• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams-Achievement Division (STAD) terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri Menjer Keca

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "2.1.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams-Achievement Division (STAD) terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri Menjer Keca"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 2.1.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA

Permendiknas No.22 tahun 2006 tentang Standar Isi memberikan pengertian bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan jawaban tentang “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” tentang gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi. Kegiatan tersebut dikenal dengan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode ilmiah. Metode ilmiah dalam mempelajari IPA itu sendiri telah diperkenalkan sejak abad ke-16 (Galileo Galilei dan Francis Bacon) yang meliputi mengidentifikasi masalah, menyusun hipotesa, memprediksi konsekuensi dari hipotesis, melakukan eksperimen untuk menguji prediksi, dan merumuskan hukum umum yang sederhana yang diorganisasikan dari hipotesis, prediksi, dan eksperimen (Pusat Kurikulum, 2006).

(2)

7

1. Nokes dalam bukunya “Science in Education” menyatakan bahwa IPA adalah pengetahuan teoritis yang diperoleh dengan metode khusus.

2. IPA adalah suatu cara untuk mengamati alam, Nash (dalam Hendro Darmojo, 1992:3 dalam bukunya The Nature of Science).

3. Menurut Hendro Darmojo (1992:3) IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan Ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam yang mempunyai objek dan merupakan penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip serta menggunakan metode ilmiah dalam sebuah proses penemuan.

2.1.1.2 Perlunya IPA Diajarkan di Sekolah Dasar

IPA sebagai disiplin ilmu serta penerapannya dalam masyarakat menjadikan pendidikan IPA menjadi sangat penting. Semua guru harus paham kenapa IPA perlu diajarkan di Sekolah Dasar. Menurut Usman Samatowa (2006: 3) Ada beberapa alasan yang menyebabkan pelajaran IPA dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah, antara lain digolongkan menjadi empat golongan yaitu:

a) IPA memberikan manfaat bagi suatu bangsa. Kesejahteraan materiil suatu bangsa banyak yang tergantung kepada kemampuan bangsa tersebut dalam bidang IPA, sebab IPA merupakan dasar dari teknologi yang sering disebut sebagai tulang punggung pembangunan. Pengetahuan yang menjadi dasar untuk teknologi adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), b) Bila IPA diajarkan menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan bagi setiap siswa untuk berpikir kritis, c) Bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan secara mandiri oleh siswa, maka IPA bukan merupakan mata pelajaran yang hanya bersifat hafalan saja, d) Mata pelajaran IPA mempunyai nilai-nilai pendidikan, yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian yang baik pada siswa secara keseluruhan.

(3)

8

memiliki arti sesuai dengan objeknya atau sesuai dengan kenyataan serta sesuai dengan pengalaman yang dapat diamati melalui panca indera.

2.1.1.3 Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi memuat tujuan Pelajaran IPA di SD/MI. Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar siswa memiliki kemampuan antara lain:

(1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya; (2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang memiliki manfaat serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; (3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat; (4) Mengembangkan keterampilan proses yang dimiliki oleh siswa untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah serta membuat keputusan; (5) Meningkatkan kesadaran siswa untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam; (6) Meningkatkan kesadaran siswa untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan Yang Maha Esa; (7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep serta keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP/MTs.

Tujuan yang tertuang dalam permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi dirumuskan untuk mencapai kompetensi lulusan yang memiliki kemampuan sebagai berikut:

(4)

9

2.1.1.4 Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Alam

Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:

(1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan; (2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya yang meliputi: benda cair, padat dan gas; (3) Energi dan perubahannya yang meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana; (4) Bumi dan alam semesta yang meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Berdasarkan Permendiknas no. 22 tahun 2006 ruang lingkup kajian IPA untuk SD meliputi makhluk hidup, benda/materi, sifat serta kegunaanya, energi dan perubahan, bumi dan alam semesta.

2.1.2. Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Menurut Widyantini (2006:3) model pembelajaran kooperatif merupakan :

suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

2.1.2.1. Jenis-Jenis Pembelajaran Kooperatif

Beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain Slavin (1985), Lazarowitz (1988) atau Sharan (1990) dalam Rachmadi (2006) dari Widyantini (2006:5) sebagai berikut:

a. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

Menurut Arends, RI, 1997 (dalam Wirta:2003) pengertian pembelajaran jigsaw adalah:

(5)

10

Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa diberi kesempatan untuk berkolaborasi dengan teman lain dalam bentuk diskusi kelompok memecahkan suatu permasalahan. Setiap kelompok memiliki kemampuan akademik yang heterogen sehingga akan terdapat siswa yang berkemampuan tinggi, dua atau tiga siswa berkemampuan sedang, dan seorang siswa berkemampuan kurang.

b. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together)

Numbered Heads Together merupakan tipe dari model pengajaran

kooperatif pendekatan struktural, adalah suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Spancer Kagan (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut, (Ibrahim dkk, 2000:28).

Menurut Anita Lie (2002:59) pengertian Numbered Heads Together (NHT) atau kepala bernomor adalah suatu tipe dari pengajaran kooperatif pendekatan struktural yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide -ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu Numbered Heads Together juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama

mereka.

c. Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) (Student Teams Achievement Divisions)

Menurut John Hopkin (Slavin, 1995:143) pengertian Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah

Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku.

(6)

11

2.1.2.2. Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Menurut Widyantini (2006:4) prinsip pembelajaran kooperatif sebagai berikut:

(a) Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya; (b) Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama; (c) Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya; (d) Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi; (e) Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya; (f) Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

2.1.2.3 Ciri Pembelajaran Kooperatif

Menurut Widyantini (2006:4) prinsip pembelajaran kooperatif sebagai berikut:

(a) Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai; (b) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender; (c) Penghargaan menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu.

2.1.2.4. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif

Sanjaya (2006:247) menuliskan beberapa kelebihan model pembelajaran kooperatif sebagai berikut:

(7)

12

interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan memanage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah; (f) Melalui pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya; (g) Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil); (h) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berfikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.

Disamping kelebihan, Sanjaya (2006:247) menuliskan kelemahan model pembelajaran kooperatif diantaranya:

(a) Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatif membutuhkan waktu yang lama. Sebagai contoh siswa yang mempunyai kelebihan akan merasa terhambat oleh siswa yang mempunyai kemampuan kurang, akibatnya keadaan seperti ini dapat mengganggu iklim kerjasama dalam kelompok; (b) Ciri utama dari pembelajaran kooperatif adalah bahwa setiap saling membelajarkan. Oleh karena itu jika tanpa peer teaching yang efektif, bila dibandingkan dengan pembelajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang harus dipelajari dan dIPAhami tidak dicapai oleh siswa; (c) Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran kooperatif kepada hasil kelompok, namun guru perlu menyadari bahwa hasil atau presentasi yang diharapkan sebanarnya adalah hasil atau presentasi setiap individu siswa; (d) Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan ini tidak mungkin dicapai hanya dalam waktu satu atau beberapa kali penerapan strategi; (e) Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara individu.

2.1.3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD)

2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD)

(8)

13

Division (STAD) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Model

ini membagi siswa ke dalam beberapa kelompok. Tim dibentuk secara heterogen baik menurut hasil belajar, jenis kelamin maupun agama.

Model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) lebih menekankan kepada pembentukan kelompok. Kelompok yang dibentuk nantinya akan berdiskusi untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Oleh karena itu model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) dapat membuat siswa untuk saling membantu dalam menyelesaikan suatu permasalahan sehingga berimbas pada hasil belajar.

2.1.3.2. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD)

Setiap model pembelajaran selalu mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) adalah sebagai berikut.

Menurut Allport (dalam Slavin, 2005:103) kelebihan model pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) adalah Setiap siswa memiliki kesempatan untuk memberikan kontribusi yang substansial kepada kelompoknya, dan posisi anggota kelompok adalah setara.

Slavin (2005:105) Menggalakkan interaksi secara aktif dan positif dan kerjasama anggota kelompok menjadi lebih baik. Membantu siswa untuk memperoleh hubungan pertemanan lintas rasial yang lebih banyak.

Isjoni (2010:72) Melatih siswa dalam mengembangkan aspek kecakapan sosial di samping kecakapan kognitif. Peran guru juga menjadi lebih aktif dan lebih terfokus sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator

(9)

14

tidak menutup kemungkinan terbukanya sebuah kelemahan, seperti yang dipaparkan di bawah ini.

Model ini memerlukan kemampuan khusus dari guru. Guru dituntut sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator (Isjoni, 2010:62). Dengan asumsi tidak semua guru mampu menjadi fasilitator, mediator, motivator dan evaluator dengan baik. Solusi yang dapat di jalankan adalah meningkatkan mutu guru oleh pemerintah seperti mengadakan kegiatan-kegiatan akademik yang bersifat wajib dan tidak membebankan biaya kepada guru serta melakukan pengawasan rutin secara insindental. Disamping itu, guru sendiri perlu lebih aktif lagi dalam mengembangkan kemampuannya tentang pembelajaran.

Berdasarkan pendapat diatas dapat ditegaskan bahwa pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) mempunyai kelemahan yaitu membutuhkan

kemampuan khusus bagi guru. Selain itu model pembelajaran ini akan membuat gaduh suasana kelas karena menuntut siswa untuk berdiskusi dalam kelompok. Kaitanya dengan hasil belajar adalah apabila terjadi perpecahan dalam diskusi maka secara langsung akan berimbas pada tidak tercapainya tujuan pembelajaran yang dikehendaki oleh guru sehingga hasil belajar siswa akan menurun. Namun demikian penulis yakin kelemahan tersebut akan dapat dinetralisir atau diatasi dengan kebaikanya sehingga peneliti mempunyai keyakinan untuk bisa meningkatkan hasil belajar.

2.1.3.3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD)

Menurut Slavin dalam Isjoni (2013:51) proses pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) melalui lima tahapan yang

meliputi:

a. Tahap penyajian materi

(10)

15

Teknik penyajian materi pelajaran dapat dilakukan secara klasikal ataupun melalui audiovisual. Lamanya presentasi bergantung pada kekompleksan materi yang akan dibahas. Dalam mengembangkan materi pembelajaran, beberapa hal yang perlu ditekankan adalah: 1) Mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok; 2) Menekankan bahwa belajar adalah memahami makna, bukan hafalan; 3) Memberikan umpan balik sesering mungkin untuk mengontrol pemahaman siswa; 4) Memberikan penjelasan mengapa jawaban pertanyaan itu benar atau salah; 5)Beralih pada materi selanjutnya jika siswa telah memahami masalah yang ada.

b. Tahap kerja kelompok

Pada tahap ini siswa diberi lembar tugas sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kelompok siswa saling berbagi tugas, dan saling membantu menyelesaikan masalah agar semua anggota kelompok dapat memahami materi yang dibahas dan satu lembar dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam kegiatan kelompok.

c. Tahap tes individu

Tahap ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar telah dicapai. Tes individu diadakan agar siswa dapat menunjukkan apa yang telah dipelajari secara individu selama bekerja dalam kelompok. Skor perolehan individu digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok.

d. Tahap perhitungan skor perkembangan individu

(11)

16

e. Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal) 30

e. Tahap pemberian penghargaan kelompok

Menurut Slavin guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar dari nilai dasar (awal) ke nilai kuis/tes setelah siswa bekerja dalam kelompok. Cara-cara penentuan nilai penghargaan kepada kelompok dijelaskan sebagai berikut:

1) Menentukan nilai dasar (awal) masing-masing siswa. Nilai dasar (awal) dapat berupa nilai tes/kuis awal atau menggunakan nilai ulangan sebelumnya; 2) Menentukan nilai tes/kuis yang telah dilaksanakan setelah siswa bekerja dalam kelompok, misal nilai kuis I, nilai kuis II, atau rata-rata nilai kuis I dan kuis II kepada setiap siswa yang kita sebut nilai kuis terkini; 3) Menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan berdasarkan selisih nilai kuis terkini dan nilai dasar (awal) masing-masing siswa dengan menggunakan kriteria pedoman pemberian skor perkembangan individu; 4) Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata nilai peningkatan yang diperoleh masing-masing kelompok dengan memberikan predikat baik, sangat baik, dan sempurna.

Tabel 2

Kriteria Status Kelompok

Skor Perolehan Kelompok Kriteria Penghargaan

Jika rata-rata skor peningkatan individu anggota kelompok kurang dari 15

Good Team (Tim Baik)

Jika rata-rata skor peningkatan individu anggota kelompok antara 15 – 25

Great Team (Tim Hebat)

Jika rata-rata skor peningkatan individu anggota kelompok lebih dari 25

Super Team (Tim Super)

Sementara itu, menurut Widyantini (2006:8), langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) adalah:

(12)

17

tipe Student Teams Achievement Division (STAD), biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi (Slavin, 1995); e) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari; f) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual; g) Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).

Beberapa hal yang perlu mendapatkan penjelasan diantaranya yaitu pembagian kelompok. Dalam pembentukan kelompok siswa dibagi berdasarkan kemampuan akademik seperti berikut.

Tabel 3

Cara Pembentukan Kelompok

Kemampuan No Nama Rangking Kelompok

Tinggi

1 1 A

2 2 B

3 3 C

4 4 D

Sedang

5 5 D

6 6 C

7 7 B

8 8 A

9 9 A

10 10 B

11 11 C

12 12 D

Rendah

13 13 D

14 14 C

15 15 B

16 16 A

(13)

18

a. Fase 1: Penyajian kelas.

Guru menyajikan materi pelajaran sesuai dengan yang direncanakan. Teknik penyajian materi pelajaran dapat dilakukan guru secara klasikal ataupun melalui audiovisual.

b. Fase 2: Belajar kelompok.

Belajar kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru secara berkelompok dimana setiap anggota kelompok bertanggungjawab membantu teman satu kelompok untuk menguasai materi tersebut. Kegiatan berkelompok adalah berdiskusi dan menyelesaikan soal yang guru berikan untuk kemudian dipresentasikan.

c. Fase 3: Pemberian kuis.

Kuis dikerjakan siswa secara mandiri. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan skor awal individual dan mengetahui kemampuan awal siswa.

d. Fase 4: Pemberian penghargaan.

Pemberian penghargaan kelompok diberikan berdasarkan pada rata-rata nilai perkembangan individu dalam kelompoknya dan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.

2.1.4. Pembelajaran Konvensional

Sagala dalam skripsi Kartika (2012:16) pembelajaran konvensional adalah pembelajaran klasikal atau yang disebut juga pembelajaran tradisional. Pembelajaran klasikal adalah kegiatan penyampaian pelajaran kepada sejumlah siswa, yang biasanya dilakukan oleh pengajar dengan berceramah di kelas. Pembelajaran klasikal memandang siswa sebagai objek belajar yang hanya duduk dan pasif mendengarkan penjelasan guru.

Sedangkan menurut Vicky Siahaan dalam jurnal UNIMED (2012:35) menjelaskan pembelajaran konvensional adalah suatu metode yang digunakan dalam menyampaikan informasi secara lisan kepada sejumlah siswa di dalam ruangan dan pendengar melakukan pencatatan seperlunya.

(14)

19

banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan.

I Wayan Sukra dalam Jurnal Scholaria Vol 1 (2011:215) menjelaskan metode pembelajaran konvensional merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada guru dimana hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan oleh guru. Jadi guru memegang peranan utama dalam menentukan isi dan proses belajar termasuk dalam menilai kemajuan siswa.

Menurut Nurhadi dalam Jurnal Scholaria Vol 1 (20011:215) metode konvensional terlihat pada proses siswa penerima informasi secara pasif, siswa belajar secara individual, hadiah/penghargaan untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai angka/ raport saja, pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa, dan hasil belajar diukur hanya dengan tes.

Menurut Djamarah dalam Jurnal Scholaria Vol 1 (2011:216) pembelajaran konvensional ditandai dengan ceramah, pemberian tugas dan latihan. Sedangkan menurut Fifi Ari Susanti (2012:15) langkah pembelajaran dalam pembelajaran konvensional adalah 1) ceramah, 2) tanya jawab, 3) pemberian soal evaluasi.

2.1.4.1 Ceramah

Menurut Nana Sudjana (2008:77) ceramah adalah penuturan bahan-bahan pelajaran secara lisan. Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2011: 148) ceramah diartikan sebagai cara penyampaian pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada sekelompok siswa. Agar metode ceramah berhasil, ada beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya persiapan/perencanaan, pelaksanaan dan kesimpulan.

1) Tahap persiapan

Artinya tahap guru untuk menciptakan kondisi belajar yang baik sebelum mengajar dimulai (Nana Sudjana, 2008:77). Beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya (a) merumuskan tujuan yang ingin dicapai, (b) menentukan pokok-pokok materi yang akan diceramahkan, (c) mempersiapkan alat bantu.

(15)

20

a) Langkah pembukaan

Keberhasilan pelaksanaan ceramah sangat ditentukan oleh langkah ini, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam langkah pembukaan adalah (1) yakinkan bahwa siswa memahami tujuan yang akan dicapai, (2) lakukan langkah apersepsi, yaitu langkah yang menghubungkan materi pelajaran yang lalu dengan materi pelajaran yang akan disampaikan.

b) Langkah penyajian

Tahap penyajian adalah tahap penyampaian materi pembelajaran dengan cara bertutur. Agar ceramah memiliki kualitas sebagai metode pembelajaran, maka guru harus menjaga perhatian siswa agar tetap terarah pada materi pembelajaran yang sedang disampaikan. Untuk menjaga perhatian siswa, beberapa hal yang perlu diperhatikan (1) menjaga kontak mata secara terus menerus dengan siswa. Kontak mata adalah suatu isyarat dari guru agar siswa mau memperhatikan dan kontak mata merupakan sebuah penghargaan dari guru kepada siswa karena siswa merasa dihargai dan diperhatikan. (2) Gunakan bahasa yang komunikatif dan mudah dicerna oleh siswa, (3) sajikan materi pelajaran secara sistematis, tidak meloncat-loncat agar mudah ditangkap oleh siswa, (4) tanggapilah respon secara segera, sekecil apapun respon tersebut dengan memberi penguatan dan pujian terhadap respon yang tepat dan segera tunjukkan respon secara baik tanpa menyinggung perasaan siswa terhadap siswa yang kurang tepat, (5) jagalah agar kelas tetap kondusif dan menggairahkan untuk belajar. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan cara guru menunjukkan sikap yang bersahabat dan akrab, penuh gairah dalam menyampaikan materi pelajaran, serta sekali-kali memberikan humor-humor segar dan menyenangkan.

3) Langkah mengakhiri atau menutup ceramah

(16)

21

untuk mengetahui kemampuan siswa menguasai materi pelajaran yang baru saja disampaikan.

2.4.1.2 Tugas

Menurut Nana Sudjana (2008:81) tugas dan resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah, tetapi jauh lebih luas dari itu. Tugas bisa dilaksanakan di rumah, di sekolah, di perpustakaan, dan di tempat lain. Tugas dan resitasi merangsang anak untuk aktif belajar baik secara individual maupun secara kelompok. Oleh karena itu tugas dapat diberikan secara individual, atau dapat pula secara kelompok.

Menurut Nana Sudjana (2008:81) langkah-langkah yang harus diikuti dalam penggunaan metode tugas, yaitu:

1) Fase pemberian tugas, tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan:

a) Tujuan yang akan dicapai; b) Jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan tersebut; c) Sesuai dengan kemampuan siswa; d) Ada petunjuk/sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa; e) Sediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas tersebut.

2) Langkah Pelaksanaan Tugas

a) Guru memberikan bimbingan/pengawasan; b) Guru memberikan dorongan sehingga anak mau bekerja; c) Guru mengarahkan agar tugas tersebut dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang lain; d) Guru menganjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil yang ia peroleh dengan baik dan sistematik.

3) Fase mempertanggungjawabkan tugas

a) Laporan siswa baik lisan/tertulis dari apa yang telah dikerjakannya; b) Ada tanya jawab/diskusi kelas; c) Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupaun nontes atau cara lain.

2.4.1.3 Latihan

(17)

22

Menurut Nana Sudjana (2008:87) metode latihan kurang mengembangkan bakat/inisiatif siswa untuk berfikir, maka hendaknya guru/pengajar memperhatikan tingkat kewajaran dari metode ini.

1) Latihan, wajar digunakan untuk hal-hal yang bersifat motorik, seperti menulis, permainan, pembuatan dan lain-lain; 2) Untuk melatih kecakapan mental, misalnya perhitungan penggunaan rumus-rumus, dan lain-lain. 3) Untuk melatih hubungan, tanggapan, seperti penggunaan bahasa, grafik, simbol peta, dan lain-lain. 4)

Langkah-langkah memberikan latihan menurut Russefendi dalam Jurnal Scholaria Vol. 1 (2011:218):

1) Guru menjelaskan materi yang berkaitan dengan latihan yang akan diberikan. 2) Guru memberikan contoh latihan dan cara menyelesaikannya.

3) Guru menyuruh siswa melakukan latihan. 4) Guru menganalisis hasil latihan siswa.

2.1.4.4 Tanya Jawab

Menurut Nana Sudjana (2008:78) metode tanya jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two way traffic sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dengan siswa. Guru bertanya siswa menjawab, atau siswa bertanya guru menjawab. Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam metode tanya jawab ini antara lain:

1) Tujuan yang akan dicapai dari metode tanya jawab, antara lain: a) Untuk mengetahui sejauh mana materi pelajaran telah dikuasai oleh siswa; b) Untuk merangsang siswa berfikir; c) Memberi kesempatan pada siswa untuk mengajukan masalah yang belum dIPAhami.

2) Jenis pertanyaan, pada dasarnya ada dua pertanyaan yang perlu diajukan yakni: a) Pertanyaan ingatan, dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana pengetahuan sudah tertanam pada siswa; b) Pertanyaan pikiran, dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana cara berfikir anak dalam menanggapi suatu persoalan.

(18)

23

Pemberian pertanyaan harus merata f) Buat ringkasan hasil tanya jawab sehingga memperoleh pengetahuan secara sistematik.

Metode tanya jawab biasanya dipergunakan apabila:

1) Bermaksud mengulang bahan pelajaran; 2) Ingin membangkitkan siswa belajar 3) Tidak terlalu banyak siswa; 4) Sebagai selingan metode ceramah. Karakteristik model pembelajaran konvensional dalam penerapannya di kelas, antara lain: (1) siswa adalah penerima informasi, (2) siswa cenderung belajar secara individual, (3) pembelajaran cenderung abstrak dan teoritis, (4) perilaku dibangun atas kebiasaan, (5) keterampilan dikembangkan atas dasar latihan, (6) siswa tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman, (7) bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural.

Menurut Sunarto dalam jurnal Scholaria Vol.1 (2011:219) pembelajaran konvensional dipandang efektif terutama untuk (1) berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain, (2) menyampaikan informasi dengan cepat, (3) membangkitkan minat akan informasi, (4) mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.

Namun pembelajaran ini juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu (1) tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan, (2) sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari, (3) pendekatan tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis, (4) pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama dan tidak bersifat pribadi.

Pembelajaran konvensional dilaksanakan berdasarkan kerangka pembelajaran konvensional menurut Sujarwo dalam jurnal Scholaria (2011:219) sebagai berikut:

Tabel 4

Kerangka Pembelajaran Konvensional

Tahap 1 Guru memberikan informasi atau mendiskusikan bersama siswa dari materi pelajaran yang disampaikan

Tahap 2 Guru memberi latihan soal yang dikerjakan secra individu oleh siswa

Tahap 3 Guru bersama siswa membahas latihan soal dengan cara beberapa siswa disuruh mengerjakan di papan tulis.

(19)

24

Sedangkan Dhidik Setiawan dalam jurnal Pendidikan Elektro Vol. 2 Nomor 1 Universitas Surabaya (2013:304) menjelaskan sintaks pembelajaran konvensional sebagai berikut:

Tabel 5

Sintaks Pembelajaran Konvensional (Dhidik Setiawan)

Fase atau tahap Peran Guru

Menyampaikan tujuan Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut.

Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa secara tahap demi tahap dengan metode ceramah.

Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik

Guru mengecek keberhasilan siswa dan memberikan umpan balik.

Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan

Guru memberikan tugas tambahan untuk dikerjakan dirumah.

2.1.5. Hasil Belajar

2.1.5.1 Pengertian Hasil Belajar

Dimyati dan Mudjiono (2009:20) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak bermanfaat bagi siswa dan guru. Menurut Davies dalam (Mudjiono 2009: 201), ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Sedangkan menurut Sudjana (2009:22), bahwa hasil belajar adalah kemampuan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran oleh siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran.” Sudjana (2009) membagi tiga macam hasil belajar mengajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengarahan, dan (c) sikap dan cita-cita.

(20)

25

penguasaan kebiasaan, persepsi, kesenangan, minat-bakat, penyesuaian social, macam-macam keterampilan, cita-cita, keinginan, dan harapan. Sedangkan menurut Hamalik dalam Rusman (2012:123), hasil belajar itu dapat terlihat terjadinya perubahan dari persepsi dan perilaku, termasuk juga perubahan perilaku.

Menurut Bloom dalam Winkel (2004:274-279), hasil belajar mencakup tiga kemampuan, yaitu kemampuan kognitif, kemampuan psikomotorik dan kemampuan afektif. Penelitian yang dilakukan untuk mengukur hasil belajar dari aspek kognitif.

Hasil belajar kognitif menurut Bloom dalam Winkel (2004: 274-279) adalah Hasil belajar yang berkenaan dengan pemahaman pengetahuan dan pengertian pada suatu materi yang meliputi 1) pengetahuan yaitu kemampuan mengingat kembali hal-hal yang pernah dipelajari mancakup fakta, prinsip, dan metode yang diketahui; 2) pemahaman yaitu kemampuan memahami makna atau arti dari suatu konsep sehingga dapat menguraikan isi pokok dari suatu makna; 3) penerapan yaitu kemampuan menerapkan dan mengabstrasikan suatu konsep atau ide dalam situasi yang baru; 4) analisis yaitu kemampuan untuk merinci satu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga pengorganisasian dapat dIPAhami dengan baik; 5) sintesis yaitu kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal dan dapat mempertanggungjawabkan berdasarkan kriteria tertentu.

Winaputra (2007:1.10) menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai siswa dimana setiap kegiatan belajar dapat menimbulkan suatu perubahan yang khas. Dalam hal ini belajar meliputi keterampilan proses, keaktifan, motivasi juga prestasi belajar. Hasil adalah kemampuan seseorang dalam menyelesaikan suatau kegiatan.

(21)

26

2.1.5.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Proses dan Hasil Belajar

Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif, hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep, keterampilan, dan pembentukan sikap. Menurut Slameto (2008:54-72) faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua yaitu: faktor intern meliputi: faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan, sedangkan faktor ekstern meliputi: faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Menurut Slameto (2008:54-72) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua. Dua faktor tersebut akan dijelaskan dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor intern. Faktor intern adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor intern ini terbagi menjadi tiga faktor yaitu : faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan; 2) Faktor-faktor ekstern Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor ini meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

Melalui penjelasan faktor intern dan ekstern yang mempengaruhi hasil belajar. Faktor intern meliputi: faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan, dan faktor ekstern meliputi: faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian dengan mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams- Achievment Divisions (STAD) sebelumnya sudah diteliti oleh beberapa

orang. . Penelitian yang relevan dilakukan oleh :

Harni (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Division (STAD) terhadap hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran IPA. Dalam penelitian menyatakan bahwa dalam pembelajaran IPA diperlukan penggunaan model pembelajaran dan strategi pembelajaran yang sesuai, dan melibatkan siswa dalam kelompok secara aktif dalam proses pembelajaran.

(22)

27

Division (STAD) untuk meningkatkan penguasaan konsep waktu pada mata

pelajaran Matematika Kelas 1 SD Negeri Mronjo 02. Peningkatan prestasi siswa ditunjukan dari nilai rata-rata pre-test dan post-tes, pada pre-test dengan hasil 70%. Sedangkan pada post tes meningkat menjadi 95%. Jadi penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan prestasi belajar matematika pada penguasaan konsep perhitungan waktu jam secara bulat.

Begitu pula penelitian skripsi Leonard Pargo (UKSW) 2012 yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA SD Kelas V Semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012”. Dalam penelitian ini bersimpulan, bahwa kemampuan siswa setelah proses pembelajaran dengan nilai tertinggi untuk kelompok eksperimen 95.00 dan kelompok kontrol 65.00. Standar Deviasi kelompok eksperimen adalah 9.119, dan kelompok kontrol adalah 9.232, dan untuk penghitungan Tuji diperoleh 10.007 dengan df 33 pada taraf signifikansi 5% dan apabila dimasukkan dalam rumus uji beda yaitu - t1 –1/2 α < t < t –½ α pada taraf signifikansi 5% diperoleh -10.007 1,692< 10.007. Jadi berdasarkan hasil tersebut maka H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti antara ke-dua data tersebut terdapat perbedaan secara signifikan antara kemampuan awal dan setelah melalui proses pembelajaran untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Kemudian penelitian Miftahul Janah (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta) tahun 2013 berjudul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Student Teams Achivement Division (STAD) Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV“ juga bersimpulan Hasil belajar siswa kelompok eksperimen (rata-rata = 83,33 dan simpang baku = 7,80) lebih tinggi darIPAda kelompok kontrol (rata-rata = 41,17 dan simpang baku = 11,79) dan setelah dilakukan uji “t” diperoleh nilai t hitung sebesar 10,22 sedangkan t tabel pada taraf signifikasi 0,05 sebesar 1,99 atau > . Maka dapat disimpulkan menolak Ho. Dan Ha yang menyatakan terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) terhadap hasil pembelajaran IPA

(23)

28

Student Teams Achievement Division (STAD) memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap hasil belajar IPA siswa.

Penelitian yang dilakukan oleh Nofitasari tahun 2013 dengan judul “Pengaruh model pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) pada Mata Pelajaran IPA Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas 4

SDN Kesongo 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang 2 Tahun Ajarran 2012/2013”. Hasil post-test pada kelompok kontrol diperoleh nilai rata-rata sebesar 67,22 sedangkan kelompok eksperimen 76. Berdasarkan hasil analisi uji beda nilai rata-rata post-test kelompok kontrol dan kelompok eksperimen menunjukkkan nilai sig (2-tailed) sebesar 0.002 < 0.05 atau berdasarkan kriteria pengujian –t hitung < -t tabel(-3.315 < -1.688), maka Ho ditolak, berarti ada perbedaan yang signifikan antara nilai post-test kelas kontrol dengan nilai kelas eksperimen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar secara positif dan signifikan pada siswa kelas 4 SDN Kesongo 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang tahun 2012/2013.

Pada penelitian diatas menyatakan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran membawa dampak yang positif serta dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Penelitian diatas sama dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dimana melakukan penelitian tentang pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Division (STAD) terhadap hasil belajar siswa kelas 5 semester II pada mata pelajaran IPA di SD Negeri Menjer pada pokok bahasan sifat-sifat cahaya.

2.3 Kerangka Pikir

Penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD), memungkinkan siswa dapat belajar lebih aktif dan belajar untuk

(24)

29

didorong untuk bagaimana memecahkan sebuah masalah bersama-sama dengan kelompoknya. Selain itu, siswa secara individu dapat terbentuk menjadi siswa yang aktif dan mencintai belajar, karena sebagai individu, siswa juga dipercayakan untuk ikut berkontribusi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kelompok. Semboyan yang terkenal dalam pembelajaran model kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) adalah kesuksesan seseorang adalah kesuksesan kelompok, dan kesuksesan kelompok adalah kesuksesan orang per orang di dalam kelompok tersebut.

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) lebih mendorong kemandirian, keaktifan dan tanggung jawab

dalam diri siswa. Dalam hal ini siswa lebih banyak berperan selama kegiatan pembelajaran berlansung, melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.

Pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran ceramah. Siswa tidak dilibatkan untuk berinteraksi dengan temannya dalam proses belajar mengajar, tetapi siswa dituntut untuk hanya terlibat dengan gurunya. Dengan metode pembelajaran ceramah, siswa jarang diberikan kesempatan untuk memecahkan masalah secara bersama-sama dengan teman-temannya. Akhirnya, siswa tidak dibiasakan untuk belajar bekerjasama dengan orang lain yang ada di sekitarnya, dalam memecahkan sebuah masalah belajar yang sedang dihadapinya.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: ”apakah ada perbedaan pengaruh penerapan yang signifikan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Division (STAD) terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD Negeri

Menjer Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo semester II tahun pelajaran 2014/2015”.

(25)

30

kelas 5 SD Negeri Menjer Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo semester II tahun pelajaran 2014/2015.

Gambar

Tabel 1  Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu
Tabel 2 Kriteria Status Kelompok
Tabel 3 Cara Pembentukan Kelompok
Tabel 4 Kerangka Pembelajaran Konvensional
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai pengembangan digital library yang ditujukan untuk perpustakaan Smk Yasmida Ambarawa .Teknologi dan komunikasi tak

Audiovisual Dalam Penguasaan Keterampilan Pertolongan Persalinan Kala II” adalah proses mental yang berhubungan dengan panca indera yang terjadi pada mahasiswa Program Studi

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (3) dan Pasal 19 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 03 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Perparkiran, Pengelolaan tempat

Untuk menarik minat pencari informasi bentuk elektronik misalnya website, maka dapat dibuatkan tampilan gambar yang menarik sekaligus informasi yang up to date. Pada kesempatan

Pada Mega Electronik Store, pengolahan data dalam hal pemesanan barang electronik masih dilakukan secara manual, dalam penulisan ilmiah ini akan dibahas tentang pembuatan

Nilai daya dukung dan penurunan berdasarkan program Metode Elemen Hingga sebesar 285,46 ton dan 11,42 mm nilai ini tidak jauh berbeda dengan secara analitis.. Kata Kunci :

Data atau Variabel yang digunakan adalah perkiraan ( Estimasi ) pendapatan dari asset asset yang sudah ada pada Warnet MyNet untuk tahun 2008 ke depan yang beralamat di jalan Akses

Untuk menghitung daya dukung ultimate dan penurunan pondasi tiang pancang dari data Sondir dan SPT digunakan secara analitis dan menggunakan program Metode