Definisi dan Konsep Privatisasi
Privatisasi biasanya merujuk pada pengalihan pemilikan dan kendali dari publik ke sektor swasta khususnya penjualan aset. Ini mencakup pengalihan sebagianatau seluruhnya (Hemming dan Mansoor, 1988
). Privatisasi tidak selalu melibatkan penjualan. Konsepnya telah diperluas mencakup perubahan struktural yang lebih luas
seperti ‘ leasing
’ dan kontrak manajemen, waralaba sektor publik, kontrak umum sektor publik (
IBRD, 1988
). Dikatakan juga bahwa privatisasi sebagai prosesmemperkenalkan disiplin kekuatan pasar ( Ramandham, 1989
). Konsep ‘marketisasi’
mendorong penghilangan monopoli atau pengurangan langsung dan tidak langsunghambatan keluar-masuk pasar (
PBB, 1989
). Sementara Ramamurti (1992),menambahkan bahwa pengertian luas privatisasi adalah mencakup satu atau lebihkombinasi dari pengalihan peranan pemerintah pada swasta dalam hal pemilikan, pembiayaan, pelaksanaan produksi, manajemen dan lingkungan bisinis.Menurut Savas (1987), sebagai proses, privatisasi berarti mengurangi peran pemerintah, dan meningkatkan peran sektor swasta, dalam kegiatan atau pemilikan
aset. Namun konsep sektor publik dan swasta tidak ‘mutually exclusive’ atau statis.
Pertama, beberapa aspek pemerintahan bertumbuh sementara lainnya tidak berubah, bahkan berkurang. Misalnya privatisasi penjara mengakibatkan perlunya dibuatregulasi baru untuk memastikan dihormatinya hak narapidana. Kedua, pertumbuhan produktifitas sektor swasta bergantung signifikan pada investasi sektor publik seperti jalan, pelabuhan. Ketiga, sektor swasta terbagi dalam banyak dimensi. Sektor swastatermasuk sektor informal dan sektor swasta nirlaba, asosiasi profesi, dan sektor ekonomi rumah tangga (
Gayle, 1990
).Sementara Kolderie (1990) mengajukan beberapa isu mengenai konsep privatisasi. Dimulai dengan pemahaman bahwa pemerintah melakukan dua kegiatanyang berbeda, yaitu penyediaan (provide) pelayanan dan produksi (produce) pelayanan.Menurut Pirie (1988), privatisasi bukan sebuah formula tetapi sebuah pendekatan. Pelaksanaannya sangat beragam. Pendekatan kasus-per-kasus adalah esensi dari privatisasi. Fleksibilitas dari privatisasi sebagai sebuah
pendekatanmemungkinkannya digunakan pada beragam situasi di berbagai sistem ekonomi 4
.Cara pandang lain adalah bahwa privatisasi memungkinkan BUMN dan pihak
swasta mempunyai kesempatan dan perilaku yang sama. Lebih jelasnya Mar’ie (1996)
menyatakan bahwa privatisasi tidak sekedar menjual aset BUMN pada swasta.Pengertian lainnya adalah (i) memberikan kesempatan swasta menjadi pemain utamadalam bidang bisnis; (ii) menjadikan BUMN bertingkahlaku sebagai suatu
‘entrepreneur’; (iii) BUMN bisa bertingkahlaku sebagai swasta.
Operate Transfer (BOT), Build Operate Lease (BOL); (ii)Privatisasi produksi atas suatu jasa yang dibiayai oleh sektor publik. Contohnya
‘
contracting out’. (iii)
Denasionalisasi yaitu menjual sebagian atau seluruh aset perusahaan. Contohnya go public, direct placement;
(iv)
Liberalisasi yaitumenghilangkan monopoli dan berbagai lisensi yang menghambat masuknya swasta; (v)Korporatisasi yaitu privatisasi manajemen yang berupa pengalihan manajemen
pada pihak swasta berdasar perjanjian kerjasama.Ramamurti (1992) membuat rangkuman dengan makna yang lebih luas bahwa privatisasi umumnya mencakup tiga hal yaitu (i) Divestasi
pemilikan pemerintah baik sebagian atau keseluruhan pada swasta. Hal ini mencakup perubahan kontrol darinegara pada swasta; (ii) Deregulasi ekonomi, yang mencakup pelonggaran
ketentuanBUMN khususnya pada BUMN monopoli; (iii) Liberalisasi, yaitu mencegah kekuatantertentu dalam ekonomi yang dapat menghambat kompetisi.Definisi dan pengertian privatisasi akan sangat beragam tetapi secara umum
tetap dapat dirangkum sebagai berikut (i) Perubahan bentuk usaha dari “perusahaannegara” menjadi perusahaan
berbentuk perseroan terbatas; (ii) Pelepasan sebagian(besar/kecil) atau seluruh saham dari suatu perusahaan yang dimiliki negara kepada
swasta, baik melalui ‘ private placement ’ maupun
’public offering ’; (iii) Pelepasan hak