• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN UMUR, PARITAS, TINGKAT PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN IBU DENGAN KEJADIAN ABORTUS DI RUANG VERLOS KAMER BERSALIN RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN DEWI RAKASIWI, S.SiT AKADEMI KEBIDANAN BUNGA KALIMANTAN LATAR BELAKANG - Tampilan HUBUNGAN UMUR,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN UMUR, PARITAS, TINGKAT PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN IBU DENGAN KEJADIAN ABORTUS DI RUANG VERLOS KAMER BERSALIN RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN DEWI RAKASIWI, S.SiT AKADEMI KEBIDANAN BUNGA KALIMANTAN LATAR BELAKANG - Tampilan HUBUNGAN UMUR,"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN UMUR, PARITAS, TINGKAT PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN IBU DENGAN KEJADIAN ABORTUS DI RUANG VERLOS KAMER BERSALIN RSUD

DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

DEWI RAKASIWI, S.SiT

AKADEMI KEBIDANAN BUNGA KALIMANTAN

LATAR BELAKANG

World Health Organization (WHO) memperkirakan diseluruh dunia, dari 46 juta kelahiran pertahun terdapat 20 juta kejadian abortus. Sekitar 13 % dari jumlah total kematian ibu di seluruh dunia diakibatkan oleh komplikasi abortus, 800 wanita diantaranya meninggal karena komplikasi abortus dan sekurangnya 95 %, yaitu 19 dari setiap 20 tindakan abortus diantaranya terjadi di Negara berkembang ( Widyaastuti Y.& Dina Kaspa, 2007 ). Di Indonesia angka kematian Ibu (AKI) menurut survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI 2002/2003) masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup. Kejadian abortus di Indonesia setiap tahun terjadi 2 juta kasus. Ini artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup. Menurut sensus penduduk tahun 2000, terdapat 53.783.717 perempuan usia 15 – 49 tahun, dan dari jumlah tersebut terdapat 23 kasus abortus per 100 kelahiran hidup ( Utomo,2001 ).

Mengenai penyebab kematian bahwa 90% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, toksemia gravidarum, infeksi, partus lama dan komplikasi abortus. Perdarahan merupakan penyebab kematian kedua yang paling penting. Perdarahan dapat disebabkan oleh abortus yang tidak lengkap. Ada beberapa alasan dan kondisi individualis yang memungkinkan terjadinya abortus. Beberapa karakteristik umum dapat didefinisikan yaitu tingkat pendidikan,

pekerjaan, status ekonomi, tinggal di daerah perkotaan, status perkawinan, umur dan paritas. Sebuah penelitian yang dilakukan di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia ditemukan bahwa insiden abortus lebih tinggi diperkotaan dibandingkan dipedesaan. (Widyaastuti Y. & Dina Kaspa, 2007)

Menurut data di ruang Verlos Kamar Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin, pada tahun 2008 ada 101 ibu yang mengalami abortus, pada tahun 2009 ada 125 ibu yang mengalami abortus, sedangkan pada tahun 2010 ibu yang mengalami abortus ada 186 orang.

Berdasarkan data di atas kasus abortus dari tahun 2008 sampai 2010 terjadi peningkatan sebesar 85 kasus ( 54 %) sehingga penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan Umur, Paritas, Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan ibu dengan kejadian abortus di Ruang Verlos Kamer Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013”

METODE

Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah survey analitik. Metode penelitian survey analitik adalah survey penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi (Notoatmodjo, 2010).

(2)

mempelajari dinamika korelasi antara factor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan , observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo,2010).

Dalam rancangan ini peneliti mencoba menggali hubungan Umur, Paritas, Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan ibu dengan kejadian abortus di Ruang Verlos Kamer bersalin RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan ibu yang mengalami abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin Tahun 2013 sebanyak 186 orang yang mengalami abortus. Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini menggunakan Sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel yang mana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel Istilah lain dari sampling jenuh adalah sensus (Setiawan & Saryono, 2010). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mengalami abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin pada tahun 2013 sebanyak 186 orang.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini secara Non Probability Sampling dengan porposive sampling dimana pengambilan sampel secara purposive didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoadmodjo, 2010). Sedangkan penetuan jumlah sampel menggunakan teknik Sampling Jenuh yaitu teknik penentuan sampel yang mana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Istilah lain dari sampling jenuh adalah sensus (Setiawan & Saryono, 2010). Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data ini adalah data

sekunder yang diambil dari register di Ruang VK bersalin Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

Pada penelitian ini model yang digunakan adalah survey analitik. Metode penelitian survey analitik adalah survey penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi (Notoatmodjo, 2010). Adapun pendekatan penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara factor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan , observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo,2010).

1. Analisis Univariat

Dilakukan pada tiap variabel dari hasil penelitian, yakni variable umur, paritas, tingkat pendidikan, perkejaan dan abortus. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variable. Data yang telah dikumpulkan meliputi umur, paritas,tingkat pendidikan, pekerjaan dan abortus diklasifikasikan sesuai kategori masing-masing data, ditabulasi dan dipresentasikan dalam bentuk distribusi frekuensi kemudian dianalisis secara deskriftif. Adapun rumus yang digunakan dalam analisis univariat ini yaitu, (Sudijono,2008) :

Keterangan:

P : Angka persentase

f : ftekuensi yang sedang dicari persentasenya

f

(3)

N : Jumlah frekuensi / banyaknya individu

2. Analisis Bivariat

Dilakukan terhadap dua variable yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Dalam analisis ini dapat dilakkan pengujian statistic denngan menggunakan Chi Square untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan tingkat kemaknaan α0,05 dan tingkat kepercayaan 95%. Kriteria uji hubungan antara variabel penilitian berdasarkan nilai P yang dihasilkan dibandingkan dengan nilai kemaknaan yang dipilih α 0,05. Bila P < 0,05 maka Ha di terima dan Ho ditolak artinya ada hubungan antara variable dependen dengan variable independen, bila P>0,05 maka Ho di terima dan Ha di tolak artinya tidak ada hubungan antara variable dependen dengan variable independen, Adapun rumus Chi Square ( Sabri & Sutanto, 2009).

∑ ( O – E )2 X 2 =

∑ E

Keterangan :

X 2 : statistic Uji Chi Square ∑ : Jumlah

O : Frekuensi yang diamati

E : Nilai (frekuensi) yang diharapkan

HASIL

A. Uji Normalitas, Multikolinieritas dan Outler

1. Uji Normalitas a. Abortus

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi Berdasarkan Kasus Abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

No. Abortus Frekuensi Persentase (%)

1 Abortus Inkomplet

112 60

2 Abortus Lainnya 74 39,8

TOTAL 186 100

Sumber : Analisis Data Sekunder Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu mengalami abortus inkomplet di Ruang VK Bersalin yaitu sebanyak 112 orang ( 60 % ).

b. Umur Ibu yang mengalami Abortus Tabel 4.2lDistribusi frekuensi

berdasarkan Umur Ibu yang mengalami Abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

No Umur Frekuensi Persentase

(%) 1 Beresiko (<20 & >

35 Tahun)

95 51,1

2 Tidak Beresiko (20-35 Tahun)

91 48,9

TOTAL 186 100

(4)

c. Paritas Ibu yang mengalami Abortus Tabel 4.3 lDistribusi frekuensi

berdasarkan Paritas Ibu yang mengalami Abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

No. Paritas Frekuensi Persentase

(%)

Sumber : Analisis Data Sekunder Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu yang mengalami abortus adalah ibu yang termasuk dalam kategori paritas tidak beresiko ( < 4 ) yaitu sebanyak 147 orang ( 79 mengalami Abortus di Ruang VK Bersalin

Sumber : Analisis Data Sekunder Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan hasil bahwa sebagian

besar ibu yang mengalami abortus adalah ibu yang termasuk dalam kategori Tingkat Pendidikan Rendah yaitu sebanyak 110 orang ( 59,1

Sumber : Data Sekunder

Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu yang mengalami abortus adalah ibu yang termasuk dalam kategori ibu yang yang tidak bekerja yaitu sebanyak 127 orang ( 68,3 % ).

2. Multikolinieritas

(5)

Umur

Beresiko ( <20 &

>35 Tahun ) 65 68,4 30 31,6 95 100

Tidak beresiko

(20-35 tahun ) 47 51,6 44 48,4 91 100

TOTAL 112 60,2 74 39,8 186 100

Uji Chi square p 0,029 α 0,05

Sumber : Analisis Data Sekunder Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat dari 95 ibu umur beresiko ( < 20 & > 35 Tahun ) terdapat 65 ibu ( 68,4 % ) yang mengalami abortus inkomplet dan dari 91 ibu tidak beresiko ( 20-35 tahun ) terdapat 47 ibu ( 51,6 % ) yang mengalami abortus inkomplet.

Hasil Statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p 0,029 maka p < α, ini berarti Ha diterima Ho

ditolak, artinya ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013. b. Hubungan Paritas dengan Kejadian

Abortus

Tabel 4.7l Distribusi frekuensi Berdasarkan Hubungan Paritas ibu dengan Kejadian Abortus di Ruang VK

Sumber : Analisis Data Sekunder Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat dari 39 ibu beresiko ( >4) terdapat 25 ibu ( 64,1 % ) yang

mengalami abortus inkomplet dan dari 147 ibu tidak beresiko ( < 4 ) terdapat 87 ibu ( 59,2 % ) yang mengalami abortus inkomplet.

Hasil Statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p 0,708 maka p > α, ini berarti Ha ditolak Ho diterima,

artinya tidak ada hubungan antara paritas ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

c. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Abortus

Tabel 4.8 Distribusi frekuensi Berdasarkan Hubungan Tingkat Pendidikan ibu dengan Kejadian

(6)

Hasil Statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p 0,059 maka p > α, ini berarti Ha ditolak Ho diterima,

artinya tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013. d. Hubungan Pekerjaan dengan

Kejadian Abortus

Tabel 4.9 lDistribusi frekuensi Berdasarkan Hubungan Pekerjaan ibu dengan Kejadian Abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch.

Ansari Saleh

Banjarmasin Tahun 2013.

Pekerjaan

Kasus Abortus

TOTAL Abortus

Inkomplet

Abortus lainnya

n % n % N %

Bekerja 31 52,2 28 47,5 59 100

Tidak Bekerja 81 63,8 46 36,2 127 100

TOTAL 112 60,2 74 39,8 186 100

Uji Chi square p 0,145 α

0,05

Sumber : Analisis Data Sekunder Berdasarkan tabel 4.10 dapat dilihat dari 59 ibu bekerja terdapat 31 ibu ( 52,2 % ) yang mengalami abortus inkomplet dan dari 127 ibu tidak bekerja terdapat 81 ibu ( 63,8 % ) yang mengalami abortus inkomplet.

Hasil Statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p 0,195 maka p > α, ini berarti Ha ditolak Ho diterima, artinya

tidak ada hubungan antara Pekerjaan ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

PEMBAHASAN 1. Kejadian abortus

Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu mengalami abortus inkomplet di Ruang VK Bersalin yaitu sebanyak 112 orang ( 60 % ).

Menurut manuaba (1998), kejadian abortus sulit di ketahui, karena sebagian besar tidak dilaporkan dan banyak di lakukan atas permintaan, keguguran spontan di perkirakan sebesar 10 – 15 %. Data yang diperoleh dari RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013 terdapat 186 kasus abortus dari tahun 2008 sampai 2010 terjadi peningkatan sebesar 85 kasus ( 54 %) kasus abortus, hal ini berarti bahwa kejadian abortus di RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin masih tinggi. Menurut Saifuddin ( 2008 ) dikenal berbagai macam abortus sesuai dengan gejala, tanda dan proses patologi yang terjadi, yaitu Abortus Inkompletus, Abortus Imminens, Abortus kompletus, Abortus Insipiens, Abortus Habitualis, Missed abortion, Abortus infeksiosus ( septik ), Kelainan Anembrionik (Blighted ovum) dan menurut Wiknjosastro (2006), Faktor yang menyebabkan abortus adalah karena kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, kelainan traktus genitalis, kelainan pada plasenta, dan penyakit ibu.

Menurut Anonim (2009), faktor predisposisi kejadian abortus yaitu usia ibu yang lanjut, riwayat obstetri dan ginekologi yang kurang baik, paritas ibu yang tinggi, riwayat infertilitas, penyakit yang menyertai kehamilam dan trauma abdomen.

(7)

masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium ekternum. Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa.

Pada penelitian ini abortus inkomplet merupakan yang paling banyak. Hal ini di sebabkan karena kebanyakan ibu-ibu yang datang mengalami perdarahan sampai mengalami anemia yang di karenakan berbagai macam sebab seperti terkena benturan yang keras dan gizi yang buruk dan beberapa faktor lain yang tidak diketahui sebabnya.

Menurut Derek L. (2005) pada kebanyakan kasus, abortus yang sering terjadi adalah abortus inkomplet, karena kebanyakan ibu mengalami perdarahan yang disertai kontraksi uterus yang kuat dan menyebabkan dilatasi serviks sehingga abortus tidak dapat dihindarkan.

2. Umur ibu yang mengalami abortus Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu yang mengalami abortus adalah ibu yang termasuk dalam kategori umur Beresiko ( < 20 & > 35 tahun ) yaitu sebanyak 95 orang ( 51,1 % ).

Umur ibu yang terlalu muda (< 20 tahun) dan terlalu tua ( > 35 tahun ) dimana uterus belum siap menerima zigot dikarenakan fungsi endometrium belum optimal pada umur ibu < 20 tahun Yudiayuts, ( 2008 ).

Menurut Ari S. (2009) kondisi ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun akan sangat menentukan proses kelahiran nya. Hal itu pun turut mempengaruhi kondisi janinnya, kontraksi uterus juga sangat di pengaruhi oleh kondisi fisik ibu, jika ibu menglami penurunan kondisi, terlebih

pada primitua maka keadaan ini harus benar-benar diwaspadai.

Pada usia di atas 35 tahun telah terjadi sedikit penurunan curah jantung yang disebabkan oleh berkurangnya kontraksi miokardium sehingga sirkulasi dan pengambilan O2 oleh darah

di paru-paru juga mengalami penurunan, ditambah lagi dengan peningkatan tekanan darah dan penyakit lainnya yang melemahkan kondisi ibu, sehingga mengganggu sirkulasi darah ibu janin. Hal ini akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi, dimana hasil konsepsi tidak dapat berimplantasi secara maksimal yang mengakibatkan kematian atau lepasnya sebagian atau seluruh dari hasil konsepsi dari tempat implantasinya. Bagian yang terlepas ini dianggap benda asing oleh uterus sehingga uterus berusaha untuk mengeluarkannya dengan cara berkontraksi (Multazamiah, 2003) dalam Yono (2011).

Pada penelitian ini, kejadian abortus sebagian besar terjadi pada ibu yang memiliki umur beresiko (< 20 – > 35 tahun) hal ini sesuai dengan teori yang dikemukankan oleh Hebert Hutabarat (2007), umur ibu dilihat dari kejadian abortus adalah Umur beresiko tinggi yaitu < 20 tahun dan > 35 tahun, umur tidak beresiko yaitu umur 20 - 35 tahun.

3. Paritas ibu yang mengalami abortus Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu yang mengalami abortus adalah ibu yang termasuk dalam kategori paritas tidak beresiko ( < 4 ) yaitu sebanyak 147 orang ( 79 % ).

(8)

yaitu > 4, Paritas yang tidak beresiko untuk terjadi abortus < 4.

Menurut Benson, ralph C & Martin L pernol ( 2009 ) jumlah kelahiran sebelumnya merupakan keterangan penting. Sampai kelahiran anak ke-4, terdapat peningkatan kemungkinan keberhasilan kehamilan dengan adanya resiko abortus.

Menurut rochjati (2003), ibu yang pernah melahirkan > 4 maka akan banyak ditemui masalah dalam kehamilannya seperti anemia, kurang gizi, kekendoran dinding perut, dan kekendoran dinding rahim yang bisa menyebabkan terjadinya abortus.

Pada penelitian ini, kejadian abortus sebagian besar terjadi pada ibu dengan paritas tidak beresiko ( < 4 ). Walaupun pada penelitian ini paritas tidak beresiko banyak terjadi pada kasus abortus tetapi banyak faktor lain yang dapat menyebabkan abortus yaitu karena terkena benturan yang keras dan gizi yang buruk dan beberapa faktor lain yang tidak diketahui sebabnya.

4. Tingkat pendidikan ibu yang mengalami abortus

Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu yang mengalami abortus adalah ibu yang termasuk dalam kategori Tingkat Pendidikan Rendah yaitu sebanyak 110 orang ( 59,1 % ).

Umumnya ibu yang mengalami abortus mempunyai pendidikan 1-9 tahun dan memungkinkan abortus pada pendidikan terendah lebih besar dibanding kelompok yang berpendidikan lebih tinggi. Menurut Prawirohardjo (1999), bahwa kejadian abortus pada wanita yang berpendidikan lebih rendah lebih banyak.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saiffudin, dkk (2002) bahwa semakin tinggi tingkat

pendidikan makin rendah kejadian abortus, yaitu tertinggi pada golongan berpendidikan 10-12 tahun (SMA), secara teoritis diharapkan wanita yang berpendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya.

Pada penelitian ini, kejadian abortus sebagian besar terjadi pada ibu dengan pendidikan rendah. Pendidikan diperlukan mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Ibu-ibu yang mempunyai pendidikan rendah akhirnya akan sering terjadi abortus di karenakan kurang nya informasi yang dapat menunjang kesehatan / kehamilannya.

5. Pekerjaan Ibu yang mengalami Abortus Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu yang mengalami abortus adalah ibu yang termasuk dalam kategori ibu yang yang tidak bekerja yaitu sebanyak 127 orang ( 68,3 % ).

Menurut Wiknjosastro (2007), jika ia hamil, perlu mendapatkan perhatian khusus. Ia harus banyak istirahat hal ini tidak berarti bahwa ia harus tinggal di tempat tidur, tetapi perlu dicegah usaha-usaha yang melelahkan.

Pada penelitian ini, kejadian abortus sebagian besar terjadi pada ibu yang tidak bekerja. Walaupun ibu tidak bekerja banyak terjadi pada kasus abortus tetapi banyak faktor lain yang dapat menyebabkan abortus yaitu kurangnya pendidikan ibu, gizi yang buruk dan beberapa faktor lain yang tidak diketahui sebabnya.

6. Hubungan Umur dengan Kejadian Abortus

(9)

diantara 95 ibu umur beresiko (<20 & >35 Tahun) terdapat 65 ibu ( 68,4 % ) yang mengalami abortus inkomplet dan dari 91 ibu tidak beresiko ( 20-35 tahun ) terdapat 47 ibu ( 51,6 % ) yang mengalami abortus inkomplet. Dari hasil tersebut secara persentase, ibu yang memiliki umur <20 dan > 35 lebih banyak mengalami abortus inkomplet di bandingkan umur ibu antara 20 – 35 tahun.

Hasil Statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p 0,029 maka p < α, ini berarti Ha

diterima Ho di tolak, artinya ada

hubungan antara umur ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

Menurut Ari S. (2009) kondisi ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun akan sangat menentukan proses kelahiran nya. Hal itu pun turut mempengaruhi kondisi janinnya, kontraksi uterus juga sangat di pengaruhi oleh kondisi fisik ibu, jika ibu menglami penurunan kondisi, terlebih pada primitua maka keadaan ini harus benar-benar diwaspadai.

Menurut Cunningham (1995) dalam Yono (2011) dikatakan frekuensi abortus bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari 20 tahun. Menurut Yudiayuts (2008) dimana uterus belum siap menerima zigot dikarenakan fungsi endometrium belum optimal pada umur ibu < 20 tahun.

Pada usia di atas 35 tahun telah terjadi sedikit penurunan curah jantung yang disebabkan oleh berkurangnya kontraksi miokardium sehingga sirkulasi dan pengambilan O2 oleh darah

di paru-paru juga mengalami penurunan, ditambah lagi dengan peningkatan tekanan darah dan penyakit lainnya yang melemahkan kondisi ibu,

sehingga mengganggu sirkulasi darah ibu janin. Hal ini akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi, dimana hasil konsepsi tidak dapat berimplantasi secara maksimal yang mengakibatkan kematian atau lepasnya sebagian atau seluruh dari hasil konsepsi dari tempat implantasinya. Bagian yang terlepas ini dianggap benda asing oleh uterus sehingga uterus berusaha untuk mengeluarkannya dengan cara berkontraksi (Multazamiah, 2003) dalam Yono (2011).

Pada penelitian ini, kejadian abortus sebagian besar terjadi pada ibu yang memiliki umur beresiko (< 20 dan > 35 tahun) hal ini sesuai dengan teori yang dikemukankan oleh Hebert Hutabarat (2007), umur ibu dilihat dari kejadian abortus adalah Umur beresiko tinggi yaitu < 20 tahun dan > 35 tahun, umur tidak beresiko yaitu umur 20 - 35 tahun.

7. Hubungan Paritas dengan Kejadian Abortus

Hubungan paritas dengan kejadian abortus dapat dilihat pada tabel 4.8 pada tabel tersebut didapatkan bahwa diantara 39 ibu beresiko (>4) terdapat 25 ibu ( 64,1 % ) yang mengalami abortus inkomplet dan dari 147 ibu tidak beresiko (<4) terdapat 87 ibu ( 59,2 % ) yang mengalami abortus inkomplet. Dari hasil tersebut secara persentase, ibu yang memiliki paritas (<4) lebih banyak mengalami abortus inkomplet di bandingkan umur ibu yang paritas (>4).

Hasil Statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p 0,708 maka p > α, ini berarti Ha

(10)

Menurut rochjati (2003), ibu yang pernah melahirkan > 4 maka akan banyak ditemui masalah dalam kehamilannya seperti anemia, kurang gizi, kekendoran dinding perut, dan kekendoran dinding rahim yang bisa menyebabkan terjadinya abortus.

Pada penelitian ini paritas tidak beresiko (<4) merupakan paritas terbanyak dalam kejadian abortus. Penelitian serupa pernah di lakukan oleh Rina Novitasari (2009) dimana penelitian tersebut tidak ada hubungan paritas dengan kejadian abortus, dimana hasil uji chi square diketahui nilai p = 0,091 lebih besar dari α = 0,05.

Walaupun paritas tidak beresiko pada penelitian banyak terjadi pada kasus abortus inkomplet maupun abortus lainnya namun masih banyak faktor lain yang dapat menyebabkan abortus yaitu seperti status gizi, gaya hidup, faktor psikologis serta faktor lingkungan, sosial dan budaya.

Pada penelitian ini dari 186 ibu yang mengalami abortus inkomplet maupun abortus lainnya terdapat 76 (40,9 %) ibu memiliki paritas pertama (G1) dimana ibu baru merasakan

kehamilan, menurut Sulistyawati (2009) ibu yang baru mengalami kehamilan, kurang mempunyai pengetahuan tentang kebutuhan pada masa kehamilan dan belum bisa merubah gaya hidup seperti begadang, berpergian jauh dengan berkendaraan motor dll, gaya hidup ini akan menggangu kesejahteraan bayi yang di kandungnya.

8. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Abortus

Hubungan paritas dengan kejadian abortus dapat dilihat pada tabel 4.9 pada tabel 3 kategori tersebut didapatkan bahwa diantara 110 ibu pendidikan rendah terdapat 72 ibu ( 65,5 % ) yang mengalami abortus inkomplet, dari 55

ibu yang memiliki pendidikan menengah terdapat 32 ibu ( 58,2 % ) yang mengalami abortus inkomplet dan dari 21 ibu yang memiliki pendidikan tinggi terdapat 8 ibu ( 38,1 % ) yang mengalami abortus inkomplet.

Hasil Statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p 0,059 maka p > α, ini berarti Ha

ditolak Ho diterima, artinya tidak ada

hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

Umumnya ibu yang mengalami abortus mempunyai pendidikan 1-9 tahun dan memungkinkan abortus pada pendidikan terendah lebih besar dibanding kelompok yang berpendidikan lebih tinggi. Menurut Prawirohardjo (1999), bahwa kejadian abortus pada wanita yang berpendidikan lebih rendah lebih banyak, Yudiayuts (2008).

Pendidikan diperlukan mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Ibu-ibu yang mempunyai pendidikan rendah akhirnya akan sering terjadi abortus di karenakan kurang nya informasi yang dapat menunjang kesehatan / kehamilannya, Yudiayuts (2008).

Akan tetapi pada penelitian ini pendidikan rendah tidak berhubungan dalam kejadian abortus. Ini tidak sesuai dengan teori di atas dan Teori Ari S. (2009) penguasaan pengetahuan erat kaitannya dengan tingkat pendidikan, seseorang penelitian menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin baik pula pengetahuannya tentang sesuatu.

(11)

antara pendidikan dengan pengetahuan tentang abortus hal ini dimungkinkan karena tidak keseluruhan pengetahuan yang dimiliki ibu diperoleh melalui jenjang pendidikan formal, khususnya pengetahuan tentang abortus.

9. Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Abortus

Hubungan paritas dengan kejadian abortus dapat dilihat pada tabel 4.10 pada tabel tersebut didapatkan bahwa diantara 59 ibu bekerja terdapat 31 ibu ( 52,2 % ) yang mengalami abortus inkomplet dan dari 127 ibu tidak bekerja terdapat 81 ibu ( 63,8 % ) yang mengalami abortus inkomplet. Dari hasil tersebut secara persentase, ibu yang yang tidak bekerja lebih banyak mengalami abortus inkomplet di bandingkan umur ibu yang paritas (>4).

Hasil Statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p 0,145 maka p > α, ini berarti Ha

ditolak, artinya tidak ada hubungan antara Pekerjaan ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

Menurut Wiknjosastro (2007), jika ia hamil, perlu mendapatkan perhatian khusus. Ia harus banyak istirahat hal ini tidak berarti bahwa ia harus tinggal di tempat tidur, tetapi perlu dicegah usaha-usaha yang melelahkan.

Pada penelitian ini ibu yang tidak bekerja merupakan yang terbanyak dalam kejadian abortus. Walaupun ibu tidak bekerja banyak terjadi pada kasus abortus inkomplet maupun abortus lainnya tetapi banyak faktor lain yang dapat menyebabkan abortus yaitu kurangnya pendidikan ibu tentang kehamilan, status gizi yang buruk dan beberapa faktor lain yang tidak diketahui sebabnya.

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah di ruang VK bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin, dapat di ambil rkesimpulan sebagai berikut : 1. Jumlah ibu yang mengalami

abortus di ruang VK bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasinsebanyak 186 orang sebagian besar ibu mengalami abortus inkomplet sebanyak 112 orang ( 60 % ). 2. Umur ibu yang mengalami

abortus terbanyak adalah pada umur tidak beresiko (20-40 tahun )sebanyak 141 orang ( 75.8 % ). 3. Paritas ibu yang mengalami

abortus terbanyak adalah pada paritas tidak beresiko ( < 4 ) sebanyak 147 orang ( 79 % ). 4. Tingkat Pendidikan ibu yang

mengalami abortus terbanyak adalah pada tingkat pendidikan rendah sebanyak 110 orang ( 59.1 % ).

5. Pekerjaan ibu yang mengalami abortus terbanyak adalah pada ibu yang tidak bekerja sebanyak 127 orang ( 68.3 % ).

6. Ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

7. Tidak ada hubungan antara paritas ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin Tahun 2013. 8. Tidak ada hubungan antara

(12)

9. Tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin Tahun 2013. SARAN

1. Diharapkan kepada petugas kesehatan khususnya para bidan di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin untuk memberikan penuluhan kepada ibu hamil tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya abortus

dan informasi mengenai pencegahan terjadinya abortus pada ibu hamil serta menyarankan kepada setiap ibu yang akan merencanakan kehamilan untuk lebih memperhitungkan aspek-aspek yang mempengaruhinya.

Gambar

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi
Tabel 4.3
Tabel 4.8   Distribusi frekuensi

Referensi

Dokumen terkait

Mereka itu adalah anggota keluarga pasangan dengan usia yang berbeda, mulai dari.. bayi hingga kakek atau nenek dan terkadang dengan latar belakang yang

7 Keajaiban Rezeki membahas 7 keajaiban yang dapat mempengaruhi jalannya rezeki yang kita dapat dan cara-cara untuk mendapatkan banyak penghasilan dengan jalan yang benar dan

Sehingga banyak fenomena yang luar biasa yang dihasilkan dari alam semesta yang perlu diteliti, dipublikasikan bakan menjadi suatu ilmu pengetahuan yang tak

Yang dimaksud hari akhir adalah kehidupan yang kekal sesudah kehidupan di dunia yang fana ini berakhir; termasuk semua proses dan peristiwa yang terjadi pada hari itu, mulai dari

3) Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan meneliti kelengkapan persyaratan dan apabila telah lengkap selanjutnya menerbitkan Surat permohonan penghapusan BMN karena

Profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi modal dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh

• Apabila mengalami kesulitan dalam mencari naskah yang ingin disitasi maka dapat dapat memilih menu “Go To Mendeley ”. • Akan tampil menu “My Library” pada aplikasi

Berdasarkan latar belakang ini penulis melakukan analisis nilai tambah menggunakan metode hayami yang bertujuan untuk mengidentifikasi berapa nilai tambah yang dapat dihasilkan oleh