• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIPLOMASI KAYU PEMERINTAH INDONESIA MELA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DIPLOMASI KAYU PEMERINTAH INDONESIA MELA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

DIPLOMASI KAYU PEMERINTAH INDONESIA MELALUI

FLEGT LICENSE DENGAN NEGARA-NEGARA UNI EROPA

Oleh :

M. Martin

170820160512

PROPOSAL

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

(2)

ABSTRAK

Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menjadi perbincangan hangat di kalangan pebisnis produk olahan kayu Internasional di berbagai forum dan berbagai pameran internasional. Sebagai Negara agraria dengan cadangan bahan baku kayu terbesar Indonesia kini menjadi Negara tujuan para pengguna berbagai macam produk olahan kayu Internasional. Sebagai Negara agraria dengan cadangan bahan baku kayu terbesar. Dalam proses ini, Indonesia dapat memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki sebagai alat diplomasi. Oleh sebab itu banyak pelaku usaha baik pengusaha kayu maupun pengusaha mesin komponen pengolahan kayu dari dalam negeri maupun mancanegara saat ini sedang gencar melakukan pameran berskala internasional menampilkan produk-produk unggulan mereka. Beberapa negara terus berupaya menjaga keseimbangan lingkungan dengan mengurangi penggunaan produk plastik, karena susahnya proses penguraian dari limbah plastik. Oleh sebab itu Negara-negara Uni Eropa sudah sejak lama memberlakukan anti produk plastik kepada Negara anggotanya. Perubahan yang signifikan masyarakat internasional atas kesadaran akan bahayanya pemakaian produk plastik dalam jangka waktu yang lama, saat ini meningkatkan trend penggunaan produk kayu baik untuk rumah tangga maupun industri. Perubahan trend ini bisa ditangkap oleh para pelaku bisnis kayu di Indonesia sebagai peluang besar.

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

Di era pasar bebas Indonesia menghadapi tantangan dan peluang dalam Hubungan Internasional, baik bilateral maupun multilateral, dan Indonesia harus bisa menjawab tantangan tersebut. Indonesia berusaha meningkatkan politik luar negerinya baik dalam bentuk kerjasama bilateral dan multilateral dengan negara lain. Yang lebih penting adalah Indonesia harus mampu mengatur strategi untuk meraih keuntungan dari sejumlah peluang yang ada dan meminimalisir masalah yang terjadi dalam hubungan luar negerinya, serta berusaha meraihnya dalam nama kepentingan nasional. Bahwa pengusaha di bidang perhutanan, industri kayu terpadu yang berintikan kilang kayu serta perdagangan hasilnya yang dikelola secara berdaya guna, maksimal dan lestari, merupakan salah satu sarana kegiatan dalam perjuangan untuk mewujudkan kesejahteraan bangsa. Sadar akan kenyataan, bahwa para pengusaha perkayuan di bidang industri kayu terpadu berintikan kilang kayu memerlukan suatu wadah berhimpun untuk persatuan, kemajuan, pengembangan kegiatan usaha keahlian; serta sadar akan tanggung jawab pengusaha terhadap pembangunan ekonomi. Selain dari sudut pandang ekonomi komoditi kayu yang dimiliki Indonesia bisa menjadi salah satu alat diplomasi bagi pemerintah kepada dunia internasional. Diplomasi kayu sendiri diambil pada karakter 'diplomasi niche'. Istilah ini diciptakan untuk menggambarkan kekuatan sebuah Negara akan sesuatu yang identik terhadap Negara tersebut, melalui ide-ide dan membangun kesan positif terhadap hubungan internasional1.

Indonesia memiliki sekitar 4.000 jenis pohon, yang berpotensi untuk digunakan sebagai kayu olahan. Akan tetapi hingga saat ini hanya sekitar 400 jenis (10%) yang memiliki nilai ekonomi dan lebih sedikit lagi, 260 jenis, yang telah digolongkan sebagai kayu perdagangan. Selebihnya masih belum masuk kedalam kategori kayu perdagangan, beberapa daerah yang belum mengetahui nilai dari kayu tersebut hanya di gunakan sebagai kayu bakar oleh masyarakat setempat. Bahwa kekayaan alam Indonesia yang terkandung di dalam hutan adalah Karunia Tuhan Yang Maha esa dan merupakan sumber kemakmuran serta kesejahteraan bangsa. Bahwa membina pembangunan di bidang teknik dan ekonomi berarti membina sistem ekonomi nasional yang berazaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh sebab itu sudah saatnya pemerintah ikut berperan dan ikut mengambil andil besar atas peluang komoditi

(4)

kayu nasional agar lebih dikenal di dunia internasional. Melalui Exhibition International para pelaku usaha kayu menekan pemerintah untuk lebih mendorong Diplomasi kayu sebagai salah satu alat diplomasi Indonesia, seperti yang dilakukan oleh singapura dengan diplomasi airnya.

Produk – Produk rumah tangga yang ramah lingkungan dan dapat digunakan kembali adalah alternatif yang bagus. Sejumlah negara dan negara bagian telah melarang penggunaan produk plastik, dan mengurangi ketergantungan terhadap produk plastik. Salah satu contoh produk plastik yang saat ini mulai di tinggalkan oleh industri di Negara-negara maju adalah pallet plastik, mereka beralih menggunakan pallet kayu. Pallet kayu sudah menjadi salah satu komoditi penting bagi kelancaran berjalannya produksi sebuah pabrik di Negara-negara maju. Selain ramah lingkungan produk kayu mempunyai ketahanan lebih dengan pengolahan produk kayu yang baik dan benar. Indonesia menjadi negara pertama pengekspor produk olahan kayu dan bahan baku yang telah diverifikasi secara sah ke Uni Eropa, pasar ekspor kayu terbesar Indonesia2. Para pendukung kesepakatan itu mengatakan konsumen di Eropa akan dapat membeli mebel dan kertas bukan dari hasil pembalakan liar. Begitu besarnya permintaan pasar akan produk kayu dan olahannya mendorong Uni Eropa mengeluarkan lisensi khusus untuk Indonesia LEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade) Indonesia merupakan negara pertama yang memiliki lisensi ini3.

Sejauh ini pelaku usaha kayu dalam negeri gencar melakukan promosi melalui pameran-pameran berskala internasional guna memperkenalkan lebih banyak produk olahan kayu Indonesia. Pameran dalam negeri berskala Internasional yang sudah banyak diketahui oleh stake holder kayu manca negara antara lain : Indonesia International Wood & Wood Machinery Show, International Furniture Manufacturing Component Exhibition (IFMAC), International Woodworking

Machinery Exhibition (WOODMAC) pameran-pameran tersebut berlangsung di Jakarta setiap tahun dan sudah berlangsung selama 6 tahun.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dengan melimpahnya Sumber Daya Alam Indonesia berupa komoditi kayu berkualitas dan termasuk Sumber Daya Alam yang dapat diperbarui yang tidak dimiliki oleh Negara lain, sudah

(5)

sepatutnya bisa di manfaatkan sebagai alat Diplomasi Internasional. Seperti halnya Sumber Daya Minyak yang dimiliki oleh Negara Timur Tengah dan sudah diterapkan sebagai alat Diplomasi yang efektif. Menyikapi fenomena ini tidak hanya memandang dari segi ekonomis dan bisnis tetapi lebih dalam lagi menjadi soft power diplomacy. Sejauh ini komoditi kayu yang di ekspor ke berbagai Negara hanya dilihat dari segi ekonomi dan bisnis belum dilirik oleh pemerintah Indonesia sebagai media Diplomasi.

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijabarkan sebelumnya, Penulis merumuskan masalah penelitian, yaitu :

1. Bagaimana efektifitas komoditi ekspor produk kayu dalam negeri sebagai sarana Diplomasi ?

2. Bagaimana Diplomasi Kayu dapat berperan penting dalam mempengaruhi

hubungan ekonomi dan Politik Internasional ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut :

1) Mengetahui potensi Sumber Daya Alam yang dimiliki terkait fenomena perubahan trend yang terjadi di banyak Negara agar menjadi perhatian tidak hanya dilihat dari kacamata ekonomi dan bisnis.

2) Mengetahui bentuk diplomasi baru dimasa depan dan berperan penting terhadap hubungan ekonomi dan politik.

3) Melihat perkembangan relevansi meningkatnya komoditi ekspor dan devisa Negara.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Selain berusaha memberikan jawaban atas rumusan masalah Diplomasi Kayu oleh ISWA (Indonesian Sawmill and Wood Working Association) Melalui Indonesia International Wood Exhibition,

penelitian ini memiliki manfaat :

1) Memberikan informasi mengenai Diplomasi Kayu termasuk keuntungan ekonomi

(6)

2) Memberikan informasi mengenai peran Diplomasi masa depan bagi kepentingan ekonomi dan politik.

3) Menjelaskan bagaimana penyerapan devisa Negara dari sektor ekspor komoditi kayu. 4) Dapat menjadi suatu bahan refrensi di kemudian hari untuk permasalahan masalah

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini merupakan bagian yang membahas mengenai tinjauan pustaka. Fungsi Tinjauan Pustaka menurut buku panduan penyusunan dan penulisan tesis dan disertasi program pascasarjana fakultas ilmu sosial dan ilmu politik Universitas Padjadjaran adalah sebagai landasan teoretik dalam analisis temuan. Bahasan mengenai kajian pustaka memuat komponen sebagai berikut :

1. Teori – teori utama dan teori-teori turunannya dalam bidang yang dikaji.

2. Penelitian terdahulu yang relevan dalam bidang yang diteliti, Antara lain mengenai prosedur, subyek dan temuan.

3. Posisi teoretik peneliti yang berkenanaan dengan masalah yang diteliti, yang diturunkan dalam sub-judul kerangka pemikiran dan hipotesis.

Dari pemaparan diatas, hubungannya dengan penelitian yang dikaji adalah bahwa dalam bab ini akan dikemukakan mengenai kajian teoritik dan tinjauan kepustakaan sebagai hasil penelusuran terhadap beberapa teori dan konsep yang relevan dengan kajian yang dibahas, yaitu mengenai Diplomasi Kayu Oleh Iswa (Indonesian Sawmill and Wood Working Association) Melalui Indonesia International

Wood Exhibition. Selain itu, tinjauan pustaka ini berisi tentang pendapat berbagai sumber yang berhubungan atau relevan dengan penelitian yang penulis kaji, sehingga dapat membantu peneliti dalam menganalisis permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini.

2.1Teori Diplomasi dan Hubungan Internasional

2.1.1 Diplomasi

Diplomasi publik dalam buku public diplomacy karya Mark Leonard mengatakan bahwa diplomasi publik merupakan sebuah cara untuk membangun hubungan dengan cara memahami kebutuhan, budaya, dan masyarakat; mengomunikasikan pandangan; membenarkan mispersepsi

(8)

kesamaan pandangan (Leonard, 2002:8)4. Hubungan yang terjalin melalui diplomasi publik kemudian diharapkan dapat membuat suatu lingkungan yang baik bagi masyarakat antar negara untuk saling bekerja sama dan meningkatkan pertumbuhan transaksi di antara mereka.

Mark menilai bahwa terdapat empat tujuan yang dapat dicapai dengan adanya diplomasi publik, yakni (Leonard, 2002:9):

1. Meningkatkan rasa kekeluargaan dengan negara lain, dengan cara membuat mereka memikirkan negara lain, memiliki citra yang baik terhadap satu negara)

2. Meningkatkan penghargaan masyarakat ke pada negara tertentu, seperti mempunyai persepsi yang positif

3. Mengeratkan hubungan dengan masyarakat di satu negara, contohnya dengan cara pendidikan ke dalam kerja sama ilmiah, meyakinkan masyarakat di satu negara untuk mendatangi tempat – tempat wisata, menjadi konsumen produk buatan lokal, pemberi pengetahuan mengenai nilai – nilai yang dijunjung oleh aktor

4. Memengaruhi masyarakat di negara lain untuk berinvestasi, dan menjadi partner dalam hubungan politik.

Konsep lain yang berhubungan dengan diplomasi publik adalah nation-branding. Konsep tersebut mempunyai pengertian yang saling tumpang tindih dengan diplomasi publik, sehingga nation-branding dianggap mempunyai hubungan yang erat dengan publik. Meskipun begitu, tetap saja terdapat perbedaan di dalam kedua konsep tersebut. Yang pertama, kekuatan diplomasi publik berada pada pengakuan dan penerimaan dari batas-batas yang ada dan kebanyak kampanye diplomasi publik dilakukan berdasarkan asumsi kebanyakan orang luar yang akan memengaruhi pemikiran dari orang lain, sedangkan nation-branding menggunakan pendekatan holistic dimana hal ini sangat berpengaruh untuk membangun citra suatu negara, terutama kepada negara yang lemah (Melissen, 2005:20)5.

(9)

2.1.2 Soft Power

Soft power adalah salah satu konsep yang diusung oleh Joseph S. Nye selain smart power.

Soft power adalah sebuah istilah yang mulai banyak digunakan untuk mengartikan atau menjelaskan sebuah proses relasi dan realisasi kekuasaan. Makna soft power sendiri dapat dilihat dari istilah ‘soft’ yang berarti ‘lunak’ atau ‘halus’ dan ‘power’, yakni suatu kemampuan untuk melakukan segala sesuatu dan mengontrol pihak lain, untuk membuatnya melakukan sesuatu yang belum tentu ingin mereka lakukan (“an ability to do things and control others, to get others to do

what they otherwise would not”)6. Sehingga, soft power dapat didefinisikan sebagai sebuah kemampuan suatu negara untuk mempengaruhi perilaku negara lain dengan cara persuasif daripada dengan koersi atau maupun imbalan. Soft power ini bersumber dari kebudayaan, nilai-nilai yang dianut dan elemen-elemen intangible lainnya yang menjadi daya tarik:

Soft power is the ability to get what you want through attraction rather than through coercion or payments”– Joseph Nye7

Menurut Nye, soft power suatu negara bertumpu pada tiga sumber: “budaya (di te mpat-tempat menarik bagi orang lain), nilai-nilai politik (ketika mereka hidup di dalam dan di luar negeri), dan kebijakan luar negeri (saat orang lain melihat negara ini memiliki kepemilikan yang sah atas suatu kebijakan politik dan otoritas.)” Suatu negara dapat memperoleh hasil yang diinginkan dalam politik dunia karena negara-negara lain mengagumi nilai-nilainya, meniru contohnya, bercita-cita untuk meningkatkan kemakmuran dan keterbukaan negaranya. Dalam pengertian ini penting juga untuk mengatur agenda dan menarik pihak lain dalam politik dunia, dan bukan hanya untuk memaksa mereka berubah dengan ancaman kekuatan militer atau sanksi ekonomi tetapi juga dengan soft power.

Beberapa bentuk soft power antara lain ialah ideologi, teknologi, pendidikan, dan kebudayaan. Dengan demikian, dalam mengejar kepentingan nasionalnya negara tidak pernah bisa bertindak sendirian. Ia membutuhkan aktor-aktor lain seperti agen-agen swasta, institusi

6J.S. Nye, Jr., ‘Soft Power’, dalam Foreign Policy, Twentieth Anniversary, No. 80, Autumun 1990, p. 154 7 J.S. Nye, Soft Power and Higher Education, Harvard University, 2008, p. 11,

(10)

keagamaan dan pendidikan, serta perusahaan transnasional yang bergerak dalam bisnis perdagangan, komunikasi dan informasi, seni, dan budaya (interdependence)8.

Konsep ini mengacu pada kekuatan non-militer negara seperti perekonomian, budaya dan hal-hal yang disebut kaum realis sebagai low politics dibanding dengan hard power seperti masalah pertahanan dan militer, soft power juga memiliki masalah yang cukup kruisial bagi negara, menurut Joseph S Nye, “Soft power is more difficult, because many of its crucial resources are outside the control of governments, and their effects depend heavily on acceptance by the receiving audiences. Moreover, soft power resources often work indirectly by shaping the

environment for policy, and sometimes take years to produce the desired outcomes.”9

DIPLOMASI KAYU SEBAGAI SOFT POWER MEMPERERAT HUBUNGAN

BILATERAL

Beberapa negara terus berupaya menjaga keindahan lingkungan dengan mengurangi penggunan produk plastik, karena susahnya proses penguraian dari limbah plastik. Untuk Negara – Negara Uni Eropa sudah sejak lama memberlakukan anti produk plastik kepada Negara anggotanya. Pencapaian perjanjian ekspor produk kayu legal Indonesia dengan Uni Eropa meningkatkan diplomasi Indonesia. Sebagai negara pertama yang mendapatkan kepercayaan penuh negara Eropa, Indonesia berpeluang besar menguasai pasar produk kayu dunia. "Ini yang kita sebut total diplomasi. Diplomasi dengan energi kuat, tak hanya di tataran pemerintah.

Terbukti satu aset baru bisa kita gunakan untuk memperkuat diplomasi," kata Menteri Luar Negeri

Retno LP Marsudi, Kamis (12/5), di Jakarta10. Pernyataan itu terkait keberhasilan negosiasi Perjanjian Penegakan Hukum, Tata Kelola, dan Perdagangan Bidang Kehutanan (Forest Law Enforcement, Governance and Trade/FLEGT License). Kepercayaan penuh dari Eropa kepada Indonesia itu jadi lampu hijau atas produk kayu Indonesia. penerapan FLEGT atau pengakuan penuh menaikkan peringkat produk kayu hutan Indonesia di pasar Eropa, yang mengutamakan legalitas bahan baku dan kelestarian hutan. Sebanyak 42,96 persen dari total negara tujuan ekspor

8http://www.haryoprasodjo.com/2014/05/definisi-soft-power.html (Definisi Soft Power) diakses 11 April 2017 9 J.S. Nye, SOFT POWER : The Means to Succes in World Politics, Public Affairs, New York, 2004, p. 1

10

(11)
(12)

BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Dalam penyusunan penelitian ini, penulis melakukan penelitian dengan mengambil objek penelitian pada strategi pemerintah Indonesia terkait diperolehnya FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui strategi yang diambil oleh Indonesia dalam menghadapi permintaan produk kayu Negara-negara Uni Eropa pasca memperoleh lisensi FLEGT. Adapun studi kasus yang diteliti yaitu sektor Industri kayu dan Produk kayu olahan di Indonesia dari tahun 2013 sampai dengan awal tahun 2017.

3.1.1 FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade)

Indonesia dan Uni Eropa sepakat bahwa mulai 15 November 2016, Indonesia menerbitkan FLEGT License atas produk-produk kayu legal yang sudah diverifikasi dan diekspor ke ke Uni Eropa. Keputusan ini membuat Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang mencapai tonggak penting ini dalam upaya global memberantas pembalakan liar serta perdagangan kayu ilegal. Keputusan ini dicapai dalam sidang Komite Implementasi Gabungan (Joint Implemenation Committee – JIC) ke-5, yang mengawasi pelaksanaan Kesepakatan Kemitraan Sukarela Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan (FLEGT VPA) Indonesia-UE. Indonesia dan UE menandatangani VPA di Brussels pada 30 September 2013, setelah melewati proses negosiasi tentang isi kesepakatan tersebut Indonesia telah mengembangkan suatu sistem verifikasi untuk memastikan bahwa semua produk kayu yang dipanen, diimpor, diangkut, diperdagangkan, diproses dan diekspor patuh pada hukum yang berlaku terkait dengan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi sebagaimana telah diidentifikasi para pihak dari pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil. Sistem verifikasi legalitas kayu, dikenal dengan singkatan SVLK, terbuka bagi pemantauan independen oleh masyarakat sipil dan evaluasi berkala oleh auditur.

(13)

demikian Putera Parthama, Direktur Jendral Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang juga menjabat sebagai Ko-Ketua Komite. “Dengan memperhatikan legalitas, kita telah meletakkan dasar-dasar bagi pengelolaan kehutanan yang lestari serta bertindak untuk menanggapi perubahan iklim. Kita berhasil memenuhi tolok ukur sertifikasi yang ketat yang berlaku di UE.”

Selain memperbaiki tata kelola dan meningkatkan pendapatan negara, Lisensi FLEGT bermanfaat bagi pelaku usaha perkayuan. Produk yang berlisensi FLEGT dengan sendirinya memenuhi persyaratan Peraturan Perkayuan UE (EUTR), yang melarang pelaku pasar di UE untuk menempatkan kayu ilegal serta produk kayu hasil pembalakan ilegal di pasaran UE. Dengan demikian, pelaku pasar UE dapat menempatkan kayu berlisensi FLEGT di pasar UE tanpa perlu melewati proses uji tuntas. Komite juga sepakat untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan bersama sampai akhir 2017, dalam mana UE dan Indonesia akan mengawasi perbaikan terus-menerus sistem verifikasi legalitas kayu Indonesia serta implementasi VPA di ranah yang lebih luas.

Menurut rencana, kegiatan akan melanjutkan proses multi-pihak, pengumpulan data, pemantauan independen kehutanan, penegakan hukum, dan pemantauan pasar UE untuk produk-produk kayu berlisensi FLEGT “Keputusan untuk memulai Lisensi FLEGT Indonesia merupakan tonggak keberhasilan dalam kemitraan yang mengaitkan bisnis UE serta konsumen dengan pengusaha legal di Indonesia,” kata Vincent Guerend, Duta Besar UE untuk Indonesia dan Ko -Ketua JIC. “Dengan menjamin legalitas, Lisensi-FLEGT tidak hanya membuat bisnis menjadi lebih efisien bagi pengusaha, baik di Indonesia maupun di UE, namun juga memperkuat tata kelola dan menjamin perlakuan yang adil bagi semua pemangku kepentingan kehutanan. Ini adalah wujud peningkatan transparansi, dan akuntabilitias, serta partisipasi para pihak dalam pengambilan keputusan terkait kehutanan. Hari ini, seluruh ekspor kayu Indonesia datang dari pabrik dan hutan yang telah melewati sistem auditing independen.” UE telah merampungkan prosedur internal dalam mengakui Lisensi FLEGT dari Indonesia. Pihak-pihak berwenang serta para importir kayu di ke-28 negara anggota UE kini tengah bersiap-siap untuk menerima pengapalan pertama produk-produk kayu ber-FLEGT License11.

(14)

Sumber : beacukai.go.id

Gambar 3.1

Mekanisme Ekspor Produk Industri Kehutanan Dengan SVLK

3.1.2 TUJUAN DAN KESEPAKATAN DALAM FLEGT

3.1.3 TAHAPAN JALUR PRIORITAS PEMEGANG LISENSI FLEGT

3.1.4 SENTIMEN PASAR EROPA TERHADAP KAYU INDONESIA

3.1.5 HUBUNGAN DIPLOMASI INDONESIA – UNI EROPA

3.1.6 INDUSTRI KAYU OLAHAN INDONESIA

3.1.7 METODE PENELITIAN 3.1.8 DESAIN PENELITIAN

3.1.9 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Gambar

Gambar 3.1

Referensi

Dokumen terkait

Dari uji statistik didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan nilai angka kuman antara makanan cair formula rumah sakit dengan makannan cair formula komersial berdasarkan waktu

[r]

Memuat tulisan ilmiah dalam bidang pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan.. Terbit 2 (dua) kali setahun (akhir Agustus dan

Profil perilaku agresif siswa kelas XI SMA Laboratorium UM adalah sebagai berikut: (1) tingkat perilaku agresif siswa tinggi, (2) tingkat perilaku agresif siswa laki-laki

rangka mewujudkan peradilan yang independen, imparsial, dan adil, perlu menetapkan peraturan Presiden tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun

Hasil analisis GC-MS terhadap minyak atsiri dari bunga kecombrang yang dihasilkan melalui destilasi Stahl diperoleh kromatogram dengan memberikan puncak sebanyak 24 jenis senyawa

Pelatihan SDM dilakukan untuk meningkatkan kapasitas karyawan dan anggota organisasi agar menjadi lebih baik.. Oleh karena itu pelatihan SDM perlu dilakukan

Tahap klasiikasi ini hanya digunakan pada uji osteoporosis dikarenakan pada uji fraktur hasil ciri yang diperoleh telah dapat terklasiikasi secara langsung dengan menentukan