• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PIJAT OKSITOSIN DENGAN KELANCARAN PENGELUARAN AIR SUSU IBU DI RUMAH SAKIT PERMATA BUNDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PIJAT OKSITOSIN DENGAN KELANCARAN PENGELUARAN AIR SUSU IBU DI RUMAH SAKIT PERMATA BUNDA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PIJAT OKSITOSIN DENGAN KELANCARAN PENGELUARAN AIR SUSU IBU DI RUMAH SAKIT PERMATA BUNDA

Fitriyah Rahmawati1), Amin Sholekah2) 1) Akademi Kebidanan An-Nur Purwodadi

Korespondensi: [email protected] 2) Akademi Kebidanan An-Nur Purwodadi

ABSTRAK

Latar Belakang: Salah satu upaya yang telah dilakukan Indonesia untuk menurunkan Angka Kematian Neonatal adalah dengan peningkatan konseling pentingnya ASI Eksklusif. (Profil Indonesia, 2014), yang telah dituangkan dalam dalam Peraturan Pemerintah No 33 Tahun 2012, tentang Pemberian ASI Eksklusif. Manfaat Air Susu Ibu (ASI) diantaranya meningkatkan kekebalan tubuh bayi, menurunkan kejadian infeksi, meningkatkan pertumbuhan secara optimal, mencegah kanker pada anak, meningkatkan kecerdasan anak dan melindungi bayi dari alergi. Namun demikian, ketidaklancaran pengeluaran ASI menjadi salah satu penyebab terhambatnya pemberian ASI. Salah satu cara untuk memperlancar pengeluaran ASI adalah dengan pijat oksitosin, yang dilakukan dengan masase di sepanjang punggung sisi tulang belakang untuk merangsang peningkatan hormon oksitosin sebagai hormon pengeliaran ASI.

Tujuan Penelitian: untuk mengetahui hubungan antara pijat oksistosin dengan kelancaran pengeluaran ASI di Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi Tahun 2017. Metode Penelitian: jenis penelitian adalah Pre Eksperimen Static Comparison. Pengambilan sampel dengan teknik non probability sampling jenis accidental sampling sejumlah 7 responden kelompok intervensi dan 7 responden kelompok kontrol. Analisis data dilakukan denan analisis univariat dan analisis bivariat menggunakan uji chi square. Hasil penelitian: terdapat hubungan antara pijat oksitosin dengan kelancaran pengeluaran ASI, yang ditunjukkan dari nilai X2 hitung > X2 tabel dengan derajat signifikan α = 5%. Simpulan: Pijatan di punggung sepanjang sisi tulang belakang dapat memberikan rileksasi dan perasaan nyaman bagi ibu, sehingga dapat meningkatkan hormon oksitosin untuk meningkatkan kelancaran pengeluaran ASI.

ABSTRACT

Background: One of Indonesia's efforts to reduce the Neonatal Mortality Rate is to increase the counseling importance of Exclusive Breast Milk. (Indonesian Profile, 2014), as outlined in Government Regulation No. 33 of 2012, on Exclusive Breastfeeding. The benefits of breast milk include boosting the baby's immunity, decreasing the incidence of infection, optimally improving growth, preventing cancer in children, improving child intelligence and protecting babies from allergies. However, the insufficiency of breastfeeding is one of the causes of delayed breastfeeding. One way to facilitate breast milk expenditure is to massage the oxytocin, which is done by massage along the spinal cord back to stimulate the increase in the hormone oxytocin as the hormone of breast milk proliferation.

Research Objective: to know the relationship between oxyistosin massage with fluent of expenditure of ASI at Permata Bunda Purwodadi Hospital in 2017.

(2)

Result of research: there is relationship between massage of oxytocin with fluent of expenditure of ASI, indicated from value X2 count> X2table with significant degree α =

5%.

Conclusion: The massage on the back along the side of the spine can provide relaxation and feelings comfortable for the mother, so it can increase the hormone oxytocin to improve the smooth expenditure of breast milk.

PENDAHULUAN

Menurut Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012, Angka Kematian Neonatus (AKN) masih cukup tinggi yaitu sebesar 19 kematian per 1000 kelahiran hidup, sedangkan dalam tujuan Sustainable Development Goals (SDG’s) dalam posisi kesehatan kerangka SDG’s nomer 3 yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang disegala usia, yang didalamnya membahas tentang penurunan AKN mempunyai target pada tahun 2025 yaitu dengan angka 9 per 1000 kelahiran hidup.

Salah satu upaya yang telah dilakukan Indonesia untuk menurunkan AKN adalah dengan peningkatan konseling pentingnya ASI Eksklusif. (Profil Indonesia, 2014), yang telah dituangkan dalam dalam Peraturan Pemerintah No 33 Tahun 2012, tentang Pemberian ASI Eksklusif.

Kandungan dari ASI sangat banyak, diantaranya karbohidrat, protein, lemak, karnitin yang berfungsi mempertahankan metabolisme tubuh, vitamin K, D, E, A, C, B, asam folat, dan kandungan berikutnya adalah mineral. Manfaat ASI juga mempunyai banyak manfaat antara lain sebagai makanan yang tidak tergantikan, meningkatkan kekebalan tubuh bayi, menurunkan kejadian infeksi, tumbuh kembang bayi yang optimal, mencegah kanker pada anak, meningkatkan kecerdasan anak, melindungi bayi dari alergi dan lain-lain (Siti Nur Khamzah, 2012).

Dampak apabila bayi tidak diberi ASI secara eksklusif, menurut Winda Wijayanti (2010), dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa sebanyak 30 bayi yang diberi ASI eksklusif terdapat 6 bayi yang mengalami diare, sedangkan sebanyak 30 bayi yang tidak diberi ASI eksklusif terdapat 20 bayi yang mengalami diare. Suci Fatmawati dkk (2015), juga melakukan penelitian kepada 67 bayi yang hasilnya terdapat 28 bayi mengalami konstipasi dikarenakan ibu memberikan makanan padat atau susu formula sejak umur yang terlalu dini, sedangkan sebanyak 39 bayi tidak mengalami konstipasi, karena ibu mengetahui kebutuhan bayinya sesuai usianya.

Menurut data gizi dan KIA (Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014), bahwa cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia pada tahun 2014 terdapat angka 52,3%, sedangkan pada tahun 2015 mempunyai target dengan angka 80% dan cakupan ASI eksklusif tertinggi di Nusa Tenggara Barat 84,7%, Jawa Tengah 60,0%, dan yang terendah Jawa Barat dengan angka 21,8%.

(3)

berikutnya, merupakan makanan paling sempurna untuk bayi baru lahir yang mengandung nilai gizi tinggi, dan penuh antibodi yang melindungi bayi terhadap infeksi. (UNICEF,2008).

Terdapat dua macam reflek yang dapat mengontrol keberhasilan laktasi, yaitu reflek prolaktin (reflek pembentukan ASI) dan reflek oksitosin (reflek pengeluaran ASI), kedua reflek tersebut sangat mempengaruhi kelancaran ASI (Yohana et al., 2011). Selanjutnya, faktor yang dapat mempengaruhi kelancaran pengeluaran ASI diantaranya adalah ketenangan jiwa dan pikiran, pola istirahat dan pola hisapan bayi. Selain hal tersebut, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbanyak produksi ASI adalah dengan pijat oksitosin. (Marmi, 2011)

Wahyu Nur Safitri dkk (2014) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pijat oksitosin adalah teknik pijat punggung yang bermanfaat untuk mempercepat pengeluaran ASI yang hasilnya yaitu pada kelompok yang diberi perlakuan pijat punggung, ASI dapat keluar pada hari kedua, sedangkan pada kelompok yang tidak diberi perlakuan pijat punggung, ASI keluar pada hari ke tiga. Dan penelitian tersebut diperkuat oleh penelitian Mardiyaningsih (2010) yang disebutkan dalam penelitian Wahyu Nur Safitri dkk (2014), Bahwa kombinasi teknik marmet dan pijat oksitosin mempengaruhi kelancaran produksi ASI, pada kelompok yang diberi perlakuan teknik kombinasi tersebut produksi ASInya tiga kali lebih banyak daripada kelompok yang tidak diberi perlakuan teknik kombinasi tersebut. Siti Nur Indah dkk (2011) juga menyebutkan dalam penelitiannya bahwa terdapat perbedaan produksi ASI kolustrum yang dihasilkan setelah diberi perlakuan pijat oksitosin sebanyak 5,333 cc, dan ASI kolustrum yang tidak diberi perlakuan pijat oksitosin sebanyak 4,6368 cc.

Berdasarkan data dari Rumah Sakit Permata Bunda pada tahun 2016 terdapat 4382 ibu bersalin, dimana dari jumlah tersebut ibu post partum mengalami ketidaklancaran pengeluaran ASI secara dini. Telah dilakukan pendidikan kesehatan tentang cara memperlancar pengeluaran ASI, namun belum menunjukkan hasil yang memuaskan.

Indikasi dalam pijat oksitosin yaitu ibu mempunyai ASI dan menyusui secara eksklusif. Pijat oksitosin ini dilakukan pada daerah punggung sepanjang sisi tulang belakang, sehingga diharapkan setelah dilakukan pijat ini ibu merasa rileks dan kelelahan setelah melahirkan akan hilang. Jika ibu rileks dan tidak kelelahan dapat membantu merangsang pengeluaran hormon oksitosin, sehingga pengeluaran ASI menjadi lancar.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi selama 3 bulan (bulan Agustus-Oktober 2017). Jenis penelitian ini adalah Pre Eksperimen dengan menggunakan jenis Static Group Comparison. Sementara itu pengambilan sampel dengan teknik non probability sampling, jenis accidental sampling. Pengambilan data dilakukan dengan observasi pertisipatif dengan ,menggunakan lembar observasi, wawancara terpimpin baik kepada sampel secara langsung maupun tidak langsung, serta menggunakan catatan medis.

(4)

HASIL

Deskripsi responden berdasarkan dilakukannya pijat oksitosin, ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Dilakukannya Pijat Oksitosin

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa seluruh responden sebanyak 7 responden (100%) dilakukan pijat

oksitosin sesuai dengan prosedur dan ibu merasa nyaman saat dilakukan teknik tersebut.

Tabel 2. Distribusi Kelancaran Pengeluaran ASI Pada Kelompok Intervensi

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar sebanyak 6 responden (85,7%) ASInya menetes dan memancar deras bila dihisap setelah dilakukan pijat oksitosin yang sesuai dengan prosedur. Dan ibu tampak

nyaman saat dilakukan pijat oksitosin. Yang menandakan bahwa hormone oksitosin telah dihasilkan oleh pijatan tersebut. Sedangkan 1 responden (14,4%) ASInya tidak dapat menetes dan memancar deras bila dihisap bayi.

Tabel 3. Distribusi Kelancaran Pengeluaran ASI Pada Kelompok Kontrol

Berdasarkan tabel 3 diketahui sebanyak 5 responden (71,4%) tanpa pijat oksitosin, dihasilkan ASinya tidak menetes dan memancar deras bila

dihisap bayi. Dan sebanyak 2 responden (28,1 %) dapat menetes dan memancar deras bila dihisap bayi.

Pijat oksitosin N %

Dilakukan sesuai prosedur 7 100%

Dilakukan tidak sesuai prosedur 0 0%

Jumlah 7 100%

Kelancaran Pengeluaran ASI n %

ASi menetes dan memancar deras bila dihisap bayi

6 85,7%

ASI tidak menetes dan memancar deras bila dihisap bayi

1 14,3%

Jumlah 7 100%

Pijat oksitosin n %

ASi menetes dan memancar deras bila dihisap bayi

2 28,5%

ASI tidak menetes dan memancar deras bila dihisap bayi

5 71,4%

(5)

Tabel 4. Tabel Silang Hubungan Antara Pijat Oksitosin Dengan Kelancaran Pengeluaran ASI di Rumah Sakit Permata Bunda

ASI

Pijat Oksitosin

ASI tidak menetes dan memancar deras

bila diisap bayi

ASI menetes dan memancar deras bila

diisap bayi

Total

n % n % n %

Pijat oksitosin tidak dilakukan

5 35,7 2 14,2 7 50

Pijat oksitosin dilakukan sesuai prosedur

1 7,14 6 42,8 7 50

Total 6 42,8 8 57,1 14 100

Berdasarkan tabel 4, setelah dilakukan observasi, dapat diketahui bahwa pada kelompok intervensi atau kelompok yang dilakukan pijat oksitosin, sebanyak 6 responden (42,8%) ASInya dapat menetes dan memancar deras bila dihisap bayi. Dan hanya 1 responden (7,14%) yang ASInya tidak menetes. Sementara itu pada kelompok kontrol atau kelompok tanpa pijatan oksitosin, sebanyak 5 responden (35,7%) ASinya tidak dapat menetes ataupun memancar deras bila dihisap bayi, dan sebanyak 2 responden (14,2%) ASInya dapat menetes dan memancar deras saat dihisap bayi. Adapaun hasil uji Chi Square kelancaran pengeluaran ASI antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol menggunakan uji Crosstab yang digunakan untuk mengetahui variabel antara baris dan kolom, diketahui kelancaran pengeluaran ASI antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan tingkat signifikan α = 5% dan nilai X2 hitung (Person Chi Square) 4,667 dan nilai X2 tabel yaitu 3,84, maka dapat disimpulkan X2 hitung > X2 tabel (4,667 > 3,84). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pijat oksitosin dengan kelancaran pengeluaran ASI.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui dari 7 responden kelompok intervensi atau yang dilakukan pijat oksitosin terdapat 6 responden (85,7%) mengalami kelancaran pengeluaran ASI setelah diberi pijat oksitosin. Para responden tersebut mengakui bahwa dengan dilakukan pijat oksitosin lebih meringankan kelelahan yang dirasakan dipunggung setelah bersalin. Ditambah lagi dengan rasa tenang adanya bayi yang selalu berada di dekat ibu. Sementara itu dari 7 responden kelompok kontrol (yang tidak dilakukan pijat oksitosin) terdapat 5 responden (71,4%) mengaku bahwa badannya masih terasa pegal-pegal setelah melahirkan, yang mendukung ketidaklancaran pengeluaran ASI.

(6)

Produksi ASI dipengaruhi oleh hormon prolaktin dan oksitosin. Selanjutnya, hormon oksitosin adalah hormon yang dapat mempengaruhi pengeluaran ASI, yang berhubungan dengan kenyamanan suasana hati ibu (Marmi, 2014:35-36). Keluarnya hormon oksitosin menstimulasi turunnya susu. Oksitosin menstimulasi otot disekitar payudara untuk memeras ASI keluar. Reflek turunnya susu ini penting dalam menjaga kestabilan produksi ASI, tetapi hal tersebut dapat terhalangi apabila ibu mengalami stres. Reflek turunnya susu ini kurang baik, apabila puting lecet, terpisah dari bayi, pembedahan payudara sebelum melahirkan, dan kerusakan jaringan payudara (Yohana et al., 2011:232).

Massase atau mengurut dapat dimanfaatkan untuk menyembuhkan dan memberikan rasa aman, menyamankan, menghangatkan, menyenangkan serta memperbarui vitalitas, teknik massase meliputi pengurutan yang sistematik, memijat dengan gerakan memutar, meremas dan menekan jaringan lunak. Berdasarkan manfaat dari teknik ini, dapat dimanfaatkan untuk menstimulasi produksi ASI, endorfin dan ensefalin yang alami (Brayshaw, 2008:70). Salah satu Hal yang dapat merangsang keluarnya hormon oksitosin yaitu pijat oksitosin. Pijat oksitosin ini dilakukan pada daerah punggung sepanjang sisi tulang belakang, sehingga diharapkan setelah dilakukan pijat ini, ibu merasa rileks dan kelelahan setelah melahirkan akan hilang, jika ibu rileks dan tidak kelelahan dapat membantu merangsang pengeluaran hormon oksitosin (Depkes RI, 2007).

Berdasarkan hasil uji Chi Square kelancaran pengeluaran ASI antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol di RS Permata Bunda, menggunakan uji Crosstab dengan tingkat signifikan α = 5% dan nilai X2

hitung (Person Chi Square) 4,667 dan nilai X2 tabel yaitu 3,84, maka dapat disimpulkan X2 hitung > X2 tabel (4,667 > 3,84). Dengan demikian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pijat oksitosin dengan kelancaran pengeluaran ASI.

SIMPULAN

Kelancaran produksi ASI salah satunya dapat diupayakan dengan memberikan relaksasi pada ibu setelah melahirkan, yaitu dengan pijat oksitosin. Yakni pijatan yang dilakukan di punggung sepanjang sisi tulang belakang. Yang dapat menimbulkan rasa rileks dan nyaman pada ibu, sehingga dapat mengaktifkan hormon oksitosin sebagai hormon pengeluaran ASI.

SARAN

Menyadari pentingnya rasa rileks dan nyaman bagi ibu postpartum dalam memproduksi ASI, maka tenaga kesehatan harus selalu mengupayakannya agar kelancaran produksi ASI yang dihasilkan oleh ibu dapat memenuhi kebutuhan bayi dengan sebaik-baiknya.

DAFTAR PUSTAKA

Albertina, M., Melly, Hj., dan Shoufiah, R.,2015.Hubungan Antara Pijat Oksitosin dengan Kelancaran Produksi ASI Pada Ibu Post Partum Seksio Secarea Hari Ke 2-3.Jurnal Husada Mahakam 3(9):452-521.

Ambarwati, ER., D. Wulandari. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Edisi Kelima. Nuha Medika. Yogyakarta

Anggraini, Y. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Edisi Pertama. Salemba Medika. Jakarta

(7)

Kesehatan Reproduksi. Edisi Pertama. Nuha Medika. Yogyakarta

Badan Pusat Statistik. 2013. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Brayshaw, E., 2008. Senam Hamil dan Nifas. Edisi Pertama. EGC. Jakarta

Endah, N,. S. dan Masdinarsah, I. 2011. Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Pengeluaran Kolostrum pada Ibu Post Partum di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung Tahun 2011. Jurnal Kesehatan Kartika

Fatmawati, S. Rosidi, A., dan Handarsari, E. 2015. Perbedaan Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif dan Susu Formula Terhadap Kejadian Konstipasi pada Bayi Usia 6 – 12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang. Jurnal Gizi. ISSN 2302-7908

Hikmawati, I. 2008. Faktor - Faktor Risiko Kegagalan Pemberian Asi Selama Dua Bulan (Studi Kasus pada bayi umur 3-6 bulan di Kabupaten Banyumas).

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Penuntun Hidup Sehat. Edisi Keempat. Jakarta.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2014. ISBN 978-602-235-911-1, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Kodrat L, Ny., 2010. Dahsyatnya ASI dan Laktasi. Edisi Pertama. Media Baca. Yogyakarta

Kristyanasari, W., 2009. ASI, Menyusui Dan Sadari. Edisi Pertama. Nuha Medika. Yogyakarta

Marmi. 2014. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Edisi Kedua. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Maritalia, D. 2012. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Edisi Pertama. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Medikal Record. 2014. Pengertian Anamnesa, Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Penunjang, Diagnosis, Prognosis, Terapi dan Tindakan Medis.

http://www.medrec07.com/2014/12/ pengertian-anamnesa-pemeriksaan- fisik-pemeriksaan-penunjang- diagnosis-prognosis-terapi-tindakan-medis.html. 03 Mei 2017 (07:05). Notoatmodjo, S., 2010. Metode

Penelitian Kesehatan. Edisi Pertama. Rineka Cipta. Jakarta

. , 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Edisi Pertama. Rineka Cipta. Jakarta

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Eksklusif. 1 Maret 2012. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 58. Jakarta.

Proverawati A., dan E. Rahmawati. 2010. Kapita Selekta ASI dan Menyusui. Edisi Pertama. Nuha Medika. Yogyakarta

Rakorkop Kementrian Kesehatan RI. 2015. Kesehatan dalam Rangka Sustainable Development Goals. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta.

Riadi, M. 2016. ASI dan Laktasi. An http://www.kajianpustaka.com/2016/ 04/asi-dan-laktasi.html. 10 April 2016 (11:38)

(8)

Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Edisi Keenam. Alfabeta. Bandung

Roito H, J., Hj. N. Noor, dan Mardinah. 2013. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas dan Deteksi Dini Komplikasi. Edisi Pertama. EGC. Jakarta

Safitri, W,. N. Susilaningsih. dan Panggayuh, A. 2015. Pijat Punggung dan Percepatan Pengeluaran Asi pada Ibu Post Partum. Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia. 1(2):150.

Saleha, S. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Edisi Pertama. Salemba Medika. Jakarta

Sartono, A. dan Utami ningrum, H. 2012. Hubungan Pengetahuan Ibu, Pendidikan Ibu dan Dukungan Suami dengan Praktek Pemberian

Asi Eksklusif di Kelurahan

Muktiharjo Kidul Kecamatan

Telogosari Kota Semarang. Jurnal Gizi. 1(1):4.

Suherni, H. Widyasih, dan A. Rahmawati. 2009. Perawatan Masa Nifas. Edisi Ketiga. Fitramaya. Yogyakarta

Sulistyaningsih, 2011. Metode Penelitian Kebidanan Kuantitatif-Kualitatif. Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta

Ummuah, F. 2014. Pijat Oksitosin Untuk Mempercepat Pengeluaran Asi Pada Ibu Pasca Salin Normal Di Dusun Sono Desa Ketanen Kecamatan Panceng Gresik. 18(2):124.

Wiji N, R., 2013. ASI dan Panduan Ibu Menyusui. Edisi Pertama. Nuha Medika. Yogyakarta

Widayanti, dan Wiwin., 2013. Efektivitas Metode “Speos” (Stimulasi Pijat Endorphin, Oksitosin dan Sugestif) Terhadap Pengeluaran Asi pada Ibu Nifas di Bpm Wilayah Kabupaten Cirebon.

Wijayanti, W. 2010. Hubungan Antara Pemberian Asi Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare pada Bayi Umur 0-6 Bulan di Puskesmas Gilingan Kecamatan Banjarsari Surakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Wulandari, F. T., Aminin, f., dan Utami, D. 2014. Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Pengeluaran Kolostrum pada Ibu Post Partum di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Kesehatan. 5(2):175-176.

Gambar

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Dilakukannya Pijat Oksitosin
Tabel 4. Tabel Silang Hubungan Antara Pijat Oksitosin Dengan Kelancaran

Referensi

Dokumen terkait

Setelah paket tersebut terinstall maka modul perhitungan statistik terletak pada Data kemudian klik: Data Analysis , kemudian muncul seperti pada gambar 4 yang

Hasil data yang diperoleh menunjukkan bahwa 75 % responden yang ada di Kota Pontianak menunjukkan sikap yang biasa saja terhadap pandemi virus corona (Covid-19) ini,

Pada jaringan syaraf tiruan (JST) terdapat dua proses utama yaitu proses pembelajaran dan proses identifikasi atau pengenalan. Proses pembelajaran adalah memberi

Namun pada prakteknya, pembiayaan murabahah wal wakalah yang terjadi di BNI Syariah Cabang Kendari telah menggugurkan salah satu rukun dan syarat dalam jual beli yaitu

para wisatawan untuk menikmati bentuk- bentuk wisata yang berbeda dari biasanya. Dalam konteks ini wisata yang dilakukan memiliki bagian yang tidak terpisahkan dalam

Hasil penelitian hari ke 12, sesuai dengan teori bahwa perubahan – perubahan normal pada uterus selama post partum hari ke-14 TFU sudah tidak teraba lagi tetapi pada

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2018 tentang Retribusi Pengolahan Limbah Cair yang mengatur tentang sanksi administratif dalam hal Wajib

Usia 6 bulan merupakan usia bayi memasuki tahap perkembangan, dimana bayi akan lebih banyak menggunakan aktifitas fisiknya, selain itu meningkatnya kemampuan bayi