• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan kerja adalah hal yang penting bagi setiap instansi karena di

era kompetisi global ini, setiap instansi dihadapkan pada lingkungan kerja

yang kompleks dan dinamis, yang mana kondisi ini memberi cukup tekanan

pada pekerja untuk lebih fleksibel, bervisi, dan inovatif dalam bekerja (Ballou

& Godwin, 2007). Lingkungan kerja yang baik adalah lingkungan kerja yang

sehat, yaitu lingkungan kerja yang diciptakan oleh setiap instansi atau

organisasi untuk mendukung kesehatan pekerja secara fisik maupun

psikologis, dan membantu pekerja menguasai pekerjaan, serta menghadapi

hal-hal seperti stres dan tekanan (Kelloway & Day, 2005). Tidak terwujudnya

lingkungan kerja yang baik akan berdampak pada kehidupan kerja setiap

pekerja. Kiriago & Bwisa (2013) mengatakan bahwa tekanan yang muncul

dari aspek lingkungan seperti tekanan yang berkaitan dengan pekerjaan,

rendahnya tingkat keselamatan dan kesehatan kerja, stres, serta

fasilitas-fasilitas lain yang tidak memadai menyebabkan rendahnya kualitas kehidupan

kerja pada setiap pekerja.

Kualitas kehidupan kerja (quality of work life) digambarkan sebagai

perwujudan serangkaian kondisi dan praktek yang disediakan oleh instansi

(2)

kerja, keterlibatan pekerja, dan pengawasan yang demokratis pada setiap

pekerja (Cascio, 2003). Cascio (2003) mengatakan bahwa aspek-aspek seperti

komunikasi, job security, resolusi konflik, dan lingkungan kerja yang aman

sangat berperan untuk mewujudkan kualitas kehidupan kerja yang baik pada

setiap pekerja. Worrall & Chopper (2012) menambahkan bahwa kualitas

kehidupan kerja juga berkaitan dengan kesejahteraan yang terdiri dari

beberapa isu penting, yaitu: hal-hal apa saja yang mendorong setiap pekerja

untuk merasa sejahtera di tempat kerja, bagaimana pengaruh kepemimpinan

terhadap kesejahteraan tersebut, serta bagaimana hubungan antara pekerja

dengan rekan kerja lainnya. Secara khusus, kualitas kehidupan kerja

berhubungan dengan hal-hal seperti: gaji, fasilitas, potensi untuk

pengembangan karir, serta keseimbangan hidup di dalam dan di luar pekerjaan

setiap pekerja (Ballou & Godwin, 2007).

Terwujudnya kualitas kehidupan kerja yang baik memberi manfaat dan

keuntungan tidak hanya bagi pekerja, tetapi juga bagi instansi. Penelitian yang

dilakukan oleh Chinomona & Dhurup (2013) mengemukakan bahwa kualitas

kehidupan kerja yang baik dapat meningkatkan kepuasan kerja (job

satisfaction), komitmen pada organisasi, serta meningkatkan kecenderungan

setiap pekerja untuk bertahan pada pekerjaannya. Kualitas kehidupan kerja

yang baik juga memiliki efek terhadap kognisi yaitu kecenderungan setiap

pekerja untuk mengubah orientasi belajar dan mengembangkan strategi belajar

untuk mengeksplor setiap kondisi kerja (Yeo & Li, 2013). Studi lain juga

(3)

efektivitas bekerja (Taghavi, Ebrahimzadeh, Bhramzadh, & Masoumeh,

2014). Artinya, semakin baik kualitas kehidupan kerja maka setiap pekerja

akan semakin efektif dalam bekerja. Ditambah lagi kualitas kehidupan kerja

secara positif berkontribusi pada kuatnya suatu budaya organisasi (Mohan &

Bowsher, 2014). Jadi, dapat dikatakan bahwa kualitas kehidupan kerja yang

baik akan memberi efek positif bagi setiap pekerja, serta menjadi keuntungan

bagi sebuah instansi atau organisasi bisnis.

Kualitas kehidupan kerja terwujud karena adanya kesesuaian antara

pekerjaan dengan ekspektasi pekerja mengenai pekerjaannya (Yeo & Li,

2011). Artinya seorang pekerja akan memiliki kualitas kehidupan kerja yang

kurang baik ketika ada kesenjangan antara ekspektasi pekerja mengenai

pekerjaannya dengan apa yang sebenarnya ada dan terjadi di tempat kerjanya.

Moradi, Maghaminejad, & Fini (2014) mengatakan bahwa segala hal yang

dialami pekerja di tempat kerja berhubungan dengan kualitas kehidupan kerja.

Hal ini dikarenakan tekanan dan stres yang berhubungan dengan pekerjaan

dapat berpengaruh terhadap kualitas kehidupan kerja (Kiriago & Bwisa,

2013). Aspek pekerjaan dikatakan berpengaruh terhadap kualitas kehidupan

kerja karena secara khusus pekerjaan berkorelasi dengan kesejahteran

psikologis pekerja (Tenggara, Zamralita, & Suyasa, 2008).

Salah satu pekerjaan yang memberi tugas serta peran khusus pada

setiap pekerjanya adalah pekerjaan sebagai polisi. Polisi merupakan salah satu

profesi yang mendapat sorotan karena fungsinya sebagai garda terdepan dalam

(4)

setiap polisi pada dasarnya memiliki potensi untuk memberikan kontribusi

yang produktif bagi instansi tempat kerjanya yaitu kepolisian (Prasetyo,

2012). Namun kontribusi yang dinilai produktif tersebut tidak lepas dari aspek

kepuasan kerja, karena keterlibatan kerja dan kebanggan profesi sebagai

seorang polisi tergantung dari kepuasan kerja setiap personil di instansi

kepolisian (Sukarno, 2001). Ditambah lagi, Hedissa, Sukhirman, & Supandi

(2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa kepuasan kerja polisi

berkorelasi dengan modal psikologis secara khusus aspek ketahanan dan

optimisme polisi dalam bekerja. Pentingnya aspek kepuasan kerja di instansi

kepolisian membuat konsep kualitas kehidupan kerja juga perlu disoroti di

instansi ini, dikarenakan kepuasan kerja merupakan manifestasi dari upaya

meningkatkan kualitas kehidupan kerja setiap pekerja di tempat kerja (Sirgy,

Efraty, Siegel, Lee, 2001; Royuela, Tamayo, & Surinach, 2008)

Upaya meningkatan kesejahteraan dan kepuasan kerja sebagai wujud

meningkatkan kualitas kehidupan kerja tidak lepas dari aspek kepemimpinan

yang ada dalam sebuah instansi (Yeo & Li, 2011). Hal ini disebabkan peran

pemimpin sangat penting dalam upaya menciptakan keseimbangan antara

pekerjaan dan outcome pekerja (Yeo & Li, 2011). Pemimpin yang

menggunakan kekuasaan, posisi, ataupun otoritasnya dengan tidak tepat dapat

menyebabkan kecemasan, stres, bahkan gangguan kesehatan pada pekerja

(Donellan, 2006). Donellan (2006) menyebutkan bahwa penyalahgunaan

kekuasaan itu sebagai salah satu bentuk workplace bullying atau bullying di

(5)

bullying tersebut dapat mempengaruhi kualitas kehidupan kerja setiap pekerja

di tempat kerja.

Bullying di tempat kerja (workplace bullying) merupakan perilaku

yang berulang pada target individual seperti kekerasan verbal, atau arahan

yang bersifat ancaman, mempermalukan, intimidasi, dan sabotase yang

berkaitan dengan pekerjaan (Daniel, 2009). Selanjutnya, secara spesifik

perilaku bullying di tempat kerja dapat berupa: (1) penghinaan, yaitu:

mengejek, mencela, mempermalukan, dan merendahkan martabat, (2)

intimidasi, yaitu kekerasan fisik, intimidasi psikologis, dan menyalahgunakan

jabatan, (3) pengucilan sosial, yaitu: mengasingkan, menimpakan kesalahan

pada orang lain tanpa fakta, dan menjadikan orang lain sebagai korban, (4)

gangguan yang berkaitan dengan pekerjaan, yaitu: memberi tugas dengan

tenggat waktu yang tidak masuk akal, dan pengawasan berlebihan (Rudi,

2010). Adapun pekerja yang mengalami bullying di tempat kerja akan

mengalami hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan fisik dan psikologis,

seperti: distress, cemas, panic attack, depresi, gangguan tidur, perasaan

terasing di tempat kerja, penyakit fisik (sakit kepala, musculoskeletal

disorder), luka (fisik ataupun psikologis), hingga resiko bunuh diri pada

pekerja, serta mengalami hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan, seperti:

berkurangnya kualitas performa kerja, hilangnya kepercayaan diri, hilangnya

konsentrasi, dan kesulitan dalam pengambilan keputusan (Australian Public

(6)

mempengaruhi hubungan antara pekerja dengan rekan kerjanya, kerabat,

teman, dan keluarga mereka (Daniel, 2009).

Salah satu aspek kualitas kehidupan kerja yang secara langsung

dipengaruhi oleh bullying adalah kesehatan dan kesejahteraan pekerja (Lehto

& Parnanen, 2007). Penelitian yang mendukung dilakukan oleh Vergel &

Munoz (2011) yang membuktikan bahwa bullying di tempat kerja memberi

efek negatif secara langsung bagi kesehatan pekerja. Lalu, melalui hasil

penelitian oleh Kaliath & Kaliath (2012) ditemukan bahwa bullying di tempat

kerja merupakan salah satu aspek lingkungan kerja yang mempengaruhi

kesejahteraan pekerja. Secara lebih spesifik bullying di tempat kerja

berhubungan dengan stres kerja (Gholipour, Sanjari, Bod, & Kozekanan,

2011), dan dapat menyebabkan gangguan tidur pada pria maupun wanita

(Lallukka, Rahkonen, & Lahelma, 2011). Pemaparan ini memberi gambaran

bahwa dampak-dampak yang ditimbulkan oleh bullying di tempat kerja

berkaitan dengan kualitas kehidupan kerja setiap pekerja di sebuah

instansi/organisasi bisnis.

Kualitas kehidupan kerja berperan sebagai sebuah indikator yang

berhubungan dengan fungsi dan ketahanan sebuah organisasi bisnis

(Koonmee, Singhapakdi, Virakul, & Lee, 2010). Salah satu upaya

meningkatkan kualitas kehidupan kerja adalah menciptakan kondisi kerja

anti-bullying di tempat kerja, karena anti-bullying itu sendiri berdampak pada kesehatan

pekerja, terkhusus dampak psikologis (Gorenak & Popovic, 2014). Berbagai

(7)

tempat kerja dan kualitas kehidupan kerja menjadi acuan bagi peneliti untuk

menguji secara empirik bagaimana pengaruh bullying di tempat kerja terhadap

kualitas kehidupan kerja.

B. Rumusan Masalah

Apakah bullying di tempat kerja berpengaruh terhadap kualitas

kehidupan kerja?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bullying

di tempat kerja terhadap kualitas kehidupan kerja.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoritis:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih yaitu

sebagai wacana dalam ilmu psikologi, secara khusus di bidang Psikologi

Industri dan Organisasi.

2. Manfaat Praktis:

Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan informasi data empiris

berkaitan dengan tingkat bullying di tempat kerja, dan kualitas kehidupan

kerja sehingga dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya, serta

memberi pemahaman mengenai dampak bullying di tempat kerja terhadap

(8)

3. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

1. BAB I - Pendahuluan

Pada bab pendahuluan akan dijelaskan mengenai latar belakang penelitian,

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika

penelitian.

2. BAB II - Tinjauan Pustaka

Pada bab ini berisi penjelasan mengenai teori dan dinamika kedua variabel

dalam penelitian yang menjadi acuan dalam menjawab permasalahan

penelitian. Pada bab ini juga dicantumkan apa yang menjadi hipotesis

dalam penelitan.

3. BAB III - Metode Penelitian

Bab ini memaparkan penjelasan mengenai variabel penelitian, tipe dan

desain penelitian, populasi dan sampel target penelitian, karakteristik

subjek, teknik sampling, prosedur dan pelaksanaan penelitian, pengujian

validitas dan reliabilitas alat ukur, metode analisis data yang digunakan,

serta data hasil uji coba alat ukur.

4. BAB IV - Hasil Dan Pembahasan

Pada bab ini akan diuraikan tentang gambaran umum dan karakteristik dari

subjek penelitian, analisis penelitian, serta interpretasi dari hasil penelitian

yang didapatkan dengan menggunakan analisis statistik melalui program

SPSS versi 17.0 for windows. Selain itu, pada bab ini juga akan

(9)

5. BAB V - Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah disusun

berdasarkan analisis dan interpretasi data, serta dilengkapi dengan

saran-saran bagi instansi dan bagi peneliti lain berdasarkan hasil penelitian yang

Referensi

Dokumen terkait

rencana tindakan yang telah disusun peserta pada kegiatan in service learning I.. bukti fisik/dokumen sementara hasil OJL sampai dengan satu setengah bulan pertama (menjadi salah

Untuk meningkatkan effisiensi dan efektifitas pembelajaran IPBA melalui teleskop, dirancang perangkat sistem jaringan akuisisi astronomi yang menyambungkan komputer

Temuan-temuan ini menurut Larson et al., (2007) membuktikan bahwa masyarakat lokal juga dapat berpartisipasi aktif dalam menjaga kelestarian hutan jika

Bapak Ahmad Syawqi, S.Ag S.IP, M.Pd.I, selaku Kepala Perpustakaan Tarbiyah dan Keguruan UIN Antasari, beserta seluruh stafnya yang telah memberikan pelayanan

di pasar Sidorejo tersebut semakin tinggi atau baik sesuai dengan ajaran. dan aturan

Berlebihan 1 15 14 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 X=3,19 Y=4,07 2 Berdasarkan Gambar 2 memperlihatkan bahwa secara umum indikator-indikator kualitas pelayanan dalam penelitian ini

Meskipun ia lahir, tumbuh dan terus hidup dengan nilai-nilai pesantren yang sangat kuat, tapi sejauh yang saya ingat BE tidak pernah menam- pakkan itu dalam perbincangan kami,

tujuh variabel yang berhubungan dengan kejadian asfiksia neonatorum dengan nilai p-value nya <0,05 yaitu, umur, perdarahan antepartum, Berat Badan Lahir