• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian - Pergantian Debitur Pada Perjanjian Jual-Beli Mobil Secara Kredit Di Pt. Daya Adicipta Wihaya Di Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian - Pergantian Debitur Pada Perjanjian Jual-Beli Mobil Secara Kredit Di Pt. Daya Adicipta Wihaya Di Medan"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

11

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

A. Pengertian Perjanjian

(2)

kekurangan6

1. Seakan akan perjanjian tersebut dilakukan oleh satu pihak saja bukan oleh kedua pihak yang membuat perjanjian tersebut padahal dalam membuat suatu perjanjian harus ada hubungan yang timbal balik antara kedua pihak yang membuat suatu perjanjian, hal ini dapat dilihat dari kata mengikatkan dirinya yang seharusnya dapat diganti dengan saling mengikatkan diri.

. Kelemahan pengertian perjanjian dalam KUHPerdata antara lain:

2. Seoalah-olah perjanjian yang terdapat pada pengertian Pasal 1313 KUHPerdata hanya dapat dilakukan oleh orang saja, tidak dapat dilakukan oleh semua subjek hukum, sedangkan subjek hukum terdiri dari dua yaitu manusia dan badan hukum, hal ini dapat dilihat dari pengertian perjanjian yang terdapat dalam pasal 1313 KUHPerdata dimana menyebutkan satu orang atau lebih yang mengikatkan diri kepada satu orang lain atau lebih. Hal ini harusnya dapat diganti dengan Satu pihak atau lebih yang mengikatkan dirinya kepada satu pihak lain atau lebih.

3. Lingkup pengertian perjanjian yang tertera pada Pasal 1313 KUHPerdata terlalu luas sehingga mencakup juga didalamnya perjanjian perkawinan yang masuk kedalam ruang lingkup hukum orang dan keluarga, sedangkan pengertian perjanjian yang dimaksud disini adalah pengertian perjanjian yang mengatur tentang suatu kebendaan yaitu hubungan hukum antara seorang kreditor dan debitur dalam hal kebendaan.

4. Unsur perbuatan yang ada dalam perjanjian harusya di ganti dengan kata persetujuan. Hal ini dikarenakan suatu perbuatan dapat terjadi karena

6

(3)

persetujuan dan karena tidak persetujuan. Perbuatan yang terjadi karena tidak persetujuan itu misalnya perbuatan melawan hukum. Sehingga unsur perbuatan dalam perngertian perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1313 KUHPerdata harus diganti dengan persetujuan.

5. Pada pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata tidak ada disebutkan tujuan para pihak membuat perjanjian sehingga tujuan perjanjian dalam pengertian Pasal1313 KUHPerdata tidak jelas. Apabila tujuannya tidak jelas akan dipertanyakan untuk apa para pihak membuat perjanjian, dan mungkin dapat menimbulkan dugaan bahwa tujuan perjanjian yang dibuat dilarang oleh Undang-undang.

Berdasarkan pada kekurangan kekurangan diatas yang mengatakan banyaknya kekurangan dalam pengertian perjanjian menurut pasal 1313 KUHPerdata serta terlalu luas pengertian perjanjian menurut pasal tersebut, maka akan diberikan uraian pengertian perjanjian dalam arti sempit, dimana perjanjian dalam arti sempit adalah persetujuan dengan mana dua pihak atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal yang bersifat kebendaan dibidang harta kekayaan.7

Definisi dalam arti sempit ini telah menunjukan adanya persetujuan atau kesepakatan antara pihak yang satu (kreditor) dengan pihak yang lain (debitur), untuk melaksanaan suatu hal yang bersifat kebendaan sebagai objek perjanjian.Objek perjanjian tersebut dibidang harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang. Apabila dipahami secara mendalam maka

7Ibid,

(4)

pengertian perjanjian dalam arti yang lebih sempit dibidang harta kekayaan ini memuat unsur-unsur sebagai berikut:

a. Subjek perjanjian, yaitu pihak-pihak dalam perjanjian. b. Persetujuan tetap, yaitu kesepakatan final antara para pihak. c. Objek perjanjian, yaitu berupa benda tertentu sebagai prestasi.

d. Tujuan perjanjian, yaitu hak kebendaan yang akan diperoleh ara pihak.

e. Bentuk perjanjian, yaitu dapat secara lisan dan tulisan.

f. Syarat-sayarat perjanjian, yaitu isi perjanjian yang wajib dipenuhi para pihak.8

B. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian

perjanjian adalah suatu hubungan hukum yang menghasilkan perbuatan hukum antara subjek hukum dimana dalam suatu perbuatan hukum tersebut dapat menimbulkan suatu hak dan kewajiban antara para pihak yang harus dipatuhi para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Untuk membuat suatu perjanjian yang sah dan mengikat maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian yang terdapat didalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya maksudnya adalah persetujuan kedua belah pihak mengenai pokok perjanjian yang dibuat. Apa yang disepakati dan disetujui oleh pihak pertama juga harus disetujui oleh pihak kedua. Sehingga para pihak harus seia sekata terhadap isi perjanjian .

8

(5)

Tanpa ada tawar menawar antara kedua pihak. Dengan kata lain persetujuan itu sudah final.9

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Sebelum ada kesepakatan antara kedua belah pihak, maka harus ada penawaran dari pihak yang satu kepada pihak lain agar terjadi suatu persetujuan. Pihak yang satu biasanya menawarkan suatu objek yang ada dalam perjanjian beserta persyaratannya sedangkan pihak kedua menyatakan kehendak tentang penawaran yang ditawarkan pihak pertama sehingga terjadi suatu persetujuan yang bersifat final yang akan menjadi isi dalam suatu perjanjian.Sepakat mereka yang mengikatkan diri ini artinya adalah kebebasan. Mereka bebas untuk membuat kesepakatan dengan siapapun tanpa paksaan dari pihak manapun dan tanpa kekhilafan sehingga para pihak benar-benar secara sukarela saling mengikatkan diri untuk membuat suatu perjanjian.Berdasarkan Pasal 1323 KUHPerdata maka paksaan yang dilakukan terhadap seseorang yang membuat suatu perjanjian merupakan alasan untuk dibatalkannya suatu perjanjian yang telah dibuat tersebut. Dengan demikian maka apabila pihak di paksa untuk membuat suatu perjanjian, maka perjanjian tersebut akan dapat dibatalkan oleh pihak yang meminta pembatalan tersebut.

Para pihak yang akan membuat suatu perikatan haruslah terlebih dahulu memenuhi syarat-syarat yaitu, sudah berumur 21 tahun atau sudah menikah, memiliki akal yang sehat (tidak gila), tidak sedang berada dibawah pengampuan serta memiliki surat kuasa terhadap orang yang

9

(6)

mewakili orang lain dalam melakukan suatu perikatan.10

a. Manusia ( natuurlijke persoon )

Subjek hukum adalah sesuatu yang memiliki hak dan kewajiban. Dewasa ini subjek hukun terdiri dari dua yaitu :

Boleh dikatakan tiap manusia baik warganegara maupun orang asing dengan tak memandang agama atau kebudayaan adalah subjek hukum. Sebagai subjek hukum sebagai pembawa hak dan kewajiban manusia mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk melakukan sesuatu tindakan hukum berupa persetujuan, menikah, membuat wasiat dan lain sebagainya.11Berlakunya manusia itu sebagai pembawa hak, mulai dari saat dia dilahirkan dan berakhir pada saat dia meninggal; malah seorang anak yang masih didalam kandungan ibunya dapat dianggap sebagai pembawa hak (dianggap telah lahir) jika kepentingannya memerlukannya (Untuk menjadi ahli waris)12.Dalam kasus tertentu ada beberapa orang yang tidak dapat melakukan perbuatan hukum meskipun dia termasuk subjek hukum, mereka disebut orang yang tidak cakap hukum (Handelingsonbekwaam), tetapi mereka harus diwakilkan atau dibantu oleh orang lain.13

1) Orang yang masih dibawah umur (belum mencapai usia 21 tahun). Merka yang oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan hukum adalah :

10

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti. 2011), hal 301.

11

C.S.T. Kansil. Pengantar ilmu hukum dan tata hukum Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka Jakarta 2002), hal 117.

12

Abdulkadir Muhammad, Loc.cit

13

(7)

2) Orang yang tak sehat pikirannya (gila), pemabuk dan pemboros, yakni mereka yang ditaruh dibawah curatele (pengampuan).

3) Seorang perempuan dalam pernikahan.Akan tetapi, mengenai perlunya izin dari suami kepada isteri untuk melakukan perbuatan hukum tidak berlaku lagi sejak adanya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 Tentang Gagasan Menganggap Burgerlijk Wetboek Tidak Sebagai Undang-Undang.

b. Badan Hukum (Rechtspersoon)

Badan hukum sebagai pembawa hak yang tak berjiwa dapat melakukan sebagai pembawa hak manusia, misalnya : dapat melakukan persetujuan, memiliki harta kekayaan yang sama sekali terlepas dari harta anggotanya.14Bedanya dengan manusia adalah, bahwa badan hukum tak dapat melakukan perkawinan, tak dapat dihukum penjara (kecuali hukuman denda).15

1) Badan Hukum Publik, yaitu Negara, Daerah Swatantra tingkat I dan II, Kotamadya, Kotapraja, Desa.

Badan hukum bertindak dengan perantaraan pengurus-pengurusnya, adapun badan hukum itu bermacam-macam bentuknya yaitu:

2) Badan Hukum Perdata, yang dapat dibagi lagi dalam:

a) Badan Hukum (Perdata) Eropah, seperti Perseroan Terbatas, Yayasan, Lembaga, Koperasi, Gereja;

b) Badan Hukum Indonesia seperti : Gereja Indonesia, Mesjid, Koperasi Indonesia.16

14

C.S.T.Kansil, Loc.,cit

15Ibid,

hal.118.

16Ibid,

(8)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa subjek hukum dalam suatu perjanjian adalah manusia dan badan hukum, yang mampu membuat persetujuan dalam bentuk perjanjian dengan pihak lain.Pasal 1330 KUHPerdata berbunyi dikatakan tidak cakap membuat perjanjian adalah orang yang berlum dewasa, orang yang ditaruh dibawah pengampuan dan orang yang sakit ingatan (gila). Apabila mereka melakukan suatu perbuatan hukum mereka harus diwakili oleh wali mereka.Akibat hukum terhadap tidak cakapnya suatu orang dalam membuat perjanjian maka pembatalan tersebut dapat dimintakan kepada pengadilan, namun selama pihak yang berada dalam perjanjian tersebut tidak keberatan terhadap hal tersebut maka perjanjian dapat tetap dijalankan.

3. Mengenai suatu hal tertentu

Mengenai suatu hal tertentu didalam syarat sah suatu perjanjian adalah dapat menentukan apakah objek tersebut adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud, melakukan suatu perbuatan tertentu atau tidak melakukan perbuatan tertentu. Dalam suatu perjanjian, yang dikatakan objek perjanjian itu harus jelas. Apabila suatu pejanjian tersebut objeknya kabur, sehingga tidak dapat ditentukan apakah objek tersebut merupakan benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud tidak berwujud, melakukan suatu perbuatan atau tidak melakukan suatu perbuatan. Maka pelaksanaan hak dan kewajiban yang terdapat dalam suatu perjanjian akan menjadi kabur dan tidak jelas juga.

(9)

Suatu sebab yang halal pada syarat sah suatu perjanjian maksudnya adalah perjanjian yang dibuat tersebut harus memiliki tujuan yang halal dimana isi dari perjanjian merupakan tujuan dari suatu perjanjian sehingga isi dari perjanjian tersebut harus berdasarkan suatu sebab yang halal, hal ini didasari oleh Pasal 1337 KUHPerdata dinyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh Undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.

(10)

menurut hukum maka perjanjian tersebut akan memiliki akibat hukum yaitu:

a. Berlaku sebagai undang-undang

Artinya, perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa serta memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak yang membuatnya. Pihak-pihak dalam perjanjian wajib menaati perjanjian tersebut layaknya suatu undang-undang, apabila ada pihak yang melanggar perjanjian yang dibuat maka dia telah dianggap melanggar suatu undang-undang sehingga dia akan mendapatkan suatu akibat hukum dari perbuatannya yaitu berupa sanksi hukum. Jadi siapa yang melanggar perjanjian yang dibuatnya maka dia dapat dituntut dan diberi hukuman seperti yang telah ditetapkan dalam Undang-undang.

b. Tidak dapat dibatalkan secara sepihak

Karena suatu perjanjian adalah persetujuan dan kesepakatan kedua belah pihak maka para pihak dalam perjanjian tersebut tidak dapat membatalkan perjanjian yang mereka buat secara sepihak tanpa ada persetujuan dari pihak lain yang ada dalam perjanjian tersebut, namun perjanjian tersebut dapat dibatalkan secara sepihak apabila ada alasan yang cukup menurut undang-undang. Alasan-alasan yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1) Perjanjian yang bersifat terus menerus, berlakunya dapat dihentikan

(11)

2) Perjanjian sewa suatu rumah Pasal 1587 KUHPerdata setelah berakhir waktu sewa seperti yang ditentukan dalam suatu perjanjian tertulis, penyewa tetap menguasai rumah tersebut tanpa ada teguran dari pemilik rumah yang menyewakan rumah tersebut, maka penyewa dianggap tetap meneruskan pernguasaan rumah itu atas dasar sewa-menyewa dengan syarat-syarat yang sama untuk waktu yang ditentukan menurut kebiasaan setempat. Jika pemilik ingin mengehentikan sewa-menyewa tersebut, dia harus memberitahukan kepada penyewa menurut kebiasaan setempat.

3) Perjanjian pemberian kuasa (lastgeving) Pasal 1814 KUHPerdata, pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya apabila dia mengehendakinya.

4) Perjanjian pemberian kuasa (lastgeving) Pasal 1817 KUHPerdata, penerima kuasa dapat membebaskan diri dari kuasa yang diterimanya dengan memberitahukan kepada pemberi kuasa.

c. Pelaksanaan dengan itikad baik.

(12)

kesesuaian, kecocokan; sedangkan kesusilaan artinya kesopanan dan keadaban. Berdasarkan pada arti kata-kata tersebut dapat dirumuskan kiranya kepatutan dan kesusilaan itu sebagai “nilai yang patut, pantas, layak, sesuai, cocok, sopan, beradab” sebagaimana sama-sama dikehendaki oleh masing-masing pihak yang berjanji.Jika terjadi selisih pendapat tentang pelaksanaan dengan itikad baik (kepatutan dan kesusilaan), pengadilan diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengawasi dan menilai pelaksanaan, apakah ada pelanggaran terhadap norma-norma kepatutan dan kesusilaan itu. Ini berarti bahwa pengadilan berwenang untuk menyimpang dari isi perjanjian menurut kata-katanya apabila pelaksanaan menrut kata-kata itu akan bertentangan dengan itikad baik, yaitu norma kepatutan dan kesusilaan, dimana pelaksanaan yang sesuai dengan norma kepatutan dan kesusilaan itulah yang dipandang adil. Tujuan hukum adalah menciptakan keadilan.17

C. Jenis-Jenis Perjanjian

Para ahli dibang perjanjian tidak ada kesatuan pandangan tentang pembagian perjanjian. Ada ahli yang mengkajinya dari sumber hukumnya, namanya, bentuknya, aspek kewajibannya, maupun aspek larangannya. Berikut ini disajikan jenis-jenis perjanjian.

1. Perjanjian Menurut Sumber Hukumnya

Perjanjian berdasarkan sumber hukumnya merupakan penggolongan perjanjian yang didasarkan pada tempat perjanjian itu ditemukan.

17

(13)

Sudikno Mertokusumo menggolongkan perjanjian dari sumber hukumnya. Ia membagi jenis perjanjian menjadi lima macam, yaitu: a. Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya

perkawinan;

b. Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan dengan peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik;

c. Perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban;

d. Perjanjian yang bersumber dari hukum acara, yang disebut dengan bewijsovereenkomst;

e. Perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan publieckrechtelijke overeenkomst.18

2. Perjanjian Menurut Namanya

Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum didalam Pasal 1319 KUH Perdata dan Artikel 1355 NBW. Didalam Pasal 1319 KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW hanya disebutkan dua macam kontrak menurut namanya, yaitu perjanjiannominaat (bernama) dan perjanjianinnominaat (tidak bernama). perjanjian nominaat adalah kontrak yang dikenal dalam KUHPerdata. Yang termasuk dalam perjanjian nominaat adalah jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, dan lain-lain. Sedangkan perjanjian innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh

18

(14)

dan berkembang dalam masyarakat. Jenis perjanjian ini belum dikenal dalam KUHPerdata. Yang termasuk dalam perjanjian ini adalah leasing, beli sewa, franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, keagenan, production sharing, dan lain-lain. Namun Vollmar mengemukakan perjanjian jenis yang ketiga antara bernama dan tidak bernama, yaitu perjanjian campuran, Perjanjian campuran adalah perjanjian yang tidak hanya diliputi oleh ajaran umum (tentang perjanjian).19

3. Perjanjian Menurut Bentuknya

Dalam KUHPerdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk perjanjian. Namun apabila kita menelaah berbagai ketentuan yang tercantum didalam KUHPerdata maka perjanjian menurut bentuknya dapat terbagi kedalam perjanjian lisan dan perjanjian tertulis. Perjanjian lisan adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak. Dengan adanya konsesus maka perjanjian itu telah terjadi. Termasuk dalam golongan ini adalah perjanjian konsesual dan riil. Pembedaan ini diilhami dari hukum romawi. Dalam hukum Romawi tidak hanya memerlukan adanya kata sepakat, tetapi perlu diucapkan kata-kata dengan yang suci dan juga harus didasarkan atas penyerahan nyata dari suatu benda.20

19

Ibid, hal. 28.

20 Ibid.

(15)

menjadi pokok perjanjian telah diserahkan. Misalnya utang-piutang, pinjam-pakai, penitipan barang.21

Perjanjian tertulis merupakan perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan, hal ini dapat kita lihat pada perjanjian hibah yang harus dilakukan dengan akta notaris. Perjanjian ini dibagi menjadi dua macam yaitu perjanjian dalam bentuk akta dibawah tangan dan akta notaris. Akta dibawah tangan adalah akta yang cukup dibuat dan ditandatangani oleh para pihak. Akta yang dibuat oleh Notaris itu merupakan akta Pejabat.22

4. Perjanjian Timbal Balik

Penggolongan ini dibuat dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Perjanjian timbal-balik atau juga disebut perjanjian bilateral adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak, dan hak dan kewajibannya itu mempunyai hubungan satu sama lain.23

a. Perjanjian timbal balik tidak sempurna menimbulkan kewajiban pokok satu pihak, sedangkan lainnya wajib melakukan sesuatu. Di sini tampak ada prestasi-prestasi yang seimbang satu sama lain. Misalnya, si penerima pesan senantiasa berkewajiban untuk melaksanakan pesan yang dikenakan atas pundaknya oleh orang pemberi pesan. Apabila si penerima pesan dalam melaksanakan Perjanjian timbal balik ini dibagi kedalam dua macam, yaitu perjanjian timbal balik tidak sempurna dan perjanjian sepihak.

21

J.Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Undang-Undang, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995) hal:37.

22

Salim H.S. Op.cit. hal 29.

23

(16)

kewajiban-kewajiban tersebut telah mengeluarkan biaya-biaya atau olehnya telah diperjanjikan upah, maka pemberi pesan harus menggantinya.

b. Perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang selalu menimbulkan kewajiban hanya bagi satu pihak saja. Tipe perjanjian ini adalah perjanjian pinjam mengganti.

5. Perjanjian Cuma-Cuma atau dengan Alas Hak Yang Membebani

Penggolongan ini didasakan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi dari pihak lain.Perjanjian Cuma-Cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.24 Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani merupakan perjanjian, disamping prestasi pihak yang satu senantiasa ada prestasi dari pihak lain yang menurut hukum saling berkaitan.25

6. Perjanjian Berdasarkan Sifatnya

Penggolongan ini didasarkan pada hak kebendaan dan kewajiban yang ditimbulkan dari adanya perjanjian tersebut. Perjanjian menurut sifatnya dibagi menjadi dua macam, yaitu perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst) dan perjanjian obligatoir. Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian, yang ditimbulkan hak kebendaan,diubah atau dilenyapkan, hal demikian untuk memenuhi

24

J.Satrio, Op.cit. hal.37.

25

(17)

perikatan. Contoh perjanjian ini adalah perjanjian pembebanan jaminan dan penyerahan hak milik. Sedangkan perjanjian obligatoir merupakan perjanjian yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak.

Disamping itu dikenal juga jenis perjanjian dari sifatnya, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian yang utama, yaitu perjanjian pinjam meminjam uang, baik kepada individu atau kepada lembaga perbankan. Sedangkan perjanjian

accesoir merupakan perjanjian tambahan, seperti perjanjian

pembebanan hak tanggungan atau fidusia.26

D. Perjanjian Kredit

Kita ketahui perngertian dari kredit yang dalam bahasa Yunani disebut Credere adalah suatu kepercayaan. Kepercayaan dalam hal ini adalah suatu

keyakinan yang dimiliki kreditur bahwa debitur akan mengembalikan kredit yang diberikan oleh kreditur. Maka dari itu dasar dari kredit adalah suatu kepercayaan.Berdasarkan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang no.10 tahun 1998 tentang perubahan terhadap Undang-Undang no.7 tahun 1992 tentang perbankan yang selanjutnya disebut UUP, dinyatakan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.Berdasarkan pengertian diatas maka dapat diperoleh beberapa unsur kredit yaitu:

(18)

1. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa akan benar-benar diterimanya kembalidalam jangka waktu tertentu di masa yabg akan datang. 2. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian

prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini terkandung pengertian nilai agio dari uang, yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.

3. Degree of risk, yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat resikonya, karena sejauh-jauh kemampuan manusia untuk menerobos masa depan itu, maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur resiko. Dengan adanya unsur resiko inilah timbul jaminan dalam pemberian kredit.

4. Prestasi atau objek kredit, dimana prestasi atau objek kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga terdapat dalam bentuk barang atau jasa. Namun, karena kehidupan ekonomi modern sekarang ini didasarkan kepada uang maka transaksi kredit yang menyangkut uang lah yang sering dijumpai dalam suatu pemberian kredit.27

27

(19)

Untuk memberikan suatu kredit biasanya kreditor melakukan analisis terhadap Debitur yang akan mengajukan permohonan kredit kepadanya. Dari analisis tersebutlah kreditur kemudian memberikan pertimbangan terhadap permohonan yang diajukan oleh debitur. Untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan pemberian kredit biasanya digunakanlah suatu konesep yang dinamakan konsep 5C yaitu28

a. Watak (character) :

Yang dimaksud dengan watak disini adalah kepribadian, moral dan kejujuran pemohon kredit. Apakah ia dapat memenuhi kewajibannya dengan baik, yang timbul dari persetujuan kredit yang akan diadakan.Didalam praktek perbankan hal ini menyangkut sampai sejauh mana kebenaran dari keterangan-keterangan yang diberikan pemohon tentang data-data perusahaannya yang dimintakan oleh bank.

Dalam rangka ini, bank juga menyelidiki asal-usul kehidupan pribadi, apakah pemohon seorang yang royal, keadaan masa lalunya, apakah pernah terlibat dalam blacklist dan sebagainya. Informasi, dan refrensi antara bank juga dibutuhkan.

b. Kemampuan (capacity)

Yang dimaksud adalah kemampuan mengendalikan, memimpin, menguasai bidang usaha, kesungguhan, dan melihat perspektif masa depan, sehingga usaha pemohon berjalan dengan baik dan memberikan untung (rendabel).

28

(20)

c. Modal (capital)

Pemohon disyaratkan wajib memiliki modal sendiri. Kredit dari bank berfungsi sebagai tambahan. Adanya modal sendiri dari pemohon menunjukan bahwa pemohon adalah pengusaha, yang untuk memperkembangkan usahanya itu perlu mendapat bantuan dari pihak bank.Data-data mengenai modal itu dapat dilihat dari neraca pemohon. d. Jaminan (collateral)

Jaminan disini berarti kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan, guna kepastian pelunasan di belakang hari, kalau penerima kredit tidak melunasi hutangnya.Jaminan itu dapat juga berupa orang menyediakan dirinya untuk menjamin pembayaran dari penerima kredit (Borgtocht).

Faktor jaminan ini adalah security faktor atas kredit yang diberikan. Jumlah texasi nilai-nilai jaminan lazimnya harus lebih tinggi dari jumlah kredit yang diberikan. Kedalam jumlah pinjaman diperhitungkan juga bunga dan biaya-biaya yang timbul dari kredit itu.

e. Kondisi ekonomi (conditional of economy)

(21)

E. Asas – Asas dalam Perjanjian

Hukum perjanjian mengenal beberapa asas penting yang merupakan dasar para pihak untuk membuat perjanjian guna mencapai suatu tujuan tertentu. Beberapa asas yang dimaksud antara lain adalah:

1. Asas Kebebasan Berkontrak

Setiap orang bebas membuat dan mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur ataupun yang belum diatur menurut Undang-undang. Akan tetapi kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga hal, yang mana tiga hal tersebut adalah tidak dilarang undang-undang, tidak dilarang oleh ketertiban umum, dan tidak dilarang oleh kesusilaan.

2. Asas Pelengkap

Asas ini memiliki arti bahwa ketentuan undang-undang boleh tidak diikuti apabila para pihak yang membuat perjanjian telah menghendaki dan membuat sendiri yang menyimpang dari ketentuan undang-undang. Akan tetapi, apabila dalam perjanjian yang mereka buat tidak ditentukan lain, berlakulah ketentuan – ketentuan yang ada dalam undang-undang. Asas ini hanya mengenal rumusan hak dan kewajiban para pihak. Artinya ketentuan dalam undang-undang merupakan pelengkap dalam suatu perjanjian, apabila sudah diatur dalam suatu perjanjian makan ketentuan undang-undang tidak digunakan lagi.

3. Asas Konsensual

(22)

perjanjian mengenai pokok pokok isi perjanjian. Sejak saat itu perjanjian mengikat dan mempunyai akibat hukum. Berdasarkan pada asas ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian yang dibuat ini cukup secara lisan saja, sebagai penjelmaan dari asas “manusia itu dapat dipegang mulutnya”, artinya seoarang manusia dapat dipercaya dari perkataan atau omongan yang diucapkan dari mulutnya.Akan tetapi, ada perjanjian tertentu yang dibuat secara tertulis, misalnya, perjanjian perdamaian, hibah, dan pertanggungan (asuransi). Tujuannya adalah untuk bukti lengkap mengenai apa yang mereka perjanjikan. Perjanjian dengan formalitas tertentu ini disebut dengan perjanjian formal.

4. Asas Obligator

Asas ini mempunyai arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum mengalihkan hak milik. Hak milik baru beralih apabila dilakukan dengan perjanjian yang bersifat kebendaan (zaakelijke overeenkomst), yaitu melalui penyerahan (levering).

Dalam hukum perdata Perancis tidak mengenal perjanjian obligatoir. Perjanjian yang dibuat itu sekaligus bersifat zakelijk, yaitu memindahkan hak milik. Hukum perdata perancis tidak mengenal lembaga penyerahan (levering). Misalnya dalam jual-beli, sejak terjad perjanjian jual beli,

secara otomatis hak milik beralih dari penjual kepada pembeli tanpa melalui penyerahan (levering).29

5. Asas Pacta Sunt Servanda

29

(23)

Asas Pacta Sunt Servanda merupakan asas kepastian hukum yang terdapat dalam suatu perjanjian, dimana para pihak dalam suatu perjanjian harus menghormati perjanjian yang dibuatnya layaknya undang-undang sehinga para pihak menjadi lebih menghargai perjanjian yang dibuat.

6. Asas Itikad Baik

Asas itikad baik merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang asas ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) bahwa perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Asas itikad baik ini harus selalu ada ada setiap tahap perjanjian sehingga kepentingan pihak yang satu selalu dapat diperhatikan oleh pihak lainnya.30

7. Asas Kepribadian (Personalitas)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 KUHPerdata, dalam Pasal tersebut dinyatakan bahwa pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri. 8. Asas Kepercayaan

Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara mereka di belakang hari.

9. Asas Persamaan Hukum

30

(24)

Asas persamaan hukum adalah bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dalam hukum.

10.Asas Keseimbangan

Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditor mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.31

F. Berakhirnya Suatu Perjanjian

Berakhirnya suatu perjanjian diatur didalam Pasal 1381 KUH Perdata, Pasal 1381 KUHPerdata mengatur tentang perikatan, apabila suatu perikatan telah berakhir maka berakhir pula lah suatu perjanjian antara para pihak dimana menurut Pasal 1381 KUH Perdata ada sepuluh cara hapusnya atau berakhirnya suatu perjanjian yaitu :

1. Pembayaran

Yang dimaksud dengan pembayaran yang diatur dalam Pasal 1381 KUH Perdata tidak hanya meliputi penyerahan sejumlah uang, tetapi juga penyerahan suatu benda. Sehingga dapat dikatakan dengan jelas bahwa perjanjian berakhir karena pembayaran sejumlah uang dan penyerahan suatu benda. Jadi apabila objek perjanjian adalah sejumlah uang maka perjanjian yang dibuat akan berakhir dengan dibayarkannya sejumlah uang sesuai dengan kesepakatan yang termuat dalam perjanjian, dan apabila

31

(25)

objek perjanjian adalah suatu benda maka perjanjian itu akan berakhir dengan penyerahan suatu benda yang sudah termuat dalam perjanjian tersebut. Apabila objek perjanjian adalah pembayaran sejumlah uang dan penyerahan suatu benda secara timbal balik maka perjanjian baru berakhir ketika terjadi pembayaran uang dan penyerahan suatu benda.32

2. Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti Penitipan

Jika Debitur telah melakukan penawaran pembayaran dengan perantaraan notaris atau juru sita, kemudian kreditor menolak penawaran tersebut, atas penolakan kreditor tersebut makan debitur menitipkan pembayaran itu kepada panitera pengadilan negeri untuk disimpan. Dengan demikian, perjanjian menjadi hapus (Pasal 1404 KUH Perdata). Supaya penawaran pembayaran itu sah, perlu dipenuhi syarat-syarat :

a. Dilakukan kepada kreditor atau kuasanya ;

b. Dilakukan oleh debitur yang berwenang untuk membayar ;

c. Mengenai semua uang pokok, bunga, dan biaya yang telah ditetapkan ; d. Waktu yang ditetapkan telah tiba ;

e. Syarat dimana utang dibuat telah terpenuhi ;

f. Penawaran pembayaran dilakukan ditempat yang telah ditetapkan atau ditempat yang telah disetujui; dan

g. Penawaran pembayaran dilakukan oleh notaris atau jurusita dengan disertai oleh dua orang saksi.33

3. Pembaruan Utang (Novasi)

32Ibid,

hal :282.

33Ibid,

(26)

Pembaruan hutang atau novasi adalah salah satu bentuk hapusnya perikatan yang terwujud dalam bentuk lahirnya perikatan baru.34Pembaruan utang terjadi dengan cara mengganti utang lama dengan utang yang baru, debitur lama dengan debitur baru, dan kreditor lama dengan kreditor yang baru. Dalam hal utang yang lama digantikan dengan utang yang baru maka terjadilah pergantian objek perikatan dimana pergantian objek perikatan tersebut dinamakan Novasi objektif. Dalam hal terjadi pergantian orangnya (subjeknya), maka jika debiturnya yang diganti, pembaruan utang ini disebut novasi subjektif pasif. Jika kreditornya yang diganti maka pembaruan hutan ini disebut “novasi subjektif aktif”. Dalam hal ini hutang lama akan lenyap.35

4. Perjumpaan Hutang (Kompensasi)

Yang dimaksud dengan perjumpaan hutang atau kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan hutang yang sudah dapat ditagih antara kreditor dan debitur. Dikatakan ada perjumpaan utang atau kompensasi apabila utang piutang kreditor dan debitur secara timbal balik dilakukan perhitungan. Dengan perhitungan itu maka utang piutang lama antara debitur dan kreditor akan lenyap. 36

34

Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Hapusnya Perikatan, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada 2003) Hal: 80.

35

AbdulKadir Muhammad, Loc.Cit

36

Abdulkadir Muhammad, op, cit, hal. 284

(27)

usaha Isaac, maka terjadilah perjumpaan utang antara Isaac dan Dyah sehingga Dyah tidak memiliki hutang sewa rumah lagi kepada Isaac. Supaya utang antara kreditor dan debitur dapat diperjumpakan maka harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Berupa sejumlah uang atau benda yang dapat dihabiskan dari jenis dan kualitas yang sama

b. Utang harus udah dapat ditagih; dan

c. Utang itu seketika dapat ditentukan atau ditetapkan jumlahnya (Pasal 1427 KUHPerdata).37

Setiap utang apapun sebabnya dapat diperjumpakan, kecuali dalam hal yang berikut ini:

1) Apabila dituntut pengambilan suatu benda yang secara melawan hukum dirampas dari pemiliknya, misalnya, karena pencurian;

2) Apabila dituntut pengambilan barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan;

3) Terhadap suatu hutang yang bersumber pada tunjangn nafkah yang telah dinyatakan tidak dapat disita (Pasal 1429 KUHPerdata);

4) Utang-utang negara berupa pajak tidak mungkin dilakukan penjumpaan utang; dan

5) Utang-utang yang timbul dari perikatan wajar tidak mungkin dilakukan perjumpaan utang.38

5. Percampuran Utang

37Ibid

, hal 284.

38Ibid,

(28)

Menurut ketentuan Pasal 1436 KUHPerdata, percampuran utang itu terjadi apabila kedudukan kreditor dan debitur itu menjadi satu. Artinya, berada dalam satu tangan. Percampuran utang tersebut terjadi demi hukum. Pada percampuran utang ini utang-piutang menjadi lenyap.Percampuran utang terjadi, misalnya, Isaac sebagai ahli waris mempunyai utang pada Habib sebagai pewaris. Kemudian, Habib meninggal dunia dan Isaac sebagai ahli waris menerima warisan termasuk juga utang atas dirinya sendiri. Dalam hal ini utang lenyap demi hukum.39

6. Pembebasan Utang

Pembebasan utang (Kwijtschelding der schuld) yaitu apabila kreditor mebebaskan segala utang-piutang dan kewajiban pihak debitur.40

Menurut ketentuan Pasal 1438 KUHPerdata dinyataka bahwa pembebasan suatu barang tidak boleh didasarkan pada persangkaan yang artinya seorang debitur tidak boleh berpendapat bahwa kreditor melakukan pembebasan utang yang ada pada debitur tanpa ada pernyataan langsung dan disertai dengan bukti bahwa kreditor memang melakukan pembebasan utang terhadap debitur. Sehingga debitur harus mampu membuktikan bahwa kreditor memang melakukan pembebasan utang terhadap debitur. Pembebasan utang dapat terjadi apabila kreditor dengan tegas menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi dari debitur dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan perikatan sehingga debitur tidak memiliki kewajiban untuk membayar utang kepada kreditor. Dengan adanya pembebasan utang ini maka perjanjian menjadi batal atau hapus.

39

Ibid., hal 285

40

(29)

Dalam Pasal 1439 KUHPerdata dinyatakan bahwa pengembalian surat piutang asli secara sukarela oleh kreditor kepada debitur merupakan bukti tentang pembebasan utangnya.

7. Musnahnya Benda Yang Terutang

Menurut ketentuan Pasal 1444 KUHPerdatadinyatakan bahwa apabila benda yang menjadi objek perjanjian musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan, atau hilang bukan karena kesalahan debitur, dan sebelum ia lalai menyerahkannya diwaktu yang telah ditentukan, maka perjanjiannya menjadi hapus. Akan tetapi bagi mereka yang memperoleh benda itu secara tidak sah, misalnya karena pecurian, maka musnah atau hilangnya benda itu tidak membebaskan debitur (orang yang mencuri benda tersebut) untuk menggangti harganya.Meskipun debitur lalai menyerahkan benda itu, dia juga akan bebas dari perikatan itu apabila debitur tersebut mampu membuktikan bahwa musnah atau hilangnya barang itu disebabkan oleh suatu keadaan di luar kekuasaannya dan benda itu juga akan mengalami peristiwa yang sama mestipun sudah berada ditangan kreditor.41

8. Karena Pembatalan

Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, apabila suatu perjanjian yang dibuat antara kreditor dan debitur tidak memenuhi syarat subjektif yang terdapat dalam pasal 1320 KUHPerdata yang dapat diartikan salah satu pihak belum dewasa atau belum cakap hukum sehingga menyebabkan dia

41

(30)

tidak memiliki wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, maka perjanjian tersebut tidak batal tetapi dapat dibatalkan.42

a. Dengan cara aktif

Perikatan yang tidak memenuhi syarat subjektif dapat dimintakan pembatalannya kepada pihak pengadilan negeri melalui dua cara, yaitu:

Yaitu menuntut pembelaan melalui pengadilan negeri dengan cara mengajukan gugatan ke pengadilan negeri.

b. Dengan cara pembelaan

Yaitu menunggu sampai digugat dipengadilan negeri untuk memenuhi perikatan dan baru diajukan alasan tentang kekurangan perikatan itu.43 9. Berlaku syarat batal

Syarat batal yang dimaksud disini adalah ketentuan isi perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak, syarat tersebut apabila dipenuhi mengakibatkan perjanjian itu batal, sehingga perjanjian menjadi hapus. Syarat ini disebut syarat batal. Syarat batal pada asasnya selalu berlaku surut, yaitu sejak perjanjian itu dibuat.44

42Ibid.

43Ibid. 44Ibid.

(31)

yang diberikan Doni kepada Dinda. Sehingga perjanjian yang dibuat antara Doni dan Dinda menjadi batal.45

10.Lampau Waktu (Daluwarsa)

Berdasarkan ketentuan Pasal 1946 KUHPerdata, Lampau waktu atau daluwarsa adalah alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang.

Atas dasar ketentuan pasal tersebut dapat diketahui ada dua macam lampau waktu atau daluwarsa, yaitu:

a. Lampau waktu untuk memperoleh hak milik atas suatu benda, yang disebut acquisitieve verjaring.

b. Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan dari suatu tuntutan yang disebut extinctieve verjaring.46

Berdasarkan atas ketentuan Pasal 1963 KUHPerdata, untuk memperoleh hak milik atas suatu benda berdasarkan atas Daluarsa harus dipenuhi unsur unsur adanya itikad baik; ada alas hak yang sah; menguasai benda itu selama 20 tahun secara terus menerus tanpa ada yang menggugat; atau jika tanpa alas hak menguasai benda tersebut secara terus menerus selama 30 tahun tanpa ada yang menggugat namun ketentuan dari Pasal 1963 KUHPerdata dianggap tidak berlaku lagi setelah lahirnya undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agria sehingga segala peraturan mengenai bumi, air dan kekayaan alam yang

45ibid

., hal. 286.

46Ibid.

(32)

terkandung didalamnya yang diatur didalam KUHPerdata tidak berlaku lagi.

Berdasarkan Pasal 1967 KUHPerdata bahwa segala tuntutan baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan hapus karena daluwarsa, dengan lewat waktu 30 tahun. Sedangkan orang yang menunjukan adanya daluwarsa itu tidak usah menunjukan adanya alas hak dan tidak dapat diajukan terhadapnya tangkisan yang berdasar pada itikad buruk.

Pasal 1977 KUHPerdata yaitu terhadap benda bergerak yang bukan bunga atau piutang yang bukan atas tunjuk, siapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya. Walaupun begitu jika ada orang yang kehilangan atau kecurian suatu benda, dalam jangka waktu 3 tahun sejak hilangnya benda tersebut, dia dapat menuntut kembali bendanya yang hilang atau dicuri itu sebagai miliknya dari tangan siapapun yang menguasainya. Pemegang benda terakhir dapat menuntut kepada orang terakhir yang menyerahkanya atau menjual kepadanya suatu ganti kerugian.

Daluwarsa tidak berjalan tertangguh dalam hal-hal seperti tersebut berikut ini:

1) Terhadap anak yang belum dewasa, orang dibawah pengampuan; 2) Terhadap istri selama perkawinan (ketentuan ini tidak berlaku lagi); 3) Terhadap piutang yang digantungkan pada suatu syarat selama syarat

(33)

4) Terhadap seorang ahliwaris yang telah menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk membuat pendaftaran harta peninggalan mengenai piutang piutangnya ( Baca pasal 187-1991 KUHPerdata).

Selain yang diatur dalam KUHPerdata, perjanjian juga dapat berakhir diluar dari apa yang sudah diatur dalam KUHPerdata. Menurut R.Setiawan bahwa perjanjian dapat hapus karena hal-hal berikut:

1. Hapusnya perjanjian ditentukan dalam persetujuan oleh para pihak. Misalnya, Persetujuan akan berlaku untuk waktu tertentu.

2. Undang-Undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian. Misalnya, menurut Pasal 1066 ayat (3) KUHPerdata dinyatakan bahwa para ahli waris dapat mengadakan perjanjian selama waktu tertentu untuk tidak melakukan pemecahan harta warisan. Akan tetapi, waktu perjanjian tersebut oleh ayat (4) Pasal 1066 dibatasi berlakunya hanya untuk 5 tahun. 3. Para pihak atau Undang-Undang dapat menentukan bahwa dengan

terjadinya peristiwa tertentu, perjanjian akan hapus. Misalnya jika salah satu meninggal maka persetujuan menjadi hapus.

4. Pernyataan menghentikan persetujuan (Opzegging). Opzegging dapat dilakukan oleh kedua belah pihak atau oleh satu pihak. Opzegging hanya ada pada perjanjian-perjanjian yang bersifat sementara, misalnya:

a. Persetujuan Kerja

b. Persetujuan Sewa-Menyewa

5. Perjanjian hapus karena putusan Hakim.

(34)

7. Perjanjian hapus dengan persetujuan para pihak (herroeping).47

47

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis data yang diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Metode mind mapping secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: IDENTIFIKASI KESULITAN SISWA

Liken simplek kronik adalah peradangan kulit kronis, disertai rasa gatal, sirkumskrip, yang khas ditandai dengan kulit yang tebal dan likenifikasi. Likenifikasi pada liken

Bahwa Kepemimpinan Paternalistik berupa menganggap bawahan sebagai manusia yang tidak atau belum dewasa atau anak sendiri yang perlu dikembangkan, bersikap terlalu melindungi

(2) Rencana teknis pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disetujui oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk, kecuali bangunan fungsi khusus yang

Rekapitulasi Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2014-20171. Sumber: Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Bangka Tengah,

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan