juga disebabkan pada suhu ruang proses fermentasi terus

(44)

40,840,5

Lam a penyim panan (hari) Tape ragi PA Tape ragi PG

terdapat pada ragi tape terutama dari golongan bakteri pembentuk asam

laktat bekerja lebih efektif.

b. Total Padatan Terlarut

Total Padatan Terlarut (TPT) tape ketan ragi PA yang disimpan

pada suhu ruang (14 hari) memiliki kisaran nilai rata-rata sebesar 35.5

sampai 40.80Brix dan untuk tape ketan ragi PG memiliki kisaran nilai rata-rata sebesar 37.6 sampai 40.50Brix. Sedangkan yang disimpan pada suhu dingin, nilai TPT untuk tape ketan ragi PA berkisar antara 37.4

sampai 39.90Brix, dan untuk tape ketan ragi PG berkisar antara 36.6 sampai 42.50Brix (Tabel 5, Gambar 8 dan Gambar 9).

Tabel 5. Rata-rata pengukuran nilai TPT tape ketan ragi PA dan ragi PG selama penyimpanan

Jenis tape/waktu

penyimpanan

Suhu Ruang (Hari) Suhu Dingin (Minggu)

0 3 6 14 1 2 3 4

Tape ragi PA 40.8 40.0 37.0 35.5 37.4 39.9 39.5 39.2

Tape ragi PG 40.5 39.1 38.6 37.6 38.6 36.6 40.6 42.5

(45)

37,4

Lam a penyim panan (m inggu) Tape ragi PA Tape ragi PG

Gambar 9. Grafik perubahan TPT tape ketan ragi PA dan ragi PG pada suhu dingin

Dari Tabel 5 dan Gambar 8 dapat dilihat bahwa nilai TPT untuk

kedua jenis tape selama penyimpanan pada suhu ruang terjadi penurunan

dengan semakin lamanya penyimpanan. Berdasarkan hasil uji statistik

(Lampiran 12 dan 13b), penyimpanan suhu ruang tidak berpengaruh

nyata terhadap nilai TPT (p>0.05). Sedangkan tape ketan yang disimpan

pada suhu dingin menghasilkan nilai yang bervariasi (Gambar 9).

Penyimpanan suhu dingin tidak berpengaruh nyata terhadap nilai TPT

yang diperoleh (Lampiran 14 dan 15b).

Total Padatan Terlarut pada suatu bahan pangan merupakan

komponen yang terdiri dari sebagian besar gula dan komponen–

komponen bahan pangan lain. Dengan semakin lamanya penyimpanan,

total gula akan semakin menurun, karena sebagian gula akan diubah

menjadi asam-asam organik, sehingga akan menurunkan nilai TPT.

Penurunan kadar gula tidak selalu mengakibatkan penurunan nilai TPT

karena padatan yang terdapat pada tape tidak hanya komponen gula, ada

komponen protein, lemak, asam-asam organik yang ikut larut di

(46)

1 1,1

Lam a penyim panan (hari)

Tape ragi PA Tape ragi PG

c. Kadar Alkohol

Kadar alkohol memegang peranan penting dalam proses

fermentasi karena berhubungan dengan penerimaan konsumen. Produk

dengan kadar alkohol yang semakin tinggi akan menyebabkan

penerimaan konsumen menjadi berkurang. Dari hasil penelitian

diketahui bahwa kadar alkohol untuk kedua tape ketan selama

penyimpanan (suhu ruang dan dingin) mengalami peningkatan (Tabel 6,

Gambar 10 dan Gambar 11).

Tabel 6. Rata-rata pengukuran nilai kadar alkohol tape ketan ragi PA dan ragi PG selama penyimpanan

Jenis tape/waktu

penyimpanan

Suhu Ruang (Hari) Suhu Dingin (Minggu)

0 3 6 14 1 2 3 4

Tape ragi PA 1 1.4 1.6 4 2 2.1 2.1 2.5

Tape ragi PG 1.1 1.9 2 2.8 1.3 1.6 2 2.1

Gambar

Tabel 3. Karakteristik umum tape ketan dengan menggunakan berbagai jenis ragi
Gambar 1. Grafik nilai rata-rata aroma tape ketan
Gambar 2. Grafik nilai rata-rata rasa tape ketan
Gambar 3. Grafik nilai rata-rata tekstur tape ketan
+7

Referensi

Dokumen terkait

BAHAN DAN METODA PENELITIAN ..... DAFTAR

[r]

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tape biji nangka memiliki rata-rata kadar glukosa lebih tinggi dari rata-rata kadar alkohol dan memiliki tekstur lunak, warna

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pendapat masyarakat Osing terhadap tekstur, rasa dan warna tape ketan, pengolahan daun lengkuas sebagai pewarna,

Kopigmen katekol pada perbandingan rasio molar 50:1 dapat mempertahankan stabilitas antosianin ekstrak bekatul beras ketan hitam terbaik yang ditunjukkan oleh laju

Ekstrak bekatul beras ketan hitam mengandung antosianin. Penggunaan antosianin sebagai bahan pewarna alami perlu dipelajari lebih lanjut karena sifatnya yang kurang

Perlakuan substitusi starter yoghurt dengan cairan tape ketan berpengaruh nyata terhadap pH, kadar laktosa dan glukosa, kekompakan yoghurt, citarasa dan

Perlakuan substitusi starter yoghurt dengan cairan tape ketan berpengaruh nyata terhadap pH, kadar laktosa dan glukosa, kekompakan yoghurt, citarasa dan penerimaan