• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan stabilitas analisis obat Ko

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "laporan stabilitas analisis obat Ko"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Untuk suatu sediaan obat yang dibuat utamanya dalam skala besar, yang melalui waktu penyimpanan yang panjang, diharapkan suatu ruang waktu daya tahan selama kurang lebih 5 tahun. Sedian obat sebaiknya berjumlah 3 tahun dalam kasus yang kurang baik. Obat yang dibuat secara reseptur, sebaiknya menunjukkan suatu stabilitas untuk sekurang-kurangnya beberapa bulan. Akan tetapi untuk preparat yang terakhir disusun dengan suatu pembatasan dari waktu penyimpanan.

Sifat khas kualitas yang penting adalah kandungan bahan aktif, keadaan galeniknya, termasuk sifat yang dapat terlihat secara sensorik, sifat mikrobiologis dan toksikologisnya dan aktivitasnya secara terapeutik. Skala perubahan yang diizinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar dalam farmakope. Untuk barang jadi obat dan obat yang tidak terdaftar berlaku keterangan yang telah dibuat dalam peraturan yang baik.

(2)

yang besar dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai ketangan orang sakit atau pasien yang membutuhkannya.

Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat mengamati pernguraian dan mengakibatkan hasil uraian dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat mengalami membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu untuk diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih yaitu kondisi dimana kestabilan obat tersebut optimum.

Pada waktu dahulu untuk mengevaluasi kestabilan suatu sediaan farmasi dilakukan pengamatan pada kondisi dimana obat tersebut tersimpan, misalnya pada suaut temperatur kamar, ternyata metode ini memerlukan waktu yang lama dan tidak ekonomis. Dengan demikian batas kadaluarsa suatu sediaan farmasi dapat diketahui dengan tepat.

Penjelasan di atas menjelaskan kepada kita bahwa betapa pentingnya kita mengetahui pada keadaan yang bagaimana suatu obat tersebut aman dan dapat bertahan lama, sehingga obat tersebut dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama tanpa menurunkan khasiat obat tersebut.

I.2 Tujuan Percobaan

1. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat.

(3)

3. Menentukan usia simpan dan waktu paruh suatu zat.

(4)

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

Pada umumnya penelitian kestabilan suatu zat dapat dilakukan dengan cara kinetika kimia, cara ini tidak memerlukan waktu yang lama sehingga praktis digunakan dalam bidang farmasi. Hal-hal penting yang diperhatikan dalam penentuan kestabilan suatu zat dengan cara kinetika kimia adalah : kecepatan reaksi, faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi dan cara penentuannya (Lachman, 1994).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain adalah panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme, dan lain-lain dignakan dalam formula sediaan obat tersebut. Sebagai contoh : senyawa-senyawa ester dan amida seperti amil nitrat dan kloramfenikol adalah merupakan zat-zat yang mudah terhidrolisa dengan adanya lembab, sedangkan vitamin C mudah sekali mengalami oksidasi (Lachman, 1994).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan suatu reaksi yaitu : temperatur, kekuatan ion dan pengaruh pH. Selain itu dipengaruhi oleh pelarut yang digunakan konstanta dielektrik dan katalisator lainnya (Lachman, 1994).

(5)

sistem bahan obat dibawah persyaratan lingkungan tertentu. Memenuhi tuntutan yang telah dilaporkan. Untuk mendeteksi perbandingan stabilitas maka dipakai 2 metode yakni (1) tes daya tahan waktu panjang yang mengantarkan bahwa obat selama ruang waktu yang diminati disimpan di bawa persyaratan penyimpanan (suhu, cahaya, udara dan kelembapan) yang dituntut atau diharapkan di dalam lemari pendingin atau ruang pendingin dan dalam jarak waktu yang cocok dan pada akhir percobaan dikontrol kandungan bahan obat atau nilai efektifnya, sifat mikrobiologis, maupun sifat sensoris dan keadaan galeniknya yang dapat dideteksi dengan metode fisika. (2) tes daya tahan dipercepat dilakukan dibawah pembebanan panas, dengan ini digunakan membuat peraturan kinetika reaksi, lagi pula penguraian dipelajari pada suhu yang lebih tinggi daripada suhu ruang dan kemudian diekstrapolasikan pada suhu penyimpanan (Voight, 1995).

(6)

termasuk pula unsur terapeutik yang aktif, bahan penolong dalam farmasi dan bahan kemasannya. Formula harus dijaga agar tidak terurai agar tidak terurai akibat perubahan sifat kimiawinya dan terlindung dari kontaminasi mikroba sertapengaruh panas, cahaya dan kelembaban yang merusak (Ansel, 1989).

Stabilitas fisik dan kimia bahan obat baik tersendiri maupun bersama-sam dengan bahan-bahan formulasi merupakan criteria yang paling penting untuk berhasilnya suatu produk obat. Sterilitas obat harus diselidiki berkali-kali pada suhu penyimpanannya (seperti pada suhu 50oC, 60oC, 70oC) dan dengan adanya kelembapan oksigen dan pengaruh-pengaruh potensial lainnya yang mengganggu. Penyelidikan stabilitas obat dengan macam-macam bahan farmaseutiknya juga penting untuk menentukan stabilitas kimia dan fisika serta mempersatukannya sebelum memformulasikannya menjadi bentuk-bentuk sediaan (Ansel, 1989).

(7)

seleksi untuk mendapatkan reseptor yang sedapat mungkin optimal. Dari sini diperoleh penjelasan stabilitas suatu obat dalam keberadaan dari bahan pembentukan dan di bawah pengamatan teknologi pembuatannya dan jika perlu untuk mendapatkan usaha penstabilan yang cocok. Akhirnya obat yang telah diformulasikan harus adalah pengujian stabilitas penutup.

Di bawah stabilitas diartikan adalah bahwa obat, bahan obat, sediaan obat jika disimpan di bawah persyaratan penyimpanan tertentu di dalam pengemasannya yang tertentu untuk penyimpanan dan lalu lintasnya, tidak atau hanya berubah dalam suatu skala yang diizinkan dalam sifat khas kualitasnya yang penting (Voight, 1994).

Pada pembuatan obat harus diketahui waktu paro suatu obat. Waktu paro suatu obat dapat memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan terurainya obat atau kecepatan degradasi kimiawinya. Panas, asam-asam, alkali-alkali, oksigen, cahaya, kelembaban dan faktor-faktor lain dapat menyebabkan rusaknya obat. Mekanisme degradasi dapat disebabkan oleh pecahnya suatu ikatan, pergantian spesies, atau perpindahan atom-atom dan ion-ion jika dua molekul bertabrakan dalam tabung reaksi (Moechtar, 1989).

(8)

untuk reaksi itu. Setiap perubahan dalam kondisi reaksi, seperti temperature, pelarut atau sedikit perubahan dari suatu komponen yang mempunyai harga yang berbeda untuk konstanta laju spesifik berhubungan terhadap perubahan dalam kemiringan garis yang diberikan oleh persamaan laju (Martin, 1993).

Stabilitas farmasi harus diketahui untuk memastikan bahwa pasien menerima dosis obat yang diresepkan dan bukan hasil ditemukan degradasi efek terapi aktif. farmasi diproduksi bertanggung jawab untuk memastikan ia merupakan produk yang stabil yang dipasarkan dalam batas-batas tanggal kedaluwarsa. apoteker komunitas memerlukan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas bahwa ia benar dapat menyimpan obat-obatan, pemilihan wadah yang tepat untuk mengeluarkan obat tersebut, mengantisipasi interaksi ketika pencampuran beberapa bahan obat, persiapan, dan menginformasikan kepada pasien setiap perubahan yang mungkin terjadi setelah obat telah diberikan (Parrot, 1978).

(9)

dengan tiap reaktan itu eksponen dari istilah konsentrasi individu dalam tingkat ekspresi (Parrot, 1978).

Stabilitas obat adalah suatu pengertian yang mencakup masalah kadar obat yang berkhasiat. Batas kadar obat yang masih tersisa 90 % tidak dapat lagi atau disebut sebagai sub standar waktu diperlukan hingga tinggal 90 % disebut umur obat. Orde reaksi dapat ditentukan dengan beberapa metode, diantaranya (Martin, 1983) :

1) Metode substitusi

Data yang terkumpul dari hasil pengamatan jalannya suatu reaksi disubstitusikan ke dalam bentuk integral dari persamaan berbagai orde reaksi. jika persamaan itu menghasilkan harga K yang tetap konstan dalam batas-batas variasi percobaan, maka reaksi dianggap berjalan sesuai dengan orde tersebut.

2) Metode grafik

(10)

3) Metode waktu paruh

Dalam reaksi orde nol, waktu paruh sebanding dengan konsentrasi awal, a. Waktu paruh reaksi orde pertama tidak bergantung pada a; waktu paruh untuk reaksi orde kedua, dimana a = b sebanding dengan 1/a dari dalam reaksi orde ketiga, dimana a = b = c, sebanding dengan 1/a². Umumnya berhubungan antar hasil di atas memperlihatkan waktu paruh suatu reaksi dengan konsentrasi seluruh reaktan sama.

II.2Uraian Bahan

Aquadest (Dirjen POM, 1979) Nama Resmi : Aqua destillata Sinonim : Air suling Rumus Kimia : H2O

BM : 18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.

Kegunaan : Sebagai pembilas

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Amoksisilin

Deskripsi - Nama & Struktur Kimia

: Asam (2S,5R,6R)-

(11)

hidroksifenil)\asetamido]-3-3-dimetil-7-okso-4-tia-1-azabisiklo[3,2,0]-heptana-2-karboksilat trihidrat . C16N19N3NaO5S

- Sifat Fisikokimia

:

Mengandung tidak kurang dari 90.0% C16N19N3NaO5S dihitung sebagai anhidrat. Amoksisilin berwarna putih, praktis tidak berbau. Sukar larut dalam air dan methanol; tidak larut dalam benzena, dalam karbontetraklorida dan dalam kloroform. Secara komersial, sediaan amoksisilin tersedia dalam bentuk trihidrat. serbukhablur, dan larut dalam air. Ketika dilarutkan dalam air secara langsung, akan berbentuk amoksisislin suspensi oral dengan pH antara 5 - 7.5.

- Keterangan

:

Amoksisilin adalah aminopenisilin yang

perbedaan strukturnya dengan ampisilin hanya terletak pada penambahan gugus hidroksil pada cincin fenil. pH larutan 1% dalam air = 4.5-6.0.1

II.3 Prosedur Kerja (Anonim, 2013)

a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

(12)

hingga konsentrasinya 50 ppm, kemudian diukur serapannya pada rentang panjang gelombang 200-300. Selanjutnya dibuat kurva antara serapan terhadap panjang gelombang.

b. Penentuan Kurva Baku

Larutan amoxicilin cibuat dengan konsentrasi bervariasi. Kemudian masing-masing konsentrasi diukur serapannya pada panjang gelombang maksimal. Selanjutnya dibuat kurva antara serapan terhadap konsentrasi.

c. Penetapan Kadar Amoxicilin

Penetapan kadar timbang saksama 1,5 g. Tambahkan 100 ml air dan 20 ml natrium hidroksida 0,1 N, encerkan dengan air secukupnya hingga 200 ml pada 5 ml, tambahkan 9,5 ml natrium hidroksida 0,1 N, encerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml, ukur serapan. Hitung bobot zat dalam mg.

d. Penentuan Umur Simpan Sirup Amoxcilin

Sirup amoxicilin dimasukkan ke dalam 21 vial masing-masing sebanyak 5 ml, kemudian vial-vial tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 40oC, 50oC dan 60oC, pada jam ke

0, 30, 60, 90, 120, 150 dan 180 menit diambil 1 vial dan diukur kadar amoxicilin.

e. Penetapan Kadar Sirup Amoxicillin

(13)
(14)

BAB III

METODE KERJA III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Alat yang digunakan untuk praktikum kali ini adalah botol semprot, gelas kimia 100 ml, gelas ukur 10 ml, kuvet, labu takar 10 ml, labu takar 50 ml, oven, spektrofotometer, spoit 1 ml, spoit 5 ml, vial.

III.I.2 Bahan

Bahan yang digunakan daam praktikum kali ini adalah Alumunium foil, Air, Sirup kering amoxicillin dan Tissue.

III.2 Cara Kerja

a.Penetuan panjang gelombang maksimal

1. Ditimbang seksama dan diencerkan sejumlah baku pembanding amoxicillin dengan air suling hingga memperoleh konsentrasi 25000 ppm.

2. Dipipet kedalam labu ukur sejumlah larutan ini.

3. Diencerkan dengan aquadesh sampai konsentrasi 50 ppm. 4. Diukur serapan pada rentang panjang gelombang 200-250

nm.

5. Dibuat kurva antara serapan terhadap penjang gelombang.

b. Penentuan kurva baku

1. Dibuatlarutan Amoxcillin dengan konsentrasi 5, 10, 20, 40, 60, 80ppm.

2. Diukur serapan masing-masing konsentrasi pada panjang gelombang maksimun selanjutnya.

3. Dibuat kurva antara serapan terhadap konsentrasi. c. Penentuan umur simpan paracetamol

1. Dimasukkan Sirup amoxicillinkedalam 5 vial masing-masing sebanyak 10 ml.

(15)

3. Diambil 1 vial dan diukur kadar amoxicillin pada menit ke 0, 30,60, 90dan 120 menit .

BAB IV

HASIL PENGAMATAN IV.1 Data Pengamatan

Konsentr asi

Absorba n (ppm)

75 0.24139 a -0.0035

3 100 0.31486 b 0.0031

66 125 0.38985 r

0.9988 85

(16)

175 0.53815

Nilai absorban pada setiap suhu

Waktu (menit)

ABSORBAN

30oC 40oC 50oC 60oC

0 0.04 0.027 1.343 1.019

15 1.233 0.118 1.424 1.09

30 0.182 0.382 0.996 1.111

45 0.041 0.253 1.185 1.331

60 0.182 1.309 1.163 1.155

75 0.083 0.31 1.333 0.968

90 0.404 0.273 0.997 1.136

(17)

Suhu Waktu Konsentrasi (mg) LOG C 1/C

Nilai a, b, r Amoxicillin :

(18)
(19)

30 40 50 60 2 -0.3353587 -0.6838023 0.4582071 -0.091539

Suhu B k

25 298 0.0033557 -3252638 a 32.44349

30 303 0.0033003 0.000302 -3.520005 b -10915 40 313 0.0031949 0.0007488 -3.125662 r -0.841185

50 323 0.003096 0.7919675 -0.101293

60 333 0.003003 0.113568 -0.944744

IV.2 Pembahasan

(20)

menilai pembubaran, pemisahan fase dll) serta karakteristik kimia (pembentukan risiko tinggi dekomposisi zat).

Stabilitas obat adalah kemampuan suatu obat untuk mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat (identitas, kekuatan, kualitas, kemurnian) dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan sehingga mampu memberikan efek terapi yang baik dan menghindari efek toksik.

Suatu sediaan farmasi dalam hal ini adalah obat sangat perlu diketahui kestabilannya, disebabkan oleh biasanya obat diproduksi dalam jumlah yang sangat banyak dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai ketangan pasien (masyarakat), sehingga dikhawatirkan dalam jangka waktu yang lama tersebut, obat ini akan mengalami penguraian yang mana zat urai tersebut dapat bersifat toksik sehingga dapat membahayakan jiwa pasien.

Tujuan dari uji stabilitas obat sendiri yaitu untuk menentukan umur simpan dari suatu sediaan obat dan obat yang beredar tersebut stabil dalam jangka waktu yang lama yang disimpan dalam suhu kamar.

Adapun maksud dan tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan memahami cara penentuan kestabilan suatu obat, serta menerangkan faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu bahan obat, penentuan energi aktivasi dari reaksi penguraian, dan masa simpan suatu zat (bahan obat).

(21)

dapat menurunkan stabilitas diantaranya temperatur yang tidak sesuai, cahaya, kelembaban, oksigen dan mikroorganisme. Beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi stabilitas suatu obat adalah ukuran partikel, pH, kelarutan, dan bahan tambahan kimia.

Sehingga untuk menjaga kestabilan obat, obat harus disimpan sehingga terhindar dari pencemaran dan peruraian, terhindar dari pengaruh udara, panas dan cahaya. Obat yang mudah menyerap lembab harus disimpan dalam wadah tertutup rapat berisi kapur tohor. Keadaan kebasahan udara dinyatakan dengan tekanan uap air relatif, yaitu perbandingan antara tekanan uap di udara dengan tekanan uap maksimum pada temperatur tersebut.

T1/2 adalah periode penggunaan dan penyimpanan yaitu waktu dimana suatu produk tetap memenuhi spesifikasinya jika disimpan dalam wadahnya yang sesuai dengan kondisi atau waktu yang diperlukan untuk hilangnya konsentrasi setengahnya. Sedangkan T90 adalah waktu yang tertera yang menunjukkan batas waktu diperbolehkannya obat tersebut dikonsumsi karena diharapkan masih memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.

(22)

paracetamol adalah 230 nm, sehingga spektroforometer ditempatkan pada panjang gelombang antara 200 nm- 250 nm agar daerah panjang gelombang yang diperlukan dapat terliputi.

Spektrofotometri UV-Vis adalah gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan sumber cahaya Visible. Meskipun untuk alat yang lebih canggih sudah menggunakan hanya satu sumber sinar sebagai sumber UV dan Vis, yaitu photodiode yang dilengkapi dengan monokromator.Mekanisme kerja spektrofotometri, sinar dari sumber sinar adalah sinar polikromatis maka dilewatkan terlebih dahulu melalui monokromator, kemudian sinar monokromatis dilewatkan melalui kuvet yang berisi contoh maka akan menghasilkan sinar yang ditransmisikan dan diterima oleh detektor untuk diubah menjadi energi listrik ang kekuatannya dapat diamati oleh alat pembaca (satuan yang dihasilkan adalah absorban atau transmitan).

Adapun tujuan dilakukan pada berbagai suhu 40oC, 50oC dan 60oC adalah dimaksudkan untuk membedakan atau mengetahui pada suhu berapa obat dapat stabil dengan baik dan pada suhu berapa obat akan terurai dengan cepat. Jika menggunakan suhu yang tinggi kita mampu mengetahui penguraian obat dengan cepat. Sedangkan jika menggunakan suhu kamar dalam pengujian maka butuh waktu yang lama untuk dapat terurai.

(23)

obat harus disimpan pada jangka waktu yang lama sampai obat tersebut berubah, hal ini tentu tidak bisa dilakukan karena keterbatasan waktu, sehingga kita menggunakan suhu yang tinggi karena uji kestabilan obat dapat dipercepat dengan menggunakan perubahan suhu atau menggunakan suhu yang tinggi. Semakin tinggi suhunya maka akan semakin cepat bahan obat tersebut untuk terurai. Dalam percobaan ini kita akan menentukan energi aktivasi (Ea) dimana Ea yaitu kemampuan suatu sediaan untuk dapat mengalami penguraian zat. Energi aktivasi (Ea) harus ditentukkan dengan cara mengamati perubahan konsentrasi pada suhu tinggi, dengan membandingkan dua harga konstanta penguraian zat pada temperatur atau suhu yang berbeda sehingga dapat ditentukkan energi aktivasinya. Dengan demikian batas kadaluarsa suatu sediaan farmasi dapat diketahui dengan tepat.

Hasil dari percobaan adalah diperoleh hasil untuk nilai a, b, r adalah a = 32.44349, b = -10915, dan untuk nilai r = -0.841185

(24)

kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih kondisi pembuatan sediaan yang tepat sehingga kestabilan obat terjaga.

BABV PENUTUP V.1 Kesimpulan

Dari percobaan maka dapat disimpulkan :

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain faktor utama lingkungan diantaranya temperatur, cahaya, kelembaban, oksigen dan faktor lain yang mempengaruhi stabilitas adalah ukuran partikel, pH, kelarutan, mikroorganisme dan bahan tambahan.

(25)

V.2 Saran

Sebaiknya alat-alat yang akan digunakan pada saat praktikum lebih dilengkapi lagi. Dan asisten kelompok selalu mendampingipraktikannya saaat praktikum berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2013, “Penuntun Praktikum Farmasi Fisika”, UMI, Makassar. (hal 32)

Ansel, H. C., 1989., “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Ed. IV”, UI-Press, Jakarta.

Dirjen POM, 1979, “Farmakope Indonesia Edisi III”, Depkes RI, Jakarta. Lachman Leon, dkk, 1994, “Teori dan Praktek Farmasi Industri II”,

Universitas Indonesia, Jakarta.

Parrot,E.L.1970.”Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutical”.Burgess Publishing

Martin, A, dkk., 1993, “Farmasi Fisik”, UI - Press, Jakarta.

Moechtar, 1989, Farmasi Fisika : Bagian Larutan dan Sistem Dispersi, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta.

(26)

LABORATORIUM FARMASEUTIKA FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN PRAKTIKUM STABILITAS OBAT

(27)

NAMA : ANDI PADAULENG PALUPAI STAMBUK : 150 2012 0124

KELAS : 3.4

KELOMPOK: III(TIGA)

ASISTEN : JAFIS ADHA RIDHA MAHAYUSMAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA M A K A S S A R

Gambar

GRAFIK KURVA BAKU AMOXICILIN

Referensi

Dokumen terkait

Definisi kompetensi di atas secara singkat dapat kita simpulkan bahwa kompetensi guru adalah seperangkat kemampuan yang dimiliki seseorang guru dalam melaksanakan

Kegunaan umum dari sensor ini adalah sebagai alat bantu untuk mendeteksi keadaan suhu serta kelembaban lingkungan atau benda di sekitar yang masih dalam range

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tanda & gejala ketergantungan narkoba, respon keluarga terhadap penderita, jenis koping yang digunakan keluarga serta

Dalam titik ini bila dilihat dari sisi moral pembesar Mesir merupakan tipe pemimpin yang memiliki dasar moral yang baik berupa kemauan menjadikan orang lain lebih maju bahkan

Apakah jenis DRP yang timbul dalam pengobatan pada kasus DM dengan komplikasi nefropati diabetik di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda periode tahun 2005 yang meliputi : butuh obat

Deskripsi jenis kelamin penderita depresi pada lanjut usia yang melaksanakan olahraga rutin di klub senam Yayasan Abiyoso Malang.... Perbedaan rutinitas Olahraga Dengan Depresi

Hasil survey kesehatan Mental Rumah Tangga di Indonesia menyatakan 185 orang per 1000 penduduk Indonesia mengalami skizofrenia (ringan sampai berat). Berdasarkan