1
BAB I
PENDAHULUAN 1.1Latar belakang
China merupakan salah
satu negara yang telah
melakukan modernisasi angkatan bersenjata sejak tahun 1990-an. Hal ini dilakukan, karena China telah menyaksikan kecanggihan dari sistematika persenjataan yang dipakai oleh Amerika pada saat perang Teluk pertama tahun 1991. Selain itu peningkatan militer yang dilakukan oleh China juga didasari atas kegagalan negeri tirai bambu tersebut dalam mencegah intervensi Amerika selama 1995-1996 di Selat Taiwan. Maka dari itu pemimpin China memutuskan untuk memulai program modernisasi militer (Felix,2011 : 22).
Signifikansi peningkatan tersebut dimulai sejak tahun 2000, dimana angka anggaran resmi adalah sekitar 14,6 miliar, atau 121 miliar yuan. China meningkatkan pengeluaran pertahanan pada tahun tersebut sebesar 17,7 %. Kemudian Pada awal tahun 2001, China
mengumumkan anggaran
pertahanan lebih dari $
17.000.000.000. Pada tahun 2001 anggaran tersebut lebih tinggi dari anggaran pertahanan negara tetangga di sekitar China yaitu India, Taiwan, dan Korea Selatan. Beijing menjelaskan kenaikan ini sebagai respon terhadap perubahan drastis dalam situasi militer di seluruh dunia. Lalu pada tahun 2002 menambah 17,6% atau $ 3 miliar, sehingga total yang dilaporkan publik untuk $ 2.000.0000.000 (globalsecurity.org,2013)
Pada tahun pada tahun 2003 China kembali meningkat anggarannya menjadi $ 22 miliar (sekitar 185.300.000.000 RMB- mata uang Yuan (dikenal dengan nama Renminbi (RMB)). Kemudian Anggaran pertahanan China terus tumbuh pada tahun 2004. Menteri Keuangan China Jin Renqing mengusulkan kenaikan sebesar 11,6 % [$
2.600.000.000] dalam pengeluaran militer. Total
pendapatan pemerintah untuk anggaran pusat di perkiraan sekitar $ 157.000.000.000, naik 7 % dari tahun 2003 (globalsecurity.org,2013).
2
tahun 2008 (globalsecurity.org,2013).
Di tahun 2009, bagian legeslatif China (Li Zhaoxing)
mengatakan bahwa China
meningkatkan anggaran pertahanannya sebesar 480.6
miliar RMB (mata uang Yuan dikenal dengan nama Renminbi-RMB) atau setara dengan US$ 70.3 miliar. Dalam buku putih pertahanan China disebutkan bahwa total anggaran China yang dilaporkan pada tahun 2008 sebesar 417.769 miliar RMB atau setara dengan US$ 61.185 miliar (globalsecurity.org,2013).
Peningkatan militer china tidak hanya menggantikan peralatan yang sudah usang, tetapi juga merubah konsep perang yang lebih profesional. Tetapi sebagian besar kemampuan peningkatan militer yang baru, telah diarahkan oleh China pada pemenuhan tantangan kontingensi kendali di Laut China Selatan, di mana manuver terjauh terkait klaim maritim yang diperpanjang hingga 1.500 km sampai ke sebelah selatan dari Pulau Hainan (Felix, 2011 : 23).
Dengan kemampuan militer yang ada, China mendirikan garnisun militer di wilayah Laut China Selatan. Wilayah atau kawasan di Laut China Selatan, sebagian besar tidak memiliki penduduk asli, dan keanekaragamannya masih banyak yang alami terutama terlihat ketika di air pasang. Wilayah Laut China Selatan ini dikelompokkan menjadi dua kepulauan besar yaitu
Macclesfield Bank dan
Scarborough Shoa. Laut China
Selatan sendiri merupakan lautan besar yang menghubungkan antara kepulauan di wilayah Asia Tenggara dengan Wilayah di bagian utaranya (Tonnesson, 2001 : 38).
Banyak yang memakai Laut China Selatan sebagai saluran utama perdagangan maupun pelayaran baik di wilayah Asia dan global. Di satu sisi kawasan Laut China selatan juga dibatasi oleh teritori perbatasan laut dari negara-negara di Asia tenggara seperti, Filiphina, Vietnam, Malaysia dan Brunie Darussalam,dan Taiwan (McHale, 2012 : 22). Jika dikaji lebih mendalam kawasan Laut China selatan itu terdapat sumberdaya alam yang sangat melimpah salah satunya adalah minyak yang mana pada tahun 1960-an ditemukan cadangan minyak bumi yang membuat Kawasan laut China selatan ini menjadi sangat penting. Selain itu Laut China selatan merupakan Jalur perdangan yang sering dilewati oleh banyaknya kapal tanker laut yang mengangkut minyak (McHale, 2012 : 23)
Dengan adanya keanekaragaman ini, maka China
mendirikan garnisun militer tepatnya di kepulauan Paracels yaitu di Kota Sansha. Keputusan itu dikeluarkan oleh Partai Komunis China, yang merupakan kekuatan politik tunggal di Tiongkok. Selain itu Pembentukan garnisun atau kelompok pasukan yang ditempatkan di Kota Sansha Kepulauan paracels itu telah disepakati oleh Komisi Militer Pusat dari Negara China.
3
Kementerian Pertahanan China, bahwa garnisun yang ditempatkan di kepulauan
Paracels merupakan bentuk
tanggung jawab dalam hal mobilisasi pertahanan nasional di wilayah Sansha dan aktivitas pasukan cadangan (Rik, 2012)
Pada dasarnya Sansha tidak memiliki banyak penduduk namun wilayah administratif Sansha meliputi kawasan perairan luas di Laut China Selatan yang diklaim China. Selain pembentukan garnisun, China juga membangun infrastruktur di kota Sansha, seperti menara suara, stasiun radio, gudang pasokan bahan pangan, dan pelabuhan kecil (Rik, 2012). Pendirian Sansha City ini dilakukan pada Juni 2012 lalu setelah mendapat persetujuan Dewan Negara China (Khairisa, 2012). Sansha City didirikan untuk mengelola administrasi lebih dari 200 pulau-pulau kecil, bukit-bukit pasir dan pulau-pulau karang di Xisha, Zongsha dan Nansha dan sekitar 2 juta kilometer persegi perairan di sekitarnya (Abdullah, 2012). Pada Minggu 22 Juli tahun 2012 media China sempat melaporkan adanya pendirian garnisun militer di kota tersebut. Sansha City sendiri diketahui berdiri di Kepulauan Paracel yang
posisinya masih menjadi
sengketa kedua negara (Khairisa, 2012)
Di dalam buku putih pertahanan China tahun 2006 di jelaskan bahwa garnisun dan divisi militer merupakan markas administratif yang didirikan di pusat kota dan bertanggung jawab atas pekerjaan militer yang
berkaitan dengan militer pemerintahan, seperti tugas militer seperti kewajiban dinas dan tugas memobilisasi pertahanan nasional Garrisons and military sub-districts, ada di bawah naungan distrik militer Shengjungu. Dengan adanya division level unit maka secara langsung distrik tersebut dikepalai oleh Army senior colonel yang dibantu oleh staff officer. Lokasi penempatan garrison dan military sub-distrik dikomandoi oleh Unit dari pertahanan wilayah PLA (People Liberation Army) yang juga bertanggung jawab atas keamanan masyarakat (Dennis, 2012).
Tanggapan perihal didirikannya ganisun oleh China
di wilayah Laut China Selatan juga diberikan oleh Vietnam. Negara Vietnam memprotes rencana China untuk membangun sebuah garnisun militer di sebuah pulau di Laut China Selatan, yang masih menjadi sengketa kedua negara. Vietnam menilai langkah China itu merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional dan kedaulatan negara-negara di Asia Tenggara (Khairisa,2012).
4
mengkritik penetapan 45 anggota Kongres kota tersebut. Menurut Luong Thanh Nghi penunjukkan itu tidak sah (Khairisa, 2012). Dari pihak Filipina juga memberikan tanggapan langsung melalui presidennya terkait penempatan garnisun yang dilakukan oleh China di Sansha City, terutama Presiden Benigno Aquino membuat pernyataan dalam pidato kepresidenan tahunan, sebagai reaksi atas rencana pagelaran militer Tiongkok ke kota Sansha di antara pulau-pulau yang disengketakan di Laut China Selatan. Beliau berkata dalam pidatonya bahwa Filipina tidak akan mundur dalam pertikaian wilayah menyangkut Kepulauan itu (voa.com, 2012).
Tiongkok memberi nama pulau-pulau itu dengan nama China seperti Xisha, Zhongsha dan Nansha, sedangkan Filipina menyebut kawasan yang diklaim oleh China itu merupakan bagian dari Bajo de Masinloc atau Scarborough Shoal. Juru bicara departemen Luar Negeri Filipina, Raul Hernandez, mengatakan, Manila hanya ingin memastikan bahwa kapal-kapal itu tidak melanggar zona ekonomi eksklusif Filipina dan bahwa mereka menghormati hak-hak kedaulatan Filipina atas sumberdaya alam dalam zona tersebut (voa.com, 2012)
Maka dari itu urgensi dari penulisan ini yaitu ingin mengetahui kapasitas atau kekuatan militer China sebagai salah satu obyek yang menarik untuk di kaji dalam hubungan internasional terutama dilihat dari
kasus Laut China Selatan
terutama pada penempatan militer China di luar teritorinya yaitu di Pulau sansha. Maka dalam tulisan ini akan berusaha menganalisa mengenai “Proyeksi
Kekuatan Militer China Di Laut China Selatan : Studi Kasus Penempatan Militer China Di Kota Sansha Kepulauan Paracels Tahun 2012. Sebagai
tulisan guna memenuhi tugas akhir penulis dalam menempuh gelar sarjana ilmu politik, jurusan Hubungan Internasional.
1.2. Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimana proyeksi kekuatan militer China di wilayah Laut China Selatan?
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1. Untuk mengetahui
kekuatan militer China dan
motif peningkatan
anggaran pertahanan negara China melalui kekuatan militer yang diproyeksikan pada wilayah laut china selatan ,
yaitu Kota Sansha
Kepulauan Paracels. 1.4Manfaat penelititian
Adapun dalam penelitian ini, peneliti berharap dapat memberikan manfaat, baik dari segi akademis dan segi praktis, diantaranya adalah:
1.4.1 Secara akademis :
1.4.1.1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk referensi kajian ilmu sosial, terutama kajian ilmu hubungan
5
1.4.1.2. Hasil Penelitian ini memberikan sumbangan pengetahuan
yang lebih lengkap dan terstruktur
mengenai pokok permasalahan yang diteliti 1.4.1.3. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian
selanjutnya, terutama memberikan
wawasan dan
preposisi bagi para peneliti dan para akademisi Hubungan
Internasional khusunya mengenai
kekuatan militer dari negara China di kawasan Laut China Selatan 1.4.2. Secara Praktisi :
1.4.2.1. Sebagai pemberi pemahaman
bahwa peningkatan kekuatan militer yang dilakukan merupakan
bentuk dari modernisasi
kemiliteran yang dimiliki oleh suatu Negara.
1.4.2.2 Penelitian ini juga berusaha melihat dari peningkatan kekuatan militer yang merupakan perpanjangan
kekuasan dari suatu Negara, dan juga sebagai suau upaya
peningkatan
power suatu
Negara agar dapat memberikan
pengaruh yang lebih mendalam pada Negara ataupun wilayah lain.
1.4.2.3 Dapat mengetahui China sebagai suatu Negara yang ingin menunjukkan
kemampuannya
dalam bidang militer. Kemudian yang terakhir penelitian ingin memberikan
pemaparan
6
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Studi terdahulu
Penulis disini berusaha menjawab pertanyaan dari rumusan masalah dengan merujuk pada penelitian terdahulu dan berdasarkan tulisan yang telah ada sebelumnya dengan tema yang juga membahas mengenai proyeksi kekuatan militer. Dengan adanya beberapa referensi tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk melengkapi tulisan yang telah ada sebelumnya. Kemudian, rujukan yang berasal dari studi terdahulu diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi penelitian kedepannya.
Maka dari itu studi terdahulu yang digunakan penulis merujukr pada jurnal Walter C. Ladwig dengan judul India and Military Power Projection-Will the Land of
Gandhi Become a ConventionalGreat Power? Di dalam
Jurnal ini di jelaskan bahwa dalam lima tahun terakhir, ketiga cabang angkatan bersenjata yang dimiliki oleh India telah diartikulasikan kebutuhan utamanya untuk dapat beroperasi di luar perbatasan India. Pada tahun 2007 Strategi maritim angkatan laut mengatakan secara berulang kali tentang perlunya melakukan power projection sebagai sarana penunjang tujuan kebijakan luar negeri dan mencapai tujuan nasional. Secara khusus, Angkatan Laut India tertarik untuk meningkatkan kemampuannya secara tegas agar bisa mempengaruhi operasi militer yang ada di darat (Ladwig, 2010: 1-2) .
Doktrin perang direvisi Angkatan Udara India
membayangkan adanya transformasi menjadi kekuatan kedirgantaraan yang mampu melakukan operasi spektrum penuh dan memperluas jangkauan strategis dari Teluk Persia ke Selat Malaka. Ide untuk memproyeksikan budaya India, agama, seni, dan moralitas politik
luar negeri yang dimemiliki
pemerintah India, dan beberapa pejabat tinggi negara sejauh untuk menunjukkan bahwa India akan berusaha untuk menjadi superpower-soft power. Beberapa studi akademis terbaru melihat proyeksi kekuatan India cenderung untuk fokus pada aspek-aspek non-militer sebagai upaya India untuk mempengaruhi negara tetangga (Ladwig, 2010: 3).
Artikel ini berpendapat bahwa, dalam jangka menengah keterbatasan kemauan politik dan kapasitas militer akan mencegah India dari pencapaian beberapa tujuan power projection yang lebih ambisius dibahas oleh para analis pertahanan dan anggota komunitas strategis. Selain itu juga di dalam jurnal ini menunjukkan bahwa gagasan bahwa India telah menolak dan akan terus menolak proyeksi kekuatan militer tidak dapat dipertahankan. Di dalam jurnal ini juga dijelaskan mengenai pemahaman yang salah dari kedua konsep power projection militer dan alat militer untuk diproyeksi pada kemampuan hard power dan soft power, serta perubahan kebutuhan geopolitik India dalam lingkungan internasional (Ladwig, 2010: 5).
7
India dalam beberapa tahun kedepan. Di dalam jurnal ini pembahasannya dibagi menjadi tiga bagian. Pada bagian yang pertama konsep military power projection di jelaskan melalui Sembilan tipe dari Power Projection yang dapat dijabarkan dan diidentifikasikan dalam fenomena kemampuan yang dimiliki oleh India. Kemudian bagian kedua penggunaan masa lalu India dari proyeksi kekuatan yang dimiliki negara tersebut dengan kebutuhan masa depan secara singkat dibahas dalam prioritas strategis kontemporer. Kemudian bagian ketiga yaitu Bagian terakhir membahas kegunaan masing-masing dari tiga komponen kekuatan militer konvensional (laut, udara, dan tanah) untuk memenuhi sembilan misi dan mengkaji potensi kemampuan proyeksi kekuatan India di tiga wilayah tersebut (Ladwig,2010: 6).
Jurnal tersebut menjelaskan bahwa dalam melihat power projection negara India lebih cocok memakai Sembilan tipe proyeksi kekuatan. Ketika suatu negara melakukan power projection maka akan dilihat seberapa besar kemampuan yang dimiliki oleh india dalam merespon problematika yang ada di lingkungan sekitar wilayahnya. Kekurangan jurnal tersebut ada pada telaah mendalam mengenai kekuatan militer India yang masih diprediksi akan menjadi proyeksi kemiliteran di masa depan. Selain itu juga dalam jurnal tersebut tidak disebutkan seberapa signifikan peningkatan anggaran militer yang dimiliki oleh India. Karea pada jurnal tersebut hanya terdapat elemen militer apa saja yang sudah ditingkatkan oleh India. Jika melihat realitnya tanpa disebutkan anggaran militer yang jelas, maka akan
semakin utopis atau sebatas angan-angan saja dalam memprediksi proyeksi kemiliteran yang dilakukan oleh India. Terlebih lagi, tidak disebutkan daerah atau area mana serta kawasan mana yang akan dilakukan proyeksi kekuatan militer.
Jurnal yang dibahas oleh Ludwig memiliki kesamaan dalam pembahasan yang dipakai oleh penulis, terutama dalam sisi proyeksi kekuatan militer. Namun sangat berbeda dari segi aktor dan variable serta pembahasan yang dipakai oleh penulis. Pembahasan yang dipakai oleh penulis memakai hanya dua variable saja dalam menjelaskan proyeksi kekuatan militer. Selain itu juga penulis memakai China sebagai aktor dalam melakukan Proyeksi kekuatan militer. Namun disini penulis menyebutkan area, atau daerah serta kawasan mana yang akan dilakukan proyeksi kekuatan militer, yaitu kawasan Laut China Selatan, Kepulauan Paracels.
2.2 Definisi konseptual 2.2.1. Geografi
Geografi merupakan kombinasi dari unsur tanah, laut, sungai, gunung, serta manusia. Dalam hal ini
Grygiel berusaha memberikan suatu konsep
8
level kebijakan luar negeri,
geografi merupakan representatif dari realita geopolitik yang merespon atau menanggapi perumusan kebijakan dalam konteks geostrategi sebuah negara (Grygiel, 2006 : 1)
Kebangkitan atau hadirnya geografi sebagai bagian dari hubungan internasional, memiliki 2 elemen penting : yang pertama adanya kepentingan baru yang diinginkan dalam geografi yaitu di bidang ekonomi internasional dan ilmu politik, kemudian yang kedua selalu ada kepentingan geografi yang kuat dalam menganalisis kebijakan luar negeri, terutama dalam
momen-momen besar
pergolakan geopolitik. Grygiel juga menambahkan aspek Foreign policy, dimana hal ini berkaitan dengan pemetaan kapasitas nasional suatu entitas negara yang memiliki hubungan erat dengan proyeksi kekuatan suatu negara dalam memberikan pilihan mengenai area atau tempat
yang akan dipilih sebagai fokus dan tujuan utama (Grygiel, 2006 : 2).
“In the area of international relations, according to this tradition of
geopolitical thought, geography determines the
distribution of power and productivity by giving a natural advantage to some regions over others” (Grygiel, 2006: 5).
Dari tulisan Grygiel diatas dapat difahami bahwa dalam ilmu hubungan internasional, menurut tradisi ini pemikiran geopolitik dan geografi sangat menentukan distribusi kekuatan (power
distribution) dan produktivitas dalam memberikan keuntungan yang alami ke beberapa daerah atau area lain. Dengan begitu baik geografi maupun
geopolitik merupakan pendekatan yang dapat digunakan dalam menentukan distribusi power guna memberikan keutungan bagi sebuah negara.
“Scope of geography to the realm of foreign policy. Thus, geography was no longer adduced as an The Premature Death of Geography explanation for almost every realm of human activity its role was limited to
foreign policy. The
geographic features of a state influence its relations with the neighboring powers by making it more or less defensible and more or less apt to expand” (Grygiel, 2006: 9-10)
Kemudian Grygiel juga
9
geografi adalah bagaimana
negara mempengaruhi
hubungan dengan negara lain di luar wilayahnya melalui power yang dimiliki negara tersebut baik secara defence atau dengan cara mengekspansi. Dengan adanya penjelasan tersebut maka terlihat jelas bahwa gambaran kenyataan dari kebijakan luar negeri, dapat dilihat melalui seberapa kuat sebuah negara melihat elemen geografi sebagai kegiatan manusia atau aktor yang dapat memberikan pengaruh pada negara lain, melalui power yang dimiliki baik secara mempertahankan wilayah terluarnya ataupun dengan cara melakukan ekspansi di luar wilayah negara tersebut
“The early Classical Realists, geography was a form of power alongside natural resources, industrial
capabilities, national character, and other intangible qualities. Therefore, although it is ‘‘the
most stable factor upon which the power of a nation depends” (Grygiel,2006: 10)
Grygiel sendiri
terilhami dari realism klasik
yang memandang bahwa
geografi merupakan bentuk dari perpanjangan power terhadap sumber daya natural
(alam), kemampuan memenuhi kebutuhan energi,
kharateristik nasional sebuah negara dan kualitas yang tidak berwujud (intangible) yang dimiliki oleh negara.
Dengan adanya faktor geografi ini maka dapat dilihat kebutuhan atau kepentingan yang diinginkan oleh sebuah negara dalam memenuhi infrastruktur didalam negerinya. Oleh karena itu, faktor inilah yang paling stabil dalam melihat kekuatan (power) suatu
bangsa dalam melihat
beberapa kemungkinan geografis lain yang ada di luar wilayah suatu bangsa atau negara.
Morgenthau dan Spykman dalam Grygiel
membedakan karateristik geografi menjadi 3 bagian, yaitu size, border, and location. Pada dasarnya tiga elemen ini saling berhubungan erat satu dengan yang lainnya. Jika melihat penjelasan dari Morgenthau “the larger the territory, the more difficulties to conquer it”, dengan kepemilikan wilayah yang luas, maka aktor atau negara akan sulit ditaklukan. Karena dengan kepemilikan wilayah yang luas secara langsung dapat menaklukkan wilayah disekitar area sebuah negara,
dengan begitu akan mendapatkan pasokan atau asupan kekuatan secara lebih dan membuat lawan sulit untuk menaklukkan negara tersebut (Grygiel, 2006: 10) .
10
geografi, harus dilihat juga kemampuan sebuah negara dalam mempengaruhi negara lain melalui arahan kebijakan luar negeri. Karena dengan kemampuan lintas batas geografis maka akan semakin mudah juga dalam melakukan invasi. Namun sebaliknya, jika perbatasan (border) saja sulit untuk dilalui dan dilewati, maka sebuah negara akan sulit dalam memproyeksikan kekuatan (power) dalam memperluas
cakupan wilayahnya (Grygiel, 2006: 10).
Kemudian Spykman
dalam Grygiel juga
menjelaskan bahwa “The location of a state . . . will play alarge part in determining the political significance of that state, the nature of its international relations, and the problems of its foreign policy.” Kalimat diatas menjelaskan bahwa lokasi atau posisi dari sebuah negara akan memainkan peranan yang cukup besar
dalam menentukan signifikansi dari kekuatan
politik negara tersebut, hal inilah yang mendasari pemikiran alami dari Hubungan Internasional dan permasalahan klasik dari kebijakan luar negeri. Karena pada dasarnya kebijakan luar negeri yang sehat atau baik tidak hanya diarahkan dengan realitas kekuasaan politik, hal itu juga harus disesuaikan dengan posisi tertentu yang menempatkan negara di dunia (Grygiel, 2006: 10).
Selain itu faktor geografis suatu negara juga memiliki keterkaitan dan hubungan yang erat dengan pusat-pusat kekuatan militer, karena hal ini merupakan tindak lanjut atau pendefinisian dari masalah keamanan. Maka dari itu negara mengejar kebijakan luar negeri atas dasar desiderata (keinginan/yang diingikan) dari geografis atau lokasi yang negara inginkan. Spykman dalam Grygiel menjelaskan “the geographic position of a state also influences its patterns of foreign policy”, kalimat ini menegaskan bahwa posisi geografi sebuah negara juga memberikan pengaruh pada pembentukan kebijakan luar negeri (Grygiel, 2006: 10).
Salah satu contoh, adalah kemampuan negara dalam merujuk kebijakan luar negeri dilihat dari kemampuan sea power yang
akan memperluas pengaruhnya atas wilayah
dengan menaklukkan tempat-tempat strategis yang
diperlukan untuk
menempatkan beberapa
pelabuhan yang berfungsi juga untuk mengisi bahan bakar kapal. Berbeda dengan sea power jika melihat dari sisi land power perluasannya cenderung perlahan, karena
harus memperhatikan konsentris wilayah di sekitar
lingkaran sebuah negara. Maka dari itu Spykman dalam Grygiel menyimpulkan
bahwa land power
11
kontrol utama di sekitar wilayah sebuah negara, namun sea power merupakan titik poin dan garis
penghubung yang mendominasi luas sebuah
perbatasan (Grygiel, 2006: 11).
2.2.2 Geostrategi
Kemudian yang kedua adalah geostrategi, yaitu
penggambaran fokus
geografis dari sebuah kebijakan luar negeri suatu negara, atau ke area mana
negara mengarahkan kekuatannya. Hal ini merupakan tujuan dari sebuah negara secara langsung dalam mengarahkan perhatiannya melalui power projection (proyeksi kekuatan). Variabel utama dari geostrategi adalah state border (perbatasan negara). Pada dasarnya geostrategi memiliki dua elemen penting dalam melihat skema dunia internasional, yang pertama Geostrategic Player negara-negara yang melakukan power projection terhadap negara lainnya. Kemudian yang kedua Geopolitical Pivot Point merupakan area strategis yang menjadi sasaran power projection dari suatu negara (Grygiel,2006: 22).
Agar lebih memahami Grygiel juga membagi tiga bentuk perbedaan ketika melihat geostrategi, geopolitik, dan geografi. Level Geostrategi, Type and
causes cenderung cepat, lalu perubahan pemerintah dapat merubah strategi geopolitik suatu negara,sebagai contoh geopolitik dari Asia mengarah ke Timur Tengah. Kemudian “Level Geopolitic Systemic, Type and causes: slow, rise and decline of empires, new transportation and production”, bahwasanya perubahan cenderung lebih lambat dan tergantung oleh struktur pemerintahan atau kekaisaran yang berkuasa, contohnya perubahan German dan Russian empire. Kemudian yang terakhir adalah “Level Geography, Type and causes: tectonic, de facto constant with the exception of catastrophic events that are rare and unpredictable”, kalimat ini menjelaskan skema geografi selalu konstan (tetap-tidak berubah)
kecuali ketika terjadi
peristiwa bencana yang
langka dan terduga
(Grygiel,2006: 23).
Selain itu Grygiel juga
menambahkan bahwa geostrategi merupakan pendekatan yang merujuk pada kajian bagaimana suatu negara mengartikulasikan kapasitas ekonomi, politik, diplomasi, militer, dan lain sebagainya dalam formulasi dan implementasi foreign policy terhadap negara lain dalam lingkup sirkumstansi internasional. Geostrategi juga seingkali dikategorikan dengan Geo(defense)strategy
12
(Grygiel,2006: 36). Grygiel melihat geostrategi sebagai
pendekatan yang mendeskripsikan konsep dari
military and diplomatic power dan asumsi dasar tentang negara yang memiliki
limited resources akan
melakukan power projection. Selain faktor geografis, terdapat pula alasan ideologis suatu negara, yaitu dengan adanya sistem pemerintahan yang otoriter, sehingga selalu bergantung pada pemimpin dalam melakukan power projection (Grygiel,2006: 37).
Grygiel memandang bahwa perlindungan terhadap perbatasan suatu negara diadakan karena terbatasnya kemampuan negara dalam memproyeksikan
kekuatannya. Grygiel merasa perlindungan itu merupakan satu hal penting dan harus diperhatikan ketika dipakai dalam strategi perlindungan. Gryigel juga menambahkan bahwa keamanan wilayah (territory security) tidak sama dengan keamanan sebuah negara (state security). Pada kenyataannya Territorial integrity merupakan satu aspek penting dalam state security. hal ini memberikan pemahaman pertahanan keamanan atau defences
security sebuah negara
terletak pada jarak terjauh
dari perbatasan negara
tersebut. (Grygiel,2006: 37)
Perlindungan rute perdagangan dan wilayah yang kaya akan sumber daya alam merupakan sumber
penting dari power and
security (kekuatan dan
keamanan) sebuah negara. Namun hal itu akan sia-sia jika dicapai dengan mengorbankan keamanan territorial. Jangkauan geografi terjauh merupakan komitmen militer paling utama yang mampu memperkuat pertahanan wilayah suatu negara. Adanya stabilitas dan keamanan perbatasan negara menurut Grygiel dipengaruhi oleh dua faktor geografi yaitu perbedaan antara keamanan perbatasan di darat dan di laut
dengan karateristik perbatasan darat, serta skema
perpolitikan sebuah negara, hal inilah yang mendasari munculnya balance of power atau perimbangan kekuatan. (Grygiel, 2006: 38)
Kemudian Grygiel juga menjelaskan bahwa state border dan power projection pada dasarnya saling mempengaruhi geostrategi suatu negara, karena jika border stable maka power projection yang dilakukan oleh sebuah negara akan lebih jauh, namun jika border
unstable maka power
13
negara tidak mampu menjaga bordernya dengan baik, maka negara tersebut tidak bisa melakukan power projection dengan baik pula (Grygiel, 2006: 38).
2.2.3 Geopolitik
Geopolitik merupakan salah satu pendekatan yang menggambarkan dunia internasional dilihat dari sudut pandang masing-masing negara “geopolitics is the world faced by each state”. Grygiel juga menilai bahwa geopolitik merupakan respon negara dalam bertindak terkait dengan apa saja yang terjadi di luar negara tersebut “It is what is ‘‘outside’’ the state, the environment within which, and in response to which, the state must act”. Menurut Grygiel, “geopolitical reality, is defined by lines of communication and by the disposition of centers of economic and natural resources”. Dari kalimat tersebut, geopolitik didefinisikan sebagai jalur
komunikasi dengan memposisikan faktor ekonomi dan alam sebagai
pusat sumber daya (Grygiel, 2006: 24).
Grygiel sediri mengidentifikasikan variable
dari geopolitik menjadi dua ”These two variables, in turn determined by the interaction of geological features and human actions, create a set of objective and geographically specific constraints to the foreign policy of states”.
Variabel geopolitik yang pertama yaitu, interaksi fitur geologi dan tindakan manusia, keduanya merupakan penggabungan
yang obyektif dalam melihat tujuan dan spesifik geografis dari kebijakan luar negeri suatu negara. Grygiel juga menyimpulkan dalam sebuah kalimat “In brief, geopolitics is an objective reality, independent of state wishes and interests, that is determined by routes and centers of resources”. Singkatnya geopolitik merupakan suatu realitas yang objektif, dan didasari oleh keinginan independen dan kepentingan negara dalam menentukan rute serta pusat-pusat sumber daya alam (Grygiel, 2006: 24).
14
power, serta pengambilan keputusan secara strategis dari sebuah wilayah ataupun geografis tertentu (Yvind, 2013).
2.2.4 Konsep Power
Projection
Dalam penelitian ini, penulis mengunakan Konsep
power projection yang
merujuk dari tindakan
geopolitik, geostrategi, dan geografi. Menurut Chair in National Security Studies, National Bureau of Asian Research Dennis C. Blair “Power projection is political influence exerted at a distance through the use or threat of military force”. Konsep ini menjelasakan bahwa Power projection merupakan pengaruh politik yang diberikan pada jangkauan dan jarak melalui penggunaan ancaman atau kekuatan militer (Blair, 2008: 393).
Pengaruh yang diberikan merupakan jangkauan yang dicapai oleh
sebuah negara dalam memproyeksikan kekuatan militernya. Blair sendiri menjelaskan, “power
projection operations according to their underlying
political purposes”. menurut Blair memikirkan proyeksi kekuatan sangat berguna sekali ketika menggunakan operasi dari power projection karena sesuai dengan tujuan-tujuan politik yang mendasari sebuah negara (Blair, 2008: 393). Dari kalimat tadi, dapat diketahui bahwasannya
implementasi dari power projection sangat berguna dalam memberikan pengaruh ataupun tujuan yang diinginkan negara terutama respon terhadap perbatasan atau negara lain.
Penjelasan mengenai power projection juga ditulis oleh Lieutenant Colonel Gary D. Langford United States
Army yang mengatakan
“prioritized resources to perform power projection functions together with designated sea and aerial ports in support of national strategy”. Dari kalimat tadi dapat diketahui bahwa power
projection lebih
memprioritaskan dan lebih mengutamakan sumber daya yang dimiliki sebagai fungsi melakukan proyeksi kekuatan secara bersama-sama melalui laut dan pelabuhan udara yang ditunjuk sebagai mendukung strategi nasional. Dengan adanya prioritas ini maka secara langsung dapat mempermudah tentara dalam memproyeksikan
kekuatannya secara bersama-sama terutama di perbatasan darat maupun laut (Langford, 2004:3).
15
that power decays over
distance, the higher its power projection capability “ (Jonathan, 2013:123)
Menurut Jonathan (pada kalimat diatas) power
projection merupakan
penyebaran kekuatan militer di luar ibukota/negara sendiri.
Kalimat sebelumnya menjelaskan bahwa hampir
semua negara memiliki beberapa kemampuan untuk melakukan power projection, namun sebagian besar negara banyak juga yang memiliki kemampuan yang sangat terbatas. Power projection
cenderung tertarik atau
terlihat pada negara-negara yang dapat memproyeksikan kekuatan militernya dalam
jumlah besar. Karena
semakin besar power atau kekuatan yang dimiliki oleh suatu negara, dan mampu memproyeksikan kekuatan serta kemampuannya pada jarak terjauh, maka semakin tinggi juga kemampuan
power projection yang
dimiliki oleh negara tersebut (Jonathan, 2013:123 ).
Jonathan sendiri menyebutkan terdapat dua variable dalam power projection, yang pertama yaitu jumlah kekuatan yang dimiliki oleh sebuah negara, kemudian yang kedua adalah sejauh mana negara dalam merespon kekuatan atau kemampuan pada jarak
terjauh atau proyeksi
terjauhnya. Pada dasarnya jarak atau frekuensi bisa dinyatakan dalam jumlah
power yang diproyeksikan oleh sebuah negara. Tanpa adanya kemampuan untuk mengangkut pasukan pada jarak terjauh, maka kekuatan besar akan terbatas pada daerah mereka sendiri (Jonathan, 2013:123)
Russet dan Oneal dalam Jonathan juga menyebukan secara empiris bahwa pertarungan sebuah sebuah negara ada pada elemen jarak (distance), karena hal tersebut merupakan elemen paling
penting. Jonathan
menjelaskan, yang
membedakan antara kekuatan regional atau regional power dan super power (negara adikuasa) adalah adanya
perbedaan kemampuan
sebuah negara dalam memproyeksikan
kekuatannya. Kemampuan memproyeksikan kekuatan, merupakan satu hal yang
penting karena memungkinkan negara untuk
menempatkan kekuatan militer pada jarak terjauh, selain itu juga jarak/ distance dapat diartikan seperti kondisi sebuah negara dalam meningkatkan
kemampuannya merupakan suatu tindakan yang (bersifat) memaksa (coerce), mencegah (deter), menyerangan atau mempertahankan
keutuhan/kedaulatan sebuah
negara. Negara dengan
kemampuan proyeksi kekuatan yang kuat dapat
16
pengamanan dalam jumlah yang besar (Jonathan,2013:123).
Kemampuan negara dalam melakukan power projection memungkinkan negara tersebut untuk meyakinkan sekutu dan mencegah musuh yang berpotensi lebih kuat untuk menyerang. Negara-negara dapat menempatkan pasukan militer ke daerah yang lebih jauh secara berani dan terang-terangan memungkinkan
musuh melakukan peningkatan
kredibilitas/kemampuan mereka atau bisa dikatakan hal tersebut merupakan sebuah ancaman bagi negara lain. Semakin jauh negara memproyeksikan kekuatan militernya secara tepat, dan mampu membedakan serta tegas/keras sesuai force yang berlaku, maka akan semakin memberikan pengaruh yang besar terhadap aktor internasional lain ataupun sistem internasional dalam melaukan sebuah tindakan. Power projection merupakan alat negara dalam melakukan pengaruhnya atas distribusi sumber daya alam di dalam sistem internasional (Jonathan, 2013:124).
Jonathan juga menjelaskan bahwa meningkatnya interaksi antar
negara, kemudian
menigkatnya komitmen
keamanan kekuasan antar negara akan membuat peperangan terjadi pada jarak yang lebih besar. Maka dari itu sebagai sebuah negara,
harus mampu
memproyeksikan
kekuatannya jauh dari asal/rumah/perbatasan
mereka, dengan begitu interaksi yang terjadi antar negara akan semakin meningkat. Meningkatnya interaksi antar negara mengartikan bahwa akan terjadi kemungkinan konflik yang lebih besar. Kemampuan negara dalam memproyeksikan kekuatan diluar batas teritorinya akan meningkatkan juga interaksi antar negara di sekitar wilayah tersebut. Hal inilah yang memungkinkan konflik antar negara terjadi. Semakin besar jarak/proyeksi kekuatan sebuah negara dari wilayah asalnya, maka akan semakin kecil pula total kemampuan yang ditanggung oleh negara tersebut (Jonathan,2013:124).
2.3 Definisi Operasional
Kapabilitas atau kemampuan dari kekuatan militer China
merupakan salah satu kajian
17
sampai ke sebelah selatan dari Pulau Hainan (Felix, 2011 : 23).
Jika dilihat dari keadaan di perairan Laut China selatan terjadi banyak sekali gesekan kepentingan perihal kepemilikan pulau kedaulatan, maupun sumberdaya alam yang ada disana. Selain itu pula Banyak yang memakai Laut China Selatan sebagai saluran utama perdagangan maupun pelayaran baik di wilayah Asia dan global. Di satu sisi kawasan Laut China selatan juga dibatasi oleh teritori perbatasan laut dari negara-negara di Asia tenggara seperti, Filiphina, Vietnam, Malaysia dan Brunie Darussalam,dan Taiwan (McHale,2012 : 22)
Kehadiran kekuatan militer
China di Laut China selatan
merupakan salah satu fenomena yang sudah terjadi sejak lama. Dari yang melancarkan klaim wilayah sepanjang perbatasan Laut China Selatan hingga perselisihan perihal jalur perdagangan. Salah satu fenomena yang terjadi adalah hadirnya kekuatan militer China di Laut China Selatan, yang masuk kedalam ranah proyeksi kekuatan militer. Salah satu proyeksi kekuatan militer yang dilakukan China adalah dengan mendirikan garnisun militer tepatnya di kepulauan Paracels yaitu di Kota Sansha. Keputusan itu dikeluarkan oleh Partai Komunis China, yang merupakan kekuatan politik tunggal di Tiongkok. Selain itu Pembentukan garnisun atau kelompok pasukan yang ditempatkan di Kota Sansha Kepulauan paracels itu telah disepakati oleh Komisi Militer Pusat dari Negara China. Menurut keterangan Kementerian Pertahanan China, bahwa Garnisun yang ditempatkan di kepulauan Paracels merupakan bentuk tanggung jawab dalam hal mobilisasi
pertahanan nasional di wilayah Sansha,Kepulauan Paracels.
Keputusan China mengenai proyeksi kekuatan militer yang dilakukan di Laut China Selatan khususnya di Sansha City merupakan hasil perencanaan yang matang.
Pemimpin China telah
mengisyaratkan adanya pertimbangan tujuan besar di balik
masuknya China di Kota Sansha,
khususnya menggunakan kemampuan militernya. Penulis di
sini ingin menjabarkan mengenai masing – masing penjelasan perihal pemetaan kapasitas nasional suatu entitas negara yaitu pemerintah China di wilayah di Laut China Selatan.
Aktifitas China dalam memproyeksikan kekuatannya di Laut China Selatan, khususnya di Kota Sansha ini merupakan salah satu jalan dalam melakukan pemetaan geopolitik negara tersebut. Grygiel juga menilai bahwa geopolitik merupakan respon negara dalam bertindak terkait dengan apa saja yang terjadi di luar negara tersebut. China menjadi salah satu negara yang merespon keadaan diluar wilayah teritorinya dengan cara memproyeksikan kekuatan militernya. Selain itu perilaku China dalam melakukan proyeksi kekuatan militer merupakan satu jalan pemetaan Geostrategi negara
tersebut. Perilaku China ini
18
negara tersebut, seperti yang dilakukan China di Laut China selatan.
Kemudian China juga mampu memetakan geografi negaranya melalui sikap negara tirai bambu itu di kawasan Laut China Selatan. Jika merujuk pada tulisan Grygiel yang menjelaskan bahwa gambaran atau fitur dari geografi adalah bagaimana negara menginfluence atau mempengaruhi hubungan negara lain di luar wilayahnya melalui power yang dimiliki negara tersebut baik secara defence atau dengan cara mengekspansi. Serupa dengan yang dilakukan China ketika melakukan proyeksi ke kawasan Laut China Selatan, bahwasannya power yang dimiliki China,di gunakan sebagai salah satu perlindungan negara tersebut melalui ekspansi di perairan yang kaya akan sumberdaya alam
Konsep yang paling terlihat jelas dalam fenomena China dalam memproyeksikan kekuatannya di wilayah Laut China Selatan adalah power projection. Karena bila merujuk pada penjelasan konsep tersebut dapat diketahui power projection merupakan penyebaran kekuatan militer di luar ibukota/negara sendiri. Dalam tulisannya Jonathan disebutkan bahwa Power projection cenderung tertarik atau terlihat pada negara-negara yang dapat memproyeksikan kekuatan militernya dalam jumlah besar. Karena semakin besar power atau kekuatan yang dimiliki oleh
suatu negara, dan mampu
memproyeksikan kekuatan serta kemampuannya pada jarak terjauh, maka semakin tinggi juga kemampuan power projection yang dimiliki oleh negara tersebut (Jonathan,2013:123 )
Dalam konsep tersebut terdapat dua varibel yang dapat dipakai yang pertama jumlah kekuatan yang dimiliki oleh sebuah negara, kemudian yang kedua adalah sejauh mana negara dalam merespon kekuatan atau kemampuan pada
jarak terjauh atau proyeksi
terjauhnya. Karena pada dasarnya jarak atau frekuensi bisa dinyatakan
dalam jumlah power yang
diproyeksikan oleh sebuah negara. Tanpa adanya kemampuan untuk mengangkut pasukan pada jarak terjauh, maka kekuatan besar akan terbatas pada daerah mereka sendiri. Maka dari itu untuk mengetahui proyeksi kekuatan militer China di Laut China Selatan, akan dianalisis berdasarkan dua variable yang miliknya Jonathan seperti yang dijelaskan dalam tabel berikut:
Table 2.1 Operasionalisasi Konsep power projection
V militer yang dimiliki oleh
19
atau kemamp uan pada
jarak terjauh
jarak terjauh n Laut China selatan,
khusus nya di Kota Sansha, kepulau
an Paracel
s. Sumber : Jonathan N. Markowitz And Christopher J. Fariss (2013) Going the Distance: The Price of Projecting Power. University of California, San Diego.
2.4 Alur Pemikiran
Power Projection
Geografi,geostrategi, Geopolitik
Kekuatan militer yang dimiliki oleh
China (power militer darat, laut
dan udara)
Deployment militer China di Perairan Laut
China selatan, khususnya di Kota Sansha, kepulauan
Paracels. jumlah power yang
dimiliki oleh sebuah negara
Respon negara dalam memproyeksikan
kekuatan atau kemampuan pada jarak
20
2.5 Peringkat Analisis (Level of
Analysis)
Dalam menelaah penelitian ini, penulis berusaha menganalisa serta menjelaskan mengenai proyeksi kekuatan miltier China yang memilih untuk ditempatkan di kepulauan Paracels yaitu di Sansha City. Dalam penelitian ini, penulis memakai peringkat analisis (level of analysis) korelasionis. Kemudian yang dimaksud dengan peringkat analisis korelasionis yaitu berupa unit eksplanasi yang berada pada level atau tingkatan yang sama dengan unit analisa (Mas`oed, 1990: 39). Di dalam penelitian ini, dapat diketahui melalui analisa proyeksi kekuatan militer China, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan yaitu berupa eksplanasi mengenai penempatan militer China di Laut China Selatan yaitu kepulauan paracels, khususnya di Sansha City.
Kemudian level of analysis (LOA) yang penulis gunakan ada pada level negara. Di dalam penelitian ini negara dilihat sebagai sebuah entitas yang mengeluarkan sikap,keputusan dan kebijakan luar negeri (foreign policy, berupa proyeksi kekuatan sebuah negara) dengan tetap mempertimbangkan faktor domestiknya, yaitu mulai dari faktor politik, kepentingan ekonomi, sosial, ideologi dan nilai-nilai yang dianut sampai dengan opini publik yang berlaku saat itu. Kemudian
perilaku individu, kelompok,organisasi, lembaga
negara akan diperhatikan sejauh perilaku aktor dalam negara berkaitan dengan tindakan internasional. Dengan kata lain, perlu mengetahui proses pembuatan keputusan pada suatu negara sebagai bagian atau unit yang utuh. Karena pada dasarnya negara berkewajiban
atas tindakan apa yang di keluarkan sebagai reaksi dari faktor domestik, yang mana tindakan luar negeri yang dikeluarkan akan mempengaruhi negara lain dan atau sistem internasional (Mas`oed, 1990: 41-42).
2.6 Argumen Utama
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Pada proposal penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif analitik. Penelitian deskriptif analitik merupakan penelitian yang menjelaskan, mejabarkan dan menerangkan, serta memaparkan segala sesuatu yang berhubungan dengan fenomena atau obyek yang akan diteliti (Rubin, 2010 : 42). Sedangkan menurut Singarimbum penelitian deskriptif analitik, merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisis dan menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis (Singarimbun, 1989). Kemudian jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis data sekunder. Data sekunder adalah data yang berasal bukan dari pihak pertama melainkan sumber kedua (Conny, 2007 : 108). Data dalam penulisan ini juga berasal dari dokumen seperti internet, jurnal, buku, majalah, Koran. Kemudian data yang diambil dalam penelitian rentang waktu sampai 2012.
3.2 Ruang Lingkup Penelitian Guna membatasi penelitian ini agar tidak terlalu luas pembahasannnya, maka perlu adanya ruang lingkup penelitian yang membatasi obyek dan waktu penelitian. Dalam penelitian ini memiliki batasan kurun waktu yang dimaksudkan agar penulis dapat lebih fokus dan dapat lebih memahami kesesuaian penelitian dengan tujuan pembahasan yang diinginkan. Maka dari itu untuk melihat pengaruh tersebut, perlu ditelaah lebih mendalam lagi namun tetap dibatasi antara tahun 2000 hingga 2012 .
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini merupakan teknik penelitian pengumpulan studi pustaka (Conny, 2007 : 108). Pengklasifikasian pengambilan data yang dilakukan menurut kepentingan dan keabsahan data dokumen sekunder bersumber dan berasal pada buku, jurnal, atau hasil penelitian dari sumber yang valid, yang berhubungan dengan topik pembahasan dalam penelitian ini (Neuman, 2004 : 221).
3.4 Teknik Analisa Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif. Teknik analisa data kualitatif seperti ini memiliki dua fase atau tahapan (Daymon dan Holloway, 2002 : 369) yang pertama mereduksi data yaitu memilih data kemudian disusun menjadi beberapa kategori setelah itu
data tersebut dirangkum dan
diadikan pola susunan yang lebih sederhana. Kemudia yang kedua adalah interpretasi yaitu dengan cara difahami kata – kata dari riset yang ditemukan dengan dimunculkannya konsep serta teori guna menjelaskan temuan yang ada di lapangan.
Dalam penelitian eksplanatif kualitatif, tehnik analisa data digunakan setelah terkumpul kemudian proses selanjutnya adalah data tersebut disederhanakan dan diperoleh ke dalam bentuk yang mudah dibaca, dipahami serta dimengerti guna mencari jawaban atas permasalahan yang telah dirumuskan (Daymon dan Holloway, 2002 : 369). Kemudian Level of
analysis dalam penelitian ini
22
3.5 Sistematika Penulisan
Penelitian ini memiliki 6 bab, dimana sistematika penulisan terdiri dari :
a. Bab I merupakan bab yang berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian.
b. Bab II merupakan bab yang dijelaskan melalui kajian teoritis, operasionalisasi konsep dan hipotesis.
c. Bab III merupakan bab yang menjelaskan jenis penelitian, ruang lingkup penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data dan sistematika penulisan.
d. BAB IV merupakan bab yang
menjelaskan mengenai
variable dari power
projection dilihat dari
proyeksi kekuatan militer yang dilalukan oleh China melalui power darat,laut, maupun udara kemudian Deployment militer China di Perairan Laut China selatan,
yaitu di Kota Sansha,
kepulauan Paracels.
e. Bab V merupakan bab
23
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bagian awal bab ini akan dijelaskan mengenai kondisi di wilayah Laut China untuk memberikan gambaran serta pandangan mengenai keadaan di perairan tersebut. Kemudian dilanjukan dengan penjelasan mengenai kekuatan militer China yang di proyeksikan di wilayah Laut China Selatan. Kemudian di bagian akhir akan dijelaskan mengenai
deployment militer China di
Kawasan Laut China sealatan Khususnya di Kota Sansha Kepulauan Paracels.
4.1 Keadaan Laut China Selatan. Laut china selatan merupakan wilayah dengan kepemilikan sejarah yang sangat kompleks. Selain itu Laut China selatan pada masa kolonial menjadi pusat komunikasi perkapalan dari eropa menuju timur jauh melalui selat malaka. Namun yang paling terlihat dari Laut China Selatan pada abad ini adalah adanya perselisihan yang terjadi di dua kepulauan di sekitar area Laut China Selatan. Ketika membahas mengenai Laut China Selatan perlu di ketahui pula pengertian dari wilaya tersebut. Seperti yang sudah tertulis di Law of the sea Convention (LOSC) yang mendefinisikan Laut China Selatan merupakan lautan dengan gugusan pulau yang memiliki jarak saling berdekatan semi-closed (Getnes, 2000: 5).
Apabila menelaah kembali mengenai bentangan ataupun luas dari Laut China selatan maka dapat diketahui bahwa Jarak dan luas dari Wilayah Laut China selatan sendiri berkisar antara 1.570 mil, yang diukur dari sebelah utara menuju selatan kemudian 520 mil jaraknya
juka diukur dari arah timur menuju barat. Laut China Selatan sendiri merupakan wilayah yang di estimasikan 10% dari area tersebut di cover oleh lautan yang terdiri atas ratusan pulau kecil, lalu batuan karang, atols, dan bentangan pasir di sepanjang area kepulauan (Getnes, 2000: 5)
Di wilayah Laut China Selatan terdapat Kepulauan yang paling besar, salah satunya yaitu kepualauan Spartly. Posisi atau letak dari Kepualauan Spartly berada di tengah-tengah area antara vietnam, Filipina, dan Malaysia. Luas wilayah dari kepualauan spartly ini diperkirakan sekitar 150.000 m2, dan jarak serta lokasi kepualauan Spartly berada diantara 230 mil jika diukur dari lepas pantai Vietnam, kemudian 900 mil dari sebelah selatan pulau Hainan. Jika diukur dari kepulauan Filipina yaitu sebelah timur pulau Palawan, jaraknya hanya berkisar antara 120 mil saja. Namun jika di ukur dari malaysia yaitu Sabah, hanya berjarak 150 mil saja. Kepulauan spartly ini di perebutkan oleh lima negara yang berada di sekitar laut china selatan yaitu China, vietnam, malaysia, flipina,dan Taiwan (Getnes, 2000: 6)
24 Sumber : globalnation . 2012. China sends
ship back to Scarborough,says Del Rosario, http://globalnation.inquirer.net/33241/china-
sends-ship-back-to-scarborough-says-del-rosario
Berdasarkan gambar diatas berikut akan dijelaskan pula perselisihan yang terjadi di wilayah Laut China Selatan. Selain kepualauan Spartly, terdapat juga Kepulauan terbesar kedua di wilayah Laut China selatan adalah Kepualauan Paracels yang memiliki luas sekitar 18.000 m2. jika di ukur dari kepualauan Hainan dan Danan milik China, jaraknya hanya berkisar 180 mil saja. Kepualauan Parasel sendiri masih terbagi ke dalam beberapa pulau diantaranya terdiri dari dua pulau besar yang bernama Amphirite dan Crescent. Pulau besar yang pertama terdiri dari 7 pulau kecil dan 8 batuan karang. kemudian di kepualauan terbesar kedua terdiri dari 6 pulau, 2 pulau kecil, 4 batuan karang dan 1 hamparan pasir. kepualauan yang ada di Grup Amphirite memiliki nama yang cukup unik, diantaranya ada yang bernama pulau Woody, Pulau Rocky, kemudian Pulau Lincoln, lalu pulau tree serta Pulau north, pulau midlle, dan Pulau south. Sedangkan 6 pulau
yang ada di Crescent grup bernama Pulau robert, tirton, Ducan, money, Drummond dan Oassu Keah (Getnes, 2000: 6).
Grup selanjutnya ada di sebelah utara dari Laut china selatan yaitu kepulauan Paratas. Kepulauan ini hanya terdiri dari satu pulau dan dua sand bank yang lokasinya berjarak 240 mil dari taiwan dan 80 mil dari garis pantai china. kepulauan terakhir yang diperselisihkan dan diperebutkan adalah kepulauan Natuna yang berjarak sekitar 300 mil dari selatan Vietnam dan 200 mil dari barat daya Malaysia-serawak. Jika ditelaah kembali terdapat sedikitnya enam negara yang berada di sekitar wilayah lautChina selatan dan sedang berkonflik dalam mengklaim,berselisih dan saling berebut kedaulatan. Dari penjelasan diatas maka diketahui bahwasannya negara-negara yang sedang berkonflik itu diantaranya China, vietnam, Taiwan, vietnam, filipina dan Malaysia serta Brunei Darussalam (Getnes, 2000: 7)
4.1.1 Adanya Kekuatan Militer Amerika Di Wilayah Asia Tenggara
25
membuat kesepakatan baru untuk membangun pangkalan militer di Australia Utara dan Singapura. Kerja sama militer ini kembali dibangun setelah dua dekade militer AS hengkang. Pembicaraan dengan Presiden Obama untuk meningkatkan strategi keamanan itu ditujukan untuk menghadapi China (tempo.com, 2012).
Negosiasi baru memasuki tahap awal, dan akan ditingkatkan ke arah kesepakatan. Langkah awal pelatihan di pangkalan militer adalah rotasi ataupun bersama-sama. Langkah ini untuk mengimbangi kekuatan militer China yang mengklaim wilayah Laut China Selatan. Wilayah sengketa itu mengandung banyak sumber daya energi. “Kami dapat menunjuk Australia, Jepang, dan Singapura untuk bekerja sama dalam menjaga perdamaian dan menstabilkan kawasan dalam menghadapi China (tempo.com, 2012).
Gambar 4.2 Pangkalan Amerika di wilayah Asia
Sumber : BBC News Asia.2011. Barack Obama says Asia-Pacific is 'top
US priority. Diakses dari
Filipina sendiri
mendukung dengan adanya pangkalan militer Amerika tersebut. Karena selain Filipina merupakan salah satu aliansi Amerika Serikat di Asia Tenggara. Adanya pangkalan militer tersebut secara tidak langsung juga menjaga keamanan Filipina di kawasan Asia Tenggara. Bagi Filipina kedekatan pangkalan tersebut diharapkan juga dapat membantu Filipina dalam menyelesaikan konflik yang terjadi dalam klaim Laut China Selatan.
Selain itu, salah satu strategi yang dilakukan Amerika Serikat di kawasan Asia tenggara adalah dengan menempatkan pangkalan militernya di negara Singapura. Penempatan militer amerika di Singapura membuat angkatan laut amerika serikat mempertahankan kekuatan militernya dengan menempatkan beberapa kapal tempur pantai (litoral combat ship). Kapal Amerika yang yang ditempatkan di Singapura digunakan sebagai operasi militer bersama, guna menghadapi bajak laut dan perdagangan illegal di kawasan Laut china selatan. selain kapal, amerika juga menempatkan beberapa pesawat patroli P-8A Poseidon atau pesawat pengintai yang juga sering melintasi langit Thailand dan Filipina (Dahono, 2012).
P-8A Poseidon ini
26
untuk melakukan perang anti-kapal selam dan mengumpulkan data intelijen. P-8A Poseidon dapat membawa torpedo, rudal, dan senjata lainnya. Selain itu juga P-8A Poseidon merupakan jenis pesawat perang, intelijen, pengawasan serta pengintaian operasi di luar daerah teritori, lautan dan pesisir. Pesawat ini
juga memiliki sistem misi
canggih yang menjamin interoperabilitas maksimum atau
memaksimalkan ruang
pertempuran di masa depan (boeing.com, 2013). Terbukti bahwa pesawat ini mampu menjangkau perairan yang sangat luas, terbukti mampu terbang hinga melewati langit Thailand dan Filiphina.
4.2 Perkembangan Ekonomi dan Anggaran Militer China
China merupakan negara dengan kemampuan militer yang mengalami perkembangan cukup signifikan, hal ini terlihat dari jumlah anggara militer China yang terus menanjak dari tahun ke tahun. Peningkatan anggaran militer ini karena kemampuan ekonomi China yang juga mengalami peningkatan dratis. Tercatat pada tahun 2010 China juga menunjukkan peningkatan ekonomi negaranya dari segi Produk domestik bruto (PDB) yang dihasilkan sebanyak 39,5 triliun yuan setara dengan 5,98 triliun dollar Amerika serikat lebih tinggi 10,1 persen dari tahun 2009. Pada tahun 2011 China menargetkan pertumbuhan ekonomi antara 7,2 triliun yuan hingga 7,5 triliun yuan. (Aldrin, 2011: 53).
Target pertumbuhan China pada tahun 2009 tercatat sebesar 7,95 triliun yuan. kenaikan ini juga diikuti
pada tahun 2010 dan 2011 yaitu sebesar 9.6 triliun yuan. Laporan ini mengindikasikan bahwa pemerintah China telah menetapkan batas kredit
sebesar 12 persen pertahun.
Perbankan China sendiri cenderung menyalurkan kredit yang telah melampaui target yang ditetapkan oleh pemerintah. Namun tetap saja laporan ini menunjukkan kemajuan yang pesat dari perekonomian china, sehingga tercatat bahwa pada tahun 2011 perekonomian china menduduki peringkat ke-2 dunia setelah Amerika serikat. Dibandingkan kekuatan ekonomi yang lainnya, China telah menandingi dan menggeser negara jepang yang sempat di urutan nomer 2 (Aldrin, 2011: 54)
Dengan adanya peningkatan ekonomi yang sangat signifikan, maka keuntungan yang didapat oleh China di alokasikan pada anggaran militer negara tersebut. Negara China sendiri hampir Tiap tahunnya terus meningkatkan anggaran militernya. Alokasi keuntungan ekonomi yang didapat oleh China diberikan pada sektor militer, sehubungan diperlukannya pemenuhan alutsista pertahanan negara, mulai dari modernisasi persenjataan, angkatan perang, serta membuat kapal induk.
27 Sumber : China Military Budget. 2013.
Diakses dari
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwasannya di tahun 2000 tercatat anggaran militer china 121.29 yuan dan angka tersebut terus meningkat setiap tahunnya hingga di tahun 2013 mencapai 720.2 yuan. Jika dilihat dari persentase anggaran yang dimiliki China terlihat berkurang namun hal itu tidak menjadi acuan, karena terlihat jelas dari anggaran militer China terus mengalami peningkatan dan penambahan secara signifikan. Dengan adanya anggaran yang cukup besar inilah, China mampu melakukan modernisasi militer dan melakukan proyeksi kekuatan militer di wilayah Laut China selatan.
Peningkatan militer china tidak hanya menggantikan peralatan yang sudah usang, tetapi juga
merubah konsep perang yang lebih profesional. Tetapi sebagian besar kemampuan peningkatan militer yang baru, telah diarahkan oleh China pada pemenuhan tantangan kontingensi kendali di Laut China Selatan, di mana manuver terjauh terkait klaim maritim yang diperpanjang hingga 1.500 km sampai ke sebelah selatan dari Pulau Hainan (Felix,2011:23)
China telah menyatakan bahwa anggaran militer negara tersebut, terus meningkat karena untuk mengatur pertumbuhan kebutuhan biaya hidup dan dan pengaturan dana pensiun dari 2,3 juta tentara PLA (People’s Liberation Army), personil sipil, tentara dan prajurit serta perwira pensiunan. Namun masyarakat internasional memandangnya sebagai langkah lain China untuk memperkuat dan memodernisasi kekuatan pertahanan. Pada tahun 2007 Anti satellite weapon milik China telah dilakukan tes dengan mencoba meluncurkan bom tipe SU-30, yang merupakan perilaku China dalam meningkatkan kapasitas armada udara (Kumar,2008).
28
dan signifikan. Perkembangan militer dan modernisasi China di wilayah Laut China Selatan merupakan satu jalan guna menentang kekuatan Amerika di wilayah tersebut. Selain itu dengan adanya proyeksi ke wilayah Laut China Selatan akan memudahkan negara tersebut dalam mencapai tujuan politiknya (Kumar,2008).
4.3 Proyeksi Kekuatan Militer Angkatan Laut China
Tugas pokok dari People's Liberation Army Navy (PLAN) banyak mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut disesuaikan dengan perkembangan lingkungan dan tuntutan strategis serta tantangan yang dihadapi. Perubahan tugas pokok PLAN telah mengalami perubahan dari perannya yang bersifat statis yaitu dari pertahanan pantai serta pesisir pantai/laut terdekat hingga ke peran pertahanan laut secara aktif. PLAN menjadi salah satu angkatan bersenjata yang memeiliki peran penting dalam mendukung sistem pertahanan nasional strategis negara China (Erwiansyah, 2011:62-66).
Selain itu juga PLAN memegang tanggung jawab berupa penjagaan keamanan wilayahlaut dan di tempatkan di garis depan perbatasan negara. Perkembangan dan perubahan yang ada di tubuh PLAN di fokuskan pada sistem informasi maritim dan pengembangan generasi baru persenjataan dan perlatan tempur lain. Hal ini karena adanya tuntutan dan kebutuhan militer di seluruh kawasan pasifik barat dan samudera Hindia, ditambah lagi di kawasan laut China selatan dalam mengantisipasi Taiwan yang memngembangkan blue- water
presence. Program modernisasi dan perkembangan PLAN terdiri dari tiga aspek,yaitu (Erwiansyah, 2011:62-66) :
a. Pertama menetapkan
penghapusan sejumlah kapal perang kombatan yang sudah usang dan tua
b. Kemudian yang kedua
adalah meningkatkan kemampuan dan kapabulitas PLAN dan
merevitalisasi alat utama persenjataan PLAN
c. Ketiga adalah
meningkatkan program pelatihan personil PLAN mulai dari tingkat bawah (tamtama) hingga tingkat perwira, yang sesuai dengan program People's Liberation Army (PLA) yang meningkatkan kemampuan personil
29
Banyak yang menganalisis
bahwasannya China sedang
mengembangkan angkatan laut sebagai poin penting dari seapower di mekanisme politik internasional. Kemudian pertanyaan yang paling mendasar tentang perkembangan angkatan laut China People'e Liberation Army Navy (PLAN) adalah sejauh mana PLAN dapat ditempatkan di luar wilayah teritorinya sebagai komponen utama strategi keamanan maritim. Sesuai dengan konsep power projection bahwa seapower sebagai poin penting dalam melakukan proyeksi kekuatan militer sebuah negara. Hal ini tercermin dalam kecepatan dan ruang lingkup program modernisasi angkatan laut yang dilakukan oleh China.Sejak pertengahan 1990-an, China telah membangun kemampuan angkatan lautnya melalui akuisisi kapal destroyer sovremenny milik Rusia dan kapal selam kilo Class yang diproduksi di dalam negeri. selain itu China juga memproduksi new ballistic missile submarine (NBMS) sebagai perkembangan dibidang angkatan laut tipe 093 (Erickson, 2009: 53).
Selain itu juga China mengembangkan kapal selam nuklir model terbaru bernama Shang-class, lalu SSN kapal selam penyerang Yuan Class dengan kemampuan nuklir terbaru tipe 041 dan kapal selam bertenaga diesel Song-class tipe 039/039G. Poin paling terpenting dari PLAN adalah deployment dan penyebaran tiga SSBN Jin Class dengan dilengkapi kemampuan proyeksi hingga 8000 km dan mampu memberikan serangan balasan dengan kemampuan nuklir yang memungkinkan PLAN meluncurkan serangan nuklir jarak terjauh. Selain
itu, berbagai laporan menunjukkan bahwa militer China melakukan pengadaan dan deployment Anti Ship Cruise Missile (ASCMs) seperti HY-2 (Silkworm) Land Attack Cruise
Missiles (LACMs) dan juga
termasuk YJ-63 (Eagle Strike), selain itu China juga menempatkan DH-10 long range LACM, yang bisa mencapai target proyeksi hingga 2000 km (Erickson, 2009: 53).
Dengan hadirnya tekhnologi militer yang baru, China juga terus mengembangkan sistem Anti Ship Ballistic Missile (ASBMS) berdasarkan varian berbasis
land-base DF-21/CSS-5 menjadi
komponen penting dari strategi China anti-access/area-denial di Pasifik Barat dan wilayah Laut China Selatan. Dengan adanya deployment tersebut maka menimbulkan tantangan serius bagi Angkatan Laut Amerika Serikat dan kemampuannya yang beroperasi di wilayah ini. Sebagian besar analis fokus pada pengadaan terbaru angkatan laut China, perkembangan angkatan laut ini Sama pentingnya sebagai upaya dalam mengembangkan kemampuan proyeksi kekuatan di Laut China selatan (Erickson, 2009: 53).
Proyeksi kekuatan militer angkatan laut China merupakan salah satu respon dalam menanggapi ancaman pembajakan tinggi di sekitar perairan China maupun diluar wilayah negara tersebut, seperti di Laut China Selatan. Respon ini juga dilakukan China pada tahun 2008 PLAN dengan mengirim dua kapal destroyers dan satu kapal pasokan membawa kru total sekitar delapan ratus lepas pantai Somalia ke Teluk Aden untuk berpartisipasi dalam
patroli anti pembajakan
30
tapi semakin ke arah blue navy posture dan perluasan ruang lingkup pertahanan strategis maritim negara China (Nan Li, 2009: 69)
China sebagai negara besar di Asia telah mengirimkan CV-16 sebagai pengujian di dalam fasilitas air PLAN di Pulau Hainan. Berikut ini adalah daftar tes pryokesi kekuatan militer angkatan laut China dalam pemakaian CV-16 (Feng, 2013):
a. Tahap awal CV-16 di tes mengenai suhu di atas permukaan air.Melalui tes tersebut dapat diketahui tingkat kekuatan suhu yang ada di dalam CV-16 dan suhu ketahanaan body kapal tersebut. Tes tersebut hanya bisa dilakukan dan diselesaikan di perairan Laut China Selatan. Tes ini hanya bisa dilakukan di perairan Laut China Selatan karena suhu di perairan itu relatif tinggi dan tidak dapat direplikasi di sekitar Qingdao, perairan di sekitar pulau Hainan (Feng, 2013). b. Kemudian tes yang kedua
adalah tes kedalaman air. Tes ini juga dilakukan di Laut China Selatan karena perairan disekitar Hainan yaitu perairan Qingdao secara umum cukup dangkal. Laut
China Selatan memiliki
bentangan dan luas perairan lebih dari 100 meter.Selain itu juga perairan ini sudah memenehui standart ASW (Anti Spyware Testing) terutama pada kapal selam. Tes ini juga termasuk menguji sistem komunikasi bawah air, dan acoustic
countermeasures dan tes
kedalaman air laut (Feng, 2013).
c. Lalu pengujian testing yang ketiga adalah command and control. Sebagai bagian dari kesatuan kapal 051C dan 054A, CV-16 harus diuji juga command and control serta sistem kontrol terkemuka formasi armada. Tes
pengujian command and
control dapat dilakukan di perairan Laut China selatan, mengingat perairan ini
digunakan sebagai konsentrasi area baru bagi
aircraft dan naval ship (termasuk penempatan kapal selam nuklir yang ditempatkan di pangkalan angkatan laut kota Sansha) (Feng, 2013).
d. Kemudian yang terakhir
adalah Testing the new
Carrier base. Testing dan pengujian ini dibangun di sekitaran Laut China Selatan, karena dengan adanya penempatan armada di perairan tersebut maka akan mendukung carrier group dan naval base China (Feng, 2013).
Gambar 4.3 CV-16 Aircraft milik PLAN China
Sumber : China Military Review. 2012. Chinese Liaoning Cv 16 Aircraft
31
Gambar diatas merupakan kapal induk militer China bernama CV-16 yang sudah dilakukan ujicoba di perairan Laut China Selatan. Dengan adanya tes pengujian dari tahapan pertama mengenai suhu, lalu pryeksi kedalaman maupun jangkauan bentangan di area perairan, lalu command and control, maka akan diketahui kapasitas dan kemampuan yang dimiliki oleh kapal Induk tersebut. Tes yang dilakukan oleh PLAN merupakan bentuk proyeksi awal angkatan laut China dalam memaksimalkan power yang dimiliki. Dengan suksesnya tes pengujian kapal induk milik China, khususnya PLAN ini, maka China dapat memaksimalkan seapower yang dimiliki oleh militer negara tersebut. Dengan adanya kemampuan
seapower akan membantu
memperluas pengaruhnya atas wilayah di sekitar negara China. Pengaruh yang dimaksud adalah dengan menaklukkan tempat-tempat strategis yang diperlukan untuk menempatkan beberapa pelabuhan yang berfungsi juga untuk mengisi bahan bakar kapal
Informasi dari kantor pemberitaan China, bahwa negara
tirai bambu itu telah
memberangkatkan Kapal Induknya yaitu CV-16 dari pangkalan militer Qingdao, sebagai bentuk deployment pertama di Laut China selatan dalam menghadapi sengketa perbatasan dan klaim kepulauan dengan Vietnam,Taiwan dan Filiphina. Xinhua News Agency mengatakan pelayaran ini bertujuan untuk menguji awak kru dan peralatan Liaoning dalam merespon jarak jauh (distance) dan juga pemahaman kondisi Laut China selatan. Semenjak masuk dari awal tahun 2012, operator kapal tersebut telah
melakukan ujia coba di lepas pantai sebelah timur dari perairan Laut China Selatan. Kapal induk Liaoning ini telah mampu meluncurkan jet tempur J-15 shark jet figther melalui landasan yang ada di kapal tersebut (Desk,2013).
Kapten Zhang Zheng mengatakan, ini adalah kali pertama sejak Aircraft carrier itu ditugaskan oleh angkatan laut China-PLAN dari awal tahun 2012. Deployment yang dilakukan China terhadap kapal ini juga sebagai tahap pertama dalam mekanisme naval battle group di perairan tersebut. Pada misi pertamanya ini CV-16 di kawal oleh 2 kapal destroyer Shenyang dan Shijizhuang dengan tipe rudal 051C dan dua tipe missile frigates dengan tipe 054A yang bernama Yantai dan Weifang. Kapal-kapal tersebut diharapkan dapat bergabung dengan kapal minyak dan dapat mendukung pengawalan kapal-kapal yang lainnya di perairan tersebut (Desk,2013). Pada gambar dibawah ini dapat diketahui lebih detail tentang Kapal Induk CV-16 yang sudah di deploy atau tempatkan di wilayah Laut China Selatan .
Gambar 4.4 Detail dari Chinese Liaoning CV-16 Aircraft Carrier
Sumber : China Military Review. 2012. Chinese Liaoning Cv 16 Aircraft Carrier