• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug theraphy problems pada pasien Rumah Sakit Bethesda Agustus-September 2008 : kajian terhadap obat gangguan sistem saluran urinari - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug theraphy problems pada pasien Rumah Sakit Bethesda Agustus-September 2008 : kajian terhadap obat gangguan sistem saluran urinari - USD Repository"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

ii

EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS

FASE ADMINISTRASI DAN DRUG THERAPY PROBLEMS

PADA PASIEN RUMAH SAKIT BETHESDA AGUSTUS-SEPTEMBER 2008

(Kajian Terhadap Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh: Andina Paramita NIM : 058114021

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

“ Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar

oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia :

semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia. “

1 Korintus 2 : 9

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

My Saviour Jesus Christ

Mama, Oma, Kakakku, dan Keluargaku yang sangat aku kasihi

Om Agus yang aku kasihi

Teman-temanku yang aku kasihi

Almamaterku

Love is not about finding the right person but creating a right relationship. It’s not about how much love you have in the beginning

(5)
(6)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors

Fase Administrasi Dan Drug Therapy Problems Pada Pasien Rumah Sakit Bethesda Agustus–September 2008 (Kajian Terhadap Obat Gangguan

Sistem Saluran Urinari)“ ini dengan baik.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi pada program studi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Direktur RS Bethesda Yogyakarta yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian di RS Bethesda.

2. Rita Suhadi, M.Si, Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan dukungan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

(7)

viii

4. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan dukungan kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.

5. Dra. L. Endang Budiarti, M.Pharm.,Apt yang telah bersedia menjadi pembimbing lapangan dan memberikan bimbingan selama penulis melakukan pengambilan data untuk penelitian ini.

6. Semua dosen fakultas farmasi yang telah memberikan ilmunya kepada penulis 7. Ibu Anna, Ibu Estri, Mbak Rutri, Pak Yok serta semua perawat yang bertugas

di bangsal kelas III RS Bethesda Yogyakarta atas bantuan yang diberikan selama proses pengambilan data penelitian ini.

8. Kepala dan Staf Instalasi Rekam Medik RS Bethesda Yogyakarta atas bantuan yang diberikan selama proses pengambilan data penelitian ini.

9. Bundaku Vidhyani tersayang yang telah membesarkan dan memberikan perhatian, kasih sayang, dukungan serta doanya kepada penulis.

10.Oma Johana tercinta yang selalu menemani dan menjaga serta memberikan kasih sayang, perhatian, pengorbanan serta doanya yang selalu ada di setiap langkah penulis.

11.Om Agus dan om Ninditha yang aku kasihi yang telah banyak memberikan dukungan dan doanya kepada penulis.

12.Kakakku Winda yang telah banyak memberikan dukungan dan doanya kepada penulis.

(8)

ix

14.Segenap keluargaku yang telah banyak memberikan doa dan kasih sayangnya kepada penulis.

15.Rini, Novi, Nisi, Septi atas persahabatan, kekompakan dan dukungannya selama ini.

16.Siska Suryanto (Wawa) atas persahabatan dan dukungannya kepada penulis selama ini.

17.Temanku Dini terima kasih terjemahannya.

18.Teman-teman seperjuangan, Vivi, Sekar, Stela, Siska, Bambang, Donald, Nolen, dan Weli yang telah rela berbagi suka dan duka, canda serta tawa. 19.Teman-teman angkatan 2005 seluruhnya khususnya FKK atas semua

kenangan, suka, dan duka selama penulis menuntut ilmu. 20.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa tidak ada suatu apapun yang sempurna termasuk pada penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan. Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 20 Januari 2009

(9)
(10)

xi

INTISARI

Potensi terjadinya medication errors bisa ditemukan pada fase administrasi. Penyakit gangguan pada sistem saluran urinari dapat mempengaruhi banyak sistem dalam tubuh, sehingga pasien pada umumnya akan mendapatkan berbagai macam obat. Hal ini sering berkaitan dengan kejadian medication errors (ME) dan drug therapy problems (DTP).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui masalah utama kejadian ME terutama pada fase administrasi dan DTP pada pasien di RS Bethesda Agustus-September 2008 (kajian terhadap obat gangguan sistem saluran urinari). Tujuan tambahan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan profil kasus (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan diagnosis utama); profil terapi kasus (jumlah obat keseluruhan, jenis obat, bentuk sediaan, serta aturan pakai obat (dosis/kekuatan obat dan frekuensi)). Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan evaluatif deskriptif yang bersifat prospektif.

Kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari sebanyak 21 kasus. Kasus terbanyak berumur 17-<65 tahun (81%), jenis kelamin terbanyak laki-laki (81%), tingkat pendidikan terbanyak SLTA (38,1%), jenis pekerjaan terbanyak pegawai swasta (38,1%), dengan diagnosis terbanyak yaitu batu ureter. Jenis obat paling banyak digunakan adalah seftriakson sebesar 47,6% dengan dosis 1g frekuensi pemberian 2 kali sehari dengan durasi selama 3 hari. Bentuk sediaan paling banyak adalah oral.

Jenis DTP yang terjadi yaitu dosis terlalu rendah 10 kasus, dosis terlalu tinggi 2 kasus, ketidakpatuhan pasien 1 kasus, butuh tambahan obat 2 kasus, efek obat yang merugikan 2 kasus, interaksi obat 2 kasus dan 7 kasus tanpa DTP. Jenis ME adalah kegagalan mencek instruksi sebanyak 16 kasus. Masalah utama penyebab ME dan DTP adalah terbatasnya jumlah apoteker di bangsal kelas III RS Bethesda yang bertugas memonitor pemberian dan penggunaan obat pasien.

(11)

xii

ABSTRACT

The potensial of the medication errors occurring can be found in administration phase. Problems in urinary tract system may affect many systems in the body. Therefore, the patient gains many kinds of medicine in generally. It is often related to medication errors (ME) and drug therapy problems (DTP).

This research aims at identifying the main problem of ME case in the administration phase and DTP in patient at Bethesda hospital in August-September 2008 (the analysis of drug use in urinary tract system disorders). Moreover, this research function to describe the case profile (age, gender, education level, occupation, and main diagnose: therapy case profile (total number of medicine, types of medicine and availability, and direction for use (dose/strength and frequency of medicine). This research includes a kind of non experimental research with evaluative and descriptive plan which is prospective.

The case of patients using drug in urinary tract system disorders is 21 cases. The most frequency case 17-<65 year (81%), the most gender is male (81%), the most education level is SLTA (38,1%), the most occupation is private employee, the most main diagnose is calculi. The most consumed medicine is ceftriaxon about 47,6% with 1 g dose twice daily for 3 days. The most availability is oral availability.

The kind of DTP that happens that the low dosage is 10 cases, high dosage is 2 cases, patient’s non compliance is 1 case, need additional drug therapy 2 cases, adverse drug reaction 2 cases, drug interaction 2 cases, and without DTP 7 cases. The type of ME is failed to check the instruction 16 cases. The main problem causing ME and DTP is the limited number of pharmacists to monitor used and given medicines to patient in Bethesda hospital.

(12)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………... iii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ………... v

PERNYATAAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA...………... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………... x

INTISARI...………... xi

ABSTRACT... xii

DAFTAR ISI………... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ………... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN... xxiv

BAB I PENGANTAR... 1

A. Latar Belakang ………... 1

1. Permasalahan...………... 3

2. Keaslian penelitian ………... 4

3. Manfaat penelitian ……….... 5

B. Tujuan Penelitian... 5

1. Tujuan umum ………. 5

2. Tujuan khusus....………... 6

(13)

xiv

A. Sistem Saluran Urinari... 7

B. Gangguan Sistem Saluran Urinari... 8

1. Gagal ginjal kronik... 9

a. Definisi... 9

b. Etiologi... 9

c. Patofisiologi... 10

d. Gejala klinis... 11

2. Batu ginjal... 11

C. Penatalaksanaan Terapi... 12

1. Gagal ginjal kronik... 12

a. Tujuan terapi... 12

b. Sasaran terapi... 12

c. Strategi terapi... 12

2. Batu ginjal... 13

a. Tujuan terapi... 13

b. Sasaran terapi... 14

c. Strategi terapi... 14

D. Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari... 14

1. Antibakteri... 14

2. Diuretik kuat... 16

3. Antiseptik saluran kemih... 17

4. Obat saluran kemih dan kelamin golongan lain... 17

(14)

xv

E. Medication Error... 18

F. Drug Therapy Problems (DTPs)... 21

1. Definisi dan jenis... 21

2. Interaksi obat... 23

G. Keterangan Empiris... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 25

A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 25

B. Definisi Operasional ... 25

C. Subyek Penelitian ... 27

D. Bahan Penelitian... 28

E. Instrumen Penelitian ... 28

F. Lokasi Penelitian ... 29

G. Tata Cara Penelitian... 29

1. Tahap orientasi ... 29

2. Tahap pengambilan data ...………... 29

3. Tahap penyelesaian data ... 30

H. Tata Cara Analisis Hasil ………... 31

I. Kesulitan Penelitian………. 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 35

A. Profil Kasus Pasien di Bangsal Kelas III RS Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari……….. 36

1. Berdasarkan kelompok umur... 37

(15)

xvi

3. Berdasarkan tingkat pendidikan ... 39

4. Berdasarkan jenis pekerjaan ... 40

5. Berdasarkan diagnosis utama ... 41

B. Profil Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari... 42

1. Profil obat kasus pasien secara umum ... 42

2. Profil obat kasus pasien secara khusus ... 44

C. Evaluasi Medication Errors (ME) Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems Penggunaan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari ... 53

1. Evaluasi medication errors (ME) fase administrasi... 54

2. Evaluasi drug therapy problems ... 57

D. Evaluasi Masalah Utama ME Fase Administrasi ... 71

1. Wawancara dengan dokter... 71

2. Wawancara dengan apoteker ... 72

3. Wawancara dengan perawat... 73

E. Dampak Terapi... 74

F. Rangkuman Pembahasan... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA... 81

LAMPIRAN... 83

(16)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel I Sebab-sebab Utama Gagal Ginjal Kronik... 9 Tabel II Bentuk-bentuk Medication error... 20 Tabel III Taksonomi & Kategorisasi Medication error

versi the National Coordinating Council

for Medication Error Reporting and Prevention... 20 Tabel IV Penyebab-penyebab Drug Therapy Problems (DTPs)...22 Tabel V Tingkat Signifikansi Interaksi Obat... 23 Tabel VI Pengelompokkan Diagnosis Utama Kasus Pasien

di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran

Urinari... 41 Tabel VII Jumlah dan Jenis Obat yang Digunakan pada 21 Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang

Menggunakan Obat Gangguan Sistem

Saluran Urinari Agustus-September 2008... 43 Tabel VIII Jumlah dan Jenis Obat Gangguan Sistem

Saluran Urinari yang Digunakan pada 21 Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit

Bethesda Agustus-September 2008... 44 Tabel IX Golongan dan Jenis Obat Antiinfeksi yang Digunakan

pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran

Urinari Agustus-September 2008... 45 Tabel X Golongan dan Jenis Obat Diuretik Kuat

yang Digunakan pada Kasus Pasien

di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

(17)

xviii

Tabel XI Golongan dan Jenis Obat Antiseptik yang

Digunakan pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008……… 47 Tabel XII Golongan dan Jenis Obat Saluran Kemih

dan Kelamin Golongan lain yang Digunakan pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008………. 48 Tabel XIII Golongan dan Jenis Obat Suplemen dan

Terapi Penunjang yang Digunakan pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008……….. 48 Tabel XIV Bentuk Sediaan Antiinfeksi yang Digunakan

Pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

RS Bethesda Agustus-September 2008………. 49 Tabel XV Bentuk Sediaan Diuretik Kuat yang

Digunakan Pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari RS Bethesda

Agustus-September 2008……….. 49 Tabel XVI Bentuk Sediaan Obat Antiseptik yang

Digunakan Pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari RS Bethesda

(18)

xix

Tabel XVII Bentuk Sediaan Obat Saluran Kemih dan kelamin Golongan Lain yang Digunakan Pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

RS Bethesda Agustus-September 2008……….. 50 Tabel XVIII Bentuk Sediaan Obat Suplemen dan

Terapi Penunjang yang Digunakan Pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

RS Bethesda Agustus-September 2008………50 Tabel XIX Dosis, Frekuensi, dan Durasi Pemberian

Obat Antiinfeksi yang Digunakan pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008………... 51 Tabel XX Dosis, Frekuensi, dan Durasi Pemberian

Obat Diuretik Kuat yang Digunakan Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008... 52 Tabel XXI Dosis, Frekuensi, dan Durasi Pemberian

Obat Antiseptik yang Digunakan Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008... 52 Tabel XXII Dosis, Frekuensi, dan Durasi Pemberian

(19)

xx Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat

Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008... 53 Tabel XXIII Dosis, Frekuensi, dan Durasi Pemberian

Obat Suplemen dan Terapi Penunjang yang

Digunakan Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008... 53 Tabel XXIV Medication Error yang Terjadi

Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III RS BethesdaAgustus-September 2008 yang Menggunakan Obat

Gangguan Sistem Saluran Urinari………. 54 Tabel XXV Kelompok Kasus ME Kegagalan Mencek Instruksi

pada Kasus Pasien Pasien di Bangsal Kelas III RS BethesdaAgustus-September 2008 yang Menggunakan Obat

Gangguan Sistem Saluran Urinari………. 55 Tabel XXVI DTP Kasus 1 Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008………... 58 Tabel XXVII DTP Kasus 2 Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran

(20)

xxi

Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008……… 60 Tabel XXIX DTP Kasus 5 Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008……….. 61 Tabel XXX DTP Kasus 8 Pada Kasus Pasien di

Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008……….. 62 Tabel XXXI DTP Kasus 15 Pada Kasus Pasien

di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat

Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008……….. 63 Tabel XXXII DTP Kasus 17 Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran

Urinari Agustus-September 2008……….. 64 Tabel XXXIII DTP Kasus 18 Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran

Urinari Agustus-September 2008……….. 65 Tabel XXXIV Kelompok Kasus DTP Dosis Terlalu Rendah

Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III RS Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran

(21)

xxii Kasus Pasien di Bangsal Kelas III RS Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008... 67 Tabel XXXVI Kelompok Kasus DTP Ketidakpatuhan Pasien

Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III RS Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008... 68 Tabel XXXVIIKelompok Kasus DTP Butuh Tambahan Obat

Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III RS Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008... 68 Tabel XXXVIIIKelompok Kasus DTP Adverse Drug Reaction (ADR) Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

RS Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008... 69 Tabel XXXIX Kelompok Kasus DTP Interaksi Obat Pada

Kasus Pasien di Bangsal Kelas III RS Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran

Urinari Agustus-September 2008... 69 Tabel XL Jenis DTP yang Ditemukan Pada

Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

RS Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan

Sistem Saluran Agustus-September 2008... 70 Tabel XLI Kondisi Keluar Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

RS Bethesda yang Menggunakan

(22)

xxiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Sistem Saluran Urinari... 7 Gambar 2 Bagan Kedudukan Penelitian Kajian Terhadap

Penggunaan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari dalam

Penelitian Payung……….. 35 Gambar 3 Distribusi Kelompok Umur Pasien di Bangsal Kelas III RS

Bethesda Yogyakarta yang Menggunakan Obat

Gangguan Sistem Saluran Urinari... 37 Gambar 4 Pengelompokkan Jenis Kelamin Kasus Pasien di Bangsal

Kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menggunakan Obat Gangguan

Sistem Saluran Urinari...38 Gambar 5 Pengelompokkan Tingkat Pendidikan Kasus Pasien di Bangsal

Kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menggunakan Obat Gangguan

Sistem Saluran Urinari... 39 Gambar 6 Pengelompokkan Jenis Pekerjaan Kasus Pasien di Bangsal Kelas

III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran

Urinari... 40 Gambar 7 Jenis DTP yang ditemukan Pada Kasus Pasien

di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menggunakan obat Gangguan

Sistem Saluran Urinari

(23)

xxiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data rekam medis kasus pasien di bangsal kelas III RS Bethesda Yogyakarta yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008... 83 Lampiran 2 Golongan dan Jenis Obat Gangguan Sistem

Saluran Urinari yang Digunakan Pada Kasus Pasien di Bangsal kelas III Rumah Sakit Bethesda

yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-september 2008... 104 Lampiran 3 Rangkuman hasil wawancara dengan Dokter

yang bertugas di Bangsal kelas III

RS Bethesda Yogyakarta... 106 Lampiran 4 Rangkuman hasil wawancara dengan

Apoteker yang bertugas di Bangsal kelas III

RS Bethesda Yogyakarta... 107 Lampiran 5 Rangkuman hasil wawancara dengan Perawat

yang bertugas di Bangsal kelas III

RS Bethesda Yogyakarta... 108 Lampiran 6 Wawancara Visit Bangsal... 117 Lampiran 7 Wawancara Pasien saat Home Visite... 119 Lampiran 8 Pemantauan Penggunaan Obat Saat Home Visit... 123

(24)

1

A. Latar Belakang

Medication error ( ME ) terjadi ketika salah satu atau beberapa diantara ”5 tepat” pemberian obat tidak dipenuhi (Cohen, 1991). Lima tepat yang dimaksud mencakup tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat rute, dan tepat waktu.

Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang seharusnya dapat dicegah dan proses tersebut masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan (Anonim, 1998). Medication error merupakan kasus yang paling sering terjadi tetapi jarang sekali dilaporkan maupun dikemukakan di muka umum.

(25)

Medication errors dan drug therapy problems yang terjadi tentunya akan dapat merugikan pasien yaitu dapat menyebabkan kegagalan terapi bahkan dapat menimbulkan efek obat yang tidak diinginkan.

Penyakit gangguan pada sistem saluran urinari (seperti gagal ginjal, batu ginjal ataupun infeksi saluran kemih) merupakan penyakit yang mempunyai prevalensi cukup tinggi, baik di Indonesia maupun di beberapa negara lain. Penyakit ini dapat mempengaruhi banyak sistem dalam tubuh, sehingga pasien pada umumnya akan mendapatkan berbagai macam obat. Hal ini tentunya sering berkaitan dengan kejadian medication error (ME) dan drug therapy problems (DTP). Penggunaan obat-obatan yang berhubungan dengan gangguan sistem saluran urinari (salah satu contohnya adalah antibiotik yang biasa digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi pada saluran urinari) merupakan salah satu masalah yang sering berkaitan dengan medication error dan drug therapy problems. Hal ini didukung oleh adanya hasil suatu penelitian medication error fase prescribing yang menunjukkan bahwa angka kejadian medication error pada terapi yang menggunakan agen antimikrobial adalah sebesar 29,4% (Pote, 2007). Oleh karena itu, sangat penting melakukan observasi kejadian riil ME terutama pada fase administrasi dan DTP pada golongan obat gangguan sistem saluran urinari pada pasien RS Bethesda Agustus–September 2008.

(26)

merupakan rumah sakit swasta tipe utama dengan akreditasi ISO 9000 versi 2001 dan merupakan rumah sakit swasta terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Rumah sakit ini memiliki 7 orang apoteker dan telah mulai menjalani kegiatan farmasi klinis.

Penelitian ini akan bersifat prospektif sehingga diharapkan dapat menemukan dan memecahkan masalah utama timbulnya ME terutama fase administrasi dan DTP pada penggunaan obat gangguan sistem saluran urinari pada pasien untuk mendukung pelaksanaan isu patient safety di RS Bethesda Yogyakarta.

1. Permasalahan

Permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah: ”apakah yang menjadi masalah utama terjadinya ME fase administrasi dan DTP

pada penggunaan obat gangguan sistem saluran urinari pada pasien di RS

Bethesda Agustus–September 2008?”. Penelitian tambahan lain yang ingin diamati adalah sebagai berikut :

a. seperti apakah profil pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan diagnosis utama di RS Bethesda Agustus-September 2008?

(27)

c. apa sajakah masalah-masalah penyebab utama terjadinya medication error fase administrasi yang benar-benar terjadi dan drug therapy problems pada penggunaan obat gangguan sistem saluran urinari pada pasien RS Bethesda Agustus-September 2008 (berdasarkan pengamatan prospektif) serta dampak terapi kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari di bangsal kelas III RS Bethesda Agustus-September 2008?

2. Keaslian penelitian

Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis, penelitian mengenai Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems Pada Pasien Rumah Sakit Bethesda Agustus–September 2008 (Kajian Terhadap Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari) belum pernah dilakukan. Penelitian yang terkait dengan masalah medication error dan drug therapy problems yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti lain dengan judul sebagai berikut :

a. Evaluasi Medication Error Resep Racikan Pasien Pediatrik di Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda pada Bulan Agustus Tahun 2007 : Tinjauan Fase Dispensing (Hinlandaou, 2008).

b. Evaluasi Drug Therapy Problems pada Pengobatan Pasien Stroke di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 (Krismayanti, 2007).

(28)

pasien RS Bethesda Agustus-September 2008 (Kajian Terhadap Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari).

3. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan menambah referensi untuk mendeskripsikan ME dan DTP (kajian terhadap obat gangguan sistem saluran urinari) yang benar-benar terjadi pada pasien RS Bethesda Agustus–September 2008.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan atau acuan untuk pengambilan keputusan penggunaan obat gangguan sistem saluran urinari oleh farmasis dalam mempraktekkan pharmaceutical care dan menerapkan isu patient safety di rumah sakit, secara khusus RS Bethesda dan secara umum RS di Indonesia. Pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pelayanan terapi obat.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

(29)

2. Tujuan khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

a. mengetahui profil pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan diagnosis utama di RS Bethesda Agustus-September 2008.

b. mengetahui profil obat gangguan sistem saluran urinari meliputi jumlah obat, jenis obat, bentuk sediaan, aturan pakai obat (meliputi kekuatan obat, frekuensi, dan durasi) pada pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari di RS Bethesda Agustus-September 2008.

(30)

7

A. Sistem Saluran Urinari

Sistem saluran urinari terdiri dari organ, otot, pembuluh, dan syaraf yang semuanya bertanggung jawab pada proses produksi, pengangkutan, dan penyimpanan urin. Susunan utama dari sistem urinari meliputi dua ginjal, dua ureter, kandung kemih, dan uretra (Anonim, 2007a).

Ginjal adalah salah satu organ utama sistem urinari yang bertugas menyaring dan membuang cairan sampah metabolisme dari dalam tubuh. Kandung kemih memiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan urin sebelum meninggalkan tubuh dan mendorong urin ke luar tubuh. (Price, 1985). Ureter merupakan saluran yang berotot tipis yang berfungsi sebagai jalan untuk pengangkutan urin dari pelvis ginjal menuju kandung kemih, sedangkan uretra merupakan saluran untuk mengeluarkan urin dari kandung kemih keluar tubuh (Anonim, 2007a).

Bagian-bagian dari sistem saluran urinari dapat dilihat pada gambar 1.

(31)

B. Gangguan Sistem Saluran Urinari

Gangguan sistem saluran urinari yang terjadi dapat disebabkan karena adanya pertambahan usia, gangguan penyakit, kecelakaan, keracunan, ataupun luka. Seiring dengan bertambahnya usia, perubahan struktur dari ginjal dapat menyebabkan ginjal kehilangan kemampuan untuk membersihkan cairan sampah dari darah. Begitu juga dengan otot pada ureter, kandung kemih, dan uretra cenderung akan kehilangan kekuatan. Hal ini akan dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada sistem urinari karena otot dari kandung kemih tidak cukup kuat untuk mengeluarkan seluruh isi kandung kemih secara sempurna (Anonim, 2007a).

Gangguan pada ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu melakukan tugasnya dalam menyaring sampah dari dari darah, mengatur tekanan darah, serta mengatur keseimbangan elektrolit dalam tubuh.

Menurut (Anonim, 2007a), berdasarkan penyebabnya secara umum gangguan ginjal akut dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :

1. Prerenal

Penurunan tekanan darah yang terjadi secara hebat dan mendadak atau adanya gangguan aliran darah yang menuju ke ginjal.

2. Intrarenal

Terjadi kerusakan pada ginjal secara langsung karena adanya proses peradangan, toksin, obat, infeksi, atau berkurangnya persediaan darah.

3. Postrenal

(32)

1. Gagal ginjal kronik

a. Definisi

Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis ginjal yang rusak yang merupakan perkembangan dari gagal ginjal progresif yang berlangsung beberapa tahun dan bersifat irreversibel, keadaan ini sebagai akibat dari berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal (Price, 1985).

b. Etiologi

Gagal ginjal kronik terjadi karena hilangnya fungsi sejumlah besar nefron yang bersifat irreversibel.

Tabel I. Sebab-sebab Utama Gagal Ginjal Kronik (Tierney., et al, 2002) Glomerulopathy

1. Penyakit glomerular primer :

a.Glomerulosklerosis fokal dan segmental b.Glomerulonephritis membranoproliferatif c. Nefropati membran IgA

2. Penyakit glomerular sekunder : a. Nefropati diabetik

b. Amyloidosis

c. Glumeronephritis karena infeksi d. Nefropati dikaitkan dengan HIV e. Penyakit kolagen vascular f. Nefropati sel sabit

g. Glomerulonephritis membranoprolifera-tif dikaitkan dengan HIV

Tubulointerstitial nephritis

(33)

c. Patofisiologi

Gagal ginjal kronik pada umumnya asimptomatik, pasien tidak merasakan adanya gejala-gejala yang mengarah pada gagal ginjal kronik hingga telah mencapai end stage kidney disease (ESKD) (Dipiro, 2005).

Semua penyakit ginjal yang dapat sembuh sendiri atau sembuh karena diobati, lambat laun akan bertambah parah. Hal tersebut mengakibatkan fungsi ginjal sebagai penyaring dan pembersih darah serta pembuang sampah dari dalam darah atau ke dalam air seni pada akhirnya akan terganggu. Mula-mula gangguan itu tidak terasa, karena hanya diketahui jika dilakukan pemeriksaan laboratorium pada darah atau air seni. Jika sebagian besar ginjal sudah rusak, maka fungsi ginjal membersihkan sampah dari darah tidak lagi memadai. Akibatnya sampah tersebut (khususnya urea dan kreatinin) tertimbun dalam darah (Japaries, 1995).

(34)

c. Gejala klinis

Gejala klinis yang timbul pada gagal ginjal kronik merupakan kelanjutan akibat dari :

1. kegagalan tubuh dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit 2. penumpukan metabolit toksik

3. kurangnya hormon ginjal seperti eritropoietin dan bentuk aktif vitamin D (1,25dihidroksivitamin D3)

4. abnormalitas respon hormon endogen (hormon pertumbuhan)

Pasien gagal ginjal kronik yang disebabkan penyakit glomerulus atau kelainan herediter, gejala klinis dari penyebab awalnya dapat diketahui sedangkan gejala gagal ginjal kronik sendiri tersembunyi dan hanya menunjukkan keluhan non spesifik seperti sakit kepala, lelah, letargi, kurang nafsu makan, muntah, polidipsia, poliuria, dan gangguan pertumbuhan. Namun dapat ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium dan dengan melihat kondisi pasien yang mengalami azotemia, asidosis, hiperkalemia, osteodistrofi ginjal, anemia, gangguan perdarahan, hipertensi dan gangguan neurologi (Sekarwana, 1996).

2. Batu ginjal

(35)

Pasien dengan penyakit batu ginjal mengalami beberapa gejala seperti nyeri hebat yang tiba-tiba di bagian panggul (flank pain) atau terkadang menyebar sampai ke bagian bawah dekat alat kelamin (groin pain). Nyeri hebat ini dapat disertai dengan nausea dan vomiting. Adanya batu pada kantung kemih ditandai dengan nyeri pada bagian bawah perut, berkurangnya volume urin, dysuria, dan nyeri saat mengeluarkan urin. Gejala lain dari penyakit batu ginjal adalah terjadinya hematuria (Dale, 2003).

Terdapat 4 jenis batu ginjal, yaitu batu kalsium, batu urat, batu struvit, dan batu sistin.

C. Penatalaksanaan Terapi

1. Gagal ginjal kronik

a. Tujuan terapi

1) Modifikasi penyakit penyebab atau intensifikasi terapi 2) Memperlambat terjadinya gagal ginjal kronik

3) Mengurangi kemungkinan perkembangan penyakit menuju end stage renal disease (ESRD)

b. Sasaran terapi

1) Penyakit penyebab gagal ginjal kronis 2) Pola hidup

c. Strategi terapi

1) Non farmakologi

(36)

pola makan dapat dilakukan dengan pembatasan protein, pembatasan asupan garam, pembatasan fosfat, pembatasan kalium, pembatasan cairan, makan cukup zat besi. Modifikasi gaya hidup terkait dengan penyakit yang dapat menyebabkan gagal ginjal kronik yang dapat dilakukan dengan manajemen berat badan, berolahraga, mengurangi atau menghentikan merokok, menghindari atau mengurangi konsumsi alkohol (Dipiro, 2005).

2) Farmakologi

Kelebihan cairan dapat diatasi dengan penggunaan diuretik. Diuretik kuat dapat digunakan secara perlahan-lahan yang diberikan secara infuse sehingga dapat meningkatkan volume urine serta meningkatkan ekskresi garam pada ginjal. Pasien dengan hipertensi dan gagal ginjal kronik memerlukan antitihipertensi sampai 3 atau lebih obat. ACEI atau ARBs merupakan antihipertensi yang direkomendasikan untuk gagal ginjal kronik progresif dan pada pasien dengan diabetes atau proteinuria. Pasien dengan angka ferritin serum di bawah angka normal dapat diberikan suplemen tambahan besi yaitu ferro sulfat, ferro fumarat, dan ferro glukonat. Pada pasien gagal ginjal kronik, penggunaan garam basa seperti sodium bikarbonat atau preparasi asam sitrat berguna untuk melengkapi bikarbonat dari tubuh (Dipiro, 2005).

2. Batu ginjal

a. Tujuan terapi

(37)

b. Sasaran terapi

1) Gejala 2) Batu ginjal

c. Strategi terapi

1) Non farmakologi

Untuk mencegah terbentuknya batu ginjal dapat dilakukan tindakan antara lain seperti cukup banyak minum air putih, tidak menahan kencing, mengurangi makanan yang mengandung protein hewani, makanan yang berkapur tinggi, mengurangi makanan yang mengandung oksalat, mengurangi asupan kalsium serta banyak makan sayuran dan buah-buahan (Dipiro, 2005). Selain itu, tindakan operasi juga dapat dilakukan untuk mengeluarkan batu ginjal maupun extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL).

2) Farmakologi

Untuk penanganan gejala dari batu ginjal seperti nyeri, mual, dan muntah, maka dapat diberikan analgesik golongan antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dan dalam mengatasi mual muntah dapat diberikan antiemetik, sedangkan untuk terapi batu ginjal dapat diberikan diuretik thiazid, alupurinol, antibiotik, maupun penicillin oral (Dipiro, 2005).

D. Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari 1. Antibakteri

a. Sefalosporin

(38)

dari sefalosporin adalah menghambat sintesis dinding sel bakteri, oleh karena itu bersifat sebagai bakterisidal (Laurence, 1997).

Dikenal senyawa-senyawa sefalosporin generasi pertama, kedua, dan ketiga. Sefalosporin generasi pertama meliputi sefalotin, sefasolin, sefasporin, sefadrin, sefaleksin, dan sefadroksil. Generasi kedua sefalosporin meliputi sefamandol, sefoksitin, sefaklor, dan sefuroksin. Generasi ketiga sefalosporin meliputi sefotaksim, seftazidim, sefozidime, seftisoksim, seftriakson, sefiksim, seftibuten, sefpodoksim, dan sefoperazon. (Laurence, 1997).

Secara farmakokinetik, biasanya sefalosporin diekskresikan tanpa perubahan di urin. Pada umumnya, penggunaan dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal harus dikurangi. Sefalosporin mempunyai waktu paruh 1-4 jam.

Efek samping dari sefalosporin sangat jarang terjadi. Tetapi yang biasa terjadi adalah reaksi alergi dari tipe penisilin. Ada reaksi alergi silang antara penisilin dan sefalosporin yaitu terjadi sebesar 10% pada pasien. Rasa nyeri juga dapat terjadi jika diberikan secara injeksi intravena atau intramuscular. Jika sefalosporin diberikan lebih dari 2 minggu maka dapat terjadi trombositopenia, neutropenia, interstitial nephritis, atau ketidaknormalan test fungsi hati (Laurence, 1997).

b. Kuinolon

(39)

coli, Salmonella sp., Shigella sp., dan lain-lain. Sangat kurang dalam melawan bakteri Gram-positif serta tidak efektif melawan bakteri anaerob. Kuinolon meliputi siprofloksasin, akrososaksin, sinosaksin, norflosaksin, oflosaksin, dan asam nalidik.

Secara farmakokinetik, kuinolon diabsorbsi dengan baik usus dan secara luas didistribusikan ke jaringan tubuh.

Efek samping dari kuinolon meliputi gangguan gastrointestinal dan reaksi alergi seperti kulit kemerahan, pruritus, arthralgia, sensitive terhadap cahaya dan anafilaksis. Efek central nervous system (CNS) juga dapat terjadi seperti dizziness, sakit kepala, dan kebingungan. Beberapa kuinolon berpotensi menghambat enzim dan merusak metabolik inaktif jika diberikan bersama warfarin, teofilin, dan sulfonylurea dan meningkatkan efeknya (Laurence, 1997).

2. Diuretik kuat  

Diuretik merupakan substansi yang digunakan untuk meningkatkan ekskresi larutan dan urin. Golongan diuretik kuat dengan mekanisme menurunkan reabsorpsi sodium dan klorida di ascending loop henle dan tubulus distal ginjal, meningkatkan sodium, air, klorida, dan magnesium. Golongan diuretik kuat adalah furosemid. Secara farmakokinetik, furosemid diabsorpsi dengan baik dari saluran gastrointestinal sampai protein plasma.

(40)

digunakan 600 mg/ hari untuk edema parah. Hipertensi : 20-80 mg/hari dalam 2 dosis terbagi. IV : 20-40 mg/dosis, dapat diulang 1-2 jam, sebagaimana dibutuhkan, dapat ditingkatkan 20mg/dosis sampai efek yang diinginkan didapat. Interval dosis : 6-12 jam untuk edema pulmonari,dosis yang biasanya digunakan adalah 40mg-80mg (Lacy, et al., 2006).

3. Antiseptik saluran kemih

Antiseptik saluran kemih merupakan kelompok antimikrobia yang bioavailabilitas sistemiknya rendah tetapi terkonsentrasi di tubulus ginjal sehingga setelah berdifusi ke parenkim, efektif mengobati infeksi saluran kemih. Golongan antiseptik saluran kemih adalah heksamina. Zat ini bersifat antiseptik akibat aktivitas formaldehidnya. Efek samping yang terjadi seperti gejala saluran cerna, iritasi kandung kemih dan ruam kulit. Dosis : oral : dewasa 1 g setiap 12 jam, anak 6-12 tahun 500 mg setiap 12 jam (Anonim, 2004).

4. Obat saluran kemih dan kelamin golongan lain

Obat saluran kemih dan kelamin golongan lain adalah Ketosteril. Ketosteril digunakan sebagai terapi insufisiensi ginjal kronik pada retensi yang terkompensasi atau dekompensasi (laju filtrasi glomerulus 5-50 ml/menit). Efek samping yang sering terjadi adalah hiperkalsemia. Dosis : oral : dewasa 70 kgBB 1 tablet/5 kgBB atau 4-8 tablet 3 kali sehari (Anonim, 2008).

5. Suplemen dan terapi penunjang

(41)

21,4%, orthosiphonis herba 21,4%, sonchus folium 17,85%, plantago folium 7,15%. Dosis : oral : dewasa 1 kapsul 3 kali sehari (Anonim, 2008).

E. Medication Error

Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang seharusnya dapat dicegah dan proses tersebut masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan (Anonim, 1998).

Sebuah Dewan Koordinasi Nasional yang bertugas melaporkan dan mencegah terjadinya ME yaitu The National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention (NCCMERP), mendefinisikan ME sebagai :

”any preventable event that may cause or lead to inappropriate medication use or patient harm while the medication is in the control of the health care professional, patient or consumer”

Dengan demikian ME dapat diartikan sebagai suatu kejadian yang dapat dicegah yang bisa sebagai penyebab atau berperan dalam pengobatan yang tidak layak atau yang bersifat merugikan pasien padahal pengobatan tersebut berada dalam pantauan tenaga kesehatan, pasien, atau konsumen. Beberapa kejadian dapat berhubungan dengan praktisi kesehatan, produk kesehatan, prosedur, dan sistem pengobatan, termasuk peresepan, miskomunikasi, pelabelan, dan penamaan produk, pencampuran, penyediaan, pendistribusian, administrasi obat, edukasi, dan penggunaan (Anonim, 2003).

(42)

atau petugas kesehatan. Kesalahan yang dimaksud dapat berasal dari manusia maupun lemahnya sistem yang ada (Dwiprahasto dan Kristin, 2008).

Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa pengertian medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing, fase transcribing, fase dispensing dan fase administration.

Dari fase-fase medication error di atas, dapat dikemukakan bahwa faktor penyebabnya dapat berupa (Cohen, 1991) :

1. komunikasi yang buruk baik secara tertulis dalam bentuk kertas resep maupun secara lisan (antara pasien, dokter dan apoteker).

2. sistem distribusi obat yang kurang mendukung (sistem komputerisasi, sistem penyimpanan obat, dan lain sebagainya).

3. sumber daya manusia (kurang pengetahuan, pekerjaan yang berlebihan, dan lainnya).

4. edukasi kepada pasien kurang. 5. peran pasien dan keluarganya kurang.

(43)

Tabel II . Bentuk-bentuk Medication error (Dwiprahasto dan Kristin, 2008)

Prescribing Transcribing Dispensing Administration

ƒ Kontraindikasi

ƒSediaan obat buruk

ƒInstruksi penggunaan obat tidak jelas

ƒSalah menghitung dosis

ƒSalah memberi label

ƒSalah menulis instruksi

ƒDosis keliru

ƒPemberian obat di luar instruksi

ƒInstruksi verbal dijalankan keliru

ƒ Administration error

ƒ Kontraindikasi

ƒ Obat tertinggal di samping bed

ƒ Pemberian obat di luar instruksi

ƒ Instruksi verbal dijalankan keliru

Tabel III . Taksonomi & Kategorisasi Medication error versi the National

Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention

(Anonim, 1998)

Tipe Error Kategori Keterangan

NO ERROR

A Keadaan atau kejadian yang potensial menyebabkan terjadinya error

ERROR-NO HARM

B Error terjadi, tetapi obat belum mencapai pasien C Error terjadi, obat sudah mencapai pasien tetapi tidak

menimbulkan risiko

Obat mencapai pasien dan sudah terlanjut diminum/digunakan Obat mencapai pasien tetapi belum sempat

diminum/digunakan

D Error terjadi dan konsekuensinya diperlukan monitoring terhadap pasien, tetapi tidak menimbulkan risiko (harm) pada pasien

ERROR-HARM

E Error terjadi dan pasien memerlukan terapi atau intervensi serta menimbulkan risiko (harm) pada pasien yang bersifat sementara

F Error terjadi & pasien memerlukan perawatan atau perpanjangan perawatan di rumah sakit disertai cacat yang bersifat sementara

G Error terjadi dan menyebabkan risiko (harm) permanen H Error terjadi dan nyaris menimbulkan kematian (mis.

Anafilaksis, henti jantung)

ERROR-DEATH

(44)

Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pengobatan. Dalam pelayanan resep, apoteker harus melakukan skrining resep yang meliputi: 1) persyaratan administratif (a. nama, SIP dan alamat dokter, b. tanggal penulisan resep, c. tanda tangan / paraf dokter penulis resep, d. nama, alamat, umur jenis kelamin dan berat badan pasien, e. nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang diminta, f. cara pemakaian yang jelas, g. informasi lainnya), 2) kesesuaian farmasetik (a. bentuk sediaan, b. dosis, c. potensi, d. stabilitas, e. inkompatibilitas, f. cara dan lama pemberian), 3) pertimbangan klinis (a. efek samping, b. alergi, c. interaksi, d. kesesuaian indikasi, dosis, pasien, dan lain-lain).

F. Drug Therapy Problems (DTPs) 1. Definisi dan jenis

Drug therapy problems adalah setiap kejadian yang tidak diinginkan, yang dialami oleh pasien yang terlibat atau dicurigai terlibat dalam terapi obat, yang akan mengganggu pencapaian tujuan terapi yang diinginkan (Strand et.al.,2004 ).

(45)

tinggi (dose too high), ketaatan pasien (compliance)/gagal menerima obat (Strand et.al., 2004). Untuk lebih memahami DTPs, pada tabel IV disajikan DTP dan penyebabnya.

Tabel IV. Penyebab-penyebab Drug Therapy Problems (DTPs) (Strand et al.,2004)

No Jenis DTPs Kemungkinan Penyebab DTPs

1. Ada obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy)

ƒ Ada indikasi obat yang sudah tidak valid saat itu

ƒ Terapi dengan dosis toksik

ƒ Penggunaan obat lebih dari satu dengan kondisi dapat menggunakan terapi tunggal

ƒ Kondisi pasien lebih baik diterapi non-farmakologi (tanpa obat)

ƒ Terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat digantikan dengan yang lebih aman

ƒ Kondisi pasien berkaitan dengan penyalahgunaan obat, alkohol, dan merokok

2. Butuh tambahan obat (need for additional drug therapy)

ƒ Munculnya kondisi medis baru yang membutuhkan tambahan obat baru

ƒ Kondisi kronis yang membutuhkan terapi lanjutan secara terus-menerus

ƒ Terapi untuk mencegah timbulnya resiko atau kondisi medis yang baru atau terapi profilaksis

ƒ Kondisi yang membutuhkan terapi kombinasi 3. Pemilihan obat yang salah

(wrong drug)

ƒ Obat yang digunakan tidak efektif atau bukan yang paling efektif

ƒ Pasien alergi atau kontraindikasi terhadap obat tersebut

ƒ Obat efektif tetapi relatif mahal atau bukan yang paling aman

ƒ Kondisi yang sukar disembuhkan dengan obat tersebut

ƒ Pasien mengalami infeksi diberi obat yang sudah resisten

ƒ Terapi untuk mencegah timbulnya resiko atau kondisi medis yang baru

ƒ Kombinasi obat yang salah 4. Dosis terlalu rendah

(dosage too low)

ƒ Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk mendapatkan respon pada pasien

ƒ Konsentrasi obat dalam darah tidak berada pada rentang terapi yang diharapkan

ƒ Waktu pemberian obat yang tidak tepat, misalnya antibiotik profilaksis untuk operasi

ƒ Obat, dosis, rute, frekuensi pemberian atau formulasi kurang sesuai untuk pasien

5. Efek samping dan interaksi obat

(adverse drug reaction)

ƒ Obat diberikan terlalu cepat

ƒ Pasien memiliki reaksi alergi atau idiosinkrasi terhadap obat

ƒ Pasien teridentifikasi memiliki resiko terhadap obat tersebut

ƒ Bioavailabilitas obat diubah oleh interaksi dengan obat lain atau makanan

ƒ Efek obat diubah karena adanya induksi atau inhibisi enzim, serta pergeseran tempat ikatan

ƒ Hasil laboratorium dipengaruhi oleh adanya obat

6. Dosis terlalu tinggi (dosage too high)

ƒ Dosis terlalu tinggi

ƒ Konsentrasi obat dalam darah di atas rentang terapi yang diharapkan

ƒ Dosis obat dinaikkan terlalu cepat

ƒ Akumulasi obat karena terapi jangka panjang

ƒ Obat, dosis, rute, frekuensi pemberian atau formulasi kurang sesuai untuk pasien

7. Kepatuhan pasien (compliance)

ƒ Pasien gagal menerima obat yang sesuai karena medication error ƒ Pasien tidak mematuhi aturan yang ditetapkan baik dengan sengaja

maupun karena tidak mengerti

(46)

2. Interaksi obat

Interaksi antar obat dapat terjadi pada pemberian obat kombinasi dan menghasilkan respon farmakologi atau klinik yang berbeda dari respon farmakologi masing-masing obat tersebut apabila diberikan secara tunggal. Hasil klinis dari interaksi antar obat dapat berefek antagonisme, sinergisme, atau idiosinkrasi.

Dalam mengevaluasi interaksi obat, yang perlu diperhatikan adalah signifikansi interaksi. Signifikansi berhubungan dengan jenis dan besarnya efek yang menentukan kebutuhan monitoring pasien dan perlu tidaknya pengubahan terapi untuk mencegah efek yang merugikan. Menurut Tatro (2006), signifikansi klinik meliputi kelas signifikansi, onset dari efek interaksi, dan tingkat keparahan interaksi.

Tingkat signifikansi interaksi obat yang digunakan berupa angka 1 sampai 5, dengan tingkatan sebagai berikut :

Tabel V. Tingkat Signifikansi Interaksi Obat (Tatro, 2006)

Tingkat Signifikansi Keparahan Laporan

1 Berat (major) Terbukti

2 Sedang (moderate) Terbukti

3 Ringan (minor) Terbukti

4 Berat/Sedang (major/moderate) Mungkin terjadi

5 Ringan (minor) Mungkin terjadi

Tidak ada Tidak mungkin terjadi

(47)

Potensi keparahan interaksi obat penting untuk menilai risiko dan manfaat alternatif terapi, dengan modifikasi dosis dan waktu pemberian obat dapat mengatasi terjadinya efek interaksi obat. Ada 3 tingkat keparahan, yaitu berat (major), sedang (moderate), dan ringan (minor). Tingkat keparahan berat kemungkinan berpotensi menimbulkan kerusakan organ yang permanen. Efek dari tingkat keparahan sedang tergantung dari kondisi klinis pasien, dapat berupa butuh terapi tambahan, rawat inap di rumah sakit, maupun semakin lamanya pasien menjalani rawat inap di rumah sakit. Pada tingkat keparahan ringan efek yang ditimbulkan tidak diketahui dan tidak mempengaruhi tujuan terapi secara signifikan, biasanya juga tidak membutuhkan terapi tambahan (Tatro, 2006).

G. Keterangan Empiris

(48)

25

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems Pada Pasien Rumah Sakit Bethesda Agustus-September 2008 (Kajian terhadap Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari) merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian evaluatif deskriptif yang bersifat prospektif. Penelitian non eksperimental merupakan penelitian yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri (variabel) subyek tanpa ada manipulasi dari peneliti (Pratiknya, 2007). Rancangan penelitian evaluatif deskriptif karena data yang diperoleh dari lembar catatan medik pasien kemudian dievaluasi dan dideskripsikan dalam bentuk tabel atau gambar. Penelitian ini bersifat prospektif karena data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan mengikuti serta mengamati keadaan pasien selama mendapatkan perawatan di rumah sakit yaitu dengan melihat lembar catatan mediknya dan penggunaan obat pada pasien setelah keluar dari rumah sakit yaitu dilakukan dengan home visite (selama periode penelitian).

B. Definisi Operasional

(49)

2. Fase administrasi merupakan suatu fase pada saat obat diberikan dan digunakan oleh pasien.

3. Drug therapy problems pada penelitian ini meliputi butuh tambahan obat, dosis terlalu rendah, dosis terlalu tinggi, efek samping obat dan interaksi obat, dan ketidakpatuhan pasien.

4. Agustus-September 2008 adalah periode pengambilan data di bangsal kelas III Rumah Sakit Bethesda dan periode pengambilan data pada home visite yaitu tanggal 4 Agustus 2008 – 27 September 2008.

5. Kasus dalam penelitian ini adalah pasien yang menerima resep dan menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari dibangsal kelas III RS Bethesda Agustus-September 2008.

6. Lembar catatan medik adalah catatan pengobatan dan perawatan pasien yang memuat data tentang karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, alamat, diagnosis, catatan keperawatan, catatan penggunaan obat, hasil laboratorium, lama perawatan, dan lembar resume pasien yang menerima resep obat gangguan sistem saluran urinari di RS Bethesda Yogyakarta Agustus-September 2008.

7. Karakteristik pasien meliputi distribusi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan diagnosis utama.

(50)

9. Peresepan dalam pembahasan penelitian ini bila tidak disebutkan lebih rinci berarti meliputi resep racikan dan resep non racikan, baik generik dan paten. 10.Interaksi obat yang dilihat dalam penelitian ini adalah interaksi antar obat

dalam satu jenis racikan maupun interaksi antara obat racikan dan obat non racikan berdasarkan sumber referensi Drug Interaction Fact (Tatro, 2006). 11.Evaluasi dosis berdasarkan sumber referensi dari buku Drug Information

Handbook (Lacy, et al, 2006), British National Formulary 48 (Anonim, 2004), dan MIMS (Anonim, 2008).

12.Home visite adalah pengamatan penggunaan obat dan kondisi pasien setelah keluar dari rumah sakit tanpa melakukan intervensi, yang dilakukan pada pasien yang menyetujui informed consent. Daerah home visite pasien meliputi daerah sekitar Daerah Istimewa Yogyakarta kecuali Gunung Kidul.

C. Subyek Penelitian

(51)

ditengah proses penelitian. Khusus untuk subyek wawancara, selain pasien juga meliputi dokter, perawat, dan apoteker.

Terdapat 97 kasus pasien di bangsal kelas III RS Bethesda selama periode Agustus-September 2008. Dari 97 kasus tersebut, pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari pada periode tersebut terdapat sebanyak 21 kasus yang kemudian digunakan sebagai subyek penelitian.

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar catatan medik pasien yang menerima resep obat gangguan sistem saluran urinari di bangsal kelas III RS Bethesda Agustus–September 2008, yang ditulis oleh dokter, perawat, dan apoteker mengenai data klinis pasien. Hasil wawancara dengan dokter, apoteker, perawat, dan pasien digunakan untuk membantu menggambarkan latar belakang terjadinya ME fase administrasi dan DTP.

E. Instrumen Penelitian

(52)

F. Lokasi Penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien RS Bethesda Agustus–September 2008 (Kajian terhadap Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari) di lakukan di bangsal kelas III (ruang B, C, D, E, F, J, dan H) RS Bethesda Yogyakarta untuk kasus rawat inap dan di tempat tinggal (rumah) pasien untuk home visite.

G. Tata Cara Penelitian

Ada tiga tahap yang dijalani dalam penelitian ini, yaitu tahap orientasi, tahap pengambilan data, dan tahap penyelesaian data.

1. Tahap orientasi

Beberapa hal yang dilakukan selama tahap orientasi adalah :

a. diskusi/presentasi proposal di hadapan tim patient safety (dokter dan apoteker) RS Bethesda dan studi pustaka.

b. mencari teknik pengambilan data yang sesuai di bangsal kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta agar tidak mengganggu kegiatan medis di bangsal. c. mencari informasi mengenai kasus/penyakit, subyek penelitian serta kriteria

inklusi untuk penelitian.

2. Tahap pengambilan data

a. Pengumpulan data

(53)

pengobatan, data medis berupa diagnosis dan terapi, dan data laboratorium (Rovers et.al., 2003, Tietze, 2004). Bila diperlukan data dapat dikonfirmasi dengan wawancara dengan pasien/keluarga dan/atau tenaga kesehatan. Data tersebut dicatat setiap hari (kecuali hari minggu) selama bulan Agustus-September 2008. Teknik pengambilan sampel penelitian ini merupakam non random (non probability sampling) tipe consecutive sampling.

b. Tahap wawancara

Pada proses ini dilakukan wawancara terhadap dokter, perawat, dan keluarga pasien. Data hasil wawancara digunakan sebagai data penunjang untuk membantu mendeskripsikan hasil penelitian.

3. Tahap penyelesaian data

a. Pengolahan data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dengan beberapa keterangan, yaitu tabel tentang golongan obat, dosis serta cara pemakaian, tanggal pemberian obat, data laboratorium, tanda vital, serta jenis obat yang diberikan kepada pasien di RS Bethesda Yogyakarta yang menerima obat gangguan sistem saluran urinari. Data digunakan untuk identifikasi ME dan DTP yang mungkin terjadi dan juga untuk identifikasi masalah utama kejadian ME dan DTP.

b. Evaluasi data

(54)

2006), dan MIMS (Anonim, 2008) serta evaluasi masalah utama penyebab medication error. Data ini dievaluasi secara kasus per kasus.

H. Tata Cara Analisis Hasil

Data dibahas secara evaluatif dengan bantuan tabel atau gambar.

1. Persentase umur pasien dikelompokkan dalam umur 17-<65tahun (dewasa) dan >65 tahun (lansia) dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus pasien pada tiap kelompok umur dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari kemudian dikalikan 100%.

2. Persentase jenis kelamin pasien dikelompokkan menjadi 2, yaitu pasien berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok jenis kelamin dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari kemudian dikalikan 100%.

3. Persentase tingkat pendidikan pasien dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus pada tiap tingkat pendidikan dibagi jumlah keseluruhan kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari kemudian dikalikan 100%.

(55)

5. Persentase diagnosis utama dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus pada tiap diagnosis utama dibagi jumlah keseluruhan kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari kemudian dikalikan 100%. 6. Persentase jumlah obat, jenis obat, bentuk sediaan, aturan pakai obat (meliputi kekuatan obat, frekuensi, dan durasi) dari obat gangguan sistem saluran urinari yang digunakan dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus pada tiap jumlah obat, jenis obat, bentuk sediaan, aturan pakai (meliputi kekuatan obat, frekuensi, dan durasi) obat gangguan sistem saluran urinari yang digunakan pada pasien, dibagi jumlah keseluruhan pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari kemudian dikalikan 100%.

7. Persentase dampak terapi yang terjadi dihitung dengan cara menjumlahkan berapa kali dampak terapi tersebut terjadi pada kasus pasien dibagi dengan jumlah keseluruhan pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari kemudian dikalikan 100%.

8. Identifikasi DTP meliputi : butuh obat tambahan, adanya interaksi antar komponen dalam obat dalam resep yang diberikan, munculnya efek samping, dosis yang diberikan kurang, dosis yang diberikan berlebih. Masing-masing DTP yang ditemukan disajikan dalam bentuk persentase.

(56)

lembar catatan medik pasien sebagai pelengkap informasi dan disajikan dalam bentuk persentase.

I. Kesulitan Penelitian

Dalam proses pengambilan data pada penelitian mengenai evaluasi masalah utama kejadian medication error fase administrasi dan drug therapy problems pada pasien RS Bethesda Agustus-September 2008, peneliti mengalami beberapa kesulitan, antara lain kurangnya pengalaman peneliti dalam membaca catatan rekam medik pasien sehingga peneliti kesulitan dalam membaca tulisan dokter maupun perawat yang terdapat pada rekam medik. Selain itu peneliti juga terkadang mengalami kesulitan dalam mencari rekam medik yang dibutuhkan karena sedang digunakan oleh perawat atau dokter. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, peneliti mencoba bertanya kepada perawat yang pada saat itu sedang berjaga di bangsal jika ada hal yang kurang dimengerti dari catatan rekam medik, serta peneliti mencari waktu yang tepat dimana rekam medik pasien sudah tidak digunakan oleh perawat. Peneliti juga mengalami kesulitan saat mengikuti perkembangan pasien secara langsung di bangsal yang dilakukan dengan wawancara singkat dengan pasien/keluarga pasien. Hal tersebut dapat terjadi karena keadaan atau kondisi pasien yang masih lemah atau saat pasien sedang tidur. Kesulitan ini tidak sepenuhnya dapat diatasi oleh peneliti, karena adanya keterbatasan waktu saat pengambilan data (bersamaan dengan masa perkuliahan).

(57)
(58)

35

Penelitian mengenai Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Agustus-September 2008 (Kajian Terhadap Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari) ini merupakan bagian dari penelitian payung dengan judul ”Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008”. Penelitian payung ini memuat tujuh subjudul lain yang masing-masing dikerjakan oleh peneliti yang berbeda.

Gambaran mengenai kedudukan penelitian ini dalam penelitian payung dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Bagan Kedudukan Penelitian Kajian Terhadap Penggunaan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari dalam Penelitian Payung

Evaluasi Masalah Kejadian Medication Errors dan

Drug Therapy Problems pada Pasien RS. Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

(59)

Selama periode Agustus-September 2008, didapatkan jumlah kasus pasien yang ada di bangsal kelas III Rumah Sakit Bethesda yaitu sebanyak 97 kasus. Dari 97 kasus tersebut, terdapat 21 kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari. Selama periode tersebut tidak didapatkan kasus pasien rawat inap yang menggunakan obat gangguan sistem reproduksi, sehingga pada penelitian ini hanya mengevalusi masalah utama kejadian medication error fase administrasi dan drug therapy problems pada pasien RS Bethesda yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari periode Agustus-September 2008.

Pada penelitian ini dibahas mengenai profil kasus pasien di bangsal kelas III Rumah Sakit Bethesda yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari yang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan diagnosis utama, profil obat secara umum yang digunakan oleh 21 kasus pasien dan profil obat secara khusus yaitu profil obat gangguan sistem saluran urinari yang meliputi jumlah obat, jenis obat, bentuk sediaan, aturan pakai obat (meliputi kekuatan obat, frekuensi, dan durasi) serta masalah-masalah penyebab utama terjadinya medication error fase administrasi dan drug therapy problems yang muncul pada penggunaan obat gangguan sistem saluran urinari pada pasien RS Bethesda Agustus-September 2008.

A. Profil Kasus Pasien di Bangsal Kelas III RS Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

(60)

meliputi persentase kasus pasien berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan diagnosis utama.

1. Persentase kasus berdasarkan kelompok umur

Umur kasus pasien yang dirawat di bangsal kelas III RS Bethesda dan yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok umur dewasa (17-<65 tahun) dan lansia (>65 tahun).

Berdasarkan data pada gambar 3, dapat diketahui bahwa jumlah kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari di bangsal kelas III RS Bethesda lebih banyak pada pasien yang berumur 17-<65 tahun yakni sebesar 81%, sedangkan pada data dapat diketahui bahwa persentase kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari berumur >65 tahun adalah sebesar 19%.

Gambar 3. Distribusi Kelompok Umur Pasien di Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

(61)

2. Persentase kasus berdasarkan jenis kelamin

Masing-masing kasus pasien di bangsal kelas III RS Bethesda yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari dikelompokkan berdasarkan jenis kelaminnya, yaitu kelompok laki-laki dan kelompok perempuan. Kasus pasien yang dirawat di bangsal kelas III RS Bethesda dan yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari paling banyak berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 81%, sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebesar 19%.

Gambar 4. Pengelompokkan Jenis Kelamin Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem

Saluran Urinari

(62)

3. Persentase kasus berdasarkan tingkat pendidikan

Masing-masing kasus pasien di bangsal kelas III RS Bethesda Yogyakarta yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan, yaitu kelompok tingkat pendidikan belum/tidak tamat SD, SD, SLTP, SLTA, Akademik, dan kelompok tanpa adanya keterangan tingkat pendidikan pasien.

Gambar 5. Pengelompokkan Tingkat Pendidikan Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menggunakan Obat Gangguan

Sistem Saluran Urinari

Berdasarkan data pada gambar 5, dapat diketahui bahwa jumlah kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari di bangsal kelas III RS Bethesda lebih banyak pada tingkat pendidikan SLTA yaitu sebesar 38,1%.

(63)

4. Persentase kasus berdasarkan pekerjaan

Masing-masing kasus pasien di bangsal kelas III RS Bethesda Yogyakarta yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari dikelompokkan berdasarkan jenis pekerjaan, yaitu kelompok dengan jenis pekerjaan sebagai buruh, petani, pegawai swasta, dan tanpa adanya keterangan jenis pekerjaan pasien.

Gambar 6. Pengelompokkan Jenis Pekerjaan Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem

Saluran Urinari

Berdasarkan data pada gambar 6, dapat diketahui bahwa jenis pekerjaan pada kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari di bangsal kelas III RS Bethesda lebih banyak pada jenis pekerjaan sebagai pegawai swasta yaitu sebesar 38,1%.

(64)

5. Persentase kasus berdasarkan diagnosis utama

Kasus pasien di bangsal kelas III RS Bethesda yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu kasus dengan satu diagnosis utama, kasus dengan dua diagnosis utama, dan kasus dengan tiga diagnosis utama.

Diagnosis terbanyak dalam penelitian ini adalah batu ureter yaitu sebanyak 7 kasus atau sebesar 33,3%. Kasus lain memiliki diagnosis lebih dari satu diagnosis. Macam-macam diagnosis dapat dilihat dalam tabel VI.

Tabel VI. Pengelompokkan Diagnosis Utama Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

No. Diagnosis Utama Jumlah

Kasus

Kolik renal sinistra, Obstruksi uretra

sinistra 1 4,8

9

Batu ureter pyleum sinistra, Calexis

medial sinistra 1 4,8

10

Renal kolik dengan hidronefrosis, batu

ureter pyleum 1 4,8

11 Suspect CRF, obstruksi uropathy 1 4,8

12 Retensi urin, relaps hemolisis 1 4,8

13

Congestive Heart Failure (CHF), Cor

Pulmo Chronis (CPC) dekompensata 1 4,8

14 Appendiks akut, ISK/BSK 1 4,8

Dengan Tiga Diagnosis

15 Diabetes melitus, CRF, Glaukoma 1 4,8

16

Batu ureter sinistra, meteorism,

hidronefrosis 1 4,8

17

Abdominal pain, peritonitis umum,

appendiks akut perforata 1 4,8

18 Observasi dyspnea, palpitasi, CRF 1 4,8

Gambar

Tabel I. Sebab-sebab Utama Gagal Ginjal Kronik  (Tierney., et al, 2002)
Tabel III . Taksonomi & Kategorisasi Medication error versi  the National
Tabel V. Tingkat Signifikansi Interaksi Obat (Tatro, 2006)
Gambar 2. Bagan Kedudukan Penelitian Kajian Terhadap Penggunaan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari dalam Penelitian Payung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data hasil uji kepekaan bakteri terhadap berbagai jenis antibiotika dari seluruh pasien yang dirawat di ruang perawatan ICU RSUP Fatmawati, diperoleh profil

“ Perbandingan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Antara yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan

Animasi kemudian membentuk suatu bidang baru dalam ilmu komputer yaitu grafika komputer yang dapat digunakan untuk menggambarkan cara kerja suatu alat dan menampilkan

[r]

Dalam kenyataan hukum disatu sisi pengertian sifat melawan hukum pada Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Kasus notification yang terjadi untuk produk udang dan ikan Indonesia di Uni Eropa dapat menjadi jawaban untuk melihat bahwa kebijakan yang diterapkan khususnya nontarif terkait

002 Jumlah Pelaksanaan Bimbingan Teknis Administrasi Peradilan Agama 003 Jumlah Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi Peradilan Agama 004 Jumlah Pelaksanaan Pengawasan Pelayanan

(3) Rancangan Anggaran Perusahaan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku sepenuhnya setelah mendapat pertimbangan dari Badan Pengawas mengemukakan keberatan