• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indonesia Sebagai Negara Maritim d

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Indonesia Sebagai Negara Maritim d"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

INDONESIA SEBAGAI NEGARA MARITIM

Disusun Oleh :

Sahrizal Malki Darmawan

2012-22-002

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Fakultas Teknik

Universitas Esa Unggul

Jakarta

(2)

Pendahuluan

Indonesia memiliki luas laut mencapai 7,9 juta km2 dan terdiri dari 13.667 pulau sehingga Indonesia dijuluki sebagai Negara Maritim. Indonesia sebagai Negara Maritim telah diakui oleh dunia melalui UNCLOS 1982. Kemudian diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985. Selain memiliki lautan yang luas, Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang indah yang ada di dalam laut. Sumber daya alam yang ada di dalam laut Indonesia, yaitu terumbu karang, ikan, minyak bumi, biota laut, dan lain-lain. Namun dibalik keindahan dan potensi yang ada di laut Indonesia, banyak masalah yang dihadapi oleh Indonesia terutama perairannya. Masalah yang tejadi di perairan Indonesia adalah terkait perbatasan negara dengan negara-negara lain, kerusakan ekosistem laut akibat prilaku manusia, hilangnya pulau-pulau kecil terluar, perencanaan tata ruang yang masih berbasis daratan, dan lain-lain. Hal ini perlu diatasi oleh pemerintah serta partisipasi masyarakat untuk mencapai Indonesia yang utuh dan berdaulat sebagai Negara Maritim di Mata Internasional.

Teori Terkait Maritim

Negara maritim adalah negara yang berada dalam kawasan/teritorial laut yang sangat

luas, memiliki banyak pulau, dikelilingi oleh wilayah laut dan perairan, dan sebagian

besar penduduknya bekerja di wilayah perairan. Benua Maritim Indonesia (BMI) adalah

wilayah dengan hamparan pulau-pulau di dalamnya, sebagai satu kesatuan alamiah antara

darat, laut, dan udara dengan sudut pandang iklim, cuaca, keadaan airnya, tatanan kerak

bumi, keberagaman biota serta tatanan sosial budaya.

Banyak definisi mengenai arti dan batasan wilayah pesisir yang telah dibuat

pakar-pakar ilmu kelautan dan pesisir dunia. Menurut Sorensen dan McCreary kawasan pesisir

didefinisikan sebagai perbatasan atau ruang termpat berubahnya dua lingkungan utama

yaitu laut dan daratan (Institutional Arrangemen for Managing Coastal Resources and

Environments ). Karakteristik khusus dari wilayah pesisir menurut Jan C. Post dan Carl

G. Lundin (1996) antara lain:

1. Suatu wilayah yang dinamis dengan seringkali terjadi perubahan sifat biologis,

kimiawi, dan geologis.

2. Mencakup ekosistem dan keanekaragaman hayatinya dengan produktivitas yang

tinggi yang memberikan tempat hidup penting buat beberapa jenis biota laut.

3. Ciri-ciri khusus wilayah pesisir, seperti adanya terumbu karang, hutan bakau, pantai

dan bukit pasir, sebagai suatu sistem yang akan sangat berguna secara alami untuk

menahan atau menangkal badai, banjir, dan erosi.

4. Ekosistem pesisir dapat digunakan untuk mengatasi akibat-akibat dari pencemaran,

khususnya yang berasal dari darat (sebagai contoh: tanah basah dapat menyerap

kelebihan bahan-bahan makanan, endapan, dan limbah buangan).

(3)

Kebijakan Terkait Maritim

Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki potensi yang cukup besar. Potensi

yang dimiliki oleh pulau-pulau kecil cukup besar pengaruhnya untuk pembangunan. Hal

ini karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, maupun pertahanan

dan keamanan. Potensi yang dimiliki oleh pulau-pulau kecil di Indonesia adalah adanya

ekosistem khas tropis yang memiliki produktivitas yang tinggi, seperti terumbu karang,

padang lamun, dan hutan mangrove. Potensi-potensi perlu dikelola dengan baik dan juga

diberi payung hukum untuk melindungi potensi yang ada.

Di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 disebutkan bahwa pengelolaan

wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan,

pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil antarsektor,

antara pemerintah daerah dengan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut,

serta anatar ilmu penegetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi kegiatan

perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap manusia dalam

memanfaatkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil.

Sejarah Maritim Indonesia

Indonesia memiliki pengaruh yang sangat dominan di wilayah Asia Tenggara, terutama melalui kekuatan maritim besar di bawah kerajaan Sriwijaya sampai Majapahit. Dalam catatan sejarah terekam bukti-bukti bahwa nenek moyang bangsa Indonesia menguasai lauatan Nusantara, bahkan mampu mengarungi samudera luas hingga ke pesisir Madagaskar, Afrika Selatan. Penguasaan lautan oleh nenek moyang kita, baik di masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, Majapahit maupun kerajaan-kerajaan lan lebih merupakan penguasaan de facto daripada penguasaan atas suatu konsepsi kewilayahan dan hukum.

Pada sekitar abad ke-14 dan permulaan abad ke-15 terdapat 5 jaringan perdagangan. Pertama, jaringan perdagangan Teluk Bengal, yang meliputi pesisir Koromandel di India Selatan, Sri Langka, Burma (Myanmar), serta pesisir utara dan barat Sumatera. Kedua, jaringan perdagangan Selat Malaka. Ketiga, jaringan perdagangan yang meliputi pesisir timur Semenanjung Malaka, Thailand, dan Vietnam Selatan. Keempat, jaringan perdagangan Laut Sulu, yang meliputi pesisir barat Luzon, Mindoro, Cebu, Mindanao, dan pesisir utara Kalimantan. Kelima, jaringan Laut Jawa, yang meliputi kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, pesisir barat Kalimantan, Jawa, dan bagian selatan Sumatera. Jaringan perdagangan ini berada di bawah hegemoni Kerajaan Majapahit.

Selain Sriwijaya dan bahkan sebelum Majapahit, Kerajaan Singosari juga memiliki armada laut yang kuat dan mengadakan hubungan dagang secara inensif dengan wilayah sekitarnya. Kerajaan Majapahit melalui Sumpah Amukti Palapa telah mempersatukan wilayah Indonesia. Dari Kerajaan Majapahit juga kita telah banyak belajar tentang pengembangan dan perkembangan nilai-nilai luhur kebudayaan Bangsa Indonesia sebagai manifestasi sebuah bangsa bahari yang besar.

(4)

Perkembangan Maritim Di Indonesia

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan sejarah maritim di Indonesia bahwa nenek moyang kita telah menanamkan budaya bahari sejak zaman Kerajaan Sriwijaya. Pada tahun 1957, Bangsa Indonesia mendeklarasikan Wawasan Nusantara yang memandang bahwa wilayah laut di antara pulau-pulau Indonesia sebagai satu-kesatuan wilayah Nusantara. Bung Karno saat pembukaan Lemhanas tahun 1965 mengatakan bahwa “Geolitical Destiny” dari Indonesia adalah Maritim. Pada tahun 1982, Indonesia berhasil memberikan gagasan Negara Nusantara dan diakui oleh Internasional dalam Konvensi PBB tentang hukum laut. Pada tahun 1998, Presiden BJ Habibie mendeklarasikan visi pembangunan kelautan Indonesia dalam “Deklarasi Bunaken”. Sejak tahun 1999 dibentuklah Departemen Eksplorasi Laut dan berubah nama menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2001.

Selain itu, Presiden KH. Abdurrahman Wahid mencanangkan 13 Desember sebagai Hari Nusantara. Visi pembangunan kelautan Gus Dur dilanjutkan oleh Presiden Megawati Soekarno Putri dengan ditetapkannya Keppres No. 126 Tahun 2001 tentang Hari Nusantara. Kebijakan maritime yang sangat penting pada masa Presiden Megawati adalah dalam Seruan Sunda Kelapa menyatakan penerapan asas cabotage sebagai suatu keharusan. Penerapan asas cabotage adalah kebijakan fundamental bagi pembangunan industri Maritim Nasional. Kemudian keluar Inpres No. 5 Tahun 2005 tentang Pengembangan Industri Pelayaran Nasional pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun penerapan Inpres ini berjalan sangat lamban.

Pada saat ini, semangat budaya maritim kembali dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo dalam Visi, Misi, dan Program Aksi yang terkenal dengan NAWACITA. Di dalam program tersebut disebutkan Diplomasi Maritim untuk mempercepat penyelesaian permasalahan perbatasan Indonesia, meningkatkan upaya pengamanan khusus wilayah kelauatan guna mencegah illegal fishing, dan program tol laut. Program tol laut yang dibuat oleh Pemerintahan Jokowi menargetkan pembangunan 24 pelabuhan dan pembelian 609 kapal dengan biaya ±96,8 triliun. Program tol laut ini akan menjadi bagian penting jalur maritim dunia.

Sumber : www.katadata.co.id

(5)

Selain memiliki potensi sumber daya alam yang indah dan banyak, permasalahan juga terjadi di perairan Indonesia. Mulai dari kerusakan ekosistem laut, masalah hukum perbatasan dengan Negara lain di laut, hilangnya pulau-pulau kecil terluar, dan pembangunan yang masih berbasis darat.

1. Kerusakan Ekosistem Laut dan Pesisir

Wilayah laut dan pesisir beserta sumber daya alamnya memiliki makna strategis bagi pengembangan ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan sebagai salah satu pilar eknomi Nasional. Karakteristik dari ekosistem pesisir adalah mempunyai beberapa jumlah ekosistem yang berada di daerah pesisir. Ekosistem pesisir terdiri dari ekosistem mangrove, ekosistem lamun, dan ekosistem terumbu karang.

Pusat penelitian Oseanografi LIPI mengungkap hanya 5,3% terumbu karang Indonesia yang tergolong sangat baik. Sementara 27,18% digolongkan dalam kondisi baik, 37,25% dalam kondisi cukup baik, dan 30,45% berada dalam kondisi buruk. Penyebab kerusakan ekosistem laut di Indonesia diantaranya adalah pembangunan di kawsan pesisir, pembuangan limbah dari berbagai aktivitas di darat atau laut, dan penangkapan ikan yang menggunakan sianoda dan alat tangkap terlarang serta penambangan terumbu karang. Rusaknya ekosistem laut dan pesisir maka Indonesia kehilangan potensi ekonominya di bidang kelautan dan pariwisata.

2. Perbatasan Laut Negara Indonesia dengan Negara Lain

Masalah batas laut Indonesia dengan Negara lain merupakan agenda prioritas yang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Garis batas laut terutama Batas Landasan Kontinen (BLK) dan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sebagian besar belum disepakati bersama Negara-negara tetangga. Ketidakjelasan dan tegasnya batas laut antara Indonesia dan beberapa Negara tertentu serta ketidaktahuan masyarakat ataupun nelayan terhadap batas Negara di laut menyebabkan terjadinya pelanggaran batas oleh para nelayan Indonesia maupun nelayan asing.

A. Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)

Undang-Undang no.17 tahun 1985 tentang pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) menyatakan bahwa batas ZEE Indonesia di segmen-segmen perairan yang berhadapan dengan negara lain dan lebarnya kurang dari 400 mil laut, maka ZEE merupakan garis median. Jika mengacu kepada konvensi tersebut, maka batas ZEE yang merupakan garis median pada wilayah laut yang berhadapan dengan negara-negara tetangga yaitu :

(1) Berhadapan dengan Malaysia dan Singapura di Selat Malaka;

(2) Berhadapan dengan Malaysia di Laut Natuna sebelah barat dan timur; (3) Berhadapan dengan Vietnam di Laut Cina Selatan sebelah utara; (4) Berhadapan dengan Filiipina di Laut Sulawesi hingga Laut Fillipina; (5) Berhadapan dengan Palau di Samudera Pasifik;

(6) Berhadapan dengan Australia di Laut Arafura hingga Laut Timor; (7) Berhadapan dengan Pulau Christmas (Australia) di Samudera Hindia; (8) Berhadapan dengan Timor Leste di Selat Wetar;

(9) Berhadapan dengan India di Laut Andaman.

Selain itu, terdapat wilayah laut yang tidak memiliki batas ZEE yaitu di wilayah Selat Singapura yang berhadapan langsung dengan Malaysia dan Singapura, karena lebarnya hanya sekitar 15 mil laut. Selebihnya, penentuan ZEE terutama pada wilayah laut yang berhadapan dengan laut lepas, ditarik selebar 200 mil dari garis pangkal kepulauan Indonesia.

(6)

Ketidakjelasan batas ZEE tersebut menyebabkan sulitnya penegakan hukum oleh aparat dan berpotensi untuk menjadi sumber pertentangan antara Indonesia dengan negara tetangga. Tabel berikut ini menunjukkan status batas-batas ZEE di wilayah perbatasan laut Indonesia.

Tabel 3.1. Status Batas-Batas ZEE antara RI dengan negara tetangga

No

Batas Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE)

Status Keterangan

1 RI–Malaysia Belum disepakati Belum ada perjanjian batas 2 RI–Vietnam Telah disepakati Kesepakatan di tingkat teknis,

menunggu proses ratifikasi 3 RI–Fillipina Belum disepakati Belum ada perjanjian batas 4 RI–Palau Belum disepakati Belum ada perjanjian batas 5 RI–PNG Belum disepakati Tidak ada batas laut 6 RI–Timor Leste Belum disepakati Belum ada perjanjian batas 7 RI–India Belum disepakati Belum ada perjanjian batas 8 RI–Singapura Belum disepakati Belum ada perjanjian batas 9 RI-Thailand Belum disepakati Belum ada perjanjian batas 10 RI–Australia Telah disepakati ZEE di Samudera Hindia, Lauta

Arafura, dan Laut Timor Sumber : Bakosurtanal, 2003

B. Batas Laut Teritorial (BLT)

BLT Indonesia lebarnya tidak melebihi 12 mil laut dari garis pangkal yang merupakan batas kedaulatan suatu negara baik di darat, laut, maupun udara. Sebagian besar BLT sudah disepakati oleh negara-negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia, kecuali dengan Timor Leste sebagai sebuah negara yang baru merdeka. Selain itu diperlukan pula perundingan tri-partit antara Indonesia-Malaysia-Singapura untuk menyepakati BLT di Selat Singapura bagian Barat dan Timur yang lebarnya kurang dari 24 mil dan bersinggungan langsung dengan perbatasan di ketiga negara. Mengingat pentingnya pengakuan terhadap batas kedaulatan suatu negara, maka batas laut teritorial antara pemerintah RI dan Timor Leste maupun three junctional point di Selat Malaka perlu segera disepakati untuk menghindari kekhawatiran timbulnya konflik akibat pelanggaraan kedaulatan wilayah negara. Tabel berikut ini menunjukkan status batas laut teritorial Indonesia dengan negara-negara tetangga.

Tabel 3.2. Status Batas Laut Teritorial Indonesia

No Batas Laut Teritorial

(BLT) Status Keterangan

1 RI – Malaysia

Telah disepakati Disepakati dalam perjanjian Indonesia-Malaysia Tahun 1970 2 RI–Singapura (di

sebagian Selat

Singapura)

Telah disepakati

Disepakati dalam perjanjian Indonesia-Singapura Tahun 1973

3 RI – PNG

(7)

disepakati

pangkal kepulauan di Pulau Leti, Kisar, Wetar. Liran. Alor, Pantar, hingga Pulau Vatek, dan titik dasar sekutu di Pulau Timor Indonesia (BLKI) serta UU no. 17/1985 tentang pengesahan UNCLOS, BLKI ditarik sama lebar dengan batas ZEE (200 mil laut) atau sampai dengan maksimum 350 mil laut dari garis pangkal kepulauan Indonesia. Hal ini berlaku di seluruh wilayah perairan Indonesia, kecuali pada segmen-segmen wilayah tertentu dimana BLK dapat ditetapkan berdasarkan kesepakatan dengan negara-negara yang berhadapan langsung dengan Indonesia, antara lain :

(1) Berhadapan dengan India dan Thailand di Laut Andaman; (2) Berhadapan dengan Thailand di Selat Malaka bagian Utara;

(3) Berhadapan dengan Malaysia di Selat Malaka bagian Selatan serta di Laut Natuna bagian Timur dan Barat;

(4) Berhadapan dengan Vietnam di Laut Cina Selatan; (5) Berhadapan dengan Filipina di Laut Sulawesi; (6) Berhadapan dengan Palau di Samudera Pasifik;

(7) Berhadapan dengan dengan Australia di Laut Arafura, Laut Timor, Samudera Hindia, dan di wilayah perairan di sekitar Pulau Christmas;

(8) Berhadapan dengan Timor Leste di laut Timor.

Sebagian BLK antara Indonesia dengan negara tetangga telah disepakati dan telah ditetapkan dalam Keputusan Presiden (Keppres). Namun demikian masih terdapat beberapa segmen wilayah laut yang belum ditetapkan BLK-nya, karena masih dalam proses negosiasi atau bahkan belum dilakukan perundingan sama sekali dengan negara tetangga, antar lain BLK antara Indonesia dengan Vietnam, Filipina, Palau, dan Timor Leste. Tabel berikut menunjukkan status Batas Landas Kontinen di wilayah perbatasan laut Indonesia.

Tabel 3.3. Status Batas Landas Kontinen antara RI dengan negara tetangga

No Batas Landas

Kontinen (BLK) Status Keterangan

1 RI – India

Telah disepakati

10 titik BLK di Lauta Andaman berikut koordinatnya disepakati berdasarkan perjanjian pada tahun 1974 dan 1977 2 RI – Thailand

Telah disepakati

Titik-titik BLK di selat Malaka maupun Laut Andaman disepakati berdasarkan perjanjian pada tahun 1977

(8)

titik di Laut Natuna disepakati berdasarkan perjanjian pada tahun 1969

4 RI – Australia

Telah disepakati

- Titik-titik BLK di Laut Arafura dan laut Timor ditetapkan melalui Keppres pada Tahun 1971 dan 1972 - Titik-titik BLK di Samudera Hindia

dan di sekitar Pulau Christmas telah disepakati berdasarkan perjanjian pada tahun 1997.

5 RI – Vietnam Belum disepakati Dalam proses negosiasi 6 RI – Filipina Belum disepakati Dalam proses negosiasi 7 RI – Palau Belum disepakati Belum ada proses perundingan 8 RI – Timor Leste Belum disepakati Belum ada proses perundingan Sumber : Bakosurtanal, 2003

3. Hilangnya Pulau-Pulau Kecil Terluar

Pulau-pulau terluar sesungguhnya adalah beranda rumah Indonesia yang harus dirawat dan dijaga, baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya alamnya. Pulau-pulau terluar berpotensi rawan konflik yang berdimensi disentegratif dan konflik-konflik bilateral. Konflik-konflik tersebut dapat menghilangkan pulau-pulau terluar dari peta Indonesia.

Sebuah pulau dapat terhapus sebagai teritori sebuah Negara berdaulat karena faktor fisik (abrasi, perubahan cuaca), faktor hukum, dan faktor sosial budaya. Kedaulatan Republik Indonesia terancam bila pulau-pulau terluar hilang. Terdapat beberapa pulau yang rawan konflik karena berbatasan dengan Negara tetangga.

1) Pulau Nipa (berbatasan dengan Singapura dan Malaysia) 2) Pulau Berhala

3) Pulau Sebatik (berbatasan dengan Malaysia) 4) Pulau Miangas

5) Pulau Marampit (berbatasan dengan Filipina) 6) Pulau Dana

7) Pulau Batek (berbatasan dengan Timor Leste) 8) Pulau Sekatung (berbatasan dengan Vietnam) 9) Pulau Fani (berbatasan dengan PNG)

4. Pembangunan yang Masih Bebasis Daratan

Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah selama ini masih berbasis daratan. Pembangunan tersebut tanpa memikirkan karakteristik wilayah Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil. Selama ini pembangunan di Indonesia masih berpatokan kepada Negara-negara yang memiliki daratan yang lebih luas dibandingkan dengan perairannya. Kesimpulan

(9)

Indonesia merdeka, semangat kemaritiman kembali digaungkan. Kebijakan-kebijakan di bidang kelautan dibuat untuk mendukung semangat kemaritiman. Pada masa pemerintahan saat ini, semangat kemaritiman ditunjukkan dalam bentuk program tol laut sebagai poros maritim dunia. Dibalik kebijakan-kebijakan yang dibuat, Indonesia mempunyai sejumlah masalah yang harus diselesaikan terutama masalah perbatasan laut. Hal ini sangat penting karena dengan dibentuknya kesepakatan batas Negara dengan Negara lain maka pulau-pulau terluar Indonesia tidak akan hilang dan keamanan Indonesia terjaga. Kemudian pembangunan di Indonesia haruslah melihat karakteristik Indonesia yang memiliki perairan yang lebih luas dari daratan. Semangat kemaritiman di Indonesia haruslah kembali di dalam diri bangsa Indonesia. Seperti dikatakan dalam sebuah lirik lagu “Nenek Moyangku Seorang Pelaut”, di dalam lirik ini memberikan arti penting bahwa Indonesia memiliki sejarah kemaritiman yang sangat kuat. Sehingga mulai saat ini mari kita kembalikan semangat kemaritiman di dalam diri bangsa untuk Indonesia yang berdaulat dan sejahtera.

Daftar Pustaka

https://www.academia.edu/9789018/Mempertahankan_Nasionalisme_di_Tapal_Batas https://www.academia.edu/7105722/EKPLOITASI_EKOSISTEM_LAUT_DI_INDONESIA https://www.academia.edu/7454898/Makalah_hukum_laut

https://www.academia.edu/7377943/

Merajut_Kembali_Negara_Maritim_Indonesia_melalui_Aktivasi_Tiga_Elemen_Negara_Civil_So ciety_dan_Wawasan_Maritim_dalam_menghadapi_AEC_2015

https://www.academia.edu/6397576/Sejarah-Maritim-Indonesia https://ddediary.wordpress.com/2013/09/25/luas-laut-indonesia/

http://katadata.co.id/infografik/2014/12/04/tol-laut-jokowi-poros-maritim-dunia

Gambar

Tabel 3.2. Status Batas Laut Teritorial Indonesia
Tabel 3.3. Status Batas Landas Kontinen  antara RI dengan negara tetangga

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan jumlah tagihan pajak tersebut apabila terdapat tidak atau kurang dibayar oleh wajib pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran, atau sampai dengan tanggal

Dengan adanya komponen-komponen zat anti infeksi yang terkandung dalam ASI, maka bayi yang diberikan ASI akan terlindung dari berbagai macam infeksi baik yang disebabkan

Dengan berkembangnya kreativitas, pembuatan lidah buaya sebagai makanan cemilan berupa keripik yang mempunyai rasa khas, enak dan gurih.. Hal ini akan menjadikan suatu

Sedangkan, variabel dengan pengaruh ketiga adalah variabel manfaat.Meskipun variabel persepsi manfaat memiliki pengaruh terkecil daripada variabel persepsi kenyaman

6 Berdasarkan keadaan dan kajian yang dikumpulkan sesuai dengan teori di atas, maka dengan masih tingginya karies gigi peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang

Berdasarkan hasil analisis faktor, didapat 7 kelompok kebutuhan perangkat lunak untuk toko tradisional yaitu;(1) laporan yang terdiri dari fitur kategori waktu

Key adalah satu atau gabungan dari beberapa atribut yang dapat membedakan semua row dalam relasi secara unik.!.

The purpose of this study was to (1) analyze the content of education curriculum Kemuhammadiyahanin SMA Muhammadiyah Kota Tasikmalaya(2) Assess the