• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Serviks - Analisis Pengetahuan Dan Sikap Ibu Rumah Tangga Terhadap Pelaksanaan Pap’smear Untuk Deteksi Dini Kanker Serviks Di Puskesmas Petisah Medan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Serviks - Analisis Pengetahuan Dan Sikap Ibu Rumah Tangga Terhadap Pelaksanaan Pap’smear Untuk Deteksi Dini Kanker Serviks Di Puskesmas Petisah Medan Tahun 2013"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kanker Serviks

Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan salah satu penyakit keganasan di bidang kebidanan dan penyakit kandungan yang masih menempati posisi tertinggi sebagai penyakit kanker yang menyerang kaum perempuan (Manuaba, 2008). Kanker serviks adalah kanker leher rahim / kanker mulut rahim yang di sebabkan oleh virus Human Papiloma Virus (HPV). Hanya beberapa saja dari ratusan varian HPV yang dapat menyebabkan kanker. Penularan virus HPV yang dapat menyebabkan Kanker leher rahim ini dapat menular melalui seorang penderita kepada orang lain dan menginfeksi orang tersebut (Manuaba, 2008).

Kanker merupakan gangguan pada gen atau proses pertumbuhan sel yang tidak terkendali yang dapat menyusup ke jaringan tubuh normal sehingga memengaruhi jaringan tubuh sehingga memengaruhi fungsi tubuh (Diananda, 2008). kanker serviks merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang seggama (Suharja, 2000 ).

Kanker serviks adalah suatu peristiwa tumbuhnya sel-sel tidak normal pada leher rahim. kanker serviks merupakan kanker yang tersering dijumpai di Indonesia baik diantara kanker pada perempuan dan pada semua jenis kanker (Tapan, 2005).

(2)

di luar masa haid, jumlah darah haid tidak normal, perdarahan pada masa menopause (setelah berhenti haid), keputihan yang bercampur darah atau nanah serta berbau, perdarahan sesudah senggama, rasa nyeri dan sakit di panggul, gangguan buang air kecil sampai tidak bisa buang air kecil (Prawirohardjo, 2005).

2.2 Etiologi Kanker Serviks

Faktor etiologi kanker serviks berasal dari kelamin maka beberapa faktor yang ditularkan melalui hubungan seksual dapat terlibat dalam proses inisiasi neoplastik. Ada tiga faktor yang perlu mendapat perhatian yaitu: smegma, infeksi virus dan spermatozoa. Smegma adalah sel deskuamasi dan sekresi sebaseus dibawah preputium pada pria yang tidak disunat, dahulu dianggap sebagai faktor etiologi kanker serviks ternyata tidak terbukti secara laboratorium maupun epidemiologik (Depkes RI, 2007).

Human Papiloma Virus (HPV), memegang peranan sebagai faktor pencetus penyakit ini. Virus ini menimbulkan proliferasi pada permukaan epidermal dan mukosa. Infeksi HPV sering terdapat pada wanita yang aktif secara seksual. Dari hasil pemeriksaan laboratorium pada sebagian besar pengidap kanker serviks ditemukan virus HPV tersebut (Depkes RI, 2007).

(3)

sintesa protein. DNA permukaan dipengaruhi antara lain oleh protein dasar yang terdapat pada kepala sperma dan permukaan virus (Depkes RI, 2007).

2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kanker Serviks

Menurut Depkes RI (2007), selain faktor etiologi ada faktor lain yang merupakan faktor yang memengaruhi terjadinya kanker serviks adalah :

2.3.1 Umur

Kanker serviks sering ditemukan pada wanita umur 30-60 tahun dengan insiden terbanyak pada umu 40-50 tahun, dan akan menurun drastis sesudah berumur 60 tahun. Penderita kanker serviks rata-rata dijumpai pada usia 45 tahun dan dalam 1000 per 100.000 dari kanker intra epitelia dijumpai pada usia 30-45 tahun (Aziz, 2000).

Periode laten dan fase pra invasif untuk invasif memakan waktu sekitar 10 tahun. Hanya 9% dari wanita berusia <35 tahun menunjukkan kanker serviks yang invasif pada saat didiagnosa (Aziz, 2002). Umumnya insiden kanker serviks sangat rendah di bawah umur 20 tahun dan sesudahnya menaik dengan cepat dan menetap pada usia 50 tahun (Norwitz. 2008).

(4)

2.3.2 Pendidikan

Menurut Andrijono (2010) faktor yang memengaruhi terjadinya kanker serviks berkaitan dengan pendidikan yang rendah, karena tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan tidak mengetahui atau tidak mampu menghindarkan perilaku yang berisiko menyebabkan kanker serviks. Penelitian Surbakti (2004) menemukan pendidikan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian kanker serviks OR = 2,012 (95% CI=2,240-18,234), dengan kata lain yang berpendidikan rendah merupakan faktor risiko yang memengaruhi terjadinya kanker serviks.

2.3.3 Pekerjaan

Menurut Hidayat (2001) terdapat hubungan antara kanker serviks dengan pekerjaan, dimana wanita pekerja kasar seperti buruh, petani memperlihatkan 4 kali lebih mungkin terkena kanker serviks dibanding wanita pekerja ringan atau bekerja di kantor. Dua kejadian yang terpisah memperlihatkan adanya hubungan antara kanker serviks dengan pekerjaan. Para istri pekerja kasar 4 kali lebih mungkin terkena kanker serviks dibandingkan dengan para istri pekerja kantor atau pekerja ringan, kebanyakan dari kelompok yang pertama ini dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok sosial ekonomi rendah, mungkin standar kebersihan yang tidak baik pada umumnya faktor sosial ekonomi rendah cenderung memulai aktivitas seksual pada usia lebih muda.

(5)

kanker serviks, biasanya dikaitkan dengan hygiene, sanitasi dan pemeliharaan kesehatan masih kurang. Pendidikan rendah, kawin usia muda, jumlah anak yang tinggi, pekerjaan dan penghasilan tidak tetap, serta gizi yang kurang akan memudahkan terjadinya infeksi yang menyebabkan daya imunitas tubuh menurun sehingga menimbulkan risiko terjadinya kanker serviks (Hidayat 2001).

2.3.4 Deteksi Dini

Di beberapa negara maju yang telah cukup lama melakukan program penyaringan (skrining) melalui Pap’smear. Di negara maju kesadaran untuk

melakukan Pap’smear sangat tinggi. Di Amerika Pap’smear sudah harus dimulai 3 tahun setelah seseorang melakukan hubungan seksual. Wanita berusia < 30 tahun

harus melakukan skrining sitologi serviks setiap tahun. Wanita berusia ≥ 30 tahun telah memperoleh hasil Pap’smear negatif 3 kali berturut-turut dan tidak memiliki risiko tinggi dapat memperpanjang interval skrining menjadi setiap 2-3 tahun.

Skrining dapat dihentikan pada usia 70 tahun pada wanita dengan risiko rendah. Di Inggris skrining harus dimulai pada usia 25 tahun. Intervalnya adalah setiap 3

tahun bagi wanita berusia 25-49 tahun. Skrining dapat dihentikan pada usia 64 tahun jika 3 apusan menunjukkan hasil normal (Tara, 2001).

(6)

bagi mereka yang telah aktif secara seksual dapat menurunkan angka kematian (Tara, 2001).

2.3.5 Usia Pertama Kali Melakukan Hubungan Seksual

Perilaku seksual dari studi epidemiologi kanker serviks skuamosa berhubungan kuat dengan perilaku seksual seperti multiple mitra seks, dan usia melakukan hubungan seks pertama. Risiko meningkat lebih dari 10 x mitra seks 6 atau lebih atau hubunagan seks pertama dibawah umur 15 tahun (Aziz, 2002).

(7)

proses yang disebut neoplasmasia serviks (Cervix Intraepithel Neoplasma = CIN) yang merupakan fase prainvasif dari kanker serviks.

2.3.6 Paritas

Kanker serviks dijumpai pada wanita yang sering partus atau melahirkan. Kategori partus sering belum ada keseragaman akan tetapi menurut beberapa pakar berkisar 3-5 kali melahirkan. kanker serviks banyak ditemukan pada paritas tinggi tetapi tidak jelas bagaimana hubungan jumlah persalinan dengan kejadian kanker serviks, karena wanita yang tidak melahirkan dapat juga terjadi kanker serviks (Tambunan, 1996).

2.3.7 Ganti Pasangan

Telaah pada berbagai penelitian epidemiologi kanker serviks berhubungan kuat dengan perilaku seksual seperti multi mitra seks, dan usia saat melakukan hubungan seks pertama. Risiko meningkat lebih dari 10 x bila bermitra seks 6 atau lebih. Juga risiko meningkat bila berhubungan dengan multipel mitra seks atau mengidap kondiloma akuminata (Aziz, 2000).

2.3.8 Infeksi

(8)

2.3.9 Kontrasepsi

Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lama lebih dari 4 atau 5 tahun dapat meningkatkan risiko terkena kanker serviks 1,5-2,5 kali. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kontrasepsi oral menyebabkan wanita sensitif terhadap HPV yang dapat meyebabkan adanya peradangan pada genitalia sehingga berisiko untuk terjadi kanker serviks. Pil kontrasepsi oral diduga akan menyebabkan defisiensi folat yang mengurangi metabolisme mutagen sedangkan estrogen kemungkinan menjadi salah satu kofaktor yang membuat replikasi DNA HPV (Hidayat, 2001).

2.4 Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Metode Pap’smear

Pap’smear adalah suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada sel (Riano, 2006). Pap’smear sering juga disebut pap test dan dalam sitologi ginekologi Pap’smear adalah ilmu yang mempelajari sel-sel yang lepas atau deskuamasi dari alat kandungan wanita, meliputi sel-sel yang lepas dari vagina, serviks, endoservik, dan endometrium (Depkes RI, 2007).

(9)

a. Klasifikasi Pemeriksaan Pap’smear

Menurut Price (2006) dan Depkes RI (2007) pemeriksaan cytologis dari smear sel-sel yang diambil dari serviks, untuk melihat perubahan-perubahan sel yang mengindikasikan terjadinya inflamasi, displasia atau kanker. Klasifikasi pemeriksaan Pap’smear adalah :

a. Atypical Squamous Cell of Underterminet Significance (ASC-US) yaitu sel skuamosa atipikal yang tidak dapat ditentukan secara signifikan. Sel skuamosa adalah datar, tipis yang membentuk permukaan serviks.

b. Low-grade Squamous Intraephitelial Lesion (LSIL), yaitu tingkat rendah berarti perubahan dini dalam ukuran dan bentuk sel. Lesi mengacu pada daerah jaringan abnormal, intaepitel berarti sel abnormal hanya terdapat pada permukaan lapisan sel-sel.

c. High-grade Squamosa Intraepithelial (HSIL) berarti bahwa terdapat perubahan yang jelas dalam ukuran dan bentuk abnormal sel-sel (prakanker) yang terlihat berbeda dengan sel-sel normal.

b. Manfaat Pap’smear

(10)

rahim seperti : (a) mengetahui penyebab radang, (b) untuk menyelidiki infeksi-infeksi tertentu dan penyakit yang disebarkan secara seksual, (c) untuk menentukan penanganan dan pengobatan.

c. Bahan Pemeriksaan Sitologi Pap’smear

Bahan pemeriksaan terdiri atas sekret vagina, sekret servikal (eksoserviks), sekret endo servikal, sekret endometrial, sekret fornik posterior. Tidak boleh melakukan Pap’smear pada saat menstruasi karena sel-sel darah merah mengaburkan sel-sel epitel pada pemeriksaan mikroskop (Depkes RI, 2007).

Tingkat keberhasilan Pap’smear dalam mendeteksi dini kanker rahim yaitu 65-95 %. Pap’smear hanya bisa dilakukan oleh ahli patologi atau si-toteknisi yang mampu melihat sel-sel kanker lewat mikroskop setelah objek glass berisi sel- sel epitel leher rehim dikirim ke laboratorium oleh yang memeriksa baik dokter, bidan maupun tenaga yang sudah terlatih (Depkes RI, 2007).

(11)

Waktu yang diperlukan untuk mengetahui hasil dari dilakukannya metode Pap’smear berkisar antara 4 hari sampai 2 minggu tergantung jarak tempat dilakukannya pemeriksaan Pap’smear dan dari laboratorium pemeriksaan spesimen lendir mulut rahim. Untuk mengetahui apakah hasilnya positif atau negatif maka diperlukan tenaga khusus laboratorium yang dapat membaca hasil mikroskop. Jadi selama rentan waktu itulah wanita pasangan usia subur mengalami kecemasan terhadap hasil dari pemeriksaan Pap’smear (Manuaba, 2009).

2.5 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemeriksaan Pap’smear

Beberapa faktor yang memengaruhi masyarakat khususnya WUS dalam melakukan pemeriksaan Pap’smear (yang dalam penelitian ini dianggap sebagai perilaku sehat) berdasarkan teori Anderson dalam Notoatmodjo (2010) tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dikenal dengan “Anderson’s Behavioral model of Health Service Utilization”, yaitu dipengaruhi faktor predisposisi, pendukung dan faktor kebutuhan.

2.5.1 Faktor Predisposisi (PredisposingFactors)

(12)

digolongkan atas : (a) ciri demografi seperti umur, jenis kelamin, status perkawinan dan jumlah keluarga, (b) struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan dan kesukuan dan (c) sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan. Indikator ketiga faktor tersebut sangat luas sehingga dalam penelitian uraian secara teoritis dibatasi pada faktor pengetahuan dan sikap sebagaimana permasalahan yang telah dijelaskan pada BAB 1

a. Pengetahuan

Pengetahuan (Knowledge) adalah hasil tahu dari diri manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “ What”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan adalah suatu yang diketahui menurut Poerwadarminta dalam Notoatmodjo (2010). Menurut Poejawijatna dalam Notoatmodjo (2010), menyebutkan pengetahuan akan membuat orang mampu mengambil keputusan. Jadi, pengetahuan adalah suatu yang diketahui atau hasil tahu dari diri manusia dan mampu menjawab pertanyaan sehingga seorang mampu mengambil keputusan.

Macam-macam pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003) adalah : 1) Pengetahuan umum adalah segala sesuatu yang diketahui oleh seseorang secara

(13)

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Cara mengidentifikasi tingkat pengetahuan adalah sebagai berikut :

1) Mengenal (recognition) dan mengingat kembali (recall) diartikan sebagai kemampuan mengingat kembali suatu yang pernah diketahui sehingga bisa memilih satu dari dua atau lebih jawaban.

2) Pemahaman (comprehension) merupakan suatu kemampuan untuk memahami tentang suatu obyek atau materi.

3) Penerapan (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan secara benar mengenai suatu hal yang diketahui dalam situasi yang sebenarnya.

4) Analisis (analysis) diartikan sebagai kemampuan untuk menyebarkan materi/obyek kedalam suatu struktur dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (syntesis) diartikan sebagai kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi.

6) Evaluasi (evaluation) diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan penelitian suatu obyek/materi. Tingkat pengetahuan ini dapat di nilai dari tingkat penguasaan individu atau seseorang terhadap suatu obyek atau materi.

(14)

1) Cara tradisional atau non-ilmiah, terdiri dari

a) Cara coba-coba (Trial and Error). Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan tersebut tidak berhasil di coba kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal di coba kemungkinan ketiga dan seterusnya sampai masalah tersebut dapat dipecahkan. Itulah sebabnya cara ini disebut metode trial (coba) and error (gagal/salah).

b) Cara kekuasaan atau otoritas. Pada cara ini prinsipnya adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan orang yang mempunyai otoritas tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan empiris atau penalaran sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa apa yang dikemukakannya adalah sudah benar.

c) Pengalaman pribadi. Pengalaman adalah guru yang baik demikianlah bunyi pepatah, ini mengandung maksud bahwa pengalaman ini seperti cara untuk memperoleh kebenaran pengetahun. Oleh sebab itu, pengetahuan pribadinya dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.

d) Melalui jalan pikiran. Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Dalam memperoleh pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya.

(15)

dimana media (alat mengirim pesan atau saluran pesan) adalah alat atau saluran yang dipilih oleh sumber untuk menyampaikan pesan kepada sasaran. Salah satu media massa adalah media massa yang meliputi: televisi, radio, koran, tabloid dan film. Media massa sebagai salah satu sumber informasi juga memengaruhi pengetahuan karena dengan sumber informasi atau bacaan yang berguna bagi perluasan cakrawala pandang dan wawasan, dapat meningkatkan kemampuan berpikir seseorang (Notoatmodjo, 2003).

b. Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, baik atau tidak baik, dan sebagainya). Pandangan-pandangan atau perasaan yang berupa pernyataan positif maupun negatif terhadap input, proses, dan output (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Allport dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok : 1) Kepercayaan atau keyakinan (ide dan konsep terhadap suatu objek). 2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

(16)

perilaku nyatanya. 4) teori atribusi, orang bersikap dengan mempertimbangkan kognisi dan efeksi suatu konasi dan psikomotor didalam kesadaran mereka.

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003) :

1) Menerima (receiving). Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang berikan (objek)

2) Merespon (responding). Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

3) Menghargai (valving). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4) Bertanggung jawab (responsible). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.5.2 Faktor Pendukung (EnablingFactors) a. Sarana prasarana

(17)

dimana secara tidak langsung bisa menjadi tolak ukur dalam suatu pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2007).

b. Jarak tempuh ke pelayanan kesehatan

Jarak adalah angka yang menunjukkan seberapa jauh suatu benda berubah posisi melalui suatu lintasan tertentu. Dalam fisika atau dalam pengertian sehari-hari, jarak bisa berupa estimasi jarak fisik dari dua buah posisi berdasarkan kriteria tertentu. Jarak tempuh pasien atau penerima pelayanan menjadi salah satu pertimbangan untuk mencari fasilitas pelayanan kesehatan karena selain melibatkan waktu tempuh ke fasilitas tersebut, juga melibatkan transportasi dan biaya yang dibutuhkan. Pertimbangan tersebut akan menjadi sangat diperhitungkan apabila tempat pelayanan kesehatan yang ada berada sangat jauh dari akses pelayanan kesehatan dengan tingkat perekonomian penduduk yang rendah (Depkes RI, 2007). c. Waktu tempuh ke pelayanan kesehatan

(18)

d. Tingkat Ekonomi

Tingkat status ekonomi adalah salah satu tingkatan atau strata sosial dalam masyarakat, yang bisa dinilai dari rata-rata jumlah penghasilan atau pendapatan serta jumlah harta benda yang dimiliki oleh seseorang. Tingkat ekonomi jika dilihat dari jumlah penghasilan atau pendapatan dibagi menjadi tiga yaitu tingkat penghasilan tinggi jika penghasilannya rata-rata ≥ Rp 5.000.000 perbulan dan rendah jika rata-rata penghasilannya < Rp. 5.000.000,- perbulan (Badan Pusat Statistik RI, 2010).

Ekonomi adalah salah satu faktor yang sangat memengaruhi perilaku masyarakat, apabila penghasilan masyarakat cukup maka mereka akan memenuhi kebutuhan dengan maksimal dan sebaliknya apabila penghasilan masyarakat kurang, maka mereka akan mengabaikan kebutuhannya termasuk dalam mencari pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

(19)

e. Jumlah petugas kesehatan

Banyaknya petugas kesehatan yang berkompeten, yang memiliki sertifikat pelatihan Pap’smear , dan mampu melakukan pemeriksaan Pap’smear dengan baik sesuai dengan prosedur tetap. Salah satu kendala dalam pelaksanaan deteksi dini kanker serviks adalah karena kurangnya SDM sebagai pelaku screening (deteksi dini). Target yang seharusnya dicapai adalah seluruh petugas kesehatan (paramedis dan medis) mendapatkan pelatihan Pap’smear. Pada masing-masing puksesmas terdapat koordinator atau pemegang program dengan tujuan untuk bertanggung jawab dalam pelaksanaan program terkait, namun tentu saja hal tersebut harus didukung oleh suatu kompetensi dan keahlian dari petugas itu sendiri. Kaitannya dengan Pap’smear, di Puskesmas yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan tersebut adalah seorang koordinator atau penanggungjawab dalam Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Koordinator akan dibantu oleh tenaga kesehatan lainnya yang terkait dengan pemeriksaan Pap’smear , dalam hal ini adalah bidan puskesmas (Depkes RI, 2007). f. Sikap petugas kesehatan

(20)

sendiri. Saat dinilai suatu program itu berjalan dengan baik maka yang mendapatkan sorotan adalah sikap petugas kesehatan yang bertanggungjawab dalam bidangnya. g. Perilaku petugas kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati atau bahkan dapat dipelajari. Perilaku dibagi menjadi dua, yaitu perilaku pasif dan perilaku aktif. Perilaku pasif adalah respons interna yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan secara tidak langsung dapat dilihat oleh orang lain. Perilaku aktif adalah perilaku yang dapat dilihat atau diobservasi secara langsung. Perilaku petugas kesehatan (medis dan paramedis) sangat terkait dengan keberhasilan pelaksanaan suatu program, semakin aktif petugas kesehatan dalam mensosialisasikan dan melaksanakan suatu program maka program terkait tentu saja akan semakin baik atau semakin berhasil.

2.5.3 Faktor Kebutuhan (Need Factors)

Sesuai teori Anderson bahwa faktor ketiga yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan adalah faktor kebutuhan (need factors). pemanfaatan pelayanan dapat terwujud menjadi tindakan pencarian pengobatan apabila tindakan itu dirasakan sebagai kebutuhan (Andersen dan Newman, 1973). Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Kebutuhan pelayanan kesehatan dapat dikategorikan menjadi :

(21)

b. Evaluate atau clinical diagnose, merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh penilaian atau pemeriksaan petugas kesehatan.

2.6 Landasan Teori

Berdasarkan uraian teori di atas, maka landasan teori penelitian ini adalah mengacu kepada teori Andersen yang mengembangkan teori tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan (Andersen’s Behavioral Model of Health Service Utilization).

Menurut Andersen keputusan untuk menggunakan pelayanan kesehatan itu ada tiga komponen yaitu: predisposisi (pemungkin), enabling (pendukung), dan need. Komponen predisposisi terdiri dari tiga unsur yaitu: demografi, struktur sosial dan kepercayaan kesehatan (pengetahuan dan sikap). Komponen enabling (pendukung) mempunyai dua unsur: sumber daya keluarga (penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan), dan sumber daya masyarakat (jumlah sarana pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dan tenaga kesehatan, lokasi sarana kesehatan). Komponen need, merupakan komponen yang paling langsung berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan. Komponen ini diukur dengan derajat kebutuhan ibu rumah tangga untuk perlu melakukan pemeriksaan Pap’smear, yaitu kebutuhan berdasarkan gejala kanker serviks yang dirasakannya dan kebutuhan berdasarkan pemeriksaan petugas kesehatan.

(22)

Gambar 2.1 Landasan Teori Sumber : Anderson dalam Notoatmodjo (2005)

Predisposing Enabling Need

(23)

2.7 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Mengacu kepada teori Anderson bahwa pemeriksaan Pap’smear untuk deteksi dini kanker serviks sebagai bentuk pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor (seperti uraian landasan teori). Namun, sesuai hasil survei pendahuluan diduga faktor pengetahuan dan sikap serta faktor lain (confounding factors) yang memengaruhi pemeriksaan Pap’smear pada ibu rumah tangga, sehingga kerangka konsep penelitian sebagai acuan variabel difokuskan pada aspek pengetahuan dan sikap serta faktor kebutuhan sebagai confounding factors, sedangkan faktor lain tidak dikaji atau tidak menjadi variabel penelitian sehingga tidak dicantumkan dalam kerangka konsep.

PENGETAHUAN PELAKSANAAN PAP’SMEAR UNTUK

DETEKSI DINI KANKER SERVIKS PADA IBU RUAH TANGGA SIKAP

Confounding Factors

KEBUTUHAN

- Perceived/Symptoms Diagnose (Persepsi/Gejala yang dirasakan)

Gambar

Gambar 2.1 Landasan Teori
Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

1) Murabahah adalah akad jual beli antara lembaga keuangan dan nasabah atas suatu jenis barang tertentu dengan harga yang disepakati bersama. Lembaga keuangan akan

Struktur bagian dalam zeolit yang membentuk lubang dan sambungan dapat diisi dengan molekul-molekul lain, termasuk molekul air. Molekul yang dapat masuk ke dalam

Berdasarkan hasil penelitian Hubungan Strata Perilaku Hidup Bersih dan Sehat tatanan rumah tangga dan kondisi sanitasi lingkungan dengan status BTA pada suspek TB Paru studi

Dalam bab ini membahas tentang bagaimana menganalisa permasalahan- permasalahan yang diangkat yang dikaitkan dengan pelayaan dan persiapan calon jamaah haji dan menyangkut

Pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja nonmanajerial dapat mempelajari

Tujuh belas individu dapat dideteksi memiliki paling tidak satu daerah termutasi pada gen pengkode β-globin dari total empat daerah yang diuji dengan metode PCR-SSCP yang

3. Untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk menerapkan rekayasa teknis sesuai dengan fungsi kawasan dalam rencana tata ruang dan

*Alat Peraga Pendidikan *Elektrikal Mekanikal *Komputer *Laboratorium *Percetakanc. DAFTAR HARGA ALAT PERAGA