“Estetis” Konsep pemikiran atau intuisi???
Musik merupakan objek estetis yang bersumber dari suara. Untuk menjadi musik, perlu adanya keteraturan dan ketetapan terhadap unsur-unsur nya sehingga memenuhi suatu yang disebut musik. Kebakuan yang mengikat suara belum cukup dikatakan suatu musik, perlu adanya sifat yang melatar belakangi nya. Kalau musik merupakan suatu hal kebakuan terhadap suara, mengapa dia bisa begitu lembut dan fleksibel? Bukan kah kebakuan identik dengan tetap, statis, dan kaku. Rasa yang di timbulkan oleh suatu musik membuatnya begitu nyata, begitu hidup. Membuat nya seakan bukan ciptaan manusia yang bersumber dari hal – hal kebakuan. Hal – hal yang menyangkut terhadap rasa musikal, tentunya harus di barengi dengan pengalaman empiris seseorang. Hal yang bersifat intuisi dari pengalaman musikal sesorang tidak bisa di bakukan dalam suatu kajian ilmiah.
Musik bukan sekedar taburan not dalam sebuah partitur. Partitur hanya sebagai simbol dari rasa musikal yang menghasilkan objek estetis suara (musik). Itu lah sebabnya mengapa musik sangat suasah untuk di tetapkan penafsiran nya sesuai dengan kajian ilmiah. Setiap orang mempunyai pengalaman terhadap rasa musikal yang berbeda, tidak perlu berada dalam suatu lingkungan akademis yang berkonsentrasi di bidang kajian seni musik untuk memunculkan rasa musikal seseorang, karena pada hakekatnya kita sebagai manusia sudah di titipi rasa oleh Sang Pencipta untuk memahami hal-hal yang tidak bisa digambarkan secara rasional. Seseorang mempunyai penafsiran tersendiri terhadap suatu yang dikmanai sebagai estetis. Sangat sering kita megakaitkan estetis terhadap suatu yang “indah”. Estetis tidak semata-mata harus mengandung unsur indah sesuai dengan konsep pemikiran kita terhadap sesuatu yang indah. Orang mempunyai konsep estetis sendiri sesuai dengan karakter inidvidunya. Pengaruh karakter seseorang terhadap konsep estetis, membuat makna estetis menjadi sempit dan kaku. Prilaku tersebut secara perlahan, membatasi terhadap makna estetis itu sendiri. Apakah kita menganggap bahwa konsep estetis kita lebih “estetis” dari padang konsep estetis orang lain?, hal ini membuat objek estetis itu sendiri menjadi bahan perbandingan, menjadi mempunyai nilai baik dan buruk, mempunyai nilai murah dan mahal.