• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manusia Dalam Perspektif Filsafat Pendid (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Manusia Dalam Perspektif Filsafat Pendid (1)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Manusia Dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan

Makalah

Oleh:

Muzammil (140203076)

Dosen Pembimbing: Fitriah S.Pd.I , M.Ag

Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Siapakah manusia? Dari mana asalnya? Di mana kedudukan dan fungsi manusia? Lalu apa tujuan manusia? Beberapa pertanyaan itu tidak akan usang dipertanyakan sepanjang jaman apabila membahas topik manusia. Hal ini juga disebabkan oleh luasnya pandangan dan teori dari berbagai aliran terhadap hakikat manusia. Secara garis besar pandangan terhadap hakikat manusia dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yang satu yaitu pemikiran dari orang timur yang mengambil agama sebagai pedoman dasar dalam merumuskan teori, di lain pihak, pemikiran orang barat yang tidak terikat apapun dan lebih kolektif juga berkembang pesat.

Dalam ilmu mantiq (logika) manusia disebut sebagai Al-Insanu hayawanun nathiq (manusia adalah binatang yang berfikir). Nathiq sama dengan berkata-kata dan mengeluarkan pendapatnya berdasarkan pikirannya. Sebagai binatang yang berpikir manusia berbeda dengan hewan. Walau pada dasarnya fungsi tubuh dan fisiologis manusia tidak berbeda dengan hewan, namun hewan lebih mengandalkan fungsi-fungsi kebinatangannya, yaitu naluri, pola-pola tingkah laku yang khas, yang pada gilirannya fungsi kebinatangan juga ditentukan oleh struktur susunan syaraf bawaan. Semakin tinggi tingkat perkembangan binatang, semakin fleksibel pola-pola tindakannya dan semakin kurang lengkap penyesuaian struktural yang harus dilakukan pada saat lahirnya.1

Manusia menyadari bahwa dirinya sangat berbeda dari binatang apa pun. Tetapi memahami siapa sebenarnya manusia itu bukan persoalan yang mudah. Ini terbukti dari pembahasan manusia tentang dirinya sendiri yang telah berlangsung demikian lama. Barangkali sejak manusia diberi kemampuan berpikir secara sistematik, pertanyaan tentang siapakah dirinya itu mulai timbul. Namun informasi secara tertulis tentang hal ini baru terlacak pada masa Para pemikir kuno Romawi yang konon dimulai dari Thales (abad 6 SM).

1.2. Rumusan Masalah

(3)

1. Apa saja pandangan aliran filsafat terhadap hakikat manusia?

2. Bagaimana dampak pandangan filosofis terhadap praktis pendidikan? 3. Apa perbedaan antara Nativisme, Empirisme, dan Konvergensi?

1.3. Tujuan Pembahasan

1. Memahami pandangan aliran filsafat terhadap hakikat manusia. 2. Memahami dampak pandangan filosofis terhadap praktis pendidikan. 3. Memahami perbedaan antara Nativisme, Empirisme, dan Konvergensi.

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pandangan Aliran Filsafat Terhadap Hakikat Manusia

A. Hakikat Manusia

(4)

tunggal, yakni materi dalam pandangan materialisme, atau unsur rohani dalam pandangan spritualisme. Sedangkan dualisme yang memiliki pandangan yang menetapkan adanya dua unsur pokok sekaligus yang keduanya tidak saling menafikan yaitu materi dan rohani, Selain itu pandangan pluralisme menetapkan pandangan adanya berbagai unsur pokok yang pada dasarnya mencerminkan unsur yang ada dalam diri manusia itu sendiri, baik itu materi, rohani, maupun animalitas ( insting dan akal). Manusia secara individu tidak pernah menciptakan dirinya , akan tetapi bukan berarti bahwa ia tidak dapat menentukan jalan hidup setelah kelahirannya dan eksistensinya dalam kehidupan dunia ini mencapai kedewasaan dan semua kenyataan itu. Ilmu yang mempelajari tentang hakekat manusia disebut antropologi filsafat.

Antropologi adalah merupakan salah satu dari cabang filsafat yang mempersoalkan tentang hakekat manusia dan sepanjang sejarahnya manusia selalu mempertanyakan tentang dirinya, apakah ia sedang sendirian, yang kemudian menjadi perenungan tentang kegelisahan dirinya, ataukah ia sedang dalam dinamika masyarakat dengan mempertanyakan tentang makna hidupnya ditengan dinamika perubahan yang kompleks, dan apakah makna keberadaannya ditengah kompleksitas perubahan itu? Pertanyaan tentang hakekat manusia merupkan pertanyaan kuno seumur keberadaan manusia dimuka bumi. Dalam jawaban tentang manusia tidak pernah akan selesai dan dianggap tidak pernah sampai final dikarenakan realitas dalam keling manusia selalu baru, meskipun dalam subtansinya tidak berubah.2

B. Pandangan Aliran Filsafat Terhadap Hakikat Manusia

Ada empat aliran yang dikemukakan yaitu : aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme, aliran eksistensialisme.

a. Aliran Serba Zat

Aliran serba zat ini mengatakan yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau

materi, alam ini adalah zat atau materi dan manusia adalah unsur dari alam, maka dari itu manusia adalah zat atau materi.

(5)

b. Aliran Serba Ruh

Aliran ini berpendapat bahwa segala hakekat sesuatu yang ada didunia ini ialah ruh, juga hakekat manusia adalah ruh, adapun zat itu adalah manifestasi dari pada ruh diatas dunia ini. Fiche mengemukakan bahwa segala sesuatu yang lain (selain ruh ) yang rupanya ada dan hidup hanyalah suatu jenis perumpamaan, perubahan atau penjelmaan dari ruh ( Gazalba, 1992: 288 ). Dasar pikiran aliran ini ialah bahwa ruh itu lebih berharga, lebih tinggi nilainya dari pada materi. Hal ini mereka buktikan dalam kehidupan sehari-hari, yang mana betapapun kita mencintai seseorang jika ruhnya pisah dengan badannya, maka materi/jasadnya tidak ada artinya. Dengan demikian aliran ini menganggap ruh itu ialah hakekat, sedangkan badan ialah penjelmaan atau bayangan.

c. Aliran Dualisme

Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakekatnya terdiri dari dua substransi yaitu jasmani dan rohani. Kedudukannya substansi ini masing-masing merupakan unsur asal, yang adanya tidak tergantung satu sama lain. Jadi badan tidak berasal dari ruh, dan ruh tidak berasal dari badan. Perwujudannya manusia tidak serba dua, jasat dan ruh. Antara badan dan ruh terjadi sebab akibat yang mana keduanya saling mempengaruhi.

d. Aliran Eksistensialisme

(6)

sedang jasadnya hanyalah alat yang dipergunakan oleh ruh saja. Tanpa kedua substansi tersebut tidak dapat dikatakan manusia.

Pandangan tentang hakekat manusia ini, Poespoprodjo mengemukakan bahwa3 :

1. Hakekat manusia haruslah diambil dengan seluruh bagiannya yaitu bagian esensional manusia, baik yang ,metafisis ( animalitas dan rasionalitas ) maupun fisik ( badan dan jiwa ) juga semua bagian yang integral ( anggota-anggota badan dan pelengkapannya ). Manusia wajib menguasai hakekatnya yang kompleks dan mengendalikan bagian bagian tersebut agar bekerja secara harmonis. Manusia menurut hakekatnya adalah hewan dan harus hidup seperti hewan ia wajib menjaga badannya dan memberi apa kebutuhannya. Tetapi hewan yang berakal budi dan ia harus juga hidup seperti makhluk yang berakal budi.

2. Hakekatnya manusia harus diambil dengan seluruh nisbahnya, seluruh kaitannya tidak hanya terdapat keselarasan batin antara bagian-bagian dan kemampuan –kemampuan yang membuat manusia itu sendiri, tetapi juga harus terdapat keselarasan antara manusia denagn lingkungannya. Hal ini juga merupkan aspek yang sangat penting, menimbang manusia pada dasarnya bukan hanya diciptakan untuk mengabdi pada tuhannya, ataupun saling bebagi antar sesama manusia, tetapi juga harus bisa mengolah dan menjaga alam yang sudah dipercayakan untuk kita.

2.2. Dampak Pandangan Filosofis Terhadap Praktis Pendidikan.

Manusia merupakan salah satu dari berbagai jenis makhluk hidup, yang sudah ribuan abad lamanya menghuni bumi sebagai satu-satunya planet yang paling sesuai untuk dijadikan sebagai tempat hidupnya. Sebelum menjadi proses pendidikan diluar dirinya , manusia cenderung pada awalnya berusaha melakukan pendidikan pada dirinya sendiri.

Pendidikan dimaksud , manusia berusaha mengerti dan mencari hakekat kepribadian tentang siapa mereka yang sebenarnya.

Dalam kondisi ilmu mantiq ( logoka berfikir ) manusia dikenal dengan sebutan Al-insani hayawaanun nathiq ( manusia adalah hewan yang berfikir ). Pada perjalanan proses

(7)

pendidikan, peranan efektif terhadap pembinaan kepribadian manusia dapat melalui lingkungan dan juga didukung oleh faktor pembawaan sejak manusia mulai dilahirkan.4 Dalam kaitan ini perlu ditinjau tentang teori Natifisme, Empirisme dan

Konfergensi. Pada dasarnya tujuan pendidikan secara umum adalah untuk membina kepribadian manusia secara sempurna. pengertian kriteria sempuna ditentukan oleh masing-masing pribadi ,masyarakat ,bangsa suatu tempat dan waktu. Pendidikan yang terutama dianggap sebagai transfer kebudayaan , pengembangan ilmu pengetauan akan membawa manusia mengerti dan memahami lebih luas tentang masalah seperti itu. Dengan demikian ilmu pengetahuan memiliki nilai-nilai praktis di dalam kehidupan,baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat.

Problematika pendidikan adalah masalah hidup dan kehidupan manusia. Dalam kehidupannya, manusia akan selalu memerlukan pendidikan agar ia mampu mempertahankan hidup atau dapat mencapai kehidupannya agar lebih baik. Dalam sejarah, pendidikan sudah dimulai sejak adanya makhluk bernama manusia, ini berarti pendidikan itu tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan proses perkembangan dan kehidupan manusia.

Usaha untuk menciptakan suatu sistem pendidikan yang dapat memindahkan nilai-nilai kebudayaan yang dikehendaki tersebut belum sepenuhnya dapat mencapai hasil yang maksimal serta memuaskan.

Dengan kata lain, sistem pendidikan yang benar-benar mapan dapat diterima secara universal, bentuk nilai-nilai filosofis, serta serasi dengan fitrah manusia dan tatanan masyarakat masih belum ditemui.

Para filosof dan ilmuwan dituntut untuk mencari jawaban dari beberapa pertanyaan prinsipil, pertanyaan itu, menurut Jacques Maritain, -- sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin--, mengarah kepada pemikiran filsafat pendidikan, yaitu siapa manusia, dimana dan kemana manusia akan pergi, apa yang menjadi tujuan hidup manusia, semua hal ini dikaji dalam bentuk penciptaannya.

Salah satu tema sentral filsafat pendidikan adalah pembahasan tentang masalah manusia. Hai ini disebabkan karena keterlibatan manusia dalam proses pendidikan sangatlah jelas. Dimana dalam pendidikan, manusia berperan sebagai subjek sekaligus objek

(8)

pendidikan. Sementara itu dalam dunia pendidikan, pemahaman tentang manusia sangatlah penting, As-Syaibani menyatakan bahwa penentuan sikap dan tanggapan tentang manusia sangat penting dan vital, tanpa sikap dan tanggapan yang jelas, pendidikan akan meraba-raba. Apabila pemahaman tentang manusia tidak jelas, maka berakibat tidak baik pada proses pendidikan itu sendiri.

Persoalan yang kemudian muncul adalah cara pandang atau konsep manusia yang digunakan menentukan konsep-konsep lanjutan pada suatu disiplin ilmu atau aliran tertentu.

Begitu juga apabila menelaah pendidikan, maka setiap aliran, teori atau sistem pendidikan berakar pada sebuah pandangan falsafah manusia yang digunakan. Manusia merupakan subyek pendidikandan sebagai obyek pendidikan, karena itu sikap untuk dididik dan siap untuk mendidik dimilikinya. Berhasil tidaknya suatu usaha atau kegiatan banyak tergantung pada jelas tidaklah tujuan. Maka pendidikan yang berlandaskan pada filsafat hidup bangsa indonesia, yaitu pancasila, yang menjadi pokok dalam pendidikan, melalui usaha-usaha pendidikan, dalam keluarga, masyarakat, sekolah, dan perguruan tinggi.5

2.3. Perbedaan Teori Antara Nativisme, Empirisme, dan Konvergensi.

Teori-teori ini erat kaitannya dengan teori belajar mengajar yang bersumber dari aliran-aliran klasik dan merupakan benang merah yang menghubungkan pemikiran-pemikiran pendidikan masa lalu, kini, dan mungkin yang akan datang. Aliran-aliran itu mewakili berbagai variasi pendapat tentang pendidikan, mulai dari yang paling pesimis sampai dengan yang paling optimis.

Aliran yang paling pesimis memandang bahwa pendidikan kurang bermanfaat, bahkan mungkin merusak bakat yang telah dimiliki anak. Sedang sebaliknya, aliran yang sangat optimis memandang anak seakan-akan tanah liat yang dapat dibentuk sesuka hati. Banyak pemikiran yang berada di antara kedua kutub tersebut, yang dipandang sebagai variasi gagasan dan pemikiran dalam pendidikan.

(9)

Ketiga aliran pendidikan yang disebutkan di atas, juga memiliki keterkaitan erat dengan petunjuk al-Qur’an tentang masalah fitrah manusia. Karena itulah, maka dapat dirumuskan bahwa sangat penting untuk dibahas berbagai petunjuk al-Qur’an tentang teori belajar mengajar dan kaitannya dengan teori nativisme, teori empirisme, dan teori konvergensi.6

Terdapat perbedaan pandangan tentang teori belajar dalam berbagai aliran-aliran pendidikan. Perbedaan-perbedaan itu, berpangkal pada berbedanya pandangan tentang perkembangan manusia yang banyak ditemukan pembahasannya dalam psikologi pendidikan. Teori-teori belajar dan mengajar yang muara akhirnya adalah perkembangan intelektual, pada dasarnya dapat dilihat dari berbagai teori yang terdapat dalam tiga aliran pendidikan, yakni aliran nativisme, aliran empirisme, dan aliran konvergensi.

1. Nativisme

Aliran nativisme berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan) yang ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa sesuatu kekuatan yang disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini, bertolak dari leibnitzian tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya ; kalau ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga pintar. Para penganut aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir.

Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri dalam proses belajarnya. Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa jika anak memiliki

(10)

pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya apabila mempunyai pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik. Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.

Tokoh utama (pelopor) aliran nativisme adalah Arthur Schopenhaur (Jerman 1788-1860). Tokoh lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli filsafat dan pendidikan dari Perancis. Kedua tokoh ini berpendapat betapa pentingnya inti privasi atau jati diri manusia. Meskipun dalam keadaan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan. Masih banyak faktor yang dapat memengaruhi pembentukan dan perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.7

2. Empirisme

Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme. Empirisme (empiri =

pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau potensi yang dibawa lahir manusia. Dengan kata lain bahwa manusia itu lahir dalam keadaan suci, tidak membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada

faktor lingkungan.

Dalam teori belajar mengajar, maka aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan.

Tokoh perintis aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Dengan demikian, dipahami bahwa aliran empirisme ini, seorang pendidik memegang peranan penting terhadap keberhasilan peserta didiknya.

(11)

Menurut Redja Mudyahardjo bahwa aliran nativisme ini berpandangan behavioral, karena menjadikan perilaku manusia yang tampak keluar sebagai sasaran kajiannya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar semata-mata. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keberhasilan belajar peserta didik menurut aliran empirisme ini, adalah lingkungan sekitarnya. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan dari pihak pendidik dalam mengajar mereka.

3. Konvergensi

Aliran konvergensi berasal dari kata konvergen, artinya bersifat menuju satu titik pertemuan. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat, keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing individu, yang kemudian karena pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk perkembangannya, maka kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat saka tanpa pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan tersebut, tidak cukup, misalnya tiap anak manusia yang normal mempunyai bakal untuk berdiri di atas kedua kakinya, akan tetapi bakat sebagai kemungkinan ini tidak akan menjadi menjadi kenyataan, jika anak tersebut tidak hidup dalam lingkungan masyarakat manusia.

Perintis aliran konvergensi adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Bakat yang dibawa anak sejak kelahirannya tidak berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu.8 Jadi seorang anak yang memiliki otak yang cerdas, namun tidak

didukung oleh pendidik yang mengarahkannya, maka kecerdasakan anak tersebut tidak berkembang. Ini berarti bahwa dalam proses belajar peserta didik tetap memerlukan bantuan seorang pendidik untuk mendapatkan keberhasilan dalam pembelajaran.

Ketika aliran-aliran pendidikan, yakni nativisme, empirisme dan konvergensi, dikaitkan dengan teori belajar mengajar kelihatan bahwa kedua aliran yang telah disebutkan (nativisme-empirisme) mempunyai kelemahan. Adapun kelemahan yang dimaksudkan adalah sifatnya yang ekslusif dengan cirinya ekstrim berat sebelah. Sedangkan aliran yang terakhir

(12)

(konvergensi) pada umumunya diterima seara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh-kembang seorang peserta didik dalam kegiatan belajarnya. Meskipun demikian, terdapat variasi pendapat tentang faktor-faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuh-kembang itu. Keberhasilan teori belajar mengajar jika dikaitkan dengan aliran-aliran dalam pendidikan, diketahui beberapa rumusan yang berbeda antara aliran yang satu dengan aliran lainnya. Menurut aliran nativisme bahwa seorang peserta tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan menurut aliran empirisme bahwa justru lingkungan yang mempengaruhi peserta didik tersebut. Selanjutnya menurut aliran konvergensi bahwa antara lingkungan dan bakat pada peserta didik yang terbawa sejak lahir saling memengaruhi. Al-Qur’an sebagai acuan dasar pendidikan Islam dalam menerangkan teori belajar mengajar telah memberikan konsep terhadap pemikiran yang terdapat aliran nativisme, empirisme dan konvergensi. Dalam hal ini, al-Qur’an menegaskan bahwa pembawaan seorang anak (peserta didik) sejah lahirnya disebut fitrah, dan fitrah ini adalah dasar keagamaan yang dimiliki oleh setiap orang. Fitrah menurut al-Qur’an di samping dapat menerima pengaruh dari dalam (keturunan) juga dapat menerima pengaruh dari luar (lingkungan). Untuk mengembangkan fitrah ini, maka pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat penting peranannya.9

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan

A. Hakikat Manusia

Ilmu yang mempelajari tentang hakekat manusia disebut antropologi filsafat. Antropologi adalah merupakan salah satu dari cabang filsafat yang mempersoalkan tentang hakekat manusia dan sepanjang sejarahnya manusia selalu mempertanyakan tentang dirinya, apakah ia sedang sendirian, yang kemudian menjadi perenungan tentang kegelisahan dirinya, ataukah ia sedang dalam dinamika masyarakat dengan mempertanyakan tentang makna hidupnya ditengan dinamika perubahan yang kompleks.

(13)

B. Pandangan Aliran Filsafat Terhadap Hakikat Manusia

Ada empat aliran yang dikemukakan yaitu : aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme, aliran eksistensialisme.

C. Ada 3 teori yang muncul saat membahas tentang peninjauan manusia dari sudut pandang filsafat pendidikan, yaitu Teori Antara Nativisme, Empirisme, dan Konvergensi.

3.2. Saran

Dalam makalah ini penulis menyarankan kepada para pembaca untuk mempelajari tentang tinjauan manusia dari sudut pandang filsafat pendidikan secara lebih dalam, dengan begitu dapat menambah wawasan kita dalam mengetahui tentang bagaimana hubungan antara filsafat pendidikan terhadap praktis pendidikan. Dengan ini kita dapat lebih membangun kualitas pendidikan Indonesia secara umum, juga Aceh secara khusus. Dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, kritik dari pembca sangat kami harapkan demi untuk memperbaiki kesalahan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Asy’ari, Musa. 1999. Filsafat Islam. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bertens. 2005. Panorama Filsafat Modern. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Daradjat, Zakiah. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Akrasa.

Feisal, Jusuf Amir. 1995. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Gema Insani Press.

Mudyahardjo, Redja. 2002. Pengantar Pendidikan; Sebuah Studi Awal tentang Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Oneil, William. 2002. Hakikat-hakikat Filsafat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

(14)

Suryabrata, Sumadi. 1984. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Rake Press.

Referensi

Dokumen terkait

Misalnya daya pisah sebuah teleskop adalah 2”, artinya teleskop tersebut bisa melihat dua benda yang jarak pisahnya minimal 2”, jika ada dua benda dengan jarak pisah

Publikasi ilmiah juga harus diperhatikan oleh dosen dan peneliti agar karya ilmiah mereka tidak terjerumus ke dalam jurnal predator dan benar-benar terindeks oleh pangkalan

Pada pendekatan OOP, misalnya kita telah memiliki class Pantul yang menampilkan bentuk lingkaran, selanjutnya adalah membuat class Pantul1 yang akan menampilkan bentuk persegi,

Tampilan ini berisi data lengkap dari calon mahasiswa baru sesuai jalur prestasi dan menyajikan perhitungan hasil SPK dengan metode SMART di mana data ini berfungsi

Nyeri sendi atau tulang5 kekakuan5 embengkakan5 injuri 3 atah tulang5 keseleo45 keterbatasan gerak5 enurunan kekuatan5 erubahan gaya berjalan5 erubahan koordinasi gerak5

Laporan tugas akhir yang berjudul “Evaluasi Pengendalian Internal Terhadap Piutang Usaha Hotel X” disusun sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan gelar Sarjana

Dari perhitungan neraca air untuk menentukan luas DTA Pindul ditambah beberapa bukti penelitian di kawasan karst lainnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa penentuan luas DTA