• Tidak ada hasil yang ditemukan

URGENSI PENETAPAN BATAS WILAYAH NEGARA D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "URGENSI PENETAPAN BATAS WILAYAH NEGARA D"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL

Judul : “URGENSI PENETAPAN BATAS WILAYAH NEGARA DI DAERAH KAWASAN PERBATASAN DARAT INDONESIA DENGAN MALAYSIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA”

A. Latar Belakang Masalah

Negara adalah subyek hukum internasional yang memiliki kemampuan

penuh (full capasity) untuk mengadakan atau untuk duduk sebagai pihak dalam

suatu perjanjian internasional.1 Dan syarat sebuah negara untuk menjadi subyek

hukum internasional berdasarkan Konvensi Montevideo tahun 1933 harus

memiliki (a) penduduk yang permanen; (b) wilayah yang pasti; (c) pemerintahan;

dan (d) kemampuan menjalin hubungan dengan negara lain.2

Tidak dipungkiri dalam kehidupan bernegara kini semakin banyak konflik

yang muncul disebabkan karena masalah wilayah. Konflik ini antara lain

disebabkan oleh ketidakjelasan garis batas wilayah antara dua atau lebih negara,

seperti konflik antara India dengan RRC mengenai garis batas negara di

pegunungan Himalaya, dan konflik antara Indonesia dengan Malaysia mengenai

garis batas wilayah negara di kawasan Timur Pulau Kalimantan.

1 I Wayan Parthiana, “Hukum Perjanjian Internasional Bagian 1”, (Bandung: Mandar Ma-ju, 2002), hlm. 19.

(2)

Pengertian Wilayah itu sendiri adalah suatu ruang sebagai tempat bagi orang

yang menjadi warga negara atau penduduk untuk dapat hidup dan menjalankan

setiap aktifitasnya.3 Sedangkan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,

yang selanjutnya disebut dengan Wilayah Negara adalah salah satu unsur negara

yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan

kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang

di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.4

Wilayah negara sebagai suatu ruang, bukan hanya terdiri dari wilayah

daratan saja tetapi juga wilayah perairan dan udara. Semua negara tentunya

memiliki wilayah daratan dan ruang udara, karena hal tersebut merupakan suatu

yang mutlak untuk kehidupan manusia atau masyarakat di suatu negara. Tetapi

tidak semua negara memiliki wilayah perairan, hanya yang negara-negara

pantailah yang memilikinya.

Di setiap wilayah negara tidak serta merta hidup bebas di daratan maupun

bebas memiliki perairan. Dalam implementasinya diperlukan batas-batas yang

memisahkan antara negara yang satu dengan yang lain dan juga agar lebih terang

sampai dimana batas kewenangan mengelola wilayah negaranya sendiri. Batas

Wilayah Negara adalah garis batas yang merupakan pemisah kedaulatan suatu

negara yang didasarkan atas hukum internasional. Batas Wilayah Negara di darat,

3 I Wayan Parthiana, “Pengantar Hukum Internasional”, (Bandung: Mandar Maju, 2003), hlm. 146.

(3)

perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya serta ruang udara di atasnya ditetapkan

atas dasar perjanjian bilateral dan/atau trilateral mengenai batas darat, batas laut,

dan batas udara serta berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum

internasional.5

Untuk itu batas negara sangatlah penting dibuat dengan cara membuat

perjanjian antara negara yang bersangkutan. Perjanjian adalah batasan umum yang

mencakup konvensi, persetujuan, ketetapan, protokol, dan pertukaran nota.6

Karena menyangkut hal negara-negara, maka perjanjian yang digunakan adalah

perjanjian internasional, yaitu perjanjian yang diaadakan antara anggota

masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat

hukum.7

Mengenai materi yang hendak Penulis uraikan adalah mengenai perjanjian

antarnegara yaitu Indonesia dengan Malaysia, sehingga perjanjian yang digunakan

adalah Perjanjian Bilateral (bipartite treaty), suatu perjanjian internasional yang

pihak-pihak atau negara peserta yang terikat dalam perjanjian tersebut adalah

hanya dua pihak atau dua negara saja.8 Singkatnya, Perjanjian Bilateral adalah

perjanjian yang dibuat oleh dua belah pihak.9

5 Ibid., ps. 5.

6 Rebecca M.M. Wallace, “International Law”, (London: Sweet & Maxwell Limited, 1986), hlm. 230.

7 Mochtar Kusumaatmadja, “Pengantar Hukum Internasional”, (Bandung: Binacipta, 1976), hlm. 109.

(4)

Tidak hanya mengenai perjanjian antarnegara saja alasan Penulis mengambil

judul tentang perbatasan wilayah, tetapi berdasarkan fakta-fakta yang ada bahwa

adanya konflik-konflik yang terjadi antara negara Indonesia dengan Malaysia

ditandai adanya beberapa permasalahan, seperti perubahan atau pergeseran

patok-patok di daerah perbatasan, bangunan milik Malaysia yang ada di wilayah

Indonesia, hingga tampak jelas kurangnya keutuhan dan kesatuan dari Indonesia

itu sendiri, karena sudah banyak warga di wilayah perbatasan atau daerah

tertinggal yang mendapat subsidi dari Malaysia serta sudah banyak yang

menggunakan mata uang Malaysia sebagai alat pembayaran yang sah.

Jelas dikatakan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 Pasal 25A mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik

Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah

yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.10

Di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, masyarakat adalah salah satu

unsur terpenting di dalam wilayah negara. Menurut Ralph Linton, masyarakat

ialah sekelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama

sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai

satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.11 Selain

masyarakat tentu ada pemerintah atau lembaga yang mengatur masyarakat dan

daerah khususnya di daerah perbatasan, karena sudah sangat nampak banyak

(5)

sekali permasalahan yang menyangkut lintas batas wilayah suatu negara, salah

satunya adalah terorisme, illegal logging, hingga ke masalah kewarganegaraan dan

kesatuan wilayah yang tidak terawasi dengan baik. Sehingga peran keduanya

sangatlah penting sebagai pengawasan terhadap daerahnya sendiri.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan

permasalahannya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk perjanjian bilateral, upaya yang dilakukan dan dampak

bagi masyarakat di daerah perbatasan darat antara negara Indonesia dengan

Malaysia?

2. Permasalahan apa yang timbul dan bagaimana cara penyelesaiannya?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

Sesuai dengan judul penulisan hukum yang telah Penulis kemukakan

sebelumnya, serta keterkaitan dengan permasalahan yang dikemukakan, maka

maksud penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan memahami perjanjian bilateral wilayah darat antara

negara Indonesia dengan Malaysia.

2. Untuk mengetahui dampak yang timbul terhadap masyarakat dan upaya apa

saja yang dilakukan di daerah perbatasan antara negara Indonesia dengan

(6)

Sedangkan yang menjadi tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini

adalah:

1. Secara teoritis diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi

perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan khususnya dalam bidang

hukum internasional, sehingga memberikan pemahaman lebih tentang adanya

perjanjian mengenai batas wilayah antara Indonesia dengan Malaysia.

2. Secara praktis diharapkan dapat memberikan informasi bermanfaat pada

masyarakat umum terlebih pada masyarakat di daerah perbatasan, khususnya

pada kalangan akademisi hukum dan pemerintah daerah untuk lebih

memperhatikan daerahnya.

D. Kerangka Pemikiran 1. Kerangka Teoritis

Menurut Cressey, Wilayah (region) adalah keseluruhan dari lahan, air,

udara, dan manusia dalam hubungan yang saling menguntungkan. Setiap region

merupakan satu keutuhan (entity) yang batasnya jarang ditentukan secara

tepat.12 Sedangkan para ahli hukum internasional seperti Hreen Na Marvan,

Shaw Malcol, JG Starke dan Burhan Tsani, perbatasan wilayah adalah batas

terluar wilayah suatu negara berupa suatu garis imajiner yang memisahkan

wilayah suatu negara dengan wilayah negara lain di darat, laut maupun udara

12 Zakapedia, “Pengertian Wilayah Menurut Para Ahli”, diakses dari

(7)

yang dapat dikualifikasikan dalam terminologi Border Zone (zona perbatasan)

maupun Customs Free Zone (zona bebas kepabeanan).13

Hal tersebut mengacu pula pada Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang

Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara adalah satu unsur negara yang

merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan

kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta

ruang di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di

dalamnya.

Menurut Roger F.Soleau, negara adalah alat atau dalam kata lain

wewenang yang mengendalikan dan mengatur persoalan-persoalan yang

bersifat bersama atas nama masyarakat.14 Setiap negara tentunya memiliki

wilayah negaranya masing-masing, bahkan ada negara-negara yang berpijak

dalam satu tanah atau daratan sehingga perlu adanya suatu batas-batas antara

negara tersebut agar terlihat jelas pembagian dan pembatasan serta diadakannya

perjanjian mengenai batas wilayah. Semua negara tentunya memiliki wilayah

daratan dan ruang udara, karena merupakan suatu yang mutlak untuk hidupnya

manusia atau masyarakat di suatu negara. Tetapi tidak semua negara memiliki

wilayah perairan, hanya yang negara-negara pantailah yang memilikinya.

13 John Bernando Seran, “Perbatasan Wilayah Menurut Hukum Internasional”, diakses dari http://kupang.tribunnews.com/2012/03/07/perbatasan-wilayah-menurut-hukum-internati-onal, pada tanggal 23 Oktober 2014 pukul 20.20 WIB.

(8)

Dengan demikian hal ini akan berkaitan dengan pengaturan dan suatu

permasalahan yang timbul apabila ada perjanjian yang dilanggar seperti halnya

perubahan garis batas dan berkaitan terhadap masyarakat yang hidup di daerah

perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia, khususnya di daerah perbatasan

darat. Dan bagaimana peran pemerintah dalam mengelola daerah perbatasan

mengingat pengaturan batas wilayah yang dimaksud adalah untuk memberikan

kepastian hukum mengenai ruang lingkup wilayah negara dan kewenangan

pengelolaan wilayah.

2. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep adalah kontruksi secara internal pada pembaca yang

mendapat stimulasi dan dorongan konseptual dari bacaan dan tinjauan

kepustakaan. Kerangka konseptual ini dibuat untuk menghindari pemahaman

dan penafsiran yang keliru dan memberikan arahan dalam penelitian, maka

dengan ini dirasa perlu untuk memberikan beberapa konsep yang

berhubungan dengan judul dalam penelitian ini sebagai berikut : a. Negara adalah:

“Subyek hukum internasional yang memiliki kemampuan penuh (full

capasity) untuk mengadakan atau untuk duduk sebagai pihak dalam suatu

perjanjian internasional.”15

b. Wilayah adalah:

“Suatu ruang sebagai tempat bagi orang yang menjadi warga negara atau

penduduk untuk dapat hidup dan menjalankan setiap aktifitasnya.”16

15 I Wayan Parthiana, “Hukum Perjanjian Internasional Bagian 1”, Loc.Cit.

(9)

c. Wilayah Negara adalah:

“Salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.”17

“Bagian perairan atau perairan laut yang merupakan wilayah negara.20 Atau

wilayah peraian adalah Perairan Pedalaman, perairan kepulauan, dan laut

teritorial.”21

g. Ruang Udara adalah:

“Ruang udara yang terletak di atas permukaan wilayah daratan dan wilayah perairan.”22

h. Kawasan Perbatasan adalah:

“Bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas

wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal Batas Wilayah Negara di

darat, Kawasan Perbatasan berada di Kecamatan.”23

i. Perjanjian adalah:

Batasan umum yang mencakup konvensi, persetujuan, ketetapan, protokol, dan pertukaran nota.”24

j. Perjanjian Internasional adalah:

17 Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008, Loc.Cit.

18 Ibid., ps. 5.

19 I Wayan Parthiana, Op.Cit., hlm. 148. 20 Ibid., hlm .149.

21 Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008, Op.Cit., ps. 1 Angka 2.

22 I Wayan Parthiana, Op.Cit,. hlm. 168. 23 Ibid., ps. 1 Angka 6.

(10)

“Perjanjian yang diaadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan

bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum.”25

k. Perjanjian bilateral adalah:

“Suatu perjanjian internasional yang pihak-pihak atau negara peserta yang

terikat dalam perjanjian tersebut adalah hanya dua pihak atau dua negara

saja.”26

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan

pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum, dengan jalan menganalisisnya.

Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta

hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas

permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.27

Dalam penulisan hukum ini, Penulis menggunakan metode penelitian

yang bersifat deskriptif analitis, yaitu metode penelitian yang mempergunakan

uraian secara jelas, sistematis, nyata, dan tepat mengenai fakta fakta-fakta yang

kemudian dianalisis untuk mendapatkan fakta-fakta yang diinginkan.28

1. Sifat Penelitian

25 Mochtar Kusumaatmadja, “Pengantar Hukum Internasional”, Loc.Cit.

26 I Wayan Parthiana, “Hukum Perjanjian Internasional”, Loc.Cit.

27 Peter Mahmud Marzuki, “Penelitian Hukum”, (Jakarta: Kencana Preneda Media Group, 2008), hlm. 35.

(11)

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu dengan menguraikan data

secara terperinci dan sistematik dan kemudian menganalisisnya dengan

menggunakan teori-teori ilmu hukum dan peraturan perundang-undangan. 2. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian normatif,

yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada berupa produk perilaku

hukum, misalnya mengkaji rancangan undang-undang. Pokok kajiannya

adalah hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku

dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang dengan bersumber

pada bahan-bahan pustaka. Studi ini akan menganalisis objek penelitian

dengan menggunakan data sekunder yang dipergunakan terdiri atas :

a. Bahan hukum primer, yang berupa ketentuan hukum dan

perundang-undangan yang mengikat serta berkaitan dengan studi ini;29

b. Bahan hukum sekunder, yang berupa literatur-literatur tertulis yang

berkaitan dengan pokok masalah dalam studi ini, baik berbentuk

buku-buku, makalah-makalah , laporan penelitian, artikel surat kabar, dan lain

sebagainya;30

c. Bahan hukum tersier, yang merupakan bahan penjelasan mengenai bahan

hukum tersier maupun sakunder, berupa kamus, ensiklopedia, dan

sebagainya.31

3. Teknik Pengolahan Data

Adapun pengolahan datanya dilakukan secara kualitatif artinya dengan menggunakan kata-kata sehingga menjadi pembahasan yang dapat dimengerti

dan dapat dipertanggungjawabkan.

29 Sri Mamuji, et al., “Metode Penelitiandan Penulisan Hukum”, (Jakarta : Badan Pener-bit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 28.

(12)

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

mempergunakan metode:

1. Penelitian Kepustakaan (library Research)

Yaitu membaca literatur-literatur yang dihubungkan dengan judul

membahas tentang batas wilayah di daerah perbatasan antara Indonesia

dengan Malaysia, dan untuk memperoleh gambaran umum yang bersifat

teoritis berdasarkan Undang-Undang 43 Tahun 2008 tentang Wilayah

Negara.

2. Penelitian Lapangan (field Research)

Yaitu mewawancarai Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian

Luar Negeri untuk mendapatkan data, sehingga diperoleh gambaran yang

nyata mengenai penerapan dan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43

Tahun 2008 tentang Wilayah Negara serta Perjanjian Bilateral antara

Indonesia dengan Malaysia, sedangkan pengolahan datanya dilakukan

secara kualitatif, artinya menjabarkan dengan kata-kata yang merupakan

uraian kalimat yang mudah dimengerti.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini disajikan untuk memberikan gambaran secara

garis besar tentang berbagai hal yang dikemukakan dalam tiap-tiap bab dalam

skripsi ini, yang terbagi menjadi 5 (lima) bab, sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini menjelaskan mengenai Latar Belakang Masalah,

(13)

Pemikiran, Metode Penelitian, dan sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERBATASAN WILAYAH NEGARA

Dalam bab II ini Penulis mencoba menguraikan tentang pengertian

Negara, Wilayah Negara, Batas Wilayah Negara, dan Tata Cara

Penetapan Batas Wilayah Negara.

BAB III BERBAGAI UPAYA DAN AKTIFITAS DALAM PENETAPAN BATAS WILAYAH DI DAERAH KAWASAN PERBATASAN DARAT ANTARA NEGARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA

Dalam bab III ini Penulis mencoba menjelaskan mengenai Perjanjian

yang terjadi di daerah perbatasan darat antara negara Indonesia dengan

Malaysia, Penetapan dan Pemeliharaan Garis Batas, dan Pengamanan

Wilayah Perbatasan.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Dalam bab IV ini Penulis mencoba menganalisis dampak yang terjadi

terhadap masyarakat di daerah perbatasan antara Indonesia dengan

Malaysia, Kerjasama Pengelolaan Wilayah Perbatasan, dan

Pengembangan Wilayah Perbatasan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab V ini merupakan penutup yang mengakhiri penulisan hukum,

yang pada dasarnya merupakan kesimpulan dari uraian-uraian pada

(14)

yang merupakan jalan keluar sehubungan dengan masalah yang timbul

Referensi

Dokumen terkait

Ada sekitar 17 batas maritim Indonesia yang sudah dinegosiasikan dengan negara tetangganya yang terdiri atas dua laut teritorial (dengan Malaysia dan Singapura), satu garis

Ada sekitar 17 batas maritim Indonesia yang sudah dinegosiasikan dengan negara tetangganya yang terdiri atas dua laut teritorial (dengan Malaysia dan Singapura), satu garis

6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia disebutkan bahwa, “ Negara Kepulauan adalah negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup

3.1.3 Menjelaskan batas daratan dan perairan wilayah Indonesia meliputi batas laut teritorial, batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi eksklusif

Bagi negara kepulauan, laut teritorial yang terdapat dalam wilayah. perairan meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan dengannya

dan Hak-hak Malaysia di Laut Teritorial dan Perairan Nusan- tara sert~ Ruang Udare di atas Laut Teritorial Perairan Nusantara dan Wilayah Republik Indonesia yang

Penetapan garis batas wilayah teritorial diatur dalam Pasal 15 Konvensi Hukum Laut 1982 yang menyatakan dalam hal pantai dua negara yang letaknya berhadapan atau berdampingan satu

Pasal 14 ayat PP 36/2002 menerangkan mengenai tindakan penangguhan sementara hak lintas damai kapal asing untuk melalui laut teritorial dan perairan kepulauan