• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Pupuk Organik Aktif Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit : Pengaruh Lubang Asupan Udara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Pupuk Organik Aktif Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit : Pengaruh Lubang Asupan Udara"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 POTENSI DAN KESINAMBUNGAN DARI LIMBAH TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT MENJADI KOMPOS

Kelapa sawit merupakan tumbuhan tropis yang diperkirakan berasal dari Nigeria (Afrika Barat) karena pertama ditemukan di hutan belantara Negara tersebut. Kelapa sawit pertama masuk ke Indonesia pada tahun 1848, dibawa dari Mauritus Amsterdam oleh seorang warga Belanda. Bibit kelapa sawit yang berasal dari kedua tempat tersebut masing-masing berjumlah dua batang dan pada tahun itu juga ditanam di Kebun Raya Bogor. Hingga saat ini, dua dari empat pohon tersebut masih hidup dan diyakini sebagai nenek moyang kelapa sawit yang ada di Asia Tenggara. Sebagian keturunan kelapa sawit dari Kebun Raya Bogor tersebut telah diperkenalkan ke Deli Serdang (Sumatera Utara) sehingga dinamakan varietas Deli Dura.

Pada tahun 1911, budidaya kelapa sawit di Indonesia secara komersial dimulai ketika seorang warga negara Belgia, Adriaen Hallet, yang kemudiannya diikuti oleh K. Schadt mengembangkan perkebunan di pantai timur Sumatera. Pada masa itu, area perkebunan sawit adalah seluas 5,123 ha. Namun, pada waktu penjajahan Jepang terjadi kemunduran perkembangan kelapa sawit. Setelah Indonesia mendapatkan kemerdekaannya, bisnis kelapa sawit ini mulai memulih dan masih bertahan sekarang [15].

Kelapa sawit adalah salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomis dan prospek yang cerah untuk dikembangkan secara luas yang mana data total areal perkebunan kelapa sawit dan produksinya dari tahun 2008-2013 dapat dilihat pada Tabel 2.1. Pada tahun 2013, menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2013) total areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah seluas 9.149.919 ha dengan total produksi minyak mentah sawit atau crude palm oil

(2)

Tabel 2.1 Data luas areal perkebunan kelapa sawit dan produksi CPO di Indonesia dari tahun 2008-2013 [2]

Tahun Luas Area (Ha) Jumlah Produksi (Ton)

2008 7.363.847 17.539.788

2009 8.248.328 19.324.294

2010 8.385.394 21.958.120

2011 8.992.824 23.096.541

2012 9.074.621 23.521.071

2013 9.149.919 24.431.640

(3)

Gambar 2.1 Proses Pengolahan Kelapa Sawit [16]

Janjang/tandan kosong merupakan limbah padat dengan volume terbesar dalam material balance pengolahan TBS selain cangkang fibre. Janjang/tandan kosong dihasilkan dari proses perontokan buah (Threshing) setelah proses perebusan (sterilizing). Proses sterilisasi buah adalah proses rebusan atau sterilisasi yang dilakukan dalam bejana besar dengan menggunakan injeksi uap (tekanan uap 2,5 – 3,0 atm) dengan lama rebusan 90 – 100 menit pada temperatur 135 – 140 oC. Dalam proses ini dapat terjadi kehilangan minyak akibat sebagian minyak tercampur dengan air kondensat dan terserap tandan kosong [17].

2.2 KARAKTERISTIK TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN PUPUK ORGANIK AKTIF (POA)

2.2.1 Karakteristik Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)

(4)

bentuk yang tidak seragam dan bobot rendah. Panjang dan lebar tergantung pada ukuran tandan buah segar dan dapat bervariasi dari panjang 17-30 cm dan lebar 25-35 cm. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan bahan organik yang mengandung : 42,8 % C, 2,90 % K2O, 0,80% N, 0,22 % P2O5, 0,30% MgO dan unsur-unsur mikro antara lain 10 ppm B, 23 ppm Cu dan 51 ppm Zn. Dalam setiap 1 ton Tandan Kosong sawit mengandung unsur hara yang setara dengan 3 Kg Urea, 0,6 kg RP, 12 kg MOP [19].

Gambar 2.2 Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) [20]

TKKS umumnya dijadikan mulsa dengan cara penumpukkan di sekitar pohon kelapa sawit. Padahal cara ini tidak akan menciptakan produk kompos organik yang bermutu, karena nilai C/N masih tinggi. Pengomposan adalah penurunan rasio atau perbandingan antara karbon dan nitrogen dengan singkatan nilai C/N. Bahan organik dapat diserap tanah adalah mempunyai C/N yang sama dengan tanah ialah sekitar 10 – 12 oleh karena itu, limbah sawit (cair dan padat) yang mempunyai nilai C/N tinggi harus diturunkan [21].

Keunggulan TKKS jika dijadikan kompos meliputi: kandungan kalium yang tinggi, tanpa penambahan starter dan bahan kimia, memperkaya unsur hara yang ada di dalam tanah, dan mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi. Selain itu kompos TKKS memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara lain:

1. Memperbaiki struktur tanah berlempung menjadi ringan.

2. Membantu kelarutan unsur-unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman.

(5)

4. Merupakan pupuk yang tidak mudah tercuci oleh air yang meresap dalam tanah.

5. Dapat diaplikasikan pada sembarang musim.

2.2.2 Karakteristik Pupuk Organik Aktif (POA) Dari Effluent Biogas Pengolahan Lanjut Limbah Cair Kelapa Sawit (LCPKS)

Penggunaan pupuk dengan memanfaatkan jenis mikroorganisme lokal (MOL) menjadi alternatif penunjang kebutuhan unsur hara. Larutan MOL mengandung unsur hara makro, mikro, dan mengandung mikroorganisme yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan agen pengendali hama dan penyakit tanaman sehingga baik digunakan sebagai dekomposer, pupuk hayati, dan pestisida organik [22].

Methanobacterium dan Methanobacillus yang terdapat dalam effluent diketahui dapat membentuk N2 dan untuk menambah unsur makro lain seperti posfat dibutuhkan bakteri pengolahnya yaitu Bacillus.sp, yang belum diketahui kuantitasnya didalam effluent. Oleh karena itu dibutuhkan aktivator yang dapat menambah mikroorganisme didalam pupuk organik aktif. Proses pembuatan pupuk dilakukan menggunakan larutan effective microorganisme 4 disingkat EM-4 [23].

Berikut ini data POA effluent dari pengolahan LCPKS LP3M-Biogas USU yang akan digunakan sebagai bahan tambahan proses pengomposan TKKS :

Tabel 2.2 Data POA effluent biogas dari pengolahan LCPKS LP3M-Biogas USU [23]

No Parameter Satuan Kandungan

1. Nitrogen % 0,14

2. P2O5 total % 0,05

3. K2O % 0,07

4. MgO % 0,1

5. CaO Mg/l ≤ 0,001

6. C- Organik % 0,12

7. Ph - 8,09

8. Ratio C/N - 0,86

(6)

2.3 PROSES PENGOMPOSAN DAN FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENGOMPOSAN

2.3.1 Kompos

Kompos adalah hasil penguraian bahan organik melalui proses biologis dengan bantuan organisme pengurai. Proses penguraian dapat berlangsung secara aerob (dengan udara) maupun anaerob (tanpa bantuan udara) [25]. Kompos dari limbah padat organik semakin penting di seluruh dunia, dalam kerangka terpadu manajemen limbah padat dan khususnya pengalihan biodegradables dari penimbunan [26].

Fungsi utama kompos adalah membantu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Secara fisik kompos dapat menggemburkan tanah, aplikasi kompos pada tanah akan meningkatkan jumlah rongga sehingga tanah menjadi gembur. Sementara sifat kimia yang mampu dibenahi dengan aplikasi kompos adalah meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) pada tanah dan dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air (water holding capacity). Sedangkan untuk perbaikan sifat biologi, kompos dapat meningkatkan populasi

mikroorganisme dalam tanah. Keunggulan kompos adalah kandungan unsur hara

makro maupun mikronya yang lengkap. Unsur hara makro yang terkandung dalam kompos antara lain N, P, K,Ca, Mg,dan S, sedangkan kandungan unsur mikronya antara lain Fe, Mn, Zn, Cl, Cu, Mo, Na dan B. Dalam proses pengomposan organisme pengurai mengambil sumber makanan dari sampah atau bahan organik yang diolah lalu mengeluarkan sisa metabolisme berupa karbon dioksida (CO), serta panas yang menghasilkan uap air (H2O). Oleh karena itu, kinerja organisme pengurai dapat dipantau dengan pengamatan temperatur (suhu), tekstur, struktur dan perubahan warna serta bau. Peningkatan suhu, tekstur dan struktur tidak lengket dan remah serta warna manjadi gelap mengkilat menandakan adanya kegiatan organisme pengurai yang berjalan dengan baik dan bau menyengat kompos yang semakin hari semakin hilang [25].

2.3.2 Proses Pengomposan

(7)

alam, sedangkan pengomposan dengan bantuan manusia yaitu dengan cara menggunakan teknologi modern maupun dengan menggunakan bahan bioaktivator dan menciptakan kondisi ideal sehingga proses pengomposan dapat terjadi secara optimal dan menghasilkan kompos berkualitas tinggi. Untuk dapat membuat kompos dengan kualitas baik, diperlukan pemahaman proses pengomposan yang baik pula. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik yang kemudian akan digantikan oleh bakteri

termofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat, kemudian akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga mencapai 70 oC. Suhu akan tetap tinggi selama fase pematangan.

Mikroba mesofilik kemudian tergantikan oleh mikroba termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat terjadi penguraian bahan organik yang sangat aktif, mikroba-mikroba yang ada di dalam kompos akan menguraikan bahan organik menjadi NH+, CO, uap air dan panas melalui sistem metabolisme dengan bantuan oksigen. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan hingga kembali mencapai suhu normal seperti tanah. Pada fase ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30-50 % dari bobot awal tergantung kadar air awal [25].

Karbon, Nitrogen,

Gambar 2.3 Skema Proses Pengomposan [18]p

2.3.3 Metode Pengomposan

(8)

penumpukan bahan baku dan meninggalkan bahan kompos untuk proses pengomposan selama jangka waktu yang panjang. Pengomposan metode windrow adalah pembuatan kompos dengan menumpuk bahan organik atau limbah biodegradable, seperti kotoran hewan dan sisa tanaman, dalam tumpukan berbaris yang panjang, metode windrow merupakan metode yang paling umum digunakan dalam pengomposan skala pertanian. Pengomposan metode penumpukan aerasi menggunakan blower untuk memasok udara ke bahan kompos, blower ini dilengkapi pengontrolan langsung dari proses dan memungkinkan untuk pengomposan tumpukan yang lebih besar. Pengomposan di wadah tertutup merupakan bentuk industri kompos limbah biodegradable yang terjadi dalam reaktor tertutup. Umumnya proses ini menggunakan tangki logam atau bunker beton di mana aliran udara dan suhu dapat dikontrol [27].

2.3.3.1 Metode Silo (In-Vessel) Dalam Proses Pengomposan

Teknologi pengomposan vertikal silo telah diperkenalkan sejak 1980 untuk biosolid kota. Vertikal silo digunakan untuk pengomposan sampah organik kota secara pasif dan aerasi, maksudnya tidak ada aerasi paksa. Sebaliknya, bahan terisi dalam kondisi vertikal, ayakan kawat yang ada didalam kurungan memungkinkan udara untuk melintasi. Kurungan memiliki ukuran 3,7 - 4,3 m tinggi dan panjang hanya beberapa kaki [28].

(9)

publik yang lebih baik karena estetika/penampilan dari situs pengomposan, kebutuhan tenaga kerja sedikit dan kualitas produk yang lebih konsisten [29].

Gambar 2.4 Pengomposan In Vessel Menggunakan Empat Channel [29]

Tabel 2.3 Perbedaan Empat Metode Utama Pembuatan Kompos [29] Parameter Jenis-jenis Metode Pembuatan Kompos

(10)

Curing Tidak berlaku 30+ hari 30+ hari 30+ hari

2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan

Menurut Tchobanoglous (1993) Untuk menghasilkan produk kompos yang bermutu tinggi, maka dalam proses pengomposan harus juga memperhatikan faktor nutrisi dan faktor lingkungan. Faktor nutrisi mencakup makronutrien, mikronutrien, sedangkan faktor lingkungan dibagi menjadi temperatur dan kadar air, sedangkan faktor lain seperti ukuran partikel, C/N, pencampuran dengan bahan lain, penambahan air, penambahan mikroorganisme, kadar air, pengadukan, temperatur, kontrol patogen, udara, pH, derajat dekomposisi, dan lahan pengomposan harus dikontrol. Berikut ini penjelasan dari beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengomposan.

2.3.4.1 Nutrisi

(11)

dan pertumbuhan. Sebuah pasokan nutrisi tidak mencukupi atau berlebihan dapat menyebabkan kompos berkualitas rendah. Tirado (2008) menjelaskan efek menguntungkan dari kompos terhadap pertumbuhan tanaman dikaitkan dengan peningkatan pasokan nutrisi bagi tanaman.

2.3.4.2 Rasio C/N

Zat arang atau karbon (C) dan nitrogen (N) ditemukan diseluruh bagian sampah organik. Dalam proses pengomposan, C merupakan sumber energi bagi mikroba sedangkan N berfungsi sebagai sumber makanan dan nutrisi bagi mikroba. Besarnya rasio C/N tergantung pada jenis sampah, namun rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga 40:1 [25]. 2.3.4.3 Ukuran Partikel

Ukuran partikel bahan kompos berkaitan dengan nutrien misalnya distribusi nutrien yang tergantung pada ukuran partikel sampah. Secara teoritis, laju dekomposisi akan meningkat dengan partikel organik yang semakin kecil [30]. Reduksi ukuran partikel dapat dilakukan dengan pencacahan. Ukuran partikel mempengaruhi drag force antara partikel sampah, internal friction, dan

bulk density.

Sebagian besar dari dekomposisi aerobik pengomposan terjadi pada permukaan partikel, karena oksigen bergerak mudah sebagai gas melalui ruang pori tapi jauh lebih lambat melalui bagian cair dan padat dari partikel. Partikel yang lebih kecil mengurangi porositas efektif. Kualitas kompos ynang baik biasnya diperoleh ketika ukuran partikel berkisar dari rata-rata diameter 1/8-2 inci [27].

2.3.4.4 Temperatur

Suhu adalah indikator proses yang baik. Pengomposan pada dasarnya berlangsung dalam dua rentang, dikenal sebagai mesofilik (10 - 400C) dan termofilik (di atas 40 0C) . Kebanyakan pengomposan berlangsung pada suhu antara 45 0C dan 65 0C. Suhu termofilik merupakan kondisi suhu yang menghasilkan dekomposisi yang lebih cepat [27].

(12)

pengukuran setelah pengadukan. Setelah pengadukan, biasanya temperatur akan turun 5 – 10°C , namun akan kembali naik setelah beberapa jam. Temperatur pada

windrow turun 10 – 15 hari setelah oksidasi organik, suhu akan dapat berhenti naik pada hari ke 9 atau ke 10 sehingga aktifitas mikroorganisme pun menurun [31].

2.3.4.5 pH

Pengontrolan pH sangat penting seperti temperatur dalam mengevaluasi aktifitas mikroorganisme dan kestabilan sampah.pH pengomposan awal sampah organik berkisar antara 5 -7. Pada awal pengomposan, pH akan turun sampai 5 atau kurang dari itu karena organik akan berada pada temperatur ambien dan aktifitas mikroorganisme mesofil akan meningkat dalam menduplikasi diri sehingga produksi asam organik akan meningkat dan pH akan turun. Pada saat termofilik, temperatur akan naik dan terjadi aerobik proses sehingga pH akan naik sampai 8 – 8,5. Setelah kompos matang, pH akan turun menjadi 7 – 8 [31]. Pada pengomposan bahan dengan kandungan lignin yang tinggi dengan lumpur biologis, pH cenderung rendah yakni sekitar 5,1-5,5 [32].

2.3.4.6 Kadar Air

Moisture diperlukan untuk mendukung proses metabolisme mikroba dan merupakan suatu paremeter penting untuk dikendalikan dalam pengomposan [27]. Kelembaban yang optimum berkisar antara 50 – 60%.Kadar air dapat juga ditambahkan dengan penambahan air. Apabila kelembaban kompos kurang dari 40% maka reaksi akan melambat [31].

Pada saat matang, kadar air yang disayaratan oleh SNI 19-7030-2004 adalah kurang dari 50%. Kadar air dalam kompos matang tidak baik apabila terlalu tinggi. Hal ini dikarenakan karena kadar air secara langsung berhubungan dengan nilai water holding capacity, hal ini sesuai dengan pernyataan dari

Agricultural Analytical Services Laboratory The Pennsylvania State University

pada tahun 2008.

(13)

dapat juga dicampurkan dengan bahan-bahan yang mengandung sumber karbon yang tinggi seperti kertas, daun, kotoran hewan, dan lumpur dari instalasi pengoahan air limbah. Pencampuran dengan bahan lain menyebabkan pengontrolan terhadap kelembaban. Penambahan mikroorganisme juga dapat dilakukan untuk menghasilkan dekomposisi yang cepat.

2.3.4.8 Pengadukan

Pengadukan dilakukan untuk menambah atau mengurangi kelembaban pada kompos agar sampai pada kelembaban yang optimum. Pengadukan juga dapat dilakukan untuk meratakan distribusi nutrien untuk mikroorganisme. Pengadukan merupakan faktor yang penting dalam mengontrol kelembaban, kebutuhan udara atau oksigen untuk keadaan aerob. Untuk kompos dengan menggunakan sampah organik membutuhkan 15 hari periode pengomposan dengan kelembaban 50 -60% dan pengadukan lebih baik dilakukan setelah hari ketiga dan dilakukan setelah hari itu sampai mendapatkan pengadukan 4 – 5 kali [31]. Menurut Schloss dkk (1999), pengadukan sangat berpengaruh pada pencapaian suhu yang maksimum dan memperpanjang periode pengambilan oksigen [33].

2.4 PENGGUNAAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) SEBAGAI KOMPOS DENGAN PENAMBAHAN BAHAN ORGANIK

(14)

Gambar 2.5 Pembalikan Kompos TKKS-POME Menggunakan Traktor Dengan Macerator [9]

Hasil yang diperoleh pada gambar 2.6 menunjukkan bahwa total waktu pengomposan termasuk persiapan adalah sekitar 40-45 hari, temperatur selama pengomposan mengalami fluktuasi dimana suhu awal pengomposan adalah 53 oC. Setelah dua hari, suhu turun di bawah 50 oC, setelah dilakukan pembalikan pertama, terjadi peningkatkan suhu lebih dari 50 oC. Pada hari 10 sampai hari 25, suhu dipertahankan pada sekitar 45 sampai 55 ºC dengan bantuan putar yang kecil, namun pembalikan pada hari ke 40 tidak terjadi peningkatan suhu dan untuk kandungan oksigen dipertahankan di atas 10 %. Kompos yang dihasilkan memiliki kualitas pH 7,9 ; N 1,9%; P2O5 0,6 %; K2O 2,0%; MgO 0,8 % dan rasio C/N 20.

Gambar 2.6 Pengaruh Waktu Pengomposan Terhadap Suhu [9] Tabel 2.4 Kualitas Kompos TKKS-POME bulan Agustus-Desember 2006 [9] Month pH N(%) P2O5 (%) K2O (%) MgO(%) C/N

August 8,2 1,7 0,5 1,7 0,8 20

September 7,8 2,1 0,7 1,4 1,0 15

October 7,7 2,0 0,6 1,3 0,9 18

November 7,7 1,8 0,7 3,4 0,6 24

December 8,0 1,9 0,8 2,0 0,8 23

Average 7,9 1,9 0,6 2,0 0,8 20

(15)

Penelitian yang dilakukan oleh Kananam et all., (2011) adalah untuk mengetahui perubahan biokimia pengomposan TKKS dengan lumpur decanter

dan kotoran ayam sebagai sumber nitrogen. Pada penelitian ini juga dilakukan penambahan tanah merah yang mengandung Fe, berfungsi untuk acceptor elektron mikroorganisme dalam kondisi anaerobik, dan lumpur decanter yang digunakan berasal dari limbah pabrik kelapa sawit. Untuk kondisi aerobik pada penelitian ini ditambahkan benih mikroorganisme yang terdiri dari jamur (Corynascus sp.,

(16)

Tabel 2.5 Sifat Fisika-Kimia dari Kompos Untuk Kondisi Anaerobik [10]

Parameters Control An 1 An 2 An 3 An 4

0 day 90 days 0 day 90 days 0 day 90 days 0 day 90 days 0 day 90 days pH 8.07 ±0.04 8.15 ±0.07 7.49±0.12 7.51±0.15 7.44±0.08 8.12±0.05 7.23±0.14 7.77±0.11 7.35±0.09 7.87±0.10 EC (dS/m) 2.72±0.07 2.35 ±0.04 1.16±0.18 1.30±0.16 0.90±0.05 1.04±0.12 0.94±0.10 1.24±0.14 0.68±0.04 1.05±0.06 OC (%) 55.4±1.4 49.1±2.1 42.3±2.1 38.2±1.5 33.0±1.8 29.0±1.2 57.59±0.15 52.1±0.8 38.3±1.2 34.9±1.9 OM (%) 95.5±2.4 85.0±3.5 72.9±3.5 65.8±2.5 56.9±3.1 50.0±2.1 99.30±0.27 89.8±1.4 66.0±2.0 60.2±3.2 N (%) 0.56±0.02 0.79±0.02 1.09±0.05 1.50±0.11 0.83±0.02 1.07±0.15 1.65±0.06 2.59±0.22 0.99±0.02 1.58±0.27 C/N ratio 98.4±1.4 62.2±0.9 38.9±0.8 25.6±1.6 40.0±2.9 28±4 35.0±1.3 20.2±1.4 38.5±0.7 22.4±2.9 P2O5 (%) NM NM 1.88±0.29 2.07±0.17 1.60±0.32 1.69±0.08 1.01±0.09 1.23±0.18 1.28±0.03 1.36±0.04

K2O (%) NM NM 1.62±0.14 1.85±0.08 1.69±0.13 1.61±0.09 2.25±0.15 2.75±0.23 1.39±0.12 1.51±0.07 NM : No Measurement

Tabel 2.6 Sifat Fisika-Kimia dari Kompos Untuk Kondisi Aerobik [10]

Parameters Control An 1 An 2 An 3 An 4

0 day 90 days 0 day 90 days 0 day 90 days 0 day 90 days 0 day 90 days pH 8.18 ±0.07 8.33 ±0.07 7.53±0.09 7.90±0.07 7.64±0.10 8.19±0.09 7.27±0.12 8.25±0.06 7.43±0.10 8.18±0.05 EC (dS/m) 2.79±0.06 2.00 ±0.06 2.37±0.03 1.36±0.11 2.25±0.03 1.35±0.08 1.96±0.05 1.62±0.15 1.91±0.16 1.48±0.18 OC (%) 54.1±1.5 42.2±2.1 40.7±0.6 23.2±0.4 30.9±2.3 18.5±0.5 57.5±0.3 33.1±0.4 39.4±1.4 21.1±0.6 OM (%) 93.3±2.6 77.6±3.7 70.1±3.5 40.0±0.6 53.3±3.9 32.0±0.9 99.1±0.5 57.1±0.7 67.9±2.4 36.4±1.0 N (%) 0.57±0.04 0.86±0.06 1.08±0.14 1.60±0.13 0.78±0.05 1.14±0.02 1.64±0.11 3.30±0.24 1.03±0.14 2.00±0.06 C/N ratio 95±6 45.6±3.7 38.1±3.6 14.6±1.3 39.8±0.8 16.3±0.6 35.1±2.3 10.1±0.8 38.6±3.8 10.57±0.11 P2O5 (%) NM NM 2.16±0.16 2.57±0.14 1.70±0.13 2.18±0.15 1.29±0.07 1.59±0.13 1.27±0.10 1.37±0.03

(17)

Penelitian yang dilakukan oleh Hayawin et al. (2012) mengenai

vermicomposting dari TKKS dengan tambahan POME. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi kualitas nutrisi kompos yang dihasilkan dari TKKS dan POME dengan menggunakan epigeic cacing tanah Eisinia fetida. Prosesnya TKKS diparut menjadi bahan berserat longgar (panjang ≈ 3,68 mm, lebar ≈ 165,45 μm) menggunakan mekanik thermo refiner. Pengomposan dilakukan pada enam unit

vermicomposter dengan dimensi panjang 14 cm, lebar 12 cm dan tinggi 7 cm. Setiap vermicomposter diisi dengan komposisi TKKS dan POME yang berbeda. Setelah 15 hari TKKS dan POME dicampur pada masing – masing unit

vermicomposter dengan komposisi yang telah ditentukan, lalu ditambahkan 5 gr

Eisinia fetida pada masing vermicomposter dan kelembapan substrat

dipertahankan sekitar 80 ± 10 dengan memercikan air ke bahan. Tabel 2.7 Komposisi Pengolahan [11]

Vermicomposter Composition of Feed

(%)

Empty Fruit Bunch (EFB) (%)

Palm Oil Mill Effluent (POME) (%)

V1 EFB (100) 80 0

V2 EFB (90) + POME (10) 72 8

V3 EFB (80) + POME (20) 64 16

V4 EFB (70) + POME (30) 56 24

V5 EFB (60) + POME (40) 48 32

V6 EFB (50) + POME (50) 40 40

(18)

Tabel 2.8 Karakteristik Kimia-Fisika dari Bahan Baku dan Vermicompost yang Dihasilkan dari Rasio yang Berbeda TKKS + POME [11]

Feed mixtures pH TKN TP TK

Initial physic-chemical characteristics of initial feed mixture

V1 5.9 ±0.1 0.3 ±2x10-3 0.1 ±1x10-3 3x10-2±1x10-3 Physico-chemical characteristics of final vermicomposts obtain from different vermicomposting

Tabel 2.9 Variasi nilai C/N selama Vermicomposting [11]

Vermi

(19)

Tabel 2.10 Karakteristik Kompos TKKS pada awal (2 hari) dan akhir (40 hari) [12]

Parameters EFB Compost

(Initial-day 2)

EFB Compost (Final-day 40)

Moisture (%) 64,5 ± 1,2 51,8 ± 3,7

pH 8,56 ± 0,2 8,12 ± 0,8

C (%) 42,49 ± 5,2 28,81 ± 3,3

N (%) 0,93 ± 0,05 2,31 ± 0,08

C/N 45,6 12,4

Oil and Greases(mg kg-1) 1340,0 ± 20,0 140,0 ± 27,5 Electrical Condusct. (dS m-1) 4,87 ± 1,0 7,02 ± 0,3

Cellulose (%) 51,31 ± 5,0 33.86 ± 4,7

Hemicellulose (%) 21,81 ± 2,6 15.02 ± 2,5

Lignin (%) 20,24 ± 3,1 38.14 ± 3,1

Composition of nutrients and metal elements

Phosphorus (%) 0,86 ± 0,1 1,36 ± 0,5

Potassium (%) 1,52 ± 0,3 2,84 ± 0,6

Calcium (%) 0,61 ± 0,1 1,04 ± 0,3

Sulphur (%) 0,13 ± 4,3 0,18 ± 6,5

Ferrum (%) 0,04 ± 0,1 0,98 ± 0,2

Magnesium (%) 0,38 ± 0,08 0,90 ± 0,1

Zinc (mg kg-1) 12,91 ± 3,7 157,32 ± 56,0 Manganase (mg kg-1) 11,88 ± 2,3 151,2 ± 30,8 Copper (mg kg-1) 11,71 ± 2,8 74,30 ± 10,2 Boron (mg kg-1) 4,00 ± 1,1 11,01 ± 2,6

Molibdenum (mg kg-1) n.d n.d

Cadmium (mg kg-1) n.d n.d

Nickel (mg kg-1) 12,24 ± 1,1 19,32 ± 2,4

(20)

Penelitian yang dilakukan Fukumoto et al.(2003) mengenai pengaruh kotoran babi terhadap serbuk gergaji pada kondisi aerobik. Proses pengomposan dilakukan sebanyak 2 run, dimana Run I (berat 320 kg; 0,7 m tinggi dan diameter 1,4 m) dan Run II (berat 780 kg; 0,9 m tinggi dan diameter 2 m).

Gambar 2.8 Skema Proses Pengomposan (Chamber System) [13]

Gambar 2.9 Perubahan Temperatur Bahan selama Pengomposan Pada Run I dan Run II serta Temperatur Udara Didalam Chamber [13]

(21)

L. Drum plastik tersebut dilubangi pada sekeliling bagian atas, sekeliling bagian bawah dan pada seluruh bagian alasnya dengan masing-masing lubang berdiameter 2,5 cm. Komposter I tanpa pembalikan, sedangkan komposter II dengan pambalikan satu minggu sekali. Parameter pengamatan adalah suhu kompos, suhu ruangan, warna, bau, penyusutan berat, pH, kadar air, ratio C/N, kandungan N total, N-NH3, N-NO3, P dan K. Adapun data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 2.11, gambar 2.10, gambar 2.11, gambar 2.12 dan gambar 2.13.

Gambar 2.10 Propil Suhu Kompos dan Suhu Udara [14]

(22)

Gambar 2.12 Propil pH [14]

Gambar 2.13 Propil Penyusutan Berat[14]

2.5 STANDAR KUALITAS KOMPOS DI INDONESIA

Standar kualitas kompos di Indonesia merujuk pada SNI 19-7030-2004 tentang parameter kualitas kompos seperti yang ditampilkan pada tabel 2.12. Regulasi tersebut diperlukan sebagai pembatasan produk limbah (kompos) yang didesain sebagai perubah tanah organik atau pupuk dimana fokus utamanya adalah terletak pada pembatasan penggunaan dalam pertimbangan aspek konservasi lingkungan tanah.

Tabel 2.12. Standar Kualitas Kompos [34]

No Parameter Satuan Minimum Maksimum

1 Kadar Air % - 50

2 Temperatur ⁰C Temperatur air

tanah

3 Warna Kehitaman

4 Bau Berbau tanah

5 Ukuran partikel Mm 0,55 25

6 Kemampuan ikat air % 58

7 pH 6,8 7,49

8 Bahan asing % * 1,5

UnsurMakro

9 Bahan organic % 27 58

(23)

11 Karbon % 9,80 32

Agar dapat digunakan sebagai pupuk bagi tanaman, kompos yang digunakan harus benar-benar stabil (matang). Menurut Sahwan (2004) terdapat beberapa parameter yang digunakan sebagai indikator kematangan kompos yang terdapat pada tabel 2.13:

Tabel 2.13. Parameter Kematangan Kompos [14]

2.7 Pemanfaatan Kompos

Pemanfaatan kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek yaitu:

1. Aspek Bagi Tanah Dan Tanaman

(24)

Pemakaian kompos dapat meningkatkan produktivitas tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi tanah.Secara fisik, kompos dapat menggemburkan tanah, meningkatkan pengikatan antar partikel dan kapasitas mengikat air sehingga dapat mencegah erosi dan longsor serta dapat mengurangi tercucinya nitrogen terlalut dan memperbaiki daya olah tanah.Sedangkan secara kimia, kompos dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), ketersediaan unsur hara dan ketersediaan asam humat. Asam humat akan membantu meningkatkan proses pelapukan bahan mineral. Secara biologi, kompos merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme tanah, sehingga mikroorganisme akan berkembang lebih cepat dan dapat menambah kesuburan tanah.

b. Menyediakan hormon,vitamin dan nutrisi bagi tanaman

Setiap tanaman membutuhkan nutrisi (makanan) untuk kelangsungan hidupnya.Tanah yang baik mempunyai unsur hara yang dapat mencukupi kebutuhan tanaman. Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan tanaman, unsure hara yang diperlukan tanaman dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

 Unsur hara primer, yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak seperti Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Sulfur (S), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg)

 Unsur hara mikro yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, seperti Tembaga (Cu), Seng (Zn), Klor (Cl), Boron (B), Mangan (Mn) dan Molibdenum (Mo)

c. Memperbaiki struktur tanah

(25)

aktivitas pada tanah.Dengan demikian, tanah yang semula keras dan sulit ditembus air maupun udara, kini dapat menjadi gembur akibat aktivitas mikroorganisme.Struktur tanah yang gembur amat baik bagi tanaman. d. Menambah kemampuan tanah untuk menahan air

Tanah yang bercampur dengan bahan organik seperti kompos mempunyai pori-pori dengan daya rekat yang lebih baik sehingga mampu mengikat serta menahan ketersediaan air di dalam tanah.Kompos dapat menahan erosi secara langsung. Hujan yang turun deras mengenai permukaan tanah akan mengikis tanah sehingga unsur hara terangkut habis oleh air hujan. Dengan adanya kompos, tanah terlapisi secara fisik sehingga tidak mudah terkikis dan akar tanaman terlindungi. Kemampuan tanah untuk menahan air ini (water holding capacity) berhubungan erat dengan besarnya kadar air dalam gundukan kompos

2. Aspek Ekonomi

a. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah b. Mengurangi volume/ukuran limbah

c. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya

d. Proses pengomposan dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah.

3. Aspek Lingkungan

a. Membantu meringankan beban pengelolaan sampah

b. Tidak menimbulkan masalah lingkungan. Penggunaan pupuk kimia ternyata berpengaruh buruk, tidak hanya meracuni tanah dan air saja, tetapi juga meracuni produk yang dihasilkan. Sebagai contoh, pupuk urea terbuat dari senyawa hidrokarbon yang juga digunakan untuk kendaraan bermotor. Senyawa ini akan berubah jadi Nitrit. Senyawa inilah yang kemudian menimbulkan efek jangka panjang berupa kanker atau keracunan langsung [35].

2.8 POTENSI EKONOMI

Penelitian kompos ini dapat diterapkan dalam skala home industry ataupun dalam

skala pabrik. Namun pada potensi ekonomi ini akan dihitung pada skala home industry

(26)

digunakan berasal dari PKS Sei Mangke PTPN III dan POA yang berasal dari plant

biogas LP2M Biogas USU, serta lokasi pembuatan kompos dilakukan pada LP2M USU.

Rincian biaya ditunjukan dalam tabel 2.14 berikut

Tabel 2.14 Rincian Biaya Pembuatan Kompos

No Jenis Biaya Jumlah Satuan @Harga (Rp) Biaya (Rp)

1 TKKS 1500 Kg 200 300.000

2 Transportasi 1500 Kg 333 500.000

3 Pekerja 2 Orang Harian 50.000 100.000

Total 900.000

Dari rincian biaya pembuatan kompos diatas, maka total biaya pembuatan kompos kg/hari adalah :

Rp. 900.000 / 1.500 kg = Rp 600 /kg

Dari pengolahan 1 kg TKKS menghasilkan ± 0,8 kg kompos, sehingga dari pengolahan 1.500 kg TKKS akan menghasilkan kompos sebanyak

1.500 kg x 0,8 = 1.200 kg/hari

Harga 1 kg kompos TKKS yang dijual dipasaran adalah Rp 1.000/kg [36], maka dapat dihitung besar harga penjualan adalah sebagai berikut:

1.200 kg x Rp. 1.000 = Rp. 1.200.000

Sehingga keuntungan yang didapat perharinya adalah : Harga total penjualan Rp. 1.200.000

Biaya operasi Rp. 900.000 Rp. 300.000

Gambar

Tabel 2.1 Data luas areal perkebunan kelapa sawit dan produksi CPO di Indonesia dari tahun 2008-2013 [2]
Gambar 2.1 Proses Pengolahan Kelapa Sawit [16]
Gambar 2.2 Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) [20]
Gambar 2.4 Pengomposan  In Vessel Menggunakan Empat Channel [29]
+7

Referensi

Dokumen terkait

berdasarkan standar kompetensi dan kompe- tensi dasar, serta indikator yang telah ditentukan; (5) Mengidentifikasi materi standar berdasarkan materi pokok/

Bentuk hukum badan hukum BUMD menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum BUMD dapat berupa Perusahaan Daerah atau PD dan Perseroan Terbatas

Gabungan antara kombinasi unsur nama yang harmonis dan jumlah huruf dalam nama kita yang bermakna ideal ( di tambah dengan perhitungan peruntungan fengshui

Adanya hubungan antara konsumsi pil zat besi dengan inisiatif pemanfaatan antenatal care yang memiliki kekuatan hubungan sangat rendah. Adanya

Hal ini dapat juga dilihat dari lokasi tindak kekerasan paling banyak terjadi di rumah korban atau rumah pelaku.Setidaknya ini menunjukkan bahwa pelaku adalah

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai penambah referensi ilmu pengetahuan khususnya dalam di bidang keperawatan maternitas dan dapat menambah pengetahuan

(2) Jika sesuatu rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan

PIDATO GURU BESAR PERIZINAN SEBAGAI INSTRUMEN YURIDIS DALAM PELAYANAN PUBLIK TATIEK SRI DJATMIATI.. 37/1999 tentang kewajiban adanya Persetujuan Prinsip yang berlaku sebagai