1
J
Analisis Stabilitas Transien dan Perancangan
Pelepasan Beban pada
Joint Operating Body
Pertamina – Petrochina East Java (JOB P-PEJ),
Tuban.
Denny Yusuf Sepriawan, Dr. Ir. Margo Pujiantara, MT. 1), Febby Agung
Pramuji,ST,MT.2) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
Email: margo@ee.its.ac.id1), febby@ee.its.ac.id2) Abstrak - Pada operasi sistem tenaga listrik, kestabilan
sistem adalah hal yang sangat penting untuk melayani beban secara kontinyu dengan tegangan, frekuensi yang memebuhi standart. Pada tugas akhir ini analisis yang dilakukan kestabilan transien.Hasil simulasi menunjukkan bahwa pada kasus lepasnya generator CNT TRBN 2, generator G102-D , generator ONAN DIESEL pada konfigurasi standalone mengakibatkan sistem menjadi tidak stabil karena jumlah beban yang ditanggung pembangkit lebih besar dari kapasitas pembangkit. Hal ini menyebabkan tegangan dan frekuensi turun. Untuk mengembalikan kestabilan sistem, untuk lepasnya satu generator memerlukan pelepasan beban). Pada kasus lepasnya generator CNT TRBN 2, generator G102-D , generator CNTR TRBN 2 dan CNTR TRBN pada konfigurasi integrasi mengakibatkan sistem menjadi tidak stabil karena jumlah beban yang ditanggung pembangkit lebih besar dari kapasitas pembangkit. Hal ini menyebabkan tegangan dan frekuensi turun .Untuk mengembalikan kestabilan sistem, untuk lepasnya satu generator memerlukan pelepasan beban. Pada kasus hubung singkat saat konfigurasi belum terintegrasi jika bus MV-SWGR-2-A mengalami hubung singkat 3 phasa bus BB MCC PAD C,BB MCC PAD B,MV-SWGR-2-B, mengalami voltage sagging dengan tegangan terendah mencapai 11%. Selain itu,sistem kelistrikan di plant CPA JOB PPEJ sangat handal dalam hal motor starting sebesar 282KW.
Kata Kunci— Kestabilan transien, gangguan transien, load shedding
I. PENDAHULUAN
OB P-PEJ (Joint Operating Body Pertamina – Petrochina East Java) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang perminyakan di Indonesia yang terletak di Tuban, Jawa Timur. Sebagai perusahaan, tentu saja sangatlah penting untuk menjaga stabilitas sistem tenaga.
Perubahan beban yang bervariatif berdampak pada kestabilan sistem. Jika daya mekanik pada poros penggerak awal tidak dengan segera menyesuaikan dengan besarnya daya elektrik pada beban listrik, maka frekuensi dan tegangan akan bergeser dari posisi normal. Perubahan yang signifikan dapat
menyebabkan sistem keluar dari batas stabil. Oleh karena itu, perubahan beban harus diikuti dengan perubahan daya
penggerak generator. Hal ini dimaksudkan agar terjadi keseimbangan antara daya beban dan daya suplai. Sehingga frekuensi dan tegangan sistem tetap terjaga pada posisi normal
II. KESTABILAN
A. Definisi Kestabilan
Kestabilan sistem tenaga listrik adalah kemampuan dari sistem tenaga untuk tetap kembali beroperasi di titik keseimbangan saat dan setelah terjadi gangguan sehingga sistem tetap utuh. Definisi ini berlaku untuk sistem interkoneksi dengan generator tertentu atau grup generator. Sistem tenaga listrik memiliki variasi beban yang dinamis dimana setiap detik akan berubah-ubah, dengan adanya perubahan ini pasokan daya listrik harus tetap di suplai dengan daya yang sesuai. Apabila pada kondisi tertentu terjadi penurunan beban yang tidak terduga maka perubahan ini dikategorikan ke dalam gangguan pada sistem tenaga listrik yaitu kondisi tidak seimbang antara permintaan energi dan pasokan daya. Maka dari itu diperlukan analisis kestabilan agar pembangkit yang terganggu tidak lepas dari sistem.
Usaha untuk mengembalikan kondisi operasi sinkron yang baru disebut periode transien. Kriteria utama stabilitas adalah bagaimana mesin-mesin mempertahankan sinkronisasi pada akhir periode transien. Jika respon osilasi sistem tenaga selama periode transien yang mengikuti gangguan teredam menuju kondisi operasi mantap, maka sistem dalam kategori stabil, jika tidak berarti sistem tidak stabil. Osilasi sistem mampu teredam berarti sistem itu mempunyai kekuatan dalam mengurangi osilasi dan hal ini yang sangat diperlukan bagi sistem tenaga.
B. Kestabilan Sistem Tenaga Listrik
Dalam buku prabha kundur, stabilitas sistem tenaga secara luas didefinisikan sebagai kemampuan dari suatu sistem tenaga untuk tetap dalam kondisi operasi seimbang saat terjadi kondisi tidak normal dan dapat mengembalikan ke kondisi seimbang setelah terjadi gangguan [2].
Gangguan dalam sistem tenaga listrik yang mempengaruhi stabilitas ada 2 macam yaitu
1. Gangguan kecil
2 tenaga listrik dianggap sebagai gangguan kecil jika
pengaruhnya terhadap aliran daya sebelum gangguan pada aliran itu tidak signifikan [8].
2. Gangguan besar
Gangguan ini bersifat mendadak, yakni gangguan yang menghasilkan kejutan tegangan tiba tiba pada tegangan bus. Gangguan besar ini harus secepatnya dihilangkan, jika tidak dihilangkan secepatnya, gangguan tersebut sangat mempengaruhi kestabilan sistem. Tidak hanya gangguan, waktu gangguan juga berpengaruh terhadap kestabilan sistem [8]
C. Sistem Pengoperasian Load Shedding[5]
Jika terjadi gangguan pada sistem yang menyebabkan besarnya suplai daya yang dihasilkan oleh pembangkit tidak mencukupi kebutuhan beban misalnya karena adanya pembangkit yang lepas (trip), maka untuk mencegah terjadinya ketidakstabilan sistem perlu dilakukan pelepasan beban (load shedding). Keadaan yang kritis pada sistem dapat dideteksi melalui frekuensi sistem yang menurun dengan cepat.
Pelepasan beban dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1. Pelepasan beban secara manual (Manual Load Shedding)
2. Pelepasan beban secara otomatis (AutomaticLoad Shedding)
Pelepasan Beban Secara Manual
Pelepasan beban secara manual hanya dapat dipakai dalam keadaan yang tidak begitu penting, seperti perkembangan beban yang melebihi kapasitas pembangkit atau turunnya tegangan di dalam daerah tertentu yang disebabkan oleh gangguan. Dalam keadaan darurat karen turunnya tegangan hingga 80%, operator akan mengambil inisiatif sendiri untuk melakukan pelepasan beban.
Kekurangan dari pelepasan beban secara manual alah kebutuhan akan operator yang siap dan handal karena keterlambatan operator dalam mengatasi permasalahan ini akan berakibat fatal pada stabilitas sistem.
Pelepasan Beban Secara Otomatis
Pelepasan beban secara otomatis menggunakan relay under frequency. Dimana pelepasan beban nanti akan berdasakan seberapa besar turunya frekuensi sistem. Perencanaan dan setting rele under frequensi untuk load shedding harus dalam kondisi beban berlebih (generator tidak mampu memenuhi kebutuhan beban). Biasanya disebabkan lepasnya salah satu geneator dengan sistem. Dengan kelebihan beban maka frekuensi sistem akan turun. Untuk menghindari black out akibat generator overload maka diperlukan load shedding. Sehingga jika terjadi gangguan yang mengakibatkan kelebihan beban maka beban akan terlepas dengan sendirinya sesuai dengan setting rele underfrequensi (81-U).
Pelepasan beban tidak dilakukan secara langsung kelebihan bebannya. Namun pelepasan beban dilakukan secara bertahap. Hal ini untuk menghidari ketika dilakukukan pelepasan beban terjadi overvoltage. Sehingga setting rele underfrequensi terdapat beberapa settingan sesuai dengan tahapan pelepasan beban.
D. Standar Tegangan
Standar yang digunakan untuk tegangan nominal dalam kondisi normal alah berdasarkan standar PLN, yaitu :
1. 500 kV +5%, -5% 2. 150 kV +5%, -10% 3. 70 kV +5%, -10% 4. 20 kV +5%, -10%
Sedangkan standar yang digunakan untuk kedip tegangan adalah IEEE Recommended Practice for Monitoring Electric Power Quality (IEEE Std 1159-1995 ).
Gambar 2.7. menunjukkan bahwa untuk kedip tegangan batas nilai yang diperbolehkan adalah 10% untuk
momentary selama 3 detik senagkan untuk temporary
selama 1 menit.
E. Standar Frekuensi
Standar yang digunakan untuk pengendalian frekuensi diatur oleh pemerintah melalui peraturan menteri energi dan sumber daya mineral nomor : 03 tahun 2007. Yang diatur dalam aturan operasi OC.3 tentang pengendalian frekuensi.
Disebutkan bahwa, “Frekuensi sitem dipertahankan kisaran +/- 0,2Hz atau 99,6% di sekitar 50Hz, kecuali dalam periode singkat, dimana penyimpangan sebesar +/- 0,5Hz atau 99% diizinkan selama kondisi darurat.
III.SISTEM KELISTRIKAN PLANT CPA JOB P-PEJ
(CENTRAL PROCESSING AREA JOINT OPERATING BODY PERTAMINA – PETROCHINA EAST JAVA), TUBAN
Plant CPA JOB P-PEJ Tuban memiliki sistem kelistrikan yang di-supply oleh beberapa generator yang dapat dilihat di tabel (3.1).
Berikut adalah data daya generator yang digunakan Plant CPA JOB P- PEJ, Tuban :
Tabel 1 Data Generator pada Plant CPA JOB P-PEJ, Tuban.
ID Generator Rating
Daya
Sistem distribusi tenaga listrik di Plant CPA JOB P-PEJ memiliki sistem kelistrikan yang di-supply oleh beberapa generator.
Distribusi daya di Plant CPA JOB P-PEJ, jenis trafo yang digunakan adalah jenis trafo dua belitan. Trafo tersebut digunakan untuk menyalurkan daya pada beban baik beban motor maupun beban yang lainnya
Beban kelistrikan Plant CPA JOB P-PEJ, Tuban terdiri beberapa beban berikut :
• Motor
Plant CPA JOB P-PEJ, Tuban memiliki banyak motor listrik yang termasu jenis motor induksi. Motor-motor tersebut memiliki peran yang bervariasi dalam menunjang proses produksi beban. motor ini dikelompokkan ke MCC (Motor Control Center).
• Lumped Load
3
IV. SIMULASI DAN ANALISIS KESTABILAN
TRANSIEN di Joint Operation Body (JOB) Pertamina-Petrochina East Java
Dalam analisis stabilitas transien terdapat beberapa parameter yang diamati dalam analisis stabilitas transisent ini adalah:
1. Frekuensi di generator , frekuensi bus sebelum,saat dan setelah terjadi gangguan.
2. Tegangan di bus LV-SWGR-01-3500 A, 2500A
MV-SWGR-02-B,MCC PAD A, MCC WATER DISPOSAL Untuk
PP1, dan untuk PP2 bus yang di amati adalah: BB MCC
PAD-B,BB MCC PAD-C,LV-SWGR-02-BB-A-5000A,
LV-SWGR-02-BB-B-5000A, MCC 5.2,
MV-SWGR-06-2500A,MV-SWGR-05-2500A,MV-SWGR-2-A,MV-SWGR-2-B,WATER DISPOSAL. Agar lebih mudah dalam memahami kasus-kasus yang akan disimulasikan pada Tugas Akhir ini dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut
Tabel 4.1 Studikasus analisa stabilitas transient
Konfigurasi Nama Kasus Keterangan Kasus Stand Alone Gen CENT.TRBN
2 OFF Shedding 1 dan load shedding 2 Integrasi Gen CENT.TRBN
2 OFF StandAlone Gen G102-D OFF Gen G102-D trip
Gen G102-D OFF LS1
Gen G102-D trip, Load shedding 1
Integrasi Gen G102-D OFF Gen G102-D trip
StandAlone Gen ONAN
DIESEL OFF
Gen ONAN DIESEL trip
Gen ONAN DIESEL OFF LS1
Gen ONAN DIESEL trip, Load Shedding 1
Integrasi Gen ONAN
DIESEL OFF
StandAlone Motor Start 2 Motor Start 2
Integrasi Motor Start 2 Motor Start 2
StandAlone ShortCircuit ShortCircuit
Integrasi ShortCircuit ShortCircuit
4.1. Mode operasi Gen CENT.TRBN 2 OFF. StandAlone : Gen CENT.TRBN 2 Delete (t=3s)
Lepasnya Gen CENT.TRBN 2 mempengaruhi frekuensi sistem. Terlihat penurunan frekuensi sampai dengan 77%. Namun setelah gangguan frekuensi dapat kembali ke kondisi steady state dengan nilai 99,8%.
Pada saat Gen CENT.TRBN 2 lepas, sistem kehilangan 1,2MW pembangkitan, sedangkan total beban tetap.
4.2. Mode operasi Gen CENT.TRBN 2 OFF LS 1. StandAlone : Gen CENT.TRBN 2 Delete (t=3s) Load Shedding 1 (t=3,1s)
Gambar 1 Respon Frekuensi
4 Kasus frekuensi yang mencapai 77% dan under voltage pada
sistem dapat diatasi dengan metode Load Shedding.
Pada setelah dilakukan pelepasan beban sebesar 0,8475 MW dan beban yang dilepas adalah S PUMP PP-8300 A-1, S-PUMP PP 8300 B-1, PP-600A, PP600B beban dilepas berasal dari PP1 dan PP2.
4.3 . Mode operasi Gen CENT.TRBN 2 OFF LS 2. StandAlone : Gen CENT.TRBN 2 Delete (t=3s) Load Shedding 1 (t=3,1s) Load Shedding 2 (t=3,2s)
Load shedding tahap 2 dilakukan pada saat frekuensi sistem turun hingga mencapai 98,16% dan ditambah delay 6 cycle. Total beban yang dilepas pada pelepasan beban sebesar 0,62 MW.
Dari gambar terlihat bahwa frekuensi sistem mengalami penurunan sebesar 98,7% dimana penurunan ini masih aman karena frekuensi sistem kembali stabil.
4.4. Mode operasi Gen CENT.TRBN 2 OFF. Integrasi : Gen CENT.TRBN 2 Delete (t=3s)
Pada konfigurasi integrasi atau konfigurasi 2 pada saat terjadi gangguan gen centaur 2 lepas terlihat sistem lebih stabil dibandingkan dengan konfigurasi standalone atau konfigurasi 1. Setelah terjadi gangguan pada detik ke 21 sistem mencapai keadaan steady state dengan nilai tegangan minimal sebesar 97,8. Pada saat generator lepas terjadi voltage sagging namun besarannya masih aman menurut standar SEMIF 47 . Nilai tegangan masih dalam standar karena berada dalam range -10% dan +5%. Amannya nilai tegangan tidak diikuti oleh stabilnya frekuensi sistem, frekuensi mencapai kondisi steady state dengan nilai 98%. Oleh karena itu diperlukannya load shedding.
Seperti yang diketahui saat CNT 2 hilang dari sistem maka sistem kehilangan 1,5 MW daya pembangkitan, daya ini yang kemudian akan disulang oleh sisa dari pembangkit yang aktif lainnya.
Pada mode operasi selanjutnya akan dilakukan pelepasan beban untuk mengembalikan nilai frekuensi dalam kondisi steady state sebesar 99% supaya kondisi sistem dapat kembali aman.
4.5 Mode operasi Gen CENT.TRBN 2 OFF LS1. Integrasi : Gen CENT.TRBN 2 Delete (t=3s) Load Shedding 1 (3,441)
Gambar 4 Respon frekuensi
Gambar 5 Respon tegangan
Gambar 6 Respon frekuensi
Gambar 7. Respon tegangan
5
Gambar 9 Respon tegangan
Pelepasan beban pertama dilakukan saat frekuensi mencapai 98,83% dari frekuensi normal. Load shedding tahap 1 memerlukan delay 6 cycle. Skema pelepasan beban dilakukan sesuai dengan prosedur keamanan Pertamina-Petrochina Tuban Jatim. Dalam hal in beban yang
diperbolehkan dilepas, yakni beban yang dirasa tidak cukup penting. Dapat dilihat melalui gambar 4.11 bahwa tegangan sistem mencaai kondisi steady state pada level tegangan 98%-100% yang tentunya masih dalam batas aman .
Gambar 10 Respon frekuensi
Frekuensi sistem pada gambar 10 , saat terjadi gangguan frekuensi turun mencapai 98,6 lalu dengan cepat frekuensi dapat naik kembali dan mencapai kondisi steady state dengan nilai sebesar 99,8%.
4.6 Mode operasi Gen D OFF. StandAlone : Gen 102-D Delete (t=3s)
Gambar 4.9 dapat ditunjukkan bahwa sistem mengalami gangguan generator outage ketika detik ke-3 dengan lama simulasi 30 detik . Dari gambar dapat dilihat sistem mengalami penurunan tegangan mulai dari waktu gangguan dan terus menerus
Pada saat G102-D lepas dari sistem, sistem secara
keseluruhan kehilangan 0,55MW sehingga beban yang disuplai oleh generator yang lain akan lebih berat.
Frekuensi pada saat gangguan turun mencapai nilai terendah yaitu 99,19% atau 59,514Hz, dengan perlahan setelah gangguan frekuensi mampu naik kembali mencapai keadaan steady state dengan nilai 99,6%. Respon frekuensi pada tiap bus ini masih tergolong aman karena mampu mempertahankan nilai 99,6% dalam keadaan continous operation.
4.7 Mode operasi Gen G102-D OFF. StandAlone : Gen G102-D Delete (t=3s) Load Shedding 1 (t=13)
Untuk konfigurasi standalone dengan mode operasi ini Generator 102-D disimulasikan outage pada saat 3 detik setelah sistem bekerja, lalu kemudian dilakukan pelepasan beban di PP1 dan PP2,.
Pada saat gangguan lepas nya generator G102-D pada saat t=3, tegangan sistem turun dengan nilai tegangan yang tidak diperbolehkan karena terjadi undervoltage. Maka dari itu dilakukan pelepasan beban. Saat terjadi pelepasan beban tegangan sistem beranjak naik sampai dengan tegangan dengan nilai 100,9 %.
Gambar 11. Respon tegangan
Gambar 12 .Respon Frekuensi
Gambar 13. Respon tegangan
6 Frekuensi sistem saat terjadi gangguan yaitu pada detik ke 3
adalah mengalami penurunan sebesar 99,3% atau sebesar sekitar 59,64Hz . Lalu setelah terjadi pelepasan beban frekuensi mulai beranjak naik dan mampu mempertahankan kestabilannya di nilai 100% atau kembali ke nilai normal seperti sebelum terjadinya gangguan.
4.8. Mode operasi Gen ONAN DIESEL OFF. StandAlone : Gen ONAN DISESL Delete (t=3s)
Gambar 15. Respon tegangan
Pada mode operasi Gen ONAN DIESEL outage sistem kehilangan pembangkitan sebesar 1,5MW . Pada kasus ini diuji apakah sistem pada konfigurasi standalone dapat mempertahankan kestabilannya, lalu dibandingkan dengan konfigurasi integrasi.
Tegangan pada hampir seluruh bus mengalami penurunan. Fenomena ini disebut voltage sagging. Untuk itu diperlukan load shedding untuk memperbaiki tegangan teresebut. Selanjutnya akan diperlihatkan respon frekuensi di sistem saat terjadi gangguan.
Gambar 16. Respon Frekuensi
Pada gambar 4.20 terlihat frekuensi sistem saat terjadi gangguan dan setelah terjadi gangguan. Pada saat generator ONAN DIESEL outage pada detik ke 3, frekuensi mengalami penurunan mencapai hingga 20%, dan kembali naik sampai 50%. Osilasi ini terjadi pada detik ke 19 saat setelah gangguan sistem berupaya menyesuaikan dengan perubahan pembebanan. Nilai frekuensi tersebut sangat berbahaya jika dibiarkan karena akan merusak sistem. Respon frekuensi aman peraturan mentri energi dan sumber daya alam no 3 tahun 2007, batas aman pada kondisi steady state adalah +-1% dengan nilai frekuensi terendah mencapai 95% dari frekuensi nominalnya
4.9. Mode operasi Gen ONAN DIESEL OFF LS 1. StandAlone : Gen ONAN DISESL Delete (t=3s) Load Shedding 1(t=3,38)
Gambar 17. Respon Tegangan
Pelepasan beban pertama dilakukan saat frekuensi mencapai 98,83% dari frekuensi normal. Load shedding tahap 1 memerlukan delay 6 cycle . Total beban yang dilepas pada pelepasan beban sebesar 0,7 MW. Jumlah beban keseluruhan dalam kondisi normal sebesar 7,3 MW. Skema pelepasan beban dilakukan sesuai dengan prosedur keamanan Pertamina-Petrochina Tuban Jatim. Dalam hal in beban yang diperbolehkan dilepas, yakni beban yang dirasa tidak cukup penting. Setelah dilakukan load shedding tegangan sistem dapat mencapai kondisi steady state pada detikl ke 15 dengan nilai 98-100%.
Gambar 18. Respon Frekuensi
Pada gambar 4.22 dapat dilihat respon frekuensi saat setelah dilakukannya load shedding tahap 1.
Saat terjadi gangguan frekuensi sistem drop mencapai 98,5% dan kembali naik sampai 101,3% dan mencapai kondisi steady state pada detik ke 6 dengan nilai steady state nya 100%. Kondisi ini sudah aman karena menurut peraturan pemerintah esdm nomor 03 tahun 2007, kondisi steady state frekuensi sistem dipertahankan kisaran +/- 0,2 Hz atau 99,6%. Sehingga tidak diperlukan load shedding tahapan lanjutan.
4.10. Mode operasi MtrStart 1. StandAlone : Motor Start, CB Close(t=3s)
7 Sebagian besar beban yang ada di plant CPA merupakan beban
motor. Beban motor dengan daya terbesar yakni motor dengan kapasitas 600HP berlokasi di PP1 dan PP2 dan disulang oleh bus MV-SWGR-2-A dan bus WTR DISPOSAL. Terdapat 4 motor di PP1 yang berkapasitas 600HP dan 1 motor yang berkapasitas 600HP di PP2.
Gambar 19 Respon tegangan
Pada gambar 4.21 dapat dilihat repson tegangan pada saat pengasutan motor. Motor yang dihasut adalah dengan kapasitas 600HP dimana merupakan kapasitas terbesar. Saat starting yaitu pada detik ke 3, menggunakan Direct On Line(DOL) starting, sistem mengalami penurunan tegangan terutama di bus bus yang berhubungan langsung dengan motor dan bus bus di sekitar motor yang mengalami starting. Besarnya penurunan tegangan mencapai 95,9% dan mencapai kondisi steady state nya pada detik ke 28.
Gambar 20 Respon frekuensi
Pada gambar 4.8 dapat dilihat respon frekuensi pada saat pengasutan motor. Saat terjadi gangguan yaitu starting motor, frekuensi sistem hampir ditiap bus mengalami penurunan mencapai 99,67%. Namun frekuensi setelah motor starting dilakukan dapat kembali naik yaitu mencapai 99,83. Frekuensi mencapai kondisi steady state pada detik ke 29.
4.11. Mode operasi SHORTCIRCUIT. StandAlone : ShortCircuit (t=3,0s) CB open (t=3,01s)
Salah satu gangguan yang dapat menyebabkan sistem keluar dari batas stabil adalah gangguan hubung singkat. Gangguan hubung singkat merupakan gangguan yang paling sering terjadi. Dalam mode operasi ini akan disimulasikan dan dianalisa hubung singkat yang terjadi pada motor dan responnya terhadap sistem. Motor yang mengalami gangguan adalah motor S-PUMP PP-8300-A. Beban motor S-S-PUMP PP-8300-A disulang oleh bus 2500A-MV-SWGR-02-A untuk konfigurasi 1 dan 2500A-MV-SWGR-02-B. Pada ksus ini motor diberi gangguan dan akan dilihat tegangan di bus penyulang motor
2500A-MV-SWGR-02-A dan 2500A-MV-SWGR-02-B dan bus terdekat.
Gambar 21 Respon tegangan
Pada mode operasi ini sistem mengalami gangguan short circuit 3 fasa pada bus 2500A-MV-SWGR-02-A dan 2500A-MV-SWGR-02-B
Gambar 22 Respon frekuensi
Berdasarkan data simulasi dapat disimpulkan bahwa respon frekuensi, tegangan, dan sudut rotor kembali stabil dan telah memenuhi standar dari abnormal frequency.
4.12. Mode operasi SHORTCIRCUIT. Integrasi : ShortCircuit (t=3s) CB open (t=3,01s)
8
Gambar 24 Respon frekuensi
Hubung singkat yang terjadi pada bus 2500A-MV-SWGR-02-B untuk konfigurasi integrasi dan bus MV-SWGR-2-A untuk konfigurasi stand almenyebabkan frekuensi pada bus yang mengalami gangguan menyentuh nilai 0%. sehingga apabila terjadi hubung singkat pada bus ini maka beban-beban yang berada dibawahnya terpaksa akan ikut mati.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari simulasi dan analisis pada tugas akhir ini, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
- Pada kasus lepasnya generator CNT TRBN 2, generator G102-D , generator ONAN DIESEL pada konfigurasi standalone mengakibatkan sistem menjadi tidak stabil karena jumlah beban yang ditanggung pembangkit lebih besar dari kapasitas pembangkit. Hal ini menyebabkan tegangan dan frekuensi turun .Untuk mengembalikan kestabilan sistem, untuk lepasnya satu generator memerlukan pelepasan beban. - Pada kasus lepasnya generator CNT TRBN 2,
generator G102-D , generator CNTR TRBN 2 dan CNTR TRBN pada konfigurasi integrasi mengakibatkan sistem menjadi tidak stabil karena jumlah beban yang ditanggung pembangkit lebih besar dari kapasitas pembangkit. Hal ini menyebabkan tegangan dan frekuensi turun . Untuk mengembalikan kestabilan sistem, untuk lepasnya satu generator memerlukan pelepasan beban.
- Pada kasus hubungsingkat saat konfigurasi integrasi jika bus 2500A-MV-SWGR-02-B mengalami hubung singkat maka bus MCC PAD A yang berada di bawahnya akan ikut terkena gangguan.
- Pada kasus hubung singkat saat konfigurasi belum terintegrasi jika bus MV-SWGR-2-A mengalami hubung singkat 3 phasa bus BB MCC PAD C,BB MCC PAD B,MV-SWGR-2-B, mengalami voltage sagging dengan tegangan terendah mencapai 11%.. - Pada kasus motor starting tidak terlalu berpengaruh
pada stabilitas sistem.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Saadat, H., “Power System Analysis”, McGraw-Hill, Inc,
1999.
[2] Kundur, P., “Power System Stability and Control”,
McGraw-Hill, Inc, 1994.
[3] Marsudi, Djiteng, “Operasi Sistem Tenaga Listrik”,
Yogyakarta : Graha Ilmu, 2006.
[4] Penangsang, Ontoseno.”Kestabilan Sistem Tenaga
Listrik”Diktat Kuliah Analisis Sistem Tenaga Listrik 2,
Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
[5] Stevenson, W.D., Jr, “Power System Analysis”.
McGraw-Hill, Inc, 1994.
[6] Charles Concordia , Lester H. Fink & George Poullikkas,
“ Load Shedding on an Isolated System “,Power System,
IEEE Transaction, vol. 10, no,3, pp.1467-1472, 1995.
[7] Pasific Gas and Electric Company, “Voltage Sag
Immunity Standards SEMI-F47 and F42”, Power Quality Bulletin, 2007
[8] Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor: 03 Tahun 2007 tentang “Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik Jawa-Madura-Bali”.
[9] ANSI/IEEE C37.106-1987, “IEEE Guide for Abnormal